Editing
Date A Live (Indonesia):Jilid 2 Bab 3
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===Bagian 5=== “Hmm… ada telur, ah, ada ayam juga. Ada sisa nasi di ''rice cooker'' juga… Sepertinya cukup untuk membuat Oyakodon.<ref>Masakan nasi dengan topping telur dan ayam, biasanya telur dimatangkan menggunakan panasnya nasi yang sudah matang, http://en.wikipedia.org/wiki/Oyakodon</ref>.” Ia mengira-ngira menu apa yang akan dihidangkannya berdasarkan isi kulkas, dan setelah mengambil bahan-bahan yang diperlukan, ia sedikit melirik ke arah ruang keluarga. Di sana Yoshino sedang melihat-lihat ke sekelilingnya dengan penasaran sementara duduk di sofa. Setelah Shidou pulang tadi, ia langsung mengganti baju, tapi pakaian Yoshino masih jas kelinci yang sama seperti sebelumnya. Seperti yang dikatakan Kotori, meskipun baru saja kehujanan, dia tidak basah sedikitpun. Sama seperti gaun bercahaya milik Tohka, itu mungkin yang disebut ''Astral Dress'' atau apalah. “Bisa tunggu sebentar. Aku akan selesaikan dengan cepat.—Ah, kalau kau tidak ada kerjaan, nonton TV saja.” “...?” Shidou berkata sembari mengupas dan memotong daun bawang, Yoshino menelengkan kepalanya penasaran. “Nn, di sana ada ''remote''—ya ya, sekarang tekan tombol di kiri atas.” Berdasarkan petunjuk Shidou, Yoshino menekan tombol ''remote''. Menyusul hal tersebut TV menyala beserta dinding yang terkena pancarannya, kemudian 「wahahahahahaha!」suara itu berkumandang. “——!" Seketika itulah tubuh Yoshino meringkuk, air yang menggenang di wastafel menjulang naik, berubah menjadi peluru-peluru dan ditembakkan ke layar TV. “Ap…” 「Idiot, sudah kubilang jangan buat dia takut.」 Di telinga kanannya, terdengar kritikan Kotori. Dan ngomong-ngomong Yoshino, dia membuka mata yang tertutup rapat sebelumnya, dan menundukkan kepala ke arah Shidou dengan panik “Ti-tidak… Jangan kuatirkan itu. Maaf membuatmu takut.” Sesudah Shidou membuat senyum pahit, ia melanjutkan memasak. Ia memanaskan panci berisikan air, kemudian memasukkan irisan daging ayam dan daun bawang. Setelah mendidih barulah ia memasukkan telur yang telah dikocok. Setelah itu ia menuangkannya ke atas mangkuk berisikan nasi. Terakhir ia menaburkan peterseli Jepang di atasnya, selesai sudah. Berhubung ia sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah seperti ini, bahkan tidak sampai 10 menit baginya untuk selesai memasak. “Ini, sudah selesai. Ayo cepat isi perut jadi kita bisa pergi mencari Yoshinon, oke.” Selagi berbicara, ia memegang mangkuk dengan kedua tangannya dan berjalan menuju ruang keluarga. Ia menaruh satu di depan Yoshino dan tepat di seberangnya ia menempatkan porsinya sendiri, kemudian ia memasuki dapur lagi untuk mengambil sebuah kursi, beberapa sumpit, dan sebuah sendok untuk berjaga-jaga, sebelum kembali ke ruang keluarga. “Nah, kalau begitu, itadakimasu.” Shidou menepuk tangannya seraya berkata, Yoshino meniru gerakannya kemudian menundukkan kepala. Lalu Yoshino menggenggam sendok dengan tangannya, mengambil satu sendok oyakodon andalan Shidou, dan memasukannya ke dalam mulut. “………!” Maka sesudah Yoshino melakukan itu, matanya terbuka lebar dan *brak brak* dia mulai menghantam meja. “Nn?” Namun ketika Shidou menghadap ke arahnya, dia memalingkan pandangan karena malu. Setelahnya, Yoshino terlihat ingin mengatakan sesuatu padanya, akan tetapi dia malah memasang wajah malu dan sulit mencari kata-kata, *guh* dia mengacungkan jempol pada Shidou. “I-iya…” Shidou memasang senyum pahit, dan membalas dengan acungan jempol. Kelihatannya dia menyukainya. Sepertinya dia cukup lapar, Yoshino membuka mulut kecilnya dengan sekuat tenaga, dan mulai melahap. Dan—dengan memperkirakan saat-saat Yoshino menyelesaikan makanannya, Kotori mulai berbicara. 「Apa kalian masih mau beristirahat? Kalau bisa, aku masih mengharapkan lebih banyak informasi dari ''Spirit''. Berhubung ini kesempatan bagus, kenapa tidak kau coba tanyakan sesuatu padanya?」 “Tanyakan sesuatu?” Dan setelah Shidou bertanya balik, Kotori langsung menyarankannya untuk melemparkan beberapa pertanyaan. “... aah, baiklah.” Shidou yang sudah menghabiskan mangkuknya menghela dengan puas, kemudian mengarahkan pandangannya pada Yoshino. “Hei… Yoshino. Ada beberapa hal yang aku mau tahu—boleh aku bertanya?” Yoshino memiringkan kepalanya penasaran. “Itu… kau kelihatan sangat menyayanginya. Boneka itu—Yoshinon, seperti apa keberadaannya bagimu…?” Yoshino begitu mendengar pertanyaan itu, membuka mulutnya dengan takut-takut. “Yoshinon, adalah… seorang teman…. Juga, seorang... pahlawan.” “Pahlawan?” Setelah ditanya lagi, Yoshino mengangguk. “Yoshinon adalah… impian saya…kepribadian ideal yang, saya... dambakan. Tidak seperti saya… tidak lemah, seperti saya… tidak ragu-ragu… dia kuat, dan keren…” “Diri yang kau dambakan… ya.” Shidou menggaruk pipinya, dan teringat kembali saat ia bertemu Yoshino di dalam ''department store''. Yah, memang Yoshino yang sekarang dibandingkan dengan Yoshino yang berbicara melalui perantara boneka itu, baik dari nada bicara dan sikapnya, terasa seperti orang yang berbeda. Namun— “Padahal… aku lebih suka Yoshino yang ini lho…” Pada saat-saat di mana Tohka muncul, ia teringat banyaknya lelucon si boneka, ia tersenyum pahit. Memang, Yoshino saat itu berbicara dengan riang gembira tapi—Shidou tidak bisa menanggungnya. Walaupun sulit untuk mendengar ucapannya, walaupun dia bersikap canggung, Yoshino dengan jujur telah menjawab pertanyaannya, dan itu perasaan yang menyenangkan baginya. Akan tetapi di momen Shidou mengucapkan kalimat itu, wajah Yoshino *pshh*, bersipu kemerahan. Dia kemudian membungkuk dan memakai ''hood''-nya untuk menutupi wajahnya. “Yo-Yoshino…? Ada apa?” Shidou berkata sambil mencoba mengintip, Yoshino menurunkan tangan yang memegang ''hood'' itu dan, perlahan mengangkat wajahnya. “... itu, karena, ini pertama kali… ada yang… bilang, seperti itu…” “Be-begitukah…?” Yoshino mengangguk kuat-kuat. Yah… dari mulanya dia adalah seorang ''Spirit'' yang berkesempatan kecil untuk berbincang-bincang dengan orang lain. Mungkin karena alasan seperti itulah. 「Shidou, apa yang barusan… itu sudah kau perkirakan sebelumnya?」 Dan, dari seberang sana Kotori melemparkan pertanyaan semacam itu. “H-ha? Perkirakan apa…?” 「... lupakan. Kalau memang tidak, oke lah.」 “Ha-hah…?” Adiknya mengatakan sesuatu yang di luar pengertiannya, Shidou mengernyit. 「Jangan dipedulikan. Sekarang ini tidak ada masalah—hanya saja, mengejutkan sekali kau bisa setenang ini, kurasa ‘latihan dibawah satu atap’ sudah mulai menunjukkan hasilnya.」 “... mungkin yah.” Shidou menjawab setengah-setengah. Memang benar ia cukup tenang sampai tingkat tertentu, tapi ia tidak dapat membedakan entah ini hasil dari latihan itu atau bukan. Namun, ia tidak dapat meladeni mereka yang dari sana. Shidou kembali menaruh pandangan pada Yoshino dan mengutarakan pertanyaan berikutnya. “Jadi—err, Yoshino, kelihatannya biarpun kau diserang AST, kau jarang melawan, dengan alasan apa kau melakukan itu?” Ditanya seperti itu… Yoshino kembali menunduk. Bersamaan dengan genggamannya pada ujung gaun sebelah dalam yang terbuat dari cahaya sama seperti ''Astral Dress'' Tohka, dia berkata dengan suara yang terdengar seolah akan menghilang. “... saya… tidak mau, disakiti. Saya juga, tidak suka… hal yang menakutkan. Tentu saja, mereka juga… tidak mau ditakuti, tidak mau disakiti. Karena itu, saya…” Suara yang sangat kecil dan lemah, apa yang coba dikatakannya bisa saja dengan mudahnya terlewatkan oleh Shidou. Tapi karena itulah—mendengar kata-kata itu, Shidou, merasakan gelombang yang menusuk hatinya. “..., Yoshino… kau… dengan alasan seperti itu—” Tetapi, Shidou tidak menyelesaikan kalimatnya. Walaupun dengan tubuh yang gemetar, Yoshino lanjut berbicara. “Tapi… saya… lemah, dan pengecut. Karena itu, kalau saya sendiri… tidak bisa apa-apa. Sakit… saya takut…, saya tak bisa apa-apa, saya akan dibunuh… pikiran saya, jadi… kacau… kemudian, pasti saya… akan berbuat jahat… pada semuanya…” Separuh jalan dia berbicara, suaranya mulai terisak. Setelah menahan isakannya, dia melanjutkan. “Karena, itu… Yoshinon… adalah, pahlawanku…. Kalau Yoshinon… bersamaku, ketika aku ketakutan… dia bilang… ‘tidak apa-apa’.... Lalu, semuanya… benar-benar, akan baik-baik saja. Karena itu… karena, itu.” “.........” Shidou tanpa sadar menggigit bibirnya. Kedua tangannya terkepal begitu kuatnya, sampai-sampai darah bisa menyembur keluar. Kalau ia tidak melakukannya—ia tidak akan bisa menanggungnya. Yoshino. Gadis kecil ini. Begitu baik—dan begitu menyedihkan. Baik itu <Rasa Sakit> ataupun <Ketakutan>, sudah pasti dia tidak menyukainya. Memikirkan lawan, yang sudah mengincarnya berkali-kali dengan rasa permusuhan, maksud jahat, serta niat untuk membunuh, akan tetapi tetap saja—dia putuskan untuk tidak menyakiti mereka. Dia memilih hal tersebut? Hal sesulit itu? Yoshino—lemah? Kepala Yoshino gemetar oleh karena penilaian dirinya sendiri—tidak mungkin dia itu lemah. Aah, akan tetapi, —menyedihkan, benar-benar kebajikan yang luar biasa menyedihkan. “——” Tanpa berpikir lagi Shidou bangkit berdiri dari kursinya. Mengitari meja dan berlutut di sisi Yoshino—begitulah, dengan lembut ia mengusap kepala Yoshino. “..., ah… e, err—” “Aku.” “——, …?” “Aku akan—menyelamatkanmu.” Begitu katanya, Yoshino memandang kebingungan. Tanpa mempedulikan itu, Shidou melanjutkan.[[Image:DAL_v02_189.jpg|thumb|]] “Aku pasti, akan menemukan Yoshinon. Kemudian… mengembalikannya padamu. Bukan cuma itu. Aku akan membuatnya tidak perlu lagi melindungimu. Kau tidak perlu lagi mengalami semua hal yang <menyakitkan> atau <menakutkan> itu. Aku tidak akan membiarkan semua itu mendekatimu. Aku akan—menjadi pahlawanmu.” Seraya mengusap kepala Yoshino di balik ''hood''-nya, ia mengatakan kalimat yang diluar karakternya. Namun—ia tidak berhenti sampai di situ saja. Sebab, dalam kebaikan hati Yoshino, ada hal penting yang kurang. Satu-satunya masalah tersebut adalah: walaupun dia punya belas kasihan layaknya seorang suci, belas kasihan tersebut tidak akan dikembalikan kepadanya. Kalau seperti itu alasannya, maka tidak ada jalan lain kecuali mendapatkannya lewat bantuan orang lain. Ini bukan lagi mengenai apa yang akan terjadi pada sang ''Spirit'' atau apapun itu, hal seperti itu tidak lagi relevan bagi Shidou. Bagi Yoshino. Anak sebaik ini, tanpa ada yang menolongnya, hal itulah, yang tidak dapat dibenarkannya. Benar—itulah yang ada di benaknya. “…? …?” Untuk sesaat, Yoshino memandang sambil bertanya-tanya, tapi setelah sepuluh detik berlalu, dia akhirnya membuka mulut. “…Te…rima, kasih…” “… iya.” Ia agak senang mendengar Yoshino mengatakan hal itu. Ia mengangguk kecil. Namun, pada waktu Yoshino bersuara, tanpa sengaja mata Shidou tertuju pada bibir menawan itu… Shidou yang merasa tidak enak memalingkan pandangannya. “...? Shidou, san…?” Yoshino memiringkan kepalanya sembari menatap Shidou. “Tidak, err, itu. … mengenai yang sebelumnya, maaf.” “Eh…?” “Tidak… maksudku… waktu aku, menciummu.” Lebih tepat dikatakan kalau bukan kebiasaan Shidou untuk membuka topik seperti ini… tapi ini bisa jadi hal yang penting bagi seorang gadis. Ia mengatakannya dengan maksud meminta maaf. Akan tetapi Yoshino tidak bereaksi apa-apa dan menatapnya penuh kebingungan, sekali lagi dia memiringkan kepala. Seolah-olah, dia tidak mengerti apa yang dikatakan Shidou. “... apa itu, cium?” “Eh? Aah, itu… bibir yang bersentuhan, seperti ini…” Walaupun Shidou menjelaskan kepadanya, Yoshino memasang wajah tidak mengerti sama sekali, kemudian menyondongkan wajahnya pada wajah Shidou. “Apa, seperti... ini?” “...!” Mereka berada pada jarak di mana andaikan ia membawa mukanya sedikit lebih dekat saja, bibir mereka akan bersentuhan. Jantungnya hampir melompat di situasi berbahaya ini, namun Shidou mengingat latihan satu atapnya dengan Tohka, dan entah bagaimana berhasil berpura-pura tenang. “Uh, ah, aah… ya, seperti ini.” Namun Yoshino bergumam pelan, dan sekali lagi berkata dengan suara halus. “... saya, tidak ingat, jelas.” “... eh?” Mendengar jawaban itu, Shidou mengernyit. Kemudian—saat itulah. “Shido…! Maaf, aku—” Tiba-tiba pintu terbuka dan Tohka yang telah meninggalkan rumah pagi-pagi, sambil susah-payah mengambil nafas, memasuki ruang keluarga. Selanjutnya, dia melihat sosok Shidou dan Yoshino yang saling berhadapan dan akan berciuman kapanpun juga, *pik*, sekujur tubuhnya kaku. “Eh…?” Sesudah itu, Shidou memasang wajah linglung. “To—Too, To-To-To-To-To-To-To-To-To-To-To-To-To-Tohka…!” Mukanya banjir oleh keringat. “... hi…” Yoshino sepertinya merasakan keanehan, dia berbalik, dan mengeluarkan suara pelan. Tapi itu mungkin tidak bisa diapa-apakan lagi. Seharusnya bagi Yoshino, Tohka adalah musuh menyeramkan yang merebut bonekanya darinya—dan di luar itu, dari dalam diri Tohka yang terdiam di sekitar jalan masuk ke ruang keluarga, membanjir keluar aura tekanan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Dan pas-pasan sekali barusan, sebuah suara bising terdengar dari ''intercom'' di telinga kanannya, menandakan situasi darurat. “.........” Sambil terdiam, Tohka menyunggingkan senyum yang luar biasa lemah lembut, dan dengan begitu memasuki ruang keluarga. <noinclude>*</noinclude>biku*, sensasi seperti itu terkirimkan ke tangan Shidou. Kelihatannya juga tubuh Yoshino sedang gemetar. “To-Tohka, ini…” Kondisi pikirannya seolah menyerupai seorang pria yang baru tertangkap basah melakukan hubungan gelap di tempat kejadian perkara, Shidou dengan panik menggerakkan kedua tangannya. Akan tetapi Tohka melewati mereka berdua, meninggalkan ruang keluarga dan bergegas menuju dapur, dia lalu mengambil semua makanan dan minuman dari kulkas dan lemari, dengan begitu dia keluar ke koridor. Dari arah pintu, *dakdakdakdakdakdak* suara langkah kaki terdengar—dan saat Shidou pikir suara itu mencapai lantai dua, kali ini *BRAK*, terdapat suara bantingan pintu. … kelihatannya, dia berencana mengurung diri lagi. Tambah lagi, kali ini dia sudah siap siaga dengan suplai makanan yang cukup. “Er, err…” 「... ini malah jadi hal yang menyebalkan.」 Dari telinga kanannya, ia mendengar suara bercampur keluh kesah. “A-apa yang harus kulakukan sekarang…?” 「Untuk sekarang ini, kau cuma bisa membiarkannya. Walaupun Shidou mencoba bicara padanya, efeknya malah akan terbalik dari yang kita inginkan.」 “Be-begitukah…” Ia berkata, seraya melirik pada Yoshino yang sedang duduk di sampingnya. Tetapi, entah kapan itu terjadi, sosok Yoshino yang seharusnya ada di sofa tiba-tiba lenyap. “Ha…? Yoshino?” 「—kelihatannya, dia {{Furigana|menghilang|lost}} ke dunia sana saat Tohka sedang mendekatinya. Setelah bonekanya diambil olehnya, hal itu pasti sebuah pengalaman traumatis baginya.」 “... begitu.” Fuu, ia menelan ludah dan menghela nafas—dan mengernyit karena mendapatkan prasangka buruk. Sepertinya Yoshino ingat Tohka merebut bonekanya. Kendatipun begitu… dia bilang dia tidak mengingat ciuman dengan Shidou. Tidak, kemarin pun dia sama sekali tidak terlihat mempedulikannya, mungkin dia tidak punya emosi tertentu terhadap tindakan seperti ciuman. Para ''Spirit'' memiliki tingkat pengetahuan dan penilaian yang berbeda, tergantung dari persoalan yang ada, ada kemungkinan seperti itu. Tapi—pada reaksi Yoshino, ada sesuatu yang membuatnya agak tidak nyaman. Shidou menyentuh dan meraba bibirnya. “Hei, Kotori. … ada hal yang membuatku kuatir. Bisa kau selidiki ini untukku?” 「Apa?」 Shidou menyuarakan pertanyaan yang muncul di benaknya. 「... fuun. Baiklah, aku akan minta Reine menyelidikinya setelah dia kembali.」 “Oke, tolong ya.” Dan, setelah Shidou berkata, Kotori melanjutkan laksana teringat akan sesuatu. 「... ah, benar juga. Aku lupa mengatakan ini karena interupsi Tohka, kami punya kabar baik.」 “Ah?” 「Dari penyelidikan foto-foto yang kami lakukan, kami sudah memastikan keberadaan boneka itu.」 “Benarkah!? Di mana?” 「Mengenai itu—」 Ketika Kotori memberitahukan tempat keberadaannya, pipi Shidou berkedut. <br><br> “U…ugah!” Dalam kamar di bagian terdalam lantai dua di mana Tohka menerjang masuk, sambil melahap makanan yang dibawanya masuk dalam jangkauan tangannya, ia menyerukan teriakan-teriakan tersebut. Yah dilihat dari perspektif orang lain, benar-benar cara makan orang stres. “Apa ini… apa ini…! Gu, muguuuuu…!” Sementara Tohka tidak ada di rumah, Shidou mengundang gadis kecil dari beberapa hari yang lalu itu. Itulah satu-satunya yang terjadi, tidak ada hal yang mengundang amarah Tohka sama sekali. Shidou adalah sahabat baik Tohka. Dan sahabat itu mengundang teman baru. Tidak perlu diragukan lagi, metode interaksi yang benar bagi Tohka seharusnya adalah berbaikan dengan Shidou dan meminta maaf atas apa yang terjadi beberapa hari lalu, setelah itu, “Selamat datang, maaf mengenai apa yang terjadi kemarin.”, katakan itu dan memegang tangan sang gadis kecil. Tetapi—ia tidak dapat melakukannya. Pada saat ia melihat Shidou dan sang gadis berduaan di ruangan itu, <perasaan tidak enak> itu menjalar di sekujur tubuhnya, dan membuatnya mustahil untuk tinggal di tempat tersebut. “Uuuuuuuuuuuuu…!” Tohka menghabiskan makanan satu per satu, lalu jongkok di tempat. “... Shido—” —Minta maaf pada Shidou. Berbaikan dengan Shidou. Perasaan itu bukanlah kebohongan. Tetapi… karena <perasaan tidak enak> yang beraduk-aduk dalam dadanya, ia tidak dapat melakukannya. Dengan postur duduk di lantai sembari memeluk lutut, Tohka merintih penuh kepedihan. <noinclude>
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information