Fuyuu Gakuen no Alice and Shirley (Indonesia):Volume 1 Chapter 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 2 - Kontrak[edit]

Part 1[edit]

Luka Masaki telah diobati oleh Koori, salah satu "Pembantu Breaker".

Walaupun Koori hanya mensterilkan lukanya dan membalutnya dengan perban, rasa sakitnya sudah tidak terasa lagi, dan dalam beberapa hari lagi bekas luka pun bahkan tidak akan ada lagi.

Aku sangat beruntung, pikirnya.

Masaki sudah sangat terlambat pada saat ia sampai di ruang staf di lantai 30.

Apakah pelajaran pertama sudah dimulai?

“Maafkan aku.” Dia mengetuk pintu dengan pelan, lalu membuka pintunya.

Dia pada awalnya membayangkan kalau ruang staf itu merupakan ruangan besar dengan meja guru-guru yang tersusun rapi, tapi yang dilihatnya sangat berbeda dari dugaannya.

Disana ada area penyambutan yang kecil dan sebuah layar komputer di dinding. Komputer tersebut meminta nama Misaki, jadi dia menginputnya.

Setelah menunggu sebentar, seorang guru keluar dari bagian dalam ruangan tesebut. Seorang laki-laki yang perawakannya lembut dengan rambut abu-abu. Ia menggunakan jaket dokter berwarna putih dengan setelan indigo dan kacamata bulat. Saat dia berbicara, suaranya terdengar lembut.

“Hmm, kau pasti Kusunoki Masaki-kun, benar?”

“Ya.”

“Aku adalah wali kelasmu, Hariya Gen.”

“Senang bertemu dengan anda.”

“Senang menerimanya. Aku mendengarkan laporannya – sepertinya terjadi sesuatu padamu tadi pagi.”

“Aku pikir Aku beruntung.” Masaki menjawab rendah.

Hariya-sensei tersenyum pahit.

“Tidak, Aku tidak akan berkata begitu. Bertemu Hell Cat di hari pertamamu… itu adalah kesialan".

“Apakah yang kau maksud Help Cat?” Masaki mengira dia salah dengar gurunya.

Senyum Gurunya pun goyah.

“Ah… gadis-gadis itu boleh menyombong dengan mengatakan kalau mereka adalah yang anggota Breaker dengan hasil terbaik, tapi mereka juga yang menimbulkan kerusakan paling banyak. Mereka tidak seharusnya dipanggil Help Cat; nama panggilan mereka, Hell Cat, jauh lebih cocok.”

“Aku mengerti. Jadi, daripada dipanggil ‘Help Cat,’ lebih tepat Hell Cat?”

“Haha… Hell Cat julukan untuk ‘Gadis Iblis’ …er, itu buruk bagiku untuk mengatakan keburukan muridku pada hari pertamamu disini. Tolong lupakan tentang itu.”

Banyak hal yang dibicarakan tentang mereka. Mungkin mereka menciptakan masalah kemana pun mereka pergi. Koori, sang pembantu pun juga marah saat berbicara tentang mereka, pikir Masaki.

Tentu, ada seorang pembunuh yang mengejar Masaki, tapi menghancurkan langit-langit ruang kelas dan membuat lubang besar di dinding itu tindakan yang terlalu jauh. Bagaimanapun juga, terima kasih untuk gadis itu, Masaki bisa selamat, jadi dia tidak bisa memikirkannya tentang itu.

“Breaker berkolaborasi dengan polisi dan penanggung beban permintaan umum di sekolah ini, tapi beberapa dari mereka pergi ke laut.”

“Benar.” Masaki mengangguk samar.

“Apakah kau menemui masalah saat mencari jalan ke Alrescha?”

“Aku mempunyai teman yang tinggal di Canaan, jadi Aku memintanya untuk menunjukan daerah sekitar.”

“Ahaha, itu bagus.”

Masaki memikirkan tentang Shirley. Apakah keadaan darurat yang dia katakan sudah aman?

“Kusunoki-kun, itu sangat bagus kalau kau punya teman disini. Jika orang saling membantu dengan yang lain, mereka akan meningkat lebih tinggi lagi – walaupun mungkin dalam hal mu itu tidak diperlukan.”

“Huh?”

Hariya-sensei melihat ke pergelangannya. Sebuah layar hologram muncul dan menunjukan waktu – 8:35 Pagi.

“Sepertinya kau akan masuk kelas saat sedang ada pelajaran. Baiklah, ayo mengobrol sambil berjalan.”

“Ah, tentu.”

“Aku tidak yakin jika aku sudah mengatakan ini, tapi kelasmu adalah tahun ke-2, Kelas A.”

“Eh? Aku di Kelas A?”

“Ini, kelasnya dibagi menjadi beberapa Level. Dengan Levelmu, kelasnya sudah tepat.”

“Apakah di Kelas A ada banyak orang, jika boleh tau?”

“Tidak. Kenapa kau bertanya? Di tahun kedua ada 30 kelas, semuanya ke ZE. Aku kira itu sudah dijelaskan sebelum kau di pindahkan… dengan itu, kau mempunyai Level tertinggi di sekolah – kau Level 7 Globalizer.”

Masaki terkejut.

Ini pertama kalinya dia mendengar tentang itu.

Tidak – saat anggota staf menggunakan pakaian hitam berkunjung, mereka mungkin memberikan penjelasan tentang Level.

Tapi dia telah di tolak ke dunia tidak dikenal – bahkan jika mereka menjelaskan cara kerja dunia kepadanya, tidak mungkin baginya untuk langsung mengerti mereka. Mungkin Masaki lambat.

“…Aku di Level tertinggi?”

“Ya.”

“Itu pasti bercanda, benar kan? Maksudku, apa yang aku punya, itu… disana pasti ada sebuah kesalahan. Apa yang aku lihat beberapa waktu lalu itu hebat…”

Gadis muda memotong sebuah pintu besi dengan mudah, dan seorang gadis yang memanggil Griffon.

Dan disana ada cahaya yang datang dari bangunan sekolah – itu pasti Dialect milik seseorang. Itu sebuah fenomena super natural yang membuatnya terguncang.

Kekuatan masaki tidak seperti itu.

Hariya-sensei terlihat serius. “Sejak kau tidak tau banyak tentang itu, sepertinya memang begitu…”

“Apakah itu benar?”

“Apakah kau lihat hasilnya setelah ujian selesai? Walaupun itu kesalahan, itu bukanlah candaan. Kau adalah salah satu dari 6 orang di sekolah ini dengan Level 7.”

Masaki kehabisan kata-kata.

Hariya-sensei mulai mengucapkan sesuatu, tapi pada saat itu…

“…Apa yang kau katakan barusan… apakah itu benar?”

Dia sudah pernah mendengar suara itu sebelumnya.

Dia tidak mungkin lupa, suara yang cantik.

Itu datang dari arah depan koridor.

Tanpa mengetahuinya, Masaki mempercepat langkahnya dan melihat kearah tangga di sebelah kiri koridor.

Bayangan seseorang terlihat di tangga.

Ditengah sebuah kejadian, seorang gadis bersandar ke jendela, cahaya mengalirkan cahaya kepadanya dari pinggir.

Itu adalah dia – Alice Clockheart sedang disana.

Matanya seperti danau, Rambutnya seperti emas yang meleleh dan pakaian biru yang berumbai.

Gadis kecil sekali lagi melihat ke bawah ke arahnya.

Masaki menelan ludah.

“Kau suka bertengger di tempat yang tinggi, ya?”

“Apakah kita pernah beertemu?”

“Apa, Kau tidak ingat?”

Alice memberi anggukan kecil, wajahnya tidak memberi eksperesi.

Bahu Masaki jatuh. Bagi Masaki itu sebuah pengalaman yang tidak terlupakan tapi baginya itu bukanlah apa-apa.

“Ya, aku pikir aku tidak punya fitur yang bisa diingat… Aku ada di ruang kelas saat langit-langitnya runtuh. Kau yang mengatakannya pada Griffon.”

“Ah…apakah kau orang yang tidak dilaporkan dari markas?”

Hariya-sensei memotong. “Er, itu adalah kesalahanku. Aku tidak mampu mengatur posisinya.”

Mengatur? Masaki tampak bingung.

Hariya-sensei mengeluarkan gelang perak. Itu seperti yang dipakai oleh Alice dan Shirley. Bagaimanapun. Itu tidak memiliki relif mawar – itu karat dan berlumut.

“Ini adalah Ring Gear; semua murid dan angota staf di Canaan menggunakan satu. Diluar kota, ini seperti sebuah telepon. Saat ada keadaan darurat, itu memberitahu Breaker dan guru di mana kejadiannya. Itu juga bisa menjaga kesehatan dari keadaan hati dan gelombang otakmu.”

“Aku mengerti, jadi jika aku memiliki ini, aku tidak akan terjepit di langit-langit.”

“Hahaha… itu benar.” Hariya-sensei tertawa paksa.

Alice memiringkan kepalanya. “… Apakah itu memiliki sesuatu dengan waktu dan tempat?”

“Tidak, tidak, tidak, jika dia tau seseorang berada disana dia tidak akan meruntuhkan langit-langitnya!”

“…”

Ketenangan membuat tidak nyaman.

Alice kembali ke pertanyaan sebelumnya.

“Apakah kau benar-benar Level 7?”

“Itulah yang dia katakan kepadaku, tapi aku tidak berpikir kekuatanku sekuat itu.”

“…Kekuatan milik seseorang… tidak ada hubungannya dengan apa yang dia pikirkan atau harapkan.”

Alice memalingkan matanya, seperti meminta pendapat kedua.

Hariya-sensei mengangguk setuju.

“Aku bukanlah guru yang akan bercanda tentang hasil muridnya. Kusunoki-kun adalah level 7. Bagaimanapun, kemampuannya berbeda dari yang dimiliki Clockheart-kun dan yang lainnya, jadi dalam hal evaluasi mungkin tinggi, dalam hal prakte-“

“Aku sudah memutuskan.”

“Huh?” Masaki meningkatkan suaranya.

Alice tidak peduli untuk mendengarkan penjelasan lengkap dan memotong perkataan Hariya-sensei.

“Tunggu sebentar! Kusunoki-kun baru memulai sekolahnya.”

“…Jika dia Level 7, kelas dan semacamnya tidak akan membantu. Bisakah manusia yang tidak bisa terbang mengajari burung terbang?”

“Itu mungkin benar dia tidak mungkin melakukannya, tapi bukan berarti kelas hanya mengajari cara menggunakan kemampuan. Masih banyak bahan yang harus dipelajari.”

“Kau tidak perlu mengganggu kelas yang sedang pada pertengahan pelajaran, kan? Itu masih bisa menunggu sampai istirahat.”

“Hrm…”

“Atau apakah disana ada sesuatu yang kau ingin ajarkan pada 666 peri yang tinggal di Dialect ku? Itu akan sangat bagus.”

“Tidak, haha… Aku tidak mungkin melakukan itu.”

“Itu tidak beruntung.”

Perkataan sinis Alice menyebabkan Hariya-sensei jatuh terdiam.

Dia melihat ke bawah arah kita dari tangga. Tatapannya sedang tertuju pada Masaki. “… Kau baru saja pindah sekolah bukan?”

“Ya.”

“Aku akan menunjukan sekitar sekolah padamu.”

“Benarkah? Tapi, Aku baru saja ingin pergi ke kelas sekarang…”

Hariya-sensei menggetarkan tangannya. Ekspresi yang dia buat seperti sedang mengibarkan bendera putih. “Itu bukanlah sebuah masalah, Kusunoki-kun. Seperti yang Clockheart-kun katakan, jika kau pergi sekarang, kau akan mengganggu pelajaran. Aku akan menyerahkannya padamu untuk menunjukan jalan dan memperkenalkannya ke kelas.”

“Apakah itu benar-benar tidak apa-apa?”

“Baiklah, bagaimana aku mengatakannya… Clockheart-kun disebrang evaluasi normal. Apakah kau mengerti?”

“Tidak…?” Masaki tidak mengerti apa yang gurunya maksudkan.

Gurunya memelankan suaranya. Itu seperti dia sedang membicarakan seorang penyihir.

“… Aku akan mengatakannya dengan cara yang bisa dimengerti semua orang… Kau tidak seharusnya membuat dia kecewa atau dia akan marah.”

“Huh!?”

“Demi sekolah yang damai, jangan menyinggungnya.”

“Apakah tidak apa-apa sekolah membiarkan dia melakukan yang dia mau?”

Itu seperti pemimpin lingkaran dan pengikutnya. Dalam masyarakat, kau harus dilindungi oleh banyak aturan dan hukum.

“Itu sulit untuk dijelaskan, Kusunoki-kun. Sekolah adalah tempat untuk membiasakan diri dengan masyarakat sekitar. Kerja sama adalah hal yang penting disini.”

“Kita harus diberi syarat-syarat yang bagus dengan semuanya?”

“Tidak. Di dalam kerja sama, semuanya sama, tapi kau tidak seharusnya mengandalkan orang kuat.”

“Kenapa itu?”

Kau masih muda, tapi kau ingin hidup panjang, benar? Aku tentu saja ingin.”

“T-Tentu, hidupku itu penting, tapi…”

Masaki baru tau Alice Clockheart untuk waktu yang sebentar, tapi dia tidak terlihat seperti orang pemarah dan omong kosong. Tetapi, dia membuat sebuah kelas menjadi runtuh tadi. Jika Masaki salah mengambil jalan, apakah dia akan mati? Dia bisa mengatakan ini adalah situasi yang menakutkan.

Dia mengangguk dengan tarikan napas.

“Aku mengerti.”

Hariya-sensei menyerahkan padanya sebuah Ring Gear perak.

“Pakai ini. Baiklah, Akan ku nantikan untuk melihatmu di kelas A nanti, Aku akan berdoa untuk keselamatanmu.”

“Berdoa…”

Itu sangat tidak menyenangkan, seperti menyuruh prajurit untuk maju ke garis depan. Itu hampir sama seperti mengatakan “Semoga berhasil!”

Guru secepatnya kembali ke ruang staf.

Masaki dan Alice sendirian.

“… Apakah baik-baik saja sekarang?”

Dia perlahan menuruni tangga dari atas.

Dia betul-betul pendek, pikirnya Masaki. Bagian paling atas kepalanya hanya mencapai dada Masaki. Meskipun ini, Alice sepertinya masih bisa melihat ke bawah dia dari pinggir.

“Namamu?”

“Aku Kusunoki Masaki.”

Ini adalah kedua kalinya aku memberikan namaku.

“… Coba pikirkan itu, Aku pikir aku pernah mendengar itu sebelumnya.”

“Apakah baik-baik saja bagiku untuk memanggilmu Clockheart-san?”

“Apapun yang kau suka. Aku akan mulai menunjukan sekitar sekolah Kusunoki-kun.”

“Terima kasih. Aku dalam didikanmu.”

Meskipun tidak begitu peduli, ucapannya bukanlah sebuah kebohongan, sejak dia memutuskan untuk menolongnya.

“… Sungguh orang yang aneh.” Alice berpaling, menggunakan ekspresi yang sama seperti biasa.

“Apa!?”

Apakah dia salah paham? Pikir Masaki.

Part 2[edit]

Mereka harus menunggu sebentar untuk elevator di Pilar Elevator.

Mereka menggunakannya untuk turun.

Ketenangan menyelimuti mereka, membuat sensasi mengambang turun.

“Ngomong-ngomong, kenapa kau ditangga tadi?”

“…Apakah aneh jika aku berada di tangga?”

“Tidak. Kenalanku dan aku menaiki tangga untuk ke lantai 30, jadi Aku pikir itu tidak aneh.”

“Apa kau pikir kenalan mu aneh?”

“Eh? Ya, mungkin.”

Alice mengalihkan matanya. “… Itu karena sudah kebiasaanku untuk sendirian,” dia bergumam. Itu seperti dia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Sejak ekspresinya tidak pernah berubah, sulit untuk mengatakan apa yang dia pikirkan.

“Apakah ada sesuatu yang salah?”

Dia terlihat terkejut.

“… Apa, apakah ada sesuatu yang membuatmu khawatir? Disana ada orang tanpa rasa khawatir, bukan?”

“Bukan, bukan karena itu aku bertanya.”

Sekarang dia menduga tentang itu, dugaan, Masaki bukan khawatir akan sendirian. Itu adalah sesuatu yang membuat bingung dia, tapi sejak akhir-akhir ini menjadi sibuk, ini seperti dia tidak punya waktu untuk khawatir.

“Ya, sejak kau mengobrol denganku, seseorang yang baru bertemu, kau pasti tidak khawatir akan sendirian.”

Daripada menjawabnya, Masaki memilih menggunakan gelang yang diberikan gurunya. Dia membuka gespernya dan menutupnya di pergelangannya, itu sangat mudah. Sebuah layar muncul di atas gelangnya, memunculkan “Selamat datang di Ring Gear!”

Masaki menyadari sebuah lubang kecil di bagian tipisnya.

“Untuk apa lubang ini?”

“… Kau akan mengetahuinya nanti.”

“Haha, semuanya selalu mengatakan itu.”

“Itu adalah sesuatu yang tidak bisa di ekspresikan dalam kata-kata. Mengatakan tentang itu tidak akan berguna jika kau belum pernah mencobanya.”

“Aku pikir itu benar.”

Sebuah bel berbunyi. Elevatornya telah sampai di lantai pertama.

Mereka melangkah keluar dari elevator. Sejak kelas masih dalam pelajaran, disana tidak ada seorangpun di depan lorong. Itu sedikit menakutkan.

“… Aku akan menunjukan padamu sekitar sekolah.”

“Baiklah.”

“Ini adalah jalan masuk ke Alrescha.”

“Itu benar.”

“Dan diluar ada kafe yang nyaman. Sekarang adalah waktunya untuk teh.”

“Eh!?”

Dengan itu, mereka pergi keluar.

Itu masih sangat panas.

Alice menggoyangkan tangan kirinya dan payung putih transparent muncul. Hologramnya memberikan sedikit naungan.

“Kami sering meminum teh di negaraku.”

Tentu, pintu masuknya bukanlah satu-satunya bagian dari sekolah yang ingin ia tunjukan. Mungkin dia ingin menunjukan sekitar kota karena itu juga bagian dari sekolah. Tapi apakah dia punya rencana dalam pikirannya?

“Setelah kau, lalu.” Masaki tertarik dengan kafe sekolah lebih dari apapun. Dia sudah melihat beberapa setelah dia pergi dari stasiun tapi dia tidak punya kesempatan untuk melihatnya kedalam.

Mereka meninggalkan bangunan sekolah dan, setelah berjalan mengikuti garis blok perumahan untuk beberapa menit, mereka sampai di faforit kafe Alice. Masaki mungkin melewatkannya jika tanpa Alice, karena itu tersembunyi di pinggiran jalan pohon.

Itu adalah imitasi dari sebuah Kafe inggris, dengan tembok hijau tua dan atap coklat. Sebuah bendera Union Jack ditampilkan dipinggir pintu masuk. Itu adalah toko kecil.

Dia membuka pintu kayu.

Managernya sedang menuangkan secangkir teh di belakang meja. Dia mengangguk dan tersenyum kepada mereka saat mereka masuk. Alice bertatap muka dengan managernya, lalu pergi ke meja dalam seperti itu rumah miliknya.

Dia berhenti di meja terakhir di bagian belakang toko. Itu meja yang buruk dan tidak ada jendela didekatnya.

Apakah itu tempat duduk favoritnya?

“… Disana.”

Dia mengatakan untuk duduk di kursi, lalu duduk dikursi yang berlawanan arah.

Kursi kayu asli sangatlah langka, dengan mejanya. Mereka pasti mahal.

“Fiuh… Aku dapat santai akhirnya.”

“Benarkah?”

Dia biasanya sudah terbiasa dengan meja dan kursi plastic, tapi kayu lebih baik pada saat minum teh hitam. Itu sedikit lebih hangat.

Ekspresi Alice sedikit berubah pada perkataan Masaki.

Matanya, yang melihat sebuah jarang sepanjang waktu, akhirnya fokus pada Masaki.

“… Ini adalah kesalahan terburuk Canaan… Sejak terdapat banyak murid, hampir semua toko menjadi murahan dan hanya menggunakan cangkir teh plastik.”

“Apakah itu membuatmu khawatir sampai seperti itu?”

“Tentu saja, Cangkirnya harus terbuat dari keramik.”

“Benar! Dan itu juga akan berada pada berat yang pas. Plastik juga terlalu ringan dan bentuknya biasanya jelek. Favoritku adalah cangkir dengan pinggiran tipis.”

Alice mengangguk setuju. Ini pasti pertama kalinya dia menunjukan perasaannya dengan jelas.

“Aku merasa kesal pada saat minum dari sebuah cangkir mainan yang besar. Dan pada saat tokonya mengatakan itu adalah toko yang spesialis, aku terkejut diam.”

“Aku benci saat mereka membuang teh celup kedalam panci. Kenapa mereka harus melakukan itu? Itu merusak rasa teh aslinya.”

“Itu benar, itu menghancurkan tehnya.”

“Benar.”

Masaki mengangkat bahunya dan Alice menyentuh bibirnya dengan jari.

Mungkin itu adalah cara dia tertawa.

“… Itu mengejutkan.”

“Tentang apa?”

“Aku tidak mengira kau bisa mengetahui banyak tentang teh.”

“Hahaha, Aku tidak terlihat seperti itu, bukan? Aku suka toko kopi dan restoran. Aku juga suka bersantai sambil merasakan atmosfir, dan jika makanannya lezat, itu bisa membuatku senang. Aku senang mengecek berbagai toko di waktu luangku.”

“Apakah itu benar?”

“Ya.”

“… Kau betul-betul tidak seperti kelihatannya.”

“Benarkah? Meskipun demikian, Aku juga hebat saat memasak.”

“… Apa keahlian khususmu?”

“Aku membuat crème brulee.”

“Ah… Itu hidangan yang sangat elegan. Apa kau berasal dari keluarga kelas atas?”

“Tidak, itu tidak ada hubungannya…”

Itu sedikit sulit untuk menjelaskan hobinya. Dia tidak mempunyai cerita special tentang bagaimana dia memulainya.

“… Saat aku kecil, aku membuat puding. Aku mencampur tepung dengan air seperti di resep. Itu terlalu sulit dan jadi terlalu manis, tapi temanku mengatakan itu sungguh enak. Setelah itu, Aku mulai mencoba resep lain dan mulai berpikir seperti apa rasa puding yang dijual ditoko. Apa gaya tokonya? Akhirnya aku menjadi tertarik dengan toko-toko dan peralatan makan.”

“… Aku mengerti.”

“Bagaimapun juga, itu akan menjadi berlebihan jika aku mengatakan Aku hidup untuk makan.”

Masaki tertawa seperti dia sedang membuat lelucon. Meskipun, Alice menganggukan kepala.

“Itu bukanlah berlebihan… Waktu teh adalah warna dari kehidupan dan kehidupan itu sendiri.”

“Jika kita mengatakan itu, itu seperti hidup tanpa warna tidak berbeda dari kematian?”

“Ah… apakah kau tertarik pada puisi juga?”

“Tidak, Aku tidak bagus dengan literature. Aku sakit perut pada saat mencoba membaca kata yang panjang. Banyak kata-kata terbang di kepalaku – satu-satunya yang aku suka baca adalah daftar menu makanan.”

Alice jatuh terdiam.

Masaki memiringkan kepalanya bingung. Dia tidak berniat untuk mengatakan sesuatu terus terang.

“Ada apa?”

“… Kusunoki-kun tidak membaca, benar?”

“Kata panjang? Itu bukan berarti aku tidak membaca sepenuhnya.”

“Tapi atmosfirnya…”

“Hal yang aneh untuk dikatakan, Clockheart-san. Kau tidak bisa membaca sesuatu seperti udara yang tidak bisa kau lihat.”

“… Untuk apa itu? Kau mulai membuatku kesal.”

Tehnya tiba saat mulut Alice berubah cemberut. Dia tidak memesan, jadi dia sepertinya adalah pelanggan tetap.

Pola hijau rumit yang terukir cangkir teh dan piring ditempatkan di sebelah Masaki. Dia memperlakukan dengan lembut saat ia angkat ke bibir. Aroma yang kuat mengisi hidungnya, mengisyaratkan kualitas teh. Dia bisa merasakan kegembiraannya meningkat saat dia memiringkan cangkirnya untuk mencicipinya.

Rasanya tidak memberikan rasa kecewa – itu melebihinya, itu menyentuh hatinya.

“Ah, ini… ini luar biasa…”

“… Apakah kau menyukainya?”

“Tentu saja! Rasanya luar biasa seperti wadahnya.”

“Itu adalah teh celup Wedgwood. Sepertinya cocok dengan rasamu.”

“Ini sudah sangat lama sejak aku mencoba sesuatu seenak ini.”

“Bebaslah untuk membelinya jika kau suka. Itu berlaku untuk kedua set teh dan daun tehnya.”

“Oh, Jadi mereka menjualnya, juga?”

“Aku yakin harganya tidak jadi masalah untukmu, tapi… harga set nya mencapai 60,000 JD.”

Nadanya santai meskipun harganya cukup tinggi.

Masaki hampir menjatuhkan tehnya dalam kejutan. Dia tidak tahu harga pasar di Kota Academy, tapi rata-rata gaji untuk kerja paruh waktu harian sekitar 10,000 JD.

“Hey, itu lebih banyak dari biaya hidupku!”

“Kau pasti melebih-lebihkannya… Kusunoki-kun, teh yang kau minum sekarang ini harganya 4,000 JD.”

“Eh!?”

Masaki kaku.

Dia tidak percaya dengan telinganya.

Tehnya memang enak, tapi harganya tidak mungkin benar.

Dia seperti ingin menangis.

Alice memelankan suarnya. “… Jangan-jangan… apakah harga itu terlalu banyak untukmu?”

Dia mengangguk, terdiam.

Dia meneguk diam-diam cangkir tehnya, menghembuskan nafas, dan untuk pertama kalinya, topeng ekspresinya diganti dengan ekspresi yang dapat mudah dipahami; senyum kegembiraan.

“Ehehe… Teh yang terbaik mendapat harga tertinggi.”

Part 3[edit]

Pada akhirnya, Alice membayarkannya. Dia memang berniat membayarnya sejak awal.

“… Aku sudah memutuskan hari ini kita akan merayakan kepindahanmu. Kau juga tidak akan melakukan sesuatu yang penting hari ini, benar.”

Sebuah kue telah dibeli, dan Alice membayar 10,000 JD untuk itu. Itu benar-benar enak, tapi sesuatu membuat Masaki khawatir.

Disana ada alasan lain kenapa Masaki mengambil memasak sebagai hobi. Makanan lezat itu mahal. Jika dia membuatnya sendiri, dia hanya perlu membayar bahannya saja.

Fgnas01-p067.jpg

Mencoba jujur, Masaki sebenarnya miskin.

Setelahnya, Alice mengatakan dia akan menunjukan tempat menarik lainnya di kota, jadi dia mengikutinya. Itu sulit untuk menolaknya karena mereka sudah memulainya.

Dia masih waspada pada kota mengambang di atas langit, tapi salah satu taman hiburan di kota memiliki fitur atraksi dimana kau bisa mengambil perjalanan dilangit dengan menaiki mesin gondola apung. Sebuah tanda didekatnya menyebutnya “Roda Ferris Orbital”.

“Wow! Apakah… apakah ini terbang bebas!?”

“… Canaan terbang bebas, juga.”

“Aku pikir itu masuk akal, kalau begitu.”

Seluruh bagian dari gondola adalah kaca, jadi itu terlihat seperti bangku yang melayang di udara. Disana juga ada atraksi yang menggunakan ilusi optic, tapi mereka tidak sebanding dengan betul-betul terbang.

Gondolanya tidak bergetar sama sekali saat Masaki dan Alice bergerak untuk melihat kota mengambang melalui jendela kaca.

“… Ini adalah Canaan.”

“Wow!”

Saat Masaki melihatnya dari kereta udara, kotanya tertutupi oleh awan, membuatnya seperti sebuah pulau yang mengambang di atas laut awan.

Bagaimanapun juga, karena gondolanya mengambang pada tingkat yang sama dengan kotanya, penglihatannya menjadi jelas Canaan benar-benar kota yang mengambang. Kota academy yang mengambang tercelup naungan warna oranye dari matahari.

Pondasi kotanya terlihat seperti tabung. Diperkirakan dari bentuk ukurannya, seperti blok mainan yang besar, membentuk bagian permukaannya. Bangunan besar menembus langit dari permukaan kota. Banyak hologram memunculkan iklan dan informasi lainnya disebarkan di Kota.

Masaki bisa melihat lingkaran kecil, terlihat tergambar di papan putih, menandai tabung kaca transparant dari kereta yang terhubung dengan kota atas ke bawah tanah.

Beberapa batu sapphire yang melayang memancarkan cahaya redup di sekitar kota apung seperti satelit. Mereka di selimuti dengan peralatan untuk cuaca, observasi, pertahanan, dan kegunaan lainnya.

Alice menunjuk.

“… Karna seluruh Canaan itu besar, itu mungkin terlihat kecil dari sini, tapi ukuran keliling lingkaran pondasinya lebih dari 1000 meter.”

“Sebesar itu!?”

“… Dan untuk semua itu, mereka berfungsi untuk memelihara lingkungan Canaan. Saat yang satu runtuh itu akan diambil oleh fasilitas bawah tanah untuk diperbaiki di tempat kerja. Mereka juga punya pengganti untuk mereka di kota.”

“Oh, Aku mengerti!”

“… Ini adalah pengetahuan umum yang diajarkan oleh sekolah.”

“Huh?”

“… Disana terdapat bom dengan kekuatan tinggi di tengah perlengakapan pemeliharaan lingkungan.”

“Ap-apa yang kau katakan? Apakah itu benar!?”

“… Mungkin benar, mungkin juga tidak. Tidak ada yang pernah melihatnya apakah bomnya ada atau tidak.”

Masaki tidak bisa berfikir cukup optimis untuk mempercayai itu hanyalah cerita yang dibuat-buat.

Dingin berlari ke tulang punggungnya.

Alice melanjutkan dengan suaranya yang monoton. “… Kau pasti bisa mengeceknya – kau adalah level 7, setelahnya. Kekuatanmu tidak bisa diukur, dan itu diluar kendali pengawas… Karena itu kau bebas.”

“Tidak. Aku tidak seperti itu.”

“Itu benar. Kau tidak seperti orang yang suka menyebabkan masalah… Bagaimanapun juga, disini di Canaan itu mungkin untuk seseorang level 7 bisa hidup mewah.”

“Apakah itu mungkin untuk meminum di kafe istimewa setiap hari?”

“Ya.”

Masaki menjadi depresi.

“Kehidupan seperti itu tidak cocok untukku. Aku tidak ingin merasa lebih tinggi di masyarakat saat aku diberitahu aku memiliki kekuatan hebat. Aku berencana mencari kerja paruh waktu yang tidak mengharuskanku menggunakan kekuatanku.”

“… Bukankah biaya kehidupanmu di bayar oleh Canaan?”

“Bukan seperti itu. Aku tidak diberikan banyak uang untuk makan di restoran atau kafe.”

“Aku mengerti.”

“Ruanganku tidak begitu hebat, juga. Saat aku melakukan tur ruangan Aku diberikan sebuah hologram, Aku menyadari dapurnya kecil. Disana hanya ada kompor listrik kecil. Aku tidak bisa memasak dengan itu.”

“Apakah kau ingin pindah?”

“Apa yang aku inginkan bukanlah dapur mewah; dua kompor, sebuah tempat untuk papan pemotong, dan sebuah oven microwave akan cukup untukku. Aku baik-baik saja dengan model lama juga.”

Bukankah kulkas juga dibutuhkan? Aku ingin mengolah obat-obatan di balkon, juga.

Bagaimanapun juga, sejak harga sewa sama seperti di ibukota Tokyo, dia tidak bisa memiliki banyak.

Bahkan satu-ruangan seharga 100,000 JD sebulan.

Dia tidak tau jika dia bisa melanjutkan kelasnya sejak dia ditransfer di tahun kedua dari sekolahnya. Melakukan kerja – paruh waktu dengan jangka yang lama malah akan membuatnya semakin sulit.

Masaki menggerutu pada pikirannya.

Sebagai respon, Alice meraihnya tanpa melihatnya. Dia memukulnya bagian lengan kanan seragamnya di antara jarinya.

“… Kau adalah orang yang aneh.”

“Oh, maaf. Itu terjadi saat aku memikirkan tentang memasak.

“… Aku pikir seorang lelaki level 7 bisa lebih keras, sombong, dan egois – pikirkan seseorang yang bisa membuat kesalahan untuk mereka sendiri untuk menjadi pengatur dunia.”

“Levelku terasa tidak benar. Bahkan jika benar, Aku tidak bisa memikirkan aku bisa seperti itu. Bagaimanapun, apakah level sama seperti hasil tes disini?”

“… Betapa bodohnya kau… Siapa yang mengatakan kau tentang itu?”

“Apakah aku salah?”

“Di Canaan, level adalah segalanya… Dialect seseorang itu sama dengan seluruh hidup mereka.”

Itu adalah kebalikan dari apa yang Shirley katakan.

Kekuatan menentukan derajat seseorang. Itu adalah sesuatu yang memungkinkan disini.

“T-tunggu, Apakah itu salah untuk Level 7 memikirkan mereka pengatur dunia atau semacamnya?”

“Ya. Aku benci orang seperti itu.”

“Dan itu tidaklah aneh untuk Dialect untuk menjadi pengukur kehidupan seseorang?”

“Aku tidak menyangkal diriku sendiri.”

“Bagaimana menurutmu?”

Alice menarik lengan bajunya, matanya menatapnya dengan dingin, dan menyatakan, “Raja dari dunia ini adalah aku. Orang-orang bodoh yang sudah melihat beberapa label atas dengan kekuatan sekuat level 7. Untuk sementara mereka mungkin kuat, keputusan sesat mereka untuk berpikir mereka sama denganku itu terus menjengkelkan.”

Mungkin dia tidak sebaik yang kupikirkan, pikir Masaki. Dia merasa akhirnya dia mengerti apa yang Shirley maksudkan. Semua tentang level tinggi dan rendah itu bodoh.

Dia menghela nafas .

“Aku tidak bisa membiarkan kau seperti ini. Kau sangat pintar, tapi cara berpikirmu itu miring.”

“… Apa?”

Dia memisahkan tangan kirinya dari lengan Masaki. Itu seperti menghilang sebelum dia melihatnya.

Dia tidak tau dapat atau tidak dia bisa membuat sesuatu menghilang dengan kekuatannya.

“Aku ingin kau mendengarkan.”

Masaki menggenggam tangan kirinya dengan tangan kananya. Pegangannya keras, tapi dia yakin itu tidak membuatnya sakit.

“Huh!?”

Alice mencoba menggetarkan tubuhya. Gagal dengan itu, dia menatap marah kepadanya.

“… Apakah kau punya permintaan terakhir?”

“Aku sudah bersiap untuk diperlakukan seperti itu saat aku memilih untuk mengatakan ini. Aku ingin kau mendengarkanku. Cara berpikirmu mungkin aneh, tapi aku yakin kau masih mendengar sebuah alasan.”

“… Kalau begitu bicaralah.”

Dia membuat banyak upaya melepas tangannya dari genggaman masaki dari tangan bebasnya, tapi masaki tidak memberikan pilihan untuk melakukan itu.

“Aku tau betapa hebatnya kekuatanmu – kau menyelamatkanku, dan karena itu aku berterima kasih. Bagaimapun juga, kau tidak seharusnya berpikir kalau kau adalah raja. Aku tidak berkata ini sebagai level 7 – pada kenyataannya, aku yakin disana masih ada kesalahan di evaluasinya.”

“… Aku tidak mengerti apa yang coba kau katakan. Aku dihormati karena aku berada di atas. Kau akan merasa begitu juga, karena kau juga berada diatas.”

“Ah, tapi disana tidak ada atas dan bawah.”

“Kau mengatakan itu karena kau tidak sepenuhnya mengerti betapa berpengaruhnya level di Canaan.”

“Aku tidak ingin di deskriminasi oleh level – tidak bahkan jika aku akhirnya mengerti lebih dari ini. Aku tidak ingin menjadi sendirian sepertimu.”

“…!?”

Alice terlihat kecewa. Dia mencoba untuk menyembunyikannya dengan berbalik melihat jendela.

“… Ap-apa yang kau katakan? Aku memiliki banyak teman.”

“Bisakah seseorang yang mengikutimu dengan rasa takut disebut dengan teman?”

“Ugh…”

Masaki merasa akhirnya bisa melihat hatinya.

Dia mulai menggertak gigiknya dalam kemarahan. Pikirnya itu adalah reaksi normal untuk seseorang dalam umurnya, itu terlihat seperti anak kecil untuknya.

Air mata mangalir di sudut matanya saat dia menatap kepadanya.

“… Kau berani… untuk mengatakan sesuatu seperti itu kepadaku.”

“Apakah kau berniat untuk menggunakan Dialectmu? Kau akan kehilangan dua hal penting.”

“Hmph… Apakah kau berpikir kita akan berbagi takdir yang sama jika gondolanya rusak? Betapa bodohnya. Diantara 666 peri-periku, 98 dari mereka mempunyai kemampuan untuk terbang.

Memang, jika dia menggunakan kekuatannya, Masaki bisa jatuh dari ketinggian 1000 meter, sedangkan Alice bisa menunggangi salah satu perinya. Itu adalah percakapan yang menakutkan, tapi dia sudah bersiap untuk itu.

Masaki menggoyang kepalanya. “Bukan itu. Hal yang akan hilang… itu adalah kesempatan untuk memanggilku teman.”

“… Huh?” Mulutnya terbuka, seperti yang Masaki prediksi.

“Seorang teman. Apakah kau memikirkan kekuatan apa yang kupunya sampai aku bisa berbicara seberani ini ke raja dunia? Kita sudah cukup menjadi teman untuk berbagi secangkir teh. Ingatan itu tidak mungkin hilang dengan mudah. Setidaknya, aku berpikir kita bisa berteman, tapi aku tidak tau bagaimana perasaanmu tetang itu.”

Ekspresi Alice menjadi dingin, dan suaranya seperti membeku “… Kusunoki Masaki, kau bodoh kurang ajar… Aku tidak memberikan makanan gratis.”

“Itu yang kau pikirkan!? B-baiklah, Aku akan membayarnya nanti…”

“… Dan? Jadi aku akan kehilangan seorang lelaki kurang ajar yang menggapku teman. Apa lagi?”

Pikirnya itu benar, itu masih menyakitkan Masaki untuk dipanggil seorang “menyatakan diriku teman” dengan mudah. Bagaimanapun juga, dia sudah yakin dengan dirinya. Dia mengumpulkan dan menguatkan dirinya dengan tenang.

“Fufufu… crème brûlée ku. Sayangnya, kau tidak akan pernah merasakannya.”

“…”

Tatapannya menjadi curiga – jelas dia tidak mengharapkan respon seperti itu.

“Baiklah, Itu benar-benar lezat. Sangat, sangat lezat.”

“… Kau mengemis hidupmu dengan pudding?”

“Eh? Kapan aku mengemis untuk hidupku!? Apakah kau berencana untuk mengeksekusiku?”

“Tentu saja.” Alice mengalihkan tatapannya.

Melalui jendela, tempat dimana mereka menaiki “Orbital Ferris Wheel” dapat dilihat. Jarak yang pendek dari sana, taman hiburan berakhir.

Mereka melihat dua orang berdiri di gerbang masuk. Alice sepertinya terjabak dalam pikirannya selagi Masaki menunggu jawaban.

Akhirnya, dia berbicara. “… Jika Masaki… Berpikir aku adalah temannya…”

Masaki terkejut dia berganti menggunakan nama depannya.

Keduanya berdiri dekat bersama di gondola. Sejak dia menemuinya, Masaki terpesona oleh kecantikannya, dan, menjadi sedekat ini, dia mulai menatap. Ekspresi dingin Alice pudar menjadi malu, yang ia coba untuk sembunyikan dengan cara berbalik.

Tapi meskipun kekuatannya, dia masih berhasil memegang tangannya.

“J-jika aku pikirkan…”

Dia mengehela, Memberikannya lebih dari yang dipikirkan.

“… Itu bukanlah apa-apa. Jangan melihatku seperti itu. Itu tidak menyenangkan.”

“Huh? Aku tidak memberikanmu tatapan yang aneh.”

“… Berapa lama kau akan memegang tanganku?”

“Ah, maaf.”

Masaki melepaskan tangannya, bingung. Itu tanpa keengganan dia merusak kontak yang dia miliki menjadi begitu cepat.

Alice menatap pada tangan bebasnya.

Wajahnya bertopeng pikiran seperti biasanya.

“Tanpa pengecualian, aku memperingati semua orang bodoh yang mengaku kepadaku oleh perlakuan untuk menggunakan ‘Keajaiban Carnival’ terhapap mereka.”

“Kau setidaknya meng-ejanya dengan normal.”

“… Jadi, apa yang harus kita lakukan dengan orang bodoh yang memegang tanganku?” Dia bergumam begitu pelan sehingga sulit baginya untuk mengeluarkan kata-kata.

“Huh? Apa yang kau katakan?”

“… Aku berbicara tentangmu… Kau adalah orang yang aneh. Masaki-kun, kau adalah orang ketiga yang memanggilku teman.”

“Huh, benarkah?”

“Mengejutkan, bukan?”

“Ya. Aku pikir aku adalah orang yang pertama.”

“… Orang yang kedua mengatakan hal yang sama. Itu sungguh kasar. Mereka memang pantas mati.”

“Hahaha…”

Masaki akhirnya dapat melihat perubahan hatinya dari seorang gadis yang tidak memiliki ekspresi. Mungkin itu karena dia akhirnya bisa bersantai.

“… Masaki-kun, kau sedang mencari kerja paruh waktu, bukan?”

Topik yang berganti membuat gemuruh. Mungkin itu mempunyai hubungan dengan dia.

Masaki mengangguk.

“Yang lebih penting, itu tidak harus bertubrukan dengan kelasku. Jika kriterianya cocok, Aku tidak masalah dengan itu.”

“… Berbicara tentang hal umum di dunia ini bukanlah hobiku, tapi… Aku tau tentang pekerjaan yang sangat bagus… Itu tidak menghalangi kelasmu, kelasmu akan naik, dan kau akan mendapatkan hadiah special.”

Ini bukanlah sebuah pilihan yang terlalu bagus untuk menjadi nyata. Itu hampir seperti apa yang dia cari.

“Apakah disana ada kualifikasi penting untuk itu?

“Menurutku sudah cukup.”

“Aku mengerti.”

“… Disana hanya ada satu lowongan.”

“!?”

Masaki merasa antusiasnya terkuras.

Dia tau sebuah hadiah memerlukan kerja keras, tapi itu tidak membuat Masaki khawatir.

Sekali lagi, Kata-kata Alice sangat membebaninya.

“… Jika kau tidak suka, kau boleh mengundurkan diri sesukamu..”

“Jika aku diterima, aku tidak akan langsung menyia-nyiakannya… Apakah itu berhubungan dengan hal illegal?”

“Itu benar-benar legal. Faktanya, ini adalah pekerjaan yang banyak orang inginkan.”

“Kalau bagitu, bagus. Apakah kau yakin ingin menunjukku?”

Alice mangangguk.

“… Tangan kirimu.”

Masaki mengulurkan tangan kirinya untuk memenuhi tangan kiri Alice yang terulur.

Dia menyentuh tangannya dengan lembut. Itu lembut dan terasa nyaman dingin saat di sentuh.

Dia tidak menariknya.

Itu seperti dia tidak yakin dia harus melakukannya seperti itu. Matanya manatap jarak.

“Hm…”

“Apakah ada masalah?”

“Disana tidak ada masalah. Itu tidak mungkin. Aku baik-baik saja. Pasti.”

“Apakah kau yakin?”

“… Ini adalah… kontrak demi perkerjaan. Itu aturannya. Tolong ucapkan setelah aku.”

“Baiklah.”

Alice dengan lancar mengucapkan bahasa inggris, “Pada saat ini, sebuah kontrak akan dibuat. Aku menerima kontrak denganmu. Kita akan berbagi hasilnya…”

Dia berbicara dalam bahasa aslinya. Masaki mengulang kata-katanya, Meskipun bahasa inggrisnya jelek.

Sebuah hembusan angin meniup melalui gondola.

Rambut emas Alice mulai bangkit dengan lembut. Roknya, juga, terangkat oleh angin. Masaki berdiri cukup dekat dengannya sampai tepi roknya bisa menyentuh kakinya.

Sebuah kilatan cahaya menyebar dari antara kedua tangan yang bersatu.

Apakah itu ilusi optic?

Itu adalah sebuah cahaya misterius yang sepertinya tidak mungkin.

Lingkaran cahaya berkedip muncul di sekitar mereka, lalu meluas. Kata-kata asing yang ditarik antara garis luar dan dalam cincin.

Itu tersebar mengelilingi gondola juga.

Ring Gear seharusnya produk murni ilmiah, tapi tampaknya telah menghasilkan lingkaran sihir.

“Kita mambagi tanggung jawab. Kita berjanji saling bantu, percaya satu sama lain…”

Masaki menyalin kata-kata Alice.

Terang dari lingkaran sihirnya semakin bertambah, hampir menjadi terang yang menyakitkan.

“Kita adalah ‘Help Cat…’”

Sebuah suara bernada tinggi, tidak seperti dentungan lonceng, menusuk bagian telinga Masaki.

Cahaya dan suaranya menghilang dengan cepat.

Alice menundukan matanya ke Ring Gear di sebelah kiri tangannya.

“… Itu biru.”

Kristal di aksesorinya berubah menjadi biru jernih.

“Bukankah itu ungu pagi ini?”

“Ya… Kau memiliki ingatan yang kuat. Itu berubah Karena kita membuat sebuah kontrak.”

Fgnas01-p083.jpg

“Kontrak?”

Masaki mengecek Ring Gear miliknya.

Sebuah Kristal biru identik tersangkut di dalam lekuk gelang perak lugasnya.

“Bagaimana ini bisa disini?”

“… Ini menunjukan kontrak antara partner Breaker.”

“Huh!? Apakah ini pekerjaan yang kau bicarakan barusan?”

“… Kau bisa meninggalkan kelas jika ada keadaan darurat dan menerima pelajaran tambahan setelahnya jika kau mau. Kau akan mendapat kesan baik di laporanmu hanya dengan ikut terlibat, kau akan di beri hadiah juga. Ada juga yang berpatroli untuk memastikan kalau tidak ada seorang pengguna Dialect melanggar aturan. Jika seseorang melakukannya, lalu itu akan menjadi pekerjaan kita untuk menangkap mereka, jadi banyak orang akan berterima kasih untuk itu. Ini adalah apa yang kau minta barusan.”

“Tunggu sebentar, Clockheart-san. Bukankah Dialectku tidak memiliki aplikasi praktek?”

Alice memberikan senyum jahat.

“… Itu tidaklah penting jika kau ingin menggunakannya atau tidak. Sejak itu dibutuhkan untuk menangkap pelanggar-aturan, kau bisa menggunakan metode apapun sesukamu.”

“Ugh.”

Senyumannya menghilang dengan cepat secepat munculnya, membuat Masaki ragu kalau itu tidak pernah terjadi.

“… Jika kau tidak suka itu, kau bisa mengembalikannya… Semua yang kau butuhkan hanya mengatakan ‘Batalkan Partner.’”

Dia mengatakan itu seperti masalah sepele, tapi jika Masaki membatalkannya sekarang, itu seperti akan menghancurkan perasaannya.

Jadi Masaki memberikan sebuah pikiran.

“Aku tidak mengerti apa yang kau rencanakan dengan memintaku, tapi… itu seperti katamu. Pekerjaan Breaker dekat dengan apa yang aku inginkan. Dialectku tidak berguna untuk ini, tapi aku akan mencobanya.”

“Apakah… Apakah itu benar? Karena kau partnerku, Aku akan menceritakan tentang pekerjaannya, tapi kau bisa menunggu sampai besok.”

“Huh? Kenapa tidak sekarang?”

“… Aku lelah, jadi aku akan pulang. Aku ingin mandi sekarang…”

Ketegangannya menghilang.

Itu membantu.

Dia merasa itu belum semuanya.

Apakah dia betul-betul lelah?

Mungkin dia merasa jatuh?

Itu sangat sulit untuk mengatakan apa yang dipikirkan topeng ekspresinya.

Itu adalah speaker di langit-langit memberikan pengumuman yang baru keluar, membiarkan pengendara tahu mereka telah hampir tiba. "Orbital Ferris Wheel" mencapai asrama berbentuk seperti tabung.

Itu perlahan mulai berhenti. Pintunya tiba-tiba terbuka.

Pemandu gadis ceria meminta Masaki dan Alice untuk turun dari gondola.. Mereka bergerak cepat untuk membiarkan orang di baris berikutnya melanjutakan.

Alice menuju ke pintu keluar dari taman hiburan. Dia membalikan punggungnya pada Masaki.

“… Jadi aku pikir ini adalah perpisahan.”

“Eh?”

Dia berpikir jika yang dia maksudkan dia akan kembali lagi secepatnya, tapi tidak seperti itu.

Dia lalu melanjutkan suaranya yang tenang. “… Itu apa yang dikatakan oleh teman keduaku. Dari sana, dia pergi… lalu Aku membuat kontrak dengan partner lain.”

“Partner lain? Apakah itu aku?”

“Tepat.”

Dia merasa perasaannya sedang terlibat dengan sesuatu yang serius.

Apakah koneksi Alice dengan temannya sudah terputus saat Masaki membuat kontrak dengannya?

Itu tidak bisa dimaafkan.

“Bagaimana cara kau berpisah?”

“… Itu bukanlah salahku.”

“Aku tidak mengatakan itu salahmu.”

Dia mengerti dengan baik dia mempunyai cara berpikir yang aneh, tapi dia tidak mungkin pergi tidak peduli tanpa mendengarkan tentang alasannya.

“… Orang-orang mengatakan kalau seluruh kerusakan dari kejadian pagi ini adalah salahku.”

“Apa? Bukankah itu salah dari orang yang menyerangku!?”

“… Karena itu membuatku jengkel, aku kehilangan kemarahanku dan dipanggil dialectku berada di markas Breaker.”

“It-itu adalah…”

“Itu alasan kita berpisah… itu bukanlah salahku.”

Dia tidak bisa membuat pendapat sebelum dia mengetahui lebih sedikit lagi, tapi dia seperti sudah sangat kesulitan mengatakan sebanyak itu.

“Bisakah kau memberikan sedikit detail lagi?”

“… Aku menolak. Aku tidak ingin mengingatnya.”

sepertinya dia menempel pada ingatan sesuatu yang membuatnya berubah.

Sopan santunnya tidak cukup baik untuk dipuji.

Mungkin orang-orang yang menjadi teman dengannya memiliki sifat seperti itu – Masaki hanya bisa berpikir tentang seseorang.

Tapi untuk meyakinkannya.

“Kalau begitu, Bisakah kau menyebutkan nama teman keduamu?”

“Kenapa?”

“Kau tidak harus mengatakannya padaku.”

Setelah memikirkan tentang itu, Alice berbali dan berbicara.

“… Sakurazaka Shirley.”

Jeda[edit]

Itu adalah ruangan kecil, dan remang-remang. Satu-satunya cahaya bersinar berasal dari ubin langit-langit. Tidak ada jendela. Tidak ada meja atau kursi, tapi tempat tidur berdiri di tengah ruangan.

Di situ adalah orang yang diikat oleh sabuk. Anggota tubuhnya yang tipis dan kurus. Dia telah ditidurkan. Manset logam tebal menutup pergelangan tangannya seperti borgol.

Sebuah kolom cahaya masuk ke dalam ruangan.

Seorang dengan jas putih dokter melangkah melalui pintu masuk.

“Hey…”

“Haa… haa… haa…”

“Apakah kau baik-baik saja? Tidak, kau tidak terlihat seperti itu… kau beruntung kau masih hidup. Tidak – mungkin kau sial.”

Orang kurus itu mengangkat kepalanya memfokuskan tatapan darah yang tajam kepadanya.

Pengunjung berbicara di bawah nafasnya seperti dia sedang berbicara kepada dririnya sendiri.

“Ah, kau bisa beristirahat dengan mudah. Aku sudah mengurus semua kamera pengintai dan rekamannya.”

Para pengunjung memiringkan mulutnya.

Pria kurus itu membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi hanya nafas besar yang keluar. Suaranya mungkin tidak mampu mengucapkan kata-kata.

“Haa… ua… aaa…”

“Kau tidak bisa bicara?”

“Ua…”

Saat pengunjung mulai mendatanginya, ekspresi pria kurus beralih ke sebuah alarm. Keyakinan dia yang dia punya saat mengejar dan berteriak pada Masaki semuanya menghilang.

“Penyesuaiannnya sepertinya berjalan lancar.”

“Uuhn…”

“Apakah kau melupakan tentangku? Baiklah, itu adalah efek samping, jadi itu tidak diharapkan.”

Dia berdiri di sebelah pria kurus yang ditahan.

“A… ugh…”

Pengunjung mendekatkan mulutnya sehingga berada di sebelah telinga pria kurus.

“Tapi masih saja!! Kau bukanlah tandingan untuk seorang Level 7!!” Dia berbisik.

Wajah pria kurus itu berubah merasakan takut sebagai responnya.

“Ugh!”

“Kegagalan yang lain, huh? Kenyataan memeang kejam. Aku tenggelam dalam keputusasaan dan hatiku sepertinya sudah ingin hancur.”

“Uuhn…”

“Bagaimanapun, usahamu bukanlah untuk disia-siakan. Tujuanku lebih hebat dari semua yang ada disini. Aku berjanji untuk tidak menyerah sampai penhargaanmu di korbankan sehingga menyelamatkan masa depan Academy. Pencarianku sudah memasuki tahap akhir.”

Pengunjung mengambil jarum suntik tebal dari saku jaket putihnya. Dia memaksa orang kurus itu untuk mengambil, membuat suara sedikit.

Jarum ditemukan pembuluh darah otomatis dan dimasukkan sendiri tanpa rasa sakit. Kemudian mulai mendorong isi silinder ke dalam seseorang, mengikuti program lancar.

Beberapa saat kemudian, pengunjung melepas jarum suntik dan meninggalkan tempat tidur.

“Selamat malam, domba kecil. Tidur yang pulas.”


Back to Chapter 1 Return to Main Page Forward to Chapter 3