Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 7 Bab 5"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Line 11: Line 11:
 
Kamu dapat sampai ke Tokto dalam satu perjalanan jika kamu mengambil Jalur Cepat Sobu. Alternatif lain adalah Jalur Keiyou. Chiba sangatlah cepat.
 
Kamu dapat sampai ke Tokto dalam satu perjalanan jika kamu mengambil Jalur Cepat Sobu. Alternatif lain adalah Jalur Keiyou. Chiba sangatlah cepat.
   
Namut, kedua serambi untuk Jalur Cepat Sobu dan Jalur Keiyou di Stasiun Tokyo memiliki pelayanan yang buruk. Untuk kasus Jalur Sobu, selagi kamu naik kereta melalui terowongan, kamu akan berpikir "apa-apaan, apa kita lagi menggali minyak atau apa?". Untuk kasus Jalur Keiyou, kamu akan berpikir " kamu tidak bisa benar-benar lagi menyebut tempat ini Station Tokyo bukan?". Begitulah perbedaan dalam posisi mereka. Sangat jauh. Chiba sangatlah jauh.
+
Namun, kedua serambi untuk Jalur Cepat Sobu dan Jalur Keiyou di Stasiun Tokyo memiliki pelayanan yang buruk. Untuk kasus Jalur Sobu, selagi kamu naik kereta melalui terowongan, kamu akan berpikir "apa-apaan, apa kita lagi menggali minyak atau apa?". Untuk kasus Jalur Keiyou, kamu akan berpikir "kamu tidak bisa benar-benar lagi menyebut tempat ini Station Tokyo bukan?". Begitulah perbedaan dalam posisi mereka. Sangat jauh. Chiba sangatlah jauh.
   
 
Untuk kasus ini, Shinagawa akan menjadi alternatif yang lebih sesuai sekalipun sedikit lebih jauh ketika ingin menaiki Shinkansen.
 
Untuk kasus ini, Shinagawa akan menjadi alternatif yang lebih sesuai sekalipun sedikit lebih jauh ketika ingin menaiki Shinkansen.
Line 45: Line 45:
 
Ketika aku turun dari kereta itu, ada murid Sekolah Sobu High yang tiba disini dalam seragam mereka yang tersebar di seluruh stasiun ini.
 
Ketika aku turun dari kereta itu, ada murid Sekolah Sobu High yang tiba disini dalam seragam mereka yang tersebar di seluruh stasiun ini.
   
Kelihatannya semua orang telah bertemu dan menemani satu sama lain kesini sebelumnya. Hmph, untuk tidak dapa datang kemari ke Tokyo sendirian membuat kalian terlihat seperti segerombolan anak-anak desa. Ayolah sekarang, belajar dariku. Aku datang kemari sendirian, kamu tahu? Bukankah aku dapat mengejar mimpiku dan membuatnya menjadi kesuksesan besar di Tokyo jika begini terus?
+
Kelihatannya semua orang telah bertemu dan menemani satu sama lain kesini sebelumnya. Hmph, untuk tidak dapat datang kemari ke Tokyo sendirian membuat kalian terlihat seperti segerombolan anak-anak desa. Ayolah sekarang, belajar dariku. Aku datang kemari sendirian, kamu tahu? Bukankah aku dapat mengejar mimpiku dan membuatnya menjadi kesuksesan besar di Tokyo jika begini terus?
   
 
Aku menaiki tangga tak berakhir dari serambinya dan akhirnya sampai ke permukaan. Ketika aku bilang permukaan, aku masih berada di dalam ruangan dan masih belum dapat melihat matahari, bintang, langit biru, dan bulan. Inilah apa yang mereka katakan hutan beton.
 
Aku menaiki tangga tak berakhir dari serambinya dan akhirnya sampai ke permukaan. Ketika aku bilang permukaan, aku masih berada di dalam ruangan dan masih belum dapat melihat matahari, bintang, langit biru, dan bulan. Inilah apa yang mereka katakan hutan beton.
Line 51: Line 51:
 
Di ibu kota yang kering ini, orang-orang berhamburan kesana-kemari. Aku sudah merasa nostalgia dengan Chiba. Aku mau pulang.
 
Di ibu kota yang kering ini, orang-orang berhamburan kesana-kemari. Aku sudah merasa nostalgia dengan Chiba. Aku mau pulang.
   
Kita menerjang ke dalam gelombang manusia itu, tujuan kita adalah serambi Shinkansen. Namun, gelombang manusia ini berada pada level dimana aku akan dimarahi pada saat aku ketinggalan dari kelompoknya.
+
Kita menerjang ke dalam gelombang manusia itu, tujuan kita adalah serambi Shinkansen. Namun, gelombang manusia ini berada pada level dimana aku akan dimarahi pada saat aku ketinggalan dari kelompokku.
   
 
Pada mulut tempat masuk ke Shinkansen terdapat jumlah murid dari sekolahku yang mengemparkan dan ditambah ke dalam fakta bahwa kita berada di Stasiun Tokyo, sebuah tempat keramaian (hotspot) untuk orang-orang, tempat itu sangatlah ribut. Untuk stasiun jenis ini dan untuk pria penyendiri bernama Hachiman, jika dia harus mengatakannya ke dalam bahasa Inggris, situasi ini akan dinamakan Stasiun Hotch Potch.
 
Pada mulut tempat masuk ke Shinkansen terdapat jumlah murid dari sekolahku yang mengemparkan dan ditambah ke dalam fakta bahwa kita berada di Stasiun Tokyo, sebuah tempat keramaian (hotspot) untuk orang-orang, tempat itu sangatlah ribut. Untuk stasiun jenis ini dan untuk pria penyendiri bernama Hachiman, jika dia harus mengatakannya ke dalam bahasa Inggris, situasi ini akan dinamakan Stasiun Hotch Potch.
Line 69: Line 69:
 
“Perlu sesuatu?”
 
“Perlu sesuatu?”
   
“Humu, tidak ada apa-apa. Hanya saja DSku sedang kehabisan baterai cukup cepat. Aku hanyalah mencari cara-cara untuk menghabiskan waktu.”
+
“Humu, tidak ada apa-apa. Hanya saja DSku sedang kehabisan baterai cukup cepat. Aku hanya mencari cara-cara untuk menghabiskan waktu.”
   
 
“Ya, benar. Daripada itu, apa-apaan dengan semua barang itu? Berencana untuk mengasingkan dirimu di pegunungan?”
 
“Ya, benar. Daripada itu, apa-apaan dengan semua barang itu? Berencana untuk mengasingkan dirimu di pegunungan?”
Line 85: Line 85:
 
“Memang. memang. Yah, itu bukanlah keputusan yang aku buat untuk diriku sendiri, tapi sebuah kesempatan untuk berlatih dengan tuan Tengu dapat bertindak sebagai sedikit hiburan.”
 
“Memang. memang. Yah, itu bukanlah keputusan yang aku buat untuk diriku sendiri, tapi sebuah kesempatan untuk berlatih dengan tuan Tengu dapat bertindak sebagai sedikit hiburan.”
   
“Kamu juga berencana ke Kibune? Lagi pula, aku yakin itu jauh lebih nyaman dalam caranya sendiri untuk tidak harus menentukannya sendiri, bukan?”
+
“Kamu juga berencana ke Kibune? Lagi pula, aku yakin itu jauh lebih nyaman dalam caranya sendiri untuk tidak harus menentukan tujuanmu sendiri, bukan?”
   
 
“Tidak, kamu tahu. Aku benar-benar memberitahu mereka keinginanku juga. Di dunia ini, dimana ada sesuatu yang dapat kamu sebut sebuah “toko yang ingin kami kunjungi”. Jangan pedulikan itu, Aku lebih suka jika kamu menyisihkan settingan yang aku buat dan memberiku cercaan. Agak sedikit kesepian.”
 
“Tidak, kamu tahu. Aku benar-benar memberitahu mereka keinginanku juga. Di dunia ini, dimana ada sesuatu yang dapat kamu sebut sebuah “toko yang ingin kami kunjungi”. Jangan pedulikan itu, Aku lebih suka jika kamu menyisihkan settingan yang aku buat dan memberiku cercaan. Agak sedikit kesepian.”
Line 124: Line 124:
   
 
Setelah pemanggilan absen kelas, kita lalu dizinkan masuk. Diikuti dengan sebuah gerakan berbaris. Apa ini hari olahraga atau semacamnya?
 
Setelah pemanggilan absen kelas, kita lalu dizinkan masuk. Diikuti dengan sebuah gerakan berbaris. Apa ini hari olahraga atau semacamnya?
  +
  +
Kita juga melakukan pemanggilan absen dalam grup kita untuk mengecek kehadiran semua orang. Dari sana, aku akhirnya bisa bertemu dengan Totsuka. Kesempatan bertemu di luar angkasa!<ref>A chance meeting in space! (Meguriai uchuu!) adalah subtitle dari Film Gundam Ketiga (1982).</ref>
  +
  +
“Hachiman!”
  +
  +
Kali ini, adalah yang betulan… Begitu menenangkan…
  +
  +
“Pagi, Totsuka.”
  +
  +
“Ya, pagi, Hachiman.”
  +
  +
Aku bertukar beberapa sapaan dengan Totsuka dan sambil kita berbincang, grup kita telah berkumpul di serambi Shinkansen. Kereta yang akan kita naiki sudah tiba.
  +
  +
Setiap kelas menaiki gerbong mereka masing-masing yang ditentukan kepada masing-masing kelas.
  +
  +
Tempat duduk dalam Shinkansen disusun dengan cara yang sangat tidak biasa.
  +
  +
Disusun di setiap baris ada lima tempat duduk, dibagi dalam tempat duduk berdua dan bertiga. Susunan ini menyulitkan grup empat orang untuk menentukan dimana mereka harus duduk. Kamu dapat membagi pas menjadi grup dua orang, tapi dalam kasus satu kelompok dengan tiga orang ditambah seorang penyendiri, si penyendiri akan sendirian dicegat dari tempat duduk bertiga disamping lorong kereta. Atau untuk kasus tiga orang, satu orang akan dipilih menjadi tiang manusia dan terjebak sendirian. Pada kasus pertama, dibiarkan sendirian akan membuatnya terasa nyaman untuk semuanya, tapi untuk kasus yang terakhir, orang yang menjadi muak diam dari awal akan mulai berbincang dengan yang dua lagi di seberang lorong kereta, melahirkan keadaan dimana tidak ada orang yang senang.
  +
  +
Begitulah si Shinkansen yang melahirkan tragedi semacam itu, tapi untuk karya wisata ini, sangatlah bijak untuk memilih bagaimana kita harus memosisikan kita sendiri.
  +
  +
Totsuka denganku sedangkan Hayama dengan Tobe.
  +
  +
Dipikir-pikir dengan grup berempat ini, ini merupakan cara yang benar untuk membagi tempat duduk kita.
  +
  +
Tapi, ini adalah acara kelas. Ini berarti berbagai faktor rumit akan terlibat ke dalamnya. Hal pertama yang orang-orang akan lakukan adalah meninjau penataan tempat duduk sebelum memutuskan bagaimana mereka akan mengatur dimana mereka akan duduki. Kita semua sudah menaiki keretanya tapi orang-orang masih melihat kesana-kemari mencari tempat untuk duduk. Ini adalah sebuah situasi “Aku akan kalah dalam pertempuran ini jika aku tidak bertindak sebelum mereka…”.
  +
  +
“Oooh sial. Shinkansen ataupun pesawat, itu sesuatu yang membuat semangatmu terpompa!”
  +
  +
Di dalam interior gerbong yang ribut tak lama sebelum keberangkatan kita, Tobe memandang sekeliling sambil berjalan dengan cepat melewati lorong keretanya.
  +
  +
“Aku belum pernah naik pesawat sebelumnya, yo.”
  +
  +
“Pertama kali buatku naik Shinkansen sini.”
  +
  +
Mengikuti si mulut-bocor Tobe adalah Ooka dan Yamato. Kelihatannya, mereka memutuskan untuk tetap bersama karena mereka toh berkumpul di stasiun. Juga ada sepasang dua pria di grup mereka yang datang pas di belakang mereka.
  +
  +
Ditambah itu, grup lain maju melalui lorong keretanya. Itu adalah grup tiga gadis sobat-sobatan dan seorang penyendiri: Miura, Yuigahama, Ebina, dan Kawasaki.
  +
  +
“Kursi di jendela sana sepenuhnya bagus buatku.”
  +
  +
Kata-kata paling awal yang keluar dari mulut si gadis berambut-pirang dengan bornya mengutarakan keinginannya. Menjawab kata-kata tersebut, si gadis berambut-adonan coklat mulai mengkoordinir grupnya.
  +
  +
“Oke, kalau begitu aku akan ambil kursi disamping lorong. Bagaimana dengan Hina dan yang lain??”
  +
  +
Ketika dia mengalihkan diskusinya kepada dia, si gadis, berambut bob hitam termenung sejenak sebelum memalingkan kepalanya ke arah si rambut poni.
  +
  +
“Hmm… Saki, jendela atau dekat lorong… dimana menurutmu yang akan memenangkannya?”
  +
  +
“Sebenarnya tidak ada masalah dimana aku… huh?”
  +
  +
Saki terperangah akan pertanyaan ganjil itu ketika Ebina terlihat seperti dia akan mengeluarkan air liurnya.
  +
  +
“Ebina, mulutmu. Tutup mulutmu.”
  +
  +
Miura mendorong rahang Ebina keatas. Yuigahama membuat tawa tegang saat dia melihat percakapan mereka.
  +
  +
Grup empat gadis itu meneruskan percakapan mereka, tidak ada yang berbeda dari biasanya. Senang kamu bisa mendapat beberapa teman, benar Kawasaki. Adik laki-lakimu bisa melinangkan air mata sekarang ini<!-- Inggrisnya sih mengacu pada "big brother" tapi aku buat jadi "little brother" biar pas huh?-->.
  +
  +
Entahkah dia menyadari bahwa pengaturan tempat duduknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat, Hayama berjalan lewat dan memanggil dengan suara kalem yang terdengar seperti dia tidak sedang berbicara pada orang-orang tertentu.
  +
  +
“Kenapa kita cukup duduk dimana saja? Toh kita bisa berpindah waktu di tengah perjalanan.”
  +
  +
Saat dia mengatakannya, dia memilih kursi yang terdekat darinya. Dia telah memilih tempat duduk dekat jende;a yang merupakan titik tengah dari tiga orang.
  +
  +
“Oh, kamu benar soal itu!”
  +
  +
Yang melanjutkan setelah Hayama adalah Tobe. Dia berpindah ke sebelah Hayama.
  +
  +
“Oke, Aku duduk di dekat jendela kalau begitu.”
  +
  +
Ketika Miura mengatakannya, dia bermanuver sekeliling menuju kursi jendela di seberang Hayama. Sebuah penampilan yang pantas untuk Miura; tanpa sedikitpun penolakan dari para penonton, dia bergerak sesuai kemauannya sendiri ke tempat duduk yang dia inginkan.
  +
  +
“Ayolah. Yui, Ebina.”
  +
  +
DAn lalu, dia menyilangkan kaki panjangnya memberikan kesan keindahannya, menepuk pada tempat duduknya, sebuah isyarat bagi mereka berdua untuk datang kesana. Ada apa dengan undangan itu, itu terlihat seperti sepenuhnya keren.
  +
  +
“Yumiko duduk disana, Tobecchi duduk disini, dan…”
  +
  +
Yuigahama bergugam dengan suara kecil yang tidak dapat didengar siapapun dan sedang memikirkan berbagai hal. Sebelum dia dapat menyusun pemikirannya, Ebina mendorongnya maju dari punggungnya.
  +
  +
“Oke, oke, Yui duduk di sebelah sana. Aku akan duduk disini.”
  +
  +
“Wa— Hina!”
  +
  +
Mengabaikan komplain Yuigahama, Ebina mencengkram tangan Kawasaki dan menunjuk ke arah di depan tempat duduknya.
  +
  +
“Kawasaki akan duduk tepat disini.”
  +
  +
“Tunggu, aku bisa duduk di tempat yang lain…”
  +
  +
Pada saat itu, Kawasaki membuat tampang yang berkata lain sambil mengelengkan kepalanya, tapi ketika Ebina menyentak tangannya, Kawasaki duduk, tidak dapat melawan. Dia mencengangkannya lemah terhadap tekanan, gadis ini.
  +
  +
"Tak usah khawatir, Tak usah khawatir! ♪"
  +
  +
Ebina, yang tersenyum akan ini, telah dengan tegas mendiktekan urutan tempat duduknya dari setengah jalannya. Sebagai hasilnya, Miura, Yuigahama, dan Ebina terbaris di sisi ini sedangkan di sisi lain ada Hayama, Tobe, dan Kawasaki, membentuk sebuah sextet.
  +
  +
Telah tidak mampu menangkal usaha untuk membuatnya duduk di tempat duduk di sebelah Tobe, Kawasaki memancar dengan ketidak-senangan dan sedang menyiapkan postur dengan dagunya di tangannya, bersiap-siap untuk tertidur. Eeeh, um, Tobe sudah takut sekali disini, jadi tolong bisakah kamu lebih ramah? Apa kamu bisa benar-benar menyebut ini sebuah komedi roman?
  +
  +
Setelah mengetahui tempat duduk Hayama dan kawan-kawan, Oooka dan Yamato, bersama dengan dua orang lain di grup mereka, memposisikan mereka di tempat duduk berempat di seberang lorong.
  +
  +
Ketika ini terjadi, seluruh kelas terlihat seperti mereka telah memutuskan tempat duduk yang mana untuk diduduki.
  +
  +
Sementara aku melihat hasil dari situasi kita sekarang ini, sesuatu menarik lengan bajuku dengan perasaan menahan. Totsuka sedang memandang-mandang kedepan dan belakang dan akhirnya melihat ke arahku.
  +
  +
“Hachiman, apa yang harus kita lakukan?”
  +
  +
Menerima hantaman penuh dari tatapan polos itu, aku mengalihkan mataku karena rasa malu. Pada waktu yang sama, aku memutuskan untuk mencatat situasi di dalam gerbong ini.
  +
  +
“Yah…”
  +
  +
Dalam situasi seperti ini, otang-orang yang sendirian akan cepat-cepat lari ke tempat duduk di sudut-sudut dan itu adalah sebuah ritual bagi orang lain untuk menganggap area itu sebagai tempat pengasingan. Maka dari itu, orang-orang yang gagal untuk membuat langkah pertamanya akan tidak terelakkan lagi terpaksa untuk mencari tempat-tempat kosong lain di kereta itu.
  +
  +
Kali ini, Hayama cepat dalam memilih posisi secara langsung di tengah-tengah menyebabkan bagian depan dan belakang cukup lenggang.
  +
  +
“…Yah, kelihatannya bagian depan masih lenggang, jadi kita duduk disana aku kira.”
  +
  +
“Ya, ayo duduk disana.”
  +
  +
Saat aku mulai bergerak, Totsuka mengikuti di belakangku tanpa pertanyaan. Tidak akan aneh sama sekali jika dia terlibat di dalam semacam kejahatan karena kepolosan ini. Aku harus melindunginya. Saat aku mengenggam perasaan itu ke dadaku, aku menuju ke tempat duduk bertiga di depan.
  +
  +
Karena tempat duduk paling depan akan sangat ramai, kami memilih barisan yang agak terpisah dari sana. Aku meletakkan barangku ke rak diatas. Aku tidak punya banyak barang jadi masih ada banyak tempat yang tersisa di rak. Yah, menaruh barang di rak tidak akan sia-sia tanpa memperhatikan barangnya hanya satu atau dua benda.
  +
  +
“Mari.”
  +
  +
Aku menjulurkan tanganku ke arah Totsuka, menandakan kepadanya untuk memberikan barangnya sehingga aku bisa menaruhnya ke dalam rak, tapi Totsuka memiringkan kepalanya dengan heran dan dengan perlahan menjulurkan tangannya, memegang tanganku untuk alasan tertentu.
  +
  +
Tangannya sangat lembut dan sangat kecil dan sangat haluuuuuuuus…
  +
  +
“Er, Maksudku bukan itu, tapi barangmu…”
  +
  +
Coreng itu, itu bukan salaman tangan. Astaga, tangannya sangat halus dan menyegarkan.
  +
  +
“…Ah. M-Maaf!”
  +
  +
Totsuka menyadari kesalah-pahamannya dan melepaskan tanganku dengan panik. Dengan wajah yang sepenuhnya merona, dia melihat kebawah dan dengan sebuah suara kecil mengatakan “terima kasih…”, dia menyerahkan barangnya padaku.
  +
  +
Aku mengambil tasnya dan menaruhnya ke dalam rak. Pada saat ini, aku tidak bisa menahan untuk memeluk Totsuka saat dia begitu. Aku mau membawanya pulang~!<ref>Slogan Ryuuguu Rena dari 'Higurashi no Naku Koro ni'.</ref>
  +
  +
Setelah aku menyarankan pada Totsuka, yang malu akan kesalah-pahamannya, untuk mengambil tempat duduk disamping jendela, aku juga duduk di tempat dudukku.
  +
  +
Saat aku melakukannya, melodi dari bel penanda keberangkatan berbunyi.
  +
  +
Berangkat pada hari yang cerah!<ref>Single oleh Yamamuchi Tomoe, lagu itu menjadi himne pada rel kereta api Jepang.</ref>
  +
  +
<br />
  +
  +
<center>× × ×</center>
  +
  +
<br />
   
   

Revision as of 10:18, 10 August 2014

Bab 5: Seperti yang dapat kalian lihat, Yuigahama Yui sedang berusaha keras

Yo! Namaku Hachiman! Aku sudah akan pergi ke Tokyo!

Dengan pengutaraan kalimat itu, tujuan saat ini adalah berangkat ke Tokyo jadi kita bisa menaiki Shinkansen.

Aku bangun lebih awal dari biasanya jadi aku bisa berangkat lebih pagi. Ketika aku bertemu dengan orang tuaku sebelum pergi, mereka memintaku untuk membawakan oleh-oleh ke rumah, ini juga termasuk daftar permintaan Komachi. Tapi kamu tahu, papa, sekarang ini aku masihlah anak di bawah umur jadi aku tidak bisa membelikanmu sake bahkan jika aku mewakilimu untuk membelinya. Namun, aku akan dengan senang hati untuk mengambil uang yang dimaksudkan untuk membelikanmu sake dari tanganmu!

Jaraknya singkat dari Chiba ke Tokyo. Sebenarnya, kamu bisa katakan Chiba adalah perfektur terdekat ke Tokyo. Dengan kata lain, sebagai perfektur terdekat ke ibu kota negara ini, nilai Chiba setara dengan ibu kota jadi kamu dapat juga menyebutnya begitu. Menabjubkan. Chiba sangatlah menabjubkan.

Kamu dapat sampai ke Tokto dalam satu perjalanan jika kamu mengambil Jalur Cepat Sobu. Alternatif lain adalah Jalur Keiyou. Chiba sangatlah cepat.

Namun, kedua serambi untuk Jalur Cepat Sobu dan Jalur Keiyou di Stasiun Tokyo memiliki pelayanan yang buruk. Untuk kasus Jalur Sobu, selagi kamu naik kereta melalui terowongan, kamu akan berpikir "apa-apaan, apa kita lagi menggali minyak atau apa?". Untuk kasus Jalur Keiyou, kamu akan berpikir "kamu tidak bisa benar-benar lagi menyebut tempat ini Station Tokyo bukan?". Begitulah perbedaan dalam posisi mereka. Sangat jauh. Chiba sangatlah jauh.

Untuk kasus ini, Shinagawa akan menjadi alternatif yang lebih sesuai sekalipun sedikit lebih jauh ketika ingin menaiki Shinkansen.

Seberapa terpencilnya kamu, Tokyo, untuk sebegitu jauhnya dari Chiba? Apa itu berarti Kyoto itu lebih jauh lagi dari sebuah kawasan yang terkucil sepenuhnya?

Aku dengan santai menaiki kereta lokal di stasiun terdekat dan mengganti kereta ke Jalur Ekspres Sobu High dari Tsudanuma.

Aku dengan panik menaiki keretanya detik-detik sebelum keretanya akan berangkat dan menghela lega ketika pintunya tertutup. Aku senang aku bisa mencapainya tepat waktu dan baru saja aku akan membuat wajah penuh kelegaan, bidang penglihatanku berpapasan dengan mata yang memantulkan cahaya biru air.

“…”

“…”

Kita berdua saling membisu.

Pihak yang lain melambaikan rambut poni birunya dan melihat ke luar.

Kawasaki Saki. Aku dengan sungguh-sungguh mengutarakan nama yang akhirnya aku ingat kembali.

Benar, aku ingat rumahnya cukup dekat dari rumahku. Distrik sekolah SMPnya berbeda karena interposisi jalan rayanya, tapi stasiun terdekatnya adalah stasiun di lingkungan ini. Karena kita akan mengganti kereta dari jalur cepat, kita pada akhirnya akan menaiki kereta yang sama dari jalur yang sama.

“…”

Kawasaki mencuri-curi pandang ke arahku. Ketika mata kita bertemu lagi, dia mendadak memutar kepalanya ke samping dan melihat ke luar.

Apalah…

Aku kehilangan waktu yang tepat untuk menyapanya dan haruslah aku memilih untuk pergi dari posisi ini, pihak lain akan mengetahuinya dan aku akan disergap dengan perasaan seorang pecundang, jadi aku tidak sedang dalam posisi untuk bergerak.

Pada akhirnya, Kawasaki dan aku bersandar ke pintu di dalam jarak bersentuhan kita masing-masing selama empat-puluh-lima menit sampai kita tiba ke Stasiun Tokyo.

Ketika aku turun dari kereta itu, ada murid Sekolah Sobu High yang tiba disini dalam seragam mereka yang tersebar di seluruh stasiun ini.

Kelihatannya semua orang telah bertemu dan menemani satu sama lain kesini sebelumnya. Hmph, untuk tidak dapat datang kemari ke Tokyo sendirian membuat kalian terlihat seperti segerombolan anak-anak desa. Ayolah sekarang, belajar dariku. Aku datang kemari sendirian, kamu tahu? Bukankah aku dapat mengejar mimpiku dan membuatnya menjadi kesuksesan besar di Tokyo jika begini terus?

Aku menaiki tangga tak berakhir dari serambinya dan akhirnya sampai ke permukaan. Ketika aku bilang permukaan, aku masih berada di dalam ruangan dan masih belum dapat melihat matahari, bintang, langit biru, dan bulan. Inilah apa yang mereka katakan hutan beton.

Di ibu kota yang kering ini, orang-orang berhamburan kesana-kemari. Aku sudah merasa nostalgia dengan Chiba. Aku mau pulang.

Kita menerjang ke dalam gelombang manusia itu, tujuan kita adalah serambi Shinkansen. Namun, gelombang manusia ini berada pada level dimana aku akan dimarahi pada saat aku ketinggalan dari kelompokku.

Pada mulut tempat masuk ke Shinkansen terdapat jumlah murid dari sekolahku yang mengemparkan dan ditambah ke dalam fakta bahwa kita berada di Stasiun Tokyo, sebuah tempat keramaian (hotspot) untuk orang-orang, tempat itu sangatlah ribut. Untuk stasiun jenis ini dan untuk pria penyendiri bernama Hachiman, jika dia harus mengatakannya ke dalam bahasa Inggris, situasi ini akan dinamakan Stasiun Hotch Potch.

“Hachiman!”

Dari kelompok murid-murid tersebut datang suara yang memanggil namaku. Aku tidak memiliki banyak teman sekelas yang memanggilku dengan sebutan Hachiman jangankan orang-orang yang memanggilku Hikigaya dengan tepat.

Dan satu-satunya orang yang menuangkan semua perasaan kasih sayang pertemanannya ke dalam nama yang diberikan kepadaku adalah…

“Hachiman… Ibu kota dari Timur benar-benar membuatku bernostalgia, Berani kukatakan. Ini adalah tempat kelahiran jiwaku. Tahan. Tahan.”

…Oh iya, orang ini juga memanggilku Hachiman.

Zaimokuza membatuk dengan cara yang ganjil dan dengan perlahan mendekatiku.

“Perlu sesuatu?”

“Humu, tidak ada apa-apa. Hanya saja DSku sedang kehabisan baterai cukup cepat. Aku hanya mencari cara-cara untuk menghabiskan waktu.”

“Ya, benar. Daripada itu, apa-apaan dengan semua barang itu? Berencana untuk mengasingkan dirimu di pegunungan?”

Melihat sekilas, Zaimokuza sedang membawa sebuah tas ransel membengkak di punggungnya. Apa lah yang dia lempar ke dalamnya?

Zaimokuza menepuk tas di punggungnya dan mendorong kacamatanya ke atas dengan jari tengahnya.

“Memang. Aku akan melatih permainan pedangku di Kuramayama.”

“Kuramayama huh. Kamu memilih tempat yang cukup jauh.”

Tentu saja, Kuramayama adalah salah satu dari banyak tempat populer dan karena tempat itu semacam terpisah dari Kyoto, tempat itu juga merupakan kawasan yang sulit untuk didatangi saat berjalan-jalan.

“Memang. memang. Yah, itu bukanlah keputusan yang aku buat untuk diriku sendiri, tapi sebuah kesempatan untuk berlatih dengan tuan Tengu dapat bertindak sebagai sedikit hiburan.”

“Kamu juga berencana ke Kibune? Lagi pula, aku yakin itu jauh lebih nyaman dalam caranya sendiri untuk tidak harus menentukan tujuanmu sendiri, bukan?”

“Tidak, kamu tahu. Aku benar-benar memberitahu mereka keinginanku juga. Di dunia ini, dimana ada sesuatu yang dapat kamu sebut sebuah “toko yang ingin kami kunjungi”. Jangan pedulikan itu, Aku lebih suka jika kamu menyisihkan settingan yang aku buat dan memberiku cercaan. Agak sedikit kesepian.”

Zaimokuza cemberut dan memprotes. Nah, maksudku, mengomentari tentang penyakit settingan sekolah menengahmu itu hanya akan menghabiskan waktu dan kamu barangkali hanya membiarkannya keluar dari telingamu yang satu lagi. Aku tidak dapat memberimu pelayanan sebanyak itu sekarang.

“Jika kamu ingin ke suartu tempat, yah pergi saja. Kita akhirnya keluar ke sini dan begitulah, bersenang-senanglah.”

“Humu. Kemana kamu akan pergi, Hachiman?”

“Siapa tahu, ada beberapa hal yang terjadi. Kita masih belum memutuskan kemana kita akan pergi pada hari ketiga.”

“Hari ketiga adalah hari bebas berkeliaran, aku yakin. Rufun, kamu bisa menemani kami membeli barang-barang di ‘toko yang ingin kami kunjungi’ jika kamu mau.”

“Terdengar bagus dan semacamnya tapi…”

Berpergian bersama Zaimokuza itu, kamu tahulah, tapi itu tidak seperti aku menentang pergi berbelanja sama sekali. Namun, juga ada permintaan tertunda Klub Servis yang harus kita selesaikan pada hari ketiga. Alangkah lebih baiknya jika aku tidak membuat rencana terlebih dahulu.

“Sepertinya sudah akan waktunya untuk berkumpul.”

“Waktu Sololah itu. Memang! Baiklah kalau begitu Hachiman, sampai bertemu lagi di Kyoto.”

“Tidak, Aku rasa kita tidak akan bertemu…”

Setelah kita pergi ke jalan kita masing-masing, aku mencari-cari tempat dimana kelasku akan berkumpul.

Jika aku mencari dekat di sekitar ujung gerbong, seharusnya ada tanda yang menunjukkan grup apa dimana. Ketika aku memantau area tersebut, aku menemukan wajah familier di sudut yang ribut.

Itu adalah Hayama dan rombongannya.

Oh menyebalkan! Pasti itu kelasku disana.

Grup-grup kecil membentuk garis yang mengelilingi grup Hayama, intinya. Mereka harus tetap disana karena mereka berada di dalam grup sirkulernya. Aku mengaktifkan jurus bayanganku. Ketika aku menggunakannya, jurus itu menyebabkan sekelilingku tidak memperhatikanku tapi baru-baru ini, kelihatannya sekelilingku telah naik level ke titik dimana mereka akan melukaiku dalam cara: ‘Kamu tahu orang itu, dia akan ikut campur dalam urusanmu bahkan sebelum kamu menyadarinya.’ Aku kelihatannya semakin sering diperhatikan dan ini dengan jelas berarti auraku sedang bertambah.

Tak lama, sudah sampai waktunya.

Grup yang berhamburan kesana-kemari dengan cepat berkumpul ke satu tempat dan membentuk barisan yang cantik.

Setelah pemanggilan absen kelas, kita lalu dizinkan masuk. Diikuti dengan sebuah gerakan berbaris. Apa ini hari olahraga atau semacamnya?

Kita juga melakukan pemanggilan absen dalam grup kita untuk mengecek kehadiran semua orang. Dari sana, aku akhirnya bisa bertemu dengan Totsuka. Kesempatan bertemu di luar angkasa![1]

“Hachiman!”

Kali ini, adalah yang betulan… Begitu menenangkan…

“Pagi, Totsuka.”

“Ya, pagi, Hachiman.”

Aku bertukar beberapa sapaan dengan Totsuka dan sambil kita berbincang, grup kita telah berkumpul di serambi Shinkansen. Kereta yang akan kita naiki sudah tiba.

Setiap kelas menaiki gerbong mereka masing-masing yang ditentukan kepada masing-masing kelas.

Tempat duduk dalam Shinkansen disusun dengan cara yang sangat tidak biasa.

Disusun di setiap baris ada lima tempat duduk, dibagi dalam tempat duduk berdua dan bertiga. Susunan ini menyulitkan grup empat orang untuk menentukan dimana mereka harus duduk. Kamu dapat membagi pas menjadi grup dua orang, tapi dalam kasus satu kelompok dengan tiga orang ditambah seorang penyendiri, si penyendiri akan sendirian dicegat dari tempat duduk bertiga disamping lorong kereta. Atau untuk kasus tiga orang, satu orang akan dipilih menjadi tiang manusia dan terjebak sendirian. Pada kasus pertama, dibiarkan sendirian akan membuatnya terasa nyaman untuk semuanya, tapi untuk kasus yang terakhir, orang yang menjadi muak diam dari awal akan mulai berbincang dengan yang dua lagi di seberang lorong kereta, melahirkan keadaan dimana tidak ada orang yang senang.

Begitulah si Shinkansen yang melahirkan tragedi semacam itu, tapi untuk karya wisata ini, sangatlah bijak untuk memilih bagaimana kita harus memosisikan kita sendiri.

Totsuka denganku sedangkan Hayama dengan Tobe.

Dipikir-pikir dengan grup berempat ini, ini merupakan cara yang benar untuk membagi tempat duduk kita.

Tapi, ini adalah acara kelas. Ini berarti berbagai faktor rumit akan terlibat ke dalamnya. Hal pertama yang orang-orang akan lakukan adalah meninjau penataan tempat duduk sebelum memutuskan bagaimana mereka akan mengatur dimana mereka akan duduki. Kita semua sudah menaiki keretanya tapi orang-orang masih melihat kesana-kemari mencari tempat untuk duduk. Ini adalah sebuah situasi “Aku akan kalah dalam pertempuran ini jika aku tidak bertindak sebelum mereka…”.

“Oooh sial. Shinkansen ataupun pesawat, itu sesuatu yang membuat semangatmu terpompa!”

Di dalam interior gerbong yang ribut tak lama sebelum keberangkatan kita, Tobe memandang sekeliling sambil berjalan dengan cepat melewati lorong keretanya.

“Aku belum pernah naik pesawat sebelumnya, yo.”

“Pertama kali buatku naik Shinkansen sini.”

Mengikuti si mulut-bocor Tobe adalah Ooka dan Yamato. Kelihatannya, mereka memutuskan untuk tetap bersama karena mereka toh berkumpul di stasiun. Juga ada sepasang dua pria di grup mereka yang datang pas di belakang mereka.

Ditambah itu, grup lain maju melalui lorong keretanya. Itu adalah grup tiga gadis sobat-sobatan dan seorang penyendiri: Miura, Yuigahama, Ebina, dan Kawasaki.

“Kursi di jendela sana sepenuhnya bagus buatku.”

Kata-kata paling awal yang keluar dari mulut si gadis berambut-pirang dengan bornya mengutarakan keinginannya. Menjawab kata-kata tersebut, si gadis berambut-adonan coklat mulai mengkoordinir grupnya.

“Oke, kalau begitu aku akan ambil kursi disamping lorong. Bagaimana dengan Hina dan yang lain??”

Ketika dia mengalihkan diskusinya kepada dia, si gadis, berambut bob hitam termenung sejenak sebelum memalingkan kepalanya ke arah si rambut poni.

“Hmm… Saki, jendela atau dekat lorong… dimana menurutmu yang akan memenangkannya?”

“Sebenarnya tidak ada masalah dimana aku… huh?”

Saki terperangah akan pertanyaan ganjil itu ketika Ebina terlihat seperti dia akan mengeluarkan air liurnya.

“Ebina, mulutmu. Tutup mulutmu.”

Miura mendorong rahang Ebina keatas. Yuigahama membuat tawa tegang saat dia melihat percakapan mereka.

Grup empat gadis itu meneruskan percakapan mereka, tidak ada yang berbeda dari biasanya. Senang kamu bisa mendapat beberapa teman, benar Kawasaki. Adik laki-lakimu bisa melinangkan air mata sekarang ini.

Entahkah dia menyadari bahwa pengaturan tempat duduknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat, Hayama berjalan lewat dan memanggil dengan suara kalem yang terdengar seperti dia tidak sedang berbicara pada orang-orang tertentu.

“Kenapa kita cukup duduk dimana saja? Toh kita bisa berpindah waktu di tengah perjalanan.”

Saat dia mengatakannya, dia memilih kursi yang terdekat darinya. Dia telah memilih tempat duduk dekat jende;a yang merupakan titik tengah dari tiga orang.

“Oh, kamu benar soal itu!”

Yang melanjutkan setelah Hayama adalah Tobe. Dia berpindah ke sebelah Hayama.

“Oke, Aku duduk di dekat jendela kalau begitu.”

Ketika Miura mengatakannya, dia bermanuver sekeliling menuju kursi jendela di seberang Hayama. Sebuah penampilan yang pantas untuk Miura; tanpa sedikitpun penolakan dari para penonton, dia bergerak sesuai kemauannya sendiri ke tempat duduk yang dia inginkan.

“Ayolah. Yui, Ebina.”

DAn lalu, dia menyilangkan kaki panjangnya memberikan kesan keindahannya, menepuk pada tempat duduknya, sebuah isyarat bagi mereka berdua untuk datang kesana. Ada apa dengan undangan itu, itu terlihat seperti sepenuhnya keren.

“Yumiko duduk disana, Tobecchi duduk disini, dan…”

Yuigahama bergugam dengan suara kecil yang tidak dapat didengar siapapun dan sedang memikirkan berbagai hal. Sebelum dia dapat menyusun pemikirannya, Ebina mendorongnya maju dari punggungnya.

“Oke, oke, Yui duduk di sebelah sana. Aku akan duduk disini.”

“Wa— Hina!”

Mengabaikan komplain Yuigahama, Ebina mencengkram tangan Kawasaki dan menunjuk ke arah di depan tempat duduknya.

“Kawasaki akan duduk tepat disini.”

“Tunggu, aku bisa duduk di tempat yang lain…”

Pada saat itu, Kawasaki membuat tampang yang berkata lain sambil mengelengkan kepalanya, tapi ketika Ebina menyentak tangannya, Kawasaki duduk, tidak dapat melawan. Dia mencengangkannya lemah terhadap tekanan, gadis ini.

"Tak usah khawatir, Tak usah khawatir! ♪"

Ebina, yang tersenyum akan ini, telah dengan tegas mendiktekan urutan tempat duduknya dari setengah jalannya. Sebagai hasilnya, Miura, Yuigahama, dan Ebina terbaris di sisi ini sedangkan di sisi lain ada Hayama, Tobe, dan Kawasaki, membentuk sebuah sextet.

Telah tidak mampu menangkal usaha untuk membuatnya duduk di tempat duduk di sebelah Tobe, Kawasaki memancar dengan ketidak-senangan dan sedang menyiapkan postur dengan dagunya di tangannya, bersiap-siap untuk tertidur. Eeeh, um, Tobe sudah takut sekali disini, jadi tolong bisakah kamu lebih ramah? Apa kamu bisa benar-benar menyebut ini sebuah komedi roman?

Setelah mengetahui tempat duduk Hayama dan kawan-kawan, Oooka dan Yamato, bersama dengan dua orang lain di grup mereka, memposisikan mereka di tempat duduk berempat di seberang lorong.

Ketika ini terjadi, seluruh kelas terlihat seperti mereka telah memutuskan tempat duduk yang mana untuk diduduki.

Sementara aku melihat hasil dari situasi kita sekarang ini, sesuatu menarik lengan bajuku dengan perasaan menahan. Totsuka sedang memandang-mandang kedepan dan belakang dan akhirnya melihat ke arahku.

“Hachiman, apa yang harus kita lakukan?”

Menerima hantaman penuh dari tatapan polos itu, aku mengalihkan mataku karena rasa malu. Pada waktu yang sama, aku memutuskan untuk mencatat situasi di dalam gerbong ini.

“Yah…”

Dalam situasi seperti ini, otang-orang yang sendirian akan cepat-cepat lari ke tempat duduk di sudut-sudut dan itu adalah sebuah ritual bagi orang lain untuk menganggap area itu sebagai tempat pengasingan. Maka dari itu, orang-orang yang gagal untuk membuat langkah pertamanya akan tidak terelakkan lagi terpaksa untuk mencari tempat-tempat kosong lain di kereta itu.

Kali ini, Hayama cepat dalam memilih posisi secara langsung di tengah-tengah menyebabkan bagian depan dan belakang cukup lenggang.

“…Yah, kelihatannya bagian depan masih lenggang, jadi kita duduk disana aku kira.”

“Ya, ayo duduk disana.”

Saat aku mulai bergerak, Totsuka mengikuti di belakangku tanpa pertanyaan. Tidak akan aneh sama sekali jika dia terlibat di dalam semacam kejahatan karena kepolosan ini. Aku harus melindunginya. Saat aku mengenggam perasaan itu ke dadaku, aku menuju ke tempat duduk bertiga di depan.

Karena tempat duduk paling depan akan sangat ramai, kami memilih barisan yang agak terpisah dari sana. Aku meletakkan barangku ke rak diatas. Aku tidak punya banyak barang jadi masih ada banyak tempat yang tersisa di rak. Yah, menaruh barang di rak tidak akan sia-sia tanpa memperhatikan barangnya hanya satu atau dua benda.

“Mari.”

Aku menjulurkan tanganku ke arah Totsuka, menandakan kepadanya untuk memberikan barangnya sehingga aku bisa menaruhnya ke dalam rak, tapi Totsuka memiringkan kepalanya dengan heran dan dengan perlahan menjulurkan tangannya, memegang tanganku untuk alasan tertentu.

Tangannya sangat lembut dan sangat kecil dan sangat haluuuuuuuus…

“Er, Maksudku bukan itu, tapi barangmu…”

Coreng itu, itu bukan salaman tangan. Astaga, tangannya sangat halus dan menyegarkan.

“…Ah. M-Maaf!”

Totsuka menyadari kesalah-pahamannya dan melepaskan tanganku dengan panik. Dengan wajah yang sepenuhnya merona, dia melihat kebawah dan dengan sebuah suara kecil mengatakan “terima kasih…”, dia menyerahkan barangnya padaku.

Aku mengambil tasnya dan menaruhnya ke dalam rak. Pada saat ini, aku tidak bisa menahan untuk memeluk Totsuka saat dia begitu. Aku mau membawanya pulang~![2]

Setelah aku menyarankan pada Totsuka, yang malu akan kesalah-pahamannya, untuk mengambil tempat duduk disamping jendela, aku juga duduk di tempat dudukku.

Saat aku melakukannya, melodi dari bel penanda keberangkatan berbunyi.

Berangkat pada hari yang cerah![3]


× × ×



Catatan Translasi

  1. A chance meeting in space! (Meguriai uchuu!) adalah subtitle dari Film Gundam Ketiga (1982).
  2. Slogan Ryuuguu Rena dari 'Higurashi no Naku Koro ni'.
  3. Single oleh Yamamuchi Tomoe, lagu itu menjadi himne pada rel kereta api Jepang.