Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 7 Bab 5"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Line 518: Line 518:
   
 
“Mungkin nanti.”
 
“Mungkin nanti.”
  +
  +
Aku tidak cukup mampu untuk melakukan multitugas. Aku adalah seorang manusia yang ingin menyelesaikan masalah di depanku sebelum melanjutkan ke permasalahan lain. Kamu dapat juga bilang bahwa aku lebih suka meninggalkan hal-hal yang menyusahkanku belakangan.
  +
  +
Seakan Yuigahama tidak menyukai apa yang kukatakan, dia melotot padaku dengan ekspresi sombong dan bergugam.
  +
  +
“…Apakah kamu lupa tentang pekerjaan kita?”
  +
  +
“Aku setidaknya mau melupakan tentang pekerjaannya selama perjalanan kita…”
  +
  +
Namun, dengan tidak tercapai kepadanya keinginan tertulusku, Yuigahama mencengkram jas sekolahku.
  +
  +
“Aku sudah memanggil Tobecchi dan Hina jadi cepat, cepatlah!”
  +
  +
Aku diseret jalan dengan lengan jasku dan tujuannya adalah sebuah kuil kecil yang terletak di samping dari pintu masuk pengunjung utama.
  +
  +
Pas setelah kamu berjalan melewati gerbang utama, kuil ini akan segera memasuki bidang penglihatanmu tapi ketika dibandingkan dengan vihara utamanya, kuil ini tidak memberikan begitu banyak kesan yang kelihatannya merupakan sebab mengapa kuil itu diabaikan. Aku merasa kuil ini tidaklah begitu langka di sekitar sini. Malahan, karena ada begitu banyak vihara Buddhis dan kuil di sekitar sini, jika mereka tidak segera membombardirmu, kamu tidak akan pergi dengan kesan yang tertinggal akannya.
  +
  +
Satu-satunya hal yang mungkin berbeda dari vihara ke vihara adalah pria tua antusias yang berusaha untuk menarik perhatian dengan berbagai cara.
  +
  +
Jalan melintasi ke dalam kuil ini. Rupanya, kamu akan diberkati dengan rahmat Tuhan jika kamu memasuki bagian dalam yang gelap gulita dan datang kembali.
  +
  +
Saat Yuigahama mengatakannya, Ebina dan Tobe sudah melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada pria tua yang hadir untuk penjelasannya. Omong-omong, Miura dan Hayama juga ada disana.
  +
  +
“Mengapa mereka disini juga?”
  +
  +
Aku bertanya dengan suara kecil jadi mereka tidak dapat mendengarnya dan Yuigahama dengan pelan menggerakkan bibirnya ke telingaku.
  +
  +
“Jika aku hanya memanggil mereka berdua, akan kelihatan agak aneh.”
  +
  +
“Hm, benar…”
  +
  +
Memang, jika hanya mereka berdua, mereka akan mulai dengan abnormalnya sadar akan hal-hal. Tobe akan menjadi terlalu diremukkan oleh kegugupan dan terutama Ebina akan menjadi lebih waswas.
  +
  +
“Ayo, ayo, mari kita masuk.”
  +
  +
Yuigahama terus menekan dan setelah melepaskan sepatu kami, kami membayar 100 yen. Kamu benar-benar mengambil uang kita?
  +
  +
Aku mengintip ke dasar tangga dan memang, tempatnya gelap. Jika dungeon dari RPG memang ada, maka ini lah seharusnya bagaimana suasananya.
  +
  +
“Mmkei, Yumiko dan Hayato bisa masuk dulu. Yang lain akan ikut di belakangmu.”
  +
  +
“Kita tidak ada banyak waktu, jadi lebih baik jika kita memperpendek interval antar gilirannya.”
  +
  +
Dalam respon pada saran Yuigahama, Hayama memberikan jawaban yang penuh dengan nalar wajar. Melihat bahwa kami melewatkan barisannya sama sekali dan malah datang kemari, jadi itu adalah pilihan yang benar. Ya, tah, itu adalah pilihan yang benar tapi pilihan yang paling benar akan meliputi “kami akan mengikutimu perlahan pas di belakangmu”, Aku rasa… Untuk Hayama, jawaban itu agak setengah-hati, tapi kelihatannya tidak ada yang memperdulikannya.
  +
  +
“Ya, kamu benar.”
  +
  +
Ebina setuju dengan pendapat Hayama. Oh astaga, sekarang kelihatannya hanya aku saja yang berpikir tentang Hayama, sungguh memalukan!
  +
  +
“Yeaa, ini seharusnya tidak akan memakan terlalu banyak waktu jadi kita tidak perlu terlalu khwatir. Benar, Ebina. Hayato juga.”
  +
  +
Ebina melipat lengannya dan memiringkan kepalanya, tapi Tobe tiba-tiba tertawa sambil menyisir ke atas rambut panjangnya.
  +
  +
“Betul. Tapi, untuk jaga-jaga sebaiknya kita lebih cepat saja.”
   
   

Revision as of 06:49, 16 August 2014

Bab 5: Seperti yang dapat kalian lihat, Yuigahama Yui sedang berusaha keras

Yo! Namaku Hachiman! Aku sudah akan pergi ke Tokyo!

Dengan pengutaraan kalimat itu, tujuan saat ini adalah berangkat ke Tokyo jadi kami bisa menaiki Shinkansen.

Aku bangun lebih awal dari biasanya jadi aku bisa berangkat lebih pagi. Ketika aku bertemu dengan orang tuaku sebelum pergi, mereka memintaku untuk membawakan oleh-oleh ke rumah, ini juga termasuk daftar permintaan Komachi. Tapi kamu tahu, papa, sekarang ini aku masihlah anak di bawah umur jadi aku tidak bisa membelikanmu sake bahkan jika aku mewakilimu untuk membelinya. Namun, aku akan dengan senang hati untuk mengambil uang yang dimaksudkan untuk membelikanmu sake dari tanganmu!

Jaraknya singkat dari Chiba ke Tokyo. Sebenarnya, kamu bisa katakan Chiba adalah perfektur terdekat ke Tokyo. Dengan kata lain, sebagai perfektur terdekat ke ibu kota negara ini, nilai Chiba setara dengan ibu kota jadi kamu dapat juga menyebutnya begitu. Menabjubkan. Chiba sangatlah menabjubkan.

Kamu dapat sampai ke Tokto dalam satu perjalanan jika kamu mengambil Jalur Cepat Sobu. Alternatif lain adalah Jalur Keiyou. Chiba sangatlah cepat.

Namun, kedua serambi untuk Jalur Cepat Sobu dan Jalur Keiyou di Stasiun Tokyo memiliki pelayanan yang buruk. Untuk kasus Jalur Sobu, selagi kamu naik kereta melalui terowongan, kamu akan berpikir "apa-apaan, apa kita lagi menggali minyak atau apa?". Untuk kasus Jalur Keiyou, kamu akan berpikir "kamu tidak bisa benar-benar lagi menyebut tempat ini Station Tokyo bukan?". Begitulah perbedaan dalam posisi mereka. Sangat jauh. Chiba sangatlah jauh.

Untuk kasus ini, Shinagawa akan menjadi alternatif yang lebih sesuai sekalipun sedikit lebih jauh ketika ingin menaiki Shinkansen.

Seberapa terpencilnya kamu, Tokyo, untuk sebegitu jauhnya dari Chiba? Apa itu berarti Kyoto itu lebih jauh lagi dari sebuah kawasan yang terkucil sepenuhnya?

Aku dengan santai menaiki kereta lokal di stasiun terdekat dan mengganti kereta ke Jalur Ekspres Sobu High dari Tsudanuma.

Aku dengan panik menaiki keretanya detik-detik sebelum keretanya akan berangkat dan menghela lega ketika pintunya tertutup. Aku senang aku bisa mencapainya tepat waktu dan baru saja aku akan membuat wajah penuh kelegaan, bidang penglihatanku berpapasan dengan mata yang memantulkan cahaya biru air.

“…”

“…”

Kita berdua saling membisu.

Pihak yang lain melambaikan rambut poni birunya dan melihat ke luar.

Kawasaki Saki. Aku dengan sungguh-sungguh mengutarakan nama yang akhirnya aku ingat kembali.

Benar, aku ingat rumahnya cukup dekat dari rumahku. Distrik sekolah SMPnya berbeda karena interposisi jalan rayanya, tapi stasiun terdekatnya adalah stasiun di lingkungan ini. Karena kita akan mengganti kereta dari jalur cepat, kita pada akhirnya akan menaiki kereta yang sama dari jalur yang sama.

“…”

Kawasaki mencuri-curi pandang ke arahku. Ketika mata kita bertemu lagi, dia mendadak memutar kepalanya ke samping dan melihat ke luar.

Apalah…

Aku kehilangan waktu yang tepat untuk menyapanya dan haruslah aku memilih untuk pergi dari posisi ini, pihak lain akan mengetahuinya dan aku akan disergap dengan perasaan seorang pecundang, jadi aku tidak sedang dalam posisi untuk bergerak.

Pada akhirnya, Kawasaki dan aku bersandar ke pintu di dalam jarak bersentuhan kita masing-masing selama empat-puluh-lima menit sampai kita tiba ke Stasiun Tokyo.

Ketika aku turun dari kereta itu, ada murid Sekolah Sobu High yang tiba disini dalam seragam mereka yang tersebar di seluruh stasiun ini.

Kelihatannya semua orang telah bertemu dan menemani satu sama lain kesini sebelumnya. Hmph, untuk tidak dapat datang kemari ke Tokyo sendirian membuat kalian terlihat seperti segerombolan anak-anak desa. Ayolah sekarang, belajar dariku. Aku datang kemari sendirian, kamu tahu? Bukankah aku dapat mengejar mimpiku dan membuatnya menjadi kesuksesan besar di Tokyo jika begini terus?

Aku menaiki tangga tak berakhir dari serambinya dan akhirnya sampai ke permukaan. Ketika aku bilang permukaan, aku masih berada di dalam ruangan dan masih belum dapat melihat matahari, bintang, langit biru, dan bulan. Inilah apa yang mereka katakan hutan beton.

Di ibu kota yang kering ini, orang-orang berhamburan kesana-kemari. Aku sudah merasa nostalgia dengan Chiba. Aku mau pulang.

Kita menerjang ke dalam gelombang manusia itu, tujuan kita adalah serambi Shinkansen. Namun, gelombang manusia ini berada pada level dimana aku akan dimarahi pada saat aku ketinggalan dari kelompokku.

Pada mulut tempat masuk ke Shinkansen terdapat jumlah murid dari sekolahku yang mengemparkan dan ditambah ke dalam fakta bahwa kita berada di Stasiun Tokyo, sebuah tempat keramaian (hotspot) untuk orang-orang, tempat itu sangatlah ribut. Untuk stasiun jenis ini dan untuk pria penyendiri bernama Hachiman, jika dia harus mengatakannya ke dalam bahasa Inggris, situasi ini akan dinamakan Stasiun Hotch Potch.

“Hachiman!”

Dari kelompok murid-murid tersebut datang suara yang memanggil namaku. Aku tidak memiliki banyak teman sekelas yang memanggilku dengan sebutan Hachiman jangankan orang-orang yang memanggilku Hikigaya dengan tepat.

Dan satu-satunya orang yang menuangkan semua perasaan kasih sayang pertemanannya ke dalam nama yang diberikan kepadaku adalah…

“Hachiman… Ibu kota dari Timur benar-benar membuatku bernostalgia, Berani kukatakan. Ini adalah tempat kelahiran jiwaku. Tahan. Tahan.”

…Oh iya, orang ini juga memanggilku Hachiman.

Zaimokuza membatuk dengan cara yang ganjil dan dengan perlahan mendekatiku.

“Perlu sesuatu?”

“Humu, tidak ada apa-apa. Hanya saja DSku sedang kehabisan baterai cukup cepat. Aku hanya mencari cara-cara untuk menghabiskan waktu.”

“Ya, benar. Daripada itu, apa-apaan dengan semua barang itu? Berencana untuk mengasingkan dirimu di pegunungan?”

Melihat sekilas, Zaimokuza sedang membawa sebuah tas ransel membengkak di punggungnya. Apa lah yang dia lempar ke dalamnya?

Zaimokuza menepuk tas di punggungnya dan mendorong kacamatanya ke atas dengan jari tengahnya.

“Memang. Aku akan melatih permainan pedangku di Kuramayama.”

“Kuramayama huh. Kamu memilih tempat yang cukup jauh.”

Tentu saja, Kuramayama adalah salah satu dari banyak tempat populer dan karena tempat itu semacam terpisah dari Kyoto, tempat itu juga merupakan kawasan yang sulit untuk didatangi saat berjalan-jalan.

“Memang. memang. Yah, itu bukanlah keputusan yang aku buat untuk diriku sendiri, tapi sebuah kesempatan untuk berlatih dengan tuan Tengu dapat bertindak sebagai sedikit hiburan.”

“Kamu juga berencana ke Kibune? Lagi pula, aku yakin itu jauh lebih nyaman dalam caranya sendiri untuk tidak harus menentukan tujuanmu sendiri, bukan?”

“Tidak, kamu tahu. Aku benar-benar memberitahu mereka keinginanku juga. Di dunia ini, dimana ada sesuatu yang dapat kamu sebut sebuah “toko yang ingin kami kunjungi”. Jangan pedulikan itu, Aku lebih suka jika kamu menyisihkan settingan yang aku buat dan memberiku cercaan. Agak sedikit kesepian.”

Zaimokuza cemberut dan memprotes. Nah, maksudku, mengomentari tentang penyakit settingan sekolah menengahmu itu hanya akan menghabiskan waktu dan kamu barangkali hanya membiarkannya keluar dari telingamu yang satu lagi. Aku tidak dapat memberimu pelayanan sebanyak itu sekarang.

“Jika kamu ingin ke suartu tempat, yah pergi saja. Kita akhirnya keluar ke sini dan begitulah, bersenang-senanglah.”

“Humu. Kemana kamu akan pergi, Hachiman?”

“Siapa tahu, ada beberapa hal yang terjadi. Kita masih belum memutuskan kemana kita akan pergi pada hari ketiga.”

“Hari ketiga adalah hari bebas berkeliaran, aku yakin. Rufun, kamu bisa menemani kami membeli barang-barang di ‘toko yang ingin kami kunjungi’ jika kamu mau.”

“Terdengar bagus dan semacamnya tapi…”

Berpergian bersama Zaimokuza itu, kamu tahulah, tapi itu tidak seperti aku menentang pergi berbelanja sama sekali. Namun, juga ada permintaan tertunda Klub Servis yang harus kami selesaikan pada hari ketiga. Alangkah lebih baiknya jika aku tidak membuat rencana terlebih dahulu.

“Sepertinya sudah akan waktunya untuk berkumpul.”

“Waktu Sololah itu. Memang! Baiklah kalau begitu Hachiman, sampai bertemu lagi di Kyoto.”

“Tidak, Aku rasa kita tidak akan bertemu…”

Setelah kita pergi ke jalan kita masing-masing, aku mencari-cari tempat dimana kelasku akan berkumpul.

Jika aku mencari dekat di sekitar ujung gerbong, seharusnya ada tanda yang menunjukkan grup apa dimana. Ketika aku memantau area tersebut, aku menemukan wajah familier di sudut yang ribut.

Itu adalah Hayama dan rombongannya.

Oh menyebalkan! Pasti itu kelasku disana.

Grup-grup kecil membentuk garis yang mengelilingi grup Hayama, intinya. Mereka harus tetap disana karena mereka berada di dalam grup sirkulernya. Aku mengaktifkan jurus bayanganku. Ketika aku menggunakannya, jurus itu menyebabkan sekelilingku tidak memperhatikanku tapi baru-baru ini, kelihatannya sekelilingku telah naik level ke titik dimana mereka akan melukaiku dalam cara: ‘Kamu tahu orang itu, dia akan ikut campur dalam urusanmu bahkan sebelum kamu menyadarinya.’ Aku kelihatannya semakin sering diperhatikan dan ini dengan jelas berarti auraku sedang bertambah.

Tak lama, sudah sampai waktunya.

Grup yang berhamburan kesana-kemari dengan cepat berkumpul ke satu tempat dan membentuk barisan yang cantik.

Setelah pemanggilan absen kelas, kami lalu dizinkan masuk. Diikuti dengan sebuah gerakan berbaris. Apa ini hari olahraga atau semacamnya?

Kami juga melakukan pemanggilan absen dalam grup kami untuk mengecek kehadiran semua orang. Dari sana, aku akhirnya bisa bertemu dengan Totsuka. Kesempatan bertemu di luar angkasa![1]

“Hachiman!”

Kali ini, adalah yang betulan… Begitu menenangkan…

“Pagi, Totsuka.”

“Ya, pagi, Hachiman.”

Aku bertukar beberapa sapaan dengan Totsuka dan sambil kita berbincang, grup kita telah berkumpul di serambi Shinkansen. Kereta yang akan kita naiki sudah tiba.

Setiap kelas menaiki gerbong mereka masing-masing yang ditentukan kepada masing-masing kelas.

Tempat duduk dalam Shinkansen disusun dengan cara yang sangat tidak biasa.

Disusun di setiap baris ada lima tempat duduk, dibagi dalam tempat duduk berdua dan bertiga. Susunan ini menyulitkan grup empat orang untuk menentukan dimana mereka harus duduk. Kamu dapat membagi pas menjadi grup dua orang, tapi dalam kasus satu kelompok dengan tiga orang ditambah seorang penyendiri, si penyendiri akan sendirian dicegat dari tempat duduk bertiga disamping lorong kereta. Atau untuk kasus tiga orang, satu orang akan dipilih menjadi tiang manusia dan terjebak sendirian. Pada kasus pertama, dibiarkan sendirian akan membuatnya terasa nyaman untuk semuanya, tapi untuk kasus yang terakhir, orang yang menjadi muak diam dari awal akan mulai berbincang dengan yang dua lagi di seberang lorong kereta, melahirkan keadaan dimana tidak ada orang yang senang.

Begitulah si Shinkansen yang melahirkan tragedi semacam itu, tapi untuk karya wisata ini, sangatlah bijak untuk memilih bagaimana kita harus memosisikan kita sendiri.

Totsuka denganku sedangkan Hayama dengan Tobe.

Dipikir-pikir dengan grup berempat ini, ini merupakan cara yang benar untuk membagi tempat duduk kami.

Tapi, ini adalah acara kelas. Ini berarti berbagai faktor rumit akan terlibat ke dalamnya. Hal pertama yang orang-orang akan lakukan adalah meninjau penataan tempat duduk sebelum memutuskan bagaimana mereka akan mengatur dimana mereka akan duduki. Kita semua sudah menaiki keretanya tapi orang-orang masih melihat kesana-kemari mencari tempat untuk duduk. Ini adalah sebuah situasi “Aku akan kalah dalam pertempuran ini jika aku tidak bertindak sebelum mereka…”.

“Oooh sial. Shinkansen ataupun pesawat, itu sesuatu yang membuat semangatmu terpompa!”

Di dalam interior gerbong yang ribut tak lama sebelum keberangkatan kami, Tobe memandang sekeliling sambil berjalan dengan cepat melewati lorong keretanya.

“Aku belum pernah naik pesawat sebelumnya, yo.”

“Pertama kali buatku naik Shinkansen sini.”

Mengikuti si mulut-bocor Tobe adalah Ooka dan Yamato. Kelihatannya, mereka memutuskan untuk tetap bersama karena mereka toh berkumpul di stasiun. Juga ada sepasang dua pria di grup mereka yang datang pas di belakang mereka.

Ditambah itu, grup lain maju melalui lorong keretanya. Itu adalah grup tiga gadis sobat-sobatan dan seorang penyendiri: Miura, Yuigahama, Ebina, dan Kawasaki.

“Kursi di jendela sana sepenuhnya bagus buatku.”

Kata-kata paling awal yang keluar dari mulut si gadis berambut-pirang berbornya mengutarakan keinginannya. Menjawab kata-kata tersebut, si gadis berambut-adonan coklat mulai mengkoordinir grupnya.

“Oke, kalau begitu aku akan ambil kursi disamping lorong. Bagaimana dengan Hina dan yang lain??”

Ketika dia mengalihkan diskusinya kepada dia, si gadis, berambut bob hitam termenung sejenak sebelum memalingkan kepalanya ke arah si rambut poni.

“Hmm… Saki, jendela atau dekat lorong… dimana menurutmu yang akan memenangkannya?”

“Sebenarnya tidak ada masalah dimana aku… huh?”

Saki terperangah akan pertanyaan ganjil itu ketika Ebina terlihat seperti dia akan mengeluarkan air liurnya.

“Ebina, mulutmu. Tutup mulutmu.”

Miura mendorong rahang Ebina keatas. Yuigahama membuat tawa tegang saat dia melihat percakapan mereka.

Grup empat gadis itu meneruskan percakapan mereka, tidak ada yang berbeda dari biasanya. Senang kamu bisa mendapat beberapa teman, benar Kawasaki. Adik laki-lakimu bisa melinangkan air mata sekarang ini.

Entahkah dia menyadari bahwa pengaturan tempat duduknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat, Hayama berjalan lewat dan memanggil dengan suara kalem yang terdengar seperti dia tidak sedang berbicara pada orang-orang tertentu.

“Kenapa kita tidak cukup duduk dimana saja? Toh kita bisa berpindah waktu di tengah perjalanan.”

Saat dia mengatakannya, dia memilih kursi yang terdekat darinya. Dia telah memilih tempat duduk dekat jende;a yang merupakan titik tengah dari tiga orang.

“Oh, kamu benar soal itu!”

Yang melanjutkan setelah Hayama adalah Tobe. Dia berpindah ke sebelah Hayama.

“Oke, Aku duduk di dekat jendela kalau begitu.”

Ketika Miura mengatakannya, dia bermanuver sekeliling menuju kursi jendela di seberang Hayama. Sebuah penampilan yang pantas untuk Miura; tanpa sedikitpun penolakan dari para penonton, dia bergerak sesuai kemauannya sendiri ke tempat duduk yang dia inginkan.

“Ayolah. Yui, Ebina.”

Dan lalu, dia menyilangkan kaki panjangnya memberikan kesan keindahannya, menepuk pada tempat duduknya, sebuah isyarat bagi mereka berdua untuk datang kesana. Ada apa dengan undangan itu, itu terlihat seperti sepenuhnya keren.

“Yumiko duduk disana, Tobecchi duduk disini, dan…”

Yuigahama bergugam dengan suara kecil yang tidak dapat didengar siapapun dan sedang memikirkan berbagai hal. Sebelum dia dapat menyusun pemikirannya, Ebina mendorongnya maju dari punggungnya.

“Oke, oke, Yui duduk di sebelah sana. Aku akan duduk disini.”

“Wa— Hina!”

Mengabaikan komplain Yuigahama, Ebina mencengkram tangan Kawasaki dan menunjuk ke arah di depan tempat duduknya.

“Kawasaki akan duduk tepat disini.”

“Tunggu, aku bisa duduk di tempat yang lain…”

Pada saat itu, Kawasaki membuat tampang yang berkata lain sambil mengelengkan kepalanya, tapi ketika Ebina menyentak tangannya, Kawasaki duduk, tidak dapat melawan. Dia begitu mencengangkannya lemah terhadap tekanan, gadis ini.

"Tak usah khawatir, Tak usah khawatir! ♪"

Ebina, yang tersenyum akan ini, telah dengan tegas mendiktekan urutan tempat duduknya dari setengah jalannya. Sebagai hasilnya, Miura, Yuigahama, dan Ebina terbaris di sisi ini sedangkan di sisi lain ada Hayama, Tobe, dan Kawasaki, membentuk sebuah sextet.

Telah tidak mampu menangkal usaha untuk membuatnya duduk di tempat duduk di sebelah Tobe, Kawasaki memancar dengan ketidak-senangan dan sedang menyiapkan postur dengan dagunya di tangannya, bersiap-siap untuk tertidur. Eeeh, um, Tobe sudah takut sekali disini, jadi tolong bisakah kamu lebih ramah? Apa kamu bisa benar-benar menyebut ini sebuah komedi roman?

Setelah mengetahui tempat duduk Hayama dan kawan-kawan, Oooka dan Yamato, bersama dengan dua orang lain di grup mereka, memposisikan mereka di tempat duduk berempat di seberang lorong.

Ketika ini terjadi, seluruh kelas terlihat seperti mereka telah memutuskan tempat duduk yang mana untuk diduduki.

Sementara aku melihat hasil dari situasi kita sekarang ini, sesuatu menarik lengan bajuku dengan perasaan menahan. Totsuka sedang memandang-mandang kedepan dan belakang dan akhirnya melihat ke arahku.

“Hachiman, apa yang harus kita lakukan?”

Menerima hantaman penuh dari tatapan polos itu, aku mengalihkan mataku karena rasa malu. Pada waktu yang sama, aku memutuskan untuk mencatat situasi di dalam gerbong ini.

“Yah…”

Dalam situasi seperti ini, orang-orang yang sendirian akan cepat-cepat lari ke tempat duduk di sudut-sudut dan itu adalah sebuah ritual bagi orang lain untuk menganggap area itu sebagai tempat pengasingan. Maka dari itu, orang-orang yang gagal untuk membuat langkah pertamanya akan tidak terelakkan lagi terpaksa untuk mencari tempat-tempat kosong lain di kereta itu.

Kali ini, Hayama cepat dalam memilih posisi secara langsung di tengah-tengah menyebabkan bagian depan dan belakang cukup lenggang.

“…Yah, kelihatannya bagian depan masih lenggang, jadi kita duduk disana aku kira.”

“Ya, ayo duduk disana.”

Saat aku mulai bergerak, Totsuka mengikuti di belakangku tanpa pertanyaan. Tidak akan aneh sama sekali jika dia terlibat di dalam semacam kejahatan karena kepolosan ini. Aku harus melindunginya. Saat aku mengenggam perasaan itu ke dadaku, aku menuju ke tempat duduk bertiga di depan.

Karena tempat duduk paling depan akan sangat ramai, kami memilih barisan yang agak terpisah dari sana. Aku meletakkan barangku ke rak diatas. Aku tidak punya banyak barang jadi masih ada banyak tempat yang tersisa di rak. Yah, menaruh barang di rak tidak akan sia-sia tanpa memperhatikan barangnya hanya satu atau dua benda.

“Mari.”

Aku menjulurkan tanganku ke arah Totsuka, menandakan kepadanya untuk memberikan barangnya sehingga aku bisa menaruhnya ke dalam rak, tapi Totsuka memiringkan kepalanya dengan heran dan dengan perlahan menjulurkan tangannya, memegang tanganku untuk alasan tertentu.

Tangannya sangat lembut dan sangat kecil dan sangat haluuuuuuuus…

“Er, Maksudku bukan itu, tapi barangmu…”

Coreng itu, itu bukan salaman tangan. Astaga, tangannya sangat halus dan menyegarkan.

“…Ah. M-Maaf!”

Totsuka menyadari kesalah-pahamannya dan melepaskan tanganku dengan panik. Dengan wajah yang sepenuhnya merona, dia melihat kebawah dan dengan sebuah suara kecil mengatakan “terima kasih…”, dia menyerahkan barangnya padaku.

Aku mengambil tasnya dan menaruhnya ke dalam rak. Pada saat ini, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk Totsuka saat dia begitu. Aku mau membawanya pulang~![2]

Setelah aku menyarankan pada Totsuka, yang malu akan kesalah-pahamannya, untuk mengambil tempat duduk disamping jendela, aku juga duduk di tempat dudukku.

Saat aku melakukannya, melodi dari bel penanda keberangkatan berbunyi.

Berangkat pada hari yang cerah![3]


× × ×


Aku terbangun dari tidur nyenyakku.

Mungkin itu karena aku meninggalkan rumah agak kepagian, tapi sepertinya aku dipukul dengan keras oleh rasa kantuk.

Selagi aku berbaring, sebuah suara terkikih datang dari arah tempat duduk dekat lorong di sampingku.

“Kamu kebanyakan tidur.”

“Blueah! Terkejut aku…”

Aku tidak bisa tidak duduk tegak ketika suatu suara mengejutkan memanggilku.

“Ada apa dengan reaksi itu… Benar-benar tidak sopan…”

Dengan ekspresi cemberut dan tidak senang, Yuigahama melotot padaku.

“Maksudku, semua orang akan panik jika seseorang memanggilmu pas setelah kamu baru bangun…”

Telah membiarkan wajah tertidurmu dilihat oleh orang lain benar-benar memalukan, jadi tolong hentikan itu. Aku secara naluriah menyapu mulutku untuk melihat apakah aku ada mengiler.

Seakan aku sedang melakukan sesuatu yang aneh, Yuigahama berkotek sedikit.

“Jangan khawatir. Kamu sedang tertidur dengan sangat tenangnya dengan mulutmu terkunci.”

Baguslah. Ya benar. Itu memalukan.

Sebetulnya mengapa dia duduk disini…? Tangan nasib telah menentukan bahwa Totsukalah orang yang akan berada disampingku… Dan ketika aku melihat-lihat mencari Totsuka, sebuah gugaman sewaktu tertidur dapat terdengar dari arah tempat duduk dekat jendela.

But, Totsuka woke up because of my raised voice, slightly moaning and he rubbed at his eyes lightly.

Kuh! Syngguh kesilapan besar! Dalam situasi ini, aku seharusnya telah menyelipkan cincin pada jari manis kiri Totsuka yang tertidur dan sesaat setelah dia bangun, dia akan mengucek matanya hanya untuk menyadari cincin tersebut diikuti dengan proposalku. Aku telah melalui cobaan-cobaan berat hanya untuk menyiapkan strategi ini yang kuberi nama “Ketika dia(pr) terbangun… berlian merupakan benda yang senantiasa berkilau”! Hikigaya Hachiman, kesilapan seumur hidupku! Aku seluruhnya kehilangan kesempatan untuk menikah!

Menutup mulutnya dengan tangannya untuk menutupi uapan kecilnya, Totsuka melirik ke sekeliling untuk mendapatkan situasinya.

“…Maaf, Aku agaknya ketiduran.”

“Nah, tidak ada masalah. Kamu bisa tidur sedikit lagi jika kamu mau. Ketika kita sampai kesana, aku bisa membangunkanku, er, mau memakai bahuku?”

Lututku dan lenganku juga tersedia.

“T, tidak mungkin! Kenapa tidak kamu yang tidur sedikit lagi Hachiman, aku akan membangunkanmu!”

Ha ha ha, kamu begitu imut, aku mendapat perasaan bahwa banyak hal lain yang akan terbangun, kamu tahu.

Jika kita berdua tidak bisa menentukan apakah tidur atau tidak, mengapa tidak kita berdua pergi tidur bersama-sama saja? Atau begitulah jenis suasana yang sedang kami buat saat Yuigahama menghela.

“Tidak, tidak, kalian dua, kalian berdua tidur kebanyakan. Karya wisatanya baru mulai dan jika kalian sudah seperti ini, apa rencana yang akan kalian buat nanti?”

“Itu benar, kita seharusnya lebih bersenang-senang.”

Ketika Yuigahama mengatakannya, Totsuka terlihat sedikit lebih termotivasi. Benar, baru hari pertama. Terlalu awal dalam acaranya untuk ketiduran karena lelah.

Itu yang aku pikir, tapi kelihatannya orang tersebut, Yuigahama, sudah agak sedikit lelah.

“Sebetulnya apa yang terjadi padamu? Apakah sesuatu terjadi di sebelah sana?”

Ketika ditanya, Yuigahama merosot ke bawah.

“Yah, kamu lihat… Yumiko dan Hayato bertingkah sama seperti biasanya… tapi karena Kawasaki dalam suasana hati yang buruk, Tobe terlihat sepenuhnya ketakutan dan mungkin tidak dapat terlibat ke dalam percakapan.”

“Oh, begitu… Bagaimana soal Ebina?”

“Dia cuma bertindak seperti dirinya… Atau malahan, dia agak lebih bersemangat daripada biasanya karena karya wisata ini, jadi dia jadi lebih parah…”

Oke, mendengar dari nada bicaramu, aku telah mendapat gambaran tentang apa keadaannya.

Tobe juga sebuah bencana. Kemungkinannya karena Kawasaki tidak begitu senang dengan si mulut-keras Tobe dan toh Tobenya juga seorang pengecut, si preman Kawasaki pastilah seseorang yang tidak pandai dihadapinya. Ditambah itu, Ebina juga bersembunyi di dalam bentengnya yang berada pada level yang sama dengan Death Star[4]. Tidak mungkin bagi Tobe untuk menembus benteng itu karena ketidak-mampuannya untuk memakai kekerasan.

Dalam semua kasus tersebut, Sangat tidak memungkinkan untuk adanya perkembangan apapun di dalam Shinkansen ini. Kelihatannya kamu sudah ditakdirkan seperti ini dari awal karena memilih posisi itu, eh.

Untuk orang yang hanya hadir hanya untuk kehadirannya, terlepas dari situasinya, peran itu tidak akan berubah. Apa yang perlu diatur bukanlah lingkungannya, tapi hubungan antar-manusia orang tersebut.

“Seandainya mereka berdua sendirian bersama-sama…”

“Aku ragu mereka akan bisa sampai kemanapun bagaimanapun itu.”

“Betul…”

Totsuka, yang mendengarkan percakapan kami, menepuk tangannya.

“Ah, Tobe dia…”

“Huh? Apa kamu tau sesuatu, Sai?”

“Uh huh. Aku mendengarnya di desa Chiba selama musim panas.”

“Oh, begitu. Maksudku, aku juga mendengar tentangnya sendiri baru beberapa saat yang lalu. Aku hanya berharap mereka berdua bisa akur dengan satu sama lain. Jika Sai tau sesuatu, mengapa tidak membantu saja?”

“Selama aku bisa membantu. Aku harap rencananya berjalan baik.”

Bahkan dengan keyakinan Totsuka sambil tersenyum, masalahnya masih terbukti agak susah.

Ketika aku mungkin bukan orang yang meyakinkan yang mengharapkan kebahagiaan untuk orang lain, itu tidak sepastinya berarti sifatku mengharapkan ketidak-beruntungan mereka juga. Itu adalah sesuatu seperti perasaan berharap penderitaan pada orang-orang yang aku tidak senangi tapi aku tidak akan bertindak sebegitu jauhnya untuk Tobe.

Tapi, ketika aku memandang ke arah Yuigahama yang mengangguk-angguk dan bergugam di sampingku selagi melamun, aku tidak dapat tidak merasa bahwa aku juga perlu memikirkan sesuatu.

Sambil menyilangkan lengannya dan menganggukkan kepalanya, Totsuka mengeluarkan suara “ah” pelan.

“Apakah kamu terpikir sesuatu?”

Ketika aku bertanya, Totsuka menunjuk ke luar jendela.

“Hachiman, lihat, itu Gunung Fuji.”

“Oh, sepertinya kita hampir sampai. Mari kulihat.”

“Kamu tidak bisa lihat dari sana, bukan?”

Totsuka menggeliat sedikit ke jendela dan menyisyaratkanku kesana. Kelihatannya dia mau aku bergeser sedikit lebih dekat. Aku menerima tawarannya dan melempar diriku ke arah jendelanya.

Wajah Totsuka super dekat. Saat aku mendekat ke jendela, Totsuka yang terlihat kusam menggeliat di ruang sempit itu dan dengan pelan memalingkan kepalanya. Meski begitu, matanya masih melihat ke arah Gunung Fuji, seakan dia sedang mencoba untuk menuntunku. Di dalam ruang sempit ini, helaannya akan dengan cepat mengaburkan kaca jendelanya.

Hooh, jadi ini Gunung Fuji… Kelihatannya juga sudah hampir waktunya untuk Gunung Fujiku untuk datang…

Ketika aku cemas pada ketakutan akan letusan Gunung Fujiku, sesuatu memeluk bahuku.

“A-Aku juga mau lihat!”

Yuigahama menekan punggungku dan menyangga dirinya dengan lengannya memakai bahuku seakan sedang menaikiku.

Hawa dingin tiba-tiba menjalari sumsumku. Tiba-tiba dipegang seperti ini mengejutkanku. Penggunaan parfum yang moderat tertinggal di udara dari gerakannya.

Sentuhan tubuh seperti ini pasti tidak adil…

Namun, aku tidak punya ketenangan untuk melepaskan diri darinya dan menjauh darinya, jadi aku tidak ada pilihan lain selain meneruskan postur kaku, sedang berdiriku.

“…”

Yuigahama tetap diam untuk sesaat ketika terpesona akan pemandangannya. Nafas tipisnya telah menemukan jalannya menuju telingaku.

“Oooh~. Gunung Fuji sangat cantik~. Okelah.”

Telihat puas setelah mendapat pendangan seklias, Yuigahama akhirnya melepaskan dirinya dari punggungku dan duduk kembali ke tempat duduknya.

“Trims, Hikki.”

“…Ya.”

Walaupun aku berhasil menjawab dengan kalem, kenyataannya, jantungku sedang berdebar macam orang gila. Mengapalah dia melakukan hal macam ini, pret la. Kamu dengar? Tindakan polos semacam itu biasanya untuk membuat laki-laki salah paham, dengan efektif mengirim mereka ke dalam kuburan mereka, kamu tahu? Jika kamu mengerti, lain kali, tolong hati-hati dengan "sentuhan tubuh", "duduk di tempat duduk seorang laki-laki selama lonceng istirahat atau lepas sekolah”, “meminjam sesuatu dari seorang laki-laki sekalipun kamu melupakan sesuatu”, dan segala hal yang berhubungan dengan itu selagi kamu menceritakannya.

Dan, untuk tujuan menutupi fakta bahwa pipiku sudah sepenuhnya merona, aku berpaling pada Yuigahama untuk menegurnya.

“Kamu tahu…”

“A-Aku akan pergi ke sana sekarang, oke!”

Saat Yuigahama mengatakan itu, dia berdiri dengan panik dan pergi dengan langkah kali cepat.

Dia melarikan diri… Aku tidak dapat tidak frustasi, jengkel, kesal padanya, tapi pada cara yang sama kejadian itu dianggap tidak beruntung, aku lebih merasa lega.

Kelihatannya apa yang terjadi barusan tidak akan berakhir dengan baik jadi aku tidak dapat tidak menghela.

Ketika aku menghela, aku dapat mendengar suara seperti seekor burung kecil yang datang dari antara lenganku.

“U-um… Hachiman, apakah kamu… sudah mau siap?”

Ketika melihatnya, aku masih dalam postur yang terlihat seperti aku sedang mendorong Totsuka. Totsuka memasang ekspresi keruh di matanya seakan postur itu agak sedikit canggung.

“W-Whoops!”

Ketika aku hampir terjatuh ke tempat dudukku karena panik, punggungku terhempas ke pegangan besinya.

“Urrgh…”

“Ha-Hachiman, apa kamu baik-baik saja!?”

“Ya, tak usah kuatir, tak usah kuatir.”

YahariLoveCom v7-119.jpg

Setelah aku melambaikan tanganku dan memberitahu Totsuka bahwa aku baik-baik saja, aku memegang punggungku. Punggungku tidak sakit sama sekali tapi kehangatan yang tertinggal memberiku perasaan tidak enak.


× × ×


Perjalannya kira-kira dua jam dari Tokyo di dalam Shinkansennya.

Kami turun di Stasiun Kyoto dan kami berjalan menuju stasiun bus sambil terbenam ke dalam hawa dingin musim gugur.

Selama musim gugur, Kyoto terasa dingin.

Kelihatannya cuacanya akan bertambah dingin lagi selama musim ini.

Disebabkan medan geografis Kyoto yang mirip dengan sebuah basin, musim panas terasa panas sementara musim dingin terasa dingin. Namun, perbedaan cuaca ini dapat dikatakan terkadang menghasilkan keindahan alam empat musim di Kyoto.

Pada musim semi, bunga sakura yang berwarna pink muda akan bermekaran di lereng pegunungan. Pada musim panas, tumbuhn-tumbuhan hijau segar merupakan pemandangan yang mengesankan dan menyegarkan mata dengan melihat sungai-sungai Kawogama. Pada musim gugur, pegunungan akan diwarnai dengan warna merah cerah musim gugur. Akhirnya, pada musim dingin, salju yang menari-nari saat jatuh ke bumi menciptakan selimut salju di atas pegunungan.

Kita sudah akan mencapai akhir musim gugur dan sebentar lagi, akan tiba waktu musim dimana salju akan mulai berhamburan jatuh dari langit.

Kelihatannya jadwal hari ini adalah mengunjungi Vihara Kiyomizu.

Masing-masing kelas menaiki bus satu per satu.

Bus disini memiliki susunan tempat duduk yang sama seperti Shinkansen. Hayama dan Tobe duduk bersama dan berada pada barisan tempat duduk yang sama duduklah Miura dan Yuigahama. Pada barisan di depan mereka terlihat pasangan Oooka dan Yamato diikuti oleh pasangan Kawasaki dan Ebina. Tentu saja, poin terpenting disini untuk diingat adalah bahwa Totsuka dan aku akan duduk bersama.

Namun, kelihatannya tidak akan ada juga perkembangan yang akan terlihat diantara Tobe dan Ebina di dalam bus. Tidak seperti Shinkansen, kamu memiliki kebebasan yang lebih sedikit untuk memilih tempat dudukmu dan ditambah lagi, Vihara Kiyomizu cukup dekat. Tempatnya berada dalam jarak berjalan yang berarti bahwa busnya akan lebih cepat dibandingkan Shinkansen.

Kami terus melewati jalan yang terbentang dari area kota, berputar, dan tiba ke lereng sebuah bukit.

Bus kami berhenti di sebuah lapangan parkir besar dan terbuka yang telah dipenuhi dengan bus pariwisata. Dari sini, kami akan menaiki bukit dan menuju ke Vihara Kiyomizu.

Hari telah melewati puncak musim gugur, akan tetapi masih ada turis yang jumlahnya mengemparkan. Hal itu untuk menyatakan, area Vihara Kiyomizu biasanya dipadati karena tempat itu merupakan salah satu dari hotspot turis paling menonjol di Kyoto.

Foto kelompok diambil di belakang gerbang Deva. Sayangnya, ini adalah acara rute umum jadi aku tidak bisa melewatkannya. Orang-orang yang bersahabat dengan satu sama lain menguatkan persatuan mereka di dalam grup mereka sedangkan para penyendiri mempertanyakan raison d'etre[5] mereka.

Ada tiga pola utama untuk di ambil dari sini.

Yang pertama adalah gaya menempatkan jarak.

Itu adalah sebuah gaya yang memiliki laju pembelajaran cepat, jadi kamu bisa bilang itu diperuntukkan pada para pemula. Namun, sesederhana apapun itu, pengaruh yang dimilikinya benar-benar sangat mengerikan. Kamu dapat membuat jarak dari satu sampai lima murid maksimumnya, tapi kamu dapat dipastikan akan menerima luka yang luar biasa. Yakni, sebagian besar luka akan dialihkan kepada orang tuamu yang melihat buku tahunanmu. Dan juga pada dirimu di masa depan yang akan mengenang kembali ke masa lalunya. Direkomendasikan untuk dengan cepat membuang buku tahunan dan foto kenang-kenanganmu, tapi jika setengah-hati dalam tindakan pencegahanmu seperti membuangnya ke dalam tong sampah rumahmu akan lebih dari mungkin berbuah pada ditemukan ibumu. Dia akan menyimpan fotonya diam-diam dari anaknya dan menangis sendirian dalam berbagai artian. Maka, itu adalah sebuah gaya yang beresiko.

Yang kedua adalah gaya gerilya.

Rencananya adalah untuk bercampur dengan teman kelasmu yang cerewet dan bertingkah seakan kamu familier dengan mereka semua sambil memasang senyuman kaku dan dibuat-buat di mukamu, dibuktikan dengan garis tawa[6] yang muncul dari sudut mulutmu. Metoda kamuflase ini berhasil dalam menghindari difoto saat kamu sendirian, tapi detik-detik sebelum foto itu diambil, orang-orang akan berkata “orang itu hanya dekat-dekat saat mau difoto bukan? (lol)” dan hatimu akan dibebani dengan kemungkinan efek yang tertinggal setelah pertempuran itu.

Yang ketiga adalah gaya bertempur jarak dekat.

Kamu dengan berani menutupi jarak antara kamu dan teman kelasmu dan mengikutinya dalam jarak hampir nol. Sebagai hasilnya, kamu akan berada dalam bayangan seseorang, tertutup sebagian oleh orang di depan. Benar, kamu tidak akan mendapatkan foto penuh akan dirimu, tapi karena paling tidak sebagian dirimu terfoto , fotonya akan menjadi memori yang lumayan dan ibumu tidak akan perlu khawatir setelah melihatnya. Fotonya tidak akan terambil sebagaimana seharusnya, tapi ada sedikit keindahan di dalamnya juga untuk tidak terfoto secara sempurna. Namun, haruskah kameramennya merasa bersemangat saat itu, dia akan menyarankan “aah, orang yang di depan, bisakah kamu geser sedikit karena kamu menghalangi orang di belakangmu?” dan ini adalah sesuatu yang patut diwaspadai.

Aku ambil gaya bertempur jarak dekat kali ini dan mengamati areanya mencari tempat yang bagus. Hmph, untuk saat-saat seperti ini, pria dengan tubuh besar seperti Yamato akan terbukti berguna disini.

Aku mendesak jalanku menembus teman sekelasku, memasuki bayangan Yamato, dan mengambil posisi diantara orang di depan dan sebuah tempat khusus yang ditutupinya.

Suara jepretan kamera terdengar bekali-kali. Dengan terambilnya foto kelas sebagaimana seharusnya, sudah waktunya bagi kelas itu untuk bergerak sebagai satu kelompok.

Kami memanjat undakan batu itu dan ketika kami lewat dari bawah gerbang itu, kami dilanda oleh pagoda berlantai lima itu. Karena kita berada pada tempat yang tinggi, kami dapat melihat garis-garis kota-kota di Kyoto, meninggalkan kekaguman dalam diri kami.

Disana sudah ada kerumunan turis dan murid yang melewati pintu masuk pengunjung. Kami akhirnya sampai ke pintu masuknya, tapi kelihatannya akan memakan waktu sedikit lebih lama… Sekarang ini, masih ada kelas yang tak terhitung banyaknya menunggu di barisan pintu masuk itu.

Aku berbaris dengan tenang dan melamun sampai sebuah suara memanggilku.

“Hikki!”

Yuigahama, yang tidak berada dalam barisan, datang ke sampingku.

“Ada apa? Pergi berbaris atau kamu akan didorong keluar dari barisan. Itulah persisnya bagaimana kehidupan bekerja.”

“Kamu berlebihan… Toh, barisannya tidak terlihat akan bergerak dalam waktu dekat. Aku sebenarnya menemukan sesuatu yang lebih menarik jadi ayo kita pergi kesana.”

“Mungkin nanti.”

Aku tidak cukup mampu untuk melakukan multitugas. Aku adalah seorang manusia yang ingin menyelesaikan masalah di depanku sebelum melanjutkan ke permasalahan lain. Kamu dapat juga bilang bahwa aku lebih suka meninggalkan hal-hal yang menyusahkanku belakangan.

Seakan Yuigahama tidak menyukai apa yang kukatakan, dia melotot padaku dengan ekspresi sombong dan bergugam.

“…Apakah kamu lupa tentang pekerjaan kita?”

“Aku setidaknya mau melupakan tentang pekerjaannya selama perjalanan kita…”

Namun, dengan tidak tercapai kepadanya keinginan tertulusku, Yuigahama mencengkram jas sekolahku.

“Aku sudah memanggil Tobecchi dan Hina jadi cepat, cepatlah!”

Aku diseret jalan dengan lengan jasku dan tujuannya adalah sebuah kuil kecil yang terletak di samping dari pintu masuk pengunjung utama.

Pas setelah kamu berjalan melewati gerbang utama, kuil ini akan segera memasuki bidang penglihatanmu tapi ketika dibandingkan dengan vihara utamanya, kuil ini tidak memberikan begitu banyak kesan yang kelihatannya merupakan sebab mengapa kuil itu diabaikan. Aku merasa kuil ini tidaklah begitu langka di sekitar sini. Malahan, karena ada begitu banyak vihara Buddhis dan kuil di sekitar sini, jika mereka tidak segera membombardirmu, kamu tidak akan pergi dengan kesan yang tertinggal akannya.

Satu-satunya hal yang mungkin berbeda dari vihara ke vihara adalah pria tua antusias yang berusaha untuk menarik perhatian dengan berbagai cara.

Jalan melintasi ke dalam kuil ini. Rupanya, kamu akan diberkati dengan rahmat Tuhan jika kamu memasuki bagian dalam yang gelap gulita dan datang kembali.

Saat Yuigahama mengatakannya, Ebina dan Tobe sudah melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada pria tua yang hadir untuk penjelasannya. Omong-omong, Miura dan Hayama juga ada disana.

“Mengapa mereka disini juga?”

Aku bertanya dengan suara kecil jadi mereka tidak dapat mendengarnya dan Yuigahama dengan pelan menggerakkan bibirnya ke telingaku.

“Jika aku hanya memanggil mereka berdua, akan kelihatan agak aneh.”

“Hm, benar…”

Memang, jika hanya mereka berdua, mereka akan mulai dengan abnormalnya sadar akan hal-hal. Tobe akan menjadi terlalu diremukkan oleh kegugupan dan terutama Ebina akan menjadi lebih waswas.

“Ayo, ayo, mari kita masuk.”

Yuigahama terus menekan dan setelah melepaskan sepatu kami, kami membayar 100 yen. Kamu benar-benar mengambil uang kita?

Aku mengintip ke dasar tangga dan memang, tempatnya gelap. Jika dungeon dari RPG memang ada, maka ini lah seharusnya bagaimana suasananya.

“Mmkei, Yumiko dan Hayato bisa masuk dulu. Yang lain akan ikut di belakangmu.”

“Kita tidak ada banyak waktu, jadi lebih baik jika kita memperpendek interval antar gilirannya.”

Dalam respon pada saran Yuigahama, Hayama memberikan jawaban yang penuh dengan nalar wajar. Melihat bahwa kami melewatkan barisannya sama sekali dan malah datang kemari, jadi itu adalah pilihan yang benar. Ya, tah, itu adalah pilihan yang benar tapi pilihan yang paling benar akan meliputi “kami akan mengikutimu perlahan pas di belakangmu”, Aku rasa… Untuk Hayama, jawaban itu agak setengah-hati, tapi kelihatannya tidak ada yang memperdulikannya.

“Ya, kamu benar.”

Ebina setuju dengan pendapat Hayama. Oh astaga, sekarang kelihatannya hanya aku saja yang berpikir tentang Hayama, sungguh memalukan!

“Yeaa, ini seharusnya tidak akan memakan terlalu banyak waktu jadi kita tidak perlu terlalu khwatir. Benar, Ebina. Hayato juga.”

Ebina melipat lengannya dan memiringkan kepalanya, tapi Tobe tiba-tiba tertawa sambil menyisir ke atas rambut panjangnya.

“Betul. Tapi, untuk jaga-jaga sebaiknya kita lebih cepat saja.”


Catatan Translasi

  1. A chance meeting in space! (Meguriai uchuu!) adalah subtitle dari Film Gundam Ketiga (1982).
  2. Slogan Ryuuguu Rena dari 'Higurashi no Naku Koro ni'.
  3. Single oleh Yamamuchi Tomoe, lagu itu menjadi himne pada rel kereta api Jepang.
  4. referensi Star Wars
  5. alasan atau tujuan terpenting untuk keberadaan seseorang atau sesuatu.
  6. lipatan yang terbentuk di samping mulut dan sudut luar matamu