Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid17 Bab 8

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 8 - Ratu Kota Raja Iblis[edit]

Bagian 1[edit]

"Tempat ini betul-betul besar."


Inilah hal pertama yang Kamito ucapkan.


Menengadah dari bagian bawahnya, dia menyadari piramida itu jauh lebih besar daripada yang telah dia bayangkan. Ukurannya sama seperti Nefescal Palace di Kekaisaran Ordesia.


Piramida itu dikelilingi oleh taman yang besar, yang mana bertindak sebagai bukti untuk mendukung apa yang dikatakan Restia—ini dulunya merupakan lokasi dari sebuah istana.


Ini menimbulkan pertanyaan, siapa yang bertugas memelihara taman ini? Memelihara taman sebesar ini dalam kondisi yang bagus harusnya membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Atau mungkin tanaman di Kota Raja Iblis ini tidak tumbuh?


"Bahannya... Logam?"


Menyentuh dinding berwarna putih itu, Kamito merasakan tekstur yang dingin.


Setidaknya itu nggak terasa seperti batu atau ubin.


(...Pedagang Zohar itu bilang bahwa nggak ada pintu masuk.)


Kamito berjalan-jalan di sekitar, tapi jangankan pintu masuk, dia bahkan nggak bisa menemukan satupun retakan di dindingnya.


Meskipun dia nggak yakin kecuali dia mengitari bangunan itu, tapi nggak adanya pintu masuk mungkin memang benar.


"Nah, apa yang harus aku lakukan kalau begitu...?"


Dihadapkan dengan bangunan yang sangat besar ini, Kamito nggak tau gimana memecahkan masalahnya. Terakhir kali dia merasakan seperti ini adalah ketika Greyworth mengirim dia untuk membersihkan dan merapikan sebuah rumah besar.


Akan tetapi, harusnya nggak salah lagi bahwa piramida ini merupakan Makam Raja Iblis.


"Apa ada password...? Atau persyaratan tertentu harus dipenuhi agar bisa masuk?"


Kamito penasaran apakah Sphinx itu mungkin muncul lagi untuk menguji dia untuk kelayakan memasuki makam. Akan tetapi, tebakan ini jelas-jelas nggak mungkin.


(...Itu akan menghemat banyak upaya kalau Sphinx itu datang.)


Berpikir begitu, Kamito menoleh pada Est.


"Est, bisakah kamu mengurus ini?"


"Ya, aku adalah pedang tercintamu, Kamito. Oleh karena itu, gak ada yang gak bisa aku potong di dunia ini."


"Ada apa dengan penalaran yang gak bisa kupahami ini... Terserahlah, ayo kita coba."


"Serahkan padaku."


Est sedikit membusungkan dadanya dan mengangguk.


Dengan demikian, Kamito memegang tangan Est dan menuangkan divine power pada dia.


"Ratu Baja yang tak berpihak, pedang suci yang menghancurkan kejahatan—sekarang jadilah pedang baja dan jadilah kekuatan di tanganku!"


Tubuh Est segera menghilang. Disaat yang sama, Demon Slayer muncul di tangan Kamito.


‘—Kamito, inginkan aku mendemonstrasikan kekuatan pembunuh iblis milikku padamu sekarang.’


Meski dia nggak menuangkan banyak divine power pada pedang itu, bilah berwarna putih-perak itu bersinar terang.


....Kayaknya Est sedang dalam suasana hati yang bagus hari ini.


"Kalau begitu ayo lakukan—"


Kamito melangkah kearah dinding.


"Haaaaaaah!"


Dia mengerahkan kekuatannya dan mengayunkan Demon Slayer dengan kuat.


Claaaaaaang!


Dengan suara yang memekakan telinga—


Bilah Est yang bersinar putih-perak, menebas dinding piramida.


(Bagus!)


Serangannya berhasil. Setidaknya dinding ini tidaklah gak bisa dihancurkan.


‘Gimana, Kamito?’


Suara Est terdengar bangga.


"Ya, itu baru Est-ku... Hmm, eh?"


Lalu Kamito menyadari sesuatu.


"E-Est... K-Kamu nyangkut!"


‘....?!’


Dengan setengah bilahnya menancap di dinding, pedang suci itu tak bisa bergerak sedikitpun m


"K-Kuharap kita nggak dalam masalah...."


‘...Kamito, selamatkan aku.’


Suara Est terdengar agak cemas. Ini merupakan kejadian yang langka.


"B-Bertahanlah, aku akan segera mencabutmu.... Berat sekali!"


Kamito menempatkan satu kakinya pada dinding dan menarik pedang itu kuat-kuat, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mencabut pedang suci tersebut.


Lalu, kakinya yang ada pada dinding kehilangan pijakannya.


(...Huh?)


Sebelumnya dia bisa merasakan perasaan disonansi ini...


"....! Uwaaaaaaaahhhh!"


Tiba-tiba, dinding itu terbuka dan mengungkapkan sebuah lubang. Kamito jatuh seolah tersedot.

Bagian 2[edit]

"—! Ahhhhhhhhhhhh!"

Tertelan oleh lubang vertikal yang gelap gulita, terlalu dalam untuk dilukiskan, Kamito terus jatuh.


Angin berhembus melewati telinganya. Tekanan udaranya membuat Kamito gak bisa bernafas.


(...! Aku dalam masalah besar sekarang!)


Gak seperti terakhir kali saat terjatuh di jurang es di Laurenfrost....


Meskipun dia ingin menggunakan pedangnya untuk memperlambat jatuhnya, sekarang ini nggak ada dinding di sekitar dia untuk menancapkan pedangnya.


(Melepaskan divine power masih memungkinkan untuk memperlambat jatuh—)


Tapi melakukan itu hanya akan menunda hal yang tak terelakkan lagi.


(...Cih, apa yang harus kulakuka!?)


‘Kamito, panggil roh kegelapan—’


"....! B-Betul—!"


Kamito mengangkat tangan kirinya dan menuangkan divine power pada tangannya.


"—Datanglah, Restia!"


Segel roh bergambar bulan sabit di tangan kirinya bersinar terang didalam kegelapan.


"..."


...Akan tetapi, nggak ada tanda-tanda bahwa gerbang pemanggilan akan terbuka.


(...Gah, d-dasar roh egois!)


Kamito berteriak dalam hatinya.


Kalau dipikir-pikir lagi, dia selalu nggak ada disampingnya di setiap saat-saat kritis. Contohnya, tiga tahun lalu, selama pelatihan dari Greyworth saat roh kelas archdemon mengejar dia, Restia berada di Astral Zero, ngemil sambil bersantai-santai.


Akan tetapi, gak ada waktu buat mengeluh saat ini. Meskipun Kamito nggak tau kemana lubang ini mengarah, kalau dia jatuh ke dasar seperti ini, tentunya yang menunggu dia adalah....


(....Sial, tamat sudah riwayatku.)


Saat dia berpikir demikian—


"...!?"


Tiba-tiba, tubuhnya mengapung.


"...A-Apa yang terjadi?"


Berat badannya nampak lenyap secara tiba-tiba.


Mengapung di dalam kegelapan, Kamito turun secara perlahan.


"...A-Apa aku selamat...?"


Turun perlahan-lahan di kegelapan tanpa ujung—


Setelah beberapa saat, kaki Kamito akhirnya menyentuh lantai.


"......"


Selain suaranya sendiri, sekeliling sepenuhnya hening, dia nggak bisa mendengar suara lain.


Kamito menarik nafas lalu membuat bilah Est bersinar.


Cahaya terang dari bilah berwarna putih-perak menerangi sekeliling.


Kamito menyangka dikelilingi oleh logam anorganik—


".....! Tempat apa ini!?"


Tapi diterangi oleh cahaya pedang suci, apa yang memasuki pandangannya adalah—


Sebuah pemandangan yang sepenuhnya berbeda dari bayangan Kamito.


Didepan matanya adalah sebuah langit-langit yang dihiasi kristal roh dalam jumlah yang tak terhitung dan sebuah aula kuil yang besar. Pilar-pilar batu besar berjajar di tengahnya sedangkan di dindingnya terdapat ukiran patung-patung yang rumit.


Itu nggak kelihatan seperti sebuah "makam" yang berasal dari seribu tahun yang lalu.


Kesannya seperti istana seorang raja.


‘—Kamito, aku tau tempat ini.’


Bilah Est berkedip.


"....Est, jangan bilang kamu mendapatkan kembali ingatanmu?"


‘Tidak. Tapi tempat ini adalah—’


"—The Great Temple of the Celestial Demon. Seribu tahun lalu, ini adalah tempat dimana Raja Iblis dan Sacred Maiden melakukan pertempuran terakhir mereka."


"...!?"


Mendengar suara yang berasal dari atas...


Kamito menengadah.


Dengan bulu-bulu hitam legam beterbangan, seorang cewek berpakaian hitam muncul.


"Restia—!"


Kamito berseru terkejut saat cewek roh kegelapan itu turun perlahan-lahan di depan dia.


STnBD V17 BW08.png


"Kamito, apa kamu menikmati pemandangan diluar?"


"....Ayolah, aku memanggilmu berkali-kali."


Kamito melotot pada dia.


"Aku minta maaf soal itu. Didalam Makam ini, koneksi dengan dunia luar tidak berjalan lancar. Akan tetapi, aku mendengar panggilanmu barusan."


"Kalau memang begitu, harusnya kamu datang secepatnya."


"Gimanapun juga, aku tau kamu nggak akan jatuh sampai dasar. Bukankah itu menyenangkan?"


Melihat Restia tersenyum manis, Kamito mendesah.


"....Jadi, tempat apa ini? Dekorasi yang megah ini gak kelihatan seperti sebuah makam—"


"Ini adalah istana Raja Iblis. Atau lebih tepatnya, ini merupakan sebuah tempat yang dibangun dengan mencontoh istana itu."


Menatap langit-langit Kuil Agung, dia menjelaskan.


"Bedanya dimana?"


"Istana yang asli sudah lama lenyap. Ini merupakan satu-satunya tempat yang dia ciptakan didalam Makam Raja Iblis, yang menyerupai tempat aslinya."


"—Dia?"


Kamito bertanya.


"Ya, tuan dari Makam Raja Iblis ini."


"Apa?"


Restia tertawa kecil lalu menatap kearah sebuah pintu yang mengarah ke kedalaman ruangan.


"Ikuti aku, Kamito. Ratu Kota Raja Iblis ingin bertemu denganmu."

Bagian 3[edit]

"....Apa kita belum sampai juga, Restia?"


"Sedikit lagi—"


Sambil menggunakan bilah pedang suci untuk penerangan—


Kamito berjalan di koridor yang seperti tak berujung.


Tuan yang mengundang Kamito ke Makam ini sepertinya berada di bagian terdalam dari piramida ini.


Mahluk seperti apa yang memerintah kota ini?


Restia menggunakan kata "dia (perempuan)" untuk menyebutkan penguasa itu—


Setelah berjalan selama 10 menit atau lebih, sebuah gerbang baru muncul di depan mereka.


Tertanam di bagian tengah gerbang itu adalah sebuah kristal roh besar. Restia menempatkan tangannya di atasnya dan gerbang itu perlahan-lahan terbuka, kedua pintunya terbuka ke kedua sisi.


Didalam gerbang itu adalah kegelapan.


"Disini, Kamito."


"Aman kah masuk kedalam?"


Kamito bertanya agak gugup. Restia mengangguk.


Merendahkan bilah pedang suci yang bersinar redup, Kamito melangkah masuk.


Lalu—


"—Aku sudah lama menunggumu, penerus Raja Iblis."


"...!?"


Dia mendengar suara yang sejernih kaca. Lalu sebuah cahaya menyilaukan muncul.


Kamito memblokir cahaya itu dengan tangannya.


Apa yang muncul dihadapan Kamito adalah—


Sebuah pilar kristal transparan mengapung di tengah kegelapan.


Pilar itu bersinar berwarna-warni dan berputar pelan.


"Apa ini sebuah kristal roh?"


Kamito membelalakkan matanya, berseru terkejut.


Kristal berwarna-warni itu gak diragukan lagi merupakan satu kristal roh.


Akan tetapi, kristal roh paling besar yang pernah digali di seluruh benua ukurannya cukup kecil untuk dipegang dengan dua tangan. Pilar semacam ini nggak mungkin ada.


Kamito tercengang, seluruh tubuhnya membeku—


Lalu, ada perubahan dalam warnanya.


Di bagian tengah kristal transparan itu, suatu sosok muncul.


(...Apa?)


Kamito memfokuskan matanya pada cahaya berwarna-warni itu.


Dan melihat, kemunculan dari cahaya itu—


Seorang wanita cantik, kulitnya seputih salju, mengenakan sebuah gaun berkain tipis.


Dia terlihat sedikit lebih tua dari Kamito. Wajahnya pucat dan cantik disertai rambut berwarna hijau yang seelok emerald.


Matanya semerah darah. Garis anggun dari telinganya berakhir pada bentuk runcing.


Kecantikan, kesakralan dan kemutlakkannya membuat Kamito menahan nafas.


"....Seorang Roh?"


Dia bergumam, tapi gak lama setelah dia berbicara, dia menyadari seberapa bodohnya kata-katanya.


—Sesosok mahluk seperti ini sudah pasti seorang roh.


Ini adalah roh humanoid keenam yang Kamito temui.


Est. Restia. Iseria Seaward, perwujudan Elemental Lord Air yang mereka temui di Ragna Ys. Wujud sejati Scarlet, Ortlinde. Dan yang terakhir, adalah Bahamut, Raja Naga Dracunia. Masing-masing dari mereka adalah roh tingkat tinggi yang memiliki kekuatan yang sangat besar.


Kalau begitu, roh yang ada didepan dia saat ini juga—


Didalam kristal yang berkilauan, bibirnya bergerak lembut.


"—Penerus Raja Iblis. Sudah lama aku menunggu kedatanganmu."


Suaranya selembut suara seorang ibu, namun disaat yang sama juga sepolos suara seorang putri muda.


Mendengar suara ini, yang mana menyentuh hati sanubari, Kamito secara gak sadar menurunkan kewaspadaannya.


"...Menungguku?"


Dia bertanya kalem.


"Ya, di Makam ini, selama seribu tahun—"


"S-Seribu tahun....?"


Apaan yang dia bicarakan?


Kamito berpaling untuk melihat Restia yang ada dibelakangnya.


"....Uh, bisakah kamu menjelaskan dengan cara yang sederhana?"


Dia meminta bantuan.


"...Apa kalian berdua saling mengenal?"


"Kenal—kurasa bisa dibilang begitu, kalau sampai sejauh mengetahui."


Restia memiringkan kepalanya, agak kebingungan.


"Kedengarannya sangat samar."


"Ya. Faktanya, aku dan dia nggak pernah ngobrol lama."


"Huh...."


"—Mau bagaimana lagi."


Lalu, roh didalam kristal itu berbicara.


"Bagaimanapun juga, dia adalah senjata paling menakjubkan yang digunakan oleh dia. Menghabiskan sebagian besar waktunya di medan perang. Sebaliknya, aku kebalikannya, selalu berada di istana ini—"


"...Dia?"


"Raja Iblis Solomon."


Mendengar pertanyaan Kamito, Restia menjawab.


".....Apa!?"


Mendengar itu, Kamito membelalakkan matanya. Restia mengangkat bahu dan mendekat ke telinga Kamito.


"Bukankah sudah kusebutkan di Mordis? Satu-satunya roh yang membuat kontrak dengan Raja Iblis Solomon—"


"Oh..."


Kamito teringat.


Sebelum menaiki kapal, dia memang mendengar Restia menyebutkan tentang itu.


"Lalu dia adalah—"


"Ya, tepat. Dia adalah roh Iris. Ratu Kota Raja Iblis, mengawasi Makam Raja Iblis ini selama seribu tahun ini."

Bagian 4[edit]

"Roh Iris—"


Satu-satunya roh yang dipercayai oleh Raja Iblis Solomon, membuat kontrak dengan dia—


(...Jadi ini orangnya?)


Kamito menatap kristal roh yang mengapung di udara.


Roh yang dipanggil Iris itu cuma tersenyum tenang, menatap Kamito.


"....Tunggu sebentar. Aku ingat kamu bilang padaku kalau roh itu menghilang ke suatu tempat di Astral Zero setelah kematian Raja Iblis, kan?"


"Ya. Itulah yang kupercayai."


Restia mengangguk.


"Akan tetapi, aku salah. Dia nggak tinggal di alam manusia ataupun pergi ke Astral Zero. Justru dia tetap disini, mengawasi Makam Raja Iblis—"


"Kalau begitu..."


Kamito menarik nafas lalu menanyai roh yang berada di dalam kristal itu.


"Apa kau yang menciptakan Kota Raja Iblis ini? Uh, dan penduduk disini...."


Kalau itu benar—


Kekuatan miliknya pasti menyaingi para Elemental Lord.


Tapi—


"Tidak. Kota ini bukan diciptakan dengan kekuatanku."


Ratu Kota Raja Iblis itu menggeleng pelan.


"Ini adalah sebuah pecahan ingatan, di tempatkan di suatu celah antara alam manusia dan Astral Zero dengan kekuatan Raja Iblis. Aku hanya menggunakan kekuatan Makam ini untuk mempertahankan status quo."


"....Pecahan ingatan?"


Istilah yang digunakan ratu itu membuat Kamito cukup penasaran.


...Suatu kebetulan? Dia ingat pedagang Zohar itu mengatakan hal yang sama.


"Kebenaran dari Kota Raja Iblis terdiri dari ingatan-ingatan Raja Iblis seribu tahun lalu, ditempatkan di sebuah celah dimensi. Dan piramida ini merupakan sebuah perangkat sihir raksasa untuk mempertahankan kota, kan?"


"Ya, kota ini, orang-orang yang tinggal disini, termasuk aku... semuanya adalah ilusi yang hanya bisa ada di sebuah celah dimensi."


"...Sejujurnya, aku gak memahami apapun tentang sihir."


Kamito berbicara sambil menggaruk kepalanya.


Kalau Fianna ada disini, dia mungkin bisa memberi penjelasan yang rinci.


"Kota ini merupakan suatu warisan dari Raja Iblis yang telah lenyap seribu tahun lalu. Dan kaulah yang mengelola kota ini, benar begitu?"


"Pada dasarnya seperti itu. Pemahaman ini sudah benar."


Warga kota, yang menghilang saat mereka keluar dari dinding kota, yang penampilannya nggak ada bedanya dengan manusia hidup, sebenarnya diciptakan sesuai dengan ingatan Raja Iblis.


Dan juga, tempat ini sepertinya bukanlah alam manusia yang familiar bagi Kamito.


Roh terkontraknya Raja Iblis Solomon.


Selama seribu tahun, dia terus menjaga peti mati Raja Iblis dan ingatan-ingatannya.


Apakah itu kesetiaan terhadap Raja Iblis, atau mungkin—


Berpikir demikian, Kamito menyadari bahwa dia belum menanyakan poin kuncinya.


"Jadi kenapa kau mengundangku kesini, ratuku?"


Berbicara secara logis, dia nggak ingin siapapun tau tentang keberadaan dari Kota Raja Iblis.


Akan tetapi, Sphinx telah menilai kelayakan Kamito, lalu menunjukan jalan ke celah dimensi ini.


Untuk tujuan apa?


"Karena ada hal-hal yang harus kusampaikan pada penerus Raja Iblis." Kata sang ratu.


"Hal yang harus kau sampaikan padaku?"


"Ya. Aku ingin menyampaikan kebenarannya padamu. Kuharap kau tidak melakukan kesalahan yang sama yang dia lakukan —"


(...Kesalahan?)


Kamito bertanya-tanya dalam benaknya.


Kesalahan apa yang dia bicarakan sebagai roh terkontrak Raja Iblis?


"Sentuhlah kristalnya, Kazehaya Kamito."


Lalu ratu itu, menyebut nama Kamito untuk yang pertama kalinya.


"Jangan khawatir, sebentar saja, untuk mensinkronasikan pikiranmu."


Kamito menoleh pada Restia.


Restia mengangguk pada dia.


"....."


Setelah ragu-ragu sebentar, Kamito perlahan-lahan mengulurkan tangannya.


Sejujurnya, dia masih waspada—


Tapi dia memilih untuk mempercayai penilaian Restia.


Saat ujung jarinya menyentuh permukaan kristal itu cahaya berwarna-warni itu langsung bersinar lebih terang.


(....!?)


Lalu, pandangan Kamito menjadi putih polos.


Disaat yang bersamaan, ingatan-ingatan dalam jumlah yang banyak masuk kedalam pikirannya.


(Ini.....!)


"Tolong pahamilah. Apa yang sebenarnya yang terjadi seribu tahun lalu—"


Suara roh Iris menggema di telinganya—


Lalu kesadaran Kamito lenyap.

Bagian 5[edit]

Seribu tahun lalu—


Disaat Ghul-a-val masih merupakan suatu tempat dengan tanah yang subur.


Seorang anak laki-laki lahir di sebuah desa kecil didekat perbatasan Kerajaan Zoldia.


"Nama anak laki-laki itu adalah Solomon Yelsion. Meskipun seorang laki-laki, dia bisa menggunakan roh-roh layaknya para princess maiden—"


Gambaran dari anak laki-laki itu menggunakan segala macam roh muncul dalam pandangan Kamito.


Gambarannya tidak terlalu jelas, tapi Kamito tau bahwa anak laki-laki itu di usia yang hampir sama dengan dirinya. Dia memiliki rambut hitam panjang. Cukup tinggi. Di tampak lebih kuat daripada Kamito.


(...Jadi ini Raja Iblis Solomon?)


Kamito memperhatikan dengan cermat gambaran itu.


Mungkin karena dia telah melihat dirinya sendiri memakai topeng tengkorak di Mordis, bayangan Kamito tentang Raja Iblis sama sekali gak sesuai dengan anak laki-laki ini.


"Dia adalah seorang pria berhati baik serta bijak dan pemberani. Dia tidak pernah menggunakan roh untuk kepentingan pribadinya. Sebaliknya, dia menggunakan kekuatannya untuk melawan binatang binatang sihir dan roh-roh yang mengancam manusia—"


Gambaran yang di tampilkan pada benak Kamito terus berubah layaknya air yang mengalir.


Pria muda itu menyelamatkan desa-desa manusia, melenyapkan roh-roh jahat, dan melindungi negerinya dari para penakluk serakah.


Akhirnya, dia mulai dikenal sebagai seorang pahlawan, mendapatkan status tepat dibawah raja. Memuji-muji dia atas prestasinya, sang raja bahkan memberikan putri semata wayangnya untuk dinikahkan dengan dia.


Orang-orang di kerajaan memuji sang pahlawan, berharap dia menjadi raja yang selanjutnya.


Selama pahlawan Solomon masih hidup, kemakmuran kerajaan akan berlanjut. Itulah yang diyakini semua orang.


Akan tetapi—


"Beberapa orang cemburu atas prestasinya dan merasa sangat tersinggung. Mereka adalah para pengikut dan para jendral yang melayani kerajaan sejak lama, serta para tetua dari princess maiden yang mengkomando para roh—"


(...Itu wajar sekali.)


Kamito bergumam dalam benaknya.


Entah itu seribu tahun yang lalu ataupun sekarang, sifat manusia nggak banyak berbeda. Kudeta yang terjadi di Ordesia dan Teokrasi sebelumnya merupakan buktinya.


"Mereka menggunakan segala macam rencana licik, berusaha menjatuhkan sang pahlawan, berharap untuk mengungkapkan kejahatan-kejahatannya. akan tetapi, mereka tidak berhasil. Karena mereka tidak bisa menemukan satupun kesalahan dari pahlawan kebenaran dan mulia itu—"


Para pengikut raja memfabrikasikan laporan yang tidak menguntungkan tentang pahlawan itu, tapi rencana mereka digagalkan satu per satu oleh tindakan dan sikap sang pahlawan itu sendiri. Seseorang bahkan mencoba mengirim pembunuh untuk membunuh sang pahlawan, tapi mereka segera menyadari bahwa itu sia-sia. Pahlawan Solomon dilindungi oleh berkah para roh sepanjang waktu.


Pada akhirnya, rencana-rencana jahat mereka diketahui oleh sang raja.


"Murka terhadap para pengikutnya yang licik, raja memerintahkan mereka untuk dikirim pada para roh sebagai pengorbanan hidup. Akan tetapi, Solomon meminta agar raja bermurah hati. Dengan demikian, nyawa para penjahat itu diselamatkan oleh pahlawan yang mereka benci."


Sang pahlawan dengan hati lapang memaafkan mereka. Tak seorangpun yang tidak pernah berbuat salah. Semua orang pasti mengalami saat-saat melemahnya mental. Dia berharap mereka bisa bekerjasama demi kemakmuran kerajaan, itulah yang dia katakan—


"Orang-orang yang mencoba untuk membahayakan dia merasakan rasa malu yang mendalam dan menyesali perbuatan mereka. Akan tetapi, suatu minoritas kecil semakin membenci dia setelah kejadian ini—"


Para pengikut ini berpura-pura menyesali perbuatan mereka, namun secara sembunyi-sembunyi memperhatikan sang pahlawan, sungguh-sungguh berharap menemukan suatu kesalahan. Beberapa orang menjadi bawahan setia sang pahlawan sedangkan yang lainnya mempertahankan ikatan pertemanan dengan dia.


Dengan demikian, beberapa tahun kemudian, kesempatan yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang.


"Putra yang diberkahi para roh, Solomon Yelsion. Tulus, baik hati dan rendah hati, dia yang memegang gelar pahlawan, melakukan suatu tabu besar—"


Mengatakan itu, sang ratu mendesah dalam-dalam.


"....Tabu?"


"Dia jatuh cinta pada seorang gadis dari ras Elfim, musuh kerajaan—"


Pemandangan didepan mata Kamito berubah.


Yang muncul berikutnya adalah suatu gambaran dari seorang gadis hutan berambut hijau dan bermata merah.


"....Seorang Elf?"


"Sepertinya itu adalah sebutannya sekarang."


Roh Iris tersenyum.


"Mereka para manusia yang bermigrasi dari Astral Zero di jaman kuno. Keturunan mereka dikenal sebagai Elf saat itu. Seribu tahun lalu, para Elf bersekutu dengan para roh untuk menentang kerajaan manusia untuk melindungi Promordial Forest."


Banyak pertempuran terjadi diantara Kerajaan Zoldia dan para Elf. Meskipun para Elf kalah jumlah, para roh hutan memiliki kekuatan yang besar, oleh karena itu mereka bisa terus melawan selama bertahun-tahun."


Sang pahlawan dan gadis hutan itu bertarung berkali-kali di medan pertempuran—


Setelah proses ini, mereka jatuh cinta.


Gadis itu menghianati desa hutan yang membesarkan dia, sedangkan Solomon menghianati kerajaan.


Meski dia telah menikahi putri sang raja, dia tetap jatuh cinta pada seorang Elf dan bahkan memiliki anak dengan Elf itu.


Mengetahui hal ini terjadi, para pengikut licik itu bersuka cita dan secara diam-diam melaporkan pada sang raja.


Mereka mengatakan sang pahlawan bekerja sama dengan para Elf dan akan meninggalkan kerajaan—


"Mendengar bahwa sang pahlawan adalah seorang penghianat, sang raja murka. Lalu dia memerintahkan para jenderalnya untuk mengirim suatu pasukan ekspedisi penghukum ke desa Elf dimana gadis hutan itu tinggal—"


Pemandangan dari hutan yang terbakar hebat diputar didepan mata Kamito.


Suara-suara dari para Elf yang dipenuhi kepedihan dan kebencian menggema di telinganya.


"Desa itu dibakar habis. Gadis hutan dan anak sang pahlawan.... terbunuh."


Hari itu, pria muda yang sebelumnya dikenal sebagai pahlawan berubah menjadi penjelmaan amarah.


Dia melakukan pemberontakan terhadap kerajaan, bertarung bersama para roh hutan.


Melawan mantan pahlawan yang seorang diri bertarung di banyak medan pertempuran, pasukan kerajaan mengalami saat-saat yang sulit.


Tapi setelah pertempuran selama berbulan-bulan, pada akhirnya—


Sang pahlawan jatuh kedalam perangkap dan ditangkap.


Dia dikenai siksaan keras. Tenggorokannya rusak, dan segel-segel roh yang ada diseluruh tubuhnya dihapus, dan kekuatannya sepenuhnya diambil—


Dalam keadaan tak berdaya semacam itu, dia diseret di depan rakyat kerajaan.


Warga yang dulunya memuji-muji dia tanpa henti sebagai seorang pahlawan, menggunakan mulut-mulut yang sama untuk mengutuk dia dan melempari dia dengan batu.


Lalu, pria muda yang dulunya dikenal sebagai pahlawan, merasa putus asa untuk pertama kalinya, merenungi kebodohannya sendiri.


Apa itu yang dia lindungi selama ini?


Di tempat eksekusi, dia menatap langit dan mengutuk umat manusia.


"—Lalu, sebuah suara menanggapi dia."


"....Sebuah suara?"


Kamito tiba-tiba merasa waspada, tentang suara yang didengar Raja Iblis. Apakah itu suara yang sama yang memanggil Kamito sebelumnya, suara dari Elemental Lord Kegelapan?


Tapi sebelumnya Restia memberitahu Kamito di Mordis.


Raja Iblis yang kukenal nggak membangkitkan kekuatan Elemental Lord Kegelapan—


"—Bukan, itu bukanlah suara Elemental Lord Kegelapan."


Sang ratu membantah pemikiran itu.


"Huh?"


Kalau suara yang didengar Solomon sang pahlawan bukan suara Elemental Lord Kegelapan—


Terus suara siapa itu....?


"Ini adalah suara dari salah satu Elemental Lord, penguasa dunia ini, yang membuat kontak dengan dia—"


Roh Iris menyebutkan namanya dengan sebuah bisikan


Holy Lord Alexandros—Pemimpin dari Lima Elemental Lord Agung.


"...!?"


Mendengar kata-kata yang tak terduga seperti itu, Kamito terkesiap.


Alexandros.


Sang Penguasa Cahaya, dianggap yang paling agung dari semua Elemental Lord.


Dan juga Sang Elemental Lord yang entah kenapa tidak ada saat Kamito menenangkan Blade Dance tiga tahun yang lalu.


—Nama itu, kenapa nama itu muncul sekarang?


"Sang Holy Lord menawarkan semacam kontrak pada dia diambang kematian yang telah mengutuk dunia—" Lanjut sang roh Iris.


"....Kontrak?"


"Sang Holy Lord mengatakan pada dia bahwa gadis tercintanya bisa dibangkitkan dari kematian jika dia menggunakan kekuatan keajaiban yang melampaui dunia manusia. Dan kekuatan itu juga akan memberi dia kekuatan—"


Di tempat eksekusi, Solomon sang pahlawan menanyai suara itu.


‘Engkau yang memberiku godaan, apa bayarannya?’


Sang Holy Lord menjawab dia.


—Engkau harus menjadi Raja Iblis untuk membawa kekacauan dan kehancuran pada dunia.


(...!?)


Kamito merasa kebingungan. Banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam benaknya.


Sang Holy Lord seharusnya tau bahwa Solomon adalah reincarnasi dari musuh, Elemental Lord Kegelapan.


Kenapa seorang Elemental Lord, yang harusnya menjaga ketertiban dunia, menginginkan kekacauan dan kehancuran dunia?


"Dia membentuk sebuah kontrak dengan sang Holy Lord dan menerima keajaiban yang melampaui dunia manusia. Apa yang terjadi setelah itu sama seperti yang tercatat dalam sejarah dan diwariskan hingga sekarang—"


Setelah mendapatkan kekuatan keajaiban, dia membunuh semua rakyat kerajaan itu.


Lalu dia membunuh sang raja, membunuh para pengikut, membunuh putri yang dulunya adalah istrinya—


Di dalam istana Kerajaan Zoldia yang terbakar, dia meraung keras.


Dengan demikian, elementalis muda, yang dulunya dikenal sebagai pahlawan—


Dia terlahir kembali sebagai Raja Iblis yang paling mengerikan dalam sejarah.

Bagian 6[edit]

—Pandangannya menjadi gelap.


Kamito membuka matanya, dan mendapati yang ada didepan dia adalah kristal dimana roh Iris tersegel.


"—Inilah kebenaran yang ingin kusampaikan, penerus."


"....."


Kamito dengan lembut menjauhkan jari-jarinya dari permukaan kristal dan menatap roh Iris.


Rambut hijau, mengingatkan pada hijau menyegarkan dari hutan. Mata merah, semerah darah. Garis anggun dari telinganya yang merupakan karakteristik dari ras itu.


"Sepertinya sang Holy Lord menepati janjinya pada Raja Iblis—"


Dengan perasaan campur aduk di wajahnya, Kamito berbisik.


Dia menyadari identitas sejati roh Iris itu.... Dengan kata lain, itulah yang terjadi.


"Tebakanmu benar. Holy Lord memberi dia kekuatan keajaiban dan membangkitkan aku. Aku hidup lagi, tapi kali ini sebagai mahluk yang tak bisa musnah yang tidak kenal apa itu kematian lagi—seorang roh."


Membangkitkan orang mati—hanya ada satu kekuatan di dunia ini yang mampu melakukan suatu keajaiban semacam itu.


—Anugerah yang dihadiahkan oleh para Elemental Lord pada masing-masing pemenang Blade Dance.


"—Setelah mendapatkan kekuatan dari Holy Lord, tertelan kebenciannya pada dunia ini, dia meluncurkan perang yang melanda seluruh benua. Aku gagal menghentikannya. Hatinya sudah dirusak oleh kehancuran. Yang bisa kulakukan hanyalah menghadapi takdir bersama dia, untuk mendampingi dia sampai akhir dari kehidupannya sebagai satu-satunya roh terkontrak sang Raja Iblis."


Ratu Kota Raja Iblis menatap lembut mata Kamito dan berkata.


"Aku mengundangmu kesini untuk memberitahumu kebenaran ini. Kuharap kau tidak membuat kesalahan yang sama seperti dia—"


Raja Iblis Solomon adalah pria muda yang pernah dikenal sebagai pahlawan.


Tapi tertelan kebencian, dia menjadi seseorang yang dikenal sebagai Raja Iblis.


....Nggak seorangpun bisa menjamin bahwa hal yang sama nggak akan terjadi pada Kamito.


Kesampingkan sang Holy Lord yang maha kuasa untuk sekarang ini—


Kamito beberapa kali hampir tertelan oleh kekuatan Elemental Lord Kegelapan.


"...Aku mengerti semuanya sekarang, tapi apa yang harus kulakukan?"


Kamito menanyai sang ratu.


Dia nggak berpikir dia akan berakhir seperti Raja Iblis Solomon, tapi—


"—Aku punya sebuah saran, penerus."


Roh Iris menjawab dengan tenang.


"Saran?"


"Apa kau pernah mempertimbangkan tentang tinggal disini di Kota Raja Iblis?"


"—Huh?"


Kamito secara gak sadar mengeluarkan suara bodoh.


"....Uh, apa maksudmu?"


...Lonjakan logika ini terlalu besar. Pikirannya nggak bisa menangkapnya.


Tinggal di kota ini?


"Ini adalah sebuah celah dimensi yang terisolasi dari alam manusia serta Astral Zero. Entah itu para Elemental Lord maupun musuhmu seharusnya tak akan bisa menemukanmu disini. Dengan demikian, tak ada perlunya bagimu untuk bertarung. Kekuatan Elemental Lord Kegelapan tidak akan bangkit dan kau harusnya bisa hidup dengan damai, di kota abadi ini dimana waktu terulang selamanya—"


"..."


Setelah mendengarkan Iris—


Kamito menarik nafas dan menoleh ke arah Restia.


"Memang, ini bisa jadi merupakan tempat paling aman di benua. Setidaknya, itu mungkin lebih baik daripada terus lari dari Kekaisaran Ordesia."


"...! Restia!?"


"Aku cuma mengatakan faktanya, Kamito. Nggak peduli kemana kau pergi, mau itu ke ujung dunia sekalipun, aku akan selalu berada disampingmu—"


Mata berwarna senja milik Restia menatap Kamito.


"Jika kau mau, para selir yang kau bawa kesini juga bisa tinggal disini juga."


"...Mereka bukan para selirku."


Membantah kata-kata ratu, Kamito tertunduk.


Sebuah tempat yang tentram, dimana waktunya terhenti abadi.


Memang, tinggal disini mungkin aman. Entah itu Elemental Lord Kegelapan ataupun Kerajaan Suci, dia bisa melupakan mereka semua dan hidup dengan damai.


Bisa dikatakan, Kamito sudah pasti nggak ingin menjadi Raja Iblis—


....Tapi misalkan jika Claire atau cewek lain di kelompoknya terbunuh didepan dia?


Sejujurnya, Kamito nggak yakin dia akan bisa mengendalikan dirinya sendiri.


Lalu ada fakta bahwa dia telah melupakan segalanya di masa lalu demi mencari Restia—


"Aku....."


Saat Kamito mengepalkan tangannya.


Ada suara dari atas. Piramidanya sedikit berguncang.


".....Ada apa?"


"....! Mungkinkah?"


Roh Iris berseru terkejut.


"Apa yang terjadi?"


"—Penyusup. Seseorang telah menghancurkan penghalang piramida."


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya