Tate no Yuusha Vol 1 Chapter 20 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Serbuan Monster[edit]

Kami tiba di desa tepat saat monster-monster berhamburan dari serbuan mulai membuat kekacauan di dalam desa.

Para petualang dan prajurit yang ditempatkan disana hampir tidak bisa bertahan melawan serangan gerombolan itu. Mereka jauh kalah jumlah....

... dan baris pertahanan sebentar lagi akan hancur.


“Raphtalia, tolong ungsikan para penduduk.”

“Hah? Bagaimana dengan Naofumi-sama..?”

“Aku akan menahan musuh-musuh ini!”


Aku menghempaskan diriku sendiri ke barisan depan dan mendorong mundur sekelompok monster seperti belalang dengan perisaiku.

Jelas saja, suara logam yang beradu terdengar tapi tidak ada kerusakan.

Tetapi, cukup untuk menarik perhatian mereka.

Sama seperti yang selama ini selalu aku lakukan dengan Raphtalia.


“Gugi!”


Sekawanan monster belalang kecil menyerang kearahku. Terus bergerak, aku langsung memutuskan siapa incaranku selanjutnya: para ghoul dan sekawanan lebah.


Bang! Bang! Bang!


Apakah itu berkat armor barbarnya, atau karena perisainya? Yang penting aku tidak terkena luka seperti biasa.


“P-pahlawan-sama?”

“Ah, ya... Kalian pergi saja dan atur kembali keadaan kalian selagi aku menahan mereka!”


Aku melihat banyak wajah familiar di dalam kerumunan warga desa Riyuuto.


“B-baik tuan!”


Untungnya, walaupun hanya aku seorang diri di barisan depan, tidak ada yang terluka parah diantara yang selamat.


“Apa-apaan...”[1]


Perasaan apa tadi itu? Betapa tidak mengenakan.

Selagi aku terlinglung, monster-monster itu mencoba menjatuhkanku dengan serangan cakar, taring, dan sengat mereka.

Walaupun ada suara benturan yang telak, aku tidak merasakan sakit apapun, hanya sedikit gatal. Tetapi, perasaan yang mengalir diseluruh tubuhku ini sangat menjijikkan.

Makanya aku hajar kerumunan itu.

Buk!

Sial, penghuni dunia ini tidak ada yang tahu caranya meninggalkan orang dengan tenang ya?

Tapi kurasa tidak bisa dihindari lagi karena serbuan bencana besar ini terjadi dan sebagainya.


“To-tolong ak—!!”


Dibelakangku, pemilik penginapan yang aku hutangi sedang diserang oleh seekor monster.

Tepat sebelum kepala pemilik penginapan itu dipotong oleh cakar monster, aku meneriakan:


“Air Strike Shield!”


Aku menggunakan skill-ku, dan sebuah perisai pelindung langsung muncul dan menyelamatkan si pemilik penginapan.

Pemilik penginapan itu terkejut dengan kemunculan perisaiku yang tiba-tiba lalu melihat kearahku.


“Lari!”

“... Ooh, terima kasih.”


Setelah membungkukkan badannya dan mengutarakan rasa terima kasih, pemilik penginapan pergi dari tempat ini bersama dengan keluarganya.


“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”


Sebuah jeritan perusak telinga yang sudah sering digunakan.

Terlihat seorang gadis yang melarikan diri dari kejaran sekelompok monster.

Aku mendekati daerah tersebut.


“Shield Prison!”


Aku memanggil sebuah kotak dari sejumlah perisai untuk mengelilingi dan melindungi sang gadis.

Dengan munculnya perisai-perisai itu secara tiba-tiba, para monster itu mengganti incaran mereka menjadi diriku.

Itu bagus. Kemari. Incar hanya aku seorang.

Aku mengarahkan para monster itu untuk menjauh sebelum batas waktu untuk Shield Prison habis dan kembali ke barisan utama.

Bak! Buk!


Haah haah...

Tubuhku lama-lama menjadi berat dengan bertambahnya jumlah monster.

Lalu, hujan api mengalir turun.

Dibelakang gerombolan para monster, aku bisa melihat kedatangan pasukan ksatria. Pengguna sihir diantara pasukan itu menembakkan sihir mereka; itu adalah penyebab dari hujan api tadi.


“Hei! Kau punya sekutu dibawah sini!”


Meskipun hanya ada aku.

Monster-monster itu langsung terbakar dan berubah menjadi abu.

Karena ada banyak serangga mereka terbakar cepat.

Rupanya, bukan hanya pertahanan fisikku yang tinggi tapi juga pertahanan sihirku juga.

Di barisan depan, kobaran api menyala dengan warna merah pekat bersamaan dengan meningginya amarah didalam diriku, mempertanyakan alasan dibalik serangan kepada teman sendiri ini; aku menatap dengan marah dan mendekati pasukan ksatria itu dari tengah-tengah kerusuhan seraya jubahku berkibar, menghamburkan percikan api.


“Hmph, jadi itu si Pahlawan Perisai... Tidak disangka dia cukup kuat.”


Yang tampaknya adalah Komandan Ksatria melemparkan pandangan sekilas dan meludah ke tanah sambil mengucapkan kata-kata barusan.

Kemudian sebuah bayangan melaju kearahnya, mengacungkan sebilah pedang.

Dan dengan ‘clang!’ yang keras, Komandan Ksatria itu mengambil pedangnya sendiri dan mengadukannya dengan si penyerang.


“Apa maksud perbuatanmu terhadap Naofumi-sama?! Seranganku berikutnya akan bergantung pada jawabanmu!”


Raphtalia menyatakannya dengan nafsu membunuh yang besar.


“Rekan dari Pahlawan Perisai, hah?”

“Benar, aku adalah pedang Naofumi-sama! Aku tidak akan mengampuni setiap perlakuan yang tidak sopan!”

“... Beraninya seorang demi-human berbicara seolah satu derajat dengan kami para ksatria?”

“Kalian telah menelantarkan tugas kalian untuk melindungi warga sipil dan menyerang sekutu kalian sendiri, terutama Naofumi-sama yang kalian coba bakar bersama dengan semua monster menggunakan sihir kalian. Untuk perbuatan itu kalian tidak pantas disebut ksatria!”

“Bukannya tidak jadi masalah toh dia selamat dan baik-baik saja disana.”

“Tentu saja itu masalah!”


Dengan bergebu-gebu Raphtalia melanjutkan pertikaian dengan Komandan Ksatria disaat yang lainnya mulai mengelilinginya.


“Shield Prison!”

“Sial, kau kepara—“


Aku mengurung para ksatria yang melingkar dengan perisaiku dan memandang mereka yang mencoba untuk merebut kerja kerasku.


“... Bukannya musuh sebenarnya disini adalah para monster yang muncul dari serbuan? Jangan mengacaukan tujuan kalian!”


Dengan wajah pucat, para ksatria mengalihkan pandangan mereka dari sanggahanku.


“Seorang Pahlawan kriminal tidak punya hak untuk mengatakan hal seperti itu.”

“Oh baik... Aku tidak peduli dengan itu. Kalau begitu bisa kubilang kalian ingin membuatku menjadi musuh kalian?”


Barisan depan penuh oleh monster dengan kobaran api yang merangkak dibawahku, dengan semakin banyaknya yang datang dari serbuan itu dan bergabung ke keributan ini.

Melihatku bertahan dari semua itu, wajah para kstaria berubah menjadi pucat pasi.

Bagaimanapun juga, aku adalah Pahlawan Perisai. ‘Jangan main-main dengan orang ini’ atau alasan lainnya menahan mereka.


“Raphtalia, kau sudah selesai dengan evakuasinya?”

“Belum... Masih belum selesai. Aku rasa masih akan membutuhkan waktu sedikit lagi.”

“Baiklah, kalau begitu cepat ungsikan semua warga desa.”

“Tapi...”

“Walau sekutu kita menghujaniku dengan api, tidak terasa sakit ataupun gatal. Hanya... Terasa seperti dijilat di kaki dan tanganku.”


Aku menepuk bahu Raphtalia dan melirik kepada para ksatria.


“... Aku pasti akan membunuh kalian, apapun yang terjadi. Sebagai contohnya akan kuumpankan monster terburuk kepada kalian dan meninggalkan kalian, dan hal-hal menyenangkan lainnya juga.”


Ancamanku berhasil; para ksatria itu berhenti merapalkan mantra dan terkesiap.


“Nah sekarang, Raphtalia. Pertempuran sudah dimulai; ayo kita bawa keluar para penganggunya dari medan pertempuran. Wow, lihat, ada banyak musuh. Yap, kita mulai setelah selesai dengan itu.”[2]


Tiba-tiba, karena para ksatria ini tampak sanggup untuk mengurus diri mereka sendiri... kurasa tidak jadi masalah meninggalkan mereka disini.


“B-Baik!”


Mendengar perintahku, Raphtalia buru-buru kembali ke desa.


“Sial! Sok berani padahal hanya Pahlawan penjahat.”


Si Komandan Ksatria mengeluh padaku seperti orang bodoh ketika batas waktu Shield Prison habis.


“Baik, jadi kau... mau mati?”


Monster-monster mulai menyerang kearahku.

Si idiot ini tutup mulut, begitu tahu apa yang akan terjadi kalau sampai aku meninggalkan mereka dan melindungi diriku sendiri.

Ya ampun, tampaknya aku tidak bisa menemukan orang baik-baik dimanapun aku berada.[3]

Orang-orang ini adalah tipe yang berpikir kalau aku tidak akan bisa melakukan apapun selain melindungi orang lain karena aku ini hanya Pahlawan Perisai. Siapa juga yang mau menolong orang hanya karena ingin?


Setelahnya, kami selesai menghabisi monster-monster yang terlantar dari serbuan sampai batas tertentu.

Setelah selesai mengungsikan para warga, Raphtalia kembali ke barisan depan, saat itu lah aku memulai pembalasanku.

Menggunakan pasukan satria sebagai tameng manusia, kami menghabisi monster-monster itu dengan mengumpankan mereka ke posisi serang kami. Dan beberapa jam berselang dengan cepat.


“Baiklah, kurasa sudah selesai.”

“Kurasa begitu, boss ini bukan tantangan.”

“Ya, kalau begini terus, serbuan berikutnya juga akan mudah.”


Para Pahlawan kami yang telah dengan berani bertempur, hanya mengobrol ditengah-tengah barisan depan; dimana bangkai seekor Chimera, boss dari serbuan, berbaring.

Seolah tugas untuk mengungsikan warga sipil hanyalah tanggung jawab untuk para petualang dan ksatria.

Walaupun sebulan sudah lewat, orang-orang ini masih berpikir kalau ini semua hanyalah permainan.

Cukup sulit bagiku untuk tak acuh pada para pahlawan sialan ini, tapi aku lega karena aku berhasil selamat dari serbuan ini.

Warna langit masih hitam pekat. Walaupun hanya masalah waktu sebelum warna jingga dari terbenamnya matahari akan menutupinya.

Dengan ini, aku seharusnya bisa bertahan hidup untuk setidaknya sebulan kedepan.

... Walaupun aku tidak terkena luka, itu mungkin karena serbuannya yang lemah: untuk sekarang. Sejujurnya aku tidak tahu kalau aku bisa bertahan yang berikutnya.

Cepat atau lambat aku akan tidak mampu menahan serangan mereka... apa yang akan terjadi padaku kalau begitu?


“Kerja yang bagus, wahai para pahlawan yang pemberani. Sang raja telah menyiapkan pesta yang layak untuk merayakan pencapaian kalian. Dengan rendah hati kami mengundang kalian karena kami juga akan memberikan hadiah kalian disana.”


Tentu saja aku tidak ingin ikut. Tapi, aku tidak punya uang lagi. Jadi aku akan menganugerahi mereka dengan kedatanganku. Ayo berangkat bersama!

Memang, sudah seharusnya mereka menyiapkan persembahan untuk kami yang sebanding dengan usaha kami ditiap penyerbuan.

500 koin silver. Itu jumlah yang lumayan untukku sekarang ini.


“Ah, um...”


Warga desa Riyuuto melihatku dan datang untuk berbicara.


“Apa?”

“Terima kasih banyak. Kalau anda tidak ada, kami semua tidak mungkin bisa selamat.”

“Akan sama saja walaupun aku tidak ada.”

“Tidak.”


Warga desa yang lain menyanggah komentarku.

“Karena anda ada di sana lah, dengan ini kami bisa bertahan.”

“Kalau kau pikir begitu, lakukan saja apapun yang kalian mau.”

“””Ya!”””


Warga desa membungkuk padaku dan pergi kembali.

Desa mereka telah diserang besar-besaran. Kurasa akan merepotkan untuk membangun ulang setelah ini.

Mereka hanya mengutarakan rasa terima kasih mereka untuk penyelamat jiwa mereka, padahal biasanya mereka membenciku... orang-orang penuh perhitungan.[4]


“Naofumi-sama!”


Setelah pertempuran yang panjang, Raphtalia yang penuh tanah dan keringat tersenyum sambil berlari kearahku.


“Kita berhasil! Semua orang mengucapkan terima kasih mereka.”

“... Kelihatannya begitu.”

“Dengan ini, tidak akan ada orang yang berakhir seperti diriku. Ini semua berkat Naofumi-sama!”

“... Yah.”


Jadi ini yang disebut kebahagiaan pasca-perang, yang terkenal sepanjang sejarah di tempat kelahiranku; Raphtalia sampai menitikkan air mata.


“Aku juga... sudah berusaha sebaik mungkin.”

“Benar, kau sudah bekerja keras dengan baik.”


Aku puji dia sambil mengusap kepalanya.

Benar juga. Raphtalia sudah menuruti perintahku dan bertarung sampai akhir.

Akan menjadi kesalahanku kalau tidak menilainya dengan benar.


“Aku mengalahkan banyak monster.”

“Ya, aku terselamatkan karenanya.”

“Ehehe.”


Aku merasa sedikit tidak nyaman dengan tawa Raphtalia yang bahagia seperti ini, jadi kami berjalan mengarah ke istana.


“Wah! Seperti yang bisa diharapkan dari para pahlawan kami. Aku tidak bisa menahan keterkejutanku setelah melihat perbedaan kerusakan antara serbuan kali ini dengan yang sebelumnya.”


Setelah matahari sudah terbenam dan langit malam mengambil alih, raja mengumumkan keras-keras kepada hadirin jamuan megah di dalam istana.

Ngomong-ngomong, aku tidak tahu seberapa parah kerusakan sebelumnya, tapi kali ini jumlah korbannya masih dalam hitungan jari.

... Walau aku tidak tertarik mendapat pujian dari hasil itu.

Aku sama sekali tidak merasa kesal pada para pahlawan pemberani yang maju menyerang dan menghajar monster-monster itu, sementara meninggalkanku untuk mengerjakan semua kerja lainnya.

Tetapi, aku berpikir pada diri sendiri kalau pada akhirnya kita akan berakhir menyedihkan kalau begini terus.

Kita beruntung kali ini, tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi kalau para ksatria itu tidak tiba tepat waktu. Untunglah jam pasirnya mengirim kita dekat dengan mereka.

Ini adalah tantangan yang berat...


Menjerit meminta pertolongan, dan bantuan akan datang.


Ini tentang persoalan pertempuran menghadapi penyerbuan.

Mengatur para ksatria untuk bersama dengan kami ketika kami dipindahkan oleh jam pasir adalah kemungkinan yang pasti.

Tapi bukannya para ksatria itu tertinggal setelah kita diteleportasi sebelumnya?

Pasti karena sikap mereka. Orang-orang itu tidak ingin mengakui diriku sebagai seorang pahlawan makanya mereka tidak ikut dikirim.

Tapi... bukannya pahlawan-pahlawan sialan itu juga diteleportasi?

Bagaimana caranya itu terjadi?

Aturan seperti ini sangat aneh seolah semua ini hanya permainan.

... Tapi, tidakkah kita menghadapi masalah besar? Ini adalah saat mereka akan mengurangi pengamanan mereka sebelum bantuan datang.

Secara singkat, ini hal yang rumit.

Aku memakan makananku tepat di sudut ruangan saat jamuan diadakan.


“Benar-benar pesta yang megah!”


Raphtalia memandangi gunungan makanan yang biasanya mustahil untuk bisa ia makan dengan mata bersinar.


“Sana makan apapun yang kau mau.”

“Baik!”


Aku tidak sering memberikan makan yang banyak untuknya... jadi ada baiknya aku membiarkan dia makan apapun yang dia mau disini. Setelah ia makan sampai kenyang, dia akan menjadi prajurit perang yang lebih baik lagi.


“Ah... Tapi, berat badanku akan naik kalau makan terlalu banyak.”

“Kau belum sampai puncak masa pertumbuhanmu, ‘kan?”

“Ugh...”


Untuk suatu alasan Raphtalia membuat wajah seperti punya banyak masalah.


“Tidak apa kalau makan apapun yang kau mau.”

“Apakah anda lebih menyukai gadis yang berisi, Naofumi-sama?”

“Hah?”


Apa yang dia katakan?


“Sama sekali tidak.”


Cukup memikirkan tentang wanita saja sudah membuatku membayangkan wanita jalang itu. Banyak perasaan tidak mengenakan juga muncul.

Dari awal juga, wanita itu[5] adalah mahluk hidup yang menjijikkan untuk dipikirkan...


“Benar juga. Naofumi-sama memang orang yang seperti itu.”


Katanya seolah menyerah pada apapun yang ada dipikirannya.


“Naofumi-sama, ini enak sekali.”

“Itu bagus.”

“Ya.”


Hmm... Pesta ini hanya membuang waktu. Sebenarnya kapan aku akan mendapatkan upahku?

Tempat ini seperti sebuah kumpulan sampah, hanya melihat sekitar saja sudah membuat darahku mendidih.

... Dipikir lagi, ada kemungkinan kalau upahnya akan diserahkan besok.

Jadi yang kulakukan ini percuma? Tidak, karena makanannya enak aku rasa tidak apa-apa.

Mungkin dia sendiri mengerti, tetapi Raphtalia sebagai seorang demi-human memang sedang dalam masa pertumbuhannya. Adalah tindakan bodoh untuk melewatkan kesempatan ini.


“Aku ingin tahu apakah mereka punya wadah untuk makanan ini supaya bisa dibawa pulang.”


Kita harus selalu memikirkan tentang hari esok dan tidak pernah membuang-buang uang.

... Aku akan minta pada mereka untuk membiarkanku mengambil semua sisanya dan minta untuk dipanaskan nanti. Semua yang bisa dianggap ‘makanan’ juga tidak apa.

Diantara orang-orang, Motoyasu yang sedang marah mendorong kerumunan untuk membuka jalan, mengarah tepat ke tempat kami berada.

Ya ampun, ada apa sebenarnya dengan hari ini.

Karena sepertinya merasa menganggu, para hadirin itu menyingkir dan memberi jalan untuk si sampah, Motoyasu, selagi dia memelototiku dengan penuh kebencian.


“OI! Naofumi!”

“... Apa?”


Ia membuka salah satu sarung tangannya dan melemparnya kearahku.

Kalau tidak salah, itu artinya pria ini menantangku untuk berduel.[6]

Para hadirin saling berpandangan setelah mendengar perkataan dia selanjutnya.


“Berduel denganku!”

“Kau ini bicara apa sih?”


Apakah akhirnya otaknya meledak?

Kau akan berubah menjadi orang bodoh kalau terus-terusan memikirkan tentang permainan setiap harinya.

Pahlawan Tombak sialan yang maju untuk membunuh boss begitu saja seperti orang gila, meninggalkan orang-orang tak bersalah yang harusnya dia lindungi.


“Aku sudah tahu semuanya! Raptalia-chan mengikutimu hanya karena dia adalah budakmu!”


Semangat bertarung membara dalam dirinya selagi ia menunjuk dan mencelaku.


“Eh?”


Orang yang dibicarakan sedang menikmati hidangannya yang lezat.


“Lalu kenapa?”

“ ‘Lalu kenapa?’... katamu? Kau, sungguh-sungguh mengatakan itu!?”

“Ya.”


Apa salahnya dengan memiliki budak?

Tidak ada seorangpun yang mau bertarung disampingku. Jadi, aku membeli dan menggunakan seorang budak.

Dan lagipula negeri ini tidak melarang penggunaan budak.

Jadi, untuk alasan apa dia sampai mengamuk begini?


“Dia budakku. Ada masalah dengan itu?”

“Manusia... Tidak boleh memperbudak manusia lainnya. Karena kita adalah pahlawan dari dunia lain, tindakanmu itu tidak akan kumaafkan!”

“Bukannya sedikit telat... di dunia kita juga ada banyak budak.”


Aku tidak tahu apapun tentang dunia Motoyasu. Tapi tidak mungkin dalam sejarah umat manusia keberadaan perbudakan itu dihapuskan.

Sebagai contohnya bila dilihat dari sisi lain: masyarakat adalah budak dari perusahaan-perusahaan besar.


“Tidak bisa dimaafkan? Apakah kau bahkan berpikir dengan jernih. Gunakan kepala sialanmu itu dengan benar!”


Memaksakan pemikiran sendiri yang bias kepada orang lain... Kepala orang ini bermasalah.


“Sayangnya ini adalah dunia yang berbeda. Ada perbudakan disini. Jadi apa yang salah jika aku menggunakan mereka?”

“Kurang... ajar!”


Menggertakan giginya, Motoyasu mengarahkan tinjunya padaku.


“Duel denganku! Jika aku menang, bebaskan Raphtalia-chan!”

“Kenapa juga aku harus menerima tantangan ini? Apa untungnya bagiku?”

“Kau bisa lakukan apapun yang kau mau pada Raphtalia-chan! Seperti yang kau lakukan sekarang.”

“Apa-apaan itu.”[7]


Aku mencoba untuk mengabaikan Motoyasu dan pergi, karena duel ini tidak ada untungnya bagiku.


“Aku sudah mendengar cerita Motoyasu-dono.”


Para hadirin yang bersemangat memberi ruang untuk sang raja lewat.


“Aku dengar bahwa salah satu pahlawan kita menggunakan budak... walau hanya sebatas rumor. Jika kau menolah tantangan Motoyasu-dono maka akan aku perintahkan. Berduel!”

“Seenaknya saja. Cukup serahkan upah dari serbuannya. Aku tidak punya waktu untuk dibuang di tempat seperti ini!”


Raja itu menghela nafas dan menjentikkan jarinya.

Prajurit-prajurit muncul entah darimana dan mulai mengepungku.

Ketika aku melihat Raphtalia, ia sedang ditahan oleh para prajurit itu.


“Naofumi-sama!”

“... Apakah kau mengancamku?”


Kataku sambil memelototinya dengan seluruh tenaga yang aku punya.

Orang ini, dia tidak percaya apapun yang kukatakan.

Daripada seperti itu, dia ini kerjanya hanya menganggu saja.


“Selama kau berada di negeri ini, kata-kataku adalah mutlak! Aku bahkan bisa menahan budak dari Pahlawan Perisai jika memang harus begitu.”

“... Cih!”


Hal seperti menghilangkan kutukan yang dipasang pada budak, penyihir kerajaan kemungkinan tahu teknik seperti itu.

Dengan kata lain, agar Raphtalia bisa tetap bersama denganku, aku harus bertarung.

Jangan bercanda! Aku bahkan belum mendapatkan modal balik dari membeli budak ini!

Kau kira uang dan waktu siapa yang telah dikorbankan untuk mengurus[8] dia.


“Pertandingan ini tidak ada gunanya! Aku—mmmmfff!”


Selembar kain disumpalkan kedalam mulut Raphtalia supaya dia tidak bisa berbicara.


“Pemiliknya memiliki kekuatan untuk memperkuat hukuman kutukan untuk korbannya. Oleh karena itu jangan biarkan budak ini berbicara lebih lanjut.”

“... Kau melakukan itu hanya untuk membuatku harus menerima duel ini.”

“Bukannya kami hanya memberikanmu hadiah untuk pertandingannya?”

“Apa! Kau—“

“Nah kalau begitu, pertandingan ini akan dilaksanakan di taman istana!”


Raja sialan itu memotong keluhanku dan memberitahu lokasi duelnya.

Sial, kalian semua ini tahu tidak kalau aku tidak punya kekuatan serangan? Ini adalah pertandingan yang berat sebelah!



Translator note[edit]

  1. literalnya ‘Oi...’, mengungkapkan kekesalan
  2. Yang ingin Naofumi bilang: mereka mulai bertarung setelah mengungsikan penduduknya juga tidak apa-apa soalnya musuhnya ada banyak juga
  3. Secara literal ‘dia juga dan dia juga, tidak ada orang baik.’
  4. Naofumi pikir warga desa membayar jasanya menggunakan rasa terima kasih, bukannya uang, makanya dia mengeluh
  5. Mein, bukan secara keseluruhan
  6. Cara orang Eropa pada abad pertengahan untuk menantang duel
  7. Secara literal artinya ‘tidak bisa jadi alasan’ yang bisa juga berarti ‘tidak bisa seperti itu’ atau ‘tidak akan kubiarkan’.
  8. Secara literal, ‘diinvestaskan’
Sebelumnya Chapter 19 – Ingatan tentang Monster Hitam Kembali ke Halaman Awal Selanjutnya Chapter 21 – Konflik Langsung