Editing
Oregairu (Indonesia):Jilid 10 Bab 1
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
==4== Setelah memberikan persembahan kepada kuil, kami akhirnya bisa lepas dari kerumunan orang. Aku mengamati halaman yang luas ini dan disana ada gadis kuil, gadis kuil, dan perawat dimana-mana. Bercanda kok, tak ada perawat. Karena menemukan sesuatu di halaman kuil, Yuigahama meneriakkan suaranya “Oh, cabutan keberuntungan!” “...Kalau begitu ayo ambil beberapa.” Kami mengantri dan bergantian mencabut cabutan keberuntungan. Kami mengguncang-guncang sebuah kotak segi enam yang terisi dengan stik-stik. Aku memberitahu gadis kuil berapa jumlah stik yang keluar dan mengambil cabutan keberuntunganku. “Untung kecil...” ''Aneh sekali...'' Meski begitu, karena cuma membayar 100 yen, walau tak dapat sesuatu yang mencengangkan, aku harus menerimanya. Aku melihat-lihat daftar cabutan dan setiap isi cabutan itu aneh-aneh. Seberapa anehkah? Seaneh seperti tentang kesehatanmu, “hati-hati dengan gejala-gejala penyakit.” Aku bingung apa aku harus mengikatnya atau tidak karena aku tak bisa bilang ini cabutan yang sial dan kemudian Yukinoshita, yang berada disebelahku, dengan santai memperlihatkanku apa yang dia dapat. “...Untung bagus.” Yukinoshita memperlihatkan senyuman kemenangannya dan mengatakan itu. Tunggu dulu, apa untung kecil sebegitu bagusnya daripada untung kecil? Bagaimanapun, tidak semencengangkan itu karena itu memang normal, tahu? Tapi yah, kalau Yukinoshita sangat gembira dengan hal seperti itu, aku rasa itu merupakan cabutan yang hoki. ''Ingin menang terus, ya...'' Aku berpikir seperti itu. Kemudian, yang seseorang yang ber”ehehe”, Yuigahama menunjukkan cabutannya pada kami. “Aku dapat yang untung besar!” “...Baguslah. Aku juga ikut senang,” kata Yukinoshita, dengan mata yang dengan jelas membara. ''Bakal baik aja nggak dia...? Cewek ini nggak akan berhenti bayar sampai dapat untung besar, ya?'' Selagi aku menonton mereka terpaku, yang muncul dari bayangan Yukinoshita adalah Komachi dengan ekspresi kaku dan muram. “Aku dapat sial...” Yang mengambil tes menjadi siswi dapat sial... Yuigahama yang tadinya tersenyum dengan riangnya, dan Yukinoshita, yang sudah terbakar amarah pertarungan, kehilangan kata-kata. ''Moodnya jadi bikin depresi banget nih...'' Yukinoshitapun berdehem untuk meredakan situasi dan dengan lembutnya menepuk-nepuk kedua bahu Komachi. “Nggak papa, Komachi-san. Sudah ada orang sesat ini di keluargamu saat ini, jadi hal kayak gini bukan masalah besar sebesar itu. “Begitu ya caramu menyemangati...? Yah, begini, Komachi. Jangan biarkan cabutan itu mengganggu kamu keseringan. Seminggu lagi, kau bakal lupa sama yang kamu cabut.” “Kau yang bilang...” “Rasanya kayak untung besarku nggak terasa menakjubkan lagi...” Yukinoshita dan Yuigahama mengeluarkan ekspresi kebingungan setelah melihat cabutan mereka. Aneh... Bukannya berusaha keras untuk menyemangati adik kecilku, mereka malah membuat moodnya makin bikin depresi. Dan pada saat itulah. Yuigahama menepuk kedua tangannya karena sadar akan sesuatu. “Ah, aku tahu. Sini, kita tukeran,” kata Yuigahama, dan dia menjulurkan cabutannya kepada Komachi. “Eh, kamu yakin?” “Ya!” Karena bingung apa dia akan mengambilnya walau diberi dengan senyuman, Komachi memandang kearahku. “Yah, ni kan jimat keberuntungan. Jangan malu-malu.” Bagaimanapun, ini adalah cabutan keberuntungan untung besar dari Yuigahama yang, entah gimana, ajaibnya bisa lolos tes masuk sekolah kami. Mungkin ada sedikit berkah didalamnya. Malah bisa saja kita membelokkan takdir atau menentang hukum fisika dengan benda itu. “Makasih banyak... Aku akan berusaha sekuat tenaga!” “Uh huh. Kalau kau jadi adik kelasku, aku akan ikut senang juga,” kata Yuigahama. Ia memberikan cabutannya kepada Komachi dan iapun, mengambil cabutan sialnya. Yukinoshita yang sedang menonton mereka meletakkan tangannya dibawah dagunya dan berpikir tentang sesuatu. “Yuigahama-san, nggak masalah kalau aku pinjam cabutanmu sebentar?” “Eh? Nggak papa...” Yukinoshita mengambil cabutan Yuigahama dan mengikatnya miliknya bersama dengan milik Yuigahama. “Sekarang kita bisa meratakannya kayak gini dan kita berdua dapat untung kecil.” “Rumus sih apa yang kau pakai?” Tambahkan sial dan untung bagus, bagi dua, dan kalikan dua? Perhitungannya dalam bentuk sains sedangkan konsepnya dalam bentuk sosial. Apa ini semacam iseng-iseng baru dalam mencampurkan sains dan sosial, aku tanya? “Jadi sekarang kita saling cocok,” kata Yuigahama, dengan riangnya. Yukinoshita kemudian tersenyum puas. “Benar... Dengan ini, cabutan kita seimbang.” “Itu tujuannya dari tadi!?” “Apa-apaan cara berantakan itu untuk selesaikan masalah kayak yang bakal kau lakukan pas ada pendidikan bebas tekanan?” Ibaratnya seperti menyuruh semua orang saat festival seni sekolah berbaju Momotarou, saling pegangan tangan, dan memotong pita sama-sama. “Bercanda,” kata Yukinoshita, dan tersenyum. Komachi dengan semangat memasukkan cabutan keberuntungan dia dapat ke kantong sakunya dan menampakkan wajahnya. “Karena kita sudah beres kunjungannya dan juga cabutannya, kita mau ngapain lagi sekarang?” “Ayo kita pergi ke kedai-kedai sekitar sini!” Saat Yuigahama menyarankan hal itu, yang sudah siap pergi ke kedai-kedai sejak awal kami berjalan-jalan di halaman kuil, Yukinoshita mengangguk. Jalan setapak kuil ini juga merupakan jalur pulang, lagipula. Aku tak keberatan dengan itu. Bukan berarti aku bisa memprotesnya, karena mereka bertiga mulai berjalan. Saat kami kembali dari jalan kami datang, macam-macam kedai makanan pun terlihat. Selain kedai biasa yaitu kedai okonomiyaki dan takoyaki, ada juga kedai amazake, yang juga sesuai dengan musimnya. Diantara barisan kedai makanan terdapat mesin mainan. Aku melihatnya sembari bertanya-tanya apakah kedai yang biasanya kau lihat saat festival musim panas bisa-bisanya ada saat musim dingin dan aku mendengar suara megap-megap disebelahku. “Kenapa ada mesin mainan disini saat Tahun Baru...?” Yukinoshita memandangnya terpaku ke galeri seakan-akan berkata “...anehnya”. “Yah, memang aneh, tapi nanti anak-anak datang, jadi bukannya normal-normal aja kalau kedai ini ada karena ini waktu yang pas buat cari duit?” “Nggak masuk akal... Kenapa itu ada di sini...?” Tapi Yukinoshita tetap saja memandang mesin mainan itu, yang kelihatannya sama sekali tak mendengarkan apa yang aku bilang. Dan yang ada dimesin itu, adalah semacam Pan-san sang Panda disana. ''Ah, jadi itu kenapa kau memandanginya...'' “...Mau mampir sebentar di mesin mainan?” “Nggak, bukan—“ kata Yukinoshita, dengan gelisah. ''Oh, dia jelas banget mau ambil benda itu...'' Dia terus menerus memandangi benda mirip-Pan-san sembari bergumam. Kelihatannya dia nggak akan pergi sampai dia memenangi benda itu. ''Gimana ya, aku nggak terlalu PD bakal menang, tapi kayaknya aku coba aja deh...'' Saat aku mengamati keadaan dompetku, Yuigahama mengeluarkan suara yang lirih. “Ah.” Dia kemudian menyentak lengan bajuku. “Apa sih?” “Mm,” kata Yuigahama, memberi isyarat kepadaku untuk mendekat. Kelihatannya ia ingin aku menunduk sebentar. Aku mengikuti isyaratnya dengan sedikit menundukkan kepalaku dan Yuigahama mendekatkan mukanya kearah telingaku supaya bisa berbicara secara rahasia. Pada keadaan yang seperti ini jelas membuat posisi kami semakin dekat. Ini bukan sesuatu yang bisa membuatku terkejut saat ini, jadi aku tak perlu terlalu berlebihan tentang ini. Bagaimanapun, dengan bau jeruk yang menyeruak menggelitiki hidungku, dan pipi yang sedikit merah yang tak terlindung dari angin musim dingin yang mendekatiku tanpa kusadari, aku merasa sulit bertatapan muka dengannnya. Setelah mengambil nafas yang dalam, dan tenang, aku menyuruh Yuigahama untuk mengatakannya dengan tatapanku dan Yuigahama mengeluarkan desahan yang kecil, benar-benar kecil. Dia kemudian mulai berbicara dengan berbisik-bisik di dekat telingaku. “Hey, gimana rencana kita belanja hadiahnya Yukinon?” tanya Yuigahama. “Ah, ahhh...” Aku memikirkannya sebentar. Ulang tahun Yukinoshita akan datang sebentar lagi. Pada saat yang lalu saat Natal, saat kami ada kesempatan, kami buat janji untuk beli hadiah untuknya. Jangan salah, aku sama sekali tak lupa. Hanya saja aku sudah jungkir balik otakku tentang apa yang harus aku lakukan. Kapan, dimana, dengan siapa, apa, dan gimana aku membelinya, sial, sialnya kenapa aku malah membicarakannya? Aku sudah pikir dari 5W1H. Maksudnya, benar-benar susah jadi yang mengundang. Dan aku buruk sekali kalau tentang kencan. Memang sulit menentukan semuanya sendiri karena bisa jadi pihak lain malah terganggu. Tapi malah menanyai mereka dan membuat mereka yang menentukannya membuat aku tak nyaman juga. Apaan sih kehidupan tak tegas yang tak pernah berakhir ini? Bagaimanapun, aku menghargai fakta bahwa ia adalah pihak yang mulai bicarakan itu. Kalau aku menundanya lama-lama, aku punya firasat kalau aku bakal punya terlalu banyak pikiran daripada yang aku perlukan dan hampir-hampir berteriak “Hachika pengen pulang!”, jadi aku langsung saja menjawabnya. “...Kalau gitu, besok bisa?” “Y-ya. Seharusnya.” Yuigahama terlihat terkejut dan memainkan buntalan rambutnya. “Begitu, baik, besok ya...” “Ya...” Yuigahama menjawabnya dan kemudian terdiam, akupun begitu. Dan dari sana, Komachi datang kesini dan menyentak lengan bajuku. “Onii-chan, Yukino-san kelihatannya nggak bakal gerak dari sana...” Yuigahama merengutkan mukanya dan bicara dengan Komachi. “Ah, Komachi-chan, mau pergi juga?” “Huh? Kemana?” “Um, gini, aku ada rencana pergi bareng Hikki besok buat beli hadiah ultah Yukinon, jadi...” “Ah, kayaknya bagus!” kata Komachi, dan dia kemudian mengeluarkan ekspresi terkejut. Kemudian, ia membuat senyuman tak lazim. “...Lalu kelihatannya, aku bener-bener sangat sibuk belajar untuk tes-tes, tahu kan.” “I-itu betul...” Yuigahama mengangguk. Kelihatannya ia masih ingat tadi saat ia memberi Komachi cabutan keberuntungannya dan kalau dianya masih belajar buat menghadapi tes-tes. Tapi setelah mengeluh beberapa saat, mukanya merengut dan ia memegang tangan Komachi. “T-Tapi, hey, anggap aja kayak lagi istirahat! Lagipula, aku bertaruh kalau kamu kasih Yukinon hadiah, dia akan seneng banget, Komachi-chan! A-Aku juga mau minta pendapat juga! Atau apa gitu...” “Eh? B-Bisa, aku rasa...... Hmm?” Komachi menjawabnya dan memperlihatkan ekspresi kebingungan. Ia memandang ke arahku. “Ini juga boleh, Komachi. Seharusnya bukan masalah,” kataku. Komachi memiringkan kepalanya. “Mmm... Apaan sih kemunduran ini...? Kalian berdua pergi sama-sama pas musim panas juga...” Komachi mengomel dengan suara lirih. ''Yah, gini, banyak hal terjadi. Kayak, gimana ya, kami punya masalah menentukan gimana harus bersikap satu sama lain...'' “Yah, Kalau buat itu...” Komachi kelihatan bingung saat dia menjawab, tapi Yuigahama mengangguk senang dan mengeluarkan hapenya. “Oke, kita jadi ya! Aku nanti kirim kamu pesan!” Hape Yuigahama kemudian bergetar. “Oh, bentar,” kata Yuigahama, dan ia mengambil jarak dari kami dan menjawab telponnya. Aku memandang mengikutinya dan kelihatannya ia sedang menelpon teman dekatnya. Tapi menanyakan “Siapa sih?” kelihatannya agak tak sopan. Aku tak bisa menanyakannya juga karena itu akan membuat aku merasa sedang berlagak seolah aku orang yang cukup penting untuk menanyakannya. Sampai Yuigahama selesai dengan hapenya, kami tak bisa lanjut kemana-mana. Kelihatannya kami cuma bisa tunggu dia disini. Pilihan yang manapun, selama Yukinoshita terpaku karena mesin mainan itu, kami toh tak akan pergi kemana-mana. Karena memikirkan hal itu, aku memandang ke arah tempat mesin itu dan bahu Yukinoshita merendah dan iapun berjalan kearahku. “Kenapa? Selesai?” Aku memanggilnya dan dengan muka yang sedih, Yukinoshita bergumam. “Ya, selesai sudah. Yang kayak gitu cuma...” “Huh?” Aku melirik mesin mainan di sana sambil bertanya-tanya apa yang terjadi sebenarnya. Aku melihat ke arah boneka yang Yukinoshita sudah terpaku olehnya selama ini dan itu bukanlah Pan-san sang Panda, tapi Panda Ichiro-san sang Panda. Yah, kau biasanya dapat yang seperti itu saat festival yang seperti ini. Bukannya Natchan, mereka malah punya Occhan, bukannya Adidas, mereka malah punya Kazides. Komachi yang melihat ke arah kedai yang sama mengangguk sepakat. “Ahh, benda-benda KW, kan?” kata Komachi. Yukinoshita menaruh tangannya ke bawah dagunya dan memiringkan kepalanya. “KW? Mirip kayak satu orang yang aku tahu di sekitar sini. Aku rasa nama belakangnya itu Hi, Hiki…” “Um? Kau nggak menyatakan kalau itu aku, kan? Lagi pula, namaku itu begitulah, tapi kau bisa-bisanya nggak ingat nama keluargaku?” kataku. Yukinoshita merapikan rambutnya dari bahunya dan terlihat sedih. “Nggak sopan, pastilah aku ingat.” “Walaupun sebenarnya itu kau yang nggak sopan…” “Yang lebih penting lagi, di mana Yuigahama-san?” ''Jadi kita cukup dengan namaku gitu aja?'' “Lagi nelpon di sana.” Aku menunjuk Yuigahama dan ia sedang mengamati sekitar dengan gelisah selagi menelpon dengan hapenya. “Betul, betul. Ya, setapak batu, kayaknya? Itu tempat kami sekarang. Oh, kamu sudah kelihatan!” “Ah, Yui lagi di sana.” Seseorang yang datang ke sini dengan hape di sebelah tangannya adalah Miura Yumiko. Meski dalam kerumunan orang, kerah bulunya yang megah dan kaki mulusnya yang mencuat dari rok mininya kelihatan mencolok meskipun kau tak menyukainya. Lalu kemudian, dari belakangnya ada Ebina-san. “Yui, Selamat Tahun Baru! Selamat Tahun Baru buat Yukinoshita-san dan kalian juga!” Nggak seperti Miura tadi. Ebina-san menyapa kami. ''Dia emang bener-bener baik''. “Selamat Tahun Baru.” “Wow! Lama nggak jumpa! Selamat Tahun Baru!” “Lama nggak lihat kamu dari musim panas kemarin, adek kecil!” Aku membalas sapaan Ebina-san yang sedang mengobrol dengan Komachi selagi melihat ke arah cewek-cewek yang mengobrol dengan akrabnya. “Miura dan mereka, huh…” Aku bergumam setelah menyadari siapa yang mengobrol dengan Yuigahama di hapenya. Dia berbalik dan mengangguk, mendengar gumamanku. Kemudian, datang dari belakang kami ada beberapa lagi muka-muka yang tak asing lagi. Ada si pirang dan tukang ngobrol Tobe, kepala tipis dan orang tak tegas Yamato, dan perawan pencari kesempatan Ooka. Itu adalah Kru Baru – Three for the Kill! trio. Tapi sebenarnya, rambut Tobe itu malah ke coklat daripada pirang… Hal itu tak penting sekali sampai aku tak pernah peduli dengannya. Ketiganya bersesakan di suatu tempat yang tak jauh dari kami. Mereka membuat suara berisik sekali dengan masing-masing satu gelas kertas di sebelah tangannya. Kelihatannya mereka meminum amazake. Tobe menggenggam gelasnya dan meminum semuanya sekali teguk dengan desahan yang seperti erangan setelahnya. “Sake beneran sesuatu banget deh. Minuman pertama tahun ini, minuman pertama tahun ini. Serius, loe harus minum lagi dan lagi.” “Pastinya,” kata Yamato seperti sedang menggodanya. Ia meminum segelas penuh dan mengeluarkan desahan puas. Ya, itu, cuma amazake sih. “Beeh, gue beneran mabuk ni, serius. Bikin gue yang dingin jadi hanget sekarang. Tapi yo, bukannya dingin banget? Maraton bakal bener-bener nggak lancar.” “Pastinya.” “Ya, pastinya.” ''Ya, pastinya...'' Setelah Yamato dan Ooka merespon, aku mengangguk dalam hati. Karena ada sesuatu dan lain hal di kalender, maraton tahun ini akan dilakukan pada akhir Januari bukannya seperti biasa pada bulan Februari setiap tahun. Kami harus lari mengikuti garis pantai di tengah musim ini yang membuatnya jadi lebih dingin lagi. ''Cara asem yang bikin aku ingat sesuatu yang buruk banget secepat awal Tahun Baru.'' Aku memberikan tatapan pahit pada trio idiot Tobe, Yamato dan Ooka. Kemudian itu terjadi. Tri idiot Tobe grup dan pasangan Miura bersama Ebina-san adalah sosok-sosok akrab di sini. Tapi di barisan orang-orang itu, ada satu sosok yang merupakan inti dari kedua grup itu yang sekarang tak ada. “Cuma mereka...?” kataku. Yuigahama mundur selangkah dan berdiri di sebelahku setelah mendengar perkataanku. “Aku rasa mereka udah minta Hayato-kun datang, tapi kayaknya lagi nggak pas waktunya.” “Bisa kubayangkan.” Yukinoshita menjawabnya dengan anggukan. Kata-katanya mengejutkan. Aku memandang ke arah Yukinoshita dan Yuigahama, Miura dan Ebina-san pun begitu. “Huh? Kamu tahu sesuatu?” Yuigahama bertanya, setelah mendapati betapa yakinnya suara Yukinoshita terdengar. “Keluarga Hayama-kun sudah seperti itu sejak lama.” “Ohhh, jadi begitu.” Yuigahama mengangguk percaya. Yah, Yukinoshita selalu akrab dengan Hayama. Lebih jelasnya, teman masa kecil, jadi tak seaneh itu kalau dia tahu bagaimana keadaan keluargaya. “...Kau nggak bilang apa-apa.” Aku menjawabnya dengan sedikit acuh selagi menyadari sekali lagi kalau aku tak benar-benar tahu tentang Yukinoshita atau Hayama. Bukan, maksudnya Yuigahama pun tak tahu sebanyak itu juga. Dan selain Yuigahama dan aku, ada dua orang lain yang bereaksi. “...Hmph, serius,” kata Miura dengan suara merendahkan, seperti meludahkannya, dan kemudian mengalihkan pandangannya dari Yukinoshita. Ia berjalan beberapa langkah dari tempatnya tadi, memutar-mutar rambutnya dengan jarinya, dan mendesah bosan. “Kayak, aku lapar.” Miura berkata dengan jelas dan berjalan-jalan tanpa menghiraukan sekelilingnya. “Ah, Yumiko.” Yuigahama memanggil Miura yang sekarang berhenti dan memutar badannya. Tapi dia membisu dan memandang ke arah lain. Ebina-san tersenyum cepat setelah melihatnya seperti itu dan berjalan kearahnya. “Oke, waktunya makan, huh?” Tobe dengan pendengaran tajamnya mendengar apa yang Ebina-san bilang dan mendatanginya. “Yo, yo? Kita bakal makan? Kayak makanan pertama gue tahun ini!” ''Ada orang kayak gitu, tahu? Cowok yang menambah kata “pertama” ke setiap omongan mereka pas Tahun Baru. Menyebalkan banget...'' Ah, ummm...” Yuigahama membandingkan grup Miura dan grup kami, bingung harus melakukan apa. “Beneran nggak mau kesana dengan Miura dan mereka?” “Um... Ng-Ngapain kalian habis ini?” kata Yuigahama, mengeluarkan tawa bingung “tahaha”. Yukinoshita memandangnya dan tersenyum. “Aku harus pulang sekarang. Aku nggak terlalu suka sama kerumunan, lagipula.” “Eh, tapi kan...” Pandangan kebingungan dikeluarkan Yuigahama karena perkataan Yukinoshita. Yukinoshita dengan lembut menyentuh bahunya, setelah menyadari kegelisahannya. “Kita bisa ketemu lagi sebentar lagi, kan?” “Uh huh...” Aku nggak merasa itu bisa meyakinkannya, tapi Yuigahama menjawabnya dengan pelan. Yah, jelas tak menyenangkan kalau harus melihat Yuigahama kebingungan memilih antara Miura ataukah Yukinoshita sedini Tahun Baru. Tak mungkin kami bisa ragu-ragu menyatakan kalau keinginan Yuigahama untuk lebih akrab lagi hanyalah salah satu caranya memberikan perhatian. Hanya saja, teman dari teman yang bukan berarti teman juga adalah biasa di dunia ini yang selajur dengan membuat semua orang ada di satu tempat dan menghabiskan waktu bersama yang bukanlah hal terbaik yang bisa dilakukan. Yukinoshita tak banyak bicara, tapi aku tahu apa yang ia lakukan dari kepeduliannya. Hal itu karena dasar dari sikap yang seperti itu adalah sesuatu yang aku terbiasa dengannya. Karena itu, aku tahu apa yang harus kulakukan setelah ini. “Baik, aku mau pulang juga.” “Eh?” Yuigahama mengangkat kepalanya dengan muka terkejut. Tapi hal seperti itu bukanlah hal yang mesti kita jadi terkejut olehnya. “Kami cuma datang buat ngunjungin kuil. Aku harus pastikan Komachi benar-benar belajar dirumah, juga.” “Oh, kurasa begitu... Baiklah.” Yuigahama mengangguk. Komachi kemudian menyentak lengan bajuku. “Onii-chan, nggak usah khawatirkan aku, jadi pergi aja!” Ia mengibarkan bendera kematian atau bendera pertahanan atau bendera yang susah dimengerti, tapi aku mengabaikannya. Yang manapun, pilihan untuk mengikuti grup mereka tidaklah aku punya. “Baiklah, sampai ketemu lagi.” “Sampai ketemu di sekolah.” Setelah Yukinoshita dan aku mengatakannya; Komachi menundukkan kepalanya karena menyerah. “...Oke, sampai jumpa lagi.” Kami meninggalkan tempat di mana Yuigahama tetap di situ, dengan sedikit mengayunkan tangannya di depan dadanya. Yuigahama mungkin saja akan bergabung dengan grupnya Miura dan yang lainnya setelah ini. Lingkaran pertemanan Yuigahama bukan hanya Klub Bantuan. Aku tak yakin konsep dari “teman terbaik” itu memang ada dan siapa yang mendiktekannya, tapi aku yakin kalau suatu saat, akan ada hari di mana aku akan khawatir dengannya. Aku berharap semoga hal yang seperti itu tidak melelahkan pikiranku.
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information