Editing
Hakomari (Indonesia):Jilid 2 4 Mei
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
=== 04 Mei (Senin) 13:00=== <i> Tidak ada wangi ''peppermint''. <u style="position:absolute; margin-top: -12px; font-size: 0.7em; margin-left: -4px;">Atashi</u>Aku sedang memegang sebuah majalah komik mingguan di tanganku seperti sebelumnya. Aku bisa menyelinap keluar dari kamar Maria Otonashi. "Haha!" Aku berhasil! Ancamanku berhasil! Perasaan tersudutku menguap. Semuanya baik-baik saja sekarang. Aku masih bisa bertarung. Pertama, aku harus menemui Ryuu Miyazaki. Aku meninggalkan toko dan memastikan lokasiku. Aku tahu ini jalan utama. Apartemen Ryuu Miyazaki seharusnya ada di dekat sini. Aku pergi ke apartemennya dan membunyikan bel. Ryuu Miyazaki langsung membuka pintunya. Wajahnya pucat. Lingkaran-lingkaran di bawah kacamatanya menjadi semakin gelap. Dia juga tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya melihat ke arahku sambil membisu. "...Hei, apa yang terjadi?" "......Tidak ada." Penyangkalannya menunjukkan padaku, bahwa bagaimanapun, jelas telah terjadi sesuatu. "Apakah Maria Otonashi melakukan sesuatu padamu?" "Tidak... dia tidak melakukan apa-apa." Jawabannya yang sama sekali tak berintonasi sampai-sampai terdengar hampir seperti robot. Jelas ada yang salah. Memang sih, dia sudah terlihat aneh sebelumnya, tapi keanehan ini naik setingkat lebih tinggi. "Kamu tidak mau masuk sekarang?" Dia jelas sedang mendesakku. Aku melakukan seperti yang disuruhnya meskipun agak curiga. "...Apa itu?" Begitu masuk, aku sadar bahwa jendelanya pecah. "Aah, Otonashi yang memecahkannya." Nii-san menjawab tanpa semangat. Maria Otonashi pasti telah melakukan sesuatu padanya. Tidak ada penjelasan yang lebih masuk akal lagi. "...apa taktik kita kemarin gagal?" "Ya." Jawaban setengah hati lagi. ...Sebenarnya, ada apa, sih? "Kenapa kamu tidak menjawab telepon<span style="position:absolute; margin-top: -12px; font-size: 0.7em; margin-left: -4px;">Atashi</span>ku?" "...«Atashi», ya." "Hah?" "Bukankah kamu biasa menyebut dirimu «Boku»?" [TL Note: Masalah Boku/Atashi lagi. Lihat penjelasan di atas.] ...Benar, aku harus memperbaiki ini lagi. "...Cuma kesalahan kecil. Toh <u style="position:absolute; margin-top: -12px; font-size: 0.7em; margin-left: -4px;">Boku</u>aku bukan siapa-siapa." "......Setelah 13.00, ya." Dia berkata sembari memandang kejauhan. "Iya sih, tapi kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu...?" "Kau merebut bingkai waktu ini pada hari ketiga. Jadi jelas ini adalah dirimu. Karena itu aku bisa yakin. Tapi sekarang pukul 14.00... Aku mungkin akan menganggap Hoshino mencoba mengelabuiku lagi dan tidak menyadari ini adalah dirimu. Tidak seperti Maria Otonashi, aku tidak bisa membedakan kalian berdua lewat penggunaan otot wajahmu, tahu." "......Kamu kehilanganku karena itu." "Katakan padaku, bagaimana kau memanggilku?" "Hah? Tentu saja «Ryuu Miyazaki». Bukankah aku sudah memanggilmu seperti ini sepanjang waktu?" "Ya, kupikir juga begitu. Benar." "Berhentilah bicara aneh, lebih baik katakan saja apa yang terjadi kemarin!" "Oke." Setelah mengangguk, Ryuu Miyazaki duduk di bangkunya dan memandangi monitor yang hitam. "Aku melaksanakan strategimu. Seperti yang bisa kau lihat, sudah terbukti ini gagal." Aku berharap dia melanjutkan, jadi aku menunggunya selama dia terus memandangi monitor tanpa bergeming. Akan tetapi, dia tidak bicara. "Eh? Itu saja...?" "Aku sudah tidak tahu lagi! Strategi kita gagal dan Kazuki Hoshino direbut kembali oleh Maria Otonashi. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka!" "......Apa? Itu tidak membantuku sedikit pun." "Yah, kurasa memang tidak." Ryuu Miyazaki berkata dengan sangat dingin, masih tanpa memandangku. "......Apa kau berencana untuk meninggalkanku?" Namun, dia, masih tidak memandangku. Aku mengerti. Itu niatannya. Dia akan menutup telinga dan mengabaikan segalanya lagi. "Kau menyesalinya, bukan?" Akhirnya dia melihatku saat dia mendengar kata-kata itu. "Kau menyesal karena kau menyadari kemalangan Riko Asami saat berlari menemuinya karena dia memohon pertolongan—dan dia melibatkanmu dalam masalah ini, bukan? Tepat sekali! Kalau kau tetap tidak acuh, kau mungkin bisa hidup tanpa memedulikannya, hanya meratapi ketidakberuntunganmu sendiri. Andai saja kau tidak menjawab telepon Riko Asami waktu itu—" "Aku tidak menyesalinya!" Dia memotong kata-kataku. "Aku cuma menyesal karena aku tidak menyadarinya lebih awal. Andai seperti itu, aku mungkin bisa mencegah semua ini. Jadi, insiden ini dari awal sampai akhirnya, semuanya salahku. Aku tidak ingin membuat kesalahan seperti ini lagi!" Dia akhirnya menolehkan kepalanya padaku. "Karena itu aku memutuskan untuk terus membantu Riko. Apa pun yang terjadi, keputusan ini tidak akan berubah." "......<u>Nii-san</u>." Dadaku terasa hangat. Nii-san mengatakan ini dengan segenap kejujurannya. "Terima kasih, Nii-san... teruslah membantuku!" " 'Nii-san,' ya." Nii-san mengangguk sedikit. "Hei... biar aku konfirmasi tujuanmu." "Kenapa baru sekarang? —Yah, tidak apalah! Tujuanku adalah untuk mendapatkan Kazuki Hoshino. Untuk membuat [Kazuki Hoshino] menyerah demi tujuan ini. Untuk menyiksa Kazuki Hoshino seberat-beratnya sampai membuatnya menggaruk leher seraknya sendiri, untuk membuatnya sekarat kesakitan <!--English “succumb so heavily” --> sampai dia menyerahkan tubuhnya dengan berkata 'Tolong jadilah tuanku' sembari bersujud." "...Aku mengerti, jadi itu tanpa keraguan?" "Tentu saja. Bukankah aku sudah memberitahumu beberapa kali?" Nii-san beberapa kali berbisik "Iya, iya," merendahkan pandangannya dan berhenti bicara. Terlihat aneh bagiku, jadi aku mengintip wajahnya. "—Eh?" Dia menangis. Nii-san sedang menangis. "N-Nii-san, kenapa menangis?" Karena sepertinya dia tidak sadar sampai aku mengatakan padanya; Nii-san memastikan bahwa dia sedang menangis dengan menyentuh pipinya, terkejut, dan menyeka air matanya dengan kasar dengan lengannya. Sudah berapa lama sejak terakhir kali aku melihat air mata Nii-san? Terakhir kalinya mungkin saat kami menyadari tipu muslihat orang tua kami. Nii-san benar-benar berhenti menangis setelah itu. Untuk bisa terus bertarung melawan sesuatu yang tidak tampak di dalam dirinya, dia berhenti menunjukkan setitik pun kelemahannya pada orang lain. Dan kini orang ini menangis. "......Aku akan menyelamatkannya." Dia berbisik. "Aku memutuskan. Aku memilih untuk menolong adikku. Riko-ku yang lemah. Aku memutuskan untuk membantunya paling tidak untuk saat ini, karena aku telah gagal untuk membantunya saat aku sibuk dengan urusanku sendiri. Aku memutuskan. Untuk menyelamatkannya. Untuk menyelamatkannya, untuk menyelamatkannya, menyelamatkannya, menyelamatkannya, menyelamatkannya, menyelamatkannya. Aku memang mengambil pilihan ini, tapi—" Dia mengangkat kepalanya dan memandangku. "—<u>Siapa kau</u>?" Nafasku terhenti. "Riko-lah yang ingin kuselamatkan. Tapi—siapa kau? Katakan padaku, memangnya siapa kau!?" "...A-Apa yang Nii-san katakan? Aku ini—" "Bukan siapa-siapa. Kau bilang sendiri beberapa menit yang lalu, bukan?" ...Ya. Aku memang bilang begitu. "Tepat. Kau tidak mungkin Riko. Kalau kau Riko, kenapa kau terlihat seperti Kazuki Hoshino? Tapi kau juga bukan Kazuki Hoshino. Jadi siapa kau? Katakan padaku... kenapa aku harus membantu orang yang sama sekali tidak kukenal? Aku tidak peduli padamu, brengsek !!" <!-- English : “I don’t give fuck to you!!” --> Ini salah. Aku tahu ini tidak mungkin perasaan Nii-san yang sebenarnya. "Bagiku kau hanyalah orang yang meniru adik perempuanku, yang bahkan tidak bisa kubedakan dari [Kazuki Hoshino]!" Kata-kata itu hanya ditujukan untuk menyakitiku. Dan untuk menyakiti dirinya sendiri. "N-Nii-san—" "Hentikan itu!" Nii-san berkata untuk untuk menekan hatinya. "<u>Jangan panggil aku 'Nii-san,' dasar orang asing sialan!!</u>" Seperti itulah dia menghancurkan hatinya dan— "Aah—" —hati<u style="position:absolute; margin-top: -12px; font-size: 0.7em; margin-left: -4px;">Atashi</u>ku juga. Nii-san tidak akan menyelamatkanku. Karena aku bukan adik Nii-san. Ya, itu benar. Aku bukan Riko Asami. Jadi siapa aku ini? Kazuki Hoshino? Tidak. Belum. Tunggu dulu... pertama-tama, apa aku benar-benar berharap untuk menjadi Kazuki Hoshino? "Aah—" Apakah itu yang benar-benar kuinginkan? Sebenarnya, aku mungkin sudah tahu sejak aku mendapatkan "box." <!-- Ini pikiran langsungnya --> <!-- Yang ini narasi --> Aku ingat saat sebelum orang tuaku bercerai. Kupikir kami adalah keluarga yang cukup bahagia. Saat liburan, kami sering jalan-jalan ke shopping street<ref>Jalan yang memang dikhususkan untuk perbelanjaan. Seperti Malioboro di Jogja, atau Chinatown, mungkin?</ref>, menonton film, atau pergi ke restoran yang cuma menyediakan shabu-shabu <ref>nama makanan khas Jepang </ref>. Kami adalah keluarga semacam ini. Ayahku awalnya selalu mengunjungi kamarku sepulang dari kerja, di mana aku selalu gagal mendesaknya untuk mengetuk pintu sebelum masuk. Ibuku selalu membuatkan bekal yang bersih dan imut untukku. Aku bertengkar dengan Nii-san sepanjang waktu, meski begitu, kami selalu bermain bersama-sama. Aku kira semuanya rukun-rukun saja. Aku selalu yakin bahwa kami bisa selalu bersama seperti keluarga-keluarga lainnya. Tapi semua ini bohong. Rumah tangga kami tidak runtuh. Sejak awal itu adalah kebohongan belaka. Aku ingat Nii-san pernah berkata padaku saat mereka memberitahu kami tentang perceraian mereka : «Hebat. Jadi akhirnya kita tidak perlu berpura-pura seperti keluarga bahagia lagi. Dan aku pun bebas dari rasa bersalah ini.» Aku tidak bisa langsung menangkap makna kata-kata itu. Namun, setelah beberapa saat, aku mengerti. Maksudku, mengapa orang tuaku terlihat seolah rukun-rukun saja meski mereka sekarang sudah mau bercerai ? Mengapa mereka tersenyum canggung setelah memperlakukanku dengan ramah? Semua hanya berdalih untuk menipuku dan membuatku mengira bahwa kami adalah keluarga yang bahagia. Tapi, itu bahkan bukan demi diriku—mereka melakukan ini hanya untuk menenangkan rasa bersalah mereka. Itulah sebabnya aku pikir «kebahagiaan» hanya dapat dicapai dengan merebutnya dari orang lain. Tapi, apakah itu benar-benar hal yang bisa kau rebut? Jadi, apa yang mau aku lakukan? Entahlah. Aku tidak tahu. Aku tidak mau tahu. Aku tidak punya petunjuk. Lagipula, aku sudah tidak punya 'box' lagi. Tapi, untuk sekarang aku sebaiknya kabur. Aku harus kabur. Aku sebaiknya menyelinap keluar dari ruangan ini dengan cepat. Aku hanya harus menyelinap keluar. Kemudian, aku masih bisa kabur. Aku mencoba kabur dengan cepat, tapi menabrak. Berdiri entah mengapa terasa membuang-buang waktu, jadi aku menuju pintu dengan nyaris merangkak. Entah bagaimana, sepasang kaki yang indah, ramping, dan bagaikan milik seorang model itu muncul di depan mataku. Aku mengangkat kepalaku. "K-Kenapa—" Orang yang sedang berdiri di sana adalah—Maria Otonashi. Pada waktu seperti ini... jangan-jangan...?! Aku menoleh dan melihat Nii-san. Dia memeluk kepalanya dalam lengannya dan menjauhkan diri dari apa pun di sekitarnya. Nii-san tahu bahwa Maria Otonashi berada di dekat sini. Dia telah memutuskan untuk meninggalkanku. Karena dia tahu aku akan datang, dia telah memutuskan sejak awal untuk menyerahkanku kepada Maria Otonashi. "—Bagaimanapun juga itu tidak mungkin." Dia berkata dengan nada yang datar. "Seseorang tidak mungkin membuang dirinya. Kalaupun kau lakukan, dirimu itu akan datang mengejarmu. Kau sudah tahu ini sejak awal. Itulah kenapa kau tidak bisa membuang dirimu walaupun kau mempunyai 'box.' Apa yang bisa kau capai dengan 'wish' dalam 'box'-mu tidak akan berjalan lebih jauh dari ini. Kau tidak bisa mendapatkan apa pun dalam 'Sevennight in Mud.' Kau hanya akan perlahan-lahan tenggelam ke dalam lumpur." Dia, yang selalu kupuja, mengatakan itu padaku, yang tidak bisa menjadi seperti dirinya. Lalu, kamu sendiri bagaimana? Memangnya kau juga bisa tidak memperoleh apa-apa karena telah membuang dirimu? Aku melihat wajahnya. Entah mengapa, pandangannya terlihat begitu sedih bagiku. Aku harus kabur. Tapi, ke mana? Aku tidak bisa bersembunyi di tempat ini dan Maria Otonashi menghalangi jalan di depanku. Aku hanya merangkak di lantai dan tidak bisa melakukan apa-apa. Aku tidak bisa pergi ke mana pun. Aku, tidak bisa pergi, ke mana pun. "Biar aku tanya satu hal. Aku sudah pernah menanyakannya dulu, tapi jawablah sekali lagi. Katakan padaku—" Dia mengajukan pertanyaannya. "—<u>Siapa kau</u>?" Aku adalah— "<u>Siapa aku...</u>?" Justru aku yang ingin tahu. Dia mengeluarkan ponselnya dan memegangkannya untukku, yang tengah terduduk di lantai. «Biar kuberitahu siapa dirimu.» Ini adalah suara milik [dia], yang tidak meragukan identitasnya, betapapun kerasnya aku berusaha menggoyahkan eksistensi dirinya. [Kazuki Hoshino] menjawab pertanyaanku. «Kau bukanlah siapa-siapa; Kau <u>hanyalah seorang musuh</u> yang ‘ada’ hanya untuk dikalahkan olehku.» "Tidak......" Aku bukan makhluk seperti itu. Aku tidak hidup demi dirimu! Memangnya aku mau menerima hal absurd semacam itu! "—<u>Aku Riko Asami</u>!!" Aku mengakuinya, tapi kemudian aku sadar aku baru saja melakukan kesalahan besar. Maksudku, aku tidak mungkin menjadi Kazuki Hoshino lagi, sekarang setelah aku mengakui sebagai Riko Asami. Aku tidak bisa membuat diriku berpikir begitu lagi. Pengunduran diriku terpotong olehnya. Tepat saat aku menyadarinya— "Aa, aaaAAAAAAAAAAAAAAAAH!!" 'Box' itu tiba-tiba mulai membengkak. Melesak lewat pembuluh darahku bagaikan peluru, menyakiti sekujur tubuhku, sakit, aah, aku tidak tahan! Hentikan, sakit, hentikan, seseorang, selamatkan aku! Aku ingin mengeluarkan ini! Tetapi aku tidak bisa mengeluarkannya, tidak bisa, aku tidak bisa. 'Box' itu tidak ada di tubuh ini! Tapi, lalu kenapa ini sakit? Hentikan, hentikan hentikan!! "Aku paham... aku sudah paham, jadi hentikan..." Ini karena aku mengerti bahwa aku tidak bisa menjadi siapapun selain diriku sendiri. Aku membuat kesalahan. Aku keliru jika mencari 'wish' dari 'box.' Aku tidak membutuhkan tubuh seperti ini. Itu tidak masuk akal. Aku... aku hanya— "Aku hanya ingin meraih kebahagiaan!" Tapi itu sudah tidak mungkin lagi. Kebahagiaan sudah tidak menungguku lagi, karena aku kini berada dalam jalan yang bermandikan darah. Aku berpegangan erat pada pada seorang gadis yang berhasil menjadi diri yang lain, yang menyebut dirinya sebuah "box." Aku tidak akan salah lagi. Aku tidak akan salah lagi, jadi tolong! "Selamatkan aku!" </i>
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information