Editing Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid1 Bab01

Jump to navigation Jump to search

Warning: You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you log in or create an account, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.

The edit can be undone. Please check the comparison below to verify that this is what you want to do, and then save the changes below to finish undoing the edit.

Latest revision Your text
Line 1: Line 1:
==Bab 1==
+
'''Bab 1'''
   
Setelah aku masuk SMA dekat rumah, langsung saja kusesali, karena sekolah yang kudatangi itu duduk di atas bukit yang tinggi, yang terjal. Bahkan saat musim semi, aku menjadi gerah dan keringatan hanya karena mendaki jalan yang rasanya seperti mendaki gunung. Setiap kali kuingat ini, dan fakta bahwa untuk tiga tahun kedepan aku harus mengulang hal yang sama setiap pagi, aku sudah merasa capek dan muram lagi. Aku agak kesiangan hari ini, dan mungkin karena itulah aku berjalan agak cepat, atau barangkali karena itulah aku sangat lelah. Bisa saja aku bangun 10 menit lebih cepat, tapi seperti yang kalian semua tahu, tidur terbaikmu adalah tepat sebelum waktu bangun. Aku tak ingin menyia-nyiakan 10 menit yang berharga itu. Jadi kusadari aku memang takkan bisa bangun pagi, yang berarti aku harus mengulang latihan pagi ini selama tiga tahun ke depan. Ini terlalu menyedihkan.
 
   
Itu adalah alasan muka cemberutku waktu upacara penerimaan murid baru. Semua orang di dalam aula besar berparas ‘memulai perjalanan baru’ yang tak berguna di muka mereka. Kalian tahu lah, paras unik: penuh harapan, namun juga penuh ketakpastian yang setiap murid baru kenakan saat mereka masuk ke sekolah baru. Untukku, tidak begitu — banyak teman sekelas dari SMP-ku dulu yang juga masuk sekolah ini. Singkatnya, beberapa temanku juga ada di sini. Jadinya, aku tak terlihat secemas — atau segembira — orang lain.
 
   
Laki-laki pakai jas blazer, dan perempuannya pakai seragam sailor. Wow, kombinasi yang lumayan aneh ya. Kali si kepala sekolah yang lagi ngasih ceramah monoton punya semacam fetish sama seragam sailor. Saat aku berpikir hal tak berguna ini, upacara bodoh ini akhirnya selesai. Aku, bersama teman-teman tak-begitu-menyambut sekelas yang baru, masuk ke ruang kelas 1-5.
 
   
Guru wali kelas kami, Okabe-sensei, dengan senyuman berlatih-selama-satu-jam-di-depan-cermin dia, berjalan ke depan kelas dan memperkenalkan diri. Pertama-tama dia berkata bahwa dia adalah guru olahraga, dan pelatih tim [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Handball|handball]]. Terus, dia lanjut ke hari-hari silam, seperti bagaimana, dulu ketika dia masih mahasiswa, dia pernah main handball di sebuah tim, bahkan memenangkan kejuaraan, dan bagaimana sekolah ini kurang sekali pemain handball, jadi siapapun yang masuk tim akan langsung jadi reguler. Dan lalu, dia melanjutkan tentang bagaimana handball itu olahraga yang paling menarik di dunia, dan seterusnya dan sebagainya, sebagainya, sebagainya. Tepat ketika aku berpikir dia takkan pernah berhenti, tiba-tiba dia berseru:
 
   
  +
Setelah aku masuk SMA dekat rumah, langsung saja kusesali, karena sekolah yang kudatangi itu duduk diatas bukit yang tinggi, yang terjal. Bahkan saat musim semi, aku akan jadi gerah dan keringatan hanya karena mendaki jalan yang kurasakan seperti mendaki gunung. Setiap kali kuingat ini, dengan fakta bahwa untuk tiga tahun kedepan aku harus mengulang hal yang sama setiap hari di pagi hari, aku sudah merasa capek dan muram lagi. Aku agak kesiangan hari ini, dan mungkin karena itulah aku berjalan agak cepat, atau barangkali karena itulah aku sangat lelah. Bisa saja aku bangun 10 menit lebih cepat, tapi seperti yang kalian semua tahu, tidur terbaikmu adalah tepat sebelum waktu bangun. Aku tak ingin menyia-nyiakan 10 menit yang berharga itu. Jadi kusadari aku memang takkan bisa bangun pagi, yang berarti aku harus mengulang latihan pagi ini selama tiga tahun kedepan. Ini terlalu menyedihkan.
“Sekarang, kenapa kalian tidak memperkenalkan diri satu-satu?”
 
  +
  +
Itu adalah alasan muka cemberutku waktu upacara penerimaan murid baru. Semua orang di dalam aula besar tiada guna berparas ‘memulai perjalanan baru’ pada muka mereka. Kau tahu lah, paras unik: penuh harapan, namun juga penuh ketakpastian yang setiap murid baru kenakan saat mereka masuk ke sekolah baru. Untukku, tidak begitu -- banyak teman sekelas dari SMPku dulu yang juga masuk sekolah ini. Singkatnya, beberapa temanku juga ada di sini. Jadinya, aku tak terlihat secemas - atau segembira - orang lain.
  +
  +
Laki-laki pakai jas blazer, dan perempuannya pakai seragam sailor. Wow, kombinasi yang lumayan aneh ya. Kali si kepala sekolah yang lagi ngasih ceramah monoton punya semacam fetish sama seragam sailor. Saat aku berpikir hal tiada guna ini, upacara bodoh ini akhirnya selesai. Aku, bersama teman-teman tak-begitu-menyambut sekelas yang baru, masuk ke ruang kelas 1-5.
  +
  +
Guru wali kelas kami, Okabe-sensei, dengan senyuman berlatih-selama-satu-jam-di-depan-cermin dia, berjalan ke depan kelas dan memperkenalkan diri. Pertama-tama dia berkata bahwa dia adalah guru olahraga, dan pelatih tim [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Handball|handball]]. Terus, dia lanjut ke hari-hari silam, seperti bagaimana, dulu ketika dia masih mahasiswa, dia pernah main handball di sebuah tim, bahkan memenangkan kejuaraan, dan bagaimana sekolah ini kurang sekali pemain handball, jadi siapapun yang masuk tim akan langsung jadi regular. Dan lalu, dia melanjutkan tentang bagaimana handball itu olahraga yang paling menarik di dunia, dan seterusnya dan sebagainya, sebagainya, sebagainya. Tepat ketika aku berpikir dia takkan pernah berhenti, tiba-tiba dia berseru:
  +
  +
“Sekarang, kenapa kalian ga ngenalin diri satu-satu?”
   
 
Hal semacam ini memang sudah diduga, jadi aku tidak benar-benar kaget.
 
Hal semacam ini memang sudah diduga, jadi aku tidak benar-benar kaget.
Line 15: Line 19:
 
Satu demi satu, anak-anak yang ada di sebelah kiri kelas mulai memperkenalkan diri mereka. Mereka mengacungkan tangan, lalu mengumumkan nama, asal sekolah mereka, dan hal sepele lainnya, seperti hobi atau makanan favorit. Sebagian bergumam melewatinya, beberapa memperkenalkan diri dengan menarik, sementara beberapa mencoba menceritakan lelucon garing yang menurunkan suasana ruangan. Saat orang lain memperkenalkan diri mereka, giliranku makin mendekat. Aku mulai gugup! Pastinya kau tahu bagaimana perasaanku waktu itu, kan?
 
Satu demi satu, anak-anak yang ada di sebelah kiri kelas mulai memperkenalkan diri mereka. Mereka mengacungkan tangan, lalu mengumumkan nama, asal sekolah mereka, dan hal sepele lainnya, seperti hobi atau makanan favorit. Sebagian bergumam melewatinya, beberapa memperkenalkan diri dengan menarik, sementara beberapa mencoba menceritakan lelucon garing yang menurunkan suasana ruangan. Saat orang lain memperkenalkan diri mereka, giliranku makin mendekat. Aku mulai gugup! Pastinya kau tahu bagaimana perasaanku waktu itu, kan?
   
Setelah aku berhasil menyelesaikan perkenalan yang kupikir baik-baik, yang pendek tidak gagap sebaik-baiknya yang kubisa, aku duduk, merasa lega setelah selesai melakukan sesuatu yang tak menyenangkan tapi tak terelakkan. Orang di belakangku berdiri untuk gilirannya dan — ah, mungkin aku takkan pernah lupa seumur hidupku — mengucapkan kata-kata yang akan jadi legenda.
+
Setelah aku berhasil menyelesaikan perkenalan yang kupikir baik-baik, yang pendek tidak gagap sebaik-baiknya yang kubisa, aku duduk, merasa lega setelah selesai melakukan sesuatu yang tak menyenangkan tapi tak terelakkan. Orang di belakangku berdiri untuk gilirannya dan -- ah, mungkin aku takkan pernah lupa seumur hidupku -- mengucapkan kata-kata yang akan jadi legenda.
   
 
“Namaku Suzumiya Haruhi, aku lulus dari SMP East.”
 
“Namaku Suzumiya Haruhi, aku lulus dari SMP East.”
Line 21: Line 25:
 
Sampai sini perkenalannya masih normal, jadi aku pun tak perlu repot menengok ke belakang untuk melihat. Aku hanya menatap ke depan dan mendengar suara renyahnya.
 
Sampai sini perkenalannya masih normal, jadi aku pun tak perlu repot menengok ke belakang untuk melihat. Aku hanya menatap ke depan dan mendengar suara renyahnya.
   
“Aku ga ada minat sama orang biasa. Kalau diantara kalian ada alien, penjelajah waktu, slider, atau esper, silakan, temui aku! Itu aja.”
+
“Aku ga ada minat sama orang biasa. Kalau diantara kalian ada alien, penjelajah waktu, slider, atau esper, silakan, temui saya! Itu aja.”
   
 
Mendengar hal tersebut, aku tak bisa tidak menengok.
 
Mendengar hal tersebut, aku tak bisa tidak menengok.
   
Dia memiliki rambut hitam panjang. Wajahnya yang manis dipenuhi dengan rupa berani dan menantang saat seluruh kelas menatapnya. Kesungguhan dan ketetapan hatinya bersinar melalui mata berkilaunya dan alis matanya yang panjang. Bibir tipisnya tertutup rapat. Inilah kesan pertamaku pada gadis ini.
+
Dia memiliki rambut hitam panjang. Wajahnya yang manis dipenuhi dengan rupa berani dan menantang saat seluruh kelas menatapnya. Kesungguhan dan ketetapan hatinya bersinar melalui mata berkilaunya dan alis matanya yang panjang. Bibir tipisnya tertutup rapat. Inilah kesan pertamaku dari gadis ini.
   
Aku masih ingat sebagaimana berkilaunya leher putihnya — berdiri dis ana adalah kecantikan yang menakjubkan.
+
Aku masih ingat sebagaimana berkilaunya leher putihnya -- berdiri disana adalah kecantikan yang menakjubkan.
   
 
Haruhi, dengan mata provokatifnya, pelan-pelan mengamati kelas, berhenti untuk untuk memelototiku (mulutku terbuka lebar), dan lalu duduk tanpa banyak tersenyum.
 
Haruhi, dengan mata provokatifnya, pelan-pelan mengamati kelas, berhenti untuk untuk memelototiku (mulutku terbuka lebar), dan lalu duduk tanpa banyak tersenyum.
Line 39: Line 43:
 
Dia selalu serius.
 
Dia selalu serius.
   
Ini berdasarkan pengalaman masa laluku — jadi tak bisa salah.
+
Ini berdasarkan pengalaman masa laluku -- jadi tak bisa salah.
   
Setelah sunyi gaib melayang ke sekeliling ruang kelas selama sekitar tiga puluhan detik, guru wali kelas, dengan ragu-ragu, mengisyaratkan murid selanjutnya untuk melanjutkan, dan suasana tegang terangkat.
+
Setelah sunyi gaib melayang ke sekeliling ruang kelas selama sekitar tigapuluhan detik, guru wali kelas, dengan ragu-ragu, mengisyaratkan murid selanjutnya untuk melanjutkan, dan suasana tegang terangkat.
   
   
Line 47: Line 51:
 
Begitulah cara kami bertemu pertama kali satu sama lain.
 
Begitulah cara kami bertemu pertama kali satu sama lain.
   
Dengan khidmat aku bersumpah— aku pengin sekali percaya kalau ini semua hanya kebetulan.
+
Dengan khidmat kubersumpah -- aku pengin sekali percaya kalau ini itu hanya kebetulan.
   
   
Line 55: Line 59:
 
Setelah menarik perhatian semua orang di hari pertama, Haruhi kembali jadi gadis SMA lugu.
 
Setelah menarik perhatian semua orang di hari pertama, Haruhi kembali jadi gadis SMA lugu.
   
Ini adalah saat tenang sebelum badai! Aku akhirnya mengetahui semua itu sekarang.
+
Ini adalah tenang sebelum badai! Aku akhirnya mengetahui semua itu sekarang.
   
Omong-omong, semua murid di sekolah ini datang dari salah satu dari keempat SMP di kota ini — orang-orang dengan nilai ujian biasa-biasa saja. Termasuk, tentu saja, SMP East; Oleh karena itu, seharusnya ada murid yang lulus bareng Haruhi yang tahu arti kebisuan Haruhi. Tapi sayangnya, aku tak kenal seorang pun murid lulusan SMP East; Makanya, tak ada seorang pun yang bisa menjelaskan padaku seberapa seriusnya situasi ini. Akibatnya, beberapa hari setelah perkenalan yang konyol itu, aku melakukan sesuatu hal yang sangat bodoh — aku mencoba mengajaknya bicara sebelum pelajaran dimulai!
+
Omong-omong, semua murid di sekolah ini datang dari salah satu dari keempat SMP di kota ini -- orang-orang dengan nilai ujian biasa-biasa saja. Termasuk, tentu saja, SMP East; Oleh karena itu, seharusnya ada murid yang lulus bareng Haruhi yang tahu arti kebisuan Haruhi. Tapi sayangnya, aku tak kenal seorang pun murid lulusan SMP East; Makanya, tak ada seorang pun yang bisa menjelaskan padaku seberapa seriusnya situasi ini. Akibatnya, beberapa hari setelah perkenalan yang konyol itu, aku melakukan sesuatu hal yang sangat bodoh aku mencoba mengajaknya bicara sebelum pelajaran dimulai!
   
 
Domino ketidakberuntunganku sudah mulai berjatuhan, dan akulah orang yang mendorong blok pertama.
 
Domino ketidakberuntunganku sudah mulai berjatuhan, dan akulah orang yang mendorong blok pertama.
 
 
Jadi begini, ketika Haruhi duduk diam di kursinya, dia terlihat seperti gadis manis yang normal. Lagipula, aku memang seharusnya duduk di depannya, dan kupikir supaya sekalian juga bisa dekat dengannya. Aku benar-benar berpikir ini akan berhasil. Naif sekali aku. Seseorang, tolong dong, pukul aku biar sadar.
+
Jadi begini, ketika Haruhi duduk diam di kursinya, dia terlihat seperti gadis manis yang normal. Lagipula, aku memang seharusnya duduk di depannya, dan kupikir sekalian juga supaya bisa dekat dengannya. Aku benar-benar berpikir ini akan berhasil. Naif sekali aku. Seseorang, tolong dong, pukulin daku biar sadar.
   
 
Tentu saja, aku memulai percakapannya dengan insiden waktu itu.
 
Tentu saja, aku memulai percakapannya dengan insiden waktu itu.
Line 81: Line 85:
 
Dia terlihat serius.
 
Dia terlihat serius.
   
“...bukan, tapi—
+
“...bukan, tapi -
   
 
“Kalo kamu bukan, terus, kamu mau apa?”
 
“Kalo kamu bukan, terus, kamu mau apa?”
Line 91: Line 95:
 
Pandangannya dingin sekali hingga kudapati diriku menggagapkan ”maaf” sebagai balasannya, bahkan sebelum aku menyadarinya. Suzumiya Haruhi lalu melepaskan tatapannya dariku dengan penuh kehinaan, dan mulai mengernyit ke papan tulis.
 
Pandangannya dingin sekali hingga kudapati diriku menggagapkan ”maaf” sebagai balasannya, bahkan sebelum aku menyadarinya. Suzumiya Haruhi lalu melepaskan tatapannya dariku dengan penuh kehinaan, dan mulai mengernyit ke papan tulis.
   
Tadinya aku mau balas bicara satu atau dua kalimat, tapi aku tak bisa berpikir apapun yang baik untuk diucapkan. Untunglah, pada saat itu, guru wali kelas datang ke ruang kelas, dan aku terselamatkan.
+
Tadinya aku mau balas bicara satu atau dua kalimat, tapi aku tak bisa berpikir apapun yang baik untuk diucapkan. Untunglah, pada saat itu, guru wali kelas datang ke ruang kelas, dan aku diselamatkan.
   
 
Bingung, kuputar kepalaku kembali ke mejaku. Lalu aku sadar ada beberapa teman sekelas sedang melihatku dengan paras tertarik pada wajah mereka. Setelah aku balik memandang mereka, bagaimanapun juga, aku menyadari kalau mereka punya ekspresi yang sama pada wajah mereka seolah-olah mereka mau bilang, "engga heran". Beberapa dari mereka bahkan menganggukan kepala merasa simpati.
 
Bingung, kuputar kepalaku kembali ke mejaku. Lalu aku sadar ada beberapa teman sekelas sedang melihatku dengan paras tertarik pada wajah mereka. Setelah aku balik memandang mereka, bagaimanapun juga, aku menyadari kalau mereka punya ekspresi yang sama pada wajah mereka seolah-olah mereka mau bilang, "engga heran". Beberapa dari mereka bahkan menganggukan kepala merasa simpati.
Line 121: Line 125:
 
Yah, begitulah kejadiannya.
 
Yah, begitulah kejadiannya.
   
Kasar dan tak berekspresi. Seharusnya dia bisa saja memperlihatkan mereka satu ons tata krama! Caranya itu hanya akan membuat si korban percaya bahwa dia melakukan kesalahan. Pada akhirnya mereka tak punya pilihan selain berkata, “Gitu yah... kalau gitu, aku...”, dan bertanya pada dirinya sendiri, “Apa aku salah omong ya?”, sebelum merengek pergi.
+
Kasar dan tak berekspresi. Dia bisa saja memperlihatkan mereka satu ons tata krama! Ini hanya akan membuat si korban percaya bahwa dia melakukan kesalahan. Pada akhirnya mereka tak punya pilihan selain berkata, “Gitu yah... kalau gitu, aku...”, dan bertanya pada dirinya sendiri, “Apa aku salah omong ya?”, sebelum merengek pergi.
   
Ga usah sedih gitu; kamu ga salah. Masalahnya ada pada otak Suzumiya Haruhi, bukan kamu.
+
Ga usah sedih gitu; kamu ga ngelakuin kesalahan. Masalahnya ada pada otak Suzumiya Haruhi, bukan kamu.
   
   
Line 129: Line 133:
   
   
Walau aku tak keberatan makan sendirian, aku tak ingin orang lain berpikir aku ini penyendiri sementara yang lain asik makan siang bersama teman mereka. Itulah kenapa aku makan siang bersama Kunikida, teman satu SMP-ku dulu dan cowok bernama Taniguchi dari SMP East, yang bangkunya dekat denganku.
+
Walau aku tak keberatan makan sendirian, aku tak ingin orang lain berpikir aku ini penyendiri sementara yang lain asik makan siang bersama teman mereka. Itulah kenapa aku makan siang bersama Kunikida, teman satu SMPku dulu dan cowok bernama Taniguchi dari SMP East, yang bangkunya dekat denganku.
   
 
Dan akhirnya, kebetulan kami bergosip soal Haruhi.
 
Dan akhirnya, kebetulan kami bergosip soal Haruhi.
   
“Lo nyoba ngobrol ama Suzumiya, kan?” tanya Taniguchi tiba-tiba.
+
“Loe nyoba ngobrol ama Suzumiya, kan?” tanya Taniguchi tiba-tiba.
 
 
Aku mengangguk.
 
Aku mengangguk.
   
“Dan, terus, dia ngomong soal hal-hal aneh dan ngehina lo dengan dingin?”
+
“Dan, terus, dia ngomong soal hal-hal aneh dan dengan dingin ngehina elo?”
 
 
 
Bener banget.
 
Bener banget.
Line 143: Line 146:
 
Taniguchi menaruh potongan telur rebus ke dalam mulutnya, mengunyah, lalu berkata, mulutnya penuh:
 
Taniguchi menaruh potongan telur rebus ke dalam mulutnya, mengunyah, lalu berkata, mulutnya penuh:
   
“Kalau lo tertarik sama tuh cewek, gue ga bakalan cerewet soal itu. Yang bisa gue saranin cuman, 'Lupain aja!' Loe harusnya udah tahu sekarang — yeah, dia itu sinting.”
+
“Kalau loe tertarik sama tuh cewek, gue ga bakalan cerewet soal gitu. Yang bisa gue saranin cuman, 'Lupain aja!' Loe harusnya udah tahu sekarang -- yeah, dia itu gendeng.”
   
 
Dia menambahkan bahwa dia sekelas denganya tiga tahun berturut-turut, dia mengenalnya baik sekali. Lalu, dia mulai menceritakan anekdot tentangnya.
 
Dia menambahkan bahwa dia sekelas denganya tiga tahun berturut-turut, dia mengenalnya baik sekali. Lalu, dia mulai menceritakan anekdot tentangnya.
   
”Tingkah lakunya itu ga masuk di akal. Gue tadinya pikir paling engga dia bakalan berusaha ngontrol dirinya sendiri begitu masuk SMA, tapi ternyata, engga tuh. Lo denger perkenalannya, kan?”
+
”Tingkah lakunya itu ga masuk diakal. Gue tadinya pikir paling engga dia bakalan berusaha ngontrol dirinya sendiri begitu masuk SMA, tapi ternyata, engga tuh. Loe denger perkenalannya, kan?”
   
 
“Maksudmu soal alien itu?”
 
“Maksudmu soal alien itu?”
Line 157: Line 160:
 
“Apa tuh?”
 
“Apa tuh?”
   
“Loe tahu alat yang dipake buat ngegambar garis dengan kapur putih, kan? Apa namanya ...yah, pokoknya itu, suatu malam dia nyelinap ke sekolah, dan, dengan tuh alat, ngegambar piktogram yang besar banget di tengah-tengah lapangan atletik.”
+
“Loe tahu alat yang dipake buat ngegambar garis dengan kapur putih, kan? Apa namanya ...yah, pokoknya itu, suatu malam dia nyelinap ke sekolah, dan, dengan tuh alat, ngegambar pictogram yang besar banget di tengah-tengah lapangan atletik.”
   
Taniguchi mulai menyeringai — mungkin dia lagi mengenang kejadian itu.
+
Taniguchi mulai menyeringai -- mungkin dia lagi mengenang kejadian itu.
   
“Ngagetin gue banget! Gue pergi ke sekolah pagi-pagi, dan gue lihat ada lingkaran dan segitiga gede di tanah. Gue ga tahu apa tuh maksudnya, jadi gue pergi ke lantai empat biar dapet pandangan lebih luas. Itupun ga membantu — gue masih ga tahu itu simbol apaan.”
+
“Ngejutin gue banget! Gue pergi ke sekolah pagi-pagi, dan gue lihat ada lingkaran dan segitiga gede di tanah. Gue ga tahu apa tuh maksudnya, jadi gue pergi ke lantai empat biar dapet pandangan luas. Itupun ga membantu gue masih ga tahu itu simbol apaan.”
   
 
“Ah, kayaknya saya pernah ngeliatnya. Kayaknya di koran juga ada cerita itu? Ada gambar yang diambil dari udara! Simbol itu kelihatannya kayak garis-garis Nazca yang rusak.” Kata Kunikida.
 
“Ah, kayaknya saya pernah ngeliatnya. Kayaknya di koran juga ada cerita itu? Ada gambar yang diambil dari udara! Simbol itu kelihatannya kayak garis-garis Nazca yang rusak.” Kata Kunikida.
 
 
Gue ga pernah denger yang kayak begituan.
+
Gue ga pernah dengar yang kayak begituan.
   
 
“Iya! Gue tau! Judulnya kalo ga salah ‘Bentuk misterius di Lapangan Lari SMP’, ya? Yah, coba tebak siapa yang ngelakuinnya?”
 
“Iya! Gue tau! Judulnya kalo ga salah ‘Bentuk misterius di Lapangan Lari SMP’, ya? Yah, coba tebak siapa yang ngelakuinnya?”
Line 177: Line 180:
 
“Menegetehe”, jawab Taniguchi datar, sambil berusaha menelan semulut penuh nasi.
 
“Menegetehe”, jawab Taniguchi datar, sambil berusaha menelan semulut penuh nasi.
   
“Gue denger dia nolak ngomong apapun. Jelas aja, pas dia melototin elo, lo cenderung nyerah sama apapun yang mau lo omongin. Beberapa bilang dia ngegambar simbol itu buat manggil UFO, yang lain bilang kalo itu tuh simbol magis dan digunain buat manggil setan, atau dia lagi nyoba ngebuka gerbang ke dunia paralel segala lah, bla-bla-bla Banyak spekulasinya, tapi selama si pelaku nolak berbicara, kita mungkin ga bakalan pernah tahu apakah rumor itu bener atau engga. Sampai hari ini, masih jadi misteri.”
+
“Gue denger dia nolak ngomong apapun. Tentu aja, pas dia melototin elo, loe cenderung nyerah sama apapun yang mau loe omongin. Beberapa bilang dia ngegambar simbol itu buat manggil UFO, yang lain bilang kalo itu tuh simbol magis dan digunain buat manggil setan, atau dia lagi nyoba ngebuka gerbang ke dunia paralel segala lah, bla-bla-bla Banyak spekulasinya, tapi selama si pelaku nolak berbicara, kita mungkin ga bakalan pernah tahu apakah rumor itu bener atau engga. Sampai hari ini, masih jadi misteri.”
   
 
Karena beberapa alasan, gambaran Haruhi, dengan rupa serius, sibuk menggambar garis di tengah-tengah lapangan sekolah di malam hari, melayang-layang di benakku. Dia pasti sebelumnya ngambil alat gambar dan bubuk kapurnya dari gudang penyimpanan; bahkan mungkin juga dia bawa lampu senter! Di bawah temaramnya lampu kuning Suzumiya Haruhi mungkin terlihat suram, kalo ga tekun... OK, ini cuman imajinasi gue aja.
 
Karena beberapa alasan, gambaran Haruhi, dengan rupa serius, sibuk menggambar garis di tengah-tengah lapangan sekolah di malam hari, melayang-layang di benakku. Dia pasti sebelumnya ngambil alat gambar dan bubuk kapurnya dari gudang penyimpanan; bahkan mungkin juga dia bawa lampu senter! Di bawah temaramnya lampu kuning Suzumiya Haruhi mungkin terlihat suram, kalo ga tekun... OK, ini cuman imajinasi gue aja.
Line 187: Line 190:
 
Sekarang Taniguchi selesai makan siang, dan sedang membereskan bangkunya. Dia melanjutkan:
 
Sekarang Taniguchi selesai makan siang, dan sedang membereskan bangkunya. Dia melanjutkan:
   
“Pas gue dateng ke kelas pagi-pagi dan nemuin semua meja udah dikeluarin ke koridor, dan ada gambar bintang-bintang gede di atap sekolah. Kali lain, dia keliling ga jelas ke sekitar sekolah nempelin [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#O-fuda|O-fuda]] di mana-mana... lo tahu kan, jimat itu, kayak yang ditempelin di jidatnya vampir cina. Gue bener-bener ga ngerti dia.”
+
“Pas gue dateng ke kelas pagi-pagi dan nemuin semua meja udah dikeluarin ke koridor, dan ada gambar bintang-bintang gede di atap sekolah. Kali lain, dia keliling ga jelas ke sekitar sekolah nempelin [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#O-fuda|O-fuda]] di mana-mana... loe tahu kan, jimat itu, kayak yang ditempelin di jidatnya vampir cina. Gue bener-bener ga ngerti dia.”
   
Betul, Suzumiya Haruhi sedang tidak ada di kelas saat itu, kalau tidak kami takkan mengobrol tentang ini. Tapi juga, kalaupun dia mendengar kami, dia mungkin takkan peduli. Biasanya, Suzumiya Haruhi langsung pergi keluar kelas setelah jam keempat, terus kembali tepat sebelum jam kelima. Dia tidak bawa bekal, jadi kuduga dia pergi ke kantin buat makan siang; tapi makan siang takkan makan waktu satu jam penuh, kan? Apalagi, tiap akhir jam pelajaran, dia menghilang. Dia pergi kemana sih ngomong-ngomong...?
+
Betul, Suzumiya Haruhi sedang tidak ada di kelas saat itu, kalau tidak kami takkan mengobrol tentang ini. Tapi juga, kalaupun dia mendengar kami, dia mungkin takkan peduli. Biasanya, Suzumiya Haruhi langsung pergi keluar kelas setelah jam keempat, terus kembali tepat sebelum jam kelima. Dia tidak bawa bekal, jadi kuduga dia pergi ke kantin buat makan siang; tapi takkan makan waktu satu jam penuh buat makan siang, kan? Apalagi, tiap akhir jam pelajaran, dia menghilang. Dia pergi kemana sih ngomong-ngomong...?
   
“Tapi, dia tekenal banget di kalangan murid cowok!”
+
“Tapi, dia tekenal banget di kalangan murid cowo!”
   
 
Taniguchi mulai lagi:
 
Taniguchi mulai lagi:
Line 203: Line 206:
 
Kayaknya si Taniguchi ini ngomong dari pengalaman. Setelah sadar akan tatapanku, dia jadi sedikit gugup.
 
Kayaknya si Taniguchi ini ngomong dari pengalaman. Setelah sadar akan tatapanku, dia jadi sedikit gugup.
   
“Gue denger ini dari orang lain! Sumpah! Karena beberapa alasan, dia ga pernah nolak kalo ditembak. Pas kelas tiga, semuanya ngerti; jadi, ga ada lagi yang pengen nembak dia. Gue punya perasaan aneh kalo sejarah itu bakal terulang lagi di SMA. Jadi, gue peringatin lo sekarang: nyerah aja lah. Ini nasehat dari seseorang yang dulu sekelas dengannya.”
+
“Gue denger ini dari orang lain! Sumpah! Karena beberapa alasan, dia ga pernah nolak kalo ditembak. Pas kelas tiga, semuanya ngerti; jadi, ga ada lagi yang pengen nembak dia. Gue punya perasaan aneh kalo sejarah itu bakal terulang lagi di SMA. So, gue peringatin loe sekarang: nyerah aja lah. Nasehat ini datang dari seseorang yang dulu sekelas dengannya.”
   
Ngomong terserah lo lah, gue ga tertarik sama dia dengan cara gitu.
+
Ngomong terserah loe lah, gue ga tertarik sama dia dengan cara gitu.
   
 
Taniguchi menaruh kotak bekal kosongnya ke dalam tas, dan tertawa tertawa sinis.
 
Taniguchi menaruh kotak bekal kosongnya ke dalam tas, dan tertawa tertawa sinis.
Line 215: Line 218:
 
“Berdasarkan analisis gue, dia tentunya masuk ke dalam daftar ‘Tiga Top Cewek Kelas Satu Termanis’.”
 
“Berdasarkan analisis gue, dia tentunya masuk ke dalam daftar ‘Tiga Top Cewek Kelas Satu Termanis’.”
   
“Lo ngecek semua murid cewek kelas satu di sekolah ini?”
+
“Loe ngecek semua murid cewek kelas satu di sekolah ini?”
   
“Gue kelompokin dari kategori A sampai D, dan percaya ga, gue cuman ingat nama cewek-cewek A. Kita ngalamin masa SMA cuma sekali — gue pengen ngalamin dengan sebahagia mungkin.”
+
“Gue kelompokin dari kategori A sampai D, dan percaya ga, gue cuman ingat nama cewek-cewek A. Kita ngalamin masa SMA cuma sekali gue pengen ngalamin dengan sebahagia mungkin.”
   
 
“Jadi Asakura Ryouko itu kategori A?” tanya Kunikida.
 
“Jadi Asakura Ryouko itu kategori A?” tanya Kunikida.
   
“Dia itu AA+! Ayolah, lihat aja wajahnya. Kepribadiannya udah pasti nomor wahid.”
+
“Dia itu AA+! Ayolah, lihat aja wajahnya. Kepribadiannya sudah pasti nomor wahid.”
   
 
Walaupun mengabaikan komentar egois Taniguchi, Asakura Ryouko memang cewek manis yang lumayan beda jenis dengan Suzumiya Haruhi.
 
Walaupun mengabaikan komentar egois Taniguchi, Asakura Ryouko memang cewek manis yang lumayan beda jenis dengan Suzumiya Haruhi.
   
Pertama, dia itu sangat cantik; tambah lagi dia selalu memberi kesan peduli, seperti tersenyum. Kedua, kepribadiannya cocok dengan penjelasan Taniguchi. Hari-hari ini, tak ada lagi orang yang berani mengajak Suzumiya Haruhi bicara, kecuali Asakura Ryouko. Sebagaimana bengisnya Suzumiya Haruhi, Asakura Ryouko masih terus mencoba mengobrol dengannya dari waktu ke waktu. Dia begitu bersemangat hingga hampir berperan seperti pengawas kelas. Ketiga, dari caranya menjawab pertanyaan dari guru saja, kamu akan tahu dia itu sangat cerdas. Dia selalu menjawab benar pertanyaan-pertanyaannya — di mata para guru mungkin dia murid teladan. Terlebih lagi, dia populer sekali dengan cewek-cewek. Sekolah baru berlangsung seminggu, tapi dia sudah berhasil di perjalanannya untuk jadi pusat murid cewek di kelas. Seolah-olah dia itu jatuh dari langit dan dilahirkan dengan daya tarik mengagumkan!
+
Pertama, dia itu sangat cantik; tambah lagi dia selalu memberi kesan peduli, seperti tersenyum. Kedua, kepribadiannya cocok dengan penjelasan Taniguchi. Hari-hari ini, tak ada lagi orang yang berani mengajak Suzumiya Haruhi bicara, kecuali Asakura Ryouko. Sebagaimana bengisnya Suzumiya Haruhi, Asakura Ryouko masih terus mencoba mengobrol dengannya dari waktu ke waktu. Dia begitu bersemangat hingga hampir berperan seperti pengawas kelas. Ketiga, dari caranya menjawab pertanyaan dari guru saja, kamu akan tahu dia itu sangat cerdas. Dia selalu menjawab benar pertanyaan-pertanyaannya -- di mata para guru mungkin dia murid teladan. Terlebih lagi, dia populer sekali dengan cewek-cewek. Sekolah baru berlangsung seminggu, tapi dia sudah berhasil di perjalanannya untuk jadi pusat murid cewek di kelas. Seolah-olah dia itu jatuh dari langit dan dilahirkan dengan daya tarik mengagumkan di dalam pikiran!
   
 
Dibandingkan dengan si Suzumiya Haruhi yang kadang-kadang cemberut, terobsesi sama fiksi ilmiah, pilihannya sudah jelas. Tetapi sekali lagi, kedua kandidat ini mungkin keduanya terlalu tinggi di atas bukit bagi pahlawan kita Taniguchi untuk dipanjat. Tak mungkin dia akan dapat salah satu dari keduanya.
 
Dibandingkan dengan si Suzumiya Haruhi yang kadang-kadang cemberut, terobsesi sama fiksi ilmiah, pilihannya sudah jelas. Tetapi sekali lagi, kedua kandidat ini mungkin keduanya terlalu tinggi di atas bukit bagi pahlawan kita Taniguchi untuk dipanjat. Tak mungkin dia akan dapat salah satu dari keduanya.

Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see Baka-Tsuki:Copyrights for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource. Do not submit copyrighted work without permission!

To protect the wiki against automated edit spam, we kindly ask you to solve the following CAPTCHA:

Cancel Editing help (opens in new window)