Editing Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 1 Bab 24

Jump to navigation Jump to search

Warning: You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you log in or create an account, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.

The edit can be undone. Please check the comparison below to verify that this is what you want to do, and then save the changes below to finish undoing the edit.

Latest revision Your text
Line 15: Line 15:
 
Aku mengangkat tangan kananku dan mengayunkan satu jariku. Sebuah jendela muncul dengan efek suara yang biasanya. Oh, tempat ini masih dalam SAO.
 
Aku mengangkat tangan kananku dan mengayunkan satu jariku. Sebuah jendela muncul dengan efek suara yang biasanya. Oh, tempat ini masih dalam SAO.
   
Tapi jendela itu tak mengandung avatar maupun daftar menu. Sebuah layar kosong hanya menunjukkan pesan [Menyelesaikan Fase Akhir, 54% Selesai]. Saat aku tengah memandanginya, angka itu naik menjadi 55%. Awalnya kupikir pikiranku akan mati bersama dengan hancurnya tubuhku, tapi apa yang tengah terjadi disini?
+
Tapi jendela itu tak mengandung avatar maupun daftar menu. Sebuah layar kosong hanya menunjukkan pesan [Menyelesaikan Fasa Akhir, 54% Beres]. Saat aku tengah memandanginya, angka itu naik menjadi 55%. Awalnya kupikir pikiranku akan mati bersama dengan hancurnya tubuhku, tapi apa yang tengah terjadi disini?
   
 
Saat aku mengangkat bahu dan menutup jendela, tiba-tiba aku mendengar seberkas suara dibelakangku.
 
Saat aku mengangkat bahu dan menutup jendela, tiba-tiba aku mendengar seberkas suara dibelakangku.
Line 39: Line 39:
 
“Asuna...”
 
“Asuna...”
   
Aku memegangnya erat begitu dia melompat kedalam lenganku dan menangis. Aku bersumpah aku takkan melepaskannya lagi. Tak peduli apapun yang terjadi, aku takkan pernah melepaskannya lagi.
+
Aku memegangnya erat begitu dia meloncat kedalam lenganku dan menangis. Aku bersumpah aku takkan melepaskannya lagi. Tak peduli apapun yang terjadi, aku takkan pernah melepaskannya lagi.
   
 
Setelah ciuman yang panjang, akhirnya kami bisa memisahkan wajah kami untuk saling memandang. Ada begitu banyak hal tentang pertarungan akhir yang ingin kuceritakan padanya, bahwa aku ingin meminta maaf padanya. Tapi aku merasa kata-kata tak diperlukan lagi. Malah, aku menggeser pandanganku pada langit tak berbatas dan membuka mulutku:
 
Setelah ciuman yang panjang, akhirnya kami bisa memisahkan wajah kami untuk saling memandang. Ada begitu banyak hal tentang pertarungan akhir yang ingin kuceritakan padanya, bahwa aku ingin meminta maaf padanya. Tapi aku merasa kata-kata tak diperlukan lagi. Malah, aku menggeser pandanganku pada langit tak berbatas dan membuka mulutku:
Line 65: Line 65:
 
Aku bertekuk, duduk di ujung lantai dengan Asuna dalam pelukanku.
 
Aku bertekuk, duduk di ujung lantai dengan Asuna dalam pelukanku.
   
Aku merasakan tenang yang aneh. Meski aku tak tahu apa yang terjadi pada kami atau apa yang akan terjadi sekarang, aku tak merasakan sedikitpun ketegangan. Aku telah menyelesaikan apa yang harus kulakukan, dan untuk itu aku telah kehilangan hidup virtualku dan kini tengah menyaksikan akhir dunia ini dengan gadis yang kucintai. Ini sudah cukup---Hatiku sudah puas.
+
Aku merasah tenang yang aneh. Meski aku tak tahu apa yang terjadi pada kami atau apa yang akan terjadi sekarang, aku tak merasakan sedikitpun ketegangan. Aku telah menyelesaikan apa yang harus kulakukan, dan untuk itu aku telah kehilangan hidup virtualku dan kini tengah menyaksikan akhir dunia ini dengan gadis yang kucintai. Ini sudah cukup---Hatiku sudah puas.
   
 
Asuna pasti merasakan hal yang sama. dalam pelukanku, dia menyaksikan Aincrad runtuh dengan mata setengah terbuka. Dengan lembut, aku mengelus rambutnya.
 
Asuna pasti merasakan hal yang sama. dalam pelukanku, dia menyaksikan Aincrad runtuh dengan mata setengah terbuka. Dengan lembut, aku mengelus rambutnya.
Line 79: Line 79:
 
Meski kami telah bertarung hingga tewas dengan orang ini hanya beberapa menit sebelumnya, ketenanganku terus bertahan setelah menitnya, Mungkin kami telah meninggalkan seluruh rasa marah dan benci kami di Aincrad sebelum kami datang kesini. Aku memandangi Kayaba dan Benteng bergantian.
 
Meski kami telah bertarung hingga tewas dengan orang ini hanya beberapa menit sebelumnya, ketenanganku terus bertahan setelah menitnya, Mungkin kami telah meninggalkan seluruh rasa marah dan benci kami di Aincrad sebelum kami datang kesini. Aku memandangi Kayaba dan Benteng bergantian.
   
“Apa yang terjadi sebenarnya?”
+
“Apa sih yang terjadi sebenarnya?”
   
 
“Mungkin kau bisa menyebutnya...perenderan metaforis.”
 
“Mungkin kau bisa menyebutnya...perenderan metaforis.”
Line 105: Line 105:
 
Wajah Kayaba tak berubah. Dia menutup jendela, memasukkan tangannya ke saku, lalu berkata:
 
Wajah Kayaba tak berubah. Dia menutup jendela, memasukkan tangannya ke saku, lalu berkata:
   
“Nyawa tak bisa disembuhkan dengan begitu mudah. Kesadaran mereka takkan pernah kembali. Yang mati akan menghilang---Fakta ini terus benar di dunia manapun. Aku menciptakan tempat ini hanya karena aku ingin berbincang dengan kalian berdua—untuk satu kali terakhir.”
+
“Nyawa tak bisa disembuhkan dengan begitu mudah. Kesadaran mereka takkan pernah kembali. Yang mati akan menghilang---Fakta ini terus benar di dunia manapun. Aku menciptakan tempat ini hanya karena aku ingin ngobrol dengan kalian berdua—untuk satu kali terakhir.”
   
 
Apa itu sesuatu yang bisa dikatakan seseorang yang telah membunuh 4.000 orang?
 
Apa itu sesuatu yang bisa dikatakan seseorang yang telah membunuh 4.000 orang?
Line 115: Line 115:
 
Aku bisa merasakan Kayaba tersenyum pahit. Setelah keheningan panjang, akhirnya di berbicara:
 
Aku bisa merasakan Kayaba tersenyum pahit. Setelah keheningan panjang, akhirnya di berbicara:
   
“Mengapa---Aku sudah lama lupa akan itu . Mengapa aku melakukannya? Sejak aku menemukan bahwa sebuah sistem dive sempurna tengah diciptakan---tidak, bahkan sebelumnya, aku telah ingin membangun benteng itu, sebuah tempat yang melewati batas-batas yang dipasang di dunia nyata. Lalu, dalam saat-saat terakhir itu...Aku melihat bahkan aturan-aturan duniaku juga telah dilewati...”
+
“Mengapa---Aku sudah lama lupa akan itu . Mengapa sih aku melakukannya? Sejak aku menemukan bahwa sebuah sistem dive sempurna tengah diciptakan---tidak, bahkan sebelumnya, aku telah ingin membangun benteng itu, sebuah tempat yang melabrak batas-batas yang dipasang di dunia nyata. Lalu, dalam saat-saat terakhir itu...Aku melihat bahkan aturan-aturan duniaku juag telah dilewati...”
   
 
Kayaba pertama-tama memutar mata damainya padaku, lalu langsung menggeser mereka ke tempat yang jauh.
 
Kayaba pertama-tama memutar mata damainya padaku, lalu langsung menggeser mereka ke tempat yang jauh.
   
Tutupan Kayaba dan rambut Asuna berkibar oleh angin yang semakin kuat. Setengah benteng sudah hancur. Algade, sebidang kota yang dipenuh kenanganku, tengah disebarkan kedalam angin dan diserap oleh awan-awan.
+
Tutupan Kayaba dan rambut Asuna berkibar oleh angin yang semakin kuat. Setegah benteng sudah hancur. Algade, sebidang kota yang dipenuh kenanganku, tengah disebarkan kedalam angin dan diserap oleh awan-awan.
   
 
Kayaba melanjutkan bicaranya:
 
Kayaba melanjutkan bicaranya:
   
“Bukankah kita semua punya banyak mimpi sejak masa kanak-kanak? Aku sudah lupa berapa usiaku saat bayangan sebuah benteng logam yang melayang di langit mulai memesonaku....itu adalah pemandangan yang takkan pudar dari pikiranku tak peduli seberapa lama waktu berlalu. Begitu aku makin dewasa, gambar itu menjadi semakin dan semakin nyata, lebih dan lebih menyeruak. Meninggalkan dunia nyata dan terbang langsung ke Benteng ini...itu adalah mimpiku satu-satunya dalam waktu lama. Kirito-kun, Kau tahu, aku masih percaya,---bahwa entah di dunia mana, benteng ini benar-benar ada---.”
+
“Bukankah kita semua punya banyak mimpi sejak masa kanak-kanak? Aku sudah lupa berapa usiaku saat bayangan sebuah benteng logam yang melayang di langit mulai memesonaku....itu adalah pemandangan yang takkan pudar dari pikiranku tak peduli seberapa lama waktu berlalu. Begitu aku makin dewasa, gambar itu menjadis emakin dan semakin nyata, lebih dan lebih menyeruak. Meninggalkan dunia nyata dan terbang langsung ke Benteng ini...itu adalah mimpiku satu-satunya dalam waktu lama. Kirito-kun, Kau tahu, aku masih percaya,---bahwa di entah dunia mana, benteng ini benar-benar ada---.”
   
 
Tiba-tiba, aku merasa seakan aku telah dilahirkan di dunia itu, dimana aku bermimpi menjadi seorang ksatria berpedang. Pada suatu hari, Sang lelaki akan bertemu seorang gadis dengan mata coklat hazelnut. Keduanya akan jatuh cinta, akhirnya menikah, dan akan hidup bahagia selamanya dalam sebuah rumah kecil di tengah-tengah seladang hutan---
 
Tiba-tiba, aku merasa seakan aku telah dilahirkan di dunia itu, dimana aku bermimpi menjadi seorang ksatria berpedang. Pada suatu hari, Sang lelaki akan bertemu seorang gadis dengan mata coklat hazelnut. Keduanya akan jatuh cinta, akhirnya menikah, dan akan hidup bahagia selamanya dalam sebuah rumah kecil di tengah-tengah seladang hutan---
   
“Ya...itu pasti indah sekali.”
+
“Ya...itu pasti bagus sekali.”
   
 
Gumamku. Asuna juga mengangguk dalam pelukanku.
 
Gumamku. Asuna juga mengangguk dalam pelukanku.
Line 151: Line 151:
 
Pada akhirnya, kehancuran juga menelan istana merah. Ia dibelah-belah, dimulai dari bawah dan naik ke atas, lalu pecah kedalam kepingan-kepingan tak terhitung sebelum menghilang diantara awan-awan. Menara tertinggi menghilang hampir di waktu yang bersamaan dengan saat tirai cahaya menelan sekelilingnya. Benteng raksasa Aincrad telah sepenuhnya dihancurkan, dan yang tersisa di dunia ini hanyalah beberapa awan dan landasan kecil dimana aku dan Asuna duduk.
 
Pada akhirnya, kehancuran juga menelan istana merah. Ia dibelah-belah, dimulai dari bawah dan naik ke atas, lalu pecah kedalam kepingan-kepingan tak terhitung sebelum menghilang diantara awan-awan. Menara tertinggi menghilang hampir di waktu yang bersamaan dengan saat tirai cahaya menelan sekelilingnya. Benteng raksasa Aincrad telah sepenuhnya dihancurkan, dan yang tersisa di dunia ini hanyalah beberapa awan dan landasan kecil dimana aku dan Asuna duduk.
   
Kemungkinan kami tak punya banyak waktu tersisa. Kami menggunakan rentang waktu pendek yang diberikan Kayaba pada kami. Dengan hancurnya dunia ini, NervGear akan melaksanakan fungsi terakhirnya dan menghapus apa yang tersisa dari kami.
+
Kemungkinan kami tak punya banyak waktu tersisa. Kami menggunakan rentang waktu pendek yang diberikan Kayaba pada kami. Dengan hancurnya dunia ini, NERvGear akan melaksanakan fungsi terakhirnya dan menghapus apa yang tersisa dari kami.
   
 
Aku menempatkan tanganku pada pipi Asuna dan perlahan menekankan bibirku pada miliknya. Ini adalah ciuman terakhir kami. Aku hendak menggunakan tiap detik-detik terakhir dan mengukir sosoknya pada jiwaku,
 
Aku menempatkan tanganku pada pipi Asuna dan perlahan menekankan bibirku pada miliknya. Ini adalah ciuman terakhir kami. Aku hendak menggunakan tiap detik-detik terakhir dan mengukir sosoknya pada jiwaku,
Line 177: Line 177:
 
Asuna menyuarakan namaku, memusatkan diri pada tiap suku kata, lalu tertawa dengan wajah yang sedikit kaget.
 
Asuna menyuarakan namaku, memusatkan diri pada tiap suku kata, lalu tertawa dengan wajah yang sedikit kaget.
   
“Jadi kamu lebih muda dariku. Aku...Yuuki....Asuna. Berumur 17 tahun ini.”
+
“Jadi kamu lebih muda dariku. AKu...Yuuki....Asuna. Berumur 17 tahun ini.”
   
Yuuki… Asuna. Yuuki Asuna. Aku terus mengulang-ulang kelima suku kata ini dalam pikiranku. Tiba-tiba, aku menyadari air mataku telah mengaliri pipiku.
+
Yuuki… Asuna. Yuuki Asuna. Aku terus mengulang-ulang kelima suku kata ini dalam pikiranku. Tiba-tiba, aku menyadari airmataku telah mengaliri pipiku.
   
 
Perasaanku akhirnya mulai bergeser di tengah terbenamnya matahari yang terus berjalan. Sebuah rasa nyeri menjalari sekujur diriku, air mata mengalir bebas menuruni pipi. Aku merasakan segumpal sumbatan di tenggorokanku, Mengepalkan kedua tangan, lalu mulai menangis keras bagaikan seorang anak kecil.
 
Perasaanku akhirnya mulai bergeser di tengah terbenamnya matahari yang terus berjalan. Sebuah rasa nyeri menjalari sekujur diriku, air mata mengalir bebas menuruni pipi. Aku merasakan segumpal sumbatan di tenggorokanku, Mengepalkan kedua tangan, lalu mulai menangis keras bagaikan seorang anak kecil.
Line 185: Line 185:
 
“Maafkan aku...maaf...Aku berjanji...untuk mengirimkanmu....kembali...ke sisi lainnya...tapi aku...”
 
“Maafkan aku...maaf...Aku berjanji...untuk mengirimkanmu....kembali...ke sisi lainnya...tapi aku...”
   
Aku tak dapat melanjutkannya. Pada akhirnya, aku tak bisa menyelamatkan orang yang paling berharga bagiku. Karena kelemahanku sendiri, Jalan yang pernah begitu cerah dan berkilauan kini tertutup. Penyesalanku terbentuk menjadi air mataku yang mengalir tanpa akhir dari mataku.
+
Aku tak dapat melanjutkannya. Pada akhirnya, aku tak bisa menyelamatkan orang yang paling berharga bagiku. Karena kelemahanku sendiri, Jalannya yang pernah begitu cerah dan berkeilauan kini tertutup. Penyesalanku terbentuk menjadi air mataku yang mengalir tanpa akhir dari mataku.
   
 
“Tak apa-apa... Tak apa-apa...”
 
“Tak apa-apa... Tak apa-apa...”

Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see Baka-Tsuki:Copyrights for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource. Do not submit copyrighted work without permission!

To protect the wiki against automated edit spam, we kindly ask you to solve the following CAPTCHA:

Cancel Editing help (opens in new window)

Template used on this page: