Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 9 Prolog I: Difference between revisions

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Line 1: Line 1:
==Prolog 1==
==Prolog 1==


'''''Bulan Ketujuh dari Kalender Dunia Manusia Tahun 372'''''
'''''Bulan Juli Kalender Dunia Manusia Tahun 372'''''
 


'''Bagian 1'''
'''Bagian 1'''
Line 10: Line 9:
Mengayun keatas.
Mengayun keatas.


Memukul kebawah.
Menebas kebawah.
 
Mungkin hanya itu yang dilakukan, tapi jika pikiran kita tidak fokus meskipun sebentar, kulit kayu keras itu akan memberikan umpan balik tanpa henti. Cara mengambil nafas, pemilihan waktu yang tepat, kecepatan, pemindahan berat tubuh, semua itu harus dikontrol dengan tepat sejak awal, memancarkan kekuatan dari mata kapak ke pohon, membuat suara yang enak didengarm jernih, dan terpantul dengn keras.
 
Sementara dia mungkin paham teori tersebut dengan baik, mengerjakannya tidaklah semudah teorinya. Eugeo diberi tugas ini ketika dia beranjak 10 tahun pada musim semi, dan ini sudah musim panas kedua sejak saat itu, dan dia hanya bisa berhasil kurang lebih sepuluh kali setiap hari. Dia sudah diberi tahu oleh pendahulunya, kakek Garitta selalu mengenai sasaran, dan bahkan dia sama sekali tidak terlihat lelah setelah mengayunkan kapak tersebut, tapi setelah lima puluh kali, tangan Eugeo mati rasa, pundaknya terasa sakit, dan dia tidak kuat lagi mengangkat kedua tangannya.
 
"Empat puluh.... tiga! Empat puluh.... empat!"
 
Dia menghitung dengan suaranya yang paling keras untuk memacu dirinya sementara memukulkan kapak itu ke kulit kayu dari pohon besar, dan keringat yang keluar membuat pandangnnya kabur, tangannya menjadi licin, dan akurasinya berkurang sedikit demi sedikit. Putus asa, dia memegang kapak itu erat-erat dan mengayunkannya dengan tenaga dari seluruh tubuhnya.
 
"Empat puluh.... sembilan! Li... ma... puluh!"
 
Ayunan terakhirnya sangat berbeda dari ayunan lainnya lainnya, mengenai kulit kayu dari jauh dan membuat bunyi yang memekakkan telinga. Karena tebasan tadi membuat secercah bunga api dan hampir mengenai matanya, Eugeo meletakkan kapak itu, mundur beberapa langkah, lalu duduk di atas lapisan lumut tebal.
 
Sementara dia terus bernafas dengan berat, dia mendengar suara bercampur dengan tertawaan dari sebelah kanannya.
 
"Bunyinya keluar tiga kali dari lima puluh percobaan. Jadi seluruhnya, erm.. empat puluh satu. Kelihatannya air Siral yang harus membelinya kamu, Eugeo."
 
Anak muda yang sedang berbaring tidak jauh darinya berumur hampir sama dengannya. Eugeo tidak segea menjawab, tapi malah meraba kantung air didekatnya dan mengambilnya. Dia meminum air yang sudah sedikit panas dengan cepat, dan setelah mulai tenang, dia menutupnya, lalu mulai bicara.
 
"Hmm, kamu baru bisa empat puluh tiga, bukan? Aku akan menyusulmu nanti. Ini, sekarang giliranmu..., Kirito."
 
"Ya, ya."
 
Kirito adalah teman kecil Eugeo dan salah satu sahabatnya, juga rekannya dalam «Tugas Suci» ini. Kirito menyeka keringat di rambutnya, meregangkan kakinya kedepan dan mengangkat tubuhnya. Daripada segera mengambil kapak itu, Kirito meletakkan tangannya di pinggang sementara dia menengok ke atas. Tertarik dengan apa yang dilakukannya, Eugeo juga melihat ke atas.
 
Langit musim panas di bulan Juli masih sangat biru, dan yang berada di tengah-tengahnya adalah dewa matahari Solus, yang memancarkan cahaya yang menyilaukan dari langit. Tapi, cahaya tadi terhalang dahan pohon besar yang menjulur ke segala arah, membuat sebagian besar cahaya tadi tidak bisa sampai ke tempat dimana Eugeo dan Kirito berada.
 
Diwaktu yang sama dedaunan dari pohon besar ini menyerap sebagian besar cahaya matahari yang dewa Solus pancarkan, akarnya juga menyerap berkah dari dewa bumi Terraria terus-menerus, membuatnya bisa menyembuhkan bekas dari kerja keras Eugeo dan Kirito yang memotongnya terus menerus. Tidak peduli seberapa banyak mereka memotongnya setiap hari. Setelah malam harri, saat mereka datang keesokan paginya, pohon ini sudah menyembukan setengah bagian bekas tebasan kemarin.
 
Eugeo mendesah pelan saat dia melihat kembali bagian atas pohon itu.
 
Pohon besar itu —— <Gigas Cedar>, Nama suci yang diberikan oleh penduduk desa adalah monster dengan diameter empat mel, dan tinggi tujuh puluh mel. Menara lonceng di Gereja, yang merupakan bangunan tertinggi di desa, tingginya hanya seperempat tinggi pohon tersebut. Untuk Eugeo dan Kirito yang tingginya baru satu setengah mel tahun ini, raksasa  kuno ini adalah lawan yang pas.
 
''Bukannya mustahil merobohkannya dengan kekuatan manusia?'' —— Eugeo hanya bisa berpikir seperti itu setelah melihat bekas potongan di batang kayu. Bekas potongannya sudah mencapai satu mel, tapi pokok kayu yang tiga kali lebh tebal masih baik-baik saja.
 
Di musim semi tahun lalu, saat dia dan Kirito dibawa ke kediaman kepala desa, saat mereka sudah cukup umur untuk melaksanakan tugas <Memotong Pohon Raksasa>, dia mendengar sebuah cerita yang membuatnya bingung.
 
Gigas Cedar sudah tumbuh sebelum desa Rulid, desa dimana mereka tinggal ditemukan, sebuah tugas untuk menebang pohon tersebut diturunkan dari generasi ke generasi sejak ditemukannya desa. Dihitung dari generasi pertama ke generasi pendahulunya, kakek Garitta yang merupakan generasi keenam, Eugeo dan Kirito adalah generasi ketujuh, dan lebih dari tiga ratus tahun sudah terlewati.
 
——————''Tiga ratus tahun!''
 
Ini adalah masa yang tidak bisa dibayangkan oleh Eugeo yang baru berumur sepuluh tahun. Tentu saja, hal ini tdak berubah meskipun dia berumur sebelas tahun sekarang. Apa yang mungkin bisa dia mengerti adalah, dari masa orang tuanya, masa sebelum itu, dan bahkan jauh sebelumnya, jumlah ayunan kapak dari semua orang yang melakukan tugas ini bisa dibilang tidak terhingga, dan hasilnya cuma luka bekas tebang yang kurang dari satu mel dalamnya.
 
Kenapa mereka harus menebang pohon besar itu? Alasannya diberikan oleh kepala desa dengan nada tinggi.
 
Pohon Gigas Cedar, dengan batang yang besar dan dya hidup yang sangat banyak, mengambil anugrah dari dewa Matahari dan Bumi disekitarnya dalam jarak yang sangat jauh. Bibit yang ditanam dibawah bayangan pohon besar ini tidak akan bisa tumbuh, semua usaha untuk menanam tanaman disekitarnya sia-sia.
 
Desa Rulid merupakan bagian dari <Kerajaan Utara Norlangath>, satu dari empat kerajaan yang dibagi dan  memerintah <Dunia Manusia>, dan untu tambahan, juga terletak di daerah terpencil di utara. Dengan kata lain, tempat ini juga bisa dibilang sebagai ujung dunia. Utara, timur, dan barat, kesemuanya dibatasi oleh barisan pegunungan, jadi untuk mengembangkan ladang dan padang rumput, tidak ada cara lain kecuali membuka hutan di selatan. Tapi, hal ini tidak bisa dilakukan karena adanya Gigas Cedar yang tumbuh di gerbang hutan.
 
Dikatakan bahwa kulit kayunya sama kuatnya dengan besi, dan bahkan api tidak bisa membuat secercah luka bakar, menggalinya juga tidak mungkin karena panjang akarnya sama dengan tinggi pohon. Akhirnya pendiri desa memutuskan untuk menebang pohon tersebut menggunakan <Kapak Tulang Naga> yang bisa memotong besi sekalipun, dan tugas untuk melakukannya diwariskan ke generasi selanjutnya sejak saat itu ————
 
Kepala desa selesai menceritakan kisah tentang tugas suci ini dengan suara yang parau, membuat Eugeo merasa ngeri, dan bertanya, mengapa tidak meninggalkan pohon Gigas Cedar sendirian dan membuka hutan lebih ke selatan.


Mungkin hanya itu yang dilakukan, tapi jika pikiran kita tidak fokus meskipun sebentar, kulit kayu keras itu akan memberikan umpan balik tanpa henti. Cara mengambil nafas, pemilihan waktu yang tepat, kecepatan, pemindahan berat tubuh , semua itu harus dikontrol dengan tepat sejak awal, memancarkan kekuatan dari mata kapak ke pohon, membuat suara yang enak didengar, jernih, dan terpantul dengan keras.
Kepala desa menjawab dengan suara yang menakutkan bahwa menebang Gigas Cedar adalah sebuah sumpah, dan sekarang menjadi kebiasaan desa untuk memberikan tugas ini kepada dua orang. Selanjutnya Kirito, yang mencondongkan kepalanya sambil bertanya kenapa pendahulu mereka memilih untuk membangun desa di tempat ini. Kepala desa kehilangan kata-katanya sebelum memukul Kirito dan bahkan Eugeo dengan marah.


Sementara dia mungkin paham teori tersebut dengan baik, mengerjakannya tidaklah semudah teoriya. Eugeo diberi tugas ini ketika dia beranjak 10 tahun pada musim semi, dan ini sudah musim panas kedua sejak saat itu, dan dia hanya bisa berhasil kurang lebih sepuluh kali setiap hari. Dia sudah diberi tahu oleh pendahulunya, kakek Garitta selalu mengenai sasaran, dan bahkan dia sama sekali tidak terlihat lelah setelah mengayunkan kapak tersebut, tapi setelah 50 kali tangan Eugeo mati rasa, pundaknya terasa sakit, dan dia tidak kuat lagi menangkat kedua tangannya.
Sudah satu tahun dan tiga bulan sejak mereka berdua terus menerus bergantian menebang Gigas Cedar dengan Kapak Tulang Naga. Tapi, lebih karena lengan mereka yang belum tumbuh sempurna, ayunan kapak mereka belum bisa membuat bekas yang dalam ke batang kayu. Bekas tebangan di batang kayu ini adalah hasil kerja keras selama tiga ratus tahun, jadi lumrah jika kerja keras dua remaja tidak membuat begitu banyak perbedaan, dan mereka tidak merasakan kepuasan apapun dari apa yang mereka hasilkan.


“Empat puluh….. tiga! Empat puluh…. Empat!”
Tidak ———— perasaan mereka, bukan hanya tidak bisa dilihat, depresi mereka yang terbentuk dengan jelas juga terlihat bisa diuji kebenarannya juga.


Dia menghitung dengan suranya yang paling keras untuk memacu dirinya sementara memukulkan kapak itu ke kulit kayu dari pohon besar, keringat yang keluar membuat pandanganya kabur, tangannya menjadi licin, dan akurasinya berkurang sedikit demi sedikit.putus asa, dia memegang kapak itu erat-erat dan mengayunkannya dengan seluruh tubuhnya.
Kirito, berdiri disamping Eugeo sambil memandang Gigas Cedar tanpa bisa berkata-kata,terlihat memikirkan masalah yang sama, lalu dengan cepat melangkah menuju pohon dan mengulurkan tengan kirinya.


“Empat puluh…… Sembilan! Li….. ma….. puluh!”
"Oi, Kirito, jangan lakukan itu. Kepala desa bilang untuk tidak terlalu sering melihat <Nyawa> pohon itu, kan?"


Ayunan terakhirnya sangat berbeda dari biasanya, mengenai kulit kayu dari jauh dan menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga. Karena reaksi dari apa yang terjadi membuat secercah bunga api yang hampir mengenai matanya, Eugeo meletakkan kapak itu, mundur beberapa langkah, lalu duduk di atas lapisan lumut tebal.
Eugeo memanggil dengan cepat, tapi Kirito hanya meliriknya dengan senyuman kecil di ujung mulutnya.


Sementara dia terus bernafas dengan berat, dia mendengar suara bercampur dengan tertawaan dari samping kanannya.
"Terakhir kali kita melihatnya dua bulan yang lalu, ini bukan lagi terlalu sering, cuma kadang-kadang."


“Bunyinya keluar tiga kali dari 50 percobaan. Jadi seluruhnya, erm, empat puluh satu. Kelihatannya Air Siral kali ini kau yang harus membelinya, Eugeo.
"Selalu seperti itu, huh, sepertinya tidak bisa ditolong... Oi, tunggu aku, aku juga ingin melihatnya."


Pemilik suara yang sedang berbaring di bawah tidak jauh adalah seorang anak muda yang berumur hampir sama dengannya. Eugeo tidak segara menjawab, tapi malah mengambil kantung air kulit. Dia meminum air yang sudah mulai panas dengan cepat, dan setelah mulai tenang, dia menutupnya, lalu mulai bicara,
Eugeo yang sudah mulai tenang berdiri dengan gerakan yang sama seperti Kirito langsung berdiri di sampingnya.


“Hmm, kamu baru bisa empat puluh tiga, bukan? Aku akan menyusulmu nanti. Ini, sekarang giliranmu…… Kirito.
"Sudah siap? Akak kubuka sekarang."


“Ya, ya.
Kirito mengatakannya dengan nada rendah, tangan kirinya terjulur kedepan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya keluar, sedangkan jarinya yang lain tertutup. Sebuah gambar yang seperti ular yang sedang merayap tergambar di udara sebelumnya. Itu adalah simbol pengabdian paling dasar untuk dewa penciptaan.


Kirito adalah teman kecil Eugeo dan salah satu sahabatnya, dan dia adalah rekan dari «Tugas Suci» ini. Kirito menyeka keringat dari rambutnya, meregangkan kakinya kedepan dan mengangkat tubuhnya. Tapi dia tidak mengambil kapak itu segera, tangannya diletakkan di pinggangnya sementara dia melihat ke atas kepalanya. Tertarik dengan tindakannya, Eugeo jga melihat ke langit.
Setelah membelah gambar tadi dengan ujung jarinya, Kirito menyentuh kulit kayu dari Gigas Cedar. Daripada menimbulkan bunyi ketuakan seperti biasanya, yang keluara malah bunyi yang dihasilkan peralatan dari perak yang memantul dengan halus. Setelah itu secercah cahaya keluar dari batang pohon dan membentuk jendela kecil.
Langit musim panas di bulan Juli masih sangat biru, yang berada di tengah adalah dewa matahari Solus, yang memancarkan cahaya yang menyilaukan dari langit. Bagaimanapun, cahaya tadi dihalangi dahan dari pohon besar menjulur ke segala arah, membuat sebagian besar dari cahayanya tidak menembus ke akar dimana Eugeo dan Kirito berada.


Diwaktu yang sama dedaunan dari pohon besar mengambil sebagian besar cahaya matahari yang dewa Solus berikan, akarnya juga terus-menerus menyerap berkah dari dewa bumi Terraria, membuatnya bisa menyembuhkan bekas dari kerja keras Eugeo dan Kirito yang dengan mantap memotongnya terus-menerus. Tidak peduli seberapa banyak mereka memotongnya seiap hari, Setelah istirahat dimalam hari, saat mereka datang esok pagi, pohon ini sudah menyembuhkan setengah bagian dari bekas potongan kemarin.
Semua di alam semesta ini, tidak terkecuali yang bisa bergerak atau tidak, mempunyai wujud yang dikuasai oleh dewa peciptaan Stacia dalam bentuk <Nyawa>/ Serangga dan bunga hanya punya sedikit <Nyawa>, kucing dan kuda lebih banyak, dan manusia memiliki <Nyawa> yang jauh lebih banyak. Pohon dan bebatuan yang tertutup lumut punya <Nyawa> lebih banyak dari manusia. Semuanya pusa satu persamaan, ketika pertama terbentuk jumlah <Nyawa> mereka bertambah, dan setelah mencapai puncaknya, mulai menurun. Ketika habis, hewan atau manusia akan berhenti bernafas, tanaman mulai layu, dan bebatuan akan hancur.
Eugeo  mendesah pelan saat dia melihat kembali bagian atas pohon itu.


Pohon besar itu —— «Gigas Cedar», Nama sakral yang diberikan dari penduduk desa, adalah monster dengan diameter empat mel, dan tinggi tujuh puluh mel. Menara lonceng di Gereja, yang merupakan bangunan tertinggi di desa, tingginya hanya seperempat tinggi pohon tersebut; untuk Eugeo dan Kirito yang tingginya baru satu setengah meter tahun ini, Raksasa kuno adalah lawan yang sangat cocok.
Tempat dimana Nyawa diperlihatkan dengan kalimat suci dari sisa nyawa bisa dilihat adalah <Jendela Stacia>. Jendela ini bisa dikeluarkan jika seseorang dengan kekuatan suci yang cukup membelah simbolnya, lalu menyentuh benda yang diinginkan. Jika hampir semua orang bisa memembuka jendela ini pada rumput dan kerikil, untuk hewan lumayan sulit, dan untuk mengeluarkannya pada manusia mustahil jika tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang kemampuan suci terlebih dahulu. ———— Di lain pihak ini menjadi agak mengerikan ketika melihat jendela miliknya sendiri.


‘’Bukannya tidak masuk akal untuk menjatuhkan raksasa ini dengan kekuatan manusia?’’ ——Eugeo hanya bisa berpikir seperti ini setelah melihat bekas potongan di batang kayu. Bekas potongannya sudah mencapai 1 meter, tapi bekas dari pokok kayu dengan ketebalan tiga kali lipat masih baik-baik saja.
Pada umumnya, lebih mudah mengeluarkan jendela dari pohon daripada jendela milik manusia, tapi tingkat kesulitan dari pohon setan Gigas Cedar cukup tinggi seperti yang diperkirakan, Eugeo dan Kirito baru bisa mengeluarkannya sejak satu setengah tahun yang lalu.
Di musim semi tahun lalu, saat dia dan Kirito dibawa ke tempat tinggal kepala desa, saat mereka sudah cukup umur untuk menjalankan tugas «Memotong Pohon Raksasa», dia mendengar sebuah cerita yang membingungkan.


Gigas Cedar sudah membentangkan akarnya lama sebelum desa Rulid dimana mereka tinggal ditemukan, sebuah tugas untuk memotong pohon tersebut diturunkan dari generasi ke generasi sejak masa penduduk pertama. Dihitung dari generasi pertama ke generasi dimana pendahulunya, kakek Garitta yang merupakan generasi keenam, Eugeo dan Kirito adalah generasi ketujuh, lebih dari tiga ratus tahun sudah terlewati sebelum mereka diberikan tugas itu.
Ada sebuah cerita bahwa suatu masa, di <Gereja Dalil Pusat Dunia> di Ibukota Centoria, Sesepuh dari kekuatan suci berhasil membuka jendela dari dewa bumi Terraria setelah ritual terus menerus selama tujuh hari tujuh malam. Tapi, setelah sesepuh tadi melihat ke Nyawa dari bumi, dia menjadi depresi, kehilangan akal sehatnya, dan akhirnya menghilang.


—————‘’Tiga ratus tahun!’’
Setelah mendengar cerita tersebut, Seugeo menjadi agak takut bukan hanya saat membuka jendela miliknya sendiri, tapi juga jendela milik sesuatu yang besar seperti Gigas Cedar, tapi Kirito terlihat tidak memikirkannya. Pada saat itu juga, Kirito menempatkan wajahnya yang dipenuhi ketertarikan di dekat jendela yang bersinar itu. Sementara Eugeo berpikir bahwa terkadang dia tidak bisa mengerti sahabatnya ini, Eugeo juga ikut tertarik, dan melihat ke permukaan itu.


Saat itu, itu adalah masa yang tidak bisa dibayangkan Eugeo yang baru saja berumur sepuluh tahun. Tentu saja, hal tersebut tidak berubah meskipun sekarang dia berumur sebelas tahun sekarang. Apa yang mungkin bisa dia mengerti adalah, dari masa orang tuanya, masa kakek-neneknya, dan masa sebelum mereka, dan waktu yang jauh sebelum mereka, jumlah ayunan kapak yang dijumlahkan dengan semua orang yang diberi tugas ini bisa dibilang tidak terbatas, dan hasilnya hanya bekas potongan yang dalamnya kurang dari satu mel.
Jendela persegi berwarna ungu pucat ini memiliki tulisan yang merupakan kombinasi dari garis lurus dan garis lengkung. Itu adalah huruf suci kuno, jika hanya membaca beberapa kata, Eugeo masih mampu melakukannya, hanya menulis huruf tersebut yang dilarang.


Kenapa kita harus memotong pohon besar ini hingga tumbang? Alasannya diberikan oleh Kepala desa dengan nada tinggi.
"Baiklah......"


Pohon Gigas Cedar, dengan tubuh besar dan tenaga hidup yang berlebihan, mengambil anugerah dari Dewa Matahari dan Bumi disekitarnya dalam jarak yang sangat luas. Bibit yang ditanam di sekitar pohon besar tidak bisa tumbuh, semua usaha untuk menumbuhkan sesuatu dicdekat pohon tersebut sia-sia.
Eugeo menggunakan jarinya untuk mengeceknya satu persatu sambil mengucapkan kata-kata yang tertulis,


Desa Rulid adalah bagian dari «Kerajaan Utara Norlangath», salah satu dari empat kerajaan yang dibagi dan memerintah di «Dunia Manusia» ini, dan untuk tambahan, terisolasi di bagian utara. Dengan kata lain, tempat ini bisa dibilang ujung dunia. Utara, timur, dan barat ketiga sisi tersebut dikelilingi oleh pegunungan terjal, jadi untuk memperluas ladang ataupun padang rumput, tidak ada jalan lain kecuali memotong hutan di selatan. Tapi, itu tidak bisa dilakukan karena Gigas Cedar yang ada di pintu masuk ke hutan.
"235.542."


Dikatakan bahwa kulit kayunya sekuat besi, bahkan api tidak bisa membakarnya, menggalinya pun juga tidak mungkin karena akarnya sedalam tingginya. Akhirnya pencipta desa memutuskan untuk memotong batang kayu tersebut menggunakan «Kapak Tulang Naga» yang bisa memotong besi sekalipun, dan tugas untuk melakukannya sudah diwariskan ke generasi selanjutnya sejak itu———
"Ah———— .... berapa jumlahnya sebulan kemarin?"


Kepala desa selesai menceritakan tugas tersebut dengan suara bergetar, membuat Eugeo merasa ngeri, membuatnya bertanya, mengapa tidak meninggalkan Gigas Cedar sendirian dan membuka hutan lebih ke arah selatan.
"Kurasa.... 235.590."


Kepala desa menjawab dengan suara menakutkan bahwa memotong pohon tersebut adalah sebuah janji, dan pekerjaan itu sekarang menjadi tradisi untuk mempercayakan tugas memotong tersebut ke dua orang. Selanjutnya Kirito, yang memiringkan kepalanya sambil bertanya dengan keras kenapa para pendahulu mereka mendirikan desa di tempat ini. Sang kepala desa kehabisan kata-kata sesaat sebelum marah dan
".........."
memukul Kirito dan Eudeo dengan tangannya.


Sudah satu tahun tiga bulan setelah mereka berdua bergantian memakai Kapak Tulang Naga dan menantang Gigas Cedar. Bagaimanapun, mungkin karena lengan mereka yang belum kuat, ayunan kapak mereka sampai sekarang tidak bisa membuat potongan yang dalam ke batang kayu tersebut. Luka potong di pohon itu adalah hasil dari kerja ratusan tahun, jadi itu biasa jika kerja keras dua laki-laki remaja tidak membuat banyak perbedaan, dan mereka tidak merasakan pencapaian apapun dari apa yang mereka kerjakan.
Mendengarjawaban dari Eugeo, Kirito menarik tangannya dengan cara yang aneh, jatuh dengan bertumpu pada lutut, lalu menggaruj-garuk rambut hitamnya dengan jari-jarinya.


Tidak —— perasaan mereka, bukan hanya bisa dilihat, depresi yang jelas terlihat bisa diuji kebenarannya di kenyataan juga.
"Hanya lima puluh! Kita bekerja keras selama dua bulan dan hanya bisa menghilangkan lima puluh dari 235 ribu! Jika seperti ini terus kita tidak akan bisa menebangnya hingga jatuh selama hidup kita!"


Kirito, berdiri disamping Eugeo sementara melihat Gigas Cedar tanpa kata-kata, terliat memikirkan masalah yang sama, lalu dengan cepat melangkah menuju ke pohoon dan mengulurkan tangan kirinya.
"Tidak, itu bahkan tidak mungkin sejak awal."


“Oi, Kirito, jangan lakukan itu. Kepala desa bilang untuk tidak terlalu sering melihat «kesehatan» dri pohon besar ini, kan?”
Eugeo tidak bisa melakukan apapun kecuali menjawabnya dengan senyuman kecut.


Eugeo memanggil dengan cepat, tapi Kirito hanya meliriknya dengan senyuman khas di ujung mulutnya.
"Enam generasi dari tugas ini sebelumnya sudah bekerja keras selama tiga ratus tahun, dan hasilnya tidak sampai seperempatnya...... untuk membuatnya lebih mudah, hmmm, mungkin baru bisa selesai saat genersi kedelapan belas, atau sembilan ratus tahun lagi."


“Terakhir kali kita melihatnya sudah dua bulan yang lalu, ini tidak lagi terlalu sering, hanya kadang-kadang,”
"K~a~u~~"


“Selalu seperti itu, huh, sepertinya tidak bisa ditolong… Oi, tunggu aku, aku juga ingin melihatnya.
Kirito yang yang masih masih membungkuk sambil memegang kepalanya dengan tangannya menatap Eugeo, lalu tiba-tiba memegang kedua kaki Eugeo. Eugeo kehilangan keseimbangan karena serangan tiba-tiba tadi, dan jatuh di lumut tebal di belakangnya.


Eugeo yang sudah mulai tenang berdiri dengan gerakan yang sama seperti yang Kirito lakukan dan langsung berdiri di samping rekannya.
"Ada apa dengan kelakuanmu yang seperti seorang pelajar! Paling tidak bertingkahlah lebih terbebani dengan tugas ini!"


“Siap? Akan kubuka sekarang.
Meski dia mengatakannya seperti sedang marah, sekilas senyuman kecil tergambar di wajah Kirito ketika dia melompat ke Eugeo dan mengacak-acak rambutnya.


Kirito mengatakannya dengan nada rendah, tangan kirinya menjulur kedepan,  dengan jari tengah dan telunjuk keluar sedangkan jari-jari yang lain tergenggam. Sebuah bangun yang seperti  ular yang merayap tergambar di udara sebelumnya. Itu adalah simbol paling dasar untuk pengabdian kepada dewa penciptaan.
"Uwa——, kau!"


Setelah membelah simbol dengan ujung jarinya, Kirito segera menyentuh batang kayu dari Gigas Cedar. Daripada menghasilkan bunyi memukul yang nyaring seperti biasanya, tetapi bunyi yang jernih seperti berasal dari peralatan perak yang terpantul halus. Setelah itu sebuah cahaya membentuk persegi kecil keluar dari dalam batang kayu.
Tangan Eugeo memegang pergelangan tangan Kirito dan menariknya dengan keras. Dia lalu memanfaatkan waktu saat Kirito berusaha melawan, berputar ke samping, sehingga dia berada di atas sekarang.


Semua di alam semesta, tidak terkecuali bisa bergerak atau tidak, mempunyai keberadaan yang dikuasai oleh dewa pencipaan Stacia delam bentuk «Nyawa». Serangga dan bunga hanya punya sedikit, kucing dan kuda lebih banyak, dan manusia diberikan jauh lebih banyak «Nyawa» daripada itu. Lalu pohon di hutan dan lumut yang menutupi batu punya «Nyawa» dari manusia. Semuanya punya satu kesamaan, ketika lahir jumlahnya bertambah, dan setelah mencapai puncaknya, mulai menurun.
"Sekarang waktuku membalas!"

Revision as of 23:11, 24 August 2012

Prolog 1

Bulan Juli Kalender Dunia Manusia Tahun 372

Bagian 1

Mengambil kapak.

Mengayun keatas.

Menebas kebawah.

Mungkin hanya itu yang dilakukan, tapi jika pikiran kita tidak fokus meskipun sebentar, kulit kayu keras itu akan memberikan umpan balik tanpa henti. Cara mengambil nafas, pemilihan waktu yang tepat, kecepatan, pemindahan berat tubuh, semua itu harus dikontrol dengan tepat sejak awal, memancarkan kekuatan dari mata kapak ke pohon, membuat suara yang enak didengarm jernih, dan terpantul dengn keras.

Sementara dia mungkin paham teori tersebut dengan baik, mengerjakannya tidaklah semudah teorinya. Eugeo diberi tugas ini ketika dia beranjak 10 tahun pada musim semi, dan ini sudah musim panas kedua sejak saat itu, dan dia hanya bisa berhasil kurang lebih sepuluh kali setiap hari. Dia sudah diberi tahu oleh pendahulunya, kakek Garitta selalu mengenai sasaran, dan bahkan dia sama sekali tidak terlihat lelah setelah mengayunkan kapak tersebut, tapi setelah lima puluh kali, tangan Eugeo mati rasa, pundaknya terasa sakit, dan dia tidak kuat lagi mengangkat kedua tangannya.

"Empat puluh.... tiga! Empat puluh.... empat!"

Dia menghitung dengan suaranya yang paling keras untuk memacu dirinya sementara memukulkan kapak itu ke kulit kayu dari pohon besar, dan keringat yang keluar membuat pandangnnya kabur, tangannya menjadi licin, dan akurasinya berkurang sedikit demi sedikit. Putus asa, dia memegang kapak itu erat-erat dan mengayunkannya dengan tenaga dari seluruh tubuhnya.

"Empat puluh.... sembilan! Li... ma... puluh!"

Ayunan terakhirnya sangat berbeda dari ayunan lainnya lainnya, mengenai kulit kayu dari jauh dan membuat bunyi yang memekakkan telinga. Karena tebasan tadi membuat secercah bunga api dan hampir mengenai matanya, Eugeo meletakkan kapak itu, mundur beberapa langkah, lalu duduk di atas lapisan lumut tebal.

Sementara dia terus bernafas dengan berat, dia mendengar suara bercampur dengan tertawaan dari sebelah kanannya.

"Bunyinya keluar tiga kali dari lima puluh percobaan. Jadi seluruhnya, erm.. empat puluh satu. Kelihatannya air Siral yang harus membelinya kamu, Eugeo."

Anak muda yang sedang berbaring tidak jauh darinya berumur hampir sama dengannya. Eugeo tidak segea menjawab, tapi malah meraba kantung air didekatnya dan mengambilnya. Dia meminum air yang sudah sedikit panas dengan cepat, dan setelah mulai tenang, dia menutupnya, lalu mulai bicara.

"Hmm, kamu baru bisa empat puluh tiga, bukan? Aku akan menyusulmu nanti. Ini, sekarang giliranmu..., Kirito."

"Ya, ya."

Kirito adalah teman kecil Eugeo dan salah satu sahabatnya, juga rekannya dalam «Tugas Suci» ini. Kirito menyeka keringat di rambutnya, meregangkan kakinya kedepan dan mengangkat tubuhnya. Daripada segera mengambil kapak itu, Kirito meletakkan tangannya di pinggang sementara dia menengok ke atas. Tertarik dengan apa yang dilakukannya, Eugeo juga melihat ke atas.

Langit musim panas di bulan Juli masih sangat biru, dan yang berada di tengah-tengahnya adalah dewa matahari Solus, yang memancarkan cahaya yang menyilaukan dari langit. Tapi, cahaya tadi terhalang dahan pohon besar yang menjulur ke segala arah, membuat sebagian besar cahaya tadi tidak bisa sampai ke tempat dimana Eugeo dan Kirito berada.

Diwaktu yang sama dedaunan dari pohon besar ini menyerap sebagian besar cahaya matahari yang dewa Solus pancarkan, akarnya juga menyerap berkah dari dewa bumi Terraria terus-menerus, membuatnya bisa menyembuhkan bekas dari kerja keras Eugeo dan Kirito yang memotongnya terus menerus. Tidak peduli seberapa banyak mereka memotongnya setiap hari. Setelah malam harri, saat mereka datang keesokan paginya, pohon ini sudah menyembukan setengah bagian bekas tebasan kemarin.

Eugeo mendesah pelan saat dia melihat kembali bagian atas pohon itu.

Pohon besar itu —— <Gigas Cedar>, Nama suci yang diberikan oleh penduduk desa adalah monster dengan diameter empat mel, dan tinggi tujuh puluh mel. Menara lonceng di Gereja, yang merupakan bangunan tertinggi di desa, tingginya hanya seperempat tinggi pohon tersebut. Untuk Eugeo dan Kirito yang tingginya baru satu setengah mel tahun ini, raksasa kuno ini adalah lawan yang pas.

Bukannya mustahil merobohkannya dengan kekuatan manusia? —— Eugeo hanya bisa berpikir seperti itu setelah melihat bekas potongan di batang kayu. Bekas potongannya sudah mencapai satu mel, tapi pokok kayu yang tiga kali lebh tebal masih baik-baik saja.

Di musim semi tahun lalu, saat dia dan Kirito dibawa ke kediaman kepala desa, saat mereka sudah cukup umur untuk melaksanakan tugas <Memotong Pohon Raksasa>, dia mendengar sebuah cerita yang membuatnya bingung.

Gigas Cedar sudah tumbuh sebelum desa Rulid, desa dimana mereka tinggal ditemukan, sebuah tugas untuk menebang pohon tersebut diturunkan dari generasi ke generasi sejak ditemukannya desa. Dihitung dari generasi pertama ke generasi pendahulunya, kakek Garitta yang merupakan generasi keenam, Eugeo dan Kirito adalah generasi ketujuh, dan lebih dari tiga ratus tahun sudah terlewati.

——————Tiga ratus tahun!

Ini adalah masa yang tidak bisa dibayangkan oleh Eugeo yang baru berumur sepuluh tahun. Tentu saja, hal ini tdak berubah meskipun dia berumur sebelas tahun sekarang. Apa yang mungkin bisa dia mengerti adalah, dari masa orang tuanya, masa sebelum itu, dan bahkan jauh sebelumnya, jumlah ayunan kapak dari semua orang yang melakukan tugas ini bisa dibilang tidak terhingga, dan hasilnya cuma luka bekas tebang yang kurang dari satu mel dalamnya.

Kenapa mereka harus menebang pohon besar itu? Alasannya diberikan oleh kepala desa dengan nada tinggi.

Pohon Gigas Cedar, dengan batang yang besar dan dya hidup yang sangat banyak, mengambil anugrah dari dewa Matahari dan Bumi disekitarnya dalam jarak yang sangat jauh. Bibit yang ditanam dibawah bayangan pohon besar ini tidak akan bisa tumbuh, semua usaha untuk menanam tanaman disekitarnya sia-sia.

Desa Rulid merupakan bagian dari <Kerajaan Utara Norlangath>, satu dari empat kerajaan yang dibagi dan memerintah <Dunia Manusia>, dan untu tambahan, juga terletak di daerah terpencil di utara. Dengan kata lain, tempat ini juga bisa dibilang sebagai ujung dunia. Utara, timur, dan barat, kesemuanya dibatasi oleh barisan pegunungan, jadi untuk mengembangkan ladang dan padang rumput, tidak ada cara lain kecuali membuka hutan di selatan. Tapi, hal ini tidak bisa dilakukan karena adanya Gigas Cedar yang tumbuh di gerbang hutan.

Dikatakan bahwa kulit kayunya sama kuatnya dengan besi, dan bahkan api tidak bisa membuat secercah luka bakar, menggalinya juga tidak mungkin karena panjang akarnya sama dengan tinggi pohon. Akhirnya pendiri desa memutuskan untuk menebang pohon tersebut menggunakan <Kapak Tulang Naga> yang bisa memotong besi sekalipun, dan tugas untuk melakukannya diwariskan ke generasi selanjutnya sejak saat itu ————

Kepala desa selesai menceritakan kisah tentang tugas suci ini dengan suara yang parau, membuat Eugeo merasa ngeri, dan bertanya, mengapa tidak meninggalkan pohon Gigas Cedar sendirian dan membuka hutan lebih ke selatan.

Kepala desa menjawab dengan suara yang menakutkan bahwa menebang Gigas Cedar adalah sebuah sumpah, dan sekarang menjadi kebiasaan desa untuk memberikan tugas ini kepada dua orang. Selanjutnya Kirito, yang mencondongkan kepalanya sambil bertanya kenapa pendahulu mereka memilih untuk membangun desa di tempat ini. Kepala desa kehilangan kata-katanya sebelum memukul Kirito dan bahkan Eugeo dengan marah.

Sudah satu tahun dan tiga bulan sejak mereka berdua terus menerus bergantian menebang Gigas Cedar dengan Kapak Tulang Naga. Tapi, lebih karena lengan mereka yang belum tumbuh sempurna, ayunan kapak mereka belum bisa membuat bekas yang dalam ke batang kayu. Bekas tebangan di batang kayu ini adalah hasil kerja keras selama tiga ratus tahun, jadi lumrah jika kerja keras dua remaja tidak membuat begitu banyak perbedaan, dan mereka tidak merasakan kepuasan apapun dari apa yang mereka hasilkan.

Tidak ———— perasaan mereka, bukan hanya tidak bisa dilihat, depresi mereka yang terbentuk dengan jelas juga terlihat bisa diuji kebenarannya juga.

Kirito, berdiri disamping Eugeo sambil memandang Gigas Cedar tanpa bisa berkata-kata,terlihat memikirkan masalah yang sama, lalu dengan cepat melangkah menuju pohon dan mengulurkan tengan kirinya.

"Oi, Kirito, jangan lakukan itu. Kepala desa bilang untuk tidak terlalu sering melihat <Nyawa> pohon itu, kan?"

Eugeo memanggil dengan cepat, tapi Kirito hanya meliriknya dengan senyuman kecil di ujung mulutnya.

"Terakhir kali kita melihatnya dua bulan yang lalu, ini bukan lagi terlalu sering, cuma kadang-kadang."

"Selalu seperti itu, huh, sepertinya tidak bisa ditolong... Oi, tunggu aku, aku juga ingin melihatnya."

Eugeo yang sudah mulai tenang berdiri dengan gerakan yang sama seperti Kirito langsung berdiri di sampingnya.

"Sudah siap? Akak kubuka sekarang."

Kirito mengatakannya dengan nada rendah, tangan kirinya terjulur kedepan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya keluar, sedangkan jarinya yang lain tertutup. Sebuah gambar yang seperti ular yang sedang merayap tergambar di udara sebelumnya. Itu adalah simbol pengabdian paling dasar untuk dewa penciptaan.

Setelah membelah gambar tadi dengan ujung jarinya, Kirito menyentuh kulit kayu dari Gigas Cedar. Daripada menimbulkan bunyi ketuakan seperti biasanya, yang keluara malah bunyi yang dihasilkan peralatan dari perak yang memantul dengan halus. Setelah itu secercah cahaya keluar dari batang pohon dan membentuk jendela kecil.

Semua di alam semesta ini, tidak terkecuali yang bisa bergerak atau tidak, mempunyai wujud yang dikuasai oleh dewa peciptaan Stacia dalam bentuk <Nyawa>/ Serangga dan bunga hanya punya sedikit <Nyawa>, kucing dan kuda lebih banyak, dan manusia memiliki <Nyawa> yang jauh lebih banyak. Pohon dan bebatuan yang tertutup lumut punya <Nyawa> lebih banyak dari manusia. Semuanya pusa satu persamaan, ketika pertama terbentuk jumlah <Nyawa> mereka bertambah, dan setelah mencapai puncaknya, mulai menurun. Ketika habis, hewan atau manusia akan berhenti bernafas, tanaman mulai layu, dan bebatuan akan hancur.

Tempat dimana Nyawa diperlihatkan dengan kalimat suci dari sisa nyawa bisa dilihat adalah <Jendela Stacia>. Jendela ini bisa dikeluarkan jika seseorang dengan kekuatan suci yang cukup membelah simbolnya, lalu menyentuh benda yang diinginkan. Jika hampir semua orang bisa memembuka jendela ini pada rumput dan kerikil, untuk hewan lumayan sulit, dan untuk mengeluarkannya pada manusia mustahil jika tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang kemampuan suci terlebih dahulu. ———— Di lain pihak ini menjadi agak mengerikan ketika melihat jendela miliknya sendiri.

Pada umumnya, lebih mudah mengeluarkan jendela dari pohon daripada jendela milik manusia, tapi tingkat kesulitan dari pohon setan Gigas Cedar cukup tinggi seperti yang diperkirakan, Eugeo dan Kirito baru bisa mengeluarkannya sejak satu setengah tahun yang lalu.

Ada sebuah cerita bahwa suatu masa, di <Gereja Dalil Pusat Dunia> di Ibukota Centoria, Sesepuh dari kekuatan suci berhasil membuka jendela dari dewa bumi Terraria setelah ritual terus menerus selama tujuh hari tujuh malam. Tapi, setelah sesepuh tadi melihat ke Nyawa dari bumi, dia menjadi depresi, kehilangan akal sehatnya, dan akhirnya menghilang.

Setelah mendengar cerita tersebut, Seugeo menjadi agak takut bukan hanya saat membuka jendela miliknya sendiri, tapi juga jendela milik sesuatu yang besar seperti Gigas Cedar, tapi Kirito terlihat tidak memikirkannya. Pada saat itu juga, Kirito menempatkan wajahnya yang dipenuhi ketertarikan di dekat jendela yang bersinar itu. Sementara Eugeo berpikir bahwa terkadang dia tidak bisa mengerti sahabatnya ini, Eugeo juga ikut tertarik, dan melihat ke permukaan itu.

Jendela persegi berwarna ungu pucat ini memiliki tulisan yang merupakan kombinasi dari garis lurus dan garis lengkung. Itu adalah huruf suci kuno, jika hanya membaca beberapa kata, Eugeo masih mampu melakukannya, hanya menulis huruf tersebut yang dilarang.

"Baiklah......"

Eugeo menggunakan jarinya untuk mengeceknya satu persatu sambil mengucapkan kata-kata yang tertulis,

"235.542."

"Ah———— .... berapa jumlahnya sebulan kemarin?"

"Kurasa.... 235.590."

".........."

Mendengarjawaban dari Eugeo, Kirito menarik tangannya dengan cara yang aneh, jatuh dengan bertumpu pada lutut, lalu menggaruj-garuk rambut hitamnya dengan jari-jarinya.

"Hanya lima puluh! Kita bekerja keras selama dua bulan dan hanya bisa menghilangkan lima puluh dari 235 ribu! Jika seperti ini terus kita tidak akan bisa menebangnya hingga jatuh selama hidup kita!"

"Tidak, itu bahkan tidak mungkin sejak awal."

Eugeo tidak bisa melakukan apapun kecuali menjawabnya dengan senyuman kecut.

"Enam generasi dari tugas ini sebelumnya sudah bekerja keras selama tiga ratus tahun, dan hasilnya tidak sampai seperempatnya...... untuk membuatnya lebih mudah, hmmm, mungkin baru bisa selesai saat genersi kedelapan belas, atau sembilan ratus tahun lagi."

"K~a~u~~"

Kirito yang yang masih masih membungkuk sambil memegang kepalanya dengan tangannya menatap Eugeo, lalu tiba-tiba memegang kedua kaki Eugeo. Eugeo kehilangan keseimbangan karena serangan tiba-tiba tadi, dan jatuh di lumut tebal di belakangnya.

"Ada apa dengan kelakuanmu yang seperti seorang pelajar! Paling tidak bertingkahlah lebih terbebani dengan tugas ini!"

Meski dia mengatakannya seperti sedang marah, sekilas senyuman kecil tergambar di wajah Kirito ketika dia melompat ke Eugeo dan mengacak-acak rambutnya.

"Uwa——, kau!"

Tangan Eugeo memegang pergelangan tangan Kirito dan menariknya dengan keras. Dia lalu memanfaatkan waktu saat Kirito berusaha melawan, berputar ke samping, sehingga dia berada di atas sekarang.

"Sekarang waktuku membalas!"