Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 6"
Line 101: | Line 101: | ||
Aku sedang berpikir sepanjang waktu, namun aku tidak bisa memikirkan satu cara, rencana, atau strategi apapun. Tidak peduli logika, teori, alasan, dan sofistri apapun yang bisa kupikirkan, tidak ada yang terlintas dalam pikiranku. |
Aku sedang berpikir sepanjang waktu, namun aku tidak bisa memikirkan satu cara, rencana, atau strategi apapun. Tidak peduli logika, teori, alasan, dan sofistri apapun yang bisa kupikirkan, tidak ada yang terlintas dalam pikiranku. |
||
− | ───Itulah kenapa, |
+ | ───Itulah kenapa, mungkin ini dia. Mungkin ini merupakan jawabanku. |
+ | |||
+ | <br /> |
||
+ | |||
+ | <center>× × ×</center> |
||
+ | |||
+ | <br /> |
||
+ | ===6-2=== |
||
+ | Selepas sekolah di ruang kelas. Aku merenggangkan badanku di mejaku. Ketika aku menggerakan badanku sedikit, ada suara kreak pada leher dan pinggangku. |
||
+ | |||
+ | Pada akhirnya, aku berangkat ke sekolah tanpa mendapat banyak tidur kemarin malam. Segera setelah aku sampai ke mejaku, aku tergeletak di atasnya dan sebagian besar pelajarannya masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kanan. |
||
+ | |||
+ | Namun, pikiranku sekarang ini teramat jernih. |
||
+ | |||
+ | Aku masih setengah ragu akan jawaban yang kupikirkan yang memakan satu malam itu. Aku tidak yakin apa ini benar-benar tepat atau tidak. |
||
+ | |||
+ | Namun, aku tidak dapat memikirkan sesuatu yang lain. |
||
+ | |||
+ | Aku membuat satu helaan besar terakhir dan berdiri. |
||
+ | |||
+ | Tujuanku hanya satu tempat. |
||
+ | |||
+ | Aku meninggalkan ruang kelas dan melintasi lorong. |
||
+ | |||
+ | Lorong yang suram dan sepi itu tidak membuatku merasa terganggu. Sudah untuk beberapa saat ini, aliran darahku tidak mengenakkannya cepat dan suhu tubuhku sia-sianya tinggi. Suara angin menghantam jendela dan suara mereka-mereka dalam klub-klub olahraga terdengar begitu jauhnya sampai aku tidak bisa mendengar itu semua. Aku mengulang-ulang kata-kata yang perlu kukatakan lagi dan lagi di dalam hatiku sehingga aku tidak bisa mendengar yang lain. |
||
+ | |||
+ | Aku dapat melihat pintu yang mengarah ke tempat yang kutuju. Pintu itu tertutup rapat dengan keheningan yang mencekam yang parah<!--with a severity-->. |
||
+ | |||
+ | Aku berdiri di depan pintunya dan dengan pelan menarik suatu nafas dalam. Aku kemudian mengetuk pada pintunya dua sampai tiga kali. Meskipun aku telah memasuki ruangan ini sampai hari ini, aku tidak pernah mengetuk pintunya. Namun, untuk sesuai dengan tujuanku hari ini, mengikuti formalitas ini adalah wajar. |
||
+ | |||
+ | Aku menunggu sejenak, tapi tidak ada suatu jawaban dari dalam. |
||
+ | |||
+ | Aku mengetuk sekali lagi. |
||
+ | |||
+ | “Masuk…” |
||
+ | |||
+ | Aku dapat mendengar suatu suara lemah datang dari balik pintu ini. Sampai sekarang ini, aku tidak pernah memperhatikannya, tapi beginilah bagaimana kamu akan mendengar suara mereka melalui sepotong pintu ini, huh? Setelah mendapat jawaban, aku meletakkan tanganku pada gagang pintu. |
||
+ | |||
+ | Pintunya membuat suara bergeser saat terbuka. Pintu ini berat. Apa pintu ini benar-benar seberat ini sebelumnya? Aku memusatkan kekuatanku dan memaksa pintunya terbuka. |
||
+ | |||
+ | Ketika aku masuk ke dalam, wajah-wajah yang lumayan terkejut sekali itu terletak pada tempat yang sama seperti biasanya. |
||
+ | |||
+ | “Hikki, ada apa? Kamu biasanya tidak mengetuk.” |
||
+ | |||
+ | Yuigahama Yui memiliki ponselnya tergenggam pada tangannya seperti biasanya dan memiliki tampang kebingungan. |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita Yukino menandai posisi halaman dalam buku yang belum diselesaikannya dengan penanda bukunya dan meletakkan bukunya ke atas meja. Dia mengalihkan matanya ke bawah dengan perhatiannya terpusatkan kee atas meja. |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita membisikkan beberapa kata dengan suara kecil yang tidak tertuju pada siapapun. |
||
+ | |||
+ | “…Bukankah aku memberitahumu bahwa kamu tidak perlu memaksa dirimu untuk datang?” |
||
+ | |||
+ | Aku dengan hening mendengarkan kata-kata itu sampai akhir hanya supaya suara itu tidak akan terselip dari telingaku. |
||
+ | |||
+ | “…Aku ada sedikit urusan di sini.” |
||
+ | |||
+ | Ketika aku menjawab singkat, Yukinoshita tidak mengatakan apa-apa lagi selagi aku tetap berdiri. Selagi kami melakukan itu, suatu keheningan melanda ruangan itu seakan malaikat telah turun. |
||
+ | |||
+ | “Ke-Kenapa tidak kamu duduk dulu?” |
||
+ | |||
+ | Baik Yukinoshita dan aku sama-sama melihat pada Yuigahama selagi dia berbicara dengan penuh tekad. Aku mengangguk padanya dan menarik tempat duduk terdekat di sana. Setelah aku duduk, tepat di depanku terdapat Yukinoshita dan Yuigahama. Aah, ini yang pertama kalinya aku sadar bahwa orang-orang yang datang kemari untuk permintaan dan konsultasi mereka akan selalu melihat pemandangan ini. Tempat duduk yang telah selalu kududuki sampai hari ini berada di posisi diagonal dari tempat Yukinoshita duduk dan sedang kosong. |
||
+ | |||
+ | “Ada apa…? Bukankah kamu duduk sedikit lebih jauh dari biasa?” |
||
+ | |||
+ | Itu jelas <!--given-->bahwa aku berbeda dari biasa. Toh, aku di sini bukan sebagai anggota klub. |
||
+ | |||
+ | Jawaban yang kupikirkan sepanjang waktu ini, lagi dan lagi, hanya ada satu. |
||
+ | |||
+ | Sekali kamu salah, maka itulah jawabanmu. Kamu tidak bisa menyelesaikan masalah yang sama lagi. |
||
+ | |||
+ | Meski begitu, kamu seharusnya bisa memintanya lagi. Itulah kenapa, kali ini, aku akan mulai mengumpulkan jawaban-jawaban yang benar satu per satu dari awal melalui jalan yang benar dan tindakan yang benar. Aku tidak dapat memikirkan cara lain apapun selain itu. |
||
+ | |||
+ | Setelah aku membuat helaan besar, aku memusatkan perhatianku pada Yukinoshita dan Yuigahama. |
||
+ | |||
+ | “Aku ingin membuat sebuah permintaan.” |
||
+ | |||
+ | Kata-kata yang terus kuulang lagi dan lagi di dalam hatiku keluar dengan jauh lebih mulus dari yang kubayangkan. |
||
+ | |||
+ | Mungkin itulah kenapa. Yuigahama mendengarkan hal tersebut dan membuat tampang lega. |
||
+ | |||
+ | “Hikki, kamu akhirnya akan berbicara pada kami…” |
||
+ | |||
+ | Yuigahama membuat senyuman yang berhati hangat. Tapi Yukinoshita memiliki ekspresi yang sepenuhnya berbeda. Hanya tatapannya yang di arahkan ke arahku, tapi itu terasa seakan dia bahkan tidak sedang melihatku. Ketika aku menerima tatapan itu, suaraku menjadi semakin lemah sedikit demi sedikit. |
||
+ | |||
+ | “Itu mengenai acara Natal yang disebutkan Isshiki sebelumnya. Itu jauh lebih parah dari yang kubayangkan, jadi aku ingin meminta bantuan kalian…” |
||
+ | |||
+ | Setelah aku berhasil menyelesaikan kata-kataku, Yukinoshita menjatuhkan tatapannya dan ragu-ragu untuk berbicara. |
||
+ | |||
+ | “Tapi…” |
||
+ | |||
+ | “Tidak, aku tahu apa yang ingin kamu katakan.” |
||
+ | |||
+ | Sebelum Yukinoshita bisa membantah sesuatu setelah kata penghubungnya, aku menyela dia dan berbicara dengan rentetan cepat. |
||
+ | |||
+ | “Akulah yang terlibat ke dalamnya atas kehendak sendiri dan aku bahkan mengatakan itu sama sekali tidak akan membantu Isshiki. Tapi akulah yang mendorongnya untuk menjadi ketua. Aku sepenuhnya sadar bahwa akulah si penyebab utamanya.” |
||
+ | |||
+ | Jika aku ditolak di sini, itu akan buruk. Aku tidak punya apapun yang bisa meyakinkan Yukinoshita, tapi meski begitu, aku tidak bisa membuatnya menolakku sekarang. Untuk sekarang, aku menyebutkan sejumlah alasan yang terlintas di dalam pikiranku. |
||
+ | |||
+ | “Apa kalian ingat anak SD dari Desa Chiba itu? Dia sama sekali masih belum berubah sejak saat itu…” |
||
+ | |||
+ | “Ahh… Rumi-chan, Kurasa?” |
||
+ | |||
+ | Yuigahama membuat tampang kesulitan. Insiden yang satu itu bukanlah memori yang menyenangkan bagi siapapun. Tidak satu orangpun yang terselamatkan dan semua orang yang terlibat dipaksakan dengan hasil terburuk. |
||
+ | |||
+ | Itulah hasil cara-caraku sampai sekarang ini. Tapi di sana, aku juga keliru lagi. Itulah kenapa, agar tidak keliru lagi kali ini, aku mati-matian melanjutkan kata-kataku. |
||
+ | |||
+ | “Itulah kenapa aku ingin melakukan sesuatu. Banyak hal terjadi karena semua hal yang telah kulakukan sampai sekarang ini, dan aku tahu ini adalah permintaan yang egois dari diriku. Tapi aku masih ingin membuat permintaan ini untuk kalian” |
||
+ | |||
+ | Setelah aku selesai berbicara, aku melihat pada Yukinoshita dan kepalan tangan yang diletakkannya di atas meja meremas dengan erat. |
||
+ | |||
+ | “Jadi, kamu sedang mengatakan itu salahmu?” |
||
+ | |||
+ | “…Yah, aku tidak bisa meyangkalnya.” |
||
+ | |||
+ | Secara langsung ataupun secara tidak langsung, apapun itu, penyebab di balik itu adalah hasil<!--doing--> tindakanku. Itulah kebenaran yang sebenar-benarnya. Ketika aku menjawabnya, Yukinoshita mengalihkan matanya ke bawah dan mengigit bibirnya. |
||
+ | |||
+ | “Begitu ya…” |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita berbicara dengan nada yang menyerupai helaan dan mengangkat kepalanya. Mata yang sedikit basahnya itu menahanku untuk sepersekian detik, tapi dia segera memalingkannya. Dia memakan waktu sejenak seakan mencari kata-kata untuk diucapkan dan Yukinoshita meneruskan dengan nada yang dingin. |
||
+ | |||
+ | “…Jika kamu percaya tanggung jawab itu terletak terutama pada dirimu, itu sesuatu yang seharusnya kamu selesaikan sendiri, bukan?” |
||
+ | |||
+ | Nafasku berhenti untuk sesaat mendengar kata-kata tersebut. Tapi aku tahu aku tidak bisa tetap terdiam mendengar itu dan entah bagaimana berhasil memaksakan kata-kata keluar dengan suara parau. |
||
+ | |||
+ | “…Benar. Maaf, lupakan saja apa yang kukatakan.” |
||
+ | |||
+ | Dengan ini, aku tidak punya apa-apa lagi. Tidak ada apapun lagi yang terpikirkan olehku. Lagipula, sebaliknya, apa yang telah Yukinoshita katakan itu lebih benar secara mendasar. |
||
+ | |||
+ | Itulah kenapa hal tersebut bisa menyakinkanku, setidaknya secara teoritis. |
||
+ | |||
+ | Aku baru saja mau berdiri, terlihat siap untuk meninggalkan ruang klub. Tapi pada saat itu, suatu suara emosional memanggil pada diriku. |
||
+ | |||
+ | “Tunggu.” |
||
+ | |||
+ | Suara itu menggema di dalam ruangan klub yang hening dan dingin. |
||
+ | |||
+ | Yuigahama melihat ke arahku dan Yukinoshita dengan mata basah. |
||
+ | |||
+ | “Bukan begitu. Kenapa, kenapa semuanya harus seperti itu? Itu sedikitpun tidak masuk akal.” |
||
+ | |||
+ | Yuigahama berkata begitu dengan suara gemetaran. Walaupun kami berdua teryakinkan secara logis, dia menilai bahwa itu salah tanpa satu alasan apapun. |
||
+ | |||
+ | Pipiku sedikit mengendur sebagai respon akan penampilan tersebut yang cocok dengan Yuigahama. Dengan senyuman lemah itu, walaupun aku berniat untuk mengatakannya dengan nada menegur pada seseorang, aku dengan perlahan berkata seakan aku sedang menjelaskan pada seorang anak kecil. |
||
+ | |||
+ | “Ya, itu masuk akal… Itu normal untuk menangani persoalanmu sendiri.” |
||
+ | |||
+ | “…Aku rasa begitu.” |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita berhenti sejenak sebelum setuju denganku. Ketika Yukinoshita dan aku berkata begitu, Yuigahama menggelengkan kepalanya dengan kuat dan membantah. |
||
+ | |||
+ | “Kalian salah. Kalian berdua sedang mengatakan hal yang sepenuhnya berbeda.” |
||
+ | |||
+ | Ketika aku melihat ke arah Yuigahama yang memiliki tampang yang hampir akan menangis, aku dapat merasakan dadaku menyesak dengan tajam dan itu membuatku ingin memalingkan mataku. Namun, suara baik hatinya itu tidak mau membiarkanku melakukannya. |
||
+ | |||
+ | “Um, kamu tahu, itu bukan hanya tanggung jawabmu, Hikki. Maksudku, itu benar kamulah yang memikirkan segalanya dan melakukan segalanya, tapi kami sama saja. Kamilah yang mendesakkan itu semua pada dirimu…” |
||
+ | |||
+ | “…Tidak, itu tidak benar.” |
||
+ | |||
+ | Aku mencari kata-kata yang seharusnya kukatakan pada Yuigahama yang kepalanya tertunduk dengan berat. Tidak seperti itu didesakkan padaku. Malahan, hal itu cukup banyak membantuku. |
||
+ | |||
+ | Namun, ekspresi Yuigahama masih terlihat seakan hampir akan menangis selagi dia mengangkat kepalanya untuk memusatkan perhatiannya padaku. |
||
+ | |||
+ | “Ya, itu benar. Kamu bukanlah satu-satunya alasan kenapa situasinya menjadi seperti ini, karena aku, juga…” |
||
+ | |||
+ | Yuigahama melihat ke arah wajah Yukinoshita. Tatapan itu menyiratkan bahwa ada satu orang lagi yang bertanggung jawab. |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita menerima tatapannya secara langsung. Namun, dia tidak mengatakan apapun. Dia menekan bibirnya dengan erat seakan menerima untuk disalahkan dengan pasrah. |
||
+ | |||
+ | Yuigahama menggugamkan kata-katanya selagi suaranya menurun seakan dia sedang ditekan oleh tatapan itu. |
||
+ | |||
+ | “…Aku rasa kamu sedang bersikap tidak adil dengan apa yang kamu katakan, Yukinon.” |
||
+ | |||
+ | Suaranya lembut<!--docile-->, tapi tatapan Yuigahama terarah dengan kuat ke arah Yukinoshita. Matanya yang bertambah dalam kesungguhan bahkan memiliki keagresifan di dalamnya. |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita tidak berpaling dari tatapan itu. Dia memakan waktu sejenak, bimbang antara menjawab atau tidak dan dia berkata dengan nada kecil tapi tajam dan dingin. |
||
+ | |||
+ | “…Kamu mengatakan itu sekarang…? Kamu juga yang bersikap tidak adil.” |
||
+ | |||
+ | Ketika Yukinoshita berbicara, Yuigahama mengigit bibirnya sedikit. Mereka berdua bertukar pandangan seakan mereka sedang menatap tajam pada satu sama lain. |
||
+ | |||
+ | “Tunggu, bukan itu apa yang ingin kubicarakan.” |
||
+ | |||
+ | Mencari si pelaku yang bersalah bukanlah sesuatu yang kucari di sini. Aku tidak ingin semacam kesimpulan yang berlebih-lebihan<!--self aggrandizing--> dimana semua orang bersalah. Aku seharusnya datang kemari untuk membicarakan sesuatu yang jauh lebih berbeda. |
||
+ | |||
+ | Aku sama sekali tidak sedang di sini karena aku ingin melihat Yukinoshita dan Yuigahama dengan ekspresi bertengkar itu. |
||
+ | |||
+ | Meski begitu, suaraku yang hilang<!--still--> tidak mencapai mereka. Mereka berdua bertukar pandangan segan pada satu sama lain, tapi meski begitu, kata-kata yang mengalir keluar tidak mau berhenti. |
||
+ | |||
+ | Tenggorokan putih Yuigahama bergetar dan dia menelan nafasnya. Dia melihat ke arah Yukinoshita dengan mata berair-air dan meneruskan kata-katanya satu per satu. |
||
+ | |||
+ | “Kamu tidak pernah mengatakan apa-apa, Yukinon… Kecuali kamu memberitahu kami, akan ada hal yang tidak kami pahami.” |
||
+ | |||
+ | “…Kamu sendiri juga tidak mengatakan apa-apa. Kamu akan selalu mencoba untuk menutupi situasinya<!--gloss over things-->.” |
||
+ | |||
+ | Suara Yukinoshita tidak memiliki kehangatan apapun di dalamya. Ekspresi itu seperti karikatur beku yang hanya meletakkan kebenarannya dengan rasa tidak tertarik. Dia mungkin sedang membicarakan waktu-waktu yang kami habiskan bersama beberapa hari ini. |
||
+ | |||
+ | “Itulah kenapa, jika kamu, jika kalian berdua menginginkannya, maka…” |
||
+ | |||
+ | Gugaman tambahan Yukinoshita dengan suara kecilnya yang terdengar seakan itu akan menghilang menyebabkan Yuigahama tersedak akan suaranya sendiri. |
||
+ | |||
+ | Ruangan yang dingin dan hampa ini hanyalah menunggu dengan sabar bagi akhir waktunya untuk datang. Yukinoshita telah merasakannya sendiri. |
||
+ | |||
+ | Omong kosong sepintas itu adalah sesuatu yang ditelan baik Yuigahama dan aku. Itu mungkinlah sesuatu yang bahkan dituntut dengan paksa oleh Yukinoshita. |
||
+ | |||
+ | Semua orang itu sama saja dengan tidak mengatakan kebenarannya. Kami di sini tidak mampu mengatakan satu hal pun yang kami inginkan. |
||
+ | |||
+ | Baik aku dan dia terlalu menganggap remeh itu. Baik dengan satu sama lain dan baik bagaimana kami dengan satu sama lain. |
||
+ | |||
+ | Meskipun idealisme dan pemahaman kami juga sepenuhnya berbeda. |
||
+ | |||
+ | “…Kita tidak akan paham kecuali kamu mengatakan sesuatu, huh?” |
||
+ | |||
+ | Kata-kata yang disebutkan Yuigahama tadi membuat hatiku mencelos. Ada hal yang tidak akan kamu pahami jika kamu tidak mengatakan apa-apa. Itu sudah tidak diragukan lagi. Namun, jika kamu mengatakannya, apa kamu akan benar-benar paham? |
||
+ | |||
+ | Kata-kata yang kututurkan keluar itu membuat Yuigahama menghadap ke arahku. Yukinoshita terus melihat ke bawah. Tatapan Yuigahama mendesakku untuk meneruskannya dan aku berkata. |
||
+ | |||
+ | “Tapi ada hal yang tidak akan kamu mengerti meskipun kamu mengatakan sesuatu.” |
||
+ | |||
+ | “Itu…” |
||
+ | |||
+ | Mulut Yuigahama bergerak dengan depresi<!--distort-->. Itu hampir seperti air mata akan berlinang dari sudut matanya. Itulah kenapa aku merasa aku harus berbicara dengan selembut mungkin. |
||
+ | |||
+ | “…Aku tidak merasa aku akan teryakinkan meskipun kamu memberitahuku apapun. Aku mungkin hanya akan mulai sesukaku berpikir bahwa ada sesuatu lagi dari apa yang kamu katakan, bahwa ada semacam alasan untuk itu.” |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita cenderung menjadi seorang gadis yang sedikit bertutur kata sementara Yuigahama akan menggugamkan kata-kata untuk mencoba menyingkirkan masalahnya. |
||
+ | |||
+ | Ditambah lagi, aku memiliki kebiasaan untuk membaca di balik kata-kata orang lain. |
||
+ | |||
+ | |||
==Catatan Translasi== |
==Catatan Translasi== |
Revision as of 18:03, 5 May 2015
Bab 6 : Meskipun begitu, Hikigaya Hachiman
6-1
Aku menghempaskan diriku ke sofa di ruang tamu dan aku bisa mendengar suatu suara klik yang menyela suara detakan jarum menit dari jam di atas dinding.
Ketika aku dengan santai melihatnya, jarum jamnya sudah mencapai tengah malam.
Sejumlah waktu yang lumayan banyak telah berlalu semenjak aku diturunkan oleh Hiratsuka-sensei.
Komachi dan orangtuaku sudah memakan makan malam mereka dan sekarang sudah terkunci di dalam ruangan mereka sendiri. Kamakura mungkin sekarang ini sedang tertidur di ruangan Komachi.
Kadang kala, kotatsunya akan membuat suara dengungan pelan mungkin karena kotatsu itu termasuk model lama. Kotatsunya ditinggalkan menyala walaupun tidak ada orang yang menggunakannya. Aku berdiri, mematikan listriknya, dan kembali ke sofa.
Ruangannya begitu dingin itu sebaliknya merupakan bantuan besar. Aku tidak akan mengantuk dan yang terpenting, kepalaku sepenuhnya jernih seperti cuaca dingin itu.
Hiratsuka-sensei sudah pasti memberikanku petunjuk. Kemungkinan itu tidak hanya terbatas pada hanya hari ini sebab itu juga merupakan sesuatu yang terus diberitahunya padaku sampai sekarang ini. Tapi aku pastilah sudah gagal menyadarinya, salah memahaminya, atau bahkan melewatkannya. Itulah kenapa aku harus memikirkannya lagi, mulai dari yang paling awal sekali.
Aku harus menetapkan dan mempertimbangkan kembali masalahnya sekali lagi.
Rintangan yang paling baru dan terbesar adalah, tentu saja, acara kolaborasi Natal itu. Walaupun aku menjalankan tugas membantunya, situasi sekarang ini sudah hampir runtuh.
Ditambah itu, masalah dari Isshiki Iroha menjadi jelas. Sementara akulah orang yang mendorong posisi ketua OSIS pada dirinya, Isshiki tidak sedang mengurus OSIS dengan baik.
Terlebih lagi, situasi Tsurumi Rumi juga terkait dengan ini. Aku tidak tahu efek seperti apa tindakanku selama liburan musim panas di Desa Chiba itu pada dirinya. Tapi aku tidak bisa berpikir situasinya sekarang ini sebagai sesuatu yang positif.
Dan kemudian… Dan kemudian, ada masalah yang menyangkut Klub Servis.
Tapi mengenai masalah yang terakhir ini, hanya memikirkannya saja membuat hatiku merasa suram dan sesuatu yang menyerupai suatu solusi tidak mau terlintas dalam pikiranku. Ekspresi yang menyerah setelah mencoba untuk mencari suatu kesempatan, senyuman yang dipaksa untuk mencoba terlihat ceria, dan akhirnya, kata-kata yang seharusnya dikatakan padaku itu semua berputar-putar lagi dan lagi di dalam kepalaku.
Aku berakhir menyia-nyiakan sejumlah waktu yang signifikan sejak tadi karena pikiranku terpaku pada hal-hal itu. Ini adalah suatu masalah yang sebaiknya kutinggalkan untuk nanti.
Sekarang setelah itu ditetapkan, terutama tiga masalah yang lain itu memiliki tujuan yang dengan jelas sudah tertancap jadi itu sederhana saja untuk dipahami.
Yang pertama adalah untuk membuat Isshiki melakukan kewajiban-kewajibannya sebagai ketua OSIS melalui acara ini. Selanjutnya adalah untuk membuat Tsurumi Rumi bisa menampilkan senyuman itu pada setiap orang meskipun dia sendirian. Berikutnya lagi, acara ini perlu dilaksanakan di dalam lingkup akan apa yang memungkinkan secara realistis dengan mengusahakan kerja sama minimum dengan SMA Kaihin Sogo termasuk Tamanawa.
Jika ini semua dicapai, maka suatu solusi sementara seharusnya dapat terlihat.
Aku terus menyusun kembali masalah-masalah dari kepalaku, mencari-cari solusi optimal itu seakan aku sedang menancapkan bendera kematianku sendiri. Apa yang menghubungkan mereka semua adalah acara kolaborasi Natal ini. Tiga masalah itu terangkum dengan hal ini.
Aku hanya perlu memikirkan cara yang akan membuat ini menjadi sukses dengan cara yang ideal.
Tapi setelah memikirkan dengan teliti pekerjaan untuk minggu ini, aku sadar bahwa ini bukanlah suatu pencapaian yang mudah. Aku tidak merasa aku dapat mampu membalikkan situasi ini. Aku bahkan berbicara pada Tamanawa mengenai apakah ada sesuatu yang bisa diperbaiki.
Apa yang harus kulakukan? Apa aku sebaiknya meminta bantuan dari seseorang.
Kalau begitu keadaannya, satu-satunya yang bisa kumintai bantuan adalah Komachi.
Tapi Komachi tidak sedang berada dalam situasi di mana dia dapat diganggu sebagai seorang murid yang ikut ujian. Bagi adik kecilku yang sudah hampir mendekati ujiannya dalam kurang dari dua bulan, aku tidak bisa meminta dia untuk bantuannya. Tidak mungkin aku bisa menggangu titik penentuan dalam hidupnya.
Kalau begitu, siapa lagi yang ada? Zaimokuza? Kalau itu dia, aku bisa menganggunya tanpa merasa begitu buruk mengenainya. Dia mungkin juga senggang. Namun, mempertimbangkan bahwa kami memiliki banyak kelompok yang terlibat, aku rasa tidak ada cara untuk membuat Zaimokuza berfungsi dengan sebagaimana semestinya. Belum dibilang dia itu sudah tidak mampu berkomunikasi dengan orang jadi itu akan lebih parah dengan orang dari sekolah lain.
…Tidak, aku tahu itu bukan salah Zaimokuza.
Tanggung jawab dan penyebabnya terletak pada diriku.
Persisnya betapa lemahnya aku?
Kenapa aku begitu cepat mencoba untuk bergantung pada orang lain? Hanya karena aku meminta bantuan untuk sekali itu, aku menjadi salah paham. Dan seekarang aku segera mencoba untuk bergantung pada orang lain.
Persisnya kapan aku menjadi begitu lemah?
Hubungan antar manusia pastilah sebuah narkoba. Tidak kamu sadari kamu menjadi tergantung semua sementara hatimu perlahan memburuk dari dalam. Dan kemudian kamu berakhir perlu bergantung pada orang lain dan kamu akhirnya tidak bisa melakukan sesuatu sendiri.
Kalau begitu, apa itu mungkin bahwa dengan berniat mengulurkan tangan pada orang itu berarti aku sebenarnya sedang membuat mereka menderita? Apa aku sedang melahirkan orang-orang yang tidak dapat berdiri di atas kaki mereka sendiri kecuali mereka memiliki bantuan dari seseorang?
Meskipun kami seharusnya mengajari mereka bagaimana menangkap ikan dan bukan memberi mereka ikan.
Sesuatu yang bisa dengan mudahnya diberikan pada seseorang itu pastilah palsu. Sesuatu yang bisa dengan mudahnya diberikan itu pastilah sesuatu yang bisa dengan mudahnya diambil oleh seseorang.
Selama pemilihan ketua OSIS itu, Komachi memberiku sebuah alasan. Aku bergerak dengan posisi bahwa aku sedang melakukannya demi Komachi, untuk mempertahankan kelangsungan dari eksistensi Klub Servis.
Itulah kenapa aku mungkin keliru waktu itu.
Walaupun aku seharusnya bertindak dengan sebuah jawaban dan alasan yang kutemukan untuk diriku sendiri.
Bahkan sekarang, aku sedang mencari suatu alasan untuk bertindak dari seseorang. Demi Isshiki, demi Rumi, demi acaranya.
Apa itu semua benar-benar alasan-alasan kenapa aku mau bertindak? AKu merasa seperti aku keliru dengan prasyaratnya. Poin-poin yang seharusnya kupikirkan pastilah salah.
Jika aku akan membenarkan apa yang benar atau salah, maka aku perlu mulai dari awal.
Sampai hari ini, demi apa aku sedang bertindak? Apa alasannya? Aku akan menyusuri kembali peristiwa-peristiwa yang ada dalam pikiranku tadi dalam urutan kronologis balik.
Alasan acara Natal perlu menjadi sukses adalah demi Isshiki Iroha dan demi Tsurumi Rumi. Dan alasan kenapa aku membantu acaranya secara langsung karena aku mendorong posisi ketua pada Isshiki saat pemilihan ketua OSIS. Dan selama pemilihan itu, kenapa aku melakukan itu untuk mencegah Yukinoshita dan Yuigahama menjadi ketua. Kenapa aku ingin mencegah mereka berdua menjadi ketua? Alasan yang kuterima dari Komachi adalah dasar bagiku untuk bergerak, tapi alasan sebenarnya kenapa aku bergerak adalah…
Ada sesuatu yang kuinginkan.
Di masa lalu kemungkinannya itu adalah satu-satunya hal yang kuinginkan dan bahwa aku tidak perlu apa-apa selain itu, bahkan bertindak sejauh sampai membencinya. Tapi untuk tidak mampu sepenuhnya mendapatkan itu, aku mulai berpikir itu tidak ada.
Namun, itu karena aku merasa aku telah melihatnya. Bahwa aku bahkan mungkin telah menyentuhnya
Itulah kenapa aku keliru.
Aku mampu membuat pertanyaannya. Sekarang aku perlu berpikir. Tentang apa jawabanku itu.
Aku tidak tahu berapa banyak waktu yang kuhabiskan untuk berpikir. Tapi malam yang diwarnai dengan warna biru itu mulai lenyap selagi langitnya dengan samar-samar terus memutih.
Aku sedang berpikir sepanjang waktu, namun aku tidak bisa memikirkan satu cara, rencana, atau strategi apapun. Tidak peduli logika, teori, alasan, dan sofistri apapun yang bisa kupikirkan, tidak ada yang terlintas dalam pikiranku.
───Itulah kenapa, mungkin ini dia. Mungkin ini merupakan jawabanku.
6-2
Selepas sekolah di ruang kelas. Aku merenggangkan badanku di mejaku. Ketika aku menggerakan badanku sedikit, ada suara kreak pada leher dan pinggangku.
Pada akhirnya, aku berangkat ke sekolah tanpa mendapat banyak tidur kemarin malam. Segera setelah aku sampai ke mejaku, aku tergeletak di atasnya dan sebagian besar pelajarannya masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kanan.
Namun, pikiranku sekarang ini teramat jernih.
Aku masih setengah ragu akan jawaban yang kupikirkan yang memakan satu malam itu. Aku tidak yakin apa ini benar-benar tepat atau tidak.
Namun, aku tidak dapat memikirkan sesuatu yang lain.
Aku membuat satu helaan besar terakhir dan berdiri.
Tujuanku hanya satu tempat.
Aku meninggalkan ruang kelas dan melintasi lorong.
Lorong yang suram dan sepi itu tidak membuatku merasa terganggu. Sudah untuk beberapa saat ini, aliran darahku tidak mengenakkannya cepat dan suhu tubuhku sia-sianya tinggi. Suara angin menghantam jendela dan suara mereka-mereka dalam klub-klub olahraga terdengar begitu jauhnya sampai aku tidak bisa mendengar itu semua. Aku mengulang-ulang kata-kata yang perlu kukatakan lagi dan lagi di dalam hatiku sehingga aku tidak bisa mendengar yang lain.
Aku dapat melihat pintu yang mengarah ke tempat yang kutuju. Pintu itu tertutup rapat dengan keheningan yang mencekam yang parah.
Aku berdiri di depan pintunya dan dengan pelan menarik suatu nafas dalam. Aku kemudian mengetuk pada pintunya dua sampai tiga kali. Meskipun aku telah memasuki ruangan ini sampai hari ini, aku tidak pernah mengetuk pintunya. Namun, untuk sesuai dengan tujuanku hari ini, mengikuti formalitas ini adalah wajar.
Aku menunggu sejenak, tapi tidak ada suatu jawaban dari dalam.
Aku mengetuk sekali lagi.
“Masuk…”
Aku dapat mendengar suatu suara lemah datang dari balik pintu ini. Sampai sekarang ini, aku tidak pernah memperhatikannya, tapi beginilah bagaimana kamu akan mendengar suara mereka melalui sepotong pintu ini, huh? Setelah mendapat jawaban, aku meletakkan tanganku pada gagang pintu.
Pintunya membuat suara bergeser saat terbuka. Pintu ini berat. Apa pintu ini benar-benar seberat ini sebelumnya? Aku memusatkan kekuatanku dan memaksa pintunya terbuka.
Ketika aku masuk ke dalam, wajah-wajah yang lumayan terkejut sekali itu terletak pada tempat yang sama seperti biasanya.
“Hikki, ada apa? Kamu biasanya tidak mengetuk.”
Yuigahama Yui memiliki ponselnya tergenggam pada tangannya seperti biasanya dan memiliki tampang kebingungan.
Yukinoshita Yukino menandai posisi halaman dalam buku yang belum diselesaikannya dengan penanda bukunya dan meletakkan bukunya ke atas meja. Dia mengalihkan matanya ke bawah dengan perhatiannya terpusatkan kee atas meja.
Yukinoshita membisikkan beberapa kata dengan suara kecil yang tidak tertuju pada siapapun.
“…Bukankah aku memberitahumu bahwa kamu tidak perlu memaksa dirimu untuk datang?”
Aku dengan hening mendengarkan kata-kata itu sampai akhir hanya supaya suara itu tidak akan terselip dari telingaku.
“…Aku ada sedikit urusan di sini.”
Ketika aku menjawab singkat, Yukinoshita tidak mengatakan apa-apa lagi selagi aku tetap berdiri. Selagi kami melakukan itu, suatu keheningan melanda ruangan itu seakan malaikat telah turun.
“Ke-Kenapa tidak kamu duduk dulu?”
Baik Yukinoshita dan aku sama-sama melihat pada Yuigahama selagi dia berbicara dengan penuh tekad. Aku mengangguk padanya dan menarik tempat duduk terdekat di sana. Setelah aku duduk, tepat di depanku terdapat Yukinoshita dan Yuigahama. Aah, ini yang pertama kalinya aku sadar bahwa orang-orang yang datang kemari untuk permintaan dan konsultasi mereka akan selalu melihat pemandangan ini. Tempat duduk yang telah selalu kududuki sampai hari ini berada di posisi diagonal dari tempat Yukinoshita duduk dan sedang kosong.
“Ada apa…? Bukankah kamu duduk sedikit lebih jauh dari biasa?”
Itu jelas bahwa aku berbeda dari biasa. Toh, aku di sini bukan sebagai anggota klub.
Jawaban yang kupikirkan sepanjang waktu ini, lagi dan lagi, hanya ada satu.
Sekali kamu salah, maka itulah jawabanmu. Kamu tidak bisa menyelesaikan masalah yang sama lagi.
Meski begitu, kamu seharusnya bisa memintanya lagi. Itulah kenapa, kali ini, aku akan mulai mengumpulkan jawaban-jawaban yang benar satu per satu dari awal melalui jalan yang benar dan tindakan yang benar. Aku tidak dapat memikirkan cara lain apapun selain itu.
Setelah aku membuat helaan besar, aku memusatkan perhatianku pada Yukinoshita dan Yuigahama.
“Aku ingin membuat sebuah permintaan.”
Kata-kata yang terus kuulang lagi dan lagi di dalam hatiku keluar dengan jauh lebih mulus dari yang kubayangkan.
Mungkin itulah kenapa. Yuigahama mendengarkan hal tersebut dan membuat tampang lega.
“Hikki, kamu akhirnya akan berbicara pada kami…”
Yuigahama membuat senyuman yang berhati hangat. Tapi Yukinoshita memiliki ekspresi yang sepenuhnya berbeda. Hanya tatapannya yang di arahkan ke arahku, tapi itu terasa seakan dia bahkan tidak sedang melihatku. Ketika aku menerima tatapan itu, suaraku menjadi semakin lemah sedikit demi sedikit.
“Itu mengenai acara Natal yang disebutkan Isshiki sebelumnya. Itu jauh lebih parah dari yang kubayangkan, jadi aku ingin meminta bantuan kalian…”
Setelah aku berhasil menyelesaikan kata-kataku, Yukinoshita menjatuhkan tatapannya dan ragu-ragu untuk berbicara.
“Tapi…”
“Tidak, aku tahu apa yang ingin kamu katakan.”
Sebelum Yukinoshita bisa membantah sesuatu setelah kata penghubungnya, aku menyela dia dan berbicara dengan rentetan cepat.
“Akulah yang terlibat ke dalamnya atas kehendak sendiri dan aku bahkan mengatakan itu sama sekali tidak akan membantu Isshiki. Tapi akulah yang mendorongnya untuk menjadi ketua. Aku sepenuhnya sadar bahwa akulah si penyebab utamanya.”
Jika aku ditolak di sini, itu akan buruk. Aku tidak punya apapun yang bisa meyakinkan Yukinoshita, tapi meski begitu, aku tidak bisa membuatnya menolakku sekarang. Untuk sekarang, aku menyebutkan sejumlah alasan yang terlintas di dalam pikiranku.
“Apa kalian ingat anak SD dari Desa Chiba itu? Dia sama sekali masih belum berubah sejak saat itu…”
“Ahh… Rumi-chan, Kurasa?”
Yuigahama membuat tampang kesulitan. Insiden yang satu itu bukanlah memori yang menyenangkan bagi siapapun. Tidak satu orangpun yang terselamatkan dan semua orang yang terlibat dipaksakan dengan hasil terburuk.
Itulah hasil cara-caraku sampai sekarang ini. Tapi di sana, aku juga keliru lagi. Itulah kenapa, agar tidak keliru lagi kali ini, aku mati-matian melanjutkan kata-kataku.
“Itulah kenapa aku ingin melakukan sesuatu. Banyak hal terjadi karena semua hal yang telah kulakukan sampai sekarang ini, dan aku tahu ini adalah permintaan yang egois dari diriku. Tapi aku masih ingin membuat permintaan ini untuk kalian”
Setelah aku selesai berbicara, aku melihat pada Yukinoshita dan kepalan tangan yang diletakkannya di atas meja meremas dengan erat.
“Jadi, kamu sedang mengatakan itu salahmu?”
“…Yah, aku tidak bisa meyangkalnya.”
Secara langsung ataupun secara tidak langsung, apapun itu, penyebab di balik itu adalah hasil tindakanku. Itulah kebenaran yang sebenar-benarnya. Ketika aku menjawabnya, Yukinoshita mengalihkan matanya ke bawah dan mengigit bibirnya.
“Begitu ya…”
Yukinoshita berbicara dengan nada yang menyerupai helaan dan mengangkat kepalanya. Mata yang sedikit basahnya itu menahanku untuk sepersekian detik, tapi dia segera memalingkannya. Dia memakan waktu sejenak seakan mencari kata-kata untuk diucapkan dan Yukinoshita meneruskan dengan nada yang dingin.
“…Jika kamu percaya tanggung jawab itu terletak terutama pada dirimu, itu sesuatu yang seharusnya kamu selesaikan sendiri, bukan?”
Nafasku berhenti untuk sesaat mendengar kata-kata tersebut. Tapi aku tahu aku tidak bisa tetap terdiam mendengar itu dan entah bagaimana berhasil memaksakan kata-kata keluar dengan suara parau.
“…Benar. Maaf, lupakan saja apa yang kukatakan.”
Dengan ini, aku tidak punya apa-apa lagi. Tidak ada apapun lagi yang terpikirkan olehku. Lagipula, sebaliknya, apa yang telah Yukinoshita katakan itu lebih benar secara mendasar.
Itulah kenapa hal tersebut bisa menyakinkanku, setidaknya secara teoritis.
Aku baru saja mau berdiri, terlihat siap untuk meninggalkan ruang klub. Tapi pada saat itu, suatu suara emosional memanggil pada diriku.
“Tunggu.”
Suara itu menggema di dalam ruangan klub yang hening dan dingin.
Yuigahama melihat ke arahku dan Yukinoshita dengan mata basah.
“Bukan begitu. Kenapa, kenapa semuanya harus seperti itu? Itu sedikitpun tidak masuk akal.”
Yuigahama berkata begitu dengan suara gemetaran. Walaupun kami berdua teryakinkan secara logis, dia menilai bahwa itu salah tanpa satu alasan apapun.
Pipiku sedikit mengendur sebagai respon akan penampilan tersebut yang cocok dengan Yuigahama. Dengan senyuman lemah itu, walaupun aku berniat untuk mengatakannya dengan nada menegur pada seseorang, aku dengan perlahan berkata seakan aku sedang menjelaskan pada seorang anak kecil.
“Ya, itu masuk akal… Itu normal untuk menangani persoalanmu sendiri.”
“…Aku rasa begitu.”
Yukinoshita berhenti sejenak sebelum setuju denganku. Ketika Yukinoshita dan aku berkata begitu, Yuigahama menggelengkan kepalanya dengan kuat dan membantah.
“Kalian salah. Kalian berdua sedang mengatakan hal yang sepenuhnya berbeda.”
Ketika aku melihat ke arah Yuigahama yang memiliki tampang yang hampir akan menangis, aku dapat merasakan dadaku menyesak dengan tajam dan itu membuatku ingin memalingkan mataku. Namun, suara baik hatinya itu tidak mau membiarkanku melakukannya.
“Um, kamu tahu, itu bukan hanya tanggung jawabmu, Hikki. Maksudku, itu benar kamulah yang memikirkan segalanya dan melakukan segalanya, tapi kami sama saja. Kamilah yang mendesakkan itu semua pada dirimu…”
“…Tidak, itu tidak benar.”
Aku mencari kata-kata yang seharusnya kukatakan pada Yuigahama yang kepalanya tertunduk dengan berat. Tidak seperti itu didesakkan padaku. Malahan, hal itu cukup banyak membantuku.
Namun, ekspresi Yuigahama masih terlihat seakan hampir akan menangis selagi dia mengangkat kepalanya untuk memusatkan perhatiannya padaku.
“Ya, itu benar. Kamu bukanlah satu-satunya alasan kenapa situasinya menjadi seperti ini, karena aku, juga…”
Yuigahama melihat ke arah wajah Yukinoshita. Tatapan itu menyiratkan bahwa ada satu orang lagi yang bertanggung jawab.
Yukinoshita menerima tatapannya secara langsung. Namun, dia tidak mengatakan apapun. Dia menekan bibirnya dengan erat seakan menerima untuk disalahkan dengan pasrah.
Yuigahama menggugamkan kata-katanya selagi suaranya menurun seakan dia sedang ditekan oleh tatapan itu.
“…Aku rasa kamu sedang bersikap tidak adil dengan apa yang kamu katakan, Yukinon.”
Suaranya lembut, tapi tatapan Yuigahama terarah dengan kuat ke arah Yukinoshita. Matanya yang bertambah dalam kesungguhan bahkan memiliki keagresifan di dalamnya.
Yukinoshita tidak berpaling dari tatapan itu. Dia memakan waktu sejenak, bimbang antara menjawab atau tidak dan dia berkata dengan nada kecil tapi tajam dan dingin.
“…Kamu mengatakan itu sekarang…? Kamu juga yang bersikap tidak adil.”
Ketika Yukinoshita berbicara, Yuigahama mengigit bibirnya sedikit. Mereka berdua bertukar pandangan seakan mereka sedang menatap tajam pada satu sama lain.
“Tunggu, bukan itu apa yang ingin kubicarakan.”
Mencari si pelaku yang bersalah bukanlah sesuatu yang kucari di sini. Aku tidak ingin semacam kesimpulan yang berlebih-lebihan dimana semua orang bersalah. Aku seharusnya datang kemari untuk membicarakan sesuatu yang jauh lebih berbeda.
Aku sama sekali tidak sedang di sini karena aku ingin melihat Yukinoshita dan Yuigahama dengan ekspresi bertengkar itu.
Meski begitu, suaraku yang hilang tidak mencapai mereka. Mereka berdua bertukar pandangan segan pada satu sama lain, tapi meski begitu, kata-kata yang mengalir keluar tidak mau berhenti.
Tenggorokan putih Yuigahama bergetar dan dia menelan nafasnya. Dia melihat ke arah Yukinoshita dengan mata berair-air dan meneruskan kata-katanya satu per satu.
“Kamu tidak pernah mengatakan apa-apa, Yukinon… Kecuali kamu memberitahu kami, akan ada hal yang tidak kami pahami.”
“…Kamu sendiri juga tidak mengatakan apa-apa. Kamu akan selalu mencoba untuk menutupi situasinya.”
Suara Yukinoshita tidak memiliki kehangatan apapun di dalamya. Ekspresi itu seperti karikatur beku yang hanya meletakkan kebenarannya dengan rasa tidak tertarik. Dia mungkin sedang membicarakan waktu-waktu yang kami habiskan bersama beberapa hari ini.
“Itulah kenapa, jika kamu, jika kalian berdua menginginkannya, maka…”
Gugaman tambahan Yukinoshita dengan suara kecilnya yang terdengar seakan itu akan menghilang menyebabkan Yuigahama tersedak akan suaranya sendiri.
Ruangan yang dingin dan hampa ini hanyalah menunggu dengan sabar bagi akhir waktunya untuk datang. Yukinoshita telah merasakannya sendiri.
Omong kosong sepintas itu adalah sesuatu yang ditelan baik Yuigahama dan aku. Itu mungkinlah sesuatu yang bahkan dituntut dengan paksa oleh Yukinoshita.
Semua orang itu sama saja dengan tidak mengatakan kebenarannya. Kami di sini tidak mampu mengatakan satu hal pun yang kami inginkan.
Baik aku dan dia terlalu menganggap remeh itu. Baik dengan satu sama lain dan baik bagaimana kami dengan satu sama lain.
Meskipun idealisme dan pemahaman kami juga sepenuhnya berbeda.
“…Kita tidak akan paham kecuali kamu mengatakan sesuatu, huh?”
Kata-kata yang disebutkan Yuigahama tadi membuat hatiku mencelos. Ada hal yang tidak akan kamu pahami jika kamu tidak mengatakan apa-apa. Itu sudah tidak diragukan lagi. Namun, jika kamu mengatakannya, apa kamu akan benar-benar paham?
Kata-kata yang kututurkan keluar itu membuat Yuigahama menghadap ke arahku. Yukinoshita terus melihat ke bawah. Tatapan Yuigahama mendesakku untuk meneruskannya dan aku berkata.
“Tapi ada hal yang tidak akan kamu mengerti meskipun kamu mengatakan sesuatu.”
“Itu…”
Mulut Yuigahama bergerak dengan depresi. Itu hampir seperti air mata akan berlinang dari sudut matanya. Itulah kenapa aku merasa aku harus berbicara dengan selembut mungkin.
“…Aku tidak merasa aku akan teryakinkan meskipun kamu memberitahuku apapun. Aku mungkin hanya akan mulai sesukaku berpikir bahwa ada sesuatu lagi dari apa yang kamu katakan, bahwa ada semacam alasan untuk itu.”
Yukinoshita cenderung menjadi seorang gadis yang sedikit bertutur kata sementara Yuigahama akan menggugamkan kata-kata untuk mencoba menyingkirkan masalahnya.
Ditambah lagi, aku memiliki kebiasaan untuk membaca di balik kata-kata orang lain.
Catatan Translasi
<references>