Difference between revisions of "Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 17 Bab 21"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m
Line 299: Line 299:
   
 
===Bagian 2===
 
===Bagian 2===
  +
Kembali ke Dunia Nyata, Gabriel Miller perlahan membuka kelopak matanya yang tertutup mesin STL #2.
  +
  +
Dibilang kembali, lebih tepat kalau ia dipaksa keluar. Masih dalam posisi tidur di kasur gel, Gabriel mengunyah sisa makanan yang menyangkut di mulutnya.
  +
  +
Bagaimana mungkin ia bisa kalah dalam pertarungan satu lawan satu di Dunia Virtual? Musuhnya bahkan bukan seorang manusia, dia hanyalah seorang AI.
  +
  +
Mengapa ia bisa kalah melawan Knight tersebut? Gabriel menghabiskan beberapa detik untuk memikirkan alasan dibalik kekalahannya.
  +
  +
Kekuatan hasrat? Ikatan antar jiwa? Kekuatan cinta yang menghubungkan orang – orang...?
  +
  +
— Sungguh konyol.
  +
  +
Mulut Gabriel kini tersenyum dingin. Baik itu Dunia Nyata maupun Dunia Virtual, jika kekuatan semacam itu benar – benar ada, maka hanya ada satu kekuatan yang menyemangatinya — kekuatan takdir.
  +
  +
Dengan kata lain, kekalahannya tak bisa dielakkan. Karena memang begitulah terjadinya. Takdir tak ingin Gabriel untuk bertarung menggunakan akun pinjaman seperti Dewa Kegelapan Vektor, tetadi ingin agar ia menggunakan akun asli miliknya. Takdir ingin agar ia dive kembali ke dunia itu sekali lagi.
  +
  +
Maka ia akan menyelesaikan masalah ini sampai akhir.
  +
  +
Setelah selesai berpikir, Gabriel keluar dari mesin STL.
  +
  +
Melihat ke mesin STL lain, ia terkejut jika Vassago Casals masih dive ke dalam Underworld. ia mengira jika Vassago telah tewas dan ter-log out, tampaknya ia juga menemukan sesuatu yang menarik dari kekalahannya.
  +
  +
— Yah, lakukan sesukamu.
  +
  +
Mengangkat bahunya, Gabriel membuka pintu menuju Ruang Kontrol Utama. Anggota team lain yang masih menatap monitor akhirnya berbicara:
  +
  +
“Kau sudah berjuang, Kapten. Ahh, kau juga dikalahkan ya.”
  +
  +
“Cuma sementara.”
  +
  +
Gabriel membalas. Critter merubah ekspresinya dan melaporkan sesuatu:
  +
  +
“Yah, seperti yang kau perintahkan, aku telah memasukkan 50,000 pemain dari berbagai negara bagian di Amerika. Separuhnya telah berhasil dikalahkan, tetapi ya itu, tujuan akhir untuk menghancurkan Pasukan Kerajaan Manusia akan segera tercapai. Untuk tambahan, pihak RATH juga melakukan hal yang sama… aku sudah memastikan adanya koneksi skala besar yang berasal dari jepang menuju medan peperangan. Jumlahnya sekitar 2,000, jadi aku tak menganggap itu sebagai sebuah ancaman.”
  +
  +
“Oh…?”
  +
  +
Mengangkat alisnya, Gabriel melihat ke layar utama.
  +
  +
Peta dunia Underworld bagian selatan muncul. Garis hitam yang membentang ke selatan dari «Gerbang Besar Timur» dan tanda “X”, kemungkinan adalah log pergerakan super account milik Gabriel, Dewa Kegelapan Vektor. Masih ada separuh perjalanan sebelum akhirnya sampai ke console syntem di ujung dunia bagian selatan, tetapi Alice pasti masih ada di daerah bertanda X yang ada di peta.
  +
  +
Setelahnyam garis putih juga bergerak ke selatan mengikuti garis hitam. Itu pasti Pasukan Kerajaan Manusia. Mereka berhasil berkumpul dan sedang berhenti saat ini.
  +
  +
Pasukan Kerajaan Manusia hampir dihancurkan oleh Pasukan Crimson yang jumlahnya sangat banyak. Berasumsi jika garis merah adalah pemain VRMMO asal Amerika, maka garis biru terang yang membentang menjadi pelindung antara garis merah dan garis putih adalah 2,000 pemain asal Jepang.
  +
  +
“Apakah pemain Jepang menggunakan akun default yang tersedia di Kerajaan MAnusia?”
  +
  +
“Kukira tidak, menurutmu?”
  +
  +
“Tidak…”
  +
  +
Gabriel mengambil botol air mineral yang diberikan Critter dan meminumnya.
  +
  +
Mungkinkah para pemain VRMMO asal Jepang mengkonvert akun berharga mereka dan dive kedalam Underworld?
  +
  +
Jika seperti itu. Gabriel tersenyum dingin lagi.
  +
  +
Sekitar setengah bulan yang lalu, Gabriel ikut serta dalam sebuah turnamen PvP<ref>Player versus Player, sistem battle dimana seorang pemain melawan pemain lainnya</ref> di server Jepang di VRMMO «Gun Gale Online». Jika mereka yang dengan mudahnya ia kalahkan, dive ke dalam Underworld dan mengetahui permasalahan yang sebenarnya, para pemain jepang tak akan mengambil resiko kehilangan karakter mereka.
  +
  +
Sosok wajah terlintas dalam kepalanya, seorang sniper perempuan berambut biru yang tetap bertarung sampai akhir meskipun terdesak, tetapi Gabriel langsung menghilangkan pikiran tersebut.
  +
  +
“Baguslah, aku akan dive lagi. Convert akunku agar bisa log in ke Underworld.”
  +
  +
Ia mengambil kertas san pulpen yang tergeletak di dekat console, lalu menulis ID dan password miliknya dan menyerahkannya pada Critter. Critter terkejut.
  +
  +
“Whoa, Kau juga, Kapten?”
  +
  +
“‘Juga’, maksudnya…?”
  +
  +
“Yah, Vessago terbangun setelah kalah kan? Dan entah mengapa tampaknya ia terlihat senang, lalu mengconvert akun miliknya dan dive lagi.”
  +
  +
“Oh…?”
  +
  +
Mata Gabriel tertarik pada secarik kertas di sisi tangan Critter. Itu tampaknya akun asli milik Vassago, tiga huruf karakter miliknya membuatnya tertarik.
  +
  +
“Oh begitu… aku paham.”
  +
  +
Kek. Sangat jarang Gabriel mengeluarkan suara tawa. Bahkan Critter keheranan mendengarnya, Gabriel menepuk bahunya dan berkata:
  +
  +
“Jangan khawatir. Mungkin ia tidak menunjukkannya,tepi ia memiliki… masalahnya sendiri. Yah, sisanya kuserahkan padamu.”
  +
  +
Gabriel berbalik dan melangkah menuju ke ruang STL, senyum menggantung di ujung bibirnya.
  +
  +
<center>***</center>
  +
  +
Sementara itu, Vassago Casals sedang tersenyum dibalik tudung hitam avatar miliknya ketika memandang peperangan ini.
  +
  +
Berdiri di atas kepala sebuah patung raksasa yang ada di pintu masuk reruntuhan, ia bisa melihat seluruh pertarungan antara pemain Amerika dan pemain Jepang.
  +
  +
Bukan, bukan pertarungan. Lebih tepatnya jika disebut pembantaian satu sisi.
  +
  +
Di tengah – tengah pintu masuk reruntuhan kuil ini, 2,000 Pemain Jepang membentuk formasi oval dan terus menerus berhasil memukul mundur Pasukan Crimson tanpa kehilangan seorang anggota dari pihak sendiri. Alasan mengapa mereka berhasil melakukannya karena perbedaan equipment dan kerjasama antar pemain, terlebih lagi anggota yang bertugas sebagai pendukung yang ada di bagian belakang mereka. Pemain yang terluka akan dibawa ke belakang dan disembuhkan menggunakan art penyembuh, lalu mereka akan maju lagi dengan semangat yang telah terisi penuh.
  +
  +
Mereka memiliki semangat juang yang sangat tinggi, meskipun luka yang diterima sama sakitnya jika terjadi di dunia nyata. Tetapi jika dinalar, bahwa 2,000 pemain jepang ini mengkonvert karakter mereka dan ikut serta dalam peperangan ini sunggu sebuah keajaiban tersendiri.
  +
  +
Situasi seperti ini mungkin akan dicap tak mungkin oleh Gabriel Miller sendiri—
  +
  +
Tetapi, kondisi ini telah diprediksi oleh Vassago Casals.
  +
  +
Jika menghubungkan server Amerika mungkin, maka pihak Jepang juga akan melakukan hal yang sama guna membantu Pasukan Pertahanan Kerajaan Manusia. Terlebih lagi, Vassago juga telah memprediksi jika mereka akan mengkonvert akun pribadi miliknya.
  +
  +
Diatara para pemain Jepang yang bertarung dengan serius ini, selain «The Flash» Asuna, ada beberapa wajah yang ia kenal. Hal ini membuat jantungnya berdekat hebat.
  +
  +
Terlebih lagi, permainan kematian yang selalu ia dambakan kini muncul dihadapannya dengan peraturan yang sedikit berbeda.
  +
  +
Bukan, bahkan jika mereka mati di dunia ini, nyawa si pemain tak akan menghiang.
  +
  +
Tetapi di Underworld, ada hal yang tak muncul di dalam castil melayang Aincrad, dan di kastil melayang tersebut muncul hal yang tak ada di Underworld.
  +
  +
Dengan kata lain —
  +
  +
Ada rasa «sakit»
  +
  +
Tetapi tidak ada «Kode Anti Kriminal».
  +
  +
Maka, hal ini membuatnya kegirangan, mungkin lebih mengasyikan ketimbang merenggut nyawa orang dengan tangannya sendiri.
  +
  +
“Kek, kekek, kekkekkek.”
  +
  +
Vassago tak bisa menyembunyikan tawanya dari balik tudung.
  +
  +
<center>***</center>
  +
  +
— Aku tidak berhasil.
  +
  +
Sinon memandang ke seorang knight yang penuh dengan luka, dan seorang knight perempuan berambut emas yang sedang menangis tersedu – sedu sambil memeluknya.
  +
  +
Ke dua ekor naga raksasa di samping knight tersebut juga menundukkan kepalanya, seolah menunjukkan rasa kehilangan.
  +
  +
Guna mengejar «Putri Cahaya» Alice, yang telah ditangkap oleh Dewa Kegelapan Vektor, serta Komandan Knight Bercouli, Sinon telah terbang melesat sekuat tenaga. Ia telah menggunakan kemampuan terbang terbaiknya yang telah ia latih terus menerus di ALO, ia lalu terbang ke selatan dengan kecepatan penuh, tetapi pertarungan telah selesai begitu ia sampai di sana.
  +
  +
Tidak — Apa yang perlu diakui adalah kekuatan milik Bercouli.
  +
  +
Karena ia telah berhasil menyusul Vektor dan tanpa diduga bisa mengalahkan sebuah Super Account yang mana sangat kuat.
  +
  +
Tetapi sungguh tak adil.
  +
  +
Kematian Komandan Knight Bercouli berarti musnahnya jiwa miliknya. Sedangkan kematian Dewa Kegelapan Vektor, hanyalah kematian palsu.
  +
  +
Sinon sadar ia harus meyakinkan Alice bahwa bahaya masih belum selesai, tetapi ia tak bisa menemukan kata – kata yang tepat untuk dikatakan padanya.
  +
  +
Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, orang yang berkata pertama adalah Alice.
  +
  +
Bahkan dengan pipinya yang masih basah oleh air mata, kecantikan Alice membuat Sinon takjub. Alice memandang mata milik Sinon. Bibir merah cerinya bergerak, suara yang keluar bagaikan sebuah lonceng:
  +
  +
“Apa kau… dari Dunia Nyata?”
  +
  +
“Yeah…”
  +
  +
Sinon mengangguk, dan berbicara agak canggung.
  +
  +
“Aku Sinon. Teman Asuna dan Kirito. Aku datag untuk menyelamatkanmu dan Bercouli-san dari Dewa Kegelapan Vektor … maaf, aku terlambat.”
  +
  +
Sinon meminta maaf lalu menundukkan kepalanya pada Alice. Alice, akan tetapi menggelengkan kepalanya pelan.
  +
  +
“Tidak… Ini kesalahanku. Aku lengah dan tidak mengawasi bagian belakangku sehingga aku berhasil ditangkap; ini kesalahanku. Nyawaku tidak sebanding dengan Oji-sama… sang Komandan Integrity Knight?”
  +
  +
Rasa menyalahkan diri sendiri tercampur dalam suara Alice. Berusaha menahan air matanya, Alice mengajukan pertanyaan lain:
  +
  +
“Bagaimana kondisi peperangan?”
  +
  +
“… Asuna dan Pasukan Kerajaan Manusia berhasil menahan pasukan Dunia Nyata.”
  +
  +
“Maka aku akan kembali ke arah utara.”
  +
  +
Alice melangkahkan kakinya menuju salah satu naga, tapi Sinon berusaha menghentikannya.
  +
  +
“Kau tak boleh kesana, Alice-san. Kau harus terus ke selatan, ke «Altar Ujung Dunia». Jika kamu menyentuh console… bukan, menyentuh kristal di atas altar tersebut, kau bisa menghubungi Dunia Nyata.”
  +
  +
“Mengapa? Bukankah Kaisar Vektor sudah tewas?”
  +
  +
“… Tidak… tidak seperti itu.”
  +
  +
Lalu, Sinon menjelaskan situasinya kepada Alice. Bahkan jika manusia Dunia Nyata tewas di Underworld, mereka tidak kehilangan nyawa mereka. Musuh seperti Kaisar Vektor akan mendapatkan tubuh lagi dan kembal menyerang.
  +
  +
Alice tampak sangat marah, seolah emosinya yang sampai sekarang ditahan kini meledak ledak.
  +
  +
“Oji-sama… kehilangan nyawanya guna membunuh musuh, dan musuh tidak tewas?! Ia hanya menghilang untuk sementara dan akan segera kembali seperti tak terjadi apapun … itu maksudmu?!”
  +
  +
Alice mendekat ke arah Sinon, armor emasnya berkelontangan.
  +
  +
“Bagaimana mungkin … Bagaimana mungkin hal seabsurd itu terjadi?! Maka… untuk apa Oji-sama… untuk apa ia mengorbankan nyawanya?! Pertarungan tersebut tak sebanding bagi kedua pihak... terlalu... terlalu palsu”
  +
  +
Air mata menetes dari mata biru mili Alice sekali lagi, Sinon hanya bisa memandangnya.
  +
  +
— Aku tak punya hak berkata - kata.
  +
  +
Aku telah tewas berkali – kali dalam pertarungan di GGO dan ALO. Dan seperti Dewa Kegelapan Vector, aku bisa terus hidup jika tewas di dunia ini. Orang sepertiku tak berhak —
  +
  +
Tetapi Sinon menatap Alice, menarik nafas dalam – dalam lalu berkata:
  +
  +
“Jadi… Alice-san, apa kamu mau bilang jika rasa sakit milik Kirito juga palsu?”
  +
  +
Si Knight emas menahan nafasnya.
  +
  +
“Kirito juga berasal dari Dunia Nyata. Jika ia tewas di dunia ini, jiwanya tak akan hilang. Akan tetapi, luka yang ia derita nyata. Rasa sakit yang ia rasakan merusak jiwanya, luka tersebut nyata …”
  +
  +
Sinon berhenti sejenak lalu setelah tersenyum ia melanjutkan:
  +
  +
“Aku… mencintai Kirito. Sangat mencintainya. Begitu juga Asuna. Ada banyak orang yang menyukainya juga. Mereka khawatir akan Kirito, mereka semua. Mereka berdoa agar Kirito segera membaik. Dan juga meskipun tidak mengatakannya, mereka juga berpikir, ‘Mengapa Kirito selalu memaksakan diri seperti itu?’”
  +
  +
Sinon maju dan menepuk pundak Alice perlahan, lalu berucap:
  +
  +
“Kirito terluka agar bisa menyelamatkanmu, Alice. Itulah alasan ia tetap bertarung. Apa kamu mau bilang jika alasan tersebut juga palsu? Tidak, tidak hanya Kirito, Komandan Knight juga. Agar bisa menyelamatkanmu, ia terluka parah dan mengorbankan nyawanya agar kamu bisa lari dari genggaman musuh.”
  +
  +
Sinon tidak langsung mendengar jawaban.
  +
  +
Alice memandang jasad Bercouli yang terbaring di tanah.
  +
  +
Sekali lagi, tetes air mata membasahi pipi Alice — Lalu Alice memejamkan mata erat –erat seolah memikirkan sesuatu. Ia lalu bertanya dengan suara serak:
  +
  +
“Sinon, Jika… jika aku pergi ke Dunia Nyata melalui «Altar Ujung Dunia», bisakah aku kembali? Bisakah aku kembali agar bisa menemui orang – orang yang kusayangi…?”
  +
  +
Sinon tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan tersebut. Satu – satunya hal yang ia yakini yaitu jika Alice sampai jatuh ke tangan musuh, seluruh Underworld akan hancur dan menghilang.
  +
  +
Jika ia bisa melindungi dunia ini dan Alice, ia yakin hal tersebut tak akan terjadi.
  +
  +
Kemudian, Sinon mengangguk.
  +
  +
“Yeah. Selama kamu … dan Underworld aman.”
  +
  +
“Aku mengerti… Aku akan pergi ke selatan. Aku tak tahu apa yang akan terjadi du «Altar Ujung DUnia»… tetapi jika itu adalah keinginan Oji-sama dan Kirito…”
  +
  +
Alice berlutut ke tanah. Ia menyentuh rambut milik Bercouli, lalu menyentuh bibir dan dahinya.
  +
  +
Ketika ia berdiri lagi, sebuah aura yang berbeda seolah muncul dari seluruh tubuhnya.
  +
  +
“Amayori, Takiguri. Kumohon bertahanlah sebentar lagi.”
  +
  +
Setelah berkata pada kedua naga, Alice berbalik menuju Sinon.
  +
  +
“Apa… apa yang akan kamu lakukan, Sinon-san?”
  +
  +
“Kali ini, giliranku untuk melindungimu.”
  +
  +
Sinon tersenyum sedikit dan melanjutkan:
  +
  +
“Dewa Kegelapan Vektor mungkin akan muncul lagi disini. Aku akan coba mengalahkannya … sekaligus memberimu beberapa waktu agar bisa kabur.”
  +
  +
Alice menggigit bibirnya dan menundukkan kepalanya.
  +
  +
“Aku serahkan ini padamu. Aku akan segera menuju ke selatan.”
  +
  +
Setelah melihat kedua naga terbang ke arah selatan, Sinon mengambil busur putih yang ada di pundaknya.
  +
  +
Kelompok yang menyerang «Ocean Turtle» kemungkinan adalah prajurit militer yang disewa pemerintahan Amerika. Salah satu penyerang menggunakan Super Account 04, «Dark God Vector», untuk menyerang Alice.
  +
  +
Di dunia nyata, Sinon hanyalah seorang siswi SMA, tak mungkin ia menghadapi orang seperti itu.
  +
  +
Tetapi di tempat ini, selama itu pertarungan satu lawan satu di dunia virtual —
  +
  +
Tak peduli siapapun yang aku lawan, aku harus menang.
  +
  +
Bersumpah pada diri sendiri, Sinon menunggu musuh yang akan dive sekali lagi ke dunia ini.
  +
  +
<center>***</center>
  +
  +
Ketika ia menarik pukulan tangan kanannya, suara tulang patah terdengar.
  +
  +
Pemimpin Guild Petarung Tangan Kosong, Ishkan menatap musuh yang telah berhasil ia bunuh tepat di bagian tengah dadanya, ia menatap tangan kanannya.
  +
  +
Pukulannya mampu menghancurkan besi maupun logam apapun. Namun kini lengan tersebut bagaikan sebuah kulit yang melindungi tulang miliknya, tangan tersebut berlumuran darah.
  +
  +
Tangan kirinya juga mengalami hal yang sama beberapa menit lalu. Sedangkan kakinya penuh luka darah. Ia tak bisa lari, hanya bisa menendang.
  +
  +
“Kau bertarung seperti seorang petarung sejati, Champion.”
  +
  +
Suara serak milik Dempe membuat Iskahn menoleh ke belakang.
  +
  +
Setelah kehilangan kedua lengannya, pria kekar tersebut kini terduduk di tanah setelah bertarung hanya dengan membenturkan kepalanya dan memukul mundur musuh dengan tabrakan tubuhnya, tubuh dan wajahnya penuh luka tebasan pedang. Mata penuh semangat tempur miliknya kini telah kusam, seolah menampakkan jiwa Dempe yang telah kelelahan.
  +
  +
Iskahn mengangkat tinjunya sebagai tanda penghormatan pada jiwa petarung tersebut, lalu menjawab:
  +
  +
“Yeah, jika kita tewas seperti ini, kita tak akan malu jika ketemu para leluruh di akhirat sana.”
  +
  +
Mencoba menyeret kakinya, ia berusaha menemani temannya yang masih terduduk di tanah.
  +
  +
Setelah pertarungan sengit nan lama, pasukan crimson yang awalnya berjumlah duapuluh lima ribu kini telah berkurang menjadi tiga ribu pasukan saja. Tetapi sebagai gantinya, pasukan miliknya telah tersisa tiga ratus orang Petarung. Terlebih lagi, kondisi mereka semua telah terluka parah. Mereka kini tak bisa berkumpul menjadi formasi tempur, mereka bagaikan menunnggu ajal.
  +
  +
Tetapi alasan mengapa pasukan musuh belum menghabisi mereka adalah karena —
  +
  +
Seorang Integrity Knight dan naganya masih bertarung mati – matian dihadapan mata Iskahn dan Dempe.
  +
  +
<center>***</center>
  +
  +
Tubuh dan pikirannya telah ditekan sampai batas maksimal.
  +
  +
Namun begitu, seketika bayangan musuh muncul di hadapannya, Integrity Knight Sheyta Synthesis Twelve masih tetap mengangkat tangan kanannya dan menebaskan Black Lily Sword.
  +
  +
Suara udara tertebas terdengar jelas.
  +
  +
Ujung pedang tersebut menyentuh armor pundak sang musuh. Seperti sebuah jarum, pedang tersebut terus memotong sampai ke bagian paha.
  +
  +
“Ha… AAHHHH!!”
  +
  +
Teriakan kearahan yang muncul dari tenggorokannya seolah mematahkan nama panggilan miliknya «Si Pendiam». Pedang tersebut mengiris musuh dan memotongnya menjadi dua bagian.
  +
  +
Saat si musuh terjatuh, Sheyta menarik senjatanya dengan berat.
  +
  +
Alasan dibalik rasa lelah miliknya adalah karena jumlah musuh yang hampir tak terbatas, dan juga tebasannya seolah menjadi terasa berat ketika menebas musuh.
  +
  +
Incarnation miliknya seelah menjadi tak berarti. Meskipun senjata dan armor musuh bukanlah tandingan Divine Instrument milik Sheyta, ketika ia menebasnya seolah terasa ada yang menahan. Serangan musuh juga sama. Mereka hanya mengandalkan tenaga dan tebasan tak beraturan sehingga Sheyta kesulitan memprediksi arah serangan mereka.
  +
  +
Ia seolah bertarung melawan hantu. Pasukan ini seolah tak ada disini, seperti sebuah bayangan saja karena tak terhitung banyaknya.
  +
  +
Bertempur dengan mereka juga tak menyenangkan. Sheyta menebas mereka, dan mereka muncul lagi, terus menerus seperti itu tanpa henti.
  +
  +
— Mengapa?
  +
  +
— Tak peduli jika musuhku adalah bayangan maupun sosok tubuh manusia, bahkan sebuah batu, aku merasakan kesenangan jika mereka bisa ditebas. Aku hanyalah sebuah boneka yang hanya mencari kesenangan dalam tebasan …
  +
  +
Black Lily Sword adalah sebuah Divine Instrument yang memiliki Priority tertinggi dalam ujung bilah pedangnya yang sangat tipis. Pedang ini diciptakan dengan tujuan hanya untuk menebas, persis seperti Sheyta. Jika salah satu keduanya kehilangan arti kesenangan untuk menebas, sosok jati dirinya akah menjadi tak berarti.
  +
  +
Pemimpin Tertinggi Administrator telah mengubah sebuah bunga lili hitam yang telah diambil oleh Sheyta dari bekas peperangan di Tanah Kegelapan. Ketika ia menyerahkan pedang tersebut padanya, Pemimpin Tertinggi berkata padanya:
  +
  +
— Pedang ini adalah perwujudan luka goresan yang ada di jiwamu. Sebuah kutukan atas nama pembunuhan yang tercipta oleh parameter kepribadian di dalam jiwamu. Tebaslah, tebaslah, dan teruslah menebas. Ketika kamu menapaki jalan berdarah ini sampai akhir, kamu akan menemukan jawaban untuk melepaskan kutukan ini … Mungkin.
  +
  +
Pada saat itu, Sheyta tak mengerti apa maksud perkataan Pemimpin Tertinggi.
  +
  +
Ia hanya mematuhinya dan terus menebas selama bertahun tahun. Kemudian, akhirnya ia menemukan musuh yang layak. Dia adalah sosok yang sangat keras dan sulit untuk ditebas oleh pedangnya, berbeda dengan musuh – musuhnya selama ini: ia adalah si Petarung Tangan Kosong.
  +
  +
Ia berharap untuk bertarung dengannya sekali lagi. Hanya lewat pertempuran ia akan memahami sesuatu.
  +
  +
Terbawa pikiran ini, Sheyta membantu Pasukan Kerajaan Manusia dan tetap disini. Namun tampaknya ia tak bisa bertarung lagi melawan Petarung Berambut Merah tersebut.
  +
  +
Ia menelan ludah dan menyeka kulitnya yang berkeringat lalu menoleh ke belakang.
  +
  +
Ia melihatnya, sedang duduk di atas sebuah batu, si Pemimpin Petarung Tangan Kosong. Tubuhnya penuh luka. Tersirat, rasa kehilangan terpampang di wajahnya ketika ia menatap Sheyta.
  +
  +
Sheyta merasakan dadanya tersengat sesuatu.
  +
  +
— Rasa sakit apa ini?
  +
  +
— Aku seharusnya menebas pria tersebut. Aku ingin merasakan pertarungan sebelumnya, menikmati pukulan kerasnya. Itulah yang aku inginkah. Namun mengapa hatiku … rasa sakit apa ini …?
  +
  +
Crack.
  +
  +
Suara lemah terdengar dari tangan kanannya.
  +
  +
Sheyta mengangkat Black Lily Sword, mengamatinya perlahan. Pada bagian tengah pedang hitam yang tampaknya bisa menghisap segala jenis cahaya tersebut terdapat sebuah retakan setipis benang laba - laba.
  +
  +
Ahh…
  +
  +
Aku mengerti.
  +
  +
Sheyta menarik nafas dan tersenyum.
  +
  +
Semua pertanyaan yang ingin ia jawab kini telah ia temukan. Sheyta akhirnya memahami perkataan Administrator, dan juga mengenai kutukan yang ia miliki.
  +
  +
Getaran terasa di atas tanah. Ia berbalik lagi dan melihay seorang prajurit menuju kearahnya sambil membawa palu raksasa.
  +
  +
Sheyta menghindari serangan tersebut dan menusukkan pedang di tangan kanannya ke bagian tengah dada musuh.
  +
  +
Sesuai namanya, si Pendiam. Serangan tersebut mendekati musuh, Black Lily Sword menusuk ke jantung musuh dan merenggut nyawanya — kemudian, serangan tersebut perlahan berubah menjadi banyak kelopak bunga yang tersebar ke segala arah.
  +
  +
Sheyta perlahan membisikkan sesuatu ke gagang pedang yang telah hancur tersebut:
  +
  +
“… Terima kasih, sudah menemaniku selama ini.”
  +
  +
Seketika, ia mencium bau bunga walaupun samar – samar.
  +
  +
Di sisi kanannya, sang naga Yoiyobi yang menjadi temannya menghancurkan musuh dengan sabetan ekornya.
  +
  +
Sisik abu – abu si naga telah berwarna merah akibat luka yang cukup banyak, dan cakar sertaa giginya beberapa ada yang patah. Ia tak bisa menyemburkan api lagi dan pergerakannya melambat.
  +
  +
Sheyta memastikan pergerakan musuh berhenti, lalu berjalan mendekati naga tersayangnya dan mengusap lehernya.
  +
  +
“Terima kasih juga, Yoiyobi. Kamu lelah kan?… Istirahatlah.”
  +
  +
Kemudian, Sheyta dan naganya bergerak menuju bukit kecil dimana sisa – sisa Guild Petarung Tangan Kosong berkumpul.
  +
  +
Masih duduk di batu, Pemimpin Petarung Tangan Kosong mengangkat tangannya dan menyambut kedatangan Sheyta.
  +
  +
“Maaf… Pedangmu jadi hancur …”
  +
  +
Sheyta menggelengkan kepalanya:
  +
  +
“Tak apa. Aku akhirnya mengerti mengapa selama ini aku terus menebas …”
  +
  +
Sheyta duduk kelelahan, mengangkat kedua tangannya dan menyentuh wajah Iskhan.
  +
  +
“Untuk menemukan hal yang tak boleh aku tebas. Selama ini aku bertarung agar aku bisa melindungi. Itu… kau. Jadi aku tidak memerlukan Black Lily Sword lagi.”
  +
  +
Seketika, kedua mata Ishkan terbuka lebar dan air mata mengalir. Berlawanan akan hal ini, Sheyta malah kaget.
  +
  +
Ishkah menggertakkan giginya dan berkata serak:
  +
  +
“Ah… sial. Aku juga ingin berkeluarga denganmu juga. Kita akan memiliki anak yang sangat kuat. Lebih kuat dari pada leluhurku, lebih kuat dariku, hingga menjadi Petarung Tangan Kosong terkuat yang pernah ada …”
  +
  +
“Tidak. Anak itu akan menjadi seorang Knight.”
  +
  +
Keduanya saling tatap untuk sesaat, lalu tersenyum. Dipandangi oleh Dempe yang berbadan kekar, Sheyta dan Iskahn menjadi malu, lalu duduk berdekatan.
  +
  +
Tiga ratus Petarung Tangan Kosong, seorang Integrity Knight, dan seekor naga kini duduk menunggu datangnya pasukan crimson yang semakin mendekat.
  +
  +
<center>***</center>
  +
  +
“Seperti permainan… atur dan serang, benar kan?”
  +
  +
Klein berkata seperti itu ketika ia dan Asuna kembali ke posisi belakang. “Benar,”Asunna membalas.
  +
  +
Luka keduanya sedang disembuhkan oleh pemain Jepang menggunakan Sacred Arts yang baru saja dipelajari. Ia tak bisa memaksimalkan penggunaan Art seperti para regu Astetic dari Underworld, tetapi karena karakter miliknya berlevel tinggi, seharusnya ia bisa menggunakan Art kelas atas untuk penyembuhan.
  +
  +
“Terima kasih telah datang kemari.”
  +
  +
Asuna berterima kasih pada pemain jepang dan Klein yang berdiri di sampingnya.
  +
  +
“Terima kasih juga, Klein. Aku tak tahu harus berkata apa …”
  +
  +
Melihat Asuna seperti itu, Klien menggosok hidungnya karena malu.
  +
  +
“Hei, jangan perlakukan aku seperti orang asing. Aku berhutang padamu dan si Kirito lebih banyak… ia juga disini kan?”
  +
  +
Klein memelankan suaranya. Asuna mengangguk pelan.
  +
  +
“Ya. Temuilah dia setelah peperangan ini. Jika ia mendengar lelucon burukmu mungkin ia akan segera terbangun.”
  +
  +
“Hei, itu kejam.”
  +
  +
Sebuah senyuman muncul di wajah Klein, tetapi mata miliknya seolah penasaran. Ia juga tahu tentang luka yang dialami Jiwa Kirito.
  +
  +
— Ah, tetapi …
  +
  +
Setelah semuanya selesai, setelah mereka berhasil mengusir musuh dari Underworld dan «Ocean Turtle», jika Sinon, Leafa, Klein, dan semua pemain asli SAO, juga Sakuya, Alicia, dan orang – orang dari ALO… lalu Alice, Tiese, Ronye, Sortiliena, dan semua orang ada di dekat Kirito, maka ia akan bangunkan?
  +
  +
Ia harus tetap bertarung, hingga saat itu datang, ia akan menyambutnya dengan senyuman.
  +
  +
Saat lukanya menutup, Asuna berterima kasih lagi dan berdiri.
  +
  +
Seperti yang dikatakan Klein, nasib peperangan ini tak bisa diprediksi. Jumlah pemain Amerika telah berkurang sangat banyak, dan mereka seolah kehilangan semangat bertarungnya karena mereka menyerang tanpa pikir panjang.
  +
  +
Tetapi pertempuran di reruntuhan kuil ini hanyalah pertarungan yang terlihat.
  +
  +
Poin pentingnya adalah «Putri Cahaya» Aliceyang telah ditangkap oleh Kaisar Vektor. Komandan Knight Bercouli serta Sinon masih mengejarnya, mereka harus bisa mengalahkan Vektor dan membawa kembali Alice. Terlebih lagi, ia harus memilih pemain paling elit dari akun konverter dan meminjam kuda dari Pasukan kerajaan Manusia lalu segera menuju selatan secepat mungkin.
  +
  +
Jika berhasil mengejar mereka, bahkan jika musuh menggunakan sebuah Super Account, ia tak akan mungkin bisa mengalahkan pasukan elit dari pemain jepang. Kekuatan mengalir ke dalam diri Asuna. Para swordsmen yang datang kesini menggunakan pedang, perisai, dan armor yang seolah memantulkan sinar, mirip dengan mitologi Einherjar3of Norse …
  +
  +
Asuna mengusap air matanya.
  +
  +
Kuda Pasukan Persediaan telah ditarik di dekat pintu keluar reruntuhan, dan kemah darurat sementara berada disana. Asuna juga bisa melihat para pemain jepang yang masih disembuhkan oleh regu Astetic Underworld.
  +
  +
“… tak apa, semuanya akan baik – baik saja… pasti.”
  +
  +
Perasaan Asuna seolah terbaca oleh Klein yang ada disampingnya:
  +
  +
“Tentu. Baiklah, ayo maju lagi.”
  +
  +
“Ya.”
  +
  +
Asuna mengangguk dan bergerak lagi ke depan —
  +
  +
Tetapi perhatiannya teralihkan oleh sesuatu disana, membuatnya terkejut.
  +
  +
— Apa itu. Sosok hitam… hitam pekat…
  +
  +
Mata Asuna bergerak untuk sesaat, lalu ia melihatnya.
  +
  +
Patung raksasa yang ada di kedua sisi pintu masuk reruntuhan kuil.
  +
  +
Berdiri di atas patung tersebut adalah sesosok manusia.
  +
  +
Karena patung tersebut memantulkan cahaya, sehingga sosok tersebut cukup jelas dilihat dalam langit merah Tanah Kegelapan.
  +
  +
Apakah ia pemain Amerika? Ataukah seorang pengintai dari Jepang?
  +
  +
Terpaku, Asuna bergerak mendekat dan menyadari jika sosok tersebut mengenakan jubah hitam. Tudungnya menutupii wajah sosok tersebut sehingga tak terlihat.
  +
  +
Tetapi.
  +
  +
“Hei, Klein. Orang itu…”
  +
  +
Klein akan maju ke garis depan tetapi Asuna mencengkram tangan kanannya dan mengacungkan jari kirinya.
  +
  +
“Orang yang berdiri disana, apakah kamu pernah melihatnya?”
  +
  +
“Huh…? Whoa, ia menonton seluruh pertempuran dari atas sana. Sialan, siapa dia?… mengenakan tudung kepala. Aku tak bisa melihat wajahnya … tunggu…”
  +
  +
Suara Klein tiba – tiba terputus.
  +
  +
Asuna menatapnya, wajah Klein menjadi pucat seolah warna dihisap dari seluruh wajahnya.
  +
  +
“Hei, ada apa? Kamu mengenalnya? Siapa dia?”
  +
  +
“Tidak… tak mungkin, itu… apa aku… melihat sesosok hantu…?”
  +
  +
“Sesosok hantu…? Apa maksudmu?”
  +
  +
“Ka… Karena, tudung hitam itu, bukan, pakaian itu… ciri khas LaughCoff…”
  +
  +
Seketika mendengar nama tersebut.
  +
  +
Asuna merasa otaknya membeku seketika.
  +
  +
LaughCof. Dikenal juga dengan nama «Laughing Coffin». Dari lantai tengah sampai akhir permainan kematian SAO, mereka adalah guild merah paling mengerikan yang ada di kastil melayang Aincrad.
  +
  +
Banyak pemain PK, termasuk «Red-Eyed XaXa» dan «Johnny Black» ada di dalamnya, dan guild ini memiliki anggota pemain hijau … Akhirnya, setelah pertarungan mematikan dalam sebuah penyergapan oleh pemain – pemain elit, guild tersebut berhasil dihancurkan.
  +
  +
Pada pertempuran tersebut, hampir setiap anggota «Laughing Coffin» kalau tidak tewas, maka dijebloskan ke Black Iron Palace, tetapi ada yang berhasil lolos dari pertarungan tersebut. Dia adalah sang ketua, dia tiba – tiba menghilang ketika lokasi guild terbongkar, dan dia juga dengan cara langsung mauupun tak langsunng berhasil membunuh banyak pemain SAO. Namanya adalah — «PoH». Ia biasanya mengenakan pakaian hitam bertudung dan menggunakan pisau besar. Dua tahun setelahnya kini ia turun ke Underworld dan memandang kebawah ke Asuna dan Klein.
  +
  +
“………. Tak mungkin.”
  +
  +
Asuna hanya bisa berguman dalam pikirannya.
  +
  +
Ini tak nyata, aku sedang melihat sesosok hantu kan.
  +
  +
Pergi. Pergilah.
  +
  +
Tetapi, seolah menghina harapan Asuna, sosok hitam tersebut melambaikan tangan kanannya perlahan. Tangan tersebut lalu digerakkan ke depan dan belakang, seolah mengejek Asuna.
  +
  +
Apa yang mengikutinya —
  +
  +
Bisa dideskripsikan sebagai sebuah mimpi buruk.
  +
  +
Sosok baru muncul di samping sosok hitam tersebut. Lalu satu lagi, satu lagi.
  +
  +
Diatas patung raksasa sana, pasukan baru perlahan muncul. Di bagian kiri, sepuluh orang muncul.
  +
  +
— Berhenti. Berhenti .
  +
  +
Asuna memohon. Ia takut tak akan mampu menghadapi kengerian ini.
  +
  +
Akan tetapi.
  +
  +
Pasukan Crimson baru terus bermunculan, terus menerus. Seribu, lima ribu, sepuluh ribu.
  +
  +
Kini pasukan itu berjumlah sekitar tiga puluh ribu, Asuna memperkirakan.
  +
  +
Tak mungkin.
  +
  +
Lima puluhribu pasukan Amerika dilawan dengan susah payah. Tak mungkin pasukan sebanyak itu bisa dikumpulkan dengan mudah, dan mereka bukanlah pemain Jepang. Jika perekrutan diumumkan di website jepang, Klein dan yang lainnya pasti akan tahu.
  +
  +
Bagaikan hantu. Bagaikan hantu yang dipanggil menggunakan Art.
  +
  +
Pada titik ini, Para pemain Jepang yang hampir menghancurkan pemain Amerika di garis depan sana menghentikan pertarungan dan melihat ke atas patung. Medan peperangan kini menjadi sunyi.
  +
  +
Garble, garble.
  +
  +
Bunyi gemericing dari pasukan crimson di atas sana terdengar bagaikan deru angin di telinga Asuna.
  +
  +
Asuna tak bisa memahami bahasa apa yang mereka gunakan karena tercampur bunyi gemericing. Ia memfokuskan pendengarannya, dan akhirnya menangkap perkataan yang cukup keras dari lainnya.
  +
  +
— Bigeobhan ilbon-in.
  +
  +
— Uli nalaleul jikyeola.
  +
  +
— Ganchuu renmen.
  +
  +
Bukan bahasa Inggris. Juga bukan bahasa Jepang.
  +
  +
Pada saat itu, Klein menggeram.
  +
  +
“Ah… Ini buruk… sangat buruk… Pasukan baru itu bukan dari Jepang maupun Amerika…”
  +
  +
Asuna merasa keringat dingin menuruni punggungnya ketika mendengar kata – kata selanjutnya:
  +
  +
“……… Mereka dari Cina dan Korea.”
  +
  +
[[Image: Sword Art Online Vol 17 - 236.jpg|thumb]]
   
 
===Bagian 3===
 
===Bagian 3===

Revision as of 04:06, 25 February 2017

Bab 21 - Kebangkitan (Bulan ke-11 Kalender Dunia Manusia 380)

Bagian 1

“Kita berhasil … benar kan…?”

Higa Takeru berucap sambil meregangkan kedua tangannya yang kelelahan bekerja.

Meskipun mengalami banyak kesulitan, ia telah berhasil mengubah kurang lebih 2.000 akun data yang telah ditransfer dari jaringan The Seed yang ada di jepang menuju Underworld, hanya dalam waktu satu jam. Permukaan keyboard masih memiliki bekas jari tangannya.

“Kita akhirnya berhasil.”

Professor Koujiro Rinko membalas pelan sambil melemparkan botol air kepada HIga.

Menerima botol tersebut, Higa langsung memutar tutupnya dengan tangan kanana dan langsung meneguknya. Cairan yang mengalir ke mulutnya terasa hangat, tetapi cairan ini mengisi perutnya yang kosong.

Setelah menegug setengah botol, Higa menarik nafas dan menggelengkan kepalanya pelan.

“Serius nih… Kejadiaan ini membuatku agak khawatir …”

Setelah diberi tahu oleh dua gadis SMA yang menyebut diri mereka Leafa dan Sinon, yang mendadak menuju cabang Roppongi «RATH» mengatakan jika para penyerang membuat orang – orang dari dunia nyata dive ke dalam Underworld, pikiran Higa kosong selama lima detik penuh.

Terlebih lagi, jika orang yang mengetahui semua ini adalah si top-down AI yang terhubung ke terminal portable milik Yuuki Asuna, maka ia harus mengakui jika ada celah dalam system miliknya.

Mereka lalu mengijinkan kedua gadis ini, yang mana mengaku mengenal Letnan Kolonel Kikuoka, dan dive kedalam Underworld menggunakan Super Accounts yang masih tersisa, setelah menjelaskan semuanya, mereka dive bersama 2.000 orang pemain VRMMO jepang menuju lokasi Asuna saat ini.

Jika mereka gagal mengalahkan 50.000 pasukan pemain Amerika, maka Alice pasti akan jatuh ke tangan musuh. Kenyataannya, Letnan Kolonel Kikuoka serta Kapten Nakanishi yang akhirnya menyadari situasi ini lalu mempertimbangkan untuk mengatur ulang dinding luar «Ocean Turtle» guna menghancurkan antena satelit.

Akan tetapi, untuk sampai ke dinding luar, mereka harus membuka dinding pengaman yang membagi bagian atas dan bawah selama beberapa menit. Jika para penyerang menyadarinya, kemungkinan mereka kehilangan ruang sub kontrol akan terjadi...

Terlebih lagi, Kikuoka dan Higa telah mempercayakan semuanya pada satu hal: tiga gadis SMA yang dive ke dalam Underworld menggunakan «Tiga Dewi» [1], dan para pemain VRMMO asal jepang yang dengan senang hati mau membantu peperangan ini, meskipun tahu akan kehilangan akun mereka.

Dari saat mereka menstabilkan koneksi, lebih dari setengah informasi rahasia mengenai «Project Alicization» telah diketahui publik.

Tetapi itu bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan lagi.

Yang perlu dikhawatirkan saat ini adalah kehilangan Alice, kemudian dikontrol oleh industri militer Amerika, lalu kalah dalam zaman senjata AI yang akan datang jika itu terjadi.

“Benar…”

Higa berbisik dan hampir tak terdengar, ia merobohkan tubuhnya ke kursi.

“Alice bukanlah AI sederhana yang mengontrol UAV[2]. Sekarang ini ia adalah seorang manusia yang terlahir di dunia yang berbeda… Kau sudah mengetahuinya kan… Kirigaya-kun?”

Matanya bergerak dari monitor utama yang menampilkan bagian selatan Underworld menuju layar pojok yang menunjukkan Fluctlight milik Kirigaya Kazuto.

Cahaya terang seperti biasanya, memancar di tengah – tengah dinginnya kehampaan. Kerusakan di pusat Fluctlight … Dirinya sendiri.

Tak kuasa melihat jendela tersebut. Higa menggerakkan kursor dan meminimizenya.

Kemudian, ketika ia hampir menekan tombol kiri mouse, jemarinya terhenti mendadak.

“Hm…?”

Menekan kacamata bundarnya, ia memastikan log aktivitas Fluctlight yang muncul di bawah jendela.

45 menit sebelumnya, log tersebut hanya berupa garis datar yang tidak bergerak, kini ada sedikit puncak. Ia seketika menggerakkan kursornya lagi dan menggeser log ke sebelah kiri. Ia melihat ada puncak yang lebih tinggi sekitar 10 jam lalu.

“Uh… Um, Rinko-senpai. Bisakah kau kesini dan melihat yang ada di layar?”

“Bisakah berhenti memanggilku seperti itu?”

Professor Koujiro berdiri lalu melihat layar utama.

“Ini monitor Fluctlight milik Kirigaya-kun kan? … grafik apa itu?”

“Ia seharusnya telah kehilangan kesadarannya, tetapi selama beberapa detik grafik monitor ini menunjukkan sedikit aktivitas … atau sesuatu seperti itu, tetapi.... itu seharusnya tak mungkin terjadi.”

“Bicaramu kurang kumengerti. —Mungkin ia mendapat dorongan dari luar?”

“Jika seperti itu, circuit yang memberikan stimulus masih tetap stabil. …Nah ayo kita lihat, pada waktu…”

Higa mengklik ujung puncak grafik dan keterangan waktu yang muncul. Tetapi bahkan jika ia melakukannya, kita tak akan tahu kapan itu terjadi di dalam Underworld.

Pada saat itu—

“Tunggu sebentar.”

Professor Koujiro berbicara dengan nada sedikit cemas.

“Tepat pada waktu itu. Bukankah saat para gadis masuk menggunakan STL? Puncak grafik pertama adalah Asuna-san, dan puncak lainnya adalah Sinon-san dan Leafa-san yang dive dari Roppongi…”

“Huh, beneran? …Whoa, benar ternyata.”

Higa mengambil nafas dalam – dalam, garis – garis puncak yang muncul di monitor pastilah saat gadis – gadis dive kedalam Underworld. Ini saja masih sulit untuk memberikan penjelasan.

“Um, apa yang sebenarnya terjadi …? Apakah itu reaksi yang wajar jika bertemu orang – orang yang cukup dikenal? Tidak… luka Kirigaya-kun bukanlah sesuatu yang bisa disembuhkan hanya dengan bertemu … pasti ada alasan lain … seperti alasan yang masuk akal …”

Higa berdiri dari kursinya dan berkeliling di depan konsol. Mungkin karena sedang mood, ia memandang Kikouka yang duduk agak jauh serta para teknisi.

Tetapi Higa tidak terlalu memperhatikan mereka dan lanjut berpikir.

“Diri sendiri… Sosok sendiri… sebuah gambaran yang mencerminkan jiwa orang itu … mem-backup pola quantum seperti itu…? Tidak, tak mungkin … Fluctlight milik Kirito-kun tak pernah di duplikat sebelumnya. Bahkan jika sudah di duplikat, tak mungkin memisahkan jiwa tersebut dan mengkopinya … sebuah pola dinamic quantum yang bisa menghubungkan ke dalam Fluctlightnya…? Dimana… Dimana aku pernah melihatnya …”

“Hei… Hei, Higa-kun.”

Setelah namanya dipanggil beberapa kali, Higa akhirnya menoleh.

“Ada apa?”

“Apa maksudmu ketika kamu bilang jika Kirito ‘kehilangan jiwanya?”

“Erm… Yah, itu…”

Higa berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan tersebut:

“«Seseorang yang melihat dan mengetahui»… dengan kata lain, ‘diri sendiri’ yang ada di dalam hati yang paling dalam. Secara filosofi, kita menganggap ia sebagai Subject, bukannya sebagai Object. Dia adalah prosesor utama yang mengatur penerimaan rangsangan melalui indera - indera.”

“Oke… Dengan kata lain, kau telah mematerialkan dua hal yang bertolak belakang melalui STL. Yah, tak apa lah. Apa yang ingin aku tanyakan adalah, bisakah kau memisahkan si Subject dan Object dengan mudah?”

“… Hah?”

Higa berkedip beberapa kali pada pertanyaan tak terduga ini.

Kikuoka dan si teknisi tak berkata – kata. Di ruangan yang hanya ada suara hembusan angin sistem pendingin ini. Suara serak Professor Koujiro memecah kesunyian.

“Subject, seseorang yang mengenal. Object, seseorang yang dikenal. Kedua kata tersebut hanyalah konsep filosofis yang digunakan untuk menyatakan hubungan. Aku tak menyangka jika kamu menerapkan konsep tersebut dalam sebuah kesadaran yang ditampilkan sebagai Fluctlights. Manusia itu makhluk yang bersosialisasi, bukan sosok penyendiri yang menghindari orang lain … Mereka saling terhubung, seperti sebuah jaringan yang saling meluas. Bukanlah kau juga berpikir seperti itu?”

“Dirimu… yang ada di… orang lain…”

Setelah berkata – kata, Higa menyadari jika konsep ini adalah salah satu dari hal – hal yang pernah ia lihat sebelumnya.

Bagaimana aku dipandang? Bagaimana aku dibandingkan dengan orang lain?

Bagaimana Koujiro Rinko memandangku?

Bagaimana jika aku dibandingkan dengan Kayaba Akihiko?

—Yeah…

—Aku bahkan tidak mengenali diriku sendiri. Jika aku menggambarkan diriku sendiri, hasilnya pasti seperti harapanku namun di lain pihak bukanlah aku yang sesungguhnya. Itu karena aku telah menolak diriku sendiri— diriku yang tak berguna, diriku yang tak akan pernah menyaingi Kayaba-senpai dalam hal fisik maupun mental. Jadi begitu, Subject dalam diriku hanyalah sebatas itu.

Yeah, mungkin levelku begitu rendah hingga kau mungkin bisa meniru gerak – gerik seorang «Higa Takeru».

Oke, aku mengakui, Higa berpikir sambil membuka mulutnya, lalu tersenyum—

Tiba pada kesimpulan seperti itu, Higa akhirnya sadar apa yang ingin Koujiro Rinko katakan.

“… Sebuah backup… diri sendiri.”

Ketika ia berucap, rasa malu muncul di wajah Higa ketika ia mendongak.

“Aku paham… ada, ada kok! Data yang mampu mengembalikan Subject milik Kirigaya-kun yang telah hilang! Itu ada di dalam Fluctlight milik orang – orang yang dekat dengannya…!!”

Higa berteriak dan mulai dengan cepat kembali bekerja.

“Tetapi, kita membutuhkan sebuah STL untuk mengekstrak data tersebut … Juga, mengekstrak data tersebut dari satu orang akan cukup sulit hingga mendapat data yang lebih lengkap … Kita butuh setidaknya dua, tidak … kita butuh tiga… orang…”

Ia mengambil nafas dalam – dalam, lalu berhenti.

Seseorang yang paling memahami Kirigaya Kazuto hingga hal – hal paling sepele dalam jiwanya. Tak perlu ditanyakan lagi, dia adalah Yuuki Asuna— dan ia kini sedang terhubung dengan STL disamping Kirito.

Terlebih lagi, dalam STL di kantor cabang Roppongi, ada dua gadis lain yang memiliki hubungan erat dengan Kirito.

Higa berbalik menuju Letnan Kolonel Kikuoka, dan berteriak:

“Kiku-san. Apakah anak – anak yang dive di Roppongi… memiliki hubungan dengan Kirigaya-kun?”

“… Ahh, tentu saja.”

Kikuoka mengangguk, memandang dari balik kacamata hitamnya.

“Sinon-kun adalah partner Kirito ketika berurusan dengan kasus «Death Gun» setengah tahun yang lalu, dan Leafa-kun adalah adik perempuan Kirito.”

Untuk sesaat, atmosfir di ruangan ini menjadi sepi. Kata – kata serak Higa memecahnya.

“… Bagus! Luar biasa! Kita bisa melakukannya... kita mungkin bisa memperbaiki jiwa Kirito! Ayo mulai memisahkan imej Kirigaya-kun dari Fluctlights ketiga orang itu, lalu, kita akan menghuubungkannya dengan area berlubang … Data tersebut mungkin bisa mengisi lubang di jiwa Kirito dan mengaktifkannya, seharusnya itu bisa mengembalikan Subject yang hilang…”

Didorong oleh semangat dalam dirinya, Higa menepukkan kedua tangan.

Sedetik kemudian.

Hawa dingin menyapu semangat tersebut.

“Ah… Ahh… Tak mungkin… Aaaahh…”

“Ada apa, ada apa Higa-kun?!”

Melihat Professor Koujiro berteriak khawatir, Higa berguman.

“Untuk melakukan … operasi ini... kita harus melakukannya di ruang kontrol utama …”

Sekali lagi, rasa sepi menutupi ruangan ini.

Komandan Kikuoka berujar.

“Benar … seperti itulah … Jangan kecewa begitu, Higa-kun. Kita telah berhasil melihat jalan cerah untuk menyembuhkan Kirito-kun. Untuk melakukan tindakan tersebut, setelah situasi ini selesai dan kita berhasil mengusir para penyusup dari «Ocean Turtle»…”

“Itu sudah sangat telat …”

Higa memotong ucapan Kikuoka, ia memegangi kepalanya.

“Ketika Nagato [3] memulai penyerangan seperti yang diperintahkan, jika terjadi kerusakan besar di lorong utama, daya cadangan akan dimatikan. Mereka mungkin juga akan menghancurkan peralatan di ruang utama. Tentu saja, STL Kirigaya-kun akan dimatikan, dan di akan log out dari Underworld dan tak akan bangun. Tetapi.... aku khawatir jika Kirigaya-kun tak akan bisa terhubung lagi dengan STL. Dalam kondisinya sekarang ini, ia tak akan bisa melewati tahap pemulihat … Untuk menyembuhkannya, kita tak memiliki pilihan lain selain bergantung pada tiga gadis yang saat ini masih dive di Underworld.”

Higa berucap ringan. Ia merasa dirinya dipenuhi rasa yakin.

Apa yang akan ia lakukan di situasi ini?

Subject milik Higa pasti akan menjawab seperrti ini: Tak ada yang bisa aku lakukan, aku bukan seorang Kayaba-senpai.

Namun, ini bukanlah dirinya yang sesungguhnya. Itu adalah alasan untuk menghindar.

Higa Takeru yang aku kenal, seorang genius yang mendesain STL dan Underworld pasti akan berkata seperti ini:

“… Aku akan pergi, Kiku-san.”

“… Kemana?”

Melihat Komandannya yang mengenakan pakaian Hawai, Higa mengambil nafas dalam – dalam lalu menjawab:

“Aku tidak akan pergi menerobos ke dalam ruang kontrol utama. Dengar… Di samping sisi buritan lorong utama yang membentang di «Ocean Turtle», ada saluran pipa yang terhubung menuju ruang STL Dua dimana Kirigaya-kun sekarang berada, juga ruang kontrol utama ada di bawah dinding penahan. Seharusnya disana ada colokan kabel. Jika aku memasuki saluran tersebut menggunakan tangga dari ruang STL Dua dan bisa menghubungkan laptopku dengan colokan tersebut, aku mungkin bisa mengoperasikan STL milik Kirigaya-kun.”

Mendengar ide milik Higa, mata Kikuoka terkejut dibalik kacamata hitamnya untuk sesaat. Tetapi ia langsung menunjukkan ekspresi cemas dan menyanggah.

“Tetapi colokan tersebut ada di balik dinding penahan yang memisahkan kita dan para penyerang. Untuk bisa mengakses colokan itu, kunci dinding penahan yang menyegel saluran pipa harus dilepas sementara. Terlebih lagi, saluran itu bisa juga diakses dari ruang STL Satu yang mana ada di sebelah ruang kontrol utama. Jika musuh menyadari kunci telah dilepas dan menyadari apa yang kita lakukan, mereka mungkin akan menyerang kita dari bawah.”

“Maka kita harus melawan menggunakan umpan.”

“Umpan… katamu?”

Mata Kikuoka menyipit tajam. Higa dengan cepat menggeleng dan menjawab:

“Kita tak bisa menggunakan umpan manusia tentu saja. Seketika kita melepas dinding penahan, kita akan bisa dengan cepat turun menggunakan tangga di sisi lain saluran… itulah apa yang akan kita gunakan.”

“Oh begitu … «Ichiemom», huh. Untungnya, dia sedang di simpan di ruang penyimpanan. Bisakan seseorang membawanya ke sini?”

Dibawah perintah Kikuoka, dua orang pegawai yang duduk bersandarkan dinding berdiri dan meninggalkan ruangan ini agak berlari. Di sisi lain, Professor Koujiro berbicara dengan tatapan khawatir:

“Tunggu sebentar … kita menggunakan Ichiemom sebagai umpan, tetapi dia hanya bisa berjalan pelan di tangga, kau tahu kan. Jika ia memancing perhatian musuh, ia tak akan bisa berlari cepat.”

Ichiemom, nama sebenarnya adalah «Electroactive Muscled Operative Machine 1», merupakan sebuah mesin percobaan berbentuk manusia yang digunakan untuk menampung Fluctlight buatan. Menggunakan otot polymer untuk menggerakkan keranggka logamnya, bisa dibilang ia adalah robot humanoid[4]. Karena ia masih tahap eksperimen, tubuhnya masih kelihatan robot dan kabel ada dimana - mana, juga tidak memiliki kemampuan anti peluru.

Meskipun Rinko yang diminta oleh Higa untuk menstabilkan kemampuan berjalan Ichiemom tempo hari, telah mengkomplain beberapa kali, ia tampaknya memiliki banyak pikiran mengenai “Operasi Umpan Ichiemom”. Tentu saja, Higa juga agak menyesali strategi ini, tetapi sekaranglah bukan saatnya menahan diri.

“Aku sungguh sedih menggunakan Ichiemom, tetapi ia harus melakukan apa yang ia bisa sekarang ini. Tetapi, tampaknya, kau tahu kan, musuh mungkin akan langsung menembakinya hingga meledak.”

“… Benar…”

Tepat ketika bicara, pintu bergeser terbuka dan troli besar didorong menuju ruangan ini. Ia sedang dalam posisi duduk, kepalanya yang agak bulat memiliki tiga lensa seperti mata.

Professor Koujiro menatap Ichiemom dengan ekspresi rumit dan berbalik arah:

“… Yah, dia memang tampak mencurigakan, dan mungkin musuh akan berpikir jika kita sedang merencanakan sesuatu …”

“Yah setidaknya si Ichi semoga tak diacuhkan. Saat musuh mengurus Ichiemom, aku akan menyusup melalui saluran kabel dan mengoperasikan mesin STL milik Kirigaya-kun melalui colokan itu. Masalahnya adalah seberapa banyak waktuu yang aku miliki …”

Pada pernyataan Higa, Kikuoka bertanya sambil meregangkan sandal miliknya:

“Kalau begitu, bagaimana jika kita juga mengumpankan «Niemom»?”

“Sayangnya kita tak bisa melakukannya.”

Higa membalas:

“Meskipun kemampuan fisik Niemom lebih kuat, dia diciptakan secara khusus agar sebuah Fluctlight Buatan bisa mengoperasikannya, dan tak seperti Ichiemom, Niemon tak dilengkapi dengan sistem penyeimbang. Dalam kondisinya saat ini, Niemon pastilah akan jatuh ketika menuruni tangga.”

“Sungguh…”

Tatapan Rinko bergerak menuju arah kanan, jauh dari wajah komandan yang mengangguk - angguk. Ia menatap lantai dengan ekspresi aneh, lalu ia bertanya seolah baru saja bangun dari mimpi.

“Tapi, Higa-kun, bahkan jika kita berhasil menyelinap melewati dinding, ada kemungkinan kamu bisa terlihat ketika dindingnya terbuka. Bukannya masih lebih baik jika membawa pengawal bersamamu kan?”

“Tidak, sekarang ini Pasukan Pertahanan masih terlalu berharga buat kemampuan tempur kita. Terlebih lagi, hanya akulah yang cukup kecil yang mampu berjalan melalui saluran itu dengan cepat. Tenang saja kok, aku bisa keluar masuk dengan cepat.”

Meskipun ia menjawab dengan nada normalnya, jantungnya berdetak semakin kencang ketika ia menyadari kondisi saat ini.

Jika ia ditemukan oleh musuh dan ditembaki ketika masih dalam saluran, tak akan ada jalan lembali. Seperti peristiwa penembakan sebelumnya di «Ocean Turtle», Higa bukanlah seorang petarung, ia tak bisa menghadapi musuh begitu ia mendengar suara tembakan.

—Akan tetapi.

Aku… Tidak, seluruh organisasi «RATH» telah berhutang banyak pada Kirigaya-kun. Higa Takeru memikirkan hal ini dalam pikirannya.

Jika mereka mengesampingkan menghapus ingatannya, membuat ia dive selama tiga hari, namun setara dengan 10 tahun di Underworld, dan menjadikannya cahaya paling menyilaukan kedalam Fluctlights Buatan. Demi kelahiran sebuah Fluctlight yang mendobrak batasan antar dunia, «Alice», itu semua adalah berkat usaha Kazuto sejak awal.

Tetapi setelahnya, meskipun masih dalam masa pengobatan, menyambungkannya dalam STL dengan berbagai kondisi hingga menyebabkan Fluctlight miliknya terluka. Ini semua karena ia bertarung sengit dengan organisasi yang mengatur Undeerworld demi melindungi Alice, lalu menyebabkannya kehilangan banyak teman. Terlebih lagi, selama ada kesempatan untuk mengobatinya, Higa akan mengambil resiko tersebut. Jika ia tidak melakukannya, ia tak akan mampu menanggung rasa bersalah seumur hidupnya.

Higa Takeru mengepalkan tinjunya, dan mengangguk pada Kikuoka.

Pada saat itu.

Suara keempat bergema di ruang sub kontrol.

“Errm… Aku juga, Aku juga akan pergi bersama Ketua Higa…”

Mata semuanya tertuju pada salah satu staf tehnisi RATH yang hingga sekarang hanya duduk membelakangi dinding.

Tingginya setara dengan Higa, rambut panjangnya ia ikat dibelakang kepala. Berusaha mengumpulkan keberanian sebanyak yang ia dapat, ia melanjutkan perkataannya.

“Aku juga cukup kecil… Tetapi, setidaknya aku bisa berguna bagi ketua… Dan juga, aku terbiasa dengan urusan kabel dan colokan …”

Higa memandang pria ini, yang suaranya hampir tak terdengar.

Ia cukup tua, mungkin berusia sekitar tiga puluh tahun. Telah berada di Ocean Turtle selama beberapa bulan, kulitnya jadi agak pucat putih. Jika ingatannya tak salah, pria ini keluar dari perusahaan pengembang game untuk bergabunng dengan «RATH».

Sword Art Online Vol 17 - 207.jpg

Meskipun kemampuan bertarungnya tak sepadan dengan Pasukan Pertahanan, memiliki pendamping cukup melegakan. Higa lalu berdiri dari kursinya dan membungkuk berterima kasih kepada anggota staf ini.

“… Sejujurnya. Aku tak tahu dimana lokasi colokan tersebut. Terima kasih banyak sudah menemani, Yanai-san.”

Bagian 2

Kembali ke Dunia Nyata, Gabriel Miller perlahan membuka kelopak matanya yang tertutup mesin STL #2.

Dibilang kembali, lebih tepat kalau ia dipaksa keluar. Masih dalam posisi tidur di kasur gel, Gabriel mengunyah sisa makanan yang menyangkut di mulutnya.

Bagaimana mungkin ia bisa kalah dalam pertarungan satu lawan satu di Dunia Virtual? Musuhnya bahkan bukan seorang manusia, dia hanyalah seorang AI.

Mengapa ia bisa kalah melawan Knight tersebut? Gabriel menghabiskan beberapa detik untuk memikirkan alasan dibalik kekalahannya.

Kekuatan hasrat? Ikatan antar jiwa? Kekuatan cinta yang menghubungkan orang – orang...?

— Sungguh konyol.

Mulut Gabriel kini tersenyum dingin. Baik itu Dunia Nyata maupun Dunia Virtual, jika kekuatan semacam itu benar – benar ada, maka hanya ada satu kekuatan yang menyemangatinya — kekuatan takdir.

Dengan kata lain, kekalahannya tak bisa dielakkan. Karena memang begitulah terjadinya. Takdir tak ingin Gabriel untuk bertarung menggunakan akun pinjaman seperti Dewa Kegelapan Vektor, tetadi ingin agar ia menggunakan akun asli miliknya. Takdir ingin agar ia dive kembali ke dunia itu sekali lagi.

Maka ia akan menyelesaikan masalah ini sampai akhir.

Setelah selesai berpikir, Gabriel keluar dari mesin STL.

Melihat ke mesin STL lain, ia terkejut jika Vassago Casals masih dive ke dalam Underworld. ia mengira jika Vassago telah tewas dan ter-log out, tampaknya ia juga menemukan sesuatu yang menarik dari kekalahannya.

— Yah, lakukan sesukamu.

Mengangkat bahunya, Gabriel membuka pintu menuju Ruang Kontrol Utama. Anggota team lain yang masih menatap monitor akhirnya berbicara:

“Kau sudah berjuang, Kapten. Ahh, kau juga dikalahkan ya.”

“Cuma sementara.”

Gabriel membalas. Critter merubah ekspresinya dan melaporkan sesuatu:

“Yah, seperti yang kau perintahkan, aku telah memasukkan 50,000 pemain dari berbagai negara bagian di Amerika. Separuhnya telah berhasil dikalahkan, tetapi ya itu, tujuan akhir untuk menghancurkan Pasukan Kerajaan Manusia akan segera tercapai. Untuk tambahan, pihak RATH juga melakukan hal yang sama… aku sudah memastikan adanya koneksi skala besar yang berasal dari jepang menuju medan peperangan. Jumlahnya sekitar 2,000, jadi aku tak menganggap itu sebagai sebuah ancaman.”

“Oh…?”

Mengangkat alisnya, Gabriel melihat ke layar utama.

Peta dunia Underworld bagian selatan muncul. Garis hitam yang membentang ke selatan dari «Gerbang Besar Timur» dan tanda “X”, kemungkinan adalah log pergerakan super account milik Gabriel, Dewa Kegelapan Vektor. Masih ada separuh perjalanan sebelum akhirnya sampai ke console syntem di ujung dunia bagian selatan, tetapi Alice pasti masih ada di daerah bertanda X yang ada di peta.

Setelahnyam garis putih juga bergerak ke selatan mengikuti garis hitam. Itu pasti Pasukan Kerajaan Manusia. Mereka berhasil berkumpul dan sedang berhenti saat ini.

Pasukan Kerajaan Manusia hampir dihancurkan oleh Pasukan Crimson yang jumlahnya sangat banyak. Berasumsi jika garis merah adalah pemain VRMMO asal Amerika, maka garis biru terang yang membentang menjadi pelindung antara garis merah dan garis putih adalah 2,000 pemain asal Jepang.

“Apakah pemain Jepang menggunakan akun default yang tersedia di Kerajaan MAnusia?”

“Kukira tidak, menurutmu?”

“Tidak…”

Gabriel mengambil botol air mineral yang diberikan Critter dan meminumnya.

Mungkinkah para pemain VRMMO asal Jepang mengkonvert akun berharga mereka dan dive kedalam Underworld?

Jika seperti itu. Gabriel tersenyum dingin lagi.

Sekitar setengah bulan yang lalu, Gabriel ikut serta dalam sebuah turnamen PvP[5] di server Jepang di VRMMO «Gun Gale Online». Jika mereka yang dengan mudahnya ia kalahkan, dive ke dalam Underworld dan mengetahui permasalahan yang sebenarnya, para pemain jepang tak akan mengambil resiko kehilangan karakter mereka.

Sosok wajah terlintas dalam kepalanya, seorang sniper perempuan berambut biru yang tetap bertarung sampai akhir meskipun terdesak, tetapi Gabriel langsung menghilangkan pikiran tersebut.

“Baguslah, aku akan dive lagi. Convert akunku agar bisa log in ke Underworld.”

Ia mengambil kertas san pulpen yang tergeletak di dekat console, lalu menulis ID dan password miliknya dan menyerahkannya pada Critter. Critter terkejut.

“Whoa, Kau juga, Kapten?”

“‘Juga’, maksudnya…?”

“Yah, Vessago terbangun setelah kalah kan? Dan entah mengapa tampaknya ia terlihat senang, lalu mengconvert akun miliknya dan dive lagi.”

“Oh…?”

Mata Gabriel tertarik pada secarik kertas di sisi tangan Critter. Itu tampaknya akun asli milik Vassago, tiga huruf karakter miliknya membuatnya tertarik.

“Oh begitu… aku paham.”

Kek. Sangat jarang Gabriel mengeluarkan suara tawa. Bahkan Critter keheranan mendengarnya, Gabriel menepuk bahunya dan berkata:

“Jangan khawatir. Mungkin ia tidak menunjukkannya,tepi ia memiliki… masalahnya sendiri. Yah, sisanya kuserahkan padamu.”

Gabriel berbalik dan melangkah menuju ke ruang STL, senyum menggantung di ujung bibirnya.

***

Sementara itu, Vassago Casals sedang tersenyum dibalik tudung hitam avatar miliknya ketika memandang peperangan ini.

Berdiri di atas kepala sebuah patung raksasa yang ada di pintu masuk reruntuhan, ia bisa melihat seluruh pertarungan antara pemain Amerika dan pemain Jepang.

Bukan, bukan pertarungan. Lebih tepatnya jika disebut pembantaian satu sisi.

Di tengah – tengah pintu masuk reruntuhan kuil ini, 2,000 Pemain Jepang membentuk formasi oval dan terus menerus berhasil memukul mundur Pasukan Crimson tanpa kehilangan seorang anggota dari pihak sendiri. Alasan mengapa mereka berhasil melakukannya karena perbedaan equipment dan kerjasama antar pemain, terlebih lagi anggota yang bertugas sebagai pendukung yang ada di bagian belakang mereka. Pemain yang terluka akan dibawa ke belakang dan disembuhkan menggunakan art penyembuh, lalu mereka akan maju lagi dengan semangat yang telah terisi penuh.

Mereka memiliki semangat juang yang sangat tinggi, meskipun luka yang diterima sama sakitnya jika terjadi di dunia nyata. Tetapi jika dinalar, bahwa 2,000 pemain jepang ini mengkonvert karakter mereka dan ikut serta dalam peperangan ini sunggu sebuah keajaiban tersendiri.

Situasi seperti ini mungkin akan dicap tak mungkin oleh Gabriel Miller sendiri—

Tetapi, kondisi ini telah diprediksi oleh Vassago Casals.

Jika menghubungkan server Amerika mungkin, maka pihak Jepang juga akan melakukan hal yang sama guna membantu Pasukan Pertahanan Kerajaan Manusia. Terlebih lagi, Vassago juga telah memprediksi jika mereka akan mengkonvert akun pribadi miliknya.

Diatara para pemain Jepang yang bertarung dengan serius ini, selain «The Flash» Asuna, ada beberapa wajah yang ia kenal. Hal ini membuat jantungnya berdekat hebat.

Terlebih lagi, permainan kematian yang selalu ia dambakan kini muncul dihadapannya dengan peraturan yang sedikit berbeda.

Bukan, bahkan jika mereka mati di dunia ini, nyawa si pemain tak akan menghiang.

Tetapi di Underworld, ada hal yang tak muncul di dalam castil melayang Aincrad, dan di kastil melayang tersebut muncul hal yang tak ada di Underworld.

Dengan kata lain —

Ada rasa «sakit»

Tetapi tidak ada «Kode Anti Kriminal».

Maka, hal ini membuatnya kegirangan, mungkin lebih mengasyikan ketimbang merenggut nyawa orang dengan tangannya sendiri.

“Kek, kekek, kekkekkek.”

Vassago tak bisa menyembunyikan tawanya dari balik tudung.

***

— Aku tidak berhasil.

Sinon memandang ke seorang knight yang penuh dengan luka, dan seorang knight perempuan berambut emas yang sedang menangis tersedu – sedu sambil memeluknya.

Ke dua ekor naga raksasa di samping knight tersebut juga menundukkan kepalanya, seolah menunjukkan rasa kehilangan.

Guna mengejar «Putri Cahaya» Alice, yang telah ditangkap oleh Dewa Kegelapan Vektor, serta Komandan Knight Bercouli, Sinon telah terbang melesat sekuat tenaga. Ia telah menggunakan kemampuan terbang terbaiknya yang telah ia latih terus menerus di ALO, ia lalu terbang ke selatan dengan kecepatan penuh, tetapi pertarungan telah selesai begitu ia sampai di sana.

Tidak — Apa yang perlu diakui adalah kekuatan milik Bercouli.

Karena ia telah berhasil menyusul Vektor dan tanpa diduga bisa mengalahkan sebuah Super Account yang mana sangat kuat.

Tetapi sungguh tak adil.

Kematian Komandan Knight Bercouli berarti musnahnya jiwa miliknya. Sedangkan kematian Dewa Kegelapan Vektor, hanyalah kematian palsu.

Sinon sadar ia harus meyakinkan Alice bahwa bahaya masih belum selesai, tetapi ia tak bisa menemukan kata – kata yang tepat untuk dikatakan padanya.

Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, orang yang berkata pertama adalah Alice.

Bahkan dengan pipinya yang masih basah oleh air mata, kecantikan Alice membuat Sinon takjub. Alice memandang mata milik Sinon. Bibir merah cerinya bergerak, suara yang keluar bagaikan sebuah lonceng:

“Apa kau… dari Dunia Nyata?”

“Yeah…”

Sinon mengangguk, dan berbicara agak canggung.

“Aku Sinon. Teman Asuna dan Kirito. Aku datag untuk menyelamatkanmu dan Bercouli-san dari Dewa Kegelapan Vektor … maaf, aku terlambat.”

Sinon meminta maaf lalu menundukkan kepalanya pada Alice. Alice, akan tetapi menggelengkan kepalanya pelan.

“Tidak… Ini kesalahanku. Aku lengah dan tidak mengawasi bagian belakangku sehingga aku berhasil ditangkap; ini kesalahanku. Nyawaku tidak sebanding dengan Oji-sama… sang Komandan Integrity Knight?”

Rasa menyalahkan diri sendiri tercampur dalam suara Alice. Berusaha menahan air matanya, Alice mengajukan pertanyaan lain:

“Bagaimana kondisi peperangan?”

“… Asuna dan Pasukan Kerajaan Manusia berhasil menahan pasukan Dunia Nyata.”

“Maka aku akan kembali ke arah utara.”

Alice melangkahkan kakinya menuju salah satu naga, tapi Sinon berusaha menghentikannya.

“Kau tak boleh kesana, Alice-san. Kau harus terus ke selatan, ke «Altar Ujung Dunia». Jika kamu menyentuh console… bukan, menyentuh kristal di atas altar tersebut, kau bisa menghubungi Dunia Nyata.”

“Mengapa? Bukankah Kaisar Vektor sudah tewas?”

“… Tidak… tidak seperti itu.”

Lalu, Sinon menjelaskan situasinya kepada Alice. Bahkan jika manusia Dunia Nyata tewas di Underworld, mereka tidak kehilangan nyawa mereka. Musuh seperti Kaisar Vektor akan mendapatkan tubuh lagi dan kembal menyerang.

Alice tampak sangat marah, seolah emosinya yang sampai sekarang ditahan kini meledak ledak.

“Oji-sama… kehilangan nyawanya guna membunuh musuh, dan musuh tidak tewas?! Ia hanya menghilang untuk sementara dan akan segera kembali seperti tak terjadi apapun … itu maksudmu?!”

Alice mendekat ke arah Sinon, armor emasnya berkelontangan.

“Bagaimana mungkin … Bagaimana mungkin hal seabsurd itu terjadi?! Maka… untuk apa Oji-sama… untuk apa ia mengorbankan nyawanya?! Pertarungan tersebut tak sebanding bagi kedua pihak... terlalu... terlalu palsu”

Air mata menetes dari mata biru mili Alice sekali lagi, Sinon hanya bisa memandangnya.

— Aku tak punya hak berkata - kata.

Aku telah tewas berkali – kali dalam pertarungan di GGO dan ALO. Dan seperti Dewa Kegelapan Vector, aku bisa terus hidup jika tewas di dunia ini. Orang sepertiku tak berhak —

Tetapi Sinon menatap Alice, menarik nafas dalam – dalam lalu berkata:

“Jadi… Alice-san, apa kamu mau bilang jika rasa sakit milik Kirito juga palsu?”

Si Knight emas menahan nafasnya.

“Kirito juga berasal dari Dunia Nyata. Jika ia tewas di dunia ini, jiwanya tak akan hilang. Akan tetapi, luka yang ia derita nyata. Rasa sakit yang ia rasakan merusak jiwanya, luka tersebut nyata …”

Sinon berhenti sejenak lalu setelah tersenyum ia melanjutkan:

“Aku… mencintai Kirito. Sangat mencintainya. Begitu juga Asuna. Ada banyak orang yang menyukainya juga. Mereka khawatir akan Kirito, mereka semua. Mereka berdoa agar Kirito segera membaik. Dan juga meskipun tidak mengatakannya, mereka juga berpikir, ‘Mengapa Kirito selalu memaksakan diri seperti itu?’”

Sinon maju dan menepuk pundak Alice perlahan, lalu berucap:

“Kirito terluka agar bisa menyelamatkanmu, Alice. Itulah alasan ia tetap bertarung. Apa kamu mau bilang jika alasan tersebut juga palsu? Tidak, tidak hanya Kirito, Komandan Knight juga. Agar bisa menyelamatkanmu, ia terluka parah dan mengorbankan nyawanya agar kamu bisa lari dari genggaman musuh.”

Sinon tidak langsung mendengar jawaban.

Alice memandang jasad Bercouli yang terbaring di tanah.

Sekali lagi, tetes air mata membasahi pipi Alice — Lalu Alice memejamkan mata erat –erat seolah memikirkan sesuatu. Ia lalu bertanya dengan suara serak:

“Sinon, Jika… jika aku pergi ke Dunia Nyata melalui «Altar Ujung Dunia», bisakah aku kembali? Bisakah aku kembali agar bisa menemui orang – orang yang kusayangi…?”

Sinon tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan tersebut. Satu – satunya hal yang ia yakini yaitu jika Alice sampai jatuh ke tangan musuh, seluruh Underworld akan hancur dan menghilang.

Jika ia bisa melindungi dunia ini dan Alice, ia yakin hal tersebut tak akan terjadi.

Kemudian, Sinon mengangguk.

“Yeah. Selama kamu … dan Underworld aman.”

“Aku mengerti… Aku akan pergi ke selatan. Aku tak tahu apa yang akan terjadi du «Altar Ujung DUnia»… tetapi jika itu adalah keinginan Oji-sama dan Kirito…”

Alice berlutut ke tanah. Ia menyentuh rambut milik Bercouli, lalu menyentuh bibir dan dahinya.

Ketika ia berdiri lagi, sebuah aura yang berbeda seolah muncul dari seluruh tubuhnya.

“Amayori, Takiguri. Kumohon bertahanlah sebentar lagi.”

Setelah berkata pada kedua naga, Alice berbalik menuju Sinon.

“Apa… apa yang akan kamu lakukan, Sinon-san?”

“Kali ini, giliranku untuk melindungimu.”

Sinon tersenyum sedikit dan melanjutkan:

“Dewa Kegelapan Vektor mungkin akan muncul lagi disini. Aku akan coba mengalahkannya … sekaligus memberimu beberapa waktu agar bisa kabur.”

Alice menggigit bibirnya dan menundukkan kepalanya.

“Aku serahkan ini padamu. Aku akan segera menuju ke selatan.”

Setelah melihat kedua naga terbang ke arah selatan, Sinon mengambil busur putih yang ada di pundaknya.

Kelompok yang menyerang «Ocean Turtle» kemungkinan adalah prajurit militer yang disewa pemerintahan Amerika. Salah satu penyerang menggunakan Super Account 04, «Dark God Vector», untuk menyerang Alice.

Di dunia nyata, Sinon hanyalah seorang siswi SMA, tak mungkin ia menghadapi orang seperti itu.

Tetapi di tempat ini, selama itu pertarungan satu lawan satu di dunia virtual —

Tak peduli siapapun yang aku lawan, aku harus menang.

Bersumpah pada diri sendiri, Sinon menunggu musuh yang akan dive sekali lagi ke dunia ini.

***

Ketika ia menarik pukulan tangan kanannya, suara tulang patah terdengar.

Pemimpin Guild Petarung Tangan Kosong, Ishkan menatap musuh yang telah berhasil ia bunuh tepat di bagian tengah dadanya, ia menatap tangan kanannya.

Pukulannya mampu menghancurkan besi maupun logam apapun. Namun kini lengan tersebut bagaikan sebuah kulit yang melindungi tulang miliknya, tangan tersebut berlumuran darah.

Tangan kirinya juga mengalami hal yang sama beberapa menit lalu. Sedangkan kakinya penuh luka darah. Ia tak bisa lari, hanya bisa menendang.

“Kau bertarung seperti seorang petarung sejati, Champion.”

Suara serak milik Dempe membuat Iskahn menoleh ke belakang.

Setelah kehilangan kedua lengannya, pria kekar tersebut kini terduduk di tanah setelah bertarung hanya dengan membenturkan kepalanya dan memukul mundur musuh dengan tabrakan tubuhnya, tubuh dan wajahnya penuh luka tebasan pedang. Mata penuh semangat tempur miliknya kini telah kusam, seolah menampakkan jiwa Dempe yang telah kelelahan.

Iskahn mengangkat tinjunya sebagai tanda penghormatan pada jiwa petarung tersebut, lalu menjawab:

“Yeah, jika kita tewas seperti ini, kita tak akan malu jika ketemu para leluruh di akhirat sana.”

Mencoba menyeret kakinya, ia berusaha menemani temannya yang masih terduduk di tanah.

Setelah pertarungan sengit nan lama, pasukan crimson yang awalnya berjumlah duapuluh lima ribu kini telah berkurang menjadi tiga ribu pasukan saja. Tetapi sebagai gantinya, pasukan miliknya telah tersisa tiga ratus orang Petarung. Terlebih lagi, kondisi mereka semua telah terluka parah. Mereka kini tak bisa berkumpul menjadi formasi tempur, mereka bagaikan menunnggu ajal.

Tetapi alasan mengapa pasukan musuh belum menghabisi mereka adalah karena —

Seorang Integrity Knight dan naganya masih bertarung mati – matian dihadapan mata Iskahn dan Dempe.

***

Tubuh dan pikirannya telah ditekan sampai batas maksimal.

Namun begitu, seketika bayangan musuh muncul di hadapannya, Integrity Knight Sheyta Synthesis Twelve masih tetap mengangkat tangan kanannya dan menebaskan Black Lily Sword.

Suara udara tertebas terdengar jelas.

Ujung pedang tersebut menyentuh armor pundak sang musuh. Seperti sebuah jarum, pedang tersebut terus memotong sampai ke bagian paha.

“Ha… AAHHHH!!”

Teriakan kearahan yang muncul dari tenggorokannya seolah mematahkan nama panggilan miliknya «Si Pendiam». Pedang tersebut mengiris musuh dan memotongnya menjadi dua bagian.

Saat si musuh terjatuh, Sheyta menarik senjatanya dengan berat.

Alasan dibalik rasa lelah miliknya adalah karena jumlah musuh yang hampir tak terbatas, dan juga tebasannya seolah menjadi terasa berat ketika menebas musuh.

Incarnation miliknya seelah menjadi tak berarti. Meskipun senjata dan armor musuh bukanlah tandingan Divine Instrument milik Sheyta, ketika ia menebasnya seolah terasa ada yang menahan. Serangan musuh juga sama. Mereka hanya mengandalkan tenaga dan tebasan tak beraturan sehingga Sheyta kesulitan memprediksi arah serangan mereka.

Ia seolah bertarung melawan hantu. Pasukan ini seolah tak ada disini, seperti sebuah bayangan saja karena tak terhitung banyaknya.

Bertempur dengan mereka juga tak menyenangkan. Sheyta menebas mereka, dan mereka muncul lagi, terus menerus seperti itu tanpa henti.

— Mengapa?

— Tak peduli jika musuhku adalah bayangan maupun sosok tubuh manusia, bahkan sebuah batu, aku merasakan kesenangan jika mereka bisa ditebas. Aku hanyalah sebuah boneka yang hanya mencari kesenangan dalam tebasan …

Black Lily Sword adalah sebuah Divine Instrument yang memiliki Priority tertinggi dalam ujung bilah pedangnya yang sangat tipis. Pedang ini diciptakan dengan tujuan hanya untuk menebas, persis seperti Sheyta. Jika salah satu keduanya kehilangan arti kesenangan untuk menebas, sosok jati dirinya akah menjadi tak berarti.

Pemimpin Tertinggi Administrator telah mengubah sebuah bunga lili hitam yang telah diambil oleh Sheyta dari bekas peperangan di Tanah Kegelapan. Ketika ia menyerahkan pedang tersebut padanya, Pemimpin Tertinggi berkata padanya:

— Pedang ini adalah perwujudan luka goresan yang ada di jiwamu. Sebuah kutukan atas nama pembunuhan yang tercipta oleh parameter kepribadian di dalam jiwamu. Tebaslah, tebaslah, dan teruslah menebas. Ketika kamu menapaki jalan berdarah ini sampai akhir, kamu akan menemukan jawaban untuk melepaskan kutukan ini … Mungkin.

Pada saat itu, Sheyta tak mengerti apa maksud perkataan Pemimpin Tertinggi.

Ia hanya mematuhinya dan terus menebas selama bertahun tahun. Kemudian, akhirnya ia menemukan musuh yang layak. Dia adalah sosok yang sangat keras dan sulit untuk ditebas oleh pedangnya, berbeda dengan musuh – musuhnya selama ini: ia adalah si Petarung Tangan Kosong.

Ia berharap untuk bertarung dengannya sekali lagi. Hanya lewat pertempuran ia akan memahami sesuatu.

Terbawa pikiran ini, Sheyta membantu Pasukan Kerajaan Manusia dan tetap disini. Namun tampaknya ia tak bisa bertarung lagi melawan Petarung Berambut Merah tersebut.

Ia menelan ludah dan menyeka kulitnya yang berkeringat lalu menoleh ke belakang.

Ia melihatnya, sedang duduk di atas sebuah batu, si Pemimpin Petarung Tangan Kosong. Tubuhnya penuh luka. Tersirat, rasa kehilangan terpampang di wajahnya ketika ia menatap Sheyta.

Sheyta merasakan dadanya tersengat sesuatu.

— Rasa sakit apa ini?

— Aku seharusnya menebas pria tersebut. Aku ingin merasakan pertarungan sebelumnya, menikmati pukulan kerasnya. Itulah yang aku inginkah. Namun mengapa hatiku … rasa sakit apa ini …?

Crack.

Suara lemah terdengar dari tangan kanannya.

Sheyta mengangkat Black Lily Sword, mengamatinya perlahan. Pada bagian tengah pedang hitam yang tampaknya bisa menghisap segala jenis cahaya tersebut terdapat sebuah retakan setipis benang laba - laba.

Ahh…

Aku mengerti.

Sheyta menarik nafas dan tersenyum.

Semua pertanyaan yang ingin ia jawab kini telah ia temukan. Sheyta akhirnya memahami perkataan Administrator, dan juga mengenai kutukan yang ia miliki.

Getaran terasa di atas tanah. Ia berbalik lagi dan melihay seorang prajurit menuju kearahnya sambil membawa palu raksasa.

Sheyta menghindari serangan tersebut dan menusukkan pedang di tangan kanannya ke bagian tengah dada musuh.

Sesuai namanya, si Pendiam. Serangan tersebut mendekati musuh, Black Lily Sword menusuk ke jantung musuh dan merenggut nyawanya — kemudian, serangan tersebut perlahan berubah menjadi banyak kelopak bunga yang tersebar ke segala arah.

Sheyta perlahan membisikkan sesuatu ke gagang pedang yang telah hancur tersebut:

“… Terima kasih, sudah menemaniku selama ini.”

Seketika, ia mencium bau bunga walaupun samar – samar.

Di sisi kanannya, sang naga Yoiyobi yang menjadi temannya menghancurkan musuh dengan sabetan ekornya.

Sisik abu – abu si naga telah berwarna merah akibat luka yang cukup banyak, dan cakar sertaa giginya beberapa ada yang patah. Ia tak bisa menyemburkan api lagi dan pergerakannya melambat.

Sheyta memastikan pergerakan musuh berhenti, lalu berjalan mendekati naga tersayangnya dan mengusap lehernya.

“Terima kasih juga, Yoiyobi. Kamu lelah kan?… Istirahatlah.”

Kemudian, Sheyta dan naganya bergerak menuju bukit kecil dimana sisa – sisa Guild Petarung Tangan Kosong berkumpul.

Masih duduk di batu, Pemimpin Petarung Tangan Kosong mengangkat tangannya dan menyambut kedatangan Sheyta.

“Maaf… Pedangmu jadi hancur …”

Sheyta menggelengkan kepalanya:

“Tak apa. Aku akhirnya mengerti mengapa selama ini aku terus menebas …”

Sheyta duduk kelelahan, mengangkat kedua tangannya dan menyentuh wajah Iskhan.

“Untuk menemukan hal yang tak boleh aku tebas. Selama ini aku bertarung agar aku bisa melindungi. Itu… kau. Jadi aku tidak memerlukan Black Lily Sword lagi.”

Seketika, kedua mata Ishkan terbuka lebar dan air mata mengalir. Berlawanan akan hal ini, Sheyta malah kaget.

Ishkah menggertakkan giginya dan berkata serak:

“Ah… sial. Aku juga ingin berkeluarga denganmu juga. Kita akan memiliki anak yang sangat kuat. Lebih kuat dari pada leluhurku, lebih kuat dariku, hingga menjadi Petarung Tangan Kosong terkuat yang pernah ada …”

“Tidak. Anak itu akan menjadi seorang Knight.”

Keduanya saling tatap untuk sesaat, lalu tersenyum. Dipandangi oleh Dempe yang berbadan kekar, Sheyta dan Iskahn menjadi malu, lalu duduk berdekatan.

Tiga ratus Petarung Tangan Kosong, seorang Integrity Knight, dan seekor naga kini duduk menunggu datangnya pasukan crimson yang semakin mendekat.

***
“Seperti permainan… atur dan serang, benar kan?”

Klein berkata seperti itu ketika ia dan Asuna kembali ke posisi belakang. “Benar,”Asunna membalas.

Luka keduanya sedang disembuhkan oleh pemain Jepang menggunakan Sacred Arts yang baru saja dipelajari. Ia tak bisa memaksimalkan penggunaan Art seperti para regu Astetic dari Underworld, tetapi karena karakter miliknya berlevel tinggi, seharusnya ia bisa menggunakan Art kelas atas untuk penyembuhan.

“Terima kasih telah datang kemari.”

Asuna berterima kasih pada pemain jepang dan Klein yang berdiri di sampingnya.

“Terima kasih juga, Klein. Aku tak tahu harus berkata apa …”

Melihat Asuna seperti itu, Klien menggosok hidungnya karena malu.

“Hei, jangan perlakukan aku seperti orang asing. Aku berhutang padamu dan si Kirito lebih banyak… ia juga disini kan?”

Klein memelankan suaranya. Asuna mengangguk pelan.

“Ya. Temuilah dia setelah peperangan ini. Jika ia mendengar lelucon burukmu mungkin ia akan segera terbangun.”

“Hei, itu kejam.”

Sebuah senyuman muncul di wajah Klein, tetapi mata miliknya seolah penasaran. Ia juga tahu tentang luka yang dialami Jiwa Kirito.

— Ah, tetapi …

Setelah semuanya selesai, setelah mereka berhasil mengusir musuh dari Underworld dan «Ocean Turtle», jika Sinon, Leafa, Klein, dan semua pemain asli SAO, juga Sakuya, Alicia, dan orang – orang dari ALO… lalu Alice, Tiese, Ronye, Sortiliena, dan semua orang ada di dekat Kirito, maka ia akan bangunkan?

Ia harus tetap bertarung, hingga saat itu datang, ia akan menyambutnya dengan senyuman.

Saat lukanya menutup, Asuna berterima kasih lagi dan berdiri.

Seperti yang dikatakan Klein, nasib peperangan ini tak bisa diprediksi. Jumlah pemain Amerika telah berkurang sangat banyak, dan mereka seolah kehilangan semangat bertarungnya karena mereka menyerang tanpa pikir panjang.

Tetapi pertempuran di reruntuhan kuil ini hanyalah pertarungan yang terlihat.

Poin pentingnya adalah «Putri Cahaya» Aliceyang telah ditangkap oleh Kaisar Vektor. Komandan Knight Bercouli serta Sinon masih mengejarnya, mereka harus bisa mengalahkan Vektor dan membawa kembali Alice. Terlebih lagi, ia harus memilih pemain paling elit dari akun konverter dan meminjam kuda dari Pasukan kerajaan Manusia lalu segera menuju selatan secepat mungkin.

Jika berhasil mengejar mereka, bahkan jika musuh menggunakan sebuah Super Account, ia tak akan mungkin bisa mengalahkan pasukan elit dari pemain jepang. Kekuatan mengalir ke dalam diri Asuna. Para swordsmen yang datang kesini menggunakan pedang, perisai, dan armor yang seolah memantulkan sinar, mirip dengan mitologi Einherjar3of Norse …

Asuna mengusap air matanya.

Kuda Pasukan Persediaan telah ditarik di dekat pintu keluar reruntuhan, dan kemah darurat sementara berada disana. Asuna juga bisa melihat para pemain jepang yang masih disembuhkan oleh regu Astetic Underworld.

“… tak apa, semuanya akan baik – baik saja… pasti.”

Perasaan Asuna seolah terbaca oleh Klein yang ada disampingnya:

“Tentu. Baiklah, ayo maju lagi.”

“Ya.”

Asuna mengangguk dan bergerak lagi ke depan —

Tetapi perhatiannya teralihkan oleh sesuatu disana, membuatnya terkejut.

— Apa itu. Sosok hitam… hitam pekat…

Mata Asuna bergerak untuk sesaat, lalu ia melihatnya.

Patung raksasa yang ada di kedua sisi pintu masuk reruntuhan kuil.

Berdiri di atas patung tersebut adalah sesosok manusia.

Karena patung tersebut memantulkan cahaya, sehingga sosok tersebut cukup jelas dilihat dalam langit merah Tanah Kegelapan.

Apakah ia pemain Amerika? Ataukah seorang pengintai dari Jepang?

Terpaku, Asuna bergerak mendekat dan menyadari jika sosok tersebut mengenakan jubah hitam. Tudungnya menutupii wajah sosok tersebut sehingga tak terlihat.

Tetapi.

“Hei, Klein. Orang itu…”

Klein akan maju ke garis depan tetapi Asuna mencengkram tangan kanannya dan mengacungkan jari kirinya.

“Orang yang berdiri disana, apakah kamu pernah melihatnya?”

“Huh…? Whoa, ia menonton seluruh pertempuran dari atas sana. Sialan, siapa dia?… mengenakan tudung kepala. Aku tak bisa melihat wajahnya … tunggu…”

Suara Klein tiba – tiba terputus.

Asuna menatapnya, wajah Klein menjadi pucat seolah warna dihisap dari seluruh wajahnya.

“Hei, ada apa? Kamu mengenalnya? Siapa dia?”

“Tidak… tak mungkin, itu… apa aku… melihat sesosok hantu…?”

“Sesosok hantu…? Apa maksudmu?”

“Ka… Karena, tudung hitam itu, bukan, pakaian itu… ciri khas LaughCoff…”

Seketika mendengar nama tersebut.

Asuna merasa otaknya membeku seketika.

LaughCof. Dikenal juga dengan nama «Laughing Coffin». Dari lantai tengah sampai akhir permainan kematian SAO, mereka adalah guild merah paling mengerikan yang ada di kastil melayang Aincrad.

Banyak pemain PK, termasuk «Red-Eyed XaXa» dan «Johnny Black» ada di dalamnya, dan guild ini memiliki anggota pemain hijau … Akhirnya, setelah pertarungan mematikan dalam sebuah penyergapan oleh pemain – pemain elit, guild tersebut berhasil dihancurkan.

Pada pertempuran tersebut, hampir setiap anggota «Laughing Coffin» kalau tidak tewas, maka dijebloskan ke Black Iron Palace, tetapi ada yang berhasil lolos dari pertarungan tersebut. Dia adalah sang ketua, dia tiba – tiba menghilang ketika lokasi guild terbongkar, dan dia juga dengan cara langsung mauupun tak langsunng berhasil membunuh banyak pemain SAO. Namanya adalah — «PoH». Ia biasanya mengenakan pakaian hitam bertudung dan menggunakan pisau besar. Dua tahun setelahnya kini ia turun ke Underworld dan memandang kebawah ke Asuna dan Klein.

“………. Tak mungkin.”

Asuna hanya bisa berguman dalam pikirannya.

Ini tak nyata, aku sedang melihat sesosok hantu kan.

Pergi. Pergilah.

Tetapi, seolah menghina harapan Asuna, sosok hitam tersebut melambaikan tangan kanannya perlahan. Tangan tersebut lalu digerakkan ke depan dan belakang, seolah mengejek Asuna.

Apa yang mengikutinya —

Bisa dideskripsikan sebagai sebuah mimpi buruk.

Sosok baru muncul di samping sosok hitam tersebut. Lalu satu lagi, satu lagi.

Diatas patung raksasa sana, pasukan baru perlahan muncul. Di bagian kiri, sepuluh orang muncul.

— Berhenti. Berhenti .

Asuna memohon. Ia takut tak akan mampu menghadapi kengerian ini.

Akan tetapi.

Pasukan Crimson baru terus bermunculan, terus menerus. Seribu, lima ribu, sepuluh ribu.

Kini pasukan itu berjumlah sekitar tiga puluh ribu, Asuna memperkirakan.

Tak mungkin.

Lima puluhribu pasukan Amerika dilawan dengan susah payah. Tak mungkin pasukan sebanyak itu bisa dikumpulkan dengan mudah, dan mereka bukanlah pemain Jepang. Jika perekrutan diumumkan di website jepang, Klein dan yang lainnya pasti akan tahu.

Bagaikan hantu. Bagaikan hantu yang dipanggil menggunakan Art.

Pada titik ini, Para pemain Jepang yang hampir menghancurkan pemain Amerika di garis depan sana menghentikan pertarungan dan melihat ke atas patung. Medan peperangan kini menjadi sunyi.

Garble, garble.

Bunyi gemericing dari pasukan crimson di atas sana terdengar bagaikan deru angin di telinga Asuna.

Asuna tak bisa memahami bahasa apa yang mereka gunakan karena tercampur bunyi gemericing. Ia memfokuskan pendengarannya, dan akhirnya menangkap perkataan yang cukup keras dari lainnya.

— Bigeobhan ilbon-in.

— Uli nalaleul jikyeola.

— Ganchuu renmen.

Bukan bahasa Inggris. Juga bukan bahasa Jepang.

Pada saat itu, Klein menggeram.

“Ah… Ini buruk… sangat buruk… Pasukan baru itu bukan dari Jepang maupun Amerika…”

Asuna merasa keringat dingin menuruni punggungnya ketika mendengar kata – kata selanjutnya:

“……… Mereka dari Cina dan Korea.”

Sword Art Online Vol 17 - 236.jpg

Bagian 3

Bagian 4

Bagian 5

Catatan Penerjemah dan Referensi

  1. Super Account yang ada dalam Underworld
  2. Semacam kendaraan militer
  3. Kapal perang milik angkatan laut Jepang
  4. Robot yang berbentuk manusia
  5. Player versus Player, sistem battle dimana seorang pemain melawan pemain lainnya