Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 6 Bab 7"
m |
m |
||
(2 intermediate revisions by 2 users not shown) | |||
Line 6: | Line 6: | ||
Sekeliling kegelapan tersebut terisi dengan kericuhan para siswa. Masing-masing suara tersebut memiliki suatu maksud, tapi dengan begitu banyak suara yang saling tumpang tindih, membuatnya terdengar seperti tiada arti. |
Sekeliling kegelapan tersebut terisi dengan kericuhan para siswa. Masing-masing suara tersebut memiliki suatu maksud, tapi dengan begitu banyak suara yang saling tumpang tindih, membuatnya terdengar seperti tiada arti. |
||
− | Tirai |
+ | Tirai tebal digantung dengan cermat di sepanjang panggung, menutupi semua celah yang ada. Cahaya lemah dari ponsel orang-orang dan tanda pintu darurat paling banyak cuma bisa menerangi telapak tangan seseorang. |
Di dalam kegelapan ini, tidak ada yang istimewa. |
Di dalam kegelapan ini, tidak ada yang istimewa. |
||
Line 162: | Line 162: | ||
Meguri-senpai memegangi mikrofonnya dengan cemas dan mencoba membantunya. "...Oke, sekali lagi. Ketua panitia komite, silahkan kata sambutannyaǃ" |
Meguri-senpai memegangi mikrofonnya dengan cemas dan mencoba membantunya. "...Oke, sekali lagi. Ketua panitia komite, silahkan kata sambutannyaǃ" |
||
− | Suaranya membuat Sagami mulai sadar kembali dan dia membuka kartu-kartu |
+ | Suaranya membuat Sagami mulai sadar kembali dan dia membuka kartu-kartu catatannya yang dia cengkram sepanjang waktu. Ujung jari jemarinya silap dan menjatuhkan kartunya. Kartu tersebut jatuh berserakkan, memancing lebih banyak tawa dari para kerumunan. |
Dengan ekspresi yang merah merona, Sagami memungut kembali kartu-kartu tersebut dari lantai. Kata-kata tak bertanggung-jawab seperti, "Kamu pasti bisaǃ" diteriakkan dari para kerumunan. Mereka tidak bermaksud jahat. Tapi aku rasa itu tidak juga tidak akan menyemangati dirinya. Bagi mereka yang merasakan penderitaan, tidak ada kata-kata yang bisa kamu sampaikan padanya. Apa yang mereka inginkan cuma bagi semuanya untuk diam seperti benda mati. Mereka hanya ingin dibiarkan sendiri seperti batu kerikil di pinggir jalan. |
Dengan ekspresi yang merah merona, Sagami memungut kembali kartu-kartu tersebut dari lantai. Kata-kata tak bertanggung-jawab seperti, "Kamu pasti bisaǃ" diteriakkan dari para kerumunan. Mereka tidak bermaksud jahat. Tapi aku rasa itu tidak juga tidak akan menyemangati dirinya. Bagi mereka yang merasakan penderitaan, tidak ada kata-kata yang bisa kamu sampaikan padanya. Apa yang mereka inginkan cuma bagi semuanya untuk diam seperti benda mati. Mereka hanya ingin dibiarkan sendiri seperti batu kerikil di pinggir jalan. |
||
− | Meskipun kata sambutan Sagami tertulis pada kartu-kartu |
+ | Meskipun kata sambutan Sagami tertulis pada kartu-kartu catatan tersebut, dia tetap mengacaukan kata-katanya, terus berbicara dengan tergagap-gagap. |
Sebagai penjaga waktu, aku mengisyaratkan padanya untuk menyelesaikan pidatonya dengan memutar-mutar lenganku karena dia sudah melebihi waktu yang diberikan. Namun, Sagami tidak menyadari isyaratkan dan terlihat nyaris akan menangis. |
Sebagai penjaga waktu, aku mengisyaratkan padanya untuk menyelesaikan pidatonya dengan memutar-mutar lenganku karena dia sudah melebihi waktu yang diberikan. Namun, Sagami tidak menyadari isyaratkan dan terlihat nyaris akan menangis. |
||
Line 210: | Line 210: | ||
Ini akan menjadi festival budaya keduaku di sekolah ini, tapi tidak ada sesuatu yang spesial yang bisa diceritakan. Ini cuma festival budaya biasa. |
Ini akan menjadi festival budaya keduaku di sekolah ini, tapi tidak ada sesuatu yang spesial yang bisa diceritakan. Ini cuma festival budaya biasa. |
||
− | Setiap kelas menggelar |
+ | Setiap kelas menggelar atraksi mereka, klub budaya menggelar acara dan pameran, dan para voluntir memainkan pertunjukkan band. |
Mungkin karena pengaruh zaman, hanya makanan dan minuman yang siap saji yang dijual, tidak boleh dimasak di sini. Tidur di sekolah untuk mempersiapkan festival juga sudah tidak diizinkan. |
Mungkin karena pengaruh zaman, hanya makanan dan minuman yang siap saji yang dijual, tidak boleh dimasak di sini. Tidur di sekolah untuk mempersiapkan festival juga sudah tidak diizinkan. |
||
Line 296: | Line 296: | ||
Anehnya, perasaanku tidak begitu buruk melihat lingkaran tersebut dari luar sini. |
Anehnya, perasaanku tidak begitu buruk melihat lingkaran tersebut dari luar sini. |
||
+ | ===7-3=== |
||
+ | |||
+ | Ruangan kelas ditutup dengan tirai tebal dan ruangan tersebut terisi penuh. |
||
+ | |||
+ | Ebina-san memutuskan bahwa kami tidak sanggup memasukkan lebih banyak penonton lagi dan memberiku instruksi untuk meletakkan tanda di pintu bahwa kelas sudah penuh dan tidak bisa menerima lebih banyak orang lagi. |
||
+ | |||
+ | Setelah meletakkan tanda tersebut, aku memindahkan meja panjang ke depan pintu untuk mencegah orang lain masuk ke dalam. |
||
+ | |||
+ | Aku mengintip lewat celah kecil di pintu ke dalam ruangan kelas yang dibuka untuk ventilasi ruangan. |
||
+ | |||
+ | Akhirnya tiba waktunya bagi tirai untuk diangkat ke atas panggung. |
||
+ | |||
+ | Pembukaan dari pertunjukkan itu dimulai dengan monolog dari sang "narator" yang diperankan oleh Hayama. |
||
+ | |||
+ | Lampu sorot menyinari Hayama. |
||
+ | |||
+ | Para penonton langsung menjadi heboh. Sepertinya para penonton ini sebagian besar terdiri dari teman dan penggemar Hayama. |
||
+ | |||
+ | Terdapat tiruan pesawat yang bersandar pada latar gurun pasir. Gambar yang dilukis oleh "narator" diperankan langsung oleh beberapa orang dengan kostum karikatur yang muncul ke atas panggung. Dua dari mereka memerankan gambar seekor hewan yang dijerat oleh seekor ular boa pembelit. Adegan lucu tersebut disambut dengan gelak tawa dari para penonton. |
||
+ | |||
+ | Monolog panjang Hayama terus berlanjut. |
||
+ | |||
+ | Dan kemudian, "Maafkan aku, bolehkan kamu melukiskan gambar seekor domba?" Bayangan Totsuka menuturkan kalimatnya. |
||
+ | |||
+ | “Eh? Apa itu?” Hayama belum menangkap maksud gumaman suara yang pelan itu. |
||
+ | |||
+ | Totsuka mengulang kalimatnya sekali lagi, "Tolong lukiskan seekor domba untukku." |
||
+ | |||
+ | Kemudian, lampu sorot tersebut menerangi Totsuka yang sedang berdiri di sayap panggung. |
||
+ | |||
+ | Kostum dan penampilannya yang menggemaskan kembali mendapat sambutan yang meriah dari para penonton. |
||
+ | |||
+ | Setelah mereka berdua akhirnya berjumpa, ceritanya lalu berlanjut. |
||
+ | |||
+ | Ketika sang "pangeran kecil" mulai menceritakan kembali kisahnya dengan setangkai mawar di planet asalnya, seorang lelaki yang mengenakan baju ketat hijau yang menutupi seluruh badannya dan sebuah topi sampo merah mulai menarasikan dengan nada seperti seorang perempuan. |
||
+ | |||
+ | Dari sana pertunjukkan itu semakin buruk. Sebagian besar cerita "pangeran kecil" yang mengunjungi berbagai asteroid diperankan langsung menjadi beberapa adegan kecil yang kocak. |
||
+ | |||
+ | Sang raja yang dengan segala cara menunjukkan serta mempertahankan kekuasaannya dibalut dengan berbagai karpet fantastis yang dibawa dari berbagai rumah siswa. Keringat Yamato bercucuran menahan panas. |
||
+ | |||
+ | Pria sombong yang terus meminta kehormatan dan pengakuan dari orang-orang dibungkus dengan kertas aluminum. Sekujur tubuh Tobe berkilauan. |
||
+ | |||
+ | Pemabuk yang minum-minum untuk melupakan rasa malunya karena mabuk alkohol dikelilingi dengan botol-botol sake dan kotak sake Onikoroshi “Pembasmi Iblis”<ref>Salah satu merek sake di Jepang. Onikoroshi artinya Demon slayer atau pembasmi iblis.</ref>. Oda atau Tahara atau siapalah itu tampak begitu merah karena demam panggung sampai-sampai terlihat seperti sedang minum-minum. |
||
+ | |||
+ | Pebisnis melafalkan angka-angka dan berteriak dengan keras, "Dengar, saya itu orang penting, okeǃ" Dengan arahan Ebina-san yang bagus, jas yang dikenakan ketua kelas terlihat cukup cocok dengannya. |
||
+ | |||
+ | Pemantik lampu yang amat setia dengan tugasnya dan terus menyalakan dan mematikan lampunya mengenakan baju terusan yang terlihat kotor dan penuh noda jelaga. Orang yang terus mengelilingi lampu tersebut adalah si Oooka yang oportunis, peran yang sebenarnya mungkin cocok dengannya. |
||
+ | |||
+ | Sang ahli geografi, yang tidak pernah melangkah keluar dari ruang studinya, hanya menuliskan apa yang dia dengar dari para penjelajah tapi tidak tahu apa-apa, dikelilingi oleh peta dan bola bumi. Oda atau Tahara atau siapalah itu sedang membaca buku, memberi kesan orang yang terpelajar. |
||
+ | |||
+ | Berkat kontribusi ide-ide oleh semua orang (mungkin) dan Kawasaki berusaha sebaik mungkin (pasti), kostum yang dihasilkan terlihat amat disukai oleh para penonton (horee). |
||
+ | |||
+ | Dan kemudian, di atas panggung, sang "pangeran kecil" mendarat ke Bumi. |
||
+ | |||
+ | Sang pangeran kecil mendarat di gurun pasir, menemukan seekor ular, dan menjumpai berbagai bunga mawar. Pada saat itulah pangeran kecil menyadari bahwa hal-hal yang dimiliki olehnya itu, sebenarnya, sama sekali tidaklah istimewa. |
||
+ | |||
+ | Para penonton terisak mendengar kalimat Totsuka yang teramat sedih. Karena Totsuka begitu imu- karena sang pangeran kecil tampak begitu memilukan, bahkan aku ingin segera berlari padanya dan memeluk dirinya. |
||
+ | |||
+ | Kemudian muncul seorang pria yang mengenakan mantel dengan topeng rubah. |
||
+ | |||
+ | ''—Oh, ini adegan yang kusuka.'' |
||
+ | |||
+ | Sang pangeran kecil mengundang sang rubah. |
||
+ | |||
+ | “Ayo bermain denganku. Saat ini aku merasa sangat sedih…” |
||
+ | |||
+ | Totsuka menuturkan kalimatnya dengan tatapan murung. Ya ya, itu benar-benar bagus sekali. Omong-omong, naskah pertama yang ditulis oleh Ebina-san untuk adegan ini adalah membuatnya bertanya "apa kamu ingin melakukannya?"<ref>Yaranaika? (やらないか). Meme Jepang yang berbau hentai.</ref>. Apa-apaan yang ada di otak gadis itu...? |
||
+ | |||
+ | Sang rubah menjawab sang pangeran kecil. |
||
+ | |||
+ | “Aku tidak bisa bermain denganmu… Aku belum jinak.” |
||
+ | |||
+ | Kalimat, "Aku belum jinak" menarik perhatianku. Itu adalah kalimat yang secara ringkas dan realistis menjelaskan maksud dari "berteman". |
||
+ | |||
+ | Untuk berteman intinya adalah suatu situasi dimana berbagai hal dijinakkan, sebagaimana dijinakkan sampai kamu bisa berteman dengan seseorang, atau bahkan dengan semua orang, tanpa menimbulkan masalah. Suatu hari nanti, bahkan lingkunganmu dan pikiranmu juga mulai dijinakkan. Taringmu dicabut, cakarmu dipatahkan, dan durimu direnggut. Kamu akan memperlakukan semuanya dengan hati-hati, seakan sedang mencoba untuk menyentuh sebuah benjolan tanpa melukainya, atau bahkan untuk tidak sanggup melukainya. Interpretasi sindiran dari "berteman" itu adalah sesuatu yang kusukai. |
||
+ | |||
+ | Adegan tersebut berpindah ke adegan selanjutnya selagi aku sedang merenungkan pemikiranku. |
||
+ | |||
+ | “Pertama-tama, kamu akan duduk sedikit menjauh dariku, seperti ini, duduk di atas rumput. Aku akan mengamatimu dari sudut mataku dan kamu tidak akan mengatakan apapun; karena kata-kata adalah sumber dari kesalah-pahaman. Tapi setiap hari kamu akan duduk sedikit lebih dekat denganku." |
||
+ | |||
+ | Sang pangeran kecil dan sang rubah terus berbincang dan berbincang. |
||
+ | |||
+ | Dan kemudian, mereka berdua menjinakkan satu sama lain. |
||
+ | |||
+ | Tapi perpisahan akhirnya menjumpai mereka. |
||
+ | |||
+ | Sebagai hadiah perpisahan, sang rubah meninggalkan sebuah rahasia untuk sang pangeran kecil. Kemungkinan ini adegan yang membuat "Pangeran Kecil" begitu terkenal. |
||
+ | |||
+ | ''——Hal yang terpenting tidak terlihat oleh mata.'' |
||
+ | |||
+ | Setelah berpisah dari sang rubah, sang pangeran kecil mengunjungi beberapa tempat dan kemudian panggung kembali berubah menjadi gurun pasir. |
||
+ | |||
+ | Sang "narator" dan sang pangeran kecil menelusuri gurun pasir tersebut demi mencari sebuah sumur. |
||
+ | |||
+ | “Apa yang membuat gurun itu indah adalah di suatu tempat ia menyembunyikan sebuah sumur." |
||
+ | |||
+ | Para penonton terkesiap mendengar kalimat Totsuka. Ini juga merupakan kalimat yang mewakili "Pangeran Kecil". Mungkin ada banyak orang yang mengetahuinya. |
||
+ | |||
+ | Akhirnya, sang "narator" dan sang pangeran kecil yang menjalani banyak percakapan, menghabiskan banyak waktu bersama, dan menyatukan hati mereka bersama juga harus berpisah. Omong-omong, naskah pertama yang ditulis Ebina-san membuat adegan ini menambahkan "bibir dan tubuh menyentuh satu sama lain". Yang benar saja, sepertinya ada yang salah dengan gadis ini… |
||
+ | |||
+ | “Pangeran kecil... Aku benar-benar suka caramu tertawa..." |
||
+ | |||
+ | Kalimat Hayama membuat para gadis menjerit. Kurasa rekaman MP3 dari kalimat ini bisa membuatku mendapat banyak uang. |
||
+ | |||
+ | “Kita akan bersama selamanya...” |
||
+ | |||
+ | Kalimat lain dari Hayama membuat para penonton menghela seakan mereka merasa sangat puas. ''Ya. Kita sebaiknya membuat rekaman CD percakapan intim Hayama dan menambahkan bantal figur Hayama. Aku dapat mencium bisnis besar disini.'' |
||
+ | |||
+ | Dan akhirnya, waktunya adegan perpisahan. |
||
+ | |||
+ | Sang pangeran kecil digigit oleh ular dan ambruk tanpa bersuara. |
||
+ | |||
+ | Akting Totsuka yang membuatnya terlihat seakan dia akan menghilang tanpa jejak membuat para penonton menahan nafas mereka. |
||
+ | |||
+ | Cahaya panggung diredupkan. |
||
+ | |||
+ | Satu lampu sorot menyinari Hayama. |
||
+ | |||
+ | Adegan terakhir ditutup dengan monolog dari sang "narator". |
||
+ | |||
+ | Setelah monolog tersebut usai, para penonton memberi tepuk tangan yang sangat meriah. |
||
+ | |||
+ | Pertunjukkan perdana dari MusikalKecil (Musikal "Pangeran Kecil") berakhir dengan tiket terjual habis, menjadi kenangan yang indah. |
||
+ | |||
+ | Meski begitu, sebenarnya kamu tidak bisa menyebut ini musikal. Ini lebih menyerupai drama... Mereka tidak ada bernyanyi maupun menari. |
||
+ | |||
+ | ===7-4=== |
||
+ | |||
+ | Pintu ruang kelas ditutup setiap kali tidak ada pertunjukkan. |
||
+ | |||
+ | Sepertinya menjadi resepsionis juga berarti menjadi penjaga rumah karena aku sedang duduk di kursi di depan kelas kami sementara teman sekelasku beristirahat atau mengunjungi atraksi kelas yang lain. |
||
+ | |||
+ | Besok, aku harus pergi berkeliling sekolah sebagai tugas asisten dokumentasi di panitia komite, jadi cuma hari ini aku bisa berpartisipasi di dalam kelas. Karena tidak bisa berkontribusi terhadap persiapan awal kelas dan jadwal besok juga sudah penuh, cukup adil bagiku untuk tetap di sini sepanjang hari. Malah, aku ingin berterima kasih pada teman sekelasku karena mereka telah bersusah payah mempersiapkan dan mengesahkan pekerjaan ini padaku sebagai bentuk dalam partisipasi kelas. |
||
+ | |||
+ | Yah, orang-orang yang penuh perhatian seperti ''itu'' ada banyak sekali. Aku mungkin tahu siapa yang mengagaskan ide tersebut. |
||
+ | |||
+ | “Kerja bagus.” |
||
+ | |||
+ | ''Bruk'', sebuah kantong plastik diletakkan di atas meja. Aku mendongak dan melihat Yuigahama. |
||
+ | |||
+ | Dia menarik sebuah kursi lipat yang tersandar di dinding, membuka lipatannya, dan menghempaskan dirinya ke atas kursi sambil berseru "oomph". ''Kamu itu nenek-nenek ya?'' |
||
+ | |||
+ | “Jadi, bagaimana?” |
||
+ | |||
+ | “Kurasa cukup bagus. Setidaknya para penonton terlihat menyukainya." |
||
+ | |||
+ | Mengesampingkan fakta bahwa itu tidak bisa benar-benar dianggap sebagai sebuah drama, pertunjukkan itu cukup baik dalam memancing perasaan para penontonnya. Visi super produser Ebina-san masih menjadi sebuah misteri bagiku, tapi aku rasa pertunjukkan itu cukup baik dalam memberikan hiburan yang lebih berfokus pada humor, seperti yang digagas oleh Tobe. |
||
+ | |||
+ | Tidak ada sesuatu yang benar-benar bisa dikeluhkan, apalagi karena ini adalah sesuatu yang dihasilkan pada festival budaya anak SMA. Membuat orang-orang dengan lingkaran sosial yang luas seperti Hayama, Tobe, dan Oooka sebagai bagian dari pemeran bukanlah sebuah tindakan pilih kasih, karena menurutku mereka mampu untuk memaksimalkan keseruan di dalam lingkaran sosial mereka masing-masing. |
||
+ | |||
+ | Melihat orang yang kamu kenal memainkan karakter yang lain, dan kemudian, melihat orang tersebut sesekali memancarkan sifat biasanya itu sejenis keseruan yang berbeda yang bisa mereka buat dibandingkan dengan hiburan biasa. |
||
+ | |||
+ | Jika dipikir seperti itu, musikal ini bisa dianggap lumayan bagus. Terutama karena Totsuka begitu imut. |
||
+ | |||
+ | “Ya, karena semua orang banting tulang mengerjakannya,” kata Yuigahama sembari dia merenggangkan badannya dan menekuk punggungnya ke belakang dan mengerang "Hnnǃ". Nada emosionalnya menyampaikan semua masalah yang harus mereka hadapi sampai hari ini. ''Kalian semua hebat sekali, sungguh... Omong-omong, kalau kamu merenganggkan badan sambil mengenakan T-shirt, perhatianku jadi tertarik pada belahan dada dan pusarmu, jadi tolong hentikan.'' |
||
+ | |||
+ | “Ya, aku tahu. Aku yakin mereka semua bekerja keras. Tapi aku tidak ada di sana jadi aku tidak tahu pasti." |
||
+ | |||
+ | “Duh, kamu kan bergabung ke panitia komite. Te-terus... apa kamu sama sekali tidak masalah dikucilkan saat kita membentuk lingkaran tadi?" Yuigahama menekan kedua jari telunjuk mereka bersama dan mendongak ke arahku. Ini adalah salah satu kebiasaannya setiap kali dia menanyakan sesuatu yang sensitif. Dia menguatirkan sesuatu yang tidak penting lagi. |
||
+ | |||
+ | “Tidak, tidak begitu. Lagipula, aku juga tidak melakukan apa-apa, jadi agak aneh kalau aku juga ikut." Itu tidak mengubah fakta bahwa dia sedang merasa prihatin denganku, jadi aku menjawabnya dengan jujur yang cukup jarang bagiku. |
||
+ | |||
+ | Yuigahama menghela dengan senyuman pasrah. "...Aku tahu kamu pasti bilang begitu." |
||
+ | |||
+ | “Huh, kok bisa…?” |
||
+ | |||
+ | ''Agak sedikit memalukan kalau kamu tahu apa yang akan aku katakan, jadi tolong hentikan.'' Yuigahama bersandar pada sandaran kursinya dan suara deriknya menyerupai suara tawa yang malu-malu. |
||
+ | |||
+ | “Duh. Maksudku, kamu begitu serius untuk hal-hal teraneh. Aku bisa mengetahuinya dengan melihatimu." |
||
+ | |||
+ | “Apa, kamu sedang melihatiku…?” |
||
+ | |||
+ | Kursi itu kemudian berderik kaget. Ketika aku melihatnya, Yuigahama sudah setengah berdiri dan melambai-lambaikan tangannya di depan dadanya. "Ah, cuma bercanda. Lupakan yang kubilang barusan. Aku sama sekali tidak melihatimu. Maksudku aku ''sering'' melihati yang lain." |
||
+ | |||
+ | “Uh, tidak masalah juga kalau kamu melihatku..." Aku menggaruk kepalaku sambil menyahut. |
||
+ | |||
+ | Kami berdua terdiam. Kemudian, suara dari dua kelas tetangga semakin bertambah keras. |
||
+ | |||
+ | Kelihatannya kelas 2-E dan 2-G sukses besar. |
||
+ | |||
+ | Terutama kelas 2-E. Mereka membuat semacam wahana jet coaster dan ada antrian yang panjang di sana. |
||
+ | |||
+ | Orang yang tidak sanggup menahan antrian yang panjang itu mulai mengeluh dan siswa kelas 2-E tampak bingung bagaimana mengatasinya. |
||
+ | |||
+ | Anehnya, antrian biasanya akan memancing lebih banyak antrian. Hal ini tidak cuma terbatas pada antrian. Barang-barang yang terjual akan semakin banyak terjual. Fakta bahwa barang itu terjual berperan juga sebagai iklan yang menyebabkan semakin tinggi angka penjualan barang tersebut. |
||
+ | |||
+ | Tidak terkecuali situasi kelas 2-E melihat ekor antrian yang semakin memanjang. |
||
+ | |||
+ | “Wow, itu terlihat sulit," seru Yuigahama. |
||
+ | |||
+ | “Situasinya akan semakin tidak terkendali jika dibiarkan terus, kan?" |
||
+ | |||
+ | Dari apa yang bisa kulihat, kelas 2-E tidak memiliki cukup tenaga sehingga mereka tidak bisa cukup cepat memproses antrian tersebut. Hanya tinggal menunggu waktu sampai lorong itu penuh sesak. |
||
+ | |||
+ | Pada saat itulah. |
||
+ | |||
+ | ''Priiiiiiit—'' terdengar suara yang melengking. |
||
+ | |||
+ | Aku melirik ke arah suara tersebut dan menemukan Meguri-senpai. |
||
+ | |||
+ | “Semuanya, ayo atasi," kata Meguri-senpai meskipun tidak ada orang di sekitarnya. |
||
+ | |||
+ | Tiba-tiba, anggota OSIS yang lain bermunculan. Mereka segera mengatur antrian tersebut dan memindahkan sisa-sisa orang yang ada di belakang ke tempat lain. ''Kalian itu staf di Komiket ya?'' |
||
+ | |||
+ | “Apakah ada ketua kelas 2-E di sini?" Yukinoshita juga ada di antara para OSIS. Dia segera memanggil ketua kelas, mendengarkan situasinya, dan memaparkan bagaimana cara menangani situasi tersebut. |
||
+ | |||
+ | “Yukinon keren sekali…” |
||
+ | |||
+ | “Ya. Tapi orang dari kelas 2-E itu tampak amat ketakutan…” |
||
+ | |||
+ | Bagi kami, Yukinoshita sedang bersikap seperti dirinya yang biasa, tapi bagi orang yang tidak mengenalnya dengan baik, aura dinginnya yang intens amat menakutkan. |
||
+ | |||
+ | “Tapi dia tampak jauh lebih baik sekarang." |
||
+ | |||
+ | “…Itu benar.” |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita menghela kecil setelah menyelesaikan paparan mengenai langkah-langkah pencegahan dengan ketua kelas tersebut. Ketika dia mengangkat wajahnya, tatapannya terarah padaku untuk sesaat. Tapi dia segera memalingkan pandangannya dan berjalan pergi. Mungkin ada tugas lain yang perlu dia urus. |
||
+ | |||
+ | Selagi kami melihatnya pergi, aku berbicara pada Yuigahama yang duduk di sampingku, "Hei, boleh aku bertanya sesuatu?" |
||
+ | |||
+ | “Hm? Tanya apa?” Yuigahama menyandarkan dagunya pada kedua tangannya di atas meja dan menjawab tanpa berpaling. |
||
+ | |||
+ | “Ketika kita pergi ke tempat Yukinoshita kemarin, apa kalian ada membicarakan sesuatu?" tanyaku. |
||
+ | |||
+ | Yuigahama bergumam sambil berpikir dan kemudian berkata, "Tidak ada sama sekali." |
||
+ | |||
+ | “Huh?” Aku meminta penjelasan dengan bahasa isyarat. |
||
+ | |||
+ | Yuigahama kemudian menceritakan kelanjutan hari itu. "Ini ketika kamu sudah pulang, Hikki. Kami lapar, jadi kami makan malam bersama. Lalu kami menonton beberapa DVD. Setelah itu, aku pulang... Jadi aku tidak menanyakan apapun yang ingin kamu tahu padanya, Hikki.” |
||
+ | |||
+ | Kalimat terakhirnya tersebut nyaris seakan dia sedang menolak untuk menceritakannya. |
||
+ | |||
+ | “…Yah, sebenarnya juga tidak ada yang ingin kuketahui.” |
||
+ | |||
+ | “Sungguh? Tapi aku ingin mengetahui beberapa hal." |
||
+ | |||
+ | “Huh? Jadi kenapa—“ |
||
+ | |||
+ | ''—kamu tidak menanyakannya?'' Aku mencoba bertanya, tapi ketika aku melihat mimik wajah Yuigahama, suaraku pudar. Ekspresinya selagi dia melihat Yukinoshita yang berjalan melewati belokan lorong tampak begitu tulus sampai aku ragu untuk melanjutkan kata-kataku. |
||
+ | |||
+ | “Aku akan menunggu Yukinon. Aku rasa dia sedang berusaha sebisanya untuk berbicara dengan kita dan lebih dekat dengan kita... Itulah kenapa aku akan menunggunya." |
||
+ | |||
+ | Itu adalah jawaban yang bisa kamu duga dari Yuigahama. |
||
+ | |||
+ | Yuigahama pasti akan menunggu. Itu karena selama ini dia telah berusaha untuk lebih dekat. Yukinoshita sepenuhnya memahami hal ini dan itulah kenapa dia sedang berusaha untuk membalasnya dengan mencoba untuk juga ikut melangkah maju. |
||
+ | |||
+ | “Tapi aku tidak akan menunggu orang yang tidak akan kemana-mana." |
||
+ | |||
+ | “Huh? Yah benar juga, tidak ada gunanya menunggu orang seperti itu." |
||
+ | |||
+ | Yuigahama tersenyum tipis. Sambil memegangi pipinya dengan kedua tangan, dia memutar sedikit badannya ke arahku. |
||
+ | |||
+ | Di depan kelas yang sedang bersantai, arus lalu lalang orang meningkat. Para murid berjalan kesana kemari di lorong ini, menuju ke tempat tujuan mereka yang selanjutnya atau mencoba untuk menarik lebih banyak pengunjung. Keramaian ini tidak perlu membeda-bedakan siapapun baik setiap orang yang sedang bergegas maupun kami. Keramaian itu menyatu dengan latar belakang, menjadi bagian dari suara-suara di sekitar kami. |
||
+ | |||
+ | Itulah kenapa aku bisa mendengar suaranya dengan begitu jelas, suara yang jauh lebih menenangkan dan dewasa dibanding biasanya. |
||
+ | |||
+ | |||
+ | “Bukan begitu. Aku tidak akan menunggu... tapi aku yang akan mengejarnya.” |
||
+ | |||
+ | |||
+ | Jantungku melompat. Rasa nyerinya terasa seperti akan mengoyakku dari dalam. |
||
+ | |||
+ | Ketika aku melihat mata Yuigahama yang berkaca-kaca, itu membuatku ingin berpikir mengenai makna dari kata-kata tersebut. Tapi kalau aku memikirkannya, aku akan tiba ke jalan buntu. Dan akhirnya, aku mungkin akan keliru. Sampai sejauh ini aku sudah banyak keliru mengenai banyak hal. Tapi kali ini, aku tidak mau keliru, aku pasti tidak mau keliru. |
||
+ | |||
+ | Itulah kenapa aku tidak memiliki kata-kata yang diperlukan untuk menjawabnya pada saat ini. |
||
+ | |||
+ | “Iyakah…” |
||
+ | |||
+ | “Uh huh, iya.” |
||
+ | |||
+ | Aku memberikan jawaban yang tidak berarti dan tidak jelas dan Yuigahama membalasnya dengan senyuman yang malu-malu. |
||
+ | |||
+ | Senyuman malu-malu tersebut memberitahuku bahwa pembahasan ini sudah selesai. |
||
+ | |||
+ | Kami berdua menghela kecil dan memalingkan pandangan kami. |
||
+ | |||
+ | Pada saat itulah mataku melihat kantong plastik yang bersandar di atas meja. |
||
+ | |||
+ | “Omong-omong, itu kantong apa?" |
||
+ | |||
+ | “Oh, aku lupa. Kamu belum makan siang, kan?" |
||
+ | |||
+ | Dia meraih-raih ke dalam kantong tersebut dan mengeluarkan sebuah kotak kertas. Dia kemudian mengeluarkan sesuatu dari kotak tersebut. ''Huh. Itu matryoshka<ref>Boneka khas Rusia yang dapat diisi dengan boneka-boneka yang lebih kecil.</ref> yang agak aneh.'' pikirku, tapi kelihatannya itu benda yang lain. |
||
+ | |||
+ | Itu sepertinya, roti atau sejenisnya. Sebuah roti yang tembem dan berbentuk persegi panjang. |
||
+ | |||
+ | Roti itu dilumuri dengan krim kocok, dihias dengan sirup coklat dan meses coklat beraneka warna. Tapi ini pada dasarnya sebuah roti. Roti persegi panjang yang tembem. Dilihat lagi, ini ''cuma'' roti. Kue? Lebih cocok dibilang roti. |
||
+ | |||
+ | Tapi dengan bangga Yuigahama mengangkat roti dengan krim kocok tersebut SIAP DISAJIKAN. But Yuigahama proudly lifted up that loaf of bread ON THE FRESH CREAM[^5]. |
||
+ | |||
+ | “Tada! Hanitō <ref>Makanan penutup khas Jepang. Roti dan kulitnya dipisah, roti putihnya dipotong jadi kubus lalu roti beserta kulitnya dilumuri campuran mentega dan madu. Kemudian dipanggang. Kemudian disusun kembali dalam bentuk kotak dan sembari diberi hiasan berupa krim, coklat, dst sesuai selera. [https://en.wikipedia.org/wiki/Honey_toast Coba dilihat, kelihatan lezat sekali. ]</ref>!” |
||
+ | |||
+ | …Ooh, jadi ini hanitō yang super terkenal di "Pasela, Karaoke Favorit Semua Orang" itu... Ini menu kolaborasinya atau apa ya? Apa aku salah? Bukan kolaborasi? Apa kita tidak akan mendapat minuman dan tatakan gelas yang dibuat khusus buat kami?<ref>Karaoke Pasela berkolaborasi dengan anime Fantasista Doll di tahun 2013. Terdapat minuman, hanitō dan tatakan gelas bertemakan anime tersebut.</ref> Aku juga suka Karatetsu<ref>Karaoke no Tetsujin. Salah satu tempat karaoke di Jepang.</ref>! |
||
+ | |||
+ | Aku melihatinya dengan tatapan yang sedikit menggebu-gebu. Mungkin karena itulah Yuigahama berkata dengan jengkel, "Itu biasa saja. Ada menu ini juga di Pasela Chiba." |
||
+ | |||
+ | “Uh, kamu tahu aku tidak sering pergi karaoke." |
||
+ | |||
+ | ''Tapi di tangan seorang amatiran, kualitas seperti inilah yang bisa kamu harapkan dari hanitō. Tentu saja, koki profesional bisa membuatnya lebih otentik. Maksudku, kalau ini mah cuma roti doang. Tidak bisakah mereka lebih berusaha sedikit untuk membuatnya terlihat tidak seperti roti? Ini jelas sekali roti. Roti yang sebenar-benarnya.'' |
||
+ | |||
+ | “Yoink,” Yuigahama secara tak terduga berseru dengan semangat saat dia membagi makanannya dan menaruhnya pada piring kertas. Jadi kamu melakukannya dengan tangan kosong... Yah, tidak masalah juga. |
||
+ | |||
+ | Aku menerima seporsi hanitō yang sudah dipotong itu. |
||
+ | |||
+ | “Enak sekali!” Yuigahama melahap makanannya sampai mulutnya penuh, mengunyah sampai membuat krimnya terlumur pada wajahnya. Dia pasti pecinta manis. Dia terlihat cukup senang. |
||
+ | |||
+ | Saat aku melihat ekspresinya, aku mulai merasa bahwa aku sendiri mungkin juga akan menyukai hanitō ini. |
||
+ | |||
+ | Aku mengambil sepotong ke dalam mulutku dengan antusias. |
||
+ | |||
+ | ''…Roti ini keras sekali... Madunya bahkan belum meresap sampai ke dalam.'' |
||
+ | |||
+ | Krim kocoknya tidak cukup banyak, jadi di tengah kunyahanku menjadi terasa seperti sedang dihukum perlahan-lahan... Selera Yuigahama untuk memilih ini sebagai makan siang cukup berbahaya juga. |
||
+ | |||
+ | Tapi orang yang dimaksud terlihat puas. Apa ada sesuatu yang enak di roti ini? |
||
+ | |||
+ | “Krimnya enak sekali!” |
||
+ | |||
+ | ''Hei... Tunggu dulu... memang hanitō itu perlu krim kocok ya? Dan kamu juga mencuri sebagian krimnya dari porsiku, kan?'' |
||
+ | |||
+ | Aku berpikir untuk merepetinya, tapi aku menahan diriku karena Yuigahama terlihat sangat menikmatinya. Kami menyelesaikan makanan kami dengan teh, sebagai penutup. |
||
+ | |||
+ | ''…Hmm, yah. Kurasa enak, mungkin?'' |
||
+ | |||
+ | Yuigahama menyelesaikan makanannya dan menyeka krim di mulutnya dengan tisu. |
||
+ | |||
+ | Bibirnya berkilau. Cahaya matahari yang terpantul dari bibirnya sangat menyilaukan. Sehingga aku jadi memalingkan pandanganku. |
||
+ | |||
+ | Hanitō ini cukup besar meskipun untuk kami berdua. Yah, tapi itu memang ''sepapan'' roti... |
||
+ | |||
+ | Berarti harganya pasti mahal. Itu bukan seperti sandwich. |
||
+ | |||
+ | “Oh ya, berapa jadinya?" tanyaku sambil mengeluarkan dompetku. |
||
+ | |||
+ | Yuigahama menghentikanku. “Tidak usah. Itu tidak seberapa." |
||
+ | |||
+ | “Tidak, jangan begitu.” |
||
+ | |||
+ | “Aku bilang tidak usah!” Yuigahama menolak dengan keras kepala. Kalau begitu terus, ini tidak akan selesai-selesai... |
||
+ | |||
+ | “Aku memang berniat untuk diberi nafkah, tapi aku tidak akan menerima sumbangan!" |
||
+ | |||
+ | “Apa-apaan dengan harga diri anehmu itu!?" |
||
+ | |||
+ | Yuigahama mengerang dan berpikir untuk beberapa saat. Dia kemudian berbisik pelan, "Astaga. Kamu menjengkelkan sekali, Hikki... Ya sudah. Kalau begitu lain kali kamu traktir aku hanitō, bagaimana...? Hmm, di Pasela Chiba." |
||
+ | |||
+ | “Kamu juga sudah memilih tempatnya...?" tuturku dengan getir, tapi bahkan aku juga mengerti maksud di baliknya. |
||
+ | |||
+ | Karena itu, aku mendapati diriku sekali lagi memperhitungkan jarakku dengan Yuigahama. |
||
+ | |||
+ | Aku sungguh berpikir bahwa kami sudah semakin dekat dibanding sebelumnya. Aku tidak se-parah itu sampai aku akan terus menyangkal fakta tersebut. |
||
+ | |||
+ | Sama juga dengan formulir yang kemarin. Kalau cuma untuk mengisinya saja, aku sebenarnya bisa meminta bantuan siapa saja. |
||
+ | |||
+ | Tapi aku malah sengaja mencari Yuigahama dan bahkan mengandalkan dirinya. |
||
+ | |||
+ | ''Aku'' yang mengizinkan hal tersebut. |
||
+ | |||
+ | Sangat mudah sekali untuk mengandalkan Yuigahama. |
||
+ | |||
+ | Namun. |
||
+ | |||
+ | Itulah persisnya kenapa aku perlu terus menahan diriku. |
||
+ | |||
+ | Untuk meletakkan kepercayaan begitu saja pada seseorang itu merupakan suatu ketergantungan. |
||
+ | |||
+ | Aku tidak boleh mengandalkan kebaikan hati Yuigahama. Aku tidak boleh membiarkan niat baik Yuigahama memanjakanku. |
||
+ | |||
+ | Kebaikannya adalah sesuatu yang telah menciptakan memori yang menyakitkan, membuatmu kuatir dan menderita karenanya, dan memerasmu sampai habis karenanya. Dan aku tahu semua itu. Itulah kenapa aku tidak bisa percaya padanya semudah itu. |
||
+ | |||
+ | Jika ada suatu kemungkinan kecil bahwa semua ini bukan karena kebaikannya atau niat baiknya, tapi karena suatu perasaan yang jauh lebih berbeda, maka aku harus jauh lebih berhati-hati. Karena itu artinya memperalat kelemahan seseorang. |
||
+ | |||
+ | Perasaan harus dikendalikan dengan baik. |
||
+ | |||
+ | Jarak yang sesuai harus dipertahankan. |
||
+ | |||
+ | ''——Jadi apakah aku boleh untuk setidaknya melangkah selangkah lagi?'' |
||
+ | |||
+ | Festival budaya adalah sebuah festival. Sebuah festival itu luar biasa. |
||
+ | |||
+ | Rasa luar biasa itulah yang membuat keputusan yang kamu ambil lebih aneh dari biasanya. Tapi yah, aku yakin bahkan diriku akan membuat keputusan yang salah, setidaknya untuk hari ini. |
||
+ | |||
+ | “…Boleh kita pilih tempat yang lain?" |
||
+ | |||
+ | “Uh huh, tentu,” Yuigahama tersenyum. "Jadi kapan kita pergi?" |
||
+ | |||
+ | Ada suatu intensitas aneh di balik senyumannya. |
||
+ | |||
+ | “U-Um, Maafkan aku. Boleh beri aku sedikit waktu lagi untuk memikirkannya...?" Aku mendapati diriku berbicara dengan sopan. |
||
+ | |||
+ | Yuigahama menyahuti jawabanku dengan helaan yang enggan. |
||
+ | |||
+ | Festival budaya ini hanya tinggal satu hari lagi. |
||
+ | |||
+ | Namun, sudah pasti, akhirnya akan tiba. |
||
+ | |||
+ | Jam yang terus berdetak detik demi detik menandakan bahwa bahkan momen ini, juga akhirnya akan berakhir. |
||
{| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;" |
{| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;" |
Latest revision as of 14:33, 23 October 2024
Inilah Saatnya SMA Sobu Berfestival dengan Keras[edit]
7-1[edit]
Sekeliling kegelapan tersebut terisi dengan kericuhan para siswa. Masing-masing suara tersebut memiliki suatu maksud, tapi dengan begitu banyak suara yang saling tumpang tindih, membuatnya terdengar seperti tiada arti.
Tirai tebal digantung dengan cermat di sepanjang panggung, menutupi semua celah yang ada. Cahaya lemah dari ponsel orang-orang dan tanda pintu darurat paling banyak cuma bisa menerangi telapak tangan seseorang.
Di dalam kegelapan ini, tidak ada yang istimewa.
Dan persis di saat inilah semua orang menjadi satu di dalam kegelapan.
Di bawah sinar matahari, perbedaan kita sejelas cahaya siang, membuat kita sadar betapa uniknya masing-masing diri kita. Tapi di kegelapan ini sekarang, sosok ambigu mengaburkan hal-hal yang membedakan satu orang dari orang yang lain.
Aku paham, sekarang masuk akal kenapa semua cahaya dimatikan sebelum acara dimulai.
Itu maksudnya orang yang disorot cahaya yang memotong kegelapan akan menunjukkan apa yang membuat dirinya berbeda dari keramaian.
Maka dari itu, orang yang berdiri di tengah panggung pastilah seseorang yang spesial.
Suara para siswa mulai menghilang satu per satu.
Waktu pada arlojiku menunjukkan 9ː57.
Sudah hampir waktunya mulai.
Aku menekan tombol interkomku untuk terhubung. Mikrofonnya memiliki sedikit waktu jeda dari saat ditekan, jadi aku menunggu dua detik sebelum berbicara.
[——Tiga menit lagi mulai. Tiga menit lagi mulai.]
Dalam sekejap, ada suara statis di dalam earphoneku.
[——Ini Yukinoshita. Semua personel, laporkan kondisi. Kita akan mulai sesuai jadwal. Segera lapor jika ada masalah.]
Setelah dia selesai berbicara dengan suara kalemnya, transmisi tersebut ditutup dengan suara buzz.
Lalu satu per satu suara statis mengikutinya.
[——Cahaya latar, semua aman.]
[——Ini sistem PA. Tidak ada masalah disini.]
[——Ini belakang panggung. Persiapan para pemeran agak sedikit terlambat. Tapi mereka seharusnya akan bisa selesai tepat waktu saat giliran mereka.]
Berbagai bagian memberikan laporan mereka. Jujur, aku tidak bisa menangkap semua laporan tersebut.
Maksudku, aku saja sudah ragu apa peranku disini. Asisten dokumentasi diberikan cukup banyak tugas pada hari-H acara. Itu termasuk beraneka ragam tugas yang berkaitan dengan acara pembukaan dan penutupan di panggung. Tugasku hari ini adalah menjadi penjaga waktu untuk acara ini. Tugasnya sederhana, hanya mengumumkan "sudah hampir waktunyaǃ" atau "masih ada sedikit waktu lagi." Yah, aku tidak bisa menolak perintah dari atas.
Semua laporan terpusat pada menara kendali, yakni Yukinoshita.
[——Mengerti. Semua orang bersiap-siap sampai diberikan aba-aba.]
Aku berada di sayap panggung dan menatapi arlojiku.
Untuk setiap detikan jam, keheningan semakin meluas.
Di balik jendela kecil ini seharusnya terdapat sebuah aula yang diisi kerumunan siswa. Hanya saja mereka terlihat seperti suatu makhluk hidup raksasa yang menggeliat di dalam kegelapan. Misalnya, seperti Nyarlathotep[1]. Dewa dari dunia lain dengan ribuan wajah... Huh? Tunggu dulu, bukan. Mil Mascaras[2] yang punya ribuan wajah. Ya sudahlah.
Tinggal satu menit sebelum acara dimulai dan aula tersebut berubah menjadi lautan keheningan.
Semua orang terfokus pada suatu momen yang sama, lupa untuk berbisik maupun bergumam.
Aku menekan tombol interkomku.
[——Sepuluh detik]
Jariku terus menekan tombol tersebut.
[Sembilan]
Mataku tertempel pada arlojiku.
[Delapan]
Aku berhenti menarik nafas.
[Tujuh]
Aku menghembuskan nafas di setiap hitungan.
[Enam]
Kemudian, ketika aku menarik nafas.
[Lima detik]
Dalam sekejap seseorang mengambil alih hitung mundurnya.
[Empat]
Suara tersebut teramat kalem, bahkan bisa dibilang dingin.
[Tiga]
Dan kemudian, suara hitungannya menghilang.
Namun, pasti ada seseorang yang menghitung mundur [Dua] dengan jarinya.
Yukinoshita melihat ke bawah pada panggung dari jendela ruangan sistem PA di lantai dua yang menonjol keluar, aku melihat ke atas dari sayap panggung.
Lalu, hitungan terakhir, [Satu], berakhir di dalam benak kami pada ruangan tanpa suara ini.
Dalam sekejap, panggung tersebut dipenuhi dengan cahaya yang menyilaukan mata.
“Hai, semuanyaǃ Kalian semua mulai membudaya kahǃ?"
“Yaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”
Meguri-senpai mendadak tampil di atas panggung dan disambut dengan sorakan pada hadirin.
“Khas Chiba, Menari dan—!?”
“Festivaaaaaaaaaaaaaaaaal!”
Slogan itu beneran tersebar...?
“Kalau kita semua sama-sama bodoh, ayo kita menari dan———!?”
“Sing a soooooooooooooong!!”
Menyahut seruan dan sahutan Meguri-senpai yang membagongkan, siswa-siswi tersebut mulai menggila.
Dan tanpa menunggu lama, musik tarian mulai menggelegar.
Ini adalah awal dari acara pertama. "Ini adalah penampilan kolaborasi antara perkumpulan dansa dan tim pemandu sorak," Meguri-senpai melanjutkan dari mikrofon aksi semangatnya sembari siswa-siswi mulai menari, para penonton bercanda dengan satu sama lain, dan melambai-lambaikan lengan mereka, menggobarkan semangat kegembiraan.
…Wow, tolol sekali. Sekolah kami benar-benar tolol.
Apa-apaan itu "membudaya"? Yang benar saja.
Ups. Aku tidak bisa terus menonton mereka selamanya.
Kerja, kerja…
[——Ini PA. Lagunya akan segera usai.]
Laporan datang dari sistem PA.
[——Mengerti. Ketua Sagami, bersiap.]
Yukinoshita yang mendengarkan laporan tersebut segera memberikan arahannya. Aba-aba tersebut seharusnya juga tersampaikan pada Meguri-senpai, sang pembawa acara.
Tim dansa beranjak pergi dari kiri panggung dan Meguri-senpai di kanan panggung berseru, "Selanjutnya, kita akan memberikan kata sambutan dari ketua panitia komite festival budaya."
Ekspresi Sagami terlihat kaku selagi dia berjalan ke tengah panggung. Tatapan yang berjumlah lebih dari seribu semuanya langsung terarah padanya.
Sebelum dia bisa sampai ke penanda tengah panggung, kakinya berhenti di tempat. Tangannya yang memegangi mikrofon nirkabel terlihat gemetar.
Setelah dia berhasil mengangkat lengannya yang kaku, dia berbicara lewat mikrofon.
Dan kemudian, suara EEEEEEEEEEEEEEEENG yang memekik menusuk telinga kami.
Momen tersebut begitu pas sampai-sampai para penonton tertawa terbahak-bahak.
Aku langsung tahu bahwa mereka tidak bermaksud jahat dengan tertawaan itu. Karena aku sudah sering ditertawakan sepanjang hidupku. Dengan pengalamanku itu, aku dapat membedakan jenis-jenis tawaan tersebut dengan mudah.
Tapi bagi Sagami yang berdiri terpatung di atas panggung sambil berusaha untuk menahan kegugupan dan keterkucilan, aku ragu pemikiran itu bisa terlintas di benaknya.
Meskipun setelah gelak tawa sudah reda, dia masih belum mengatakan apapun.
Meguri-senpai memegangi mikrofonnya dengan cemas dan mencoba membantunya. "...Oke, sekali lagi. Ketua panitia komite, silahkan kata sambutannyaǃ"
Suaranya membuat Sagami mulai sadar kembali dan dia membuka kartu-kartu catatannya yang dia cengkram sepanjang waktu. Ujung jari jemarinya silap dan menjatuhkan kartunya. Kartu tersebut jatuh berserakkan, memancing lebih banyak tawa dari para kerumunan.
Dengan ekspresi yang merah merona, Sagami memungut kembali kartu-kartu tersebut dari lantai. Kata-kata tak bertanggung-jawab seperti, "Kamu pasti bisaǃ" diteriakkan dari para kerumunan. Mereka tidak bermaksud jahat. Tapi aku rasa itu tidak juga tidak akan menyemangati dirinya. Bagi mereka yang merasakan penderitaan, tidak ada kata-kata yang bisa kamu sampaikan padanya. Apa yang mereka inginkan cuma bagi semuanya untuk diam seperti benda mati. Mereka hanya ingin dibiarkan sendiri seperti batu kerikil di pinggir jalan.
Meskipun kata sambutan Sagami tertulis pada kartu-kartu catatan tersebut, dia tetap mengacaukan kata-katanya, terus berbicara dengan tergagap-gagap.
Sebagai penjaga waktu, aku mengisyaratkan padanya untuk menyelesaikan pidatonya dengan memutar-mutar lenganku karena dia sudah melebihi waktu yang diberikan. Namun, Sagami tidak menyadari isyaratkan dan terlihat nyaris akan menangis.
[——Hikigaya-kun. Isyaratkan untuk segera selesaikan sambutan.]
Suara Yukinoshita yang tercampur dengan statis berbicara padaku. Aku melirik ke arah ruangan sistem PA di lantai dua dan Yukinoshita sedang melihatiku dengan tangan terlipat.
[——Aku sudah terus mengisyaratkannya. Tapi kelihatannya dia tidak bisa melihatku.]
[——Begitu ya… Aku mungkin salah memberimu tugas.]
[——Apa kamu sedang menyindir aku sulit mendapat perhatian?]
[——Oh, aku sama sekali tidak bilang begitu. Tapi kamu ada di mana? Di dalam kerumunan?]
[sungguh sedang menyindirku. Kamu kan sedang melihatku sekarang iniǃ]
Aku membalasnya secara refleks. Mungkin awal kata-kataku terpotong karena tidak tertangkap oleh interkom.
[——Um, wakil ketua? Semua orang sedang mendengar...]
Aku dapat mendengar suara yang sangat berbeda dari interkom tersebut.
…Oh ya. Interkom ini terbuka untuk semua orang, kan? Aku baru saja membuat ingatan yang amat sangat memalukan.
Beberapa detik setelah seorang anggota panitia komite menegur kami, suatu suara memenuhi earphoneku.
[——……Kita akan melanjutkan acara sesuai dengan jadwal. Tolong ingat semuanya.]
Setelah jeda yang cukup panjang, dia berujar dan setelahnya menutup semua komunikasi.
Acara pembukaan tersebut akhirnya selesai dengan kata sambutan ketua dan kami melanjutkan ke acara selanjutnya.
Ini adalah pembukaan yang penuh dengan prospek buruk.
7-2[edit]
Akhirnya festival budaya dimulai setelah acara pembukaan.
Festival budaya ini akan diselenggarakan selama dua hari, tapi hanya dibuka untuk umum pada hari kedua. Hari pertama hanya untuk kalangan internal.
Ini akan menjadi festival budaya keduaku di sekolah ini, tapi tidak ada sesuatu yang spesial yang bisa diceritakan. Ini cuma festival budaya biasa.
Setiap kelas menggelar atraksi mereka, klub budaya menggelar acara dan pameran, dan para voluntir memainkan pertunjukkan band.
Mungkin karena pengaruh zaman, hanya makanan dan minuman yang siap saji yang dijual, tidak boleh dimasak di sini. Tidur di sekolah untuk mempersiapkan festival juga sudah tidak diizinkan.
Tapi orang-orang masih tetap antusias, jadi festival budaya itu sendiri cukup menabjubkan. Orang-orang menikmati "Festival Budaya" sebagai suatu simbol; dengan kata lain, mereka menikmatinya karena abnormalitasnya dari keseharian mereka, bukan karena kemegahannya ataupun kualitasnya.
Itu apa yang bisa kamu harapkan dari suatu festival.
Tentu saja, antusiasme yang berapi-api itu juga sampai ke kelasku, 2-F.
Pertempuran promosi segera memenuhi lorong dan untuk melintasinya cukup memakan banyak tenaga. Brosur dibagi-baikan, kelompok dengan papan plang terus berkeliling, dan orang-orang dengan kostum-kostum untuk pesta yang dibeli dari sejenis toko Don Quijote[3] juga berkeliaran. Wow, menjengkelkan sekali.
Aku pergi kembali ke dalam kelasku setelah selesai bersih-bersih usai acara pembukaan. Ketika aku kembali, ruangan kelas itu dalam kondisi kacau. Semua orang sedang tengah menyelesaikan sentuhan terakhir untuk pertunjukkan pertama mereka.
“Ini kenapa dengan riasan wajahnyaǃ̃? Apa yang sedang kamu lakukanǃ? Cat wajahnya terlalu tipisǃ"
“Kenapa, apa kamu gugup? Kamu lucuu sekali, sungguh. Semua orang datang juga cuma untuk melihat Hayato saja. Jadi sebaiknya, kamu tenang saja, oke?"
Ebina-san berteriak dengan geram sembari Miura memberikan semangat untuk satu per satu orang. Kata-katanya cukup jahat, tapi kelihatannya semua orang mulai terlihat rileks.
Aku mengamati teman-teman sekelasku dan mereka semua terlihat rajin mengerjakan pekerjaan mereka. Apa mereka semua jadi lebih akrab dengan satu sama lain dalam satu setengah bulan ini?
Mereka akan tertawa, mereka akan menangis... Mungkin mereka bahkan akan berteriak pada satu sama lain... Mereka nyaris akan saling berkelahi, tapi meskipun demikian, mereka akan saling menyadari isi hati mereka yang sesungguhnya dan akhirnya akan bersatu... mungkin... Yah, aku juga tidak tahu karena aku tidak ada disana.
Tidak ada yang bisa kulakukan, jadi aku bertengger di dekat pintu masuk kelas, berpura-pura amat sibuk sambil bergumam "oh ya, hmm..."
“Wudah cukup lama kamu pura-pura bekerja, apa kamu tidak ada kerjaan ya?" Itu adalah kata-kata yang akan kamu dengar langsung dari mulut bosmu. Aku berpaling ke belakang dan disana berdirilah dia, sang bos, yah, bos festival budaya kami, Ebina-san. "Kalau kamu tidak ada kerjaan, apa kamu bisa mengurus penyambutan tamu? Atau KAMU mau ikut jadi bagian pertunjukkannya?"
Tidak, tidak. Aku menjawab dengan menggelengkan kepalaku.
“Oke, kalau begitu terima tamu. Beritahu mereka jam berapa saja pertunjukkannya. Yang perlu kamu lakukan cuma menjawab setiap kali kamu ditanya."
“Tunggu, aku bahkan tidak tahu jam pertunjukkannya atau hal-hal lainnya."
“Tidak masalah. Informasinya ditempel di pintu masuk. Tapi agak mengecewakan kalau tidak ada orang yang duduk di depan. Jadi, tidak masalah kalau kamu cuma duduk saja disana."
Seriusan, cuma duduk? Pekerjaan impian macam apa ini? Aku ingin memanfaatkan pengalaman ini sebaik mungkin dan menggunakannya sebagai pengalaman kerjaku saat mencari kerja nanti.
Aku pergi dan meninggalkan ruang kelas seperti yang dia minta dan memang benar, ada meja lipat panjang beserta kursi lipat dua kaki dan tiga kaki di lantai. Hmph, ayo kita susun meja kursi ini.
Aku membuka lipatan meja panjang itu dan mendirikannya, kemudian aku membuka lipatan kursinya juga; pekerjaan selesai. Tugas ampas yang keren sekaliǃ Mungkin itu naluriku sebagai lelaki, tapi aku suka sekali melihat tipe-tipe transformasi seperti ini. Aku juga suka membongkar-bongkar sesuatu. Terkadang di kelas, aku akan membongkar pensil mekanikku lalu memasangnya balik.
Ada sebuah poster di dinding yang mendeskripsikan waktu jadwal pertunjukkannya dengan huruf-huruf yang besar. Kalau poster ini ada persis di sampingku, kurasa tidak akan ada orang yang akan menanyakanku apapun.
Tinggal lima menit lagi sebelum pertunjukkan dimulai. Selagi aku duduk manis, ruangan kelas 2-F menjadi setingkat lebih ribut. Aku mengintip ke dalam untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi.
“Owww yahhh! Ayo kita buat lingkaranǃ” kata Tobe.
Semua orang mengeluh "tidak" dan "seriusan?" tapi tetap membentuk lingkaran rangkulan tersebut. Kalau kita sedang berekreasi, maka mereka akan terlihat seperti sedang mau memulai suatu permainan.
“Yoo, kita tidak mulai-mulai ini kecuali Ebina-san yang memulainya. Ayoh, sini. Langsung ke tengahǃ"
Tidak ada yang di tengah kalau kalian sedang membuat lingkaran, pikirku, tapi Tobe sebenarnya sedang menunjuk posisi di sampingnya. Itu adalah posisi dimana dia bisa dibenarkan untuk saling merangkul bahu dengan Ebina-san. Kamu nekad juga, Tobe. Ternyata kamu itu strategis handal.
Kemudian Miura menarik lengan Ebina-san ke dalam seakan untuk mendukung strategis tersebut. "Ayo, sini Ebina. Cepat kemari."
Dia didorong ke dalam lingkaran tersebut sehingga dia berdiri persis di tengah lingkaran. Di pusat lingkaran. Semua orang mengelilingi Ebina-san. Tobe, hiks.
Ebina-san berputar dan melihati semua orang. Matanya kemudian berhenti ke satu titik.
“Ayo sini Kawasaki-san, kamu juga.”
“A-aku? Aku disini saja…”
“Astaga, kamu mulai lagi. Kamu perlu bertanggung jawab karena kamu yang membuat kostum-kostumnya, oke?”
“Huh…? Bukankah kamu bilang kamu yang akan bertanggung jawab?" keluh Kawasaki sembari berjalan ke arah lingkaran tersebut.
Setelah semua orang, kecuali diriku, telah berkumpul, Yuigahama berpaling ke belakang padaku. Aku tersenyum dan menggelengkan kepalaku padanya. Wajahnya kemudian menjadi cemberut, merasa kesal.
Astaga, aku cukup disini saja. Aku lebih baik tidak ikut bergabung. Akan jauh lebih canggung untuk mengizinkanku ikut ke dalam lingkaran ketika aku bahkan tidak berkontribusi apapun untuk kelas ini dibanding dengan membiarkanku begitu saja.
Kalau aku tidak bisa percaya diri untuk ikut bergabung bersama mereka, maka lebih baik aku tidak ikut saja. Maksudku, lihat saja Sagami. Dia juga terlihat agak malu, kan?
Sagami tidak terlihat begitu ceria di dalam lingkaran tersebut. Dia mungkin masih memikirkan kegagalannya yang tadi, tapi bisa jadi juga karena dia merasa gelisah karena tidak banyak berpartisipasi.
Manusia yang terbiasa menentukan kedudukan orang-orang akan terus melakukannya untuk semua hal. Sagami pada saat ini sedang merenungkan kedudukan dirinya sendiri. Dan aku rasa kedudukan dirinya tersebut termanifestasi dalam bentuk seseorang yang terletak jauh dari Miura, Hayama, dan yang lain, tidak terlihat secara langsung, posisinya lebih sedikit melenceng ke samping.
Jarak psikologis adalah sesuatu yang terwujudkan ke dalam dunia nyata.
Pada kasus ini, Ebina-san, yang saat ini ada di tengah semua orang, sudah jelas merupakan jantung dari festival budaya ini.
Setelah Ebina-san berseru, semua orang juga ikut berseru.
Anehnya, perasaanku tidak begitu buruk melihat lingkaran tersebut dari luar sini.
7-3[edit]
Ruangan kelas ditutup dengan tirai tebal dan ruangan tersebut terisi penuh.
Ebina-san memutuskan bahwa kami tidak sanggup memasukkan lebih banyak penonton lagi dan memberiku instruksi untuk meletakkan tanda di pintu bahwa kelas sudah penuh dan tidak bisa menerima lebih banyak orang lagi.
Setelah meletakkan tanda tersebut, aku memindahkan meja panjang ke depan pintu untuk mencegah orang lain masuk ke dalam.
Aku mengintip lewat celah kecil di pintu ke dalam ruangan kelas yang dibuka untuk ventilasi ruangan.
Akhirnya tiba waktunya bagi tirai untuk diangkat ke atas panggung.
Pembukaan dari pertunjukkan itu dimulai dengan monolog dari sang "narator" yang diperankan oleh Hayama.
Lampu sorot menyinari Hayama.
Para penonton langsung menjadi heboh. Sepertinya para penonton ini sebagian besar terdiri dari teman dan penggemar Hayama.
Terdapat tiruan pesawat yang bersandar pada latar gurun pasir. Gambar yang dilukis oleh "narator" diperankan langsung oleh beberapa orang dengan kostum karikatur yang muncul ke atas panggung. Dua dari mereka memerankan gambar seekor hewan yang dijerat oleh seekor ular boa pembelit. Adegan lucu tersebut disambut dengan gelak tawa dari para penonton.
Monolog panjang Hayama terus berlanjut.
Dan kemudian, "Maafkan aku, bolehkan kamu melukiskan gambar seekor domba?" Bayangan Totsuka menuturkan kalimatnya.
“Eh? Apa itu?” Hayama belum menangkap maksud gumaman suara yang pelan itu.
Totsuka mengulang kalimatnya sekali lagi, "Tolong lukiskan seekor domba untukku."
Kemudian, lampu sorot tersebut menerangi Totsuka yang sedang berdiri di sayap panggung.
Kostum dan penampilannya yang menggemaskan kembali mendapat sambutan yang meriah dari para penonton.
Setelah mereka berdua akhirnya berjumpa, ceritanya lalu berlanjut.
Ketika sang "pangeran kecil" mulai menceritakan kembali kisahnya dengan setangkai mawar di planet asalnya, seorang lelaki yang mengenakan baju ketat hijau yang menutupi seluruh badannya dan sebuah topi sampo merah mulai menarasikan dengan nada seperti seorang perempuan.
Dari sana pertunjukkan itu semakin buruk. Sebagian besar cerita "pangeran kecil" yang mengunjungi berbagai asteroid diperankan langsung menjadi beberapa adegan kecil yang kocak.
Sang raja yang dengan segala cara menunjukkan serta mempertahankan kekuasaannya dibalut dengan berbagai karpet fantastis yang dibawa dari berbagai rumah siswa. Keringat Yamato bercucuran menahan panas.
Pria sombong yang terus meminta kehormatan dan pengakuan dari orang-orang dibungkus dengan kertas aluminum. Sekujur tubuh Tobe berkilauan.
Pemabuk yang minum-minum untuk melupakan rasa malunya karena mabuk alkohol dikelilingi dengan botol-botol sake dan kotak sake Onikoroshi “Pembasmi Iblis”[4]. Oda atau Tahara atau siapalah itu tampak begitu merah karena demam panggung sampai-sampai terlihat seperti sedang minum-minum.
Pebisnis melafalkan angka-angka dan berteriak dengan keras, "Dengar, saya itu orang penting, okeǃ" Dengan arahan Ebina-san yang bagus, jas yang dikenakan ketua kelas terlihat cukup cocok dengannya.
Pemantik lampu yang amat setia dengan tugasnya dan terus menyalakan dan mematikan lampunya mengenakan baju terusan yang terlihat kotor dan penuh noda jelaga. Orang yang terus mengelilingi lampu tersebut adalah si Oooka yang oportunis, peran yang sebenarnya mungkin cocok dengannya.
Sang ahli geografi, yang tidak pernah melangkah keluar dari ruang studinya, hanya menuliskan apa yang dia dengar dari para penjelajah tapi tidak tahu apa-apa, dikelilingi oleh peta dan bola bumi. Oda atau Tahara atau siapalah itu sedang membaca buku, memberi kesan orang yang terpelajar.
Berkat kontribusi ide-ide oleh semua orang (mungkin) dan Kawasaki berusaha sebaik mungkin (pasti), kostum yang dihasilkan terlihat amat disukai oleh para penonton (horee).
Dan kemudian, di atas panggung, sang "pangeran kecil" mendarat ke Bumi.
Sang pangeran kecil mendarat di gurun pasir, menemukan seekor ular, dan menjumpai berbagai bunga mawar. Pada saat itulah pangeran kecil menyadari bahwa hal-hal yang dimiliki olehnya itu, sebenarnya, sama sekali tidaklah istimewa.
Para penonton terisak mendengar kalimat Totsuka yang teramat sedih. Karena Totsuka begitu imu- karena sang pangeran kecil tampak begitu memilukan, bahkan aku ingin segera berlari padanya dan memeluk dirinya.
Kemudian muncul seorang pria yang mengenakan mantel dengan topeng rubah.
—Oh, ini adegan yang kusuka.
Sang pangeran kecil mengundang sang rubah.
“Ayo bermain denganku. Saat ini aku merasa sangat sedih…”
Totsuka menuturkan kalimatnya dengan tatapan murung. Ya ya, itu benar-benar bagus sekali. Omong-omong, naskah pertama yang ditulis oleh Ebina-san untuk adegan ini adalah membuatnya bertanya "apa kamu ingin melakukannya?"[5]. Apa-apaan yang ada di otak gadis itu...?
Sang rubah menjawab sang pangeran kecil.
“Aku tidak bisa bermain denganmu… Aku belum jinak.”
Kalimat, "Aku belum jinak" menarik perhatianku. Itu adalah kalimat yang secara ringkas dan realistis menjelaskan maksud dari "berteman".
Untuk berteman intinya adalah suatu situasi dimana berbagai hal dijinakkan, sebagaimana dijinakkan sampai kamu bisa berteman dengan seseorang, atau bahkan dengan semua orang, tanpa menimbulkan masalah. Suatu hari nanti, bahkan lingkunganmu dan pikiranmu juga mulai dijinakkan. Taringmu dicabut, cakarmu dipatahkan, dan durimu direnggut. Kamu akan memperlakukan semuanya dengan hati-hati, seakan sedang mencoba untuk menyentuh sebuah benjolan tanpa melukainya, atau bahkan untuk tidak sanggup melukainya. Interpretasi sindiran dari "berteman" itu adalah sesuatu yang kusukai.
Adegan tersebut berpindah ke adegan selanjutnya selagi aku sedang merenungkan pemikiranku.
“Pertama-tama, kamu akan duduk sedikit menjauh dariku, seperti ini, duduk di atas rumput. Aku akan mengamatimu dari sudut mataku dan kamu tidak akan mengatakan apapun; karena kata-kata adalah sumber dari kesalah-pahaman. Tapi setiap hari kamu akan duduk sedikit lebih dekat denganku."
Sang pangeran kecil dan sang rubah terus berbincang dan berbincang.
Dan kemudian, mereka berdua menjinakkan satu sama lain.
Tapi perpisahan akhirnya menjumpai mereka.
Sebagai hadiah perpisahan, sang rubah meninggalkan sebuah rahasia untuk sang pangeran kecil. Kemungkinan ini adegan yang membuat "Pangeran Kecil" begitu terkenal.
——Hal yang terpenting tidak terlihat oleh mata.
Setelah berpisah dari sang rubah, sang pangeran kecil mengunjungi beberapa tempat dan kemudian panggung kembali berubah menjadi gurun pasir.
Sang "narator" dan sang pangeran kecil menelusuri gurun pasir tersebut demi mencari sebuah sumur.
“Apa yang membuat gurun itu indah adalah di suatu tempat ia menyembunyikan sebuah sumur."
Para penonton terkesiap mendengar kalimat Totsuka. Ini juga merupakan kalimat yang mewakili "Pangeran Kecil". Mungkin ada banyak orang yang mengetahuinya.
Akhirnya, sang "narator" dan sang pangeran kecil yang menjalani banyak percakapan, menghabiskan banyak waktu bersama, dan menyatukan hati mereka bersama juga harus berpisah. Omong-omong, naskah pertama yang ditulis Ebina-san membuat adegan ini menambahkan "bibir dan tubuh menyentuh satu sama lain". Yang benar saja, sepertinya ada yang salah dengan gadis ini…
“Pangeran kecil... Aku benar-benar suka caramu tertawa..."
Kalimat Hayama membuat para gadis menjerit. Kurasa rekaman MP3 dari kalimat ini bisa membuatku mendapat banyak uang.
“Kita akan bersama selamanya...”
Kalimat lain dari Hayama membuat para penonton menghela seakan mereka merasa sangat puas. Ya. Kita sebaiknya membuat rekaman CD percakapan intim Hayama dan menambahkan bantal figur Hayama. Aku dapat mencium bisnis besar disini.
Dan akhirnya, waktunya adegan perpisahan.
Sang pangeran kecil digigit oleh ular dan ambruk tanpa bersuara.
Akting Totsuka yang membuatnya terlihat seakan dia akan menghilang tanpa jejak membuat para penonton menahan nafas mereka.
Cahaya panggung diredupkan.
Satu lampu sorot menyinari Hayama.
Adegan terakhir ditutup dengan monolog dari sang "narator".
Setelah monolog tersebut usai, para penonton memberi tepuk tangan yang sangat meriah.
Pertunjukkan perdana dari MusikalKecil (Musikal "Pangeran Kecil") berakhir dengan tiket terjual habis, menjadi kenangan yang indah.
Meski begitu, sebenarnya kamu tidak bisa menyebut ini musikal. Ini lebih menyerupai drama... Mereka tidak ada bernyanyi maupun menari.
7-4[edit]
Pintu ruang kelas ditutup setiap kali tidak ada pertunjukkan.
Sepertinya menjadi resepsionis juga berarti menjadi penjaga rumah karena aku sedang duduk di kursi di depan kelas kami sementara teman sekelasku beristirahat atau mengunjungi atraksi kelas yang lain.
Besok, aku harus pergi berkeliling sekolah sebagai tugas asisten dokumentasi di panitia komite, jadi cuma hari ini aku bisa berpartisipasi di dalam kelas. Karena tidak bisa berkontribusi terhadap persiapan awal kelas dan jadwal besok juga sudah penuh, cukup adil bagiku untuk tetap di sini sepanjang hari. Malah, aku ingin berterima kasih pada teman sekelasku karena mereka telah bersusah payah mempersiapkan dan mengesahkan pekerjaan ini padaku sebagai bentuk dalam partisipasi kelas.
Yah, orang-orang yang penuh perhatian seperti itu ada banyak sekali. Aku mungkin tahu siapa yang mengagaskan ide tersebut.
“Kerja bagus.”
Bruk, sebuah kantong plastik diletakkan di atas meja. Aku mendongak dan melihat Yuigahama.
Dia menarik sebuah kursi lipat yang tersandar di dinding, membuka lipatannya, dan menghempaskan dirinya ke atas kursi sambil berseru "oomph". Kamu itu nenek-nenek ya?
“Jadi, bagaimana?”
“Kurasa cukup bagus. Setidaknya para penonton terlihat menyukainya."
Mengesampingkan fakta bahwa itu tidak bisa benar-benar dianggap sebagai sebuah drama, pertunjukkan itu cukup baik dalam memancing perasaan para penontonnya. Visi super produser Ebina-san masih menjadi sebuah misteri bagiku, tapi aku rasa pertunjukkan itu cukup baik dalam memberikan hiburan yang lebih berfokus pada humor, seperti yang digagas oleh Tobe.
Tidak ada sesuatu yang benar-benar bisa dikeluhkan, apalagi karena ini adalah sesuatu yang dihasilkan pada festival budaya anak SMA. Membuat orang-orang dengan lingkaran sosial yang luas seperti Hayama, Tobe, dan Oooka sebagai bagian dari pemeran bukanlah sebuah tindakan pilih kasih, karena menurutku mereka mampu untuk memaksimalkan keseruan di dalam lingkaran sosial mereka masing-masing.
Melihat orang yang kamu kenal memainkan karakter yang lain, dan kemudian, melihat orang tersebut sesekali memancarkan sifat biasanya itu sejenis keseruan yang berbeda yang bisa mereka buat dibandingkan dengan hiburan biasa.
Jika dipikir seperti itu, musikal ini bisa dianggap lumayan bagus. Terutama karena Totsuka begitu imut.
“Ya, karena semua orang banting tulang mengerjakannya,” kata Yuigahama sembari dia merenggangkan badannya dan menekuk punggungnya ke belakang dan mengerang "Hnnǃ". Nada emosionalnya menyampaikan semua masalah yang harus mereka hadapi sampai hari ini. Kalian semua hebat sekali, sungguh... Omong-omong, kalau kamu merenganggkan badan sambil mengenakan T-shirt, perhatianku jadi tertarik pada belahan dada dan pusarmu, jadi tolong hentikan.
“Ya, aku tahu. Aku yakin mereka semua bekerja keras. Tapi aku tidak ada di sana jadi aku tidak tahu pasti."
“Duh, kamu kan bergabung ke panitia komite. Te-terus... apa kamu sama sekali tidak masalah dikucilkan saat kita membentuk lingkaran tadi?" Yuigahama menekan kedua jari telunjuk mereka bersama dan mendongak ke arahku. Ini adalah salah satu kebiasaannya setiap kali dia menanyakan sesuatu yang sensitif. Dia menguatirkan sesuatu yang tidak penting lagi.
“Tidak, tidak begitu. Lagipula, aku juga tidak melakukan apa-apa, jadi agak aneh kalau aku juga ikut." Itu tidak mengubah fakta bahwa dia sedang merasa prihatin denganku, jadi aku menjawabnya dengan jujur yang cukup jarang bagiku.
Yuigahama menghela dengan senyuman pasrah. "...Aku tahu kamu pasti bilang begitu."
“Huh, kok bisa…?”
Agak sedikit memalukan kalau kamu tahu apa yang akan aku katakan, jadi tolong hentikan. Yuigahama bersandar pada sandaran kursinya dan suara deriknya menyerupai suara tawa yang malu-malu.
“Duh. Maksudku, kamu begitu serius untuk hal-hal teraneh. Aku bisa mengetahuinya dengan melihatimu."
“Apa, kamu sedang melihatiku…?”
Kursi itu kemudian berderik kaget. Ketika aku melihatnya, Yuigahama sudah setengah berdiri dan melambai-lambaikan tangannya di depan dadanya. "Ah, cuma bercanda. Lupakan yang kubilang barusan. Aku sama sekali tidak melihatimu. Maksudku aku sering melihati yang lain."
“Uh, tidak masalah juga kalau kamu melihatku..." Aku menggaruk kepalaku sambil menyahut.
Kami berdua terdiam. Kemudian, suara dari dua kelas tetangga semakin bertambah keras.
Kelihatannya kelas 2-E dan 2-G sukses besar.
Terutama kelas 2-E. Mereka membuat semacam wahana jet coaster dan ada antrian yang panjang di sana.
Orang yang tidak sanggup menahan antrian yang panjang itu mulai mengeluh dan siswa kelas 2-E tampak bingung bagaimana mengatasinya.
Anehnya, antrian biasanya akan memancing lebih banyak antrian. Hal ini tidak cuma terbatas pada antrian. Barang-barang yang terjual akan semakin banyak terjual. Fakta bahwa barang itu terjual berperan juga sebagai iklan yang menyebabkan semakin tinggi angka penjualan barang tersebut.
Tidak terkecuali situasi kelas 2-E melihat ekor antrian yang semakin memanjang.
“Wow, itu terlihat sulit," seru Yuigahama.
“Situasinya akan semakin tidak terkendali jika dibiarkan terus, kan?"
Dari apa yang bisa kulihat, kelas 2-E tidak memiliki cukup tenaga sehingga mereka tidak bisa cukup cepat memproses antrian tersebut. Hanya tinggal menunggu waktu sampai lorong itu penuh sesak.
Pada saat itulah.
Priiiiiiit— terdengar suara yang melengking.
Aku melirik ke arah suara tersebut dan menemukan Meguri-senpai.
“Semuanya, ayo atasi," kata Meguri-senpai meskipun tidak ada orang di sekitarnya.
Tiba-tiba, anggota OSIS yang lain bermunculan. Mereka segera mengatur antrian tersebut dan memindahkan sisa-sisa orang yang ada di belakang ke tempat lain. Kalian itu staf di Komiket ya?
“Apakah ada ketua kelas 2-E di sini?" Yukinoshita juga ada di antara para OSIS. Dia segera memanggil ketua kelas, mendengarkan situasinya, dan memaparkan bagaimana cara menangani situasi tersebut.
“Yukinon keren sekali…”
“Ya. Tapi orang dari kelas 2-E itu tampak amat ketakutan…”
Bagi kami, Yukinoshita sedang bersikap seperti dirinya yang biasa, tapi bagi orang yang tidak mengenalnya dengan baik, aura dinginnya yang intens amat menakutkan.
“Tapi dia tampak jauh lebih baik sekarang."
“…Itu benar.”
Yukinoshita menghela kecil setelah menyelesaikan paparan mengenai langkah-langkah pencegahan dengan ketua kelas tersebut. Ketika dia mengangkat wajahnya, tatapannya terarah padaku untuk sesaat. Tapi dia segera memalingkan pandangannya dan berjalan pergi. Mungkin ada tugas lain yang perlu dia urus.
Selagi kami melihatnya pergi, aku berbicara pada Yuigahama yang duduk di sampingku, "Hei, boleh aku bertanya sesuatu?"
“Hm? Tanya apa?” Yuigahama menyandarkan dagunya pada kedua tangannya di atas meja dan menjawab tanpa berpaling.
“Ketika kita pergi ke tempat Yukinoshita kemarin, apa kalian ada membicarakan sesuatu?" tanyaku.
Yuigahama bergumam sambil berpikir dan kemudian berkata, "Tidak ada sama sekali."
“Huh?” Aku meminta penjelasan dengan bahasa isyarat.
Yuigahama kemudian menceritakan kelanjutan hari itu. "Ini ketika kamu sudah pulang, Hikki. Kami lapar, jadi kami makan malam bersama. Lalu kami menonton beberapa DVD. Setelah itu, aku pulang... Jadi aku tidak menanyakan apapun yang ingin kamu tahu padanya, Hikki.”
Kalimat terakhirnya tersebut nyaris seakan dia sedang menolak untuk menceritakannya.
“…Yah, sebenarnya juga tidak ada yang ingin kuketahui.”
“Sungguh? Tapi aku ingin mengetahui beberapa hal."
“Huh? Jadi kenapa—“
—kamu tidak menanyakannya? Aku mencoba bertanya, tapi ketika aku melihat mimik wajah Yuigahama, suaraku pudar. Ekspresinya selagi dia melihat Yukinoshita yang berjalan melewati belokan lorong tampak begitu tulus sampai aku ragu untuk melanjutkan kata-kataku.
“Aku akan menunggu Yukinon. Aku rasa dia sedang berusaha sebisanya untuk berbicara dengan kita dan lebih dekat dengan kita... Itulah kenapa aku akan menunggunya."
Itu adalah jawaban yang bisa kamu duga dari Yuigahama.
Yuigahama pasti akan menunggu. Itu karena selama ini dia telah berusaha untuk lebih dekat. Yukinoshita sepenuhnya memahami hal ini dan itulah kenapa dia sedang berusaha untuk membalasnya dengan mencoba untuk juga ikut melangkah maju.
“Tapi aku tidak akan menunggu orang yang tidak akan kemana-mana."
“Huh? Yah benar juga, tidak ada gunanya menunggu orang seperti itu."
Yuigahama tersenyum tipis. Sambil memegangi pipinya dengan kedua tangan, dia memutar sedikit badannya ke arahku.
Di depan kelas yang sedang bersantai, arus lalu lalang orang meningkat. Para murid berjalan kesana kemari di lorong ini, menuju ke tempat tujuan mereka yang selanjutnya atau mencoba untuk menarik lebih banyak pengunjung. Keramaian ini tidak perlu membeda-bedakan siapapun baik setiap orang yang sedang bergegas maupun kami. Keramaian itu menyatu dengan latar belakang, menjadi bagian dari suara-suara di sekitar kami.
Itulah kenapa aku bisa mendengar suaranya dengan begitu jelas, suara yang jauh lebih menenangkan dan dewasa dibanding biasanya.
“Bukan begitu. Aku tidak akan menunggu... tapi aku yang akan mengejarnya.”
Jantungku melompat. Rasa nyerinya terasa seperti akan mengoyakku dari dalam.
Ketika aku melihat mata Yuigahama yang berkaca-kaca, itu membuatku ingin berpikir mengenai makna dari kata-kata tersebut. Tapi kalau aku memikirkannya, aku akan tiba ke jalan buntu. Dan akhirnya, aku mungkin akan keliru. Sampai sejauh ini aku sudah banyak keliru mengenai banyak hal. Tapi kali ini, aku tidak mau keliru, aku pasti tidak mau keliru.
Itulah kenapa aku tidak memiliki kata-kata yang diperlukan untuk menjawabnya pada saat ini.
“Iyakah…”
“Uh huh, iya.”
Aku memberikan jawaban yang tidak berarti dan tidak jelas dan Yuigahama membalasnya dengan senyuman yang malu-malu.
Senyuman malu-malu tersebut memberitahuku bahwa pembahasan ini sudah selesai.
Kami berdua menghela kecil dan memalingkan pandangan kami.
Pada saat itulah mataku melihat kantong plastik yang bersandar di atas meja.
“Omong-omong, itu kantong apa?"
“Oh, aku lupa. Kamu belum makan siang, kan?"
Dia meraih-raih ke dalam kantong tersebut dan mengeluarkan sebuah kotak kertas. Dia kemudian mengeluarkan sesuatu dari kotak tersebut. Huh. Itu matryoshka[6] yang agak aneh. pikirku, tapi kelihatannya itu benda yang lain.
Itu sepertinya, roti atau sejenisnya. Sebuah roti yang tembem dan berbentuk persegi panjang.
Roti itu dilumuri dengan krim kocok, dihias dengan sirup coklat dan meses coklat beraneka warna. Tapi ini pada dasarnya sebuah roti. Roti persegi panjang yang tembem. Dilihat lagi, ini cuma roti. Kue? Lebih cocok dibilang roti.
Tapi dengan bangga Yuigahama mengangkat roti dengan krim kocok tersebut SIAP DISAJIKAN. But Yuigahama proudly lifted up that loaf of bread ON THE FRESH CREAM[^5].
“Tada! Hanitō [7]!”
…Ooh, jadi ini hanitō yang super terkenal di "Pasela, Karaoke Favorit Semua Orang" itu... Ini menu kolaborasinya atau apa ya? Apa aku salah? Bukan kolaborasi? Apa kita tidak akan mendapat minuman dan tatakan gelas yang dibuat khusus buat kami?[8] Aku juga suka Karatetsu[9]!
Aku melihatinya dengan tatapan yang sedikit menggebu-gebu. Mungkin karena itulah Yuigahama berkata dengan jengkel, "Itu biasa saja. Ada menu ini juga di Pasela Chiba."
“Uh, kamu tahu aku tidak sering pergi karaoke."
Tapi di tangan seorang amatiran, kualitas seperti inilah yang bisa kamu harapkan dari hanitō. Tentu saja, koki profesional bisa membuatnya lebih otentik. Maksudku, kalau ini mah cuma roti doang. Tidak bisakah mereka lebih berusaha sedikit untuk membuatnya terlihat tidak seperti roti? Ini jelas sekali roti. Roti yang sebenar-benarnya.
“Yoink,” Yuigahama secara tak terduga berseru dengan semangat saat dia membagi makanannya dan menaruhnya pada piring kertas. Jadi kamu melakukannya dengan tangan kosong... Yah, tidak masalah juga.
Aku menerima seporsi hanitō yang sudah dipotong itu.
“Enak sekali!” Yuigahama melahap makanannya sampai mulutnya penuh, mengunyah sampai membuat krimnya terlumur pada wajahnya. Dia pasti pecinta manis. Dia terlihat cukup senang.
Saat aku melihat ekspresinya, aku mulai merasa bahwa aku sendiri mungkin juga akan menyukai hanitō ini.
Aku mengambil sepotong ke dalam mulutku dengan antusias.
…Roti ini keras sekali... Madunya bahkan belum meresap sampai ke dalam.
Krim kocoknya tidak cukup banyak, jadi di tengah kunyahanku menjadi terasa seperti sedang dihukum perlahan-lahan... Selera Yuigahama untuk memilih ini sebagai makan siang cukup berbahaya juga.
Tapi orang yang dimaksud terlihat puas. Apa ada sesuatu yang enak di roti ini?
“Krimnya enak sekali!”
Hei... Tunggu dulu... memang hanitō itu perlu krim kocok ya? Dan kamu juga mencuri sebagian krimnya dari porsiku, kan?
Aku berpikir untuk merepetinya, tapi aku menahan diriku karena Yuigahama terlihat sangat menikmatinya. Kami menyelesaikan makanan kami dengan teh, sebagai penutup.
…Hmm, yah. Kurasa enak, mungkin?
Yuigahama menyelesaikan makanannya dan menyeka krim di mulutnya dengan tisu.
Bibirnya berkilau. Cahaya matahari yang terpantul dari bibirnya sangat menyilaukan. Sehingga aku jadi memalingkan pandanganku.
Hanitō ini cukup besar meskipun untuk kami berdua. Yah, tapi itu memang sepapan roti...
Berarti harganya pasti mahal. Itu bukan seperti sandwich.
“Oh ya, berapa jadinya?" tanyaku sambil mengeluarkan dompetku.
Yuigahama menghentikanku. “Tidak usah. Itu tidak seberapa."
“Tidak, jangan begitu.”
“Aku bilang tidak usah!” Yuigahama menolak dengan keras kepala. Kalau begitu terus, ini tidak akan selesai-selesai...
“Aku memang berniat untuk diberi nafkah, tapi aku tidak akan menerima sumbangan!"
“Apa-apaan dengan harga diri anehmu itu!?"
Yuigahama mengerang dan berpikir untuk beberapa saat. Dia kemudian berbisik pelan, "Astaga. Kamu menjengkelkan sekali, Hikki... Ya sudah. Kalau begitu lain kali kamu traktir aku hanitō, bagaimana...? Hmm, di Pasela Chiba."
“Kamu juga sudah memilih tempatnya...?" tuturku dengan getir, tapi bahkan aku juga mengerti maksud di baliknya.
Karena itu, aku mendapati diriku sekali lagi memperhitungkan jarakku dengan Yuigahama.
Aku sungguh berpikir bahwa kami sudah semakin dekat dibanding sebelumnya. Aku tidak se-parah itu sampai aku akan terus menyangkal fakta tersebut.
Sama juga dengan formulir yang kemarin. Kalau cuma untuk mengisinya saja, aku sebenarnya bisa meminta bantuan siapa saja.
Tapi aku malah sengaja mencari Yuigahama dan bahkan mengandalkan dirinya.
Aku yang mengizinkan hal tersebut.
Sangat mudah sekali untuk mengandalkan Yuigahama.
Namun.
Itulah persisnya kenapa aku perlu terus menahan diriku.
Untuk meletakkan kepercayaan begitu saja pada seseorang itu merupakan suatu ketergantungan.
Aku tidak boleh mengandalkan kebaikan hati Yuigahama. Aku tidak boleh membiarkan niat baik Yuigahama memanjakanku.
Kebaikannya adalah sesuatu yang telah menciptakan memori yang menyakitkan, membuatmu kuatir dan menderita karenanya, dan memerasmu sampai habis karenanya. Dan aku tahu semua itu. Itulah kenapa aku tidak bisa percaya padanya semudah itu.
Jika ada suatu kemungkinan kecil bahwa semua ini bukan karena kebaikannya atau niat baiknya, tapi karena suatu perasaan yang jauh lebih berbeda, maka aku harus jauh lebih berhati-hati. Karena itu artinya memperalat kelemahan seseorang.
Perasaan harus dikendalikan dengan baik.
Jarak yang sesuai harus dipertahankan.
——Jadi apakah aku boleh untuk setidaknya melangkah selangkah lagi?
Festival budaya adalah sebuah festival. Sebuah festival itu luar biasa.
Rasa luar biasa itulah yang membuat keputusan yang kamu ambil lebih aneh dari biasanya. Tapi yah, aku yakin bahkan diriku akan membuat keputusan yang salah, setidaknya untuk hari ini.
“…Boleh kita pilih tempat yang lain?"
“Uh huh, tentu,” Yuigahama tersenyum. "Jadi kapan kita pergi?"
Ada suatu intensitas aneh di balik senyumannya.
“U-Um, Maafkan aku. Boleh beri aku sedikit waktu lagi untuk memikirkannya...?" Aku mendapati diriku berbicara dengan sopan.
Yuigahama menyahuti jawabanku dengan helaan yang enggan.
Festival budaya ini hanya tinggal satu hari lagi.
Namun, sudah pasti, akhirnya akan tiba.
Jam yang terus berdetak detik demi detik menandakan bahwa bahkan momen ini, juga akhirnya akan berakhir.
Mundur ke Bab 6 | Kembali ke Halaman Utama | Lanjut ke Bab 8 |
Catatan Translasi[edit]
- ↑ Karakter dari penulis horor H.P. Lovecraft. Salah satu julukannya adalah Dewa Seribu Bentuk.
- ↑ Nama samaran seorang pegulat dari Meksiko, namanya jika dalam bahasa Spanyol artinya ribuan wajah.
- ↑ Toko retail di Jepang yang sering memberikan diskon.
- ↑ Salah satu merek sake di Jepang. Onikoroshi artinya Demon slayer atau pembasmi iblis.
- ↑ Yaranaika? (やらないか). Meme Jepang yang berbau hentai.
- ↑ Boneka khas Rusia yang dapat diisi dengan boneka-boneka yang lebih kecil.
- ↑ Makanan penutup khas Jepang. Roti dan kulitnya dipisah, roti putihnya dipotong jadi kubus lalu roti beserta kulitnya dilumuri campuran mentega dan madu. Kemudian dipanggang. Kemudian disusun kembali dalam bentuk kotak dan sembari diberi hiasan berupa krim, coklat, dst sesuai selera. Coba dilihat, kelihatan lezat sekali.
- ↑ Karaoke Pasela berkolaborasi dengan anime Fantasista Doll di tahun 2013. Terdapat minuman, hanitō dan tatakan gelas bertemakan anime tersebut.
- ↑ Karaoke no Tetsujin. Salah satu tempat karaoke di Jepang.