Hakomari (Indonesia):Jilid 1 Ke-2601 kali: Difference between revisions

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Bakayarou (talk | contribs)
This chapter currently 55% translated
 
Lios00 (talk | contribs)
mNo edit summary
 
(26 intermediate revisions by 6 users not shown)
Line 1: Line 1:
2601st time
==Ke-2,601 kali==
 
 
"Aku Aya Otonashi."
"Aku Aya Otonashi."


 
Murid pindahan itu hanya menggumamkan hal tersebut.
Murid pindahan itu hanya mengucapkan hal tersebut.
 
 
?
 
 
"Oh my God! Ini luar biasa!"




Haruaki Usui, temanku yang biasa duduk di sebelahku mengatakan hal


tersebut dengan suara yang agak keras. Meski kelas masih berlangsung, dia
<p style="font-size:2em; text-align: center;">✵</p>


menepuk punggungku dengan penuh semangat,


"Oh my god! Itu luar biasa!"


Haruaki? elo tahu nggak sih kalau itu sakit sekali. Dan juga pandangan
Haruaki Usui, <u>yang duduk di sebelahku</u> mengatakan hal tersebut dengan suara yang agak keras, meski kelas masih berlangsung, dan menepuk punggungku dengan penuh semangat.
 
memalukan dari murid-murid yang lain...


Haruaki? Kau tahu, itu sakit sekali. Dan juga dilihat oleh murid-murid yang lain itu memalukan...


Pandangan Haruaki sudah kembali ke arah si murid pindahan, Aya Otonashi.
Pandangan Haruaki sudah kembali ke arah si murid pindahan, Aya Otonashi.


"Pandangan kami bertemu! Ini sungguh hebat!"
"Pandangan kami bertemu! Ini sungguh hebat!"


 
"Yah, wajar saja, saat dia melihat sekeliling, mungkin saja pandangannya kebetulan bertemu dengan pandanganmu."
"Yah, wajar saja, saat dia melihat sekeliling, bisa saja pandangannya  
 
ketemu sama elo."
 


"Hoshii, ini TAKDIR!"
"Hoshii, ini TAKDIR!"


Tunggu, apa? Takdir?
Tunggu, apa? Takdir?


 
"Akh, lagi pula, dia itu terlalu cantik! Dia pasti dianggap sebagai karya seni jika dia berada di pasaran perdagangan seluruh dunia... dan kemudian dia akan diakui sebagai harta negara. Oh, sial, sudah terlambat, hatiku sudah dicuri olehnya... Aku akan menyatakan perasaanku padanya!"
"Akh, lagipula, dia itu terlalu cantik! Dia pasti dianggap sebagai karya  
 
seni jika dia berada di pasaran perdagangan seluruh dunia... dan kemudian  
 
dia akan diakui sebagai harta negara. Oh, shit, sudah terlambat, hati gue
 
sudah terebut sama dia... Gue bakal nembak tuh cewek!"
 


Cepat sekali!!
Cepat sekali!!


Bel pun berbunyi. Setelah kami berdiri dan memberi salam kepada guru, Haruaki langsung pergi ke arah Otonashi-san.


Bel pun berbunyi. Setelah kami berdiri dan memberi salam kepada guru,
"Aya Otonashi-san! Aku jatuh cinta pada pandangan pertama denganmu. Aku suka padamu!"
 
Haruaki langsung pergi ke arah Otonashi-san.
 
 
"Aya Otonashi-san! Aku jatuh cinta pada pandangan pertama denganmu. Aku  
 
suka padamu!"
 


Uwaa, dia benar-benar melakukannya...
Uwaa, dia benar-benar melakukannya...


 
Aku tidak dapat mendengar jawaban Otonashi-san. Tapi wajah Haruaki sudah memperlihatkannya, dengan kata lain dia gagal. Ah... tidak. Mestinya tidak usah melihat ke wajahnya. Itu sudah pasti.
Aku tidak dapat mendengar jawaban Otonashi-san. Tapi wajah Haruaki sudah  
 
memperlihatkannya, dengan kata lain dia gagal. Ah... tidak . Mestinya  
 
tidak usah melihat ke wajahnya. Itu sudah pasti.
 


Haruaki kembali ke depan mejaku,
Haruaki kembali ke depan mejaku,


"Mustahil, aku... ditolak?"


"Mustahil, gue... ditolak?"
Dia pikir akan berhasil?Menakutkan karena dia terlihat begitu sangat serius...
 
 
Dia pikir dia akan berhasil?... Apa kata dunia!? Kalau benar-benar
 
berhasil, ceritanya jadi Beauty and the Beast kali? Menakutkan karena dia  
 
terlihat super serius kayak begitu...
 
 
"Itu wajar kan? Kalau elo tiba-tiba nembak dia kayak gitu, justru malah
 
mengganggu dia!"
 
 
"Hm, betul juga. Oke, gue bakal nembak dia lagi! Tapi kali ini nggak
 
bakal secara tiba-tiba! Yeah, perasaan gue ini pasti dapat tersampaikan


ke dia suatu saat nanti!"
"Itu wajar, 'kan? menyatakan perasan padanya seperti itu, justru malah mengganggu dia!"


"Hm, betul juga. Oke, aku bakal menyatakan padanya lagi! Tapi kali ini tidak secara tiba-tiba! Yeah, perasaanku ini pasti dapat tersampaikan kepadanya suatu saat nanti!"


Di satu sisi, aku pikir cara berpikirnya yang positif membuatku iri.
Di satu sisi, aku pikir cara berpikirnya yang positif membuatku iri. Tapi di sisi lainnya lebih baik aku tidak memikirkannya.
Tapi disisi lainnya lebih baik aku tidak memikirkannya.


"Apa kalian bersenang-senang? Buat gue, tadi itu pertunjukan yang lumayan  
"Having fun, guys? Untukku, tadi itu pertunjukan yang lumayan bagus. Ngomong-ngomong, para gadis memandang kalian dengan tatapan menghina, lho."
 
bagus. Ngomong-ngomong, para gadis memandang kalian dengan tatapan  
 
menghina, lho."


Daiya bergabung ke percakapan kami dengan kalimat itu.
Daiya bergabung ke percakapan kami dengan kalimat itu.


"Eh!? Bukannya cuma Haruaki saja?"
"Eh!? Bukannya cuma Haruaki saja?"


"Oh, tidak, kau juga. Aku kira, para gadis menganggapmu sejenis dengannya."


"Oh, tidak, elo juga. Gua kira, para gadis menganggap elo sejenis
"Oh, sejenis denganku? Itu adalah pujian! Bukan begitu, Hoshii?"
 
dengannya."
 
 
"Oh, sejenis dengan gue? Itu adalah kehormatan bagi saya! Bukan begitu,  
 
Hoshii?"
 
 
A-apapun selain itu...
 
 
"Selain itu, Daiyan, bahkan elo pun sebenarnya ingin melakukan sesuatu
 
buat menarik perhatiannya, kan?"
 
 
Haruaki menyenggol Daiya dengan sikutnya. Alasan kenapa dia tidak takut


melakukan hal itu mungkin karena mereka adalah teman sejak kecil. Atau
A-apa pun selain itu...


mungkin, hanya karena dia tidak memikirkan akibatnya.
"Selain itu, Daiyan, bahkan kau pun sebenarnya ingin melakukan sesuatu buat menarik perhatiannya, 'kan?"


Haruaki menyenggol Daiya dengan sikutnya. Alasan kenapa dia tidak takut melakukan hal itu mungkin karena mereka adalah teman sejak kecil. Atau mungkin, hanya karena dia tidak memikirkan akibatnya.


Daiya menghela napas dan langsung menjawab,
Daiya menghela napas dan langsung menjawab,


"Tidak sama sekali."
"Tidak sama sekali."


"Mustahil, Daiyan! Lalu, siapa yang bisa menggerakkan hatimu!?"


"Mustahil, Daiyan! Lalu, siapa yang bisa menggerakkan hati elo!?"
"Tidak ada hubungannya kalaupun jantungku berdetak lebih cepat karena penampilan Otonashi-san. Aku mungkin mengakui kecantikannya tapi aku tetap tidak akan melakukan apapun untuk menarik perhatiannya."
 
 
"Nggak ada hubungannya kalaupun jantung gue berdetak lebih cepat karena  
 
penampilan Otonsahi-san. Gue mungkin mengakui kecantikannya tapi gue
 
tetap nggak bakal melakukan apapun untuk menarik perhatiannya."
 


"Hah?"
"Hah?"


"Haruaki, kau tidak mengerti sama sekali, ya, 'kan? Ya, tentu saja perasaan ini tidak akan dimengerti oleh monyet sepertimu yang hidup hanya dengan mengandalkan nalurinya dan menembak setiap gadis yang memiliki wajah cantik."


"Haruaki, elo nggak mengerti sama sekali, ya kan? Ya, tentu saja perasaan
"Apa!? Lagi pula, apa hubungannya antara naluri dengan penampilan!?"


ini nggak akan dimengerti oleh monyet seperti elo yang hidup hanya dengan
"Karena penampilan seseorang berpengaruh terhadap keberhasilannya, hal itu naluriah untuk merasa tertarik kepada orang yang memiliki wajah yang bagus."


mengandalkan nalurinya dan menembak setiap gadis yang memiliki wajah  
"Oh..","Oh.." Haruaki dan aku mengehela napas karena kagum pada saat yang bersamaan. Daiya memperlihatkan wajah takjub karena terkejut bahwa kami belum mengetahui hal semacam itu.


cantik."
"Aku tahu, Daiyan! Kau bilang kalau kecantikannya di luar jangkauan yang bahkan kau sendiri tidak bisa melakukan apapun untuk menarik perhatiannya, ya, 'kan?! Sungguh, kekalahan yang tak terhindarkan! Benar, 'kan? Seperti seekor rubah yang membuat dirinya berpikir kalau 'anggur itu busuk' ketika ada anggur tidak terjangkau olehnya. Ini disebut rasionalisasi. Tidak keren! Itu sama sekali tidak keren, Daiyan!"


"Seberapa banyak perkataanku yang tidak kau dengar, hah?... yah, sebagian dari pernyataanmu memang tidak jelek, tapi untuk sebagian lainnya, kubunuh kau."


"Apa!? Lagipula, apa hubungannya antara naluri dengan penampilan!?"
"Oho, jadi kau benar-benar tidak bisa melakukan apa pun untuk mencuri hatinya,"


Akhirnya Daiya memukul Haruaki tepat di wajahnya yang sedang terlihat senang.
Uwaa, apa yang gunanya dia tahan emosinya selama ini kalau dia memukul Haruaki seperti itu...


"Karena penampilan seseorang berpengaruh terhadap keberhasilannya, hal
"Ini tidak seperti 'Aku nggak bisa melakukan apapun untuk menarik perhatiannya' tapi lebih seperti 'Dia tidak melakukan apapun untuk menarik perhatianku'!"


itu naluriah untuk merasa tertarik kepada orang yang memiliki wajah yang
"Sombong sekali...hey, Hoshii, bukannya orang ini terlalu sombong cuma karena penampilannya?"


bagus."
Haruaki berkata seperti itu tanpa ada sedikit pun rasa menyesal.


"Dia sih tidak melakukan apa pun untuk menarik perhatianku bukan karena aku di luar jangkauannya! Memang mungkin saja hal itu terjadi, tapi itu tidak berlaku padanya."


"Oh..","Oh.." Haruaki dan aku mengehela napas secara bersamaan karena
"Uwaa, berani sekali dia berkata hal yang seperti itu!"


kagum pada saat yang bersamaan. Daiya memperlihatkan wajah takjub karena
"Dia tidak menganggapku di luar jangkauannya. Bukan, bahkan dia tidak membuat klasifikasi seperti itu. Sejak awal, dia memang tidak tertarik pada kita. Dia bahkan tidak memandang kita sama sekali. Sama halnya melihat serangga hanya sebagai seekor serangga, dia juga menganggap seseorang hanya sebagai seseorang. Hanya itu. Dia tidak peduli akan perbedaan seperti antara wajah tampanku dan wajah jelek Haruaki. Seperti kita tidak membedakan jenis kelamin kecoa. Bagaimana kau bisa menarik perhatian gadis seperti itu?"
 
terkejut bahwa kami belum mengetahui hal semacam itu.
 
 
"Gue tahu, Daiyan! Elo bilang kalau kecantikannya diluar jangkauan yang
 
bahkan elo sendiri nggak bisa melakukan apapun untuk menarik
 
perhatiannya, ya kan?! Sungguh, kekalahan yang tak terhindarkan! Benar
 
kan? Seperti seekor rubah yang membuat dirinya berpikir kalau 'anggur itu
 
busuk' ketika sebuah anggur tidak terjangkau olehnya. Ini disebut
 
rasionalisasi. Kalau begitu, nggak keren! Elo sama sekali nggak keren,
 
Daiyan!""
 
 
"Seberapa banyak perkataan gue yang elo dengar, hah?...yah, sebagian dari
 
pernyataan elo memang tidak jelek, tapi untuk sebagian lainnya, kubunuh
 
kau."
 
 
"Oho, jadi elo benar-benar nggak bisa melakukan apapun untuk menangkap
 
hatinya,"
 
 
Akhirnya Daiya memukul Haruaki tepat di wajahnya yang sedang terlihat
 
senang.
Uwaa, apa yang sebenarnya dia tahan selama ini sehingga dia memukul
 
Haruaki seperti itu...
 
 
"Ini tidak seperti 'Gue nggak bisa melakukan apapun untuk menarik
 
perhatiannya' tapi lebih seperti 'Dia nggak melakukan apapun untuk
 
menarik perhatian gue'."
 
 
"Sombong sekali...hey, Hoshii, bukannya orang ini terlalu sombong cuma
 
karena penampilannya?"
 
 
Haruaki berkata seperti itu tanpa ada sedikitpun rasa menyesal.
 
 
"Dia tidak melakukan apapun untuk menarik perhatian gue bukan karena gue
 
diluar jangkauannya! Mungkin saja hal itu terjadi, tapi itu tidak berlaku
 
padanya."
 
 
"Uwaa, beraninya dia berkata hal yang aneh!"
 
 
"Dia tidak menganggap gue diluar jangkauannya. Bukan, bahkan dia tidak  
 
membuat klasifikasi seperti itu. Sejak awal, dia memang tidak tertarik  
 
pada kita. Dia bahkan tidak memandang kita sama sekali. Seperti
 
menganggap serangga sebagai seekor serangga. Dia menganggap seseorang  
 
sebagai seseorang. Hanya itu. Dia tidak peduli akan perbedaan seperti  
 
antara wajah tampanku dengan wajah jelek Haruaki. Seperti kita tidak  
 
membedakan jenis kelamin kecoak. Bagaimana elo bisa menarik perhatian  
 
gadis seperti itu?"
 
 
Bahkan Haruaki pun terdiam karena pernyataan tentang Otonashi-san yang
 
dikatakan oleh Daiya.


Bahkan Haruaki pun terdiam karena pernyataan tentang Otonashi-san yang dikatakan oleh Daiya.


"...Daiya."
"...Daiya."


Akupun mulai bicara
Akupun mulai bicara


"Sepertinya kau sangat tertarik kepada Otonashi-san."


"Elo terlihat sangat tertarik kepada Otonashi-san."
Daiya tidak dapat berkata apa pun. Ah, itu adalah reaksi yang sangat langka. Apa aku salah? Dia pasti benar-benar memperhatikan Otonashi-san sampai dia bisa melakukan analisis seperti itu.


"...Cih, aku nggak tertarik!"


Daiya tidak dapat berkata apapun. Ah, itu adalah reaksi yang sangat
"Hee, mukamu memerah."


langka. Salahkah aku? Dia pasti benar-benar memperhatikan Otonashi-san
"Hey, Kazu, kalau kau terus berkata seperti itu, kan aku tambah daftar trauma-mu."


sampai dia bisa melakukan analisis seperti itu.
Daiya terlihat agak marah... Sepertinya dia sadar kalau dia tidak akan bisa akrab dengan Otonashi-san.


"Meski dengan intuisi super bodoh kalian yang seperti serangga, kalian akan segera sadar dengan keabnormalannya."


"Cih, Gue nggak tertarik!"
Itu terdengar seperti alasan yang dibuat-buat,


tapi itu bukan.


"Hee, muka elo memerah."
Kau tahu, apa yang dia katakan sangat tepat.




"Hey, Kazu, jika elo terus berkata seperti itu, bakal gue tambah daftar
<p style="font-size:2em; text-align: center;">✵</p>


trauma elo."
Daiya terlihat agak marah... Sepertinya dia sadar kalau dia tidak akan
bisa akrab dengan Otonashi-san.
"Meski dengan intuisi super bodoh kalian yang seperti serangga, kalian
akan segera sadar dengan keabnormalannya."
Kata-kata tadi terdengar sedikit dibuat-buat,
atau juga benar.
Kau tahu? Perkataanya tepat sekali.
?
Segera setelah perkenalan, Otonashi-san tiba-tiba mengangkat tangannya.
Tanpa menunggu izin dari Hokubo-sensei, dia berdiri dan mulai berbicara.


Segera setelah perkenalan, Otonashi-san tiba-tiba mengangkat tangannya. Tanpa menunggu izin dari Hokubo-sensei, dia berdiri dan mulai berbicara.


"Aku ingin kalian semua melakukan sesuatu sekarang."
"Aku ingin kalian semua melakukan sesuatu sekarang."


Tidak peduli dengan seisi kelas yang kebingungan, dia meneruskan kalimatnya,


Tidak peduli dengan seisi kelas yang kebingungan, dia meneruskan
"Ini hanya memerlukan waktu 5 menit. Tentu kalian dapat melakukannya, bukan?"
 
kalimatnya,
 
 
"Ini hanya memerlukan waktu 5 menit. Tentu kalian dapat melakukannya  
 
bukan?"
 
 
Meskipun tidak ada yang menjawab, dia maju ke depan kelas dan meminta
 
agar Hokubo-sensei keluar dari kelas, seperti dia sudah biasa melakukan
 
hal itu dan berdiri di depan kelas. Meski hal yang dilakukan dia itu
 
tidak wajar, ini terasa seperti sesuatu yang sudah  biasa bagiku. Melihat
 
reaksi yang lainnya, sepertinya mereka berpikir sama.


Meskipun tidak ada yang menjawab, dia maju ke depan kelas dan meminta agar Hokubo-sensei keluar dari kelas, seperti dia sudah biasa melakukan hal itu dan berdiri di depan kelas. Meski hal yang dilakukan dia itu tidak wajar, ini terasa seperti sesuatu yang sudah  biasa bagiku. Melihat reaksi yang lainnya, sepertinya mereka berpikir sama.


Ruang kelas menjadi sunyi.
Ruang kelas menjadi sunyi.


 
Berdiri di depan kelas, Otonashi-san membuka mulutnya sambil memandang lurus ke depan,
Berdiri di depan kelas, Otonashi-san membuka mulutnya sambil memandang  
 
lurus ke depan,
 


"Aku ingin kalian menuliskan sesuatu untukku."
"Aku ingin kalian menuliskan sesuatu untukku."


 
Otonashi-san membagikan sesuatu kepada murid yang berada di barisan depan. Murid yang menerimanya mengambil selembar dan menyerahkan sisanya ke murid di belakang seperti membagikan soal ulangan. Yang kudapat cuma kertas sepanjang 10 sentimeter.
Otonashi-san membagikan sesuatu kepada murid yang berada di barisan  
 
depan. Murid yang menerimanya mengambil selembar dan menyerahkan sisanya  
 
ke murid di belakang seperti membagikan soal ulangan. Yang kudapat cuma  
 
kertas sepanjang 10 sentimeter.
 


"Jika sudah selesai, kembalikan kertasnya padaku."
"Jika sudah selesai, kembalikan kertasnya padaku."


"Apa maksudnya dengan «melakukan sesuatu» itu?"


"Apa maksudnya dengan << melakukan sesuatu>> itu?"
Ketika Kokone bertanya seperti mewakili kelas, Otonashi-san menjawab dengan entengnya,
 
 
Ketika Kokone bertanya seperti mewakili kelas, Otonashi-san menjawab  
 
dengan entengnya,
 


"Namaku."
"Namaku."


 
Ruang kelas yang tadinya sunyi menjadi berisik. Wajar saja, akupun tidak mengerti. Namanya? Semuanya sudah pasti tahu, karena tadi pagi dia memperkenalkan diri sebagai 'Aya Otonashi'.
Ruang kelas yang tadinya sunyi menjadi berisik. Wajar saja, akupun tidak  
 
mengerti. Namanya? Semuanya sudah pasti tahu, karena tadi pagi dia  
 
memperkenalkan diri sebagai 'Aya Otonashi'.
 


"Sungguh bodoh!"
"Sungguh bodoh!"


 
Orang yang bisa mengatakan hal tersebut di saat seperti ini cuma satu,
Orang yang bisa mengatakan hal tersebut disaat seperti ini cuma satu,
 


Daiya Oomine.
Daiya Oomine.


Seketika itu juga teman-teman sekelasku menahan napas mereka. Karena mereka tahu bahwa bermusuhan dengan Daiya adalah hal yang luar biasa buruk.


Seketika itu juga teman-teman sekelasku menahan napas mereka. Karena
"Namamu Aya Otonashi, kan? Kenapa kau ingin kami menuliskannya? Apa sampai segitunya kau mau agar kami semua dapat mengingat namamu secepatnya!?"
 
mereka tahu bahwa bermusuhan dengan Daiya adalah hal yang luar biasa
 
buruk.
 
 
"Nama elo Aya Otonashi, kan? Kenapa elo ingin kita semua menuliskannya? Apa  
 
sampai segitunya elo mau agar kami semua dapat mengingat nama elo
 
secepatnya!?"
 


Otonashi-san tetap santai meskipun diprotes seperti itu.
Otonashi-san tetap santai meskipun diprotes seperti itu.


 
"Aku akan tulis «Aya Otonashi». Aku sudah memberitahumu, jadi, aku tidak perlu menulisnya lagi, 'kan?"
"Gue bakal tulis <<Aya Otonashi>>. Gue sudah memberitahu elo, jadi, gue
 
nggak usah menulisnya lagi, kan?"
 


"Ya, aku tidak peduli."
"Ya, aku tidak peduli."


 
Daiya tidak mengira kalau dia akan diberi jawaban sesingkat itu dan dia pun pergi tanpa mengatakan apapun.
Daiya tidak mengira kalau dia akan diberi jawaban sesingkat itu dan dia  
 
pun pergi tanpa mengatakan apapun.
 


"Cih!"
"Cih!"


Daiya merobek kertas itu sekeras mungkin dan langsung meninggalkan kelas.
Daiya merobek kertas itu sekeras mungkin dan langsung meninggalkan kelas.


"Ada apa? Kenapa kalian tidak segera menulis?"
"Ada apa? Kenapa kalian tidak segera menulis?"


Tidak ada yang mulai menulis. Tentu saja, kami terkejut terhadap sikap Otonashi. Dia membuat Daiya terdiam. Sebagai teman sekelas Daiya, kami tahu seberapa luar biasanya kejadian barusan tadi.


Tidak ada yang mulai menulis. Tentu saja, kami terkejut terhadap sikap
Tidak ada yang dapat melakukan apa pun selama beberapa waktu. Tapi, setelah seseorang terdengar mulai menulis sesuatu, semuanya pun mengikutinya.
 
Otonashi. Dia membuat Daiya terdiam. Sebagai teman sekelas Daiya, kami
 
tahu seberapa luar biasanya kejadian barusan tadi.
 
 
Tidak ada yang dapat melakukan apapun selama beberapa waktu. Tapi,  
 
setelah seseorang terdengar mulai menulis sesuatu, semuanya pun  
 
mengikutinya.
 
 
Mungkin tidak ada satupun yang tahu maksud Otonashi-san, tapi pada
 
akhirnya hanya satu hal yang dapat kami tulis.
 
 
Nama <<Aya Otonashi>>.
 
 
Orang pertama yang menyerahkan adalah Haruaki. Melihat hal itu, beberapa
 
murid yang lain mengikutinya. Ekspresi Otonashi-san tidak berubah ketika


dia menerima kertas dari Haruaki.
Mungkin tidak ada satu pun yang tahu maksud Otonashi-san, tapi pada akhirnya hanya satu hal yang dapat kami tulis.


Nama «Aya Otonashi».


Itu mungkin...jawaban yang salah.
Orang pertama yang menyerahkan adalah Haruaki. Melihat hal itu, beberapa murid yang lain mengikutinya. Ekspresi Otonashi-san tidak berubah ketika dia menerima kertas dari Haruaki.


Itu mungkin...<u>jawaban yang salah</u>.


"Haruaki."
"Haruaki."


Aku memanggil Haruaki setelah dia berbicara kepada Mogi-san.
Aku memanggil Haruaki setelah dia berbicara kepada Mogi-san.


"Ada apa, Hoshii?"
"Ada apa, Hoshii?"


"Apa yang kau tulis?"


"Apa yang elo tulis?"
"Ha? Aku cuma bisa tulis «Aya Otonashi» kan? Meskipun aku hampir lupa menulis huruf terakhir."
 
 
"Ha? Gue cuma bisa tulis <<Aya Otonashi>> kan? Meskipun gue hampir lupa  
 
menulis huruf terakhir."
 


Entah kenapa Haruaki berkata seperti itu dengan wajah muram.
Entah kenapa Haruaki berkata seperti itu dengan wajah muram.


"...Yah, kupikir juga cuma itu..."


"...Yah, gue pikir juga cuma itu..."
"Jangan pikirin yang macam-macam, tulis ajalah!"


"Tapi apa kau benar-benar berpikir dia melakukan semua itu untuk membuat kita menulis nama ini ?"


"Jangan berpikir yang macam-macam, tulis sajalah!"
Kalau itu tujuannya, aku tidak dapat memikirkan alasan kenapa dia melakukan ini.
 
 
"Tapi apa elo benar-benar berpikir dia melakukan semua itu untuk membuat
 
kita menulis nama ini ?"
 
 
Kalau itu tujuannya, aku tidak dapat memikirkan alasan kenapa dia  
 
melakukan ini.
 


Haruaki dengan cepat menjawab pertanyaanku,
Haruaki dengan cepat menjawab pertanyaanku,


"Tentu saja tidak."
"Tentu saja tidak."


"Eh? Bukannya kau tulis «Aya Otonashi», 'kan?"


"Eh? Bukannya elo menulis <<Aya Otonashi>> kan?"
"Ya...dengar. Daiya itu terlalu pintar sampai perbuatannya tadi itu tidak lucu, 'kan? Perilaku buruknya memang tidak lucu."


Karena Haruaki tiba-tiba mengganti pembicaraan, aku menjadi bingung.


"Ya...dengar. Daiya itu terlalu pintar sampai perbuatannya tadi itu tidak
"Daiya bilang kalau dia hanya akan menulis «Aya Otonashi» bukan? Jadi dia tidak akan memikirkan nama lain untuk ditulis selain nama itu. Tentu aku juga berpikiran sama. Apa yang ingin aku katakan adalah, 'kau tidak bisa menuliskan apapun jika kita tidak dapat memikirkan apapun'."


lucu kan? Perilaku buruknya memang tidak lucu."
"Jika kau tidak bisa memikirkan sesuatu... kau tidak akan menulisnya..."


"Tepat! Dengan kata lain, semua ini tidak ditujukan untuk kita!"


Karena Haruaki tiba-tiba mengganti pembicaraan, aku menjadi bingung.
Aku merasa kalau perkataan Haruaki tepat mengenai sasaran. Dia mungkin benar tentang ini.


Dengan kata lain, Otonashi-san tidak peduli kepada sebagian besar teman sekelasnya dan melakukan hal ini hanya untuk <u>orang yang bisa memikirkan sesuatu</u>.


"Daiya bilang kalau dia hanya akan menulis <<Aya Otonashi>> bukan? Jadi
Ya, aku mengerti kenapa barusan Haruaki murung. Maksudku, dia memang jatuh cinta pada pandangan pertama pada Otonashi-san. Memang dia terlihat bercanda, tapi aku belum pernah melihatnya menyatakan cinta pada orang lain. Yah, dengan kata lain, sebenarnya dia itu serius.


dia tidak akan memikirkan nama lain untuk ditulis selain nama itu. Tentu
Otonashi-san tidak peduli pada keberadaan Haruaki dan yang lainnya...Seperti yang dikatakan Daiya.


gue juga berpikiran sama. Apa yang ingin gue katakan adalah, 'elo nggak
"Haruaki, aku terkejut dengan semua yang kau katakan tadi."


bisa menuliskan apapun jika kita tidak dapat memikirkan apapun'."
"Bagian 'aku terkejut'-nya nggak perlu kau tambahkan!"


Ketika aku menyembunyikan perasaan malu dengan mengatakan sesuatu yang tidak sopan itu dengan tersenyum, Haruaki bereaksi dengan tersenyum pahit.


"Jika kau tidak bisa memikirkan sesuatu... kau tidak akan menulisnya..."
"Sampai nanti, aku bisa dibunuh seniorku kalau tidak segera pergi sekarang. Aku tidak bercanda!"


"Oh, silakan saja."


"Tepat! Dengan kata lain, semua ini tidak ditujukan untuk kita!"
Anggota klub baseball yang biasa-biasa saja itu terlihat agak menuntut.


Aku melihat kearah kertasku yang masih kosong. Aku ingin menuliskan <<Aya Otonashi>> tapi pada akhirnya aku tidak bisa menulisnya.


Aku merasa kalau perkataan Haruaki tepat mengenai sasaran. Dia mungkin
Aku melihat ke arah Otonashi-san, ekspresinya tidak berubah sedikit pun ketika melihat kertas-kertas yang sudah dikembalikan kepadanya. Menurutku, semuanya tertulis <<Aya Otonashi>>.


benar tentang ini.
---<u>Seseorang yang tidak bisa memikirkan apapun tidak akan bisa menuliskan apa pun</u>.


"----"


Dengan kata lain, Otonashi-san tidak peduli kepada sebagian besar teman
Jadi, apa yang harus aku lakukan?


sekelasnya dan melakukan hal ini hanya untuk orang yang bisa memikirkan
Entah kenapa nama aneh seperti «Maria» terlintas di pikiranku.


sesuatu untuk ditulis selain pemikiran satu kelas, <<Aya Otonashi>>.
Tidak. Aku sadar ada yang salah denganku. Dari berbagai nama kenapa cuma <<Maria>>? Aku bahkan tidak tahu dari mana nama ini berasal. Jika aku memberikan nama ini padanya, dia pasti akan berteriak kepadaku dengan kalimat misalnya «Apa kau bercanda?»


Tapi, apa mungkin jawaban inilah yang dia inginkan...?


Ya, aku mengerti mengapa barusan Haruaki murung. Maksudku, dia memang
Setelah berpikir keras, akhirnya aku mulai menulis di atas kertas sepanjang 10 sentimeter itu.


jatuh cinta pada pandangan pertama pada Otonashi-san. Memang dia terlihat
«Maria»


bercanda, tapi aku belum pernah melihatnya menyatakan cinta pada orang
Aku berdiri dan menuju ke arah Otonashi-san. Sudah tidak ada antrian lagi. Sepertinya aku yang terakhir. Dengan gugup aku memberikan kertasku padanya. Otonashi-san menerimanya tanpa berkata apa pun.


lain. Yah, dengan kata lain, sebenarnya dia itu serius.
Lalu, dia melihat ke huruf-huruf yang tertulis di sana.


Ekspresinya berubah. Drastis.


Otonashi-san tidak peduli pada keberadaan Haruaki dan yang
"...Eh?"


lainnya...Seperti yang dikatakan Daiya.
Otonashi-san yang bergeming sama sekali saat dia menghadapi guru dan Daiya, membuka matanya lebar-lebar.


"Fufufu..."


"Haruaki, gue terkejut dengan semua kata-kata loe tadi."
Tiba-tiba dia tertawa.


"Hoshino,"


"Bagian 'Gue terkejut'nya nggak perlu elo tambahkan!"
"Oh, kau ingat namaku."


Dalam sekejap aku menyesali keputusanku. Sebab, ketika dia berhenti tertawa, Otonashi-san melotot ke arahku seperti dia sedang melihat musuh bebuyutannya.


Ketika aku menyembunyikan perasaan malu dengan mengatakan sesuatu yang
"...Kau! Apa kau bercanda denganku!?"


tidak sopan itu dengan tersenyum, Haruaki bereaksi dengan tersenyum
Dia terlihat berusaha menahan amarahnya karena dia berbicara dengan suara yang pelan. Aku memang sudah memperkirakan bagian 'bercanda'-nya, tapi nada suaranya mengejutkanku.


pahit.
Dia menarik kerahku dengan sekuat tenaga.


"Waah! M-maafkan aku! I-Itu tidak seperti aku bercanda denganmu..."


"Sampai nanti deh, gue bisa dibunuh senior gue kalau nggak segera pergi
"Jadi, kau mau bilang kalau kau bisa saja menulis jawaban seperti itu tanpa bercanda?"


sekarang. Gue nggak bercanda!"
"Err, well, Kau... mungkin benar. Aku mungkin saja bercanda."


Pertanyaannya tadi bisa saja dibilang serangan akhir.


"Oh, silahkan saja."
Tanpa melepaskanku, dia menarikku speanjang jalan ke belakang bangunan sekolah




Anggota klub baseball yang biasa-biasa saja itu terlihat agak menuntut.
<p style="font-size:2em; text-align: center;">✵</p>




Aku melihat kearah kertasku yang masih kosong. Aku ingin menuliskan <<Aya
"Hoshino, apa kau mempermainkanku?"


Otonashi>> tapi pada akhirnya aku tidak bisa menulisnya.
Otonashi-san menekanku ke tembok bangunan sekolah dan melotot ke arahku.


"Aku memang tidak pintar dalam membuat rencana, aku sadar akan hal itu. Ini adalah rencana gila yang sama saja seperti mengatakan «Jika kau pelakunya, serahkan saja dirimu». Tidak, kau bahkan tidak bisa menyebutnya rencana. Meski begitu... Kenapa kau mengambil umpannya? Ini sudah kedua kalinya aku melakukan hal ini. Yang pertama malah tidak kaupedulikan sama sekali!"


Aku melihat kearah Otonashi-san, ekspresinya tidak berubah sedikitpun
Dia melepaskan tangannya dari kerahku, tapi pandangannya cukup untuk membuatku terdiam.


ketika melihat kertas-kertas yang sudah dikembalikan kepadanya.  
Otonashi-san melihat ke arahku sambil mengigit bibirnya dan menghela napasnya.


Menurutku, semuanya tertulis <<Aya Otonashi>>.
"...Tidak, aku kesal karena aku akhirnya mendapat petunjuk dengan cara yang sangat mustahil seperti ini. Tapi, tanpa ragu aku bisa bilang kalau situasinya makin membaik. Jadi aku mestinya senang."


"...Ya, aku pikir begitu. Kau harusnya senang! Hahaha--"


---Seseorang yang tidak bisa memikirkan apapun tidak akan bisa menuliskan
Otonashi-san melotot ke arah senyumanku yang kupaksakan. Mungkin sebaiknya aku tetap diam.


apapun.
"...Aku tidak mengerti. Sebenarnya kukira kau menyerah terhadap usaha kerasku... Tapi apa-apaan dengan wajah cuek seperti itu!"


Daripada dibilang cuek, aku tidak mengerti sama sekali tentang apa yang kaubicarakan.


"----"
"Kau terus mengabaikanku selama 2600 kali. Berapa lama pun pengulangan tidak terbatas ini berlanjut, aku tidak akan pernah menyerah. Meski begitu, aku sudah lelah. Seharusnya kau pun merasakan kelelahan sepertiku, tapi bagaimana bisa kau terus bersabar sampai sekarang?"


Apa yang harus aku katakan... Bahkan aku sendiri tidak tahu apa yang sedang kaubicarakan.


Jadi, apa yang harus aku lakukan?
Sepertinya dia menyadari keherananku terhadap perkataannya dan melihatku dengan curiga.


"...Apa mungkin kau tidak sadar?"


Entah kenapa nama mustahil seperti <<Maria>> terlintas di pikiranku.
"Sadar? Sadar apa?"


"...Baiklah. Akting atau bukan, penjelasanku tadi tidak akan menyebabkan kerugian apa pun. Hm, yah... Biar simpel, aku sudah 'pindah sekolah' 2.601 kali."


Tidak. Aku sadar ada yang salah denganku. Dari berbagai nama kenapa cuma
Aku cuma bisa terdiam.


<<Maria>>? Aku bahkan tidak tahu darimana nama ini berasal. Jika aku
"Jika kau hanya berakting, maka kau benar-benar hebat. Tapi, sepertinya kau hanya memang «tidak tahu» apapun melihat wajahmu yang bingung itu. Apapun itu, aku akan menjelaskan padamu apa yang aku tahu. Hari ini tanggal 2 maret kan?"


memberikan nama ini padanya, dia pasti akan berteriak kepadaku dengan
Aku mengangguk.


kalimat misalnya <<Kau pasti bercanda kan?>>
"Lebih gampang jika aku bilang kalau aku sudah mengulangi 2 Maret ini sebanyak 2.601 kali, meski tidak sepenuhnya benar. Karena itu aku memakai kata 'Pindah Sekolah' meskipun itu juga kurang tepat."


"Haa.."


Tapi, apa mungkin jawaban inilah yang dia inginkan...?
"Aku sudah dikirim kembali ke 2 Maret pukul 06:27 pagi sebanyak 2.601 kali."


"..."


Setelah berpikir keras, akhirnya aku mulai menulis diatas kertas
"'Dikirim kembali' merupakan kata yang paling tepat menurutku. Tapi sebenarnya itu tidak tepat. Jadi aku menggunakan kata 'Pindah Sekolah' di sini, karena itu lebih mendekati kenyataan yang saat ini sedang terjadi--"


sepanjang 10 sentimeter itu.
Otonashi-san melihatku kebingungan dan menggaruk kepalanya.


"Aargh! Dasar, betapa bodohnya kau! Jika ada sesuatu yang menurutmu tidak mengenakkan setelah pukul 06:27 akan kaunyatakan «kosong», ya, 'kan?"


<<Maria>>
Dengan kesal dia berteriak seperti itu. Oh, tidak, tidak... Tidak mungkin ada orang yang bisa mengerti sesuatu yang dikatakan tiba-tiba seperti itu, 'kan?


"...Aku tidak begitu mengerti, tapi pastinya, kau mengulangi waktu yang sama terus-menerus, 'kan?"


Aku berdiri dan menuju ke arah Otonashi-san. Sudah tidak ada antrian
Saat itu juga aku mengatakannya,


lagi. Sepertinya aku yang terakhir. Dengan gugup aku memberikan kertasku
"Ah--"


padanya. Otonashi-san menerimanya tanpa berkata apapun.
Apa? Perasaan apa ini?


Aku menekan dadaku di bagian yang terasa sesak. Perasaan yang tidak enak mulai menyerangku. Perasaan tidak tenang... tidak. Kata 'tidak tenang' tidaklah cocok. Ini adalah sensasi yang mengerikan. Misalnya seperti saat kota yang kautinggali tertukar dengan kota lain yang tak seorang pun menyadarinya kecuali kau sendiri.


Lalu, dia melihat ke huruf-huruf yang tertulis disana.
Ini tidak seperti ingatanku sudah kembali. Aku belum mengingat apapun.


Tapi entah kenapa aku merasa ini «pernah terjadi».


Ekspresinya berubah. Drastis.
Otonashi-san menyatakan kebenaran.


Kebenaran kosong.


"...Eh?"
"Apa kau akhirnya mengerti?"


"...T-tunggu sebentar,"


Otonashi-san yang tidak bergeming sama sekali saat dia menghadapi guru
Dia mengalami 2 Maret sebanyak 2.601 kali. Hal itu memang masih membingungkanku, tetapi semua perkataan Otonashi-san seakan-akan menyatakan kalau:


dan Daiya, membuka matanya lebar-lebar.
"...Aku penyebabnya?"


Otonashi-san menjawabnya seketika.


"Fufufu..."
"Ya."


"K-kenapa aku melakukannya?"


Tiba-tiba dia tertawa.
"Mana mungkin aku tahu alasanmu."


"Aku tidak melakukannya!"


"Hoshino,"
"Bagaimana kau bisa menyatakan kalimat barusan jika kau sendiri tidak sadar?"


Kenapa aku? Begitu aku ingin mengatakan hal itu, aku menyadarinya. Hanya ada satu hal yang membuat dia begitu mencurigaiku.


"akhirnya kau ingat namaku."
Itu---karena aku menulis «Maria» di kertas.


"Seperti kau yang tidak sadar, orang-orang di sekitarmu yang terbawa-bawa ke dalam kejadian ini, juga tidak dapat mengingat kejadian-kejadian yang dinyatakan «kosong». Dengan kata lain, selain aku, hanya pelakunya saja yang bisa menulis «Maria» yang sudah kusebutkan di pengulangan sebelumnya."


Dalam sekejap aku menyesali keputusanku. Sebab, ketika dia berhenti
Tapi aku mengingat nama ini. Kuakui memang tidak terbayangkan kalau nama «Maria» dapat terbayang dalam pikiranku tanpa alasan yang jelas.


tertawa, Otonashi-san melotot ke arahku seperti dia sedang melihat musuh
"Aku tidak tahu apakah itu efektif atau tidak, tapi aku selalu melakukan tindakan yang dapat meninggalkan kesan terhadap siapapun. Aku hanya tinggal menunggu si pelaku yang juga memiliki ingatan kejadian di waktu yang dianggap «kosong» ini untuk berbuat kesalahan. Yah, tapi aku memang tidak mengharapkan ini akan berhasil."


bebuyutannya.
"...Sejak kapan kau mencurigaiku? Maksudku, kau sengaja memberitahuku nama «Maria» di waktu sebelumnya, kan?"


"Aku tidak secara khusus mencurigai orang yang terlihat baik-baik seperti kau."


"...Kau! Apa kau bercanda denganku!?"
"Jadi...?"


"Hmm, tentu saja aku melakukannya ke semua orang, satu per satu, dan memberitahu mereka nama ini, karena dari sejak awal waktuku memang tak terbatas."


Dia terlihat berusaha menahan amarahnya karena dia berbicara dengan suara
Waktunya tak terbatas.


yang pelan. Aku memang sudah memperkirakan bagian 'bercanda'nya, tapi
Waktu yang telah Otonashi-san habiskan. Jangka waktu yang begitu lama. Aku bahkan tidak bisa mengatakannya sebagai sebuah metafora lagi.


nada suaranya mengejutkanku.
Aku mengerti waktunya tidak terbatas, jadi itulah alasan kenapa dia sampai memikirkan rencana yang gila seperti menyuruh seluruh murid di kelas menulis namanya. Hanya dengan sedikit harapan supaya seseorang akan menulis nama «Maria». Bahkan jika dia tidak memiliki harapan sama sekali, semua rencananya pasti sudah habis terpakai bahkan sebelum sampai di pengulangan ke-2.601. Jadi, mungkin ini hanya salah satu cara untuk menghabiskan waktu hingga ada rencana baru yang muncul. Yeah, menurutku hal itulah yang paling rasional daripada diam dan tidak melakukan apapun sama sekali, meskipun itu hanya bertujuan untuk menenangkan pikiran saja. Lagi pula, waktunya memang tidak terbatas.
 
 
Dia menarik kerahku dengan sekuat tenaga.


Itulah alasan kenapa Otonashi-san begitu marah ketika aku dengan mudahnya terkena trik ini. Seperti dalam game RPG ketika kau tidak bisa mengalahkan musuh dalam suatu 'quest' dan terus berlatih untuk mencapai level yang lebih tinggi, yang pada kenyataannya dapat dikalahkan dengan mudah dengan suatu 'item' tertentu. Tentu wajar jika kau merasa sia-sia dengan seluruh pengorbanan yang kau lakukan selama itu, bukan? Mungkin kau sudah mencapai tujuanmu, tapi kau juga ingin agar seluruh kerja kerasmu juga dihargai.


"Waah! M-maafkan aku! A-aku tidak bercanda kepadamu..."
"Yah, ayo hentikan pembicaraan kita di sini. Lagi pula ini belum berakhir,"


Benarkah?"


"Jadi, kau mau bilang kalau kau bisa saja menulis jawaban seperti itu
"Tentu saja! Memangnya ini sudah terlihat berakhir bagimu? Apakah mimpi buruk bersambung ini, 'Rejecting Classroom' ini sudah terlihat berakhir bagimu?"


tanpa bercanda?"
'Rejecting Classroom'? Sepertinya itu adalah sebutannya untuk kejadian yang berulang ini.


Apa pun itu, ada satu hal yang membuatku penasaran.


"Err, well, Kau... mungkin benar. Aku mungkin saja bercanda."
"Aku mengerti, kau mencurigaiku karena aku menulis «Maria». Tapi, kenapa kau tidak terpengaruh efek dari 'Rejecting Classroom' ini?"


"Bukan begitu. Aku juga bisa terpengaruh. Jika aku menyerah, aku akan segera terpengaruh oleh 'Rejecting Classroom' ini. Aku akan terus hidup tanpa tujuan di pengulangan tak terbatas ini. Semua orang di kelas akan mengalami hari yang kau tolak ini untuk selamanya."


Pertanyaannya tadi bisa saja dibilang serangan akhir.
"Kau bisa terpengaruh hanya kalau menyerah?"


"Pikirkan saja, adakah orang lain yang mungkin menyadarinya? Bahkan jika kau, dalang dari semua ini tidak sadar akan keberadaan 'Rejecting Classroom' ini?"


Tanpa melepaskanku, dia menarikku speanjang jalan ke belakang bangunan
...Benar juga. Dia sudah mengulanginya sebanyak 2.601 kali.


sekolah
"Ini akan lebih mudah kalau aku tidak mengingatnya. Tapi itu tidak akan pernah terjadi."


"Tidak akan?"


?
"Ya, tidak akan. Tidak mungkin aku menyerah begitu saja meskipun aku harus mengulanginya 2.000 kali, 20.000 kali, atau bahkan 2 juta kali sekalipun, aku akan melampaui pengulangan ini dan mencapai tujuanku!"


2.000 kali. Kalau dipikir-pikir, kita sering menggunakan angka 2.000 di kehidupan sehari-hari. Tapi kalau kita harus melewatinya satu-per satu,... contohnya setahun ada 365 hari, 5 tahun ada 1.825 hari dan itu belum cukup.


"Hoshino, apa kau mempermainkanku?"
Waktu yang begitu lama dan Otonashi-san sudah melampauinya.


"Hoshino. Apa kau tidak sadar dengan alasanmu membuat 'Rejecting Classroom' ini?"


Otonashi-san menekanku ke tembok bangunan sekolah dan melotot kearahku.
"Eh?..Iya."


"Fufufu... jika kau berpura-pura bodoh hanya untuk menghindari pertanyaan semacam ini, pasti ada maksudnya. Jika itu memang benar, aktingmu benar-benar hebat."


"Aku memang tidak pintar dalam membuat rencana, aku sadar akan hal itu.
"Aku tidak berakting!"


Ini adalah rencana gila yang sama saja seperti mengatakan <<Jika kau
"Kalau begitu, aku akan menanyakan sesuatu--"


pelakunya, serahkan saja dirimu>>. Tidak, kau bahkan tidak bisa
Otonashi-san sedikit tersenyum,


menyebutnya sebagai rencana. Meski begitu... Kenapa kau mengambil
"Hoshino, kau pernah bertemu dengan 'dia', 'kan?"


umpannya? Ini sudah kedua kalinya aku melakukan hal ini. Yang pertama
...Siapa?


malah kau tidak memperdulikannya sama sekali!"
...Aku tidak bertanya pada diriku sendiri. Apa pun alasannya. Siapa yang kutemui? Aku tidak tahu. Aku tidak bisa mengingatnya.


Tapi aku mengerti,


Dia melepaskan tangannya dari kerahku, tapi pandangannya cukup untuk
aku sudah bertemu dengan '****'


membuatku terdiam.
Kapan? Di mana? Tentu saja Aku tidak mungkin tahu akan hal seperti itu. Hal itu bukan merupakan bagian dari ingatanku. Meski begitu, Aku bisa merasakan kalau kami memang pernah bertemu.


Aku mencoba mengingatnya. Tetapi ingatan itu tertahan dari mataku seperti sebuah pintu gerbang yang tertutup dengan kecepatan tinggi. Peringatan! Anda tidak boleh masuk. Hanya boleh untuk orang yang berkepentingan saja.


Otonashi-san melihat kepdaku sambil mengigit bibirnya dan menghela
"Fufu, jadi kau sudah bertemu dengannya."


napasnya.
Dia terlihat senang. Sekarang Otonashi-san menjadi yakin. Dan Aku sendiri merasakan hal yang sama dengannya.


Aku, Kazuki Hoshino, adalah penyebab semua kejadian ini.


"...Tidak, aku kesal karena aku akhirnya mendapat petunjuk dengan cara
"Seharusnya dia sudah menyerahkan benda itu padamu. 'Box' yang mengabulkan sebuah 'permohonan'."


yang sangat mustahil seperti ini. Tapi, tanpa ragu aku bisa bilang kalau
Tiba-tiba saja dia menggunakan kata 'box'. Berdasarkan apa yang dia katakan sebelumnya, sepertinya 'box' itu adalah alat yang membuat 'Rejecting Classroom' ini.


situasinya makin membaik. Jadi aku mestinya senang."
"Ah, Aku belum memberitahumu apa tujuanku."


Masih terlihat senang, Otonashi-san memberitahuku.


"...Ya, aku pikir begitu. Kau harusnya senang! Hahaha--"
"Tujuanku adalah--untuk mendapatkan 'box'itu."


Lalu ekspresinya menghilang. Otonashi-san yang yakin kalau aku punya 'box' itu memelototiku dengan mata yang dingin lalu memerintahku.


Otonashi-san melotot ke arah senyumanku yang kupaksakan. Mungkin
"Sekarang serahkan 'box'-nya."


sebaiknya aku tetap diam.
Aku pasti punya 'box' itu. Hal itu tidak salah kan? Tapi apa boleh aku menyerahkan 'box' yang mengabulkan 'permohonan' apa pun itu padanya begitu saja?


Maksudku, Otonashi-san telah mengulangi 2.601 pengulangan hanya untuk mendapatkan 'box'. Jadi dia pasti punya sebuah 'permohonan' yang nilainya setara dengan usahanya itu. Dia ingin mengabulkan 'permohonan'-nya sendiri; meski itu berarti menganggap sepele 'permohonan'-ku, dan mencurinya. Ini seperti...


"...Aku tidak mengerti. Sebenarnya kukira kau menyerah terhadap usaha
...seperti--sebuah kegigihan yang hampir abnormal.


kerasku... Tapi apa-apaan dengan wajah cuek seperti itu!"
Benar, ini abnormal. Aya Otonashi itu abnormal.


"...Aku tidak tahu bagaimana caranya." Aku tidak bohong. Tapi itu juga salah satu caraku untuk menunjukkan perlawananku.


Daripada dibilang cuek, aku tidak mengerti sama sekali tentang apa yang
"Aku mengerti. Jadi kau akan menyerahkannya padaku di saat kau mengingatnya, 'kan?"


kau bicarakan.
"Yah..."


"Lupa bagaimana cara mengeluarkannya itu hal yang biasa. Tapi kau hanya lupa saja; kau masih tetap tahu caranya. Seperti cara mengendarai sepeda; kau tidak bisa mengajarkannya pada orang lain, tapi kau mengetahui caranya melalui perasaanmu. Kau hanya kebingungan karena tidak bisa mengubahnya ke dalam kata-kata."


"Kau terus mengabaikanku selama 2600 kali. Berapa lamapun pengulangan
"...apakah tidak ada cara untuk menghentikan 'Rejecting Classroom' tanpa mengeluarkan 'box'-nya?"


tidak terbatas ini berlanjut, aku tidak akan pernah menyerah. Meski
Otonashi-san melemparkan pandangan dingin ke arahku.


begitu, aku sudah lelah. Seharusnya kaupun merasakan kelelahan sepertiku,
"Jadi kau tidak berniat menyerahkannya padaku. Apa itu yang mau kau bilang?"


tapi bagaimana bisa kau terus bersabar sampai sekarang?"
"Bu-bukan begitu..."


Melihatku panik, Otonashi-san menghela napasnya.


Apa yang harus aku katakan... Bahkan aku sendiri tidak tahu apa yang
"Coba lihat. Kupikir 'Rejecting Classroom'nya akan berakhir jika kita menghancurkan 'box'-nya bersama dengan si 'pemilik'."


sedang kau bicarakan.
"Menghancurkan 'box'-nya bersama dengan si 'pemilik'...?"


'Pemilik' mungkin adalah sebutan untuk si pelaku yang memegang 'box'-nya, dengan kata lain, aku. Menghancurkan 'box'-nya bersama denganku? Singkatnya--


Sepertinya dia menyadari keherananku terhadap perkataannya dan melihatku
Otonashi-san menahan emosinya dan berkata dengan dinginnya.


dengan curiga,
"'Rejecting Classroom' akan berakhir jika kau mati."




"...Apa mungkin kau tidak sadar?"
<p style="font-size:2em; text-align: center;">✵</p>




"Sadar? Sadar apa?"
Apa alasan itu cukup untuk membuat sebuah «*****»?


Apa kau ingin bilang kalau kau berencana untuk melakukan ini padaku juga, jika perlu? Kalau begitu, cepatlah lakukan, itu akan lebih mudah bagiku untuk menahannya.


"...Baiklah. Akting atau bukan, penjelasanku tadi tidak akan menyebabkan
3 Maret. Pagi. Hujan. Di perempatan jalan dengan pemandangan yang sangat mengerikan.


kerugian apapun. Hm, yah... Biar simpel, aku sudah 'pindah sekolah' 2601
Aku melempar payungku dan melihat ke arah «*****». Benda lainnya tidak terlalu masuk ke dalam pandanganku. Truk yang menabrak ketembok maupun Otonashi-san yang hanya berdiri di sana, Aku tidak begitu memperhatikannya. Cairan merah terus mengalir tanpa henti, hingga tidak bisa terhapus oleh air hujan.


kali."
Sebuah ma***, kehilangan setengah kepalanya, dan ot**nya muncrat keluar. **yat. Mayat. Mayat. MAyat. MayatMayatMAYAT. maYAT. MayatmayatMAYAT. Mayat. Mayat. Mayat! «Mayat» Haruaki.


"---ah"


Aku cuma bisa terdiam.
Benda di depan mataku membuatku muntah ketika aku menyadarinya. Aku melihat ke arah Aya Otonashi. Tanpa ekspresi dia melihat ke arahku.


"......Haruaki,"


"Jika kau hanya berakting, maka kau benar-benar hebat. Tapi, sepertinya
Tapi jangan khawatir, Haruaki!


kau hanya memang <<tidak tahu>> apapun melihat wajahmu yang bingung itu.  
Kau tahu, semua ini akan menghilang seperti tidak pernah terjadi.


Apapun itu, aku akan menjelaskan padamu apa yang aku tahu. Hari ini
Ini akan dinyatakan «Kosong». Mudah sekali...


tanggal 2 maret kan?"
...Oh? Mungkinkah...


Mungkinkah ini merupakan alasanku mengharapkan "Rejecting Classroom"...? Karena aku menolak situasi seperti ini?


Aku mengangguk
<noinclude>
{|border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em;border-collapse: collapse;"
|-
| Balik ke [[Utsuro_no_Hako Bahasa Indonesia:Jilid 1 Ke-8946 kali|Ke-8,946 kali]]
| Kembali ke [[Utsuro no Hako to Zero no Maria Bahasa Indonesia|Halaman Utama]]
| Lanjut ke [[Utsuro_no_Hako Bahasa Indonesia:Jilid 1 Ke-2602 kali|Ke-2,602 kali]]
|-
|}
</noinclude>

Latest revision as of 03:15, 4 November 2013

Ke-2,601 kali[edit]

"Aku Aya Otonashi."

Murid pindahan itu hanya menggumamkan hal tersebut.



"Oh my god! Itu luar biasa!"

Haruaki Usui, yang duduk di sebelahku mengatakan hal tersebut dengan suara yang agak keras, meski kelas masih berlangsung, dan menepuk punggungku dengan penuh semangat.

Haruaki? Kau tahu, itu sakit sekali. Dan juga dilihat oleh murid-murid yang lain itu memalukan...

Pandangan Haruaki sudah kembali ke arah si murid pindahan, Aya Otonashi.

"Pandangan kami bertemu! Ini sungguh hebat!"

"Yah, wajar saja, saat dia melihat sekeliling, mungkin saja pandangannya kebetulan bertemu dengan pandanganmu."

"Hoshii, ini TAKDIR!"

Tunggu, apa? Takdir?

"Akh, lagi pula, dia itu terlalu cantik! Dia pasti dianggap sebagai karya seni jika dia berada di pasaran perdagangan seluruh dunia... dan kemudian dia akan diakui sebagai harta negara. Oh, sial, sudah terlambat, hatiku sudah dicuri olehnya... Aku akan menyatakan perasaanku padanya!"

Cepat sekali!!

Bel pun berbunyi. Setelah kami berdiri dan memberi salam kepada guru, Haruaki langsung pergi ke arah Otonashi-san.

"Aya Otonashi-san! Aku jatuh cinta pada pandangan pertama denganmu. Aku suka padamu!"

Uwaa, dia benar-benar melakukannya...

Aku tidak dapat mendengar jawaban Otonashi-san. Tapi wajah Haruaki sudah memperlihatkannya, dengan kata lain dia gagal. Ah... tidak. Mestinya tidak usah melihat ke wajahnya. Itu sudah pasti.

Haruaki kembali ke depan mejaku,

"Mustahil, aku... ditolak?"

Dia pikir akan berhasil?Menakutkan karena dia terlihat begitu sangat serius...

"Itu wajar, 'kan? menyatakan perasan padanya seperti itu, justru malah mengganggu dia!"

"Hm, betul juga. Oke, aku bakal menyatakan padanya lagi! Tapi kali ini tidak secara tiba-tiba! Yeah, perasaanku ini pasti dapat tersampaikan kepadanya suatu saat nanti!"

Di satu sisi, aku pikir cara berpikirnya yang positif membuatku iri. Tapi di sisi lainnya lebih baik aku tidak memikirkannya.

"Having fun, guys? Untukku, tadi itu pertunjukan yang lumayan bagus. Ngomong-ngomong, para gadis memandang kalian dengan tatapan menghina, lho."

Daiya bergabung ke percakapan kami dengan kalimat itu.

"Eh!? Bukannya cuma Haruaki saja?"

"Oh, tidak, kau juga. Aku kira, para gadis menganggapmu sejenis dengannya."

"Oh, sejenis denganku? Itu adalah pujian! Bukan begitu, Hoshii?"

A-apa pun selain itu...

"Selain itu, Daiyan, bahkan kau pun sebenarnya ingin melakukan sesuatu buat menarik perhatiannya, 'kan?"

Haruaki menyenggol Daiya dengan sikutnya. Alasan kenapa dia tidak takut melakukan hal itu mungkin karena mereka adalah teman sejak kecil. Atau mungkin, hanya karena dia tidak memikirkan akibatnya.

Daiya menghela napas dan langsung menjawab,

"Tidak sama sekali."

"Mustahil, Daiyan! Lalu, siapa yang bisa menggerakkan hatimu!?"

"Tidak ada hubungannya kalaupun jantungku berdetak lebih cepat karena penampilan Otonashi-san. Aku mungkin mengakui kecantikannya tapi aku tetap tidak akan melakukan apapun untuk menarik perhatiannya."

"Hah?"

"Haruaki, kau tidak mengerti sama sekali, ya, 'kan? Ya, tentu saja perasaan ini tidak akan dimengerti oleh monyet sepertimu yang hidup hanya dengan mengandalkan nalurinya dan menembak setiap gadis yang memiliki wajah cantik."

"Apa!? Lagi pula, apa hubungannya antara naluri dengan penampilan!?"

"Karena penampilan seseorang berpengaruh terhadap keberhasilannya, hal itu naluriah untuk merasa tertarik kepada orang yang memiliki wajah yang bagus."

"Oh..","Oh.." Haruaki dan aku mengehela napas karena kagum pada saat yang bersamaan. Daiya memperlihatkan wajah takjub karena terkejut bahwa kami belum mengetahui hal semacam itu.

"Aku tahu, Daiyan! Kau bilang kalau kecantikannya di luar jangkauan yang bahkan kau sendiri tidak bisa melakukan apapun untuk menarik perhatiannya, ya, 'kan?! Sungguh, kekalahan yang tak terhindarkan! Benar, 'kan? Seperti seekor rubah yang membuat dirinya berpikir kalau 'anggur itu busuk' ketika ada anggur tidak terjangkau olehnya. Ini disebut rasionalisasi. Tidak keren! Itu sama sekali tidak keren, Daiyan!"

"Seberapa banyak perkataanku yang tidak kau dengar, hah?... yah, sebagian dari pernyataanmu memang tidak jelek, tapi untuk sebagian lainnya, kubunuh kau."

"Oho, jadi kau benar-benar tidak bisa melakukan apa pun untuk mencuri hatinya,"

Akhirnya Daiya memukul Haruaki tepat di wajahnya yang sedang terlihat senang. Uwaa, apa yang gunanya dia tahan emosinya selama ini kalau dia memukul Haruaki seperti itu...

"Ini tidak seperti 'Aku nggak bisa melakukan apapun untuk menarik perhatiannya' tapi lebih seperti 'Dia tidak melakukan apapun untuk menarik perhatianku'!"

"Sombong sekali...hey, Hoshii, bukannya orang ini terlalu sombong cuma karena penampilannya?"

Haruaki berkata seperti itu tanpa ada sedikit pun rasa menyesal.

"Dia sih tidak melakukan apa pun untuk menarik perhatianku bukan karena aku di luar jangkauannya! Memang mungkin saja hal itu terjadi, tapi itu tidak berlaku padanya."

"Uwaa, berani sekali dia berkata hal yang seperti itu!"

"Dia tidak menganggapku di luar jangkauannya. Bukan, bahkan dia tidak membuat klasifikasi seperti itu. Sejak awal, dia memang tidak tertarik pada kita. Dia bahkan tidak memandang kita sama sekali. Sama halnya melihat serangga hanya sebagai seekor serangga, dia juga menganggap seseorang hanya sebagai seseorang. Hanya itu. Dia tidak peduli akan perbedaan seperti antara wajah tampanku dan wajah jelek Haruaki. Seperti kita tidak membedakan jenis kelamin kecoa. Bagaimana kau bisa menarik perhatian gadis seperti itu?"

Bahkan Haruaki pun terdiam karena pernyataan tentang Otonashi-san yang dikatakan oleh Daiya.

"...Daiya."

Akupun mulai bicara

"Sepertinya kau sangat tertarik kepada Otonashi-san."

Daiya tidak dapat berkata apa pun. Ah, itu adalah reaksi yang sangat langka. Apa aku salah? Dia pasti benar-benar memperhatikan Otonashi-san sampai dia bisa melakukan analisis seperti itu.

"...Cih, aku nggak tertarik!"

"Hee, mukamu memerah."

"Hey, Kazu, kalau kau terus berkata seperti itu, kan aku tambah daftar trauma-mu."

Daiya terlihat agak marah... Sepertinya dia sadar kalau dia tidak akan bisa akrab dengan Otonashi-san.

"Meski dengan intuisi super bodoh kalian yang seperti serangga, kalian akan segera sadar dengan keabnormalannya."

Itu terdengar seperti alasan yang dibuat-buat,

tapi itu bukan.

Kau tahu, apa yang dia katakan sangat tepat.



Segera setelah perkenalan, Otonashi-san tiba-tiba mengangkat tangannya. Tanpa menunggu izin dari Hokubo-sensei, dia berdiri dan mulai berbicara.

"Aku ingin kalian semua melakukan sesuatu sekarang."

Tidak peduli dengan seisi kelas yang kebingungan, dia meneruskan kalimatnya,

"Ini hanya memerlukan waktu 5 menit. Tentu kalian dapat melakukannya, bukan?"

Meskipun tidak ada yang menjawab, dia maju ke depan kelas dan meminta agar Hokubo-sensei keluar dari kelas, seperti dia sudah biasa melakukan hal itu dan berdiri di depan kelas. Meski hal yang dilakukan dia itu tidak wajar, ini terasa seperti sesuatu yang sudah biasa bagiku. Melihat reaksi yang lainnya, sepertinya mereka berpikir sama.

Ruang kelas menjadi sunyi.

Berdiri di depan kelas, Otonashi-san membuka mulutnya sambil memandang lurus ke depan,

"Aku ingin kalian menuliskan sesuatu untukku."

Otonashi-san membagikan sesuatu kepada murid yang berada di barisan depan. Murid yang menerimanya mengambil selembar dan menyerahkan sisanya ke murid di belakang seperti membagikan soal ulangan. Yang kudapat cuma kertas sepanjang 10 sentimeter.

"Jika sudah selesai, kembalikan kertasnya padaku."

"Apa maksudnya dengan «melakukan sesuatu» itu?"

Ketika Kokone bertanya seperti mewakili kelas, Otonashi-san menjawab dengan entengnya,

"Namaku."

Ruang kelas yang tadinya sunyi menjadi berisik. Wajar saja, akupun tidak mengerti. Namanya? Semuanya sudah pasti tahu, karena tadi pagi dia memperkenalkan diri sebagai 'Aya Otonashi'.

"Sungguh bodoh!"

Orang yang bisa mengatakan hal tersebut di saat seperti ini cuma satu,

Daiya Oomine.

Seketika itu juga teman-teman sekelasku menahan napas mereka. Karena mereka tahu bahwa bermusuhan dengan Daiya adalah hal yang luar biasa buruk.

"Namamu Aya Otonashi, kan? Kenapa kau ingin kami menuliskannya? Apa sampai segitunya kau mau agar kami semua dapat mengingat namamu secepatnya!?"

Otonashi-san tetap santai meskipun diprotes seperti itu.

"Aku akan tulis «Aya Otonashi». Aku sudah memberitahumu, jadi, aku tidak perlu menulisnya lagi, 'kan?"

"Ya, aku tidak peduli."

Daiya tidak mengira kalau dia akan diberi jawaban sesingkat itu dan dia pun pergi tanpa mengatakan apapun.

"Cih!"

Daiya merobek kertas itu sekeras mungkin dan langsung meninggalkan kelas.

"Ada apa? Kenapa kalian tidak segera menulis?"

Tidak ada yang mulai menulis. Tentu saja, kami terkejut terhadap sikap Otonashi. Dia membuat Daiya terdiam. Sebagai teman sekelas Daiya, kami tahu seberapa luar biasanya kejadian barusan tadi.

Tidak ada yang dapat melakukan apa pun selama beberapa waktu. Tapi, setelah seseorang terdengar mulai menulis sesuatu, semuanya pun mengikutinya.

Mungkin tidak ada satu pun yang tahu maksud Otonashi-san, tapi pada akhirnya hanya satu hal yang dapat kami tulis.

Nama «Aya Otonashi».

Orang pertama yang menyerahkan adalah Haruaki. Melihat hal itu, beberapa murid yang lain mengikutinya. Ekspresi Otonashi-san tidak berubah ketika dia menerima kertas dari Haruaki.

Itu mungkin...jawaban yang salah.

"Haruaki."

Aku memanggil Haruaki setelah dia berbicara kepada Mogi-san.

"Ada apa, Hoshii?"

"Apa yang kau tulis?"

"Ha? Aku cuma bisa tulis «Aya Otonashi» kan? Meskipun aku hampir lupa menulis huruf terakhir."

Entah kenapa Haruaki berkata seperti itu dengan wajah muram.

"...Yah, kupikir juga cuma itu..."

"Jangan pikirin yang macam-macam, tulis ajalah!"

"Tapi apa kau benar-benar berpikir dia melakukan semua itu untuk membuat kita menulis nama ini ?"

Kalau itu tujuannya, aku tidak dapat memikirkan alasan kenapa dia melakukan ini.

Haruaki dengan cepat menjawab pertanyaanku,

"Tentu saja tidak."

"Eh? Bukannya kau tulis «Aya Otonashi», 'kan?"

"Ya...dengar. Daiya itu terlalu pintar sampai perbuatannya tadi itu tidak lucu, 'kan? Perilaku buruknya memang tidak lucu."

Karena Haruaki tiba-tiba mengganti pembicaraan, aku menjadi bingung.

"Daiya bilang kalau dia hanya akan menulis «Aya Otonashi» bukan? Jadi dia tidak akan memikirkan nama lain untuk ditulis selain nama itu. Tentu aku juga berpikiran sama. Apa yang ingin aku katakan adalah, 'kau tidak bisa menuliskan apapun jika kita tidak dapat memikirkan apapun'."

"Jika kau tidak bisa memikirkan sesuatu... kau tidak akan menulisnya..."

"Tepat! Dengan kata lain, semua ini tidak ditujukan untuk kita!"

Aku merasa kalau perkataan Haruaki tepat mengenai sasaran. Dia mungkin benar tentang ini.

Dengan kata lain, Otonashi-san tidak peduli kepada sebagian besar teman sekelasnya dan melakukan hal ini hanya untuk orang yang bisa memikirkan sesuatu.

Ya, aku mengerti kenapa barusan Haruaki murung. Maksudku, dia memang jatuh cinta pada pandangan pertama pada Otonashi-san. Memang dia terlihat bercanda, tapi aku belum pernah melihatnya menyatakan cinta pada orang lain. Yah, dengan kata lain, sebenarnya dia itu serius.

Otonashi-san tidak peduli pada keberadaan Haruaki dan yang lainnya...Seperti yang dikatakan Daiya.

"Haruaki, aku terkejut dengan semua yang kau katakan tadi."

"Bagian 'aku terkejut'-nya nggak perlu kau tambahkan!"

Ketika aku menyembunyikan perasaan malu dengan mengatakan sesuatu yang tidak sopan itu dengan tersenyum, Haruaki bereaksi dengan tersenyum pahit.

"Sampai nanti, aku bisa dibunuh seniorku kalau tidak segera pergi sekarang. Aku tidak bercanda!"

"Oh, silakan saja."

Anggota klub baseball yang biasa-biasa saja itu terlihat agak menuntut.

Aku melihat kearah kertasku yang masih kosong. Aku ingin menuliskan <<Aya Otonashi>> tapi pada akhirnya aku tidak bisa menulisnya.

Aku melihat ke arah Otonashi-san, ekspresinya tidak berubah sedikit pun ketika melihat kertas-kertas yang sudah dikembalikan kepadanya. Menurutku, semuanya tertulis <<Aya Otonashi>>.

---Seseorang yang tidak bisa memikirkan apapun tidak akan bisa menuliskan apa pun.

"----"

Jadi, apa yang harus aku lakukan?

Entah kenapa nama aneh seperti «Maria» terlintas di pikiranku.

Tidak. Aku sadar ada yang salah denganku. Dari berbagai nama kenapa cuma <<Maria>>? Aku bahkan tidak tahu dari mana nama ini berasal. Jika aku memberikan nama ini padanya, dia pasti akan berteriak kepadaku dengan kalimat misalnya «Apa kau bercanda?»

Tapi, apa mungkin jawaban inilah yang dia inginkan...?

Setelah berpikir keras, akhirnya aku mulai menulis di atas kertas sepanjang 10 sentimeter itu.

«Maria»

Aku berdiri dan menuju ke arah Otonashi-san. Sudah tidak ada antrian lagi. Sepertinya aku yang terakhir. Dengan gugup aku memberikan kertasku padanya. Otonashi-san menerimanya tanpa berkata apa pun.

Lalu, dia melihat ke huruf-huruf yang tertulis di sana.

Ekspresinya berubah. Drastis.

"...Eh?"

Otonashi-san yang bergeming sama sekali saat dia menghadapi guru dan Daiya, membuka matanya lebar-lebar.

"Fufufu..."

Tiba-tiba dia tertawa.

"Hoshino,"

"Oh, kau ingat namaku."

Dalam sekejap aku menyesali keputusanku. Sebab, ketika dia berhenti tertawa, Otonashi-san melotot ke arahku seperti dia sedang melihat musuh bebuyutannya.

"...Kau! Apa kau bercanda denganku!?"

Dia terlihat berusaha menahan amarahnya karena dia berbicara dengan suara yang pelan. Aku memang sudah memperkirakan bagian 'bercanda'-nya, tapi nada suaranya mengejutkanku.

Dia menarik kerahku dengan sekuat tenaga.

"Waah! M-maafkan aku! I-Itu tidak seperti aku bercanda denganmu..."

"Jadi, kau mau bilang kalau kau bisa saja menulis jawaban seperti itu tanpa bercanda?"

"Err, well, Kau... mungkin benar. Aku mungkin saja bercanda."

Pertanyaannya tadi bisa saja dibilang serangan akhir.

Tanpa melepaskanku, dia menarikku speanjang jalan ke belakang bangunan sekolah



"Hoshino, apa kau mempermainkanku?"

Otonashi-san menekanku ke tembok bangunan sekolah dan melotot ke arahku.

"Aku memang tidak pintar dalam membuat rencana, aku sadar akan hal itu. Ini adalah rencana gila yang sama saja seperti mengatakan «Jika kau pelakunya, serahkan saja dirimu». Tidak, kau bahkan tidak bisa menyebutnya rencana. Meski begitu... Kenapa kau mengambil umpannya? Ini sudah kedua kalinya aku melakukan hal ini. Yang pertama malah tidak kaupedulikan sama sekali!"

Dia melepaskan tangannya dari kerahku, tapi pandangannya cukup untuk membuatku terdiam.

Otonashi-san melihat ke arahku sambil mengigit bibirnya dan menghela napasnya.

"...Tidak, aku kesal karena aku akhirnya mendapat petunjuk dengan cara yang sangat mustahil seperti ini. Tapi, tanpa ragu aku bisa bilang kalau situasinya makin membaik. Jadi aku mestinya senang."

"...Ya, aku pikir begitu. Kau harusnya senang! Hahaha--"

Otonashi-san melotot ke arah senyumanku yang kupaksakan. Mungkin sebaiknya aku tetap diam.

"...Aku tidak mengerti. Sebenarnya kukira kau menyerah terhadap usaha kerasku... Tapi apa-apaan dengan wajah cuek seperti itu!"

Daripada dibilang cuek, aku tidak mengerti sama sekali tentang apa yang kaubicarakan.

"Kau terus mengabaikanku selama 2600 kali. Berapa lama pun pengulangan tidak terbatas ini berlanjut, aku tidak akan pernah menyerah. Meski begitu, aku sudah lelah. Seharusnya kau pun merasakan kelelahan sepertiku, tapi bagaimana bisa kau terus bersabar sampai sekarang?"

Apa yang harus aku katakan... Bahkan aku sendiri tidak tahu apa yang sedang kaubicarakan.

Sepertinya dia menyadari keherananku terhadap perkataannya dan melihatku dengan curiga.

"...Apa mungkin kau tidak sadar?"

"Sadar? Sadar apa?"

"...Baiklah. Akting atau bukan, penjelasanku tadi tidak akan menyebabkan kerugian apa pun. Hm, yah... Biar simpel, aku sudah 'pindah sekolah' 2.601 kali."

Aku cuma bisa terdiam.

"Jika kau hanya berakting, maka kau benar-benar hebat. Tapi, sepertinya kau hanya memang «tidak tahu» apapun melihat wajahmu yang bingung itu. Apapun itu, aku akan menjelaskan padamu apa yang aku tahu. Hari ini tanggal 2 maret kan?"

Aku mengangguk.

"Lebih gampang jika aku bilang kalau aku sudah mengulangi 2 Maret ini sebanyak 2.601 kali, meski tidak sepenuhnya benar. Karena itu aku memakai kata 'Pindah Sekolah' meskipun itu juga kurang tepat."

"Haa.."

"Aku sudah dikirim kembali ke 2 Maret pukul 06:27 pagi sebanyak 2.601 kali."

"..."

"'Dikirim kembali' merupakan kata yang paling tepat menurutku. Tapi sebenarnya itu tidak tepat. Jadi aku menggunakan kata 'Pindah Sekolah' di sini, karena itu lebih mendekati kenyataan yang saat ini sedang terjadi--"

Otonashi-san melihatku kebingungan dan menggaruk kepalanya.

"Aargh! Dasar, betapa bodohnya kau! Jika ada sesuatu yang menurutmu tidak mengenakkan setelah pukul 06:27 akan kaunyatakan «kosong», ya, 'kan?"

Dengan kesal dia berteriak seperti itu. Oh, tidak, tidak... Tidak mungkin ada orang yang bisa mengerti sesuatu yang dikatakan tiba-tiba seperti itu, 'kan?

"...Aku tidak begitu mengerti, tapi pastinya, kau mengulangi waktu yang sama terus-menerus, 'kan?"

Saat itu juga aku mengatakannya,

"Ah--"

Apa? Perasaan apa ini?

Aku menekan dadaku di bagian yang terasa sesak. Perasaan yang tidak enak mulai menyerangku. Perasaan tidak tenang... tidak. Kata 'tidak tenang' tidaklah cocok. Ini adalah sensasi yang mengerikan. Misalnya seperti saat kota yang kautinggali tertukar dengan kota lain yang tak seorang pun menyadarinya kecuali kau sendiri.

Ini tidak seperti ingatanku sudah kembali. Aku belum mengingat apapun.

Tapi entah kenapa aku merasa ini «pernah terjadi».

Otonashi-san menyatakan kebenaran.

Kebenaran kosong.

"Apa kau akhirnya mengerti?"

"...T-tunggu sebentar,"

Dia mengalami 2 Maret sebanyak 2.601 kali. Hal itu memang masih membingungkanku, tetapi semua perkataan Otonashi-san seakan-akan menyatakan kalau:

"...Aku penyebabnya?"

Otonashi-san menjawabnya seketika.

"Ya."

"K-kenapa aku melakukannya?"

"Mana mungkin aku tahu alasanmu."

"Aku tidak melakukannya!"

"Bagaimana kau bisa menyatakan kalimat barusan jika kau sendiri tidak sadar?"

Kenapa aku? Begitu aku ingin mengatakan hal itu, aku menyadarinya. Hanya ada satu hal yang membuat dia begitu mencurigaiku.

Itu---karena aku menulis «Maria» di kertas.

"Seperti kau yang tidak sadar, orang-orang di sekitarmu yang terbawa-bawa ke dalam kejadian ini, juga tidak dapat mengingat kejadian-kejadian yang dinyatakan «kosong». Dengan kata lain, selain aku, hanya pelakunya saja yang bisa menulis «Maria» yang sudah kusebutkan di pengulangan sebelumnya."

Tapi aku mengingat nama ini. Kuakui memang tidak terbayangkan kalau nama «Maria» dapat terbayang dalam pikiranku tanpa alasan yang jelas.

"Aku tidak tahu apakah itu efektif atau tidak, tapi aku selalu melakukan tindakan yang dapat meninggalkan kesan terhadap siapapun. Aku hanya tinggal menunggu si pelaku yang juga memiliki ingatan kejadian di waktu yang dianggap «kosong» ini untuk berbuat kesalahan. Yah, tapi aku memang tidak mengharapkan ini akan berhasil."

"...Sejak kapan kau mencurigaiku? Maksudku, kau sengaja memberitahuku nama «Maria» di waktu sebelumnya, kan?"

"Aku tidak secara khusus mencurigai orang yang terlihat baik-baik seperti kau."

"Jadi...?"

"Hmm, tentu saja aku melakukannya ke semua orang, satu per satu, dan memberitahu mereka nama ini, karena dari sejak awal waktuku memang tak terbatas."

Waktunya tak terbatas.

Waktu yang telah Otonashi-san habiskan. Jangka waktu yang begitu lama. Aku bahkan tidak bisa mengatakannya sebagai sebuah metafora lagi.

Aku mengerti waktunya tidak terbatas, jadi itulah alasan kenapa dia sampai memikirkan rencana yang gila seperti menyuruh seluruh murid di kelas menulis namanya. Hanya dengan sedikit harapan supaya seseorang akan menulis nama «Maria». Bahkan jika dia tidak memiliki harapan sama sekali, semua rencananya pasti sudah habis terpakai bahkan sebelum sampai di pengulangan ke-2.601. Jadi, mungkin ini hanya salah satu cara untuk menghabiskan waktu hingga ada rencana baru yang muncul. Yeah, menurutku hal itulah yang paling rasional daripada diam dan tidak melakukan apapun sama sekali, meskipun itu hanya bertujuan untuk menenangkan pikiran saja. Lagi pula, waktunya memang tidak terbatas.

Itulah alasan kenapa Otonashi-san begitu marah ketika aku dengan mudahnya terkena trik ini. Seperti dalam game RPG ketika kau tidak bisa mengalahkan musuh dalam suatu 'quest' dan terus berlatih untuk mencapai level yang lebih tinggi, yang pada kenyataannya dapat dikalahkan dengan mudah dengan suatu 'item' tertentu. Tentu wajar jika kau merasa sia-sia dengan seluruh pengorbanan yang kau lakukan selama itu, bukan? Mungkin kau sudah mencapai tujuanmu, tapi kau juga ingin agar seluruh kerja kerasmu juga dihargai.

"Yah, ayo hentikan pembicaraan kita di sini. Lagi pula ini belum berakhir,"

Benarkah?"

"Tentu saja! Memangnya ini sudah terlihat berakhir bagimu? Apakah mimpi buruk bersambung ini, 'Rejecting Classroom' ini sudah terlihat berakhir bagimu?"

'Rejecting Classroom'? Sepertinya itu adalah sebutannya untuk kejadian yang berulang ini.

Apa pun itu, ada satu hal yang membuatku penasaran.

"Aku mengerti, kau mencurigaiku karena aku menulis «Maria». Tapi, kenapa kau tidak terpengaruh efek dari 'Rejecting Classroom' ini?"

"Bukan begitu. Aku juga bisa terpengaruh. Jika aku menyerah, aku akan segera terpengaruh oleh 'Rejecting Classroom' ini. Aku akan terus hidup tanpa tujuan di pengulangan tak terbatas ini. Semua orang di kelas akan mengalami hari yang kau tolak ini untuk selamanya."

"Kau bisa terpengaruh hanya kalau menyerah?"

"Pikirkan saja, adakah orang lain yang mungkin menyadarinya? Bahkan jika kau, dalang dari semua ini tidak sadar akan keberadaan 'Rejecting Classroom' ini?"

...Benar juga. Dia sudah mengulanginya sebanyak 2.601 kali.

"Ini akan lebih mudah kalau aku tidak mengingatnya. Tapi itu tidak akan pernah terjadi."

"Tidak akan?"

"Ya, tidak akan. Tidak mungkin aku menyerah begitu saja meskipun aku harus mengulanginya 2.000 kali, 20.000 kali, atau bahkan 2 juta kali sekalipun, aku akan melampaui pengulangan ini dan mencapai tujuanku!"

2.000 kali. Kalau dipikir-pikir, kita sering menggunakan angka 2.000 di kehidupan sehari-hari. Tapi kalau kita harus melewatinya satu-per satu,... contohnya setahun ada 365 hari, 5 tahun ada 1.825 hari dan itu belum cukup.

Waktu yang begitu lama dan Otonashi-san sudah melampauinya.

"Hoshino. Apa kau tidak sadar dengan alasanmu membuat 'Rejecting Classroom' ini?"

"Eh?..Iya."

"Fufufu... jika kau berpura-pura bodoh hanya untuk menghindari pertanyaan semacam ini, pasti ada maksudnya. Jika itu memang benar, aktingmu benar-benar hebat."

"Aku tidak berakting!"

"Kalau begitu, aku akan menanyakan sesuatu--"

Otonashi-san sedikit tersenyum,

"Hoshino, kau pernah bertemu dengan 'dia', 'kan?"

...Siapa?

...Aku tidak bertanya pada diriku sendiri. Apa pun alasannya. Siapa yang kutemui? Aku tidak tahu. Aku tidak bisa mengingatnya.

Tapi aku mengerti,

aku sudah bertemu dengan '****'

Kapan? Di mana? Tentu saja Aku tidak mungkin tahu akan hal seperti itu. Hal itu bukan merupakan bagian dari ingatanku. Meski begitu, Aku bisa merasakan kalau kami memang pernah bertemu.

Aku mencoba mengingatnya. Tetapi ingatan itu tertahan dari mataku seperti sebuah pintu gerbang yang tertutup dengan kecepatan tinggi. Peringatan! Anda tidak boleh masuk. Hanya boleh untuk orang yang berkepentingan saja.

"Fufu, jadi kau sudah bertemu dengannya."

Dia terlihat senang. Sekarang Otonashi-san menjadi yakin. Dan Aku sendiri merasakan hal yang sama dengannya.

Aku, Kazuki Hoshino, adalah penyebab semua kejadian ini.

"Seharusnya dia sudah menyerahkan benda itu padamu. 'Box' yang mengabulkan sebuah 'permohonan'."

Tiba-tiba saja dia menggunakan kata 'box'. Berdasarkan apa yang dia katakan sebelumnya, sepertinya 'box' itu adalah alat yang membuat 'Rejecting Classroom' ini.

"Ah, Aku belum memberitahumu apa tujuanku."

Masih terlihat senang, Otonashi-san memberitahuku.

"Tujuanku adalah--untuk mendapatkan 'box'itu."

Lalu ekspresinya menghilang. Otonashi-san yang yakin kalau aku punya 'box' itu memelototiku dengan mata yang dingin lalu memerintahku.

"Sekarang serahkan 'box'-nya."

Aku pasti punya 'box' itu. Hal itu tidak salah kan? Tapi apa boleh aku menyerahkan 'box' yang mengabulkan 'permohonan' apa pun itu padanya begitu saja?

Maksudku, Otonashi-san telah mengulangi 2.601 pengulangan hanya untuk mendapatkan 'box'. Jadi dia pasti punya sebuah 'permohonan' yang nilainya setara dengan usahanya itu. Dia ingin mengabulkan 'permohonan'-nya sendiri; meski itu berarti menganggap sepele 'permohonan'-ku, dan mencurinya. Ini seperti...

...seperti--sebuah kegigihan yang hampir abnormal.

Benar, ini abnormal. Aya Otonashi itu abnormal.

"...Aku tidak tahu bagaimana caranya." Aku tidak bohong. Tapi itu juga salah satu caraku untuk menunjukkan perlawananku.

"Aku mengerti. Jadi kau akan menyerahkannya padaku di saat kau mengingatnya, 'kan?"

"Yah..."

"Lupa bagaimana cara mengeluarkannya itu hal yang biasa. Tapi kau hanya lupa saja; kau masih tetap tahu caranya. Seperti cara mengendarai sepeda; kau tidak bisa mengajarkannya pada orang lain, tapi kau mengetahui caranya melalui perasaanmu. Kau hanya kebingungan karena tidak bisa mengubahnya ke dalam kata-kata."

"...apakah tidak ada cara untuk menghentikan 'Rejecting Classroom' tanpa mengeluarkan 'box'-nya?"

Otonashi-san melemparkan pandangan dingin ke arahku.

"Jadi kau tidak berniat menyerahkannya padaku. Apa itu yang mau kau bilang?"

"Bu-bukan begitu..."

Melihatku panik, Otonashi-san menghela napasnya.

"Coba lihat. Kupikir 'Rejecting Classroom'nya akan berakhir jika kita menghancurkan 'box'-nya bersama dengan si 'pemilik'."

"Menghancurkan 'box'-nya bersama dengan si 'pemilik'...?"

'Pemilik' mungkin adalah sebutan untuk si pelaku yang memegang 'box'-nya, dengan kata lain, aku. Menghancurkan 'box'-nya bersama denganku? Singkatnya--

Otonashi-san menahan emosinya dan berkata dengan dinginnya.

"'Rejecting Classroom' akan berakhir jika kau mati."



Apa alasan itu cukup untuk membuat sebuah «*****»?

Apa kau ingin bilang kalau kau berencana untuk melakukan ini padaku juga, jika perlu? Kalau begitu, cepatlah lakukan, itu akan lebih mudah bagiku untuk menahannya.

3 Maret. Pagi. Hujan. Di perempatan jalan dengan pemandangan yang sangat mengerikan.

Aku melempar payungku dan melihat ke arah «*****». Benda lainnya tidak terlalu masuk ke dalam pandanganku. Truk yang menabrak ketembok maupun Otonashi-san yang hanya berdiri di sana, Aku tidak begitu memperhatikannya. Cairan merah terus mengalir tanpa henti, hingga tidak bisa terhapus oleh air hujan.

Sebuah ma***, kehilangan setengah kepalanya, dan ot**nya muncrat keluar. **yat. Mayat. Mayat. MAyat. MayatMayatMAYAT. maYAT. MayatmayatMAYAT. Mayat. Mayat. Mayat! «Mayat» Haruaki.

"---ah"

Benda di depan mataku membuatku muntah ketika aku menyadarinya. Aku melihat ke arah Aya Otonashi. Tanpa ekspresi dia melihat ke arahku.

"......Haruaki,"

Tapi jangan khawatir, Haruaki!

Kau tahu, semua ini akan menghilang seperti tidak pernah terjadi.

Ini akan dinyatakan «Kosong». Mudah sekali...

...Oh? Mungkinkah...

Mungkinkah ini merupakan alasanku mengharapkan "Rejecting Classroom"...? Karena aku menolak situasi seperti ini?


Balik ke Ke-8,946 kali Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Ke-2,602 kali