Difference between revisions of "Hakomari (Indonesia):Jilid 3 Putaran Pertama"
Line 150: | Line 150: | ||
===▶Hari Pertama <B> Ruang besar=== |
===▶Hari Pertama <B> Ruang besar=== |
||
+ | |||
+ | Pemandangannya berubah dengan segera. |
||
+ | |||
+ | Pertama, semuanya berubah putih. Warna putih tidak alami yang mebuatku merasa berada dalam ruang kosong rumah sakit yang baru selesai di buat, tanpa dokter, perawat ataupun pasien. |
||
+ | |||
+ | Saat aku menyadarinya sampai sini--- |
||
+ | |||
+ | “Ueh...?” |
||
+ | |||
+ | ---Aku dijatuhkan. |
||
+ | |||
+ | Tanpa ada waktu untuk kebingungan atau merasakan sakitnya hantaman lantai keras terhadap punggungku, ujung sebuah pisau diarahkan padaku tepat depan mataku. |
||
+ | |||
+ | “Namamu?” |
||
+ | |||
+ | Melihat gadis dengan rambut sebahu memegang sebuah pisau di depanku, aku akhirnya menyadari apa yang terjadi padaku. |
||
+ | |||
+ | “H-HII...!!” |
||
+ | |||
+ | “Kau dipanggil <<HII>>? Itu tidak benar kan? Bukankah aku menanyakan namamu?’ |
||
+ | |||
+ | S-siapa orang ini? |
||
+ | |||
+ | “K-Kazuki Hoshino.” |
||
+ | |||
+ | Aku menyadari kalau dia mengenakan seragam sekolah kami dan, di tangan kirinya, sebuah jam digital berwarna oranye. Warnanya berbeda dengan milikku. |
||
+ | |||
+ | Jadi dia peserta game ini? ...eh? Mungkin, pertarungan hidup dan mati sudah di mulai dan aku barusan sekakmat? T-Tungu sebentar! Bukannya ini terlalu kejam?! |
||
+ | |||
+ | Meskipun situasiku terlihat tanpa harapan— |
||
+ | |||
+ | |||
+ | “Kazuki!” |
||
+ | |||
+ | |||
+ | ---Aah, cuma dengan mendengar suara ini aku bisa tenang. |
||
+ | |||
+ | “Mh, Otonashi-san, apa dia kenalanmu?” |
||
+ | |||
+ | “Ya, benar.” |
||
+ | |||
+ | Sesudah mengatakan hal itu, dia berdiri tanpa mengubah ekspresinya dan melangkah mundur. Aku tidak benar-benar mengerti, tapi sepertinya aku dibebaskan. |
||
+ | |||
+ | “Apa kau baik-baik saja, Kazuki?” |
||
+ | |||
+ | “Y-Ya...” |
||
+ | |||
+ | Aku menjawab sambil meraih tangannya setelah dia berlari ke arahku. |
||
+ | |||
+ | “T-tapi kenapa dia---“ |
||
+ | |||
+ | “---Whoa!” |
||
+ | |||
+ | Aku menghentikan ucapanku saat suara lain bergema, dan menoleh dengan heran. Gadis tadi memegang pisau ke arah seorang laki-laki berambut kecoklatan. |
||
+ | |||
+ | “...umm, kenapa, tiba-tiba?” |
||
+ | |||
+ | Dia bertanya, saat melihat sekeliling hanya dengan matanya. Dia terkejut, tapi sepertinya cukup tenang untuk mengamati kami. |
||
+ | |||
+ | “...kau cukup tenang, benar kan?” |
||
+ | |||
+ | Menyadari hal ini, dia mengatakannya pada laki-laki berambut kecoklatan itu. |
||
+ | |||
+ | “Tidak, sebenarnya... yah, tapi aku menyadari ‘Aah, kau tidak serius’, jadi aku bisa tetap tenang entah bagaimana.” |
||
+ | |||
+ | Dia menjawab dengan “Ohoo” yang penuh arti pada jawaban laki-laki itu, lalu dia menarik pisaunya dan melepaskannya. |
||
+ | |||
+ | “...ah, kau sudah melepaskanku?” |
||
+ | |||
+ | “Lakukan apa yang kau inginkan.” |
||
+ | |||
+ | ...dia segera melepaskan laki-laki berambut kecoklatan itu juga, huh. Aku benar-benar heran kenapa dia melakukan hal ini? |
||
+ | |||
+ | Laki-laki berambut kecoklatan itu sudah tersenyum seolah melupakan kejadian tadi dan berkata, |
||
+ | |||
+ | “Oh, ada tiga gadis menawan! Beruntungnya aku!” |
||
+ | |||
+ | Three...? Umm, Maria, gadis yang menyerangku dengan pisau, dan--- |
||
+ | |||
+ | Aku menemukan seorang gadis dengan rambut panjang meringkuk di samping monitor besar di ruangan ini. Dengan kulit putih kontras dengan rambutnya yang hitam kelam, gadis itu memberikan kesan ramping padaku. |
||
+ | |||
+ | Juga, dia mengenakan jam digital yang berwarna abu-abu kecoklatan di tangan kirinya. |
||
+ | |||
+ | “Jangan khawatir, Yuuri!” |
||
+ | |||
+ | Gadis-pisau itu mengusap kepala gadis berambut hitam dan tersenyum padanya, menunjukkan kebaikan yang tidak dia tunjukkan pada kami. Wajah gadis berambut hitam yang berubah-rubah karena ketakutan sedikit tenang, tapi hanya selama beberapa saat. |
||
+ | |||
+ | “...Apa yang akan terjadi pada kita...?” |
||
+ | |||
+ | “Kita akan baik-baik saja!” |
||
+ | |||
+ | ...sepertinya mereka berdua saling kenal. |
||
+ | |||
+ | “Kau adalah Hoshino-senpai<ref>kakak kelas</ref>, kan?” |
||
+ | |||
+ | Karena dipanggil, aku mengalihkan pandanganku dari kedua gadis itu. Dia adalah laki-laki berambut kecoklatan yang tadi. |
||
+ | |||
+ | “Apa kau mengenalku?” |
||
+ | |||
+ | “Tentu saja! Senpai, kau sangat terkenal, bersama dengan Maricchi di sana? Kau tidak mungkin lupa tentang upacara penerimaan yang ‘’legendaris’’ itu kan!” |
||
+ | |||
+ | Dia mengenakan seragam berkerut, sebuah kalung perak, dan di pergelangan tangannya sebuah jam tangan digital berwarna hijau. ...sebentar, kalau dipikir-pikir, semua yang ada di sini mengenakan seragam sekolah kami. |
||
+ | |||
+ | “Umm, siapa namamu?” |
||
+ | |||
+ | “Namaku --- ah! Kaichou, sepertinya kita semua di sini sekarang, jadi bagaimana kalau perkenalan? |
||
+ | |||
+ | Dia berkata dapa gadis-pisau. |
||
+ | |||
+ | <<Kaichou>>?<ref>Ketua Osis</ref> Apa ini artinya dia adalah Ketua Osis? Satu dari tiga manusia super yang Kokone katakan padaku? |
||
+ | |||
+ | “Mh, baiklah. Itu mungkin tidak jelek.” |
||
+ | |||
+ | Sekarang karena dia mengatakan hal ini, aku sering mendengar suara renyah ini pada pengumuman dengan mic. Gadis yang tersenyum penuh-percaya diri ini adalah... benar, tanpa keraguan dia adalah ketua Osis. |
||
+ | |||
+ | Jadi--- |
||
+ | |||
+ | Aku harus bertarung melawan para manusia super itu dalam pertarungan hidup dan mati ini? |
||
+ | |||
+ | “Apa kau pikir ini sudah semuanya?” |
||
+ | |||
+ | Si ketua Osis bertanya padanya. |
||
+ | |||
+ | “Di sini ada enam kursi, jadi kurasa begitu.” |
||
+ | |||
+ | “Hmm, yeah.” |
||
+ | |||
+ | ...eh? Enam? |
||
+ | |||
+ | “Tunggu sebentar! Bukankah kita hanya berlim---“ |
||
+ | |||
+ | |||
+ | “Kazu, apa matamu terbuat dari kaca?” |
||
+ | |||
+ | |||
+ | Aku menahan nafasku saat mendengar kata-kata ini. |
||
+ | |||
+ | Di tengah ruangan adalah sebuah meja bujur dengan enam kursi diatur samarata di sekitarnya. Di kursi terjauh dari tempatku adalah, dia. |
||
+ | |||
+ | “...Daiya.” |
||
===▶Hari Pertama <C> Ruang [Kazuki Hoshino]=== |
===▶Hari Pertama <C> Ruang [Kazuki Hoshino]=== |
Revision as of 12:41, 4 July 2012
Status: Incomplete
▶Hari pertama <A> Ruang [Kazuki Hoshino]
Hal pertama yang memsauki pandanganku adalah langit-langit hitam dan bola lampu yang terpasang di sana. Aku melompat berdiri, terkejut pada pemandangan asing tempat ini.
“...Ruang apa ini?”
Menahan kebingunganku yang menjadi-jadi, aku mencoba mengingat-ingat bagaimana aku bisa sampai di sini.
Aku seharusnya sedang tertidur di tempat tidur bawah, seperti biasa. Aku tidak ingat aku berpindah tempat sesudahnya. Aku tidak ingat berpindah tempat, ataupun bertemu dengan orang lain.
Aku mengamati sekeliling ruangan. Di sana ada toilet dan tempat cuci tangan di ruangan seluas enam tatami ini. Di tengahnya adalah sebuah meja dengan tas goni di atasnya.
Tapi apa yang benar-benar menonjol adalah monitor 20 inch yang terpasang di tembok dan terlihat tidak pada tempatnya di ruangan yang seperti penjara ini.
Pandanganku beralih ke tubuhku. Aku mengenakan seragam sekolahku yang semua kantongnya kosong.
Aku meraih tas goni itu dan mengeluarkan barang-barang di dalamnya satu persatu.
Sebuah pulpen.
Sebuah buku catatan.
Sebuah jam tangan digital berwarna biru.
Tujuh potong makanan padat.
Di sana juga ada terminal portable yang terlihat tepat seperti <<iPod touch>>.
Dan terakhir---
“------“
Sebuah pisau yang berat.
Dengan hati-hati aku melepaskan penutupnya. Mata pisau yang kuat. Pisau itu bahkan memiliki pinggiran yang bergerigi. Itu adalah pisau untuk bertarung yang biasa muncul di tangan-tangan para tentara dalam film.
“...Hah..? Untuk tujuan apa aku...”
Ini jelas-jelas adalah senjata. Alat untuk membunuh.
Sesorang mencoba membuatku bertarung? Jadi aku tidak punya pilihan lain selain bertarung?
Aku menggelengkan kepalaku dan melemparkan pisau itu kembali kedalam kantung. Menyadari kalau aku gemertaran, aku menarik nafas dalam dan mencoba menenangkan diri.
Sekali lagi, aku melihat ke sekitar ruangan. Tidak ada jendela. Aku juga tidak bisa menemukan lubang ventilasi. Di sana hanya ada satu pintu yang terlihat sangat berat. Aku berfikir untuk membukanya, tapi lalu menyadari kalau tidak ada gagang pintu di sana. Coba-coba aku menekankan tubuhku sedikit padanya, tapi tidak pintu itu tidak bergerak sama sekali.
Aku berjalan terhuyung-huyung ke tempat tidurku dan menjatuhkan tubuhku di sana.
“Apa yang sedang terjadi di sini...?”
Aku tidak mengerti. Aku tidak mengerti... tapi ini adalah situasi yang tidak normal.
---Tidak normal – yang tidak biasa.
Aah, apakah ini mungkin---
<<Selamat - pagi>>
Suara tiba-tiba ini mengagetkanku.
Aku menoleh dan melihat---apa ini?---makluk aneh di monitor yang tadinya gelap.
<<HaHaHa - Selamat - pagi - Kazuki-kun>>
Berlawanan dengan caranya berbicara padaku yang akrab, suaranya terdengar sangat seperti mesin, tanpa intonasi. Benda hijau berkilau di monitor seharusnya menggambarkan seekor beruang... aku rasa. Mungkin. Karena matanya yang tajam dan tubuhnya yang dibentuk buruk, dia tidak terlihat imut sama sekali. Terus terang, dia menjijikan.
<<YaaYaaYaa-Apa-kau-merasa-baik? Aku adalah-sang maskot-Noitan! SenanG-bertemu denganmu>>
Si beruang ---mulut---Noitan? Bergerak naik turun. Animasi ini hanya terdiri dari dagunya bergerak naik dan turun, jadi sekali lahi: menjijikan.
“...karakter yang mengerikan. Anak-anak akan menangis...”
<<Siapa yang kau panggil mengerikan babi! Haruskan aku menghukummu dengan menghancurkan ‘bola ‘mu? Itu akan cocok untukmu.>>
“......HII!”
D-dia barusan berbicara! Lebih dari itu, dengan mulut yang sangat kotor! Dan kenapa dia tiba-tiba bicara dengan lancar!? Juga, pengambaran matanya yang merah itu terlalu menakutkan!
“...U-umm... apa kau bisa berbicara denganku?”
<<Ya - Aku - bisa!>>
Nada bicaranya kembali.
Sepertinya dia diatur supaya bisa berbicara lancar hanya saat dia marah.
“Noitan,”
<<Kau sok akrab brengsek, tidak mau gunakan “san” dinamaku!? Juga, bicara lebih sopan!>>
“......Noitan-san. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa sampai sini, jadi aku ingin tahu aku ada di mana?”
<<Kau ada di dAlam - permainan - yang disebut - [Kingdom Royale]! Aku akan-mEnjelaskannya nanti - di tempat - yang lAin berada, tapi --->>
“Yang lain...? Jadi aku bukan satu-satunya yang ada di sini?!”
<<Tutup mulutmu saat aku sedang bicara atau kau ingin aku mencabut lidahmu?!>>
“......Maafkan aku.”
<<Pintu ini - sekarang akan terbuka! Kau akaN mencapai - tempat – dimana - semua peserta - permainan ini berkUmpul! Aku akan - mEnjelaskannya padamu - di sana jadi mohon - tunggu sebentar>>
Saat Noitan selesai berbicara, pintu berat itu mulai terbuka perlahan tapi pasti.
“...Boleh aku pergi?”
<<Silahkan-kalau kau sudah-mempersiapkaN dirimu!”
“Mempersiapkan diri...?”
<<Di balik piNtu ini-adalah ruang besar-Apakah kau siap-untuk mEnemui orang-orang-yang aDa pada-posisi yang sama denganmu?>>
“Apa yang akan kami lakukan?’
Noitan merubah air mukanya yang mengerikan dan berkata,
<<Mortal combat!>>[1]
“......Eh? Apa yang---“
Monitor itu mati sebelum aku menyelesaikan kalimatku. Pada saat bersamaan, pintu itu terbuka sepenuhnya.
---Apa maksudnya ini?
Kegelapan yang tebal menghubungkan pintu dengan sisi yang lain.
Apa benar-benar ada ruangan di sana? ...Aku tidak bisa mempercayainya.
Tapi aku yakin aku tidak bisa menolak untuk pergi.
Aku memakai jam tangan biru yang ada di meja dan berdiri di depan pintu.. Karena aku merasa kakiku akan membeku, aku mencoba menenangkan diriku:
...Tidak apa-apa. Aku akan baik-baik saja.
Tidak ada hal baik yang menungguku di ujung sana. Tapi, aku ada di dalam sebuah ‘kotak’. Karenanya, dia ada di sini.
---Maria ada di sini.
Karenanya pasti akan baik-baik saja.
Dengan pikiran seperti itu di otakku, aku melompat ke dalam kegelapan.
▶Hari Pertama <B> Ruang besar
Pemandangannya berubah dengan segera.
Pertama, semuanya berubah putih. Warna putih tidak alami yang mebuatku merasa berada dalam ruang kosong rumah sakit yang baru selesai di buat, tanpa dokter, perawat ataupun pasien.
Saat aku menyadarinya sampai sini---
“Ueh...?”
---Aku dijatuhkan.
Tanpa ada waktu untuk kebingungan atau merasakan sakitnya hantaman lantai keras terhadap punggungku, ujung sebuah pisau diarahkan padaku tepat depan mataku.
“Namamu?”
Melihat gadis dengan rambut sebahu memegang sebuah pisau di depanku, aku akhirnya menyadari apa yang terjadi padaku.
“H-HII...!!”
“Kau dipanggil <<HII>>? Itu tidak benar kan? Bukankah aku menanyakan namamu?’
S-siapa orang ini?
“K-Kazuki Hoshino.”
Aku menyadari kalau dia mengenakan seragam sekolah kami dan, di tangan kirinya, sebuah jam digital berwarna oranye. Warnanya berbeda dengan milikku.
Jadi dia peserta game ini? ...eh? Mungkin, pertarungan hidup dan mati sudah di mulai dan aku barusan sekakmat? T-Tungu sebentar! Bukannya ini terlalu kejam?!
Meskipun situasiku terlihat tanpa harapan—
“Kazuki!”
---Aah, cuma dengan mendengar suara ini aku bisa tenang.
“Mh, Otonashi-san, apa dia kenalanmu?”
“Ya, benar.”
Sesudah mengatakan hal itu, dia berdiri tanpa mengubah ekspresinya dan melangkah mundur. Aku tidak benar-benar mengerti, tapi sepertinya aku dibebaskan.
“Apa kau baik-baik saja, Kazuki?”
“Y-Ya...”
Aku menjawab sambil meraih tangannya setelah dia berlari ke arahku.
“T-tapi kenapa dia---“
“---Whoa!”
Aku menghentikan ucapanku saat suara lain bergema, dan menoleh dengan heran. Gadis tadi memegang pisau ke arah seorang laki-laki berambut kecoklatan.
“...umm, kenapa, tiba-tiba?”
Dia bertanya, saat melihat sekeliling hanya dengan matanya. Dia terkejut, tapi sepertinya cukup tenang untuk mengamati kami.
“...kau cukup tenang, benar kan?”
Menyadari hal ini, dia mengatakannya pada laki-laki berambut kecoklatan itu.
“Tidak, sebenarnya... yah, tapi aku menyadari ‘Aah, kau tidak serius’, jadi aku bisa tetap tenang entah bagaimana.”
Dia menjawab dengan “Ohoo” yang penuh arti pada jawaban laki-laki itu, lalu dia menarik pisaunya dan melepaskannya.
“...ah, kau sudah melepaskanku?”
“Lakukan apa yang kau inginkan.”
...dia segera melepaskan laki-laki berambut kecoklatan itu juga, huh. Aku benar-benar heran kenapa dia melakukan hal ini?
Laki-laki berambut kecoklatan itu sudah tersenyum seolah melupakan kejadian tadi dan berkata,
“Oh, ada tiga gadis menawan! Beruntungnya aku!”
Three...? Umm, Maria, gadis yang menyerangku dengan pisau, dan---
Aku menemukan seorang gadis dengan rambut panjang meringkuk di samping monitor besar di ruangan ini. Dengan kulit putih kontras dengan rambutnya yang hitam kelam, gadis itu memberikan kesan ramping padaku.
Juga, dia mengenakan jam digital yang berwarna abu-abu kecoklatan di tangan kirinya.
“Jangan khawatir, Yuuri!”
Gadis-pisau itu mengusap kepala gadis berambut hitam dan tersenyum padanya, menunjukkan kebaikan yang tidak dia tunjukkan pada kami. Wajah gadis berambut hitam yang berubah-rubah karena ketakutan sedikit tenang, tapi hanya selama beberapa saat.
“...Apa yang akan terjadi pada kita...?”
“Kita akan baik-baik saja!”
...sepertinya mereka berdua saling kenal.
“Kau adalah Hoshino-senpai[2], kan?”
Karena dipanggil, aku mengalihkan pandanganku dari kedua gadis itu. Dia adalah laki-laki berambut kecoklatan yang tadi.
“Apa kau mengenalku?”
“Tentu saja! Senpai, kau sangat terkenal, bersama dengan Maricchi di sana? Kau tidak mungkin lupa tentang upacara penerimaan yang ‘’legendaris’’ itu kan!”
Dia mengenakan seragam berkerut, sebuah kalung perak, dan di pergelangan tangannya sebuah jam tangan digital berwarna hijau. ...sebentar, kalau dipikir-pikir, semua yang ada di sini mengenakan seragam sekolah kami.
“Umm, siapa namamu?”
“Namaku --- ah! Kaichou, sepertinya kita semua di sini sekarang, jadi bagaimana kalau perkenalan?
Dia berkata dapa gadis-pisau.
<<Kaichou>>?[3] Apa ini artinya dia adalah Ketua Osis? Satu dari tiga manusia super yang Kokone katakan padaku?
“Mh, baiklah. Itu mungkin tidak jelek.”
Sekarang karena dia mengatakan hal ini, aku sering mendengar suara renyah ini pada pengumuman dengan mic. Gadis yang tersenyum penuh-percaya diri ini adalah... benar, tanpa keraguan dia adalah ketua Osis.
Jadi---
Aku harus bertarung melawan para manusia super itu dalam pertarungan hidup dan mati ini?
“Apa kau pikir ini sudah semuanya?”
Si ketua Osis bertanya padanya.
“Di sini ada enam kursi, jadi kurasa begitu.”
“Hmm, yeah.”
...eh? Enam?
“Tunggu sebentar! Bukankah kita hanya berlim---“
“Kazu, apa matamu terbuat dari kaca?”
Aku menahan nafasku saat mendengar kata-kata ini.
Di tengah ruangan adalah sebuah meja bujur dengan enam kursi diatur samarata di sekitarnya. Di kursi terjauh dari tempatku adalah, dia.
“...Daiya.”