Difference between revisions of "Gekkou (Indonesia):Jilid 1 Hidup"
Line 3: | Line 3: | ||
===[Bagian 1]=== |
===[Bagian 1]=== |
||
− | Pelajaran pertama adalah bahasa Inggris, tapi aku tidak ingat apa-apa tentang itu. Aku sedang merenungkan kecelakaan ayah Youko Tsukimori |
+ | Pelajaran pertama adalah bahasa Inggris, tapi aku tidak ingat apa-apa tentang itu. Aku sedang merenungkan kecelakaan ayah Youko Tsukimori. |
− | Aku juga bermain dengan |
+ | Aku juga bermain-main dengan pemikiran mem-browsing beberapa situs berita di ponselku—tentu saja, tersembunyi dari mata guruku—tapi aku memutuskan untuk tidak melakukannya karena aku dikenal sebagai siswa yang berperilaku cukup baik. Aku tetap memberitahu diriku sendiri bahwa aku sedang menyisakan yang terbaik belakangan dan menghabiskan satu jam yang menyakitkan seperti ini. |
− | + | Persis saat pelajaran bahasa Inggris itu berakhir, aku bergegas keluar dari ruang kelas, bersemangat untuk detail-detail mengenai kecelakaan itu, danm langsung mengarah ke ruang perpustakaan. |
|
− | + | Di sana seharusnya ada surat kabar hari ini, dan karena ada korban, pasti ada memuat suatu artikel tentang itu. |
|
− | Dan seperti yang kuduga, ada sebuah artikel yang berhubungan dengan kecelakaan tersebut. Aku sedikit kecewa ketika aku mulai membaca; ada sebuah artikel, tentu, tapi itu pendek dan ditulis dengan sangat ringkas di sudut halaman berita lokal. |
+ | Dan seperti yang kuduga, ada sebuah artikel yang berhubungan dengan kecelakaan tersebut. Aku sedikit kecewa ketika aku mulai membaca; ada sebuah artikel, tentu, tapi artikel itu pendek dan ditulis dengan sangat ringkas di sudut halaman berita lokal. |
− | Namun, |
+ | Namun, selagi aku terus membaca, detak jantungku menjadi lebih cepat. Dalam artikel itu aku menemukan beberapa kata kunci yang kucari. |
− | “…dalam perjalanan pulangnya saat |
+ | “…dalam perjalanan pulangnya saat melintasi jalan pegunungan…” |
− | “…sebuah tikungan tajam dengan jarak pandang buruk…” |
+ | “…sebuah tikungan tajam dengan jarak pandang yang buruk…” |
− | + | “…sudah ada korban sebelumnya…” |
|
− | + | “…kecepatannya terlalu tinggi karena lereng…” |
|
− | Ada beberapa bagian |
+ | Ada beberapa bagian artikel yang mengingatkanku pada “Resep Membunuh Memalsukan Kecelakaan Lalu Lintas” seperti yang tercantum di dalam resep membunuh. Aku tidak bisa tidak tertarik pada pemikiran bahwa “Youko Tsukimori telah menjalankan rencana pembunuhannya.” |
− | …dan juga, tak bisa menahan |
+ | …dan juga, tak bisa menahan hawa dingin yang menjalari sumsumku ketika membayangkan kecelakaannya dengan pemikiran itu dalam otakku. |
− | + | Sama pentingnya adalah fakta-fakta tak tertulisnya. |
|
− | + | Artikelnya tidak akan sekecil ini jika Polisi ada mempertimbangkan kemungkinan pembunuhan. Sama halnya, aku tidak akan terus tidak menyadarinya sampai aku tiba di sekolah. |
|
+ | <--Had I gotten something fatally wrong-->Apa aku salah fatal memikirkan sesuatu? |
||
− | Seandainya aku mendapatkan sesuatu yang terlalu salah? |
||
− | Rencana itu tampak kekanak-kanakan pada pandangan pertama, seperti sebuah trik |
+ | Rencana itu tampak kekanak-kanakan pada pandangan pertama, seperti sebuah trik tidak pasti yang bergantung pada beberapa dasar yang goyah. |
Tapi mungkin dia menjalankan rencana itu justru karena kekurangan itu? |
Tapi mungkin dia menjalankan rencana itu justru karena kekurangan itu? |
||
− | Siapa yang akan mengira keberadaan |
+ | Siapa yang akan mengira keberadaan sebuah rencana pembunuhan sejanggal itu? |
− | Siapa yang akan melihat rencana pembunuhan dalam sesuatu yang |
+ | Siapa yang akan melihat suatu rencana pembunuhan dalam sesuatu yang terlihat tidak ada apa-apa selain suatu kecelakaan? |
− | Dan |
+ | Dan seperti yang ditunjukkan fakta-faktanya, polisi yakin bahwa itu hanya sebuah kecelakaan lalu lintas. Hal yang sama juga berlaku pada teman sekelasku; semua orang menganggap Tsukimori itu seorang gadis malang yang telah kehilangan ayahnya dalam suatu kecelakaan. |
Aku bertaruh bahkan korban itu sendiri bahkan tidak akan pernah bermimpi dia itu seorang pembunuh. |
Aku bertaruh bahkan korban itu sendiri bahkan tidak akan pernah bermimpi dia itu seorang pembunuh. |
Revision as of 12:43, 22 April 2015
[Hidup]
[Bagian 1]
Pelajaran pertama adalah bahasa Inggris, tapi aku tidak ingat apa-apa tentang itu. Aku sedang merenungkan kecelakaan ayah Youko Tsukimori.
Aku juga bermain-main dengan pemikiran mem-browsing beberapa situs berita di ponselku—tentu saja, tersembunyi dari mata guruku—tapi aku memutuskan untuk tidak melakukannya karena aku dikenal sebagai siswa yang berperilaku cukup baik. Aku tetap memberitahu diriku sendiri bahwa aku sedang menyisakan yang terbaik belakangan dan menghabiskan satu jam yang menyakitkan seperti ini.
Persis saat pelajaran bahasa Inggris itu berakhir, aku bergegas keluar dari ruang kelas, bersemangat untuk detail-detail mengenai kecelakaan itu, danm langsung mengarah ke ruang perpustakaan.
Di sana seharusnya ada surat kabar hari ini, dan karena ada korban, pasti ada memuat suatu artikel tentang itu.
Dan seperti yang kuduga, ada sebuah artikel yang berhubungan dengan kecelakaan tersebut. Aku sedikit kecewa ketika aku mulai membaca; ada sebuah artikel, tentu, tapi artikel itu pendek dan ditulis dengan sangat ringkas di sudut halaman berita lokal.
Namun, selagi aku terus membaca, detak jantungku menjadi lebih cepat. Dalam artikel itu aku menemukan beberapa kata kunci yang kucari.
“…dalam perjalanan pulangnya saat melintasi jalan pegunungan…”
“…sebuah tikungan tajam dengan jarak pandang yang buruk…”
“…sudah ada korban sebelumnya…”
“…kecepatannya terlalu tinggi karena lereng…”
Ada beberapa bagian artikel yang mengingatkanku pada “Resep Membunuh Memalsukan Kecelakaan Lalu Lintas” seperti yang tercantum di dalam resep membunuh. Aku tidak bisa tidak tertarik pada pemikiran bahwa “Youko Tsukimori telah menjalankan rencana pembunuhannya.”
…dan juga, tak bisa menahan hawa dingin yang menjalari sumsumku ketika membayangkan kecelakaannya dengan pemikiran itu dalam otakku.
Sama pentingnya adalah fakta-fakta tak tertulisnya.
Artikelnya tidak akan sekecil ini jika Polisi ada mempertimbangkan kemungkinan pembunuhan. Sama halnya, aku tidak akan terus tidak menyadarinya sampai aku tiba di sekolah.
<--Had I gotten something fatally wrong-->Apa aku salah fatal memikirkan sesuatu?
Rencana itu tampak kekanak-kanakan pada pandangan pertama, seperti sebuah trik tidak pasti yang bergantung pada beberapa dasar yang goyah.
Tapi mungkin dia menjalankan rencana itu justru karena kekurangan itu?
Siapa yang akan mengira keberadaan sebuah rencana pembunuhan sejanggal itu?
Siapa yang akan melihat suatu rencana pembunuhan dalam sesuatu yang terlihat tidak ada apa-apa selain suatu kecelakaan?
Dan seperti yang ditunjukkan fakta-faktanya, polisi yakin bahwa itu hanya sebuah kecelakaan lalu lintas. Hal yang sama juga berlaku pada teman sekelasku; semua orang menganggap Tsukimori itu seorang gadis malang yang telah kehilangan ayahnya dalam suatu kecelakaan.
Aku bertaruh bahkan korban itu sendiri bahkan tidak akan pernah bermimpi dia itu seorang pembunuh.
Aku juga tidak, jika aku tidak tahu resep membunuh itu.
Mungkin itu bahkan tidak akan ada masalah besar jika rencana itu gagal. Toh, itu didasarkan pada keberuntungan; jika kau hanya melihat pada peluang terjadinya, dari awalpun itu akan sulit sekali berhasil.
Tetapi justru aspek itulah inti resep membunuh tersebut.
Ada beberapa rencana tercatat di dalamnya yang tergantung pada kondisi eksternal acak. Jadi bukankah dia itu mengharapkankan rencana-rencananya itu gagal sejak awal?
Target Tsukimori adalah ayahnya—seseorang yang selalu dekat dengannya dan, karena itu, memberikan dia peluang tak terhitung untuk membunuhnya. Itu mungkin suatu pernyataan yang kasar, tapi kau bisa katakan bahwa “bahkan tembakan buruk akan mencapai sasaran jika dicoba terus-menerus.”
Tsukimori tentunya tidak berniat untuk cukup melaksanakannya secepat mungkin. Dia hanya ingin ayahnya mati cepat atau lambat. Aku rasa itulah bagaimana dia merasakannya.
Namun, dia tidak, ingin tertangkap karena itu.
Aku sudah menyadari dari saat aku pertama kali membaca resep tersebut bahwa rencananya itu utamanya bukan dirancang untuk membunuh, melainkan untuk dapat hidup dengan normal setelah menjalankannya.
Jika demikian, hasilnya membuatnya jelas. Tsukimori telah melaksanakannya—
—pembunuhan yang sempurna.
Aku tidak bisa tidak berpikir begitu.
Tentu saja, ini semua hanyalah hasil pemikiranku dan terlalu tak berdasar untuk menjadi pertimbangan yang pasti.
Aku mengenalinya tidak lebih baik dari teman-teman sekelasku. Ketika membicarakan dirinya, Kamogawa sebenarnya jauh lebih tahu dariku. Pemikiran ini hanyalah suatu perluasan dari hobi “bayangkan dan nikmati” biasaku dan bukan sesuatu yang tulus seperti “memecahkan sebuah kasus”.
Namun, untuk beberapa alasan aku hanya tak bisa menyebut tebakanku sebuah angan-angan murahan dan menghentikannya.
[Bagian 2]
Rapat kelas setelah hari itu adalah tentang kematian ayahnya Tsukimori.
“Aku pikir semuanya tahu tentang kepergian dari ayah Tsukimori. Pemakaman diadakan besok sore, yang aku akan hadiri. Dengan demikian, pelajaran kelima, biologi, menjadi belajar sendiri.”
Ketika kata “belajar sendiri” meninggalkan mulut guru kelas kami Ukai, gelombang kegembiraan pergi melalui barisan teman kelasku.
“Hei, itu disebut tak bijaksana, kalian tahu? Berempati sedikit dengan Tsukimori yang baru saja kehilangan satu orang tuanya!” Ukai memarahi kami—bukan dengan nada yang sangat keras, tapi ruang kelas menjadi sunyi. Itu adalah keheningan yang berat.
Ternyata konten dengan perenungan takterduga dari muridnya, dia menutup masalah ini.
“Selain itu, petugas kelas diminta untuk datang ke pemakaman sebagai wakil kelas. Aku mengandalkan kalian. Baik, rapat kelas ditutup.”
Tepat ketika Ukai hendak menyelesaikan: “Guru!” Usami mengangkat tangannya, “Petugas kelas perempuannya adalah Youko sendiri.”
“Aah, benar juga. Kalau begitu, Usami, boleh aku memintamu?”
“Ah, ya.”
“Yang lain adalah kau, Nonomiya, kan? Aku harap kau berada disana.”
“Iya.”
Aku mengangguk dengan tenang dan diam-diam menyeringai dalam hati.
Itu justru apa yang aku harapkan. Aku bahkan tidak bermimpi bahwa aku akan punya kesempatan untuk menghadiri pemakaman secara resmi seperti ini.
Sebenarnya, setelah membaca artikel di perpustakaan aku telah mempertimbangkan tentang bagaimana aku bisa pergi ke pemakaman, karena aku ingin untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang Tsukimori. Sementara aku telah memperhitungkan bahwa upacara itu akan berada di luar jangkauan, aku berpikir bahwa aku setidaknya bisa menghadiri berjaga semalaman dari almarhum.
“Hanya kalian berdua?! Tidak adil!”
Setelah memastikan bahwa Ukai telah pergi, Kamogawa melototi bergantian pada Usami dan aku.
“Siapa orang yang tidak bertanggung jawab yang menunjukku untuk petugas kelas pada awalnya sekali lagi?”
Hanya sekali ini aku berterima kasih untuk kepribadian yang tidak bertanggung jawab darinya, walaupun.
“Entahlah? Aku seorang pria yang tidak melihat kebelakang pada waktu yang sudah berlalu.”
“Ketidak bertanggung jawabmu patut menerima kekaguman. Dalam artian buruk.”
“Itu sebuah kehormatan!!”
Aku hanya bisa tersenyum kecut pada jawaban sombong Kamogawa.
“Kamogawa, kau terburuk! Apa tidak mendengar Ukai-sensei? Kau tak bijaksana…” Usami mencibir dengan serius ketika memperhatikan sikap santainya.
“Ini salah paham, Usami. Aku hanya khawatir tentang teman kelas yang telah kehilangan orang yang berharga, tau?” Kamogawa meyakinkan kami dengan ekspresi lemah lembut.
“Itu bohong. Itu jelas bahwa kau hanya ingin untuk menemui Youko-san karena motif tersembunyimu!” Tegas Usami.
“Tidak, bodoh! Aku takkan pernah punya motif tersembunyi! Aku hanya berharap untuk menenangkan Tsukimori di saat-saat sulit ini,” dia menambahkan dengan segera, “Yah, tapi tentu, aku tidak akan menolak untuk dia jatuh cinta denganku dalam proses, heh!”
“Kau benar-benar buruk, Kamogawa!” Usami tampak benar-benar tercengang.
Seperti aku : “Kamogawa, dengarkan baik-baik(perk your ears). Itulah apa yang kita sebut motif tersembunyi.”
“Ahaa, begitu yah! Kau tak pernah berhenti belajar, kan?” Kamogawa mengelak pernyataanku dengan pura-pura bodoh. Tidak ada obat untuk Kamogawa.
“...aku harap kau tidak mempunyai motif tersembunyi juga, Nonomiya?”
Dia menyadari bahwa Kamogawa diluar harapan dan menetapkanku sebagai target barunya.
“Tentu saja tidak. Aku pergi ke upacara pemakaman karena aku petugas kelas, bukan karena aku berharap untuk itu sendiri,” Aku menunjukkan senyum tak berdaya. “Juga, aku tidak suka udara suram di pemakaman. Sejujurnya, aku lebih suka tidak pergi.”
“Benarkan? Aku tahu kau tidak seperti Kamogawa!”
Usami menyorotkan senyum cemerlang seakan-akan dia sendiri dipuji.
“Sikapmu terhadapku dan Nonomiya sangat berbeda! Aku merasa didiskriminasi! Jika aku dari Amerika, aku akan membawamu ke pengadilan sekarang juga!”
“Tapi kau orang Jepang dari kepala sampai kaki. Dan itu perbedaan antara perilakumu sehari-hari yang membedakanmu dari Nonomiya. Salahmu sendiri?”
Sementara dari sifat yang sama sekali berbeda, aku mempunyai motif tersembunyi juga. Sejujurnya, aku suka pemakaman. Terutama karena kau bisa menyelinap mengintip pada semua jenis manusia.
Aku sudah tak sabar untuk pemakaman hari berikutnya dengan perasaan sama seperti pergi ke konser artis favoritku.
[Bagian 3]
Setelah mengakhiri pelajaran ketiga, Usami dan aku dibawa ke rumah duka di dalam mobil Ukai. Tidak ada satu awan di langit biru yang luas di luar jendela.
Selama berkendara aku bisa mengumpulkan beberapa rincian tentang lingkungan keluarga Tsukimori dari Ukai.
Keluarganya terdiri dari kedua orang tuanya dan dia sendiri, anak tunggal mereka. Ini sebenarnya cukup mengagetkan untukku karena perlaku dewasanya telah menuntunku untuk percaya bahwa dia mempunyai seseorang untuk dijaga, seperti adik.
Rupanya ayahnya menjadi kepala dari sebuah perusahaan desain konstruksi. Karena ayahku sendiri bekerja di sebuah bank dekat perusahaan itu, aku berencana menanyainya tentang itu sesudahnya.
Segera setelah kami sampai di rumah duka dan melalui formalitas di pintu masuk, kami melanjutkan ke aula yang ditandai dengan tanda baca “Tsukimori.”
Banyak penawaran bunga yang sedang dilakukan, sehingga barisan itu dipimpin keluar dari aula. Seolah-olah aku sedang menonton adegan dari video yang telah dipasangi mesin game baru.
Kesuraman, aula luas itu penuh sesak dengan orang-orang berpakaian berkabung. Altar tampak jauh lebih luar biasa untukku daripada pemakaman terakhir yang pernah kuhadiri.
Kami duduk di kursi yang telah disiapkan untuk petugas umum dan menunggu dengan sabar untuk awal upacara.
Mataku mencari Tsukimori dan menemukan dia duduk dekat altar di mana keluarga berkumpul. Dia menghibur wanita di sampingnya yang menyandarkan kepalanya, mendukung dan membelai punggungnya.
Dari yang terlihat dari itu, kukira itu ibunya. Dia adalah seorang wanita cantik yang mirip Tsukimori.
Aku, bagaimanapun, terkejut melihat betapa tenang Tsukimori dengan jelas kelihatan.
Saat itulah aku ingat bahwa aku pernah menanyai Usami mengapa semua gadis-gadis memanggil Tsukimori dengan menambahkan “-san” ke namanya. Jawabannya menjadi: “Youko-san mungkin berusia yang sama seperti kita, tapi dia tidak seperti yang terlihat dan berperilaku sangat dewasa? Jadi pada dasarnya, seseorang mulai memanggilnya Youko-san, yang kemudian menyebabkan kondisi saat ini.”
Tentu saja. Aku hampir tak percaya siapa ibu dan siapa anak.
“...Aku turut berduka untuk Youko-san.”
Aku melihat ke sampingku dan menemukan Usami dengan mata berair. Dia bukan hanya memberi perasaan “lahir untuk menjadi adik perempuan,” tapi benar-benar memiliki seorang kakak.
“Ayolah, jangan menangis,” Kataku sambil mengeluarkan sapu tangan.
“Lihat saja bagaimana dia tetap tenang meskipun dia seharusnya sedih pada kenyataannya! Kalau itu aku, takkan bisa untuk...”
Usami meraih sapu tangan dari tanganku dan mengusap matanya dengan itu. Tentu saja, Usami mungkin akan menangis terisak-isak.
Tapi aku enggan untuk setuju dengannya bahwa Tsukimori sedih tentang kematian ayahnya.
Jika aku tepat kalau Tsukimori mengingingkan kematiannya...maka dia senang dari pada berdukacita, karena dalam hal pemakaman ini sebenarnya sebuah acara untuk merayakan keberhasilan dari rencana pembunuhannya.
Seiring waktu berlalu, kursi di aula berangsur-angsur penuh dan sebelum aku tahu itu, keseluruhan ruangan bercatkan hitam.
Dari segala arah aku bisa mendengar bisikan yang diperlemah sehubungan dengan suasana khidmat yang menyertai rumah duka. Aku memutuskan untuk mendengar dengan penuh perhatian ke obrolan itu sebagai sarana gabungan membunuh waktu dan mengumpulkan informasi.
Aku fokus pada percakapan dari dua wanita yang dengan lembut berbicara di deret tepat di depanku. Aku akan senang untuk mencatat itu!
Obrolan mereka terganggu ditengah jalan. Aku akan lebih suka untuk mendengarkan sedikit lebih lama, tapi tidak ada yang membantu itu sejak upacara telah dimulai.
Sutra yang dilakukan oleh imam terdengar jelas di seluruh lorong.
Suasana khidmat menetapkan pikiranku seperti beristirahat dan hingga menghasilkan lingkungan yang sempurna untuk memanjakan diri di pemikiranku. Aku memilih untuk memutar ulang percakapan yang baru saja kudengar dalam pikiranku dan memasukkan data dalam urutan.
Reputasi ayahnya sangat baik.
Pertama mereka berbicara tentang penampilannya, yang tidak terlalu mengejutkan, mengingat dia adalah ayahnya Tsukimori. Sekilas pada gambar di altar menunjukkan bahwa dia terlihat seperti suatu actor dan membuatku mengerti kenapa ia populer dengan mereka.
Lalu, mereka melanjutkan dengan keadaan perusahaan dan ekonomi keluarganya. Sementara itu merupakan UKM(Usaha Kecil dan Menengah), bisnis berjalan lancar dan standar hidup pribadi mereka cukup tinggi juga. Ternyata, rumah mereka baru dibangun dua tahun lalu, dengan desain yang kompleks sebagai salah satu yang diharapkan dari direktur bisnis desain konstruksi.
Terakhir, mereka berbicara tentang keluarganya itu sendiri. Baik ayah dan ibu cukup ramah dan berhubungan baik dengan tetangga-tetangga mereka. Para wanita itu juga mengangkat subjek dari Tsukimori. Dia dinilai sebagai seorang putri yang cantik dengan sikap yang baik.
Aku melepas nafas panjang.
Tak dapat disangkal, aku merasa senang bahwa aku bisa mendapati tanganku pada informasi baru, tapi tidak ada yang bisa membakar fantasiku. Surat kabar itu membuatku terlalu bersemangat dan menyebabkanku memiliki harapan yang terlalu tinggi di pemakaman.
Aku bernafas di udara sunyi di aula.
Menarik diri bersama-sama, aku memutuskan untuk memberi diriku lebih ke suasana tenang dari aula lagi. Ini adalah pemakaman yang menjanjikan, setelah semua! ! Ini akan menjadi sia-sia untuk tidak mengambil keuntungan dari kesempatan dan memata-matai beberapa hubungan manusia.
Tidak perlu terburu-buru. Semakin lama game kami ini berlangsung, semakin baik.
Ketika Kualihkan pandanganku menuju area dekat altar, aku melihat bahwa ibu Tsukimori tiba-tiba mulai menangis.
Ratapannya rupanya juga alasan mengapa para wanita di sekelilingku memberiku dengan latar belakang suara terisak-isak. Ngomong-ngomong, Usami masih menangis juga.
Namun, tidak ada air mata di mata Tsukimori itu.
Tatapannya tetap tertarik di altar.
Karena pakaian berkabung hitamnya menekankan kecerahan kulitnya, hampir seolah-olah diri Tsukimori sendiri bercahaya. Lebih dari orang yang meninggal itu sendiri, lebih dari altar kaya yang dihiasi atau ibu yang merengek atau orang lain di dalam aula, itu adalah Tsukimori dan penampilan diamnya yang menonjol.
Bagiku, Tsukimori tampak seperti bulan di malam hari.
Kecantikan yang mempesona.
[Bagian 4]
Sudah waktunya untuk keberangkatan peti mati itu. Sementara klakson terdengar keras dan seadanya, mobil jenazah berangkat di depan mata orang-orang berbaju hitam.
Kerabat almarhum itu, Tsukimori di antara mereka, meninggalkan aula untuk sementara dan menuju ke krematorium. Kami bertiga memutuskan bahwa kami akan menunggu dia kembali sehingga kami bisa setidaknya bertukar beberapa kata dengan dia.
“Kalian berdua pasti lapar, kan? Biarkan aku mentraktir kalian untuk makan siang hari ini. Tapi rahasiakan dari yang lain, oke?”
“Hore! Kau dengar ini, Nonomiya?” Usami bersukacita tanpa menahan diri sedikitpun. Ini harus menjadi salah satu perubahan suasana hati yang terkenal.
Yah, yang menyukai kata “rahasia”, aku juga dengan senang hati menerima tawarannya.
Beberapa saat kemudian, kami menyeruput ramen di toko dekat rumah duka.
“—Kalian berdua mungkin tidak cukup menyadari hal itu, tapi kematian adalah bagian tak terhindarkan dari kehidupan,” kata Ukai tiba-tiba, kacamatanya berkabut oleh uap supnya. “Mengatakan ini mungkin tidak bijaksana terhadap Tsukimori, tapi masih aku ingin kalian untuk menghargai kesan yang terjadi sangat jarang dan sedih ini ‘Kepergian ayah seorang teman’.”
Usami mengangguk dengan sungguh-sungguh, mulutnya diisi dengan mie seperti tupai.
“Memang. Aku diingatkan bahwa ada batas untuk kehidupan kita—dan juga bahwa ini membuat hidup semua lebih berharga.” Berada di kelompok guru kelasku, aku memilih kata-kataku dengan hati-hati saat menyampaikan kesanku.
“Luar biasa, Nonomiya,” Usami memujiku dengan mata melebar setelah menelan mienya.
“Tentu saja. Tidak sepertimu, aku tidak menangis selama jalannya upacara.”
“A-Aku punya banyak pemikiran yang melintasi pikiranku, juga!”
“Misalnya?”
“Eh? Ah, um, bahwa aku kasihan padanya...”
“Terus?”
“…B-Bahwa aku kasihan padanya?”
“Aku sudah dengar itu.”
“T-Tidak, jangan salah! Sebenarnya aku sudah berpikir beberapa lebih dari ini, hanya saja tidak bisa memasukkannya ke dalam kata-kata sepertimu!”
Ukai tertawa mendengar percakapan kami.
“Nah, Nah, mari kita bereskan dengan kesimpulan bahwa kalian berdua memiliki pemikiran masing-masing, oke? Nonomiya lebih analitis dan Usami lebih emosional.” Ukai melerai dan memecahkannya seperti seorang guru.
–Hidup menarik karena ada batas untuk itu. Sensasi tidak tahu kapan itu berakhir adalah apa yang memberimu kesadaran yang hidup.
Sepintas mungkin tampak bertentangan dengan kematian itu, kebalikan dari kehidupan, menyoroti nilai kehidupan, tetapi sebenarnya masuk akal. Aku bahkan membayangkan gagasan bahwa kebanyakan hal di dunia ini bisa bekerja dengan cara yang sama.
Pada saat itu, terpesona oleh resep pembunuhan yang berisiko—aku pasti tentunya hidup.
[Bagian 5]
Kami menyambut Tsukimori ketika ia kembali ke aula.
Ukai awalnya menyampaikan simpatinya yang terdalam sebelum meyakinkannya: “Jangan khawatir tentang sekolah. Luangkan waktumu dan kembali ketika kau merasa nyaman.”
“Terima kasih banyak atas perhatiannya. Namun, saya sudah berpikir untuk bersekolah dengan normal mulai lusa karena saya pikir itu akan membantuku untuk mengalihkan diri.” Dia tersenyum lemah. “... Saya sedikit cemas tentang meninggalkan ibuku sendirian di rumah, karena dia telah terpukul sangat keras, tapi saudaranya dan saudara ayahku, keduanya meyakinkanku bahwa mereka akan mendukung dia untuk sementara waktu.”
Tsukimori tampak kelelahan. Dari yang tampak dari itu, dia tidak tidur dengan baik.
Tapi sementara mengetahui itu cukup bijaksana, aku tidak bisa membantu berada di bawah kesan bahwa wajah putihnya, sekarang ditekankan oleh gaun berkabungnya, tampak semakin sensual daripada di sekolah.
“Begitu yah. Bagaimanapun, pastikan untuk tidak memaksakan diri dan jangan sungkan untuk berkonsultasi padaku kapan saja.” Ukai menepuk bahunya.
“Terima kasih sudah datang juga, Chizuru, Nonomiya-kun.”
“Semua orang di kelas khawatir tentangmu.”
“Aku merasa senang.”
“Youko-san…”
Usami berada di ambang menangis lagi, rupanya tergerak oleh perilaku berani Tsukimori itu.
Aku menyodok kepalanya dan berkata: “Bukankah seharusnya kau tenang sedikit? Kau ingin mengungkapkan belasungkawamu dengan benar, kan?”
“…Yah,” Usami mengangguk berlinang air mata. “Um… Youko-san, itu akan menjadi sulit, tapi ... i-itu akan mwenjadi swulit, tapi…”
Usami mulai menangis di tengah kalimat karena dia tidak tahan lagi.
Tsukimori tidak ragu-ragu untuk merangkul kepala bulat Usami dan menghiburnya, “Terima kasih, Chizuru. Aku sangat senang bahwa kau begitu khawatir tentangku.” Sementara membelai kepalanya seperti kakak yang penuh kasih, ia bergumam, “…Aku pikir kau dapat menganggap dirimu bahagia jika kau memiliki seseorang yang khawatir tentangmu.” Setelah itu, dia membisikkan terima kasih untuk Usami lagi dan lagi.
Gadis lembut dan rapuh pada saat itu tidak terlihat sedikit pun seperti seseorang yang akan merencanakan pembunuhan padaku.
Back to Resep Membunuh | Return to Main Page | Forward to Pengakuan |