Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 6 Bab 7"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m
m
Line 3: Line 3:
   
 
[[File:Gambar Bab 7 Volume 6.png|300 px]]
 
[[File:Gambar Bab 7 Volume 6.png|300 px]]
  +
  +
Sekeliling kegelapan tersebut terisi dengan kericuhan para siswa. Masing-masing suara tersebut memiliki suatu maksud, tapi dengan begitu banyak suara yang saling tumpang tindih, membuatnya terdengar seperti tiada arti.
  +
  +
Tirai hitam digantung dengan cermat di sepanjang panggung, menutupi semua celah yang ada. Cahaya lemah dari ponsel orang-orang dan tanda pintu darurat paling banyak cuma bisa menerangi telapak tangan seseorang.
  +
  +
Di dalam kegelapan ini, tidak ada yang istimewa.
  +
  +
Dan persis di saat inilah semua orang menjadi satu di dalam kegelapan.
  +
  +
Di bawah sinar matahari, perbedaan kita sejelas cahaya siang, membuat kita sadar betapa uniknya masing-masing diri kita. Tapi di kegelapan ini sekarang, sosok ambigu mengaburkan hal-hal yang membedakan satu orang dari orang yang lain.
  +
  +
Aku paham, sekarang masuk akal kenapa semua cahaya dimatikan sebelum acara dimulai.
  +
  +
Itu maksudnya orang yang disorot cahaya yang memotong kegelapan akan menunjukkan apa yang membuat dirinya berbeda dari keramaian.
  +
  +
Maka dari itu, orang yang berdiri di tengah panggung pastilah seseorang yang spesial.
  +
  +
Suara para siswa mulai menghilang satu per satu.
  +
  +
Waktu pada arlojiku menunjukkan 9ː57.
  +
  +
Sudah hampir waktunya mulai.
  +
  +
Aku menekan tombol interkomku untuk terhubung. Mikrofonnya memiliki sedikit waktu jeda dari saat ditekan, jadi aku menunggu dua detik sebelum berbicara.
  +
  +
[——Tiga menit lagi mulai. Tiga menit lagi mulai.]
  +
  +
Dalam sekejap, ada suara statis di dalam earphoneku.
  +
  +
[——Ini Yukinoshita. Semua personel, laporkan kondisi. Kita akan mulai sesuai jadwal. Segera lapor jika ada masalah.]
  +
  +
Setelah dia selesai berbicara dengan suara kalemnya, transmisi tersebut ditutup dengan suara ''buzz''.
  +
  +
Lalu satu per satu suara statis mengikutinya.
  +
  +
[——Cahaya latar, semua aman.]
  +
  +
[——Ini sistem PA. Tidak ada masalah disini.]
  +
  +
[——Ini belakang panggung. Persiapan para pemeran agak sedikit terlambat. Tapi mereka seharusnya akan bisa selesai tepat waktu saat giliran mereka.]
  +
  +
Berbagai bagian memberikan laporan mereka. Jujur, aku tidak bisa menangkap semua laporan tersebut.
  +
  +
Maksudku, aku saja sudah ragu apa peranku disini. Asisten dokumentasi diberikan cukup banyak tugas pada hari-H acara. Itu termasuk beraneka ragam tugas yang berkaitan dengan acara pembukaan dan penutupan di panggung. Tugasku hari ini adalah menjadi penjaga waktu untuk acara ini. Tugasnya sederhana, hanya mengumumkan "sudah hampir waktunyaǃ" atau "masih ada sedikit waktu lagi." Yah, aku tidak bisa menolak perintah dari atas.
  +
  +
Semua laporan terpusat pada menara kendali, yakni Yukinoshita.
  +
  +
[——Mengerti. Semua orang bersiap-siap sampai diberikan aba-aba.]
  +
  +
Aku berada di sayap panggung dan menatapi arlojiku.
  +
  +
Untuk setiap detikan jam, keheningan semakin meluas.
  +
  +
Di balik jendela kecil ini seharusnya terdapat sebuah aula yang diisi kerumunan siswa. Hanya saja mereka terlihat seperti suatu makhluk hidup raksasa yang menggeliat di dalam kegelapan. Misalnya, seperti Nyarlathotep<ref>Karakter dari penulis horor H.P. Lovecraft. Salah satu julukannya adalah Dewa Seribu Bentuk.</ref>. Dewa dari dunia lain dengan ribuan wajah... Huh? Tunggu dulu, bukan. Mil Mascaras<ref>Nama samaran seorang pegulat dari Meksiko, namanya jika dalam bahasa Spanyol artinya ribuan wajah.</ref> yang punya ribuan wajah. Ya sudahlah.
  +
  +
Tinggal satu menit sebelum acara dimulai dan aula tersebut berubah menjadi lautan keheningan.
  +
  +
Semua orang terfokus pada suatu momen yang sama, lupa untuk berbisik maupun bergumam.
  +
  +
Aku menekan tombol interkomku.
  +
  +
[——Sepuluh detik]
  +
  +
Jariku terus menekan tombol tersebut.
  +
  +
[Sembilan]
  +
  +
Mataku tertempel pada arlojiku.
  +
  +
[Delapan]
  +
  +
Aku berhenti menarik nafas.
  +
  +
[Tujuh]
  +
  +
Aku menghembuskan nafas di setiap hitungan.
  +
  +
[Enam]
  +
  +
Kemudian, ketika aku menarik nafas.
  +
  +
[Lima detik]
  +
  +
Dalam sekejap seseorang mengambil alih hitung mundurnya.
  +
  +
[Empat]
  +
  +
Suara tersebut teramat kalem, bahkan bisa dibilang dingin.
  +
  +
[Tiga]
  +
  +
Dan kemudian, suara hitungannya menghilang.
  +
  +
Namun, pasti ada seseorang yang menghitung mundur [Dua] dengan jarinya.
  +
  +
Yukinoshita melihat ke bawah pada panggung dari jendela ruangan sistem PA di lantai dua yang menonjol keluar, aku melihat ke atas dari sayap panggung.
  +
  +
Lalu, hitungan terakhir, [Satu], berakhir di dalam benak kami pada ruangan tanpa suara ini.
  +
  +
Dalam sekejap, panggung tersebut dipenuhi dengan cahaya yang menyilaukan mata.
  +
  +
“Hai, semuanyaǃ Kalian semua mulai membudaya kahǃ?"
  +
  +
“Yaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”
  +
  +
Meguri-senpai mendadak tampil di atas panggung dan disambut dengan sorakan pada hadirin.
  +
  +
“Khas Chiba, Menari dan—!?”
  +
  +
“Festivaaaaaaaaaaaaaaaaal!”
  +
  +
Slogan itu beneran tersebar...?
  +
  +
“Kalau kita semua sama-sama bodoh, ayo kita menari dan———!?”
  +
  +
“Sing a soooooooooooooong!!”
  +
  +
Menyahut seruan dan sahutan Meguri-senpai yang membagongkan, siswa-siswi tersebut mulai menggila.
  +
  +
Dan tanpa menunggu lama, musik tarian mulai menggelegar.
  +
  +
Ini adalah awal dari acara pertama. "Ini adalah penampilan kolaborasi antara perkumpulan dansa dan tim pemandu sorak," Meguri-senpai melanjutkan dari mikrofon aksi semangatnya sembari siswa-siswi mulai menari, para penonton bercanda dengan satu sama lain, dan melambai-lambaikan lengan mereka, menggobarkan semangat kegembiraan.
  +
  +
''…Wow, tolol sekali. Sekolah kami benar-benar tolol.''
  +
  +
''Apa-apaan itu "membudaya"? Yang benar saja.''
  +
  +
''Ups.'' Aku tidak bisa terus menonton mereka selamanya.
  +
  +
''Kerja, kerja…''
  +
  +
[——Ini PA. Lagunya akan segera usai.]
  +
  +
Laporan datang dari sistem PA.
  +
  +
[——Mengerti. Ketua Sagami, bersiap.]
  +
  +
Yukinoshita yang mendengarkan laporan tersebut segera memberikan arahannya. Aba-aba tersebut seharusnya juga tersampaikan pada Meguri-senpai, sang pembawa acara.
  +
  +
Tim dansa beranjak pergi dari kiri panggung dan Meguri-senpai di kanan panggung berseru, "Selanjutnya, kita akan memberikan kata sambutan dari ketua panitia komite festival budaya."
  +
  +
Ekspresi Sagami terlihat kaku selagi dia berjalan ke tengah panggung. Tatapan yang berjumlah lebih dari seribu semuanya langsung terarah padanya.
  +
  +
Sebelum dia bisa sampai ke penanda tengah panggung, kakinya berhenti di tempat. Tangannya yang memegangi mikrofon nirkabel terlihat gemetar.
  +
  +
Setelah dia berhasil mengangkat lengannya yang kaku, dia berbicara lewat mikrofon.
  +
  +
Dan kemudian, suara EEEEEEEEEEEEEEEENG yang memekik menusuk telinga kami.
  +
  +
Momen tersebut begitu pas sampai-sampai para penonton tertawa terbahak-bahak.
  +
  +
Aku langsung tahu bahwa mereka tidak bermaksud jahat dengan tertawaan itu. Karena aku sudah sering ditertawakan sepanjang hidupku. Dengan pengalamanku itu, aku dapat membedakan jenis-jenis tawaan tersebut dengan mudah.
  +
  +
Tapi bagi Sagami yang berdiri terpatung di atas panggung sambil berusaha untuk menahan kegugupan dan keterkucilan, aku ragu pemikiran itu bisa terlintas di benaknya.
  +
  +
Meskipun setelah gelak tawa sudah reda, dia masih belum mengatakan apapun.
  +
  +
Meguri-senpai memegangi mikrofonnya dengan cemas dan mencoba membantunya. "...Oke, sekali lagi. Ketua panitia komite, silahkan kata sambutannyaǃ"
  +
  +
Suaranya membuat Sagami mulai sadar kembali dan dia membuka kartu-kartu rangkumannya yang dia cengkram sepanjang waktu. Ujung jari jemarinya silap dan menjatuhkan kartunya. Kartu tersebut jatuh berserakkan, memancing lebih banyak tawa dari para kerumunan.
  +
  +
Dengan ekspresi yang merah merona, Sagami memungut kembali kartu-kartu tersebut dari lantai. Kata-kata tak bertanggung-jawab seperti, "Kamu pasti bisaǃ" diteriakkan dari para kerumunan. Mereka tidak bermaksud jahat. Tapi aku rasa itu tidak juga tidak akan menyemangati dirinya. Bagi mereka yang merasakan penderitaan, tidak ada kata-kata yang bisa kamu sampaikan padanya. Apa yang mereka inginkan cuma bagi semuanya untuk diam seperti benda mati. Mereka hanya ingin dibiarkan sendiri seperti batu kerikil di pinggir jalan.
  +
  +
Meskipun kata sambutan Sagami tertulis pada kartu-kartu rangkuman tersebut, dia tetap mengacaukan kata-katanya, terus berbicara dengan tergagap-gagap.
  +
  +
Sebagai penjaga waktu, aku mengisyaratkan padanya untuk menyelesaikan pidatonya dengan memutar-mutar lenganku karena dia sudah melebihi waktu yang diberikan. Namun, Sagami tidak menyadari isyaratkan dan terlihat nyaris akan menangis.
  +
  +
[——Hikigaya-kun. Isyaratkan untuk segera selesaikan sambutan.]
  +
  +
Suara Yukinoshita yang tercampur dengan statis berbicara padaku. Aku melirik ke arah ruangan sistem PA di lantai dua dan Yukinoshita sedang melihatiku dengan tangan terlipat.
  +
  +
[——Aku sudah terus mengisyaratkannya. Tapi kelihatannya dia tidak bisa melihatku.]
  +
  +
[——Begitu ya… Aku mungkin salah memberimu tugas.]
  +
  +
[——Apa kamu sedang menyindir aku sulit mendapat perhatian?]
  +
  +
[——Oh, aku sama sekali tidak bilang begitu. Tapi kamu ada di mana? Di dalam kerumunan?]
  +
  +
[sungguh sedang menyindirku. Kamu kan sedang melihatku sekarang iniǃ]
  +
  +
Aku membalasnya secara refleks. Mungkin awal kata-kataku terpotong karena tidak tertangkap oleh interkom.
  +
  +
[——Um, wakil ketua? Semua orang sedang mendengar...]
  +
  +
Aku dapat mendengar suara yang sangat berbeda dari interkom tersebut.
  +
  +
…Oh ya. Interkom ini terbuka untuk semua orang, kan? Aku baru saja membuat ingatan yang amat sangat memalukan.
  +
  +
Beberapa detik setelah seorang anggota panitia komite menegur kami, suatu suara memenuhi earphoneku.
  +
  +
[——……Kita akan melanjutkan acara sesuai dengan jadwal. Tolong ingat semuanya.]
  +
  +
Setelah jeda yang cukup panjang, dia berujar dan setelahnya menutup semua komunikasi.
  +
  +
Acara pembukaan tersebut akhirnya selesai dengan kata sambutan ketua dan kami melanjutkan ke acara selanjutnya.
  +
  +
Ini adalah pembukaan yang penuh dengan prospek buruk.
  +
   
 
{| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;"
 
{| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;"

Revision as of 09:43, 20 October 2024

Inilah Saatnya SMA Sobu Berfestival dengan Keras

7-1

Gambar Bab 7 Volume 6.png

Sekeliling kegelapan tersebut terisi dengan kericuhan para siswa. Masing-masing suara tersebut memiliki suatu maksud, tapi dengan begitu banyak suara yang saling tumpang tindih, membuatnya terdengar seperti tiada arti.

Tirai hitam digantung dengan cermat di sepanjang panggung, menutupi semua celah yang ada. Cahaya lemah dari ponsel orang-orang dan tanda pintu darurat paling banyak cuma bisa menerangi telapak tangan seseorang.

Di dalam kegelapan ini, tidak ada yang istimewa.

Dan persis di saat inilah semua orang menjadi satu di dalam kegelapan.

Di bawah sinar matahari, perbedaan kita sejelas cahaya siang, membuat kita sadar betapa uniknya masing-masing diri kita. Tapi di kegelapan ini sekarang, sosok ambigu mengaburkan hal-hal yang membedakan satu orang dari orang yang lain.

Aku paham, sekarang masuk akal kenapa semua cahaya dimatikan sebelum acara dimulai.

Itu maksudnya orang yang disorot cahaya yang memotong kegelapan akan menunjukkan apa yang membuat dirinya berbeda dari keramaian.

Maka dari itu, orang yang berdiri di tengah panggung pastilah seseorang yang spesial.

Suara para siswa mulai menghilang satu per satu.

Waktu pada arlojiku menunjukkan 9ː57.

Sudah hampir waktunya mulai.

Aku menekan tombol interkomku untuk terhubung. Mikrofonnya memiliki sedikit waktu jeda dari saat ditekan, jadi aku menunggu dua detik sebelum berbicara.

[——Tiga menit lagi mulai. Tiga menit lagi mulai.]

Dalam sekejap, ada suara statis di dalam earphoneku.

[——Ini Yukinoshita. Semua personel, laporkan kondisi. Kita akan mulai sesuai jadwal. Segera lapor jika ada masalah.]

Setelah dia selesai berbicara dengan suara kalemnya, transmisi tersebut ditutup dengan suara buzz.

Lalu satu per satu suara statis mengikutinya.

[——Cahaya latar, semua aman.]

[——Ini sistem PA. Tidak ada masalah disini.]

[——Ini belakang panggung. Persiapan para pemeran agak sedikit terlambat. Tapi mereka seharusnya akan bisa selesai tepat waktu saat giliran mereka.]

Berbagai bagian memberikan laporan mereka. Jujur, aku tidak bisa menangkap semua laporan tersebut.

Maksudku, aku saja sudah ragu apa peranku disini. Asisten dokumentasi diberikan cukup banyak tugas pada hari-H acara. Itu termasuk beraneka ragam tugas yang berkaitan dengan acara pembukaan dan penutupan di panggung. Tugasku hari ini adalah menjadi penjaga waktu untuk acara ini. Tugasnya sederhana, hanya mengumumkan "sudah hampir waktunyaǃ" atau "masih ada sedikit waktu lagi." Yah, aku tidak bisa menolak perintah dari atas.

Semua laporan terpusat pada menara kendali, yakni Yukinoshita.

[——Mengerti. Semua orang bersiap-siap sampai diberikan aba-aba.]

Aku berada di sayap panggung dan menatapi arlojiku.

Untuk setiap detikan jam, keheningan semakin meluas.

Di balik jendela kecil ini seharusnya terdapat sebuah aula yang diisi kerumunan siswa. Hanya saja mereka terlihat seperti suatu makhluk hidup raksasa yang menggeliat di dalam kegelapan. Misalnya, seperti Nyarlathotep[1]. Dewa dari dunia lain dengan ribuan wajah... Huh? Tunggu dulu, bukan. Mil Mascaras[2] yang punya ribuan wajah. Ya sudahlah.

Tinggal satu menit sebelum acara dimulai dan aula tersebut berubah menjadi lautan keheningan.

Semua orang terfokus pada suatu momen yang sama, lupa untuk berbisik maupun bergumam.

Aku menekan tombol interkomku.

[——Sepuluh detik]

Jariku terus menekan tombol tersebut.

[Sembilan]

Mataku tertempel pada arlojiku.

[Delapan]

Aku berhenti menarik nafas.

[Tujuh]

Aku menghembuskan nafas di setiap hitungan.

[Enam]

Kemudian, ketika aku menarik nafas.

[Lima detik]

Dalam sekejap seseorang mengambil alih hitung mundurnya.

[Empat]

Suara tersebut teramat kalem, bahkan bisa dibilang dingin.

[Tiga]

Dan kemudian, suara hitungannya menghilang.

Namun, pasti ada seseorang yang menghitung mundur [Dua] dengan jarinya.

Yukinoshita melihat ke bawah pada panggung dari jendela ruangan sistem PA di lantai dua yang menonjol keluar, aku melihat ke atas dari sayap panggung.

Lalu, hitungan terakhir, [Satu], berakhir di dalam benak kami pada ruangan tanpa suara ini.

Dalam sekejap, panggung tersebut dipenuhi dengan cahaya yang menyilaukan mata.

“Hai, semuanyaǃ Kalian semua mulai membudaya kahǃ?"

“Yaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”

Meguri-senpai mendadak tampil di atas panggung dan disambut dengan sorakan pada hadirin.

“Khas Chiba, Menari dan—!?”

“Festivaaaaaaaaaaaaaaaaal!”

Slogan itu beneran tersebar...?

“Kalau kita semua sama-sama bodoh, ayo kita menari dan———!?”

“Sing a soooooooooooooong!!”

Menyahut seruan dan sahutan Meguri-senpai yang membagongkan, siswa-siswi tersebut mulai menggila.

Dan tanpa menunggu lama, musik tarian mulai menggelegar.

Ini adalah awal dari acara pertama. "Ini adalah penampilan kolaborasi antara perkumpulan dansa dan tim pemandu sorak," Meguri-senpai melanjutkan dari mikrofon aksi semangatnya sembari siswa-siswi mulai menari, para penonton bercanda dengan satu sama lain, dan melambai-lambaikan lengan mereka, menggobarkan semangat kegembiraan.

…Wow, tolol sekali. Sekolah kami benar-benar tolol.

Apa-apaan itu "membudaya"? Yang benar saja.

Ups. Aku tidak bisa terus menonton mereka selamanya.

Kerja, kerja…

[——Ini PA. Lagunya akan segera usai.]

Laporan datang dari sistem PA.

[——Mengerti. Ketua Sagami, bersiap.]

Yukinoshita yang mendengarkan laporan tersebut segera memberikan arahannya. Aba-aba tersebut seharusnya juga tersampaikan pada Meguri-senpai, sang pembawa acara.

Tim dansa beranjak pergi dari kiri panggung dan Meguri-senpai di kanan panggung berseru, "Selanjutnya, kita akan memberikan kata sambutan dari ketua panitia komite festival budaya."

Ekspresi Sagami terlihat kaku selagi dia berjalan ke tengah panggung. Tatapan yang berjumlah lebih dari seribu semuanya langsung terarah padanya.

Sebelum dia bisa sampai ke penanda tengah panggung, kakinya berhenti di tempat. Tangannya yang memegangi mikrofon nirkabel terlihat gemetar.

Setelah dia berhasil mengangkat lengannya yang kaku, dia berbicara lewat mikrofon.

Dan kemudian, suara EEEEEEEEEEEEEEEENG yang memekik menusuk telinga kami.

Momen tersebut begitu pas sampai-sampai para penonton tertawa terbahak-bahak.

Aku langsung tahu bahwa mereka tidak bermaksud jahat dengan tertawaan itu. Karena aku sudah sering ditertawakan sepanjang hidupku. Dengan pengalamanku itu, aku dapat membedakan jenis-jenis tawaan tersebut dengan mudah.

Tapi bagi Sagami yang berdiri terpatung di atas panggung sambil berusaha untuk menahan kegugupan dan keterkucilan, aku ragu pemikiran itu bisa terlintas di benaknya.

Meskipun setelah gelak tawa sudah reda, dia masih belum mengatakan apapun.

Meguri-senpai memegangi mikrofonnya dengan cemas dan mencoba membantunya. "...Oke, sekali lagi. Ketua panitia komite, silahkan kata sambutannyaǃ"

Suaranya membuat Sagami mulai sadar kembali dan dia membuka kartu-kartu rangkumannya yang dia cengkram sepanjang waktu. Ujung jari jemarinya silap dan menjatuhkan kartunya. Kartu tersebut jatuh berserakkan, memancing lebih banyak tawa dari para kerumunan.

Dengan ekspresi yang merah merona, Sagami memungut kembali kartu-kartu tersebut dari lantai. Kata-kata tak bertanggung-jawab seperti, "Kamu pasti bisaǃ" diteriakkan dari para kerumunan. Mereka tidak bermaksud jahat. Tapi aku rasa itu tidak juga tidak akan menyemangati dirinya. Bagi mereka yang merasakan penderitaan, tidak ada kata-kata yang bisa kamu sampaikan padanya. Apa yang mereka inginkan cuma bagi semuanya untuk diam seperti benda mati. Mereka hanya ingin dibiarkan sendiri seperti batu kerikil di pinggir jalan.

Meskipun kata sambutan Sagami tertulis pada kartu-kartu rangkuman tersebut, dia tetap mengacaukan kata-katanya, terus berbicara dengan tergagap-gagap.

Sebagai penjaga waktu, aku mengisyaratkan padanya untuk menyelesaikan pidatonya dengan memutar-mutar lenganku karena dia sudah melebihi waktu yang diberikan. Namun, Sagami tidak menyadari isyaratkan dan terlihat nyaris akan menangis.

[——Hikigaya-kun. Isyaratkan untuk segera selesaikan sambutan.]

Suara Yukinoshita yang tercampur dengan statis berbicara padaku. Aku melirik ke arah ruangan sistem PA di lantai dua dan Yukinoshita sedang melihatiku dengan tangan terlipat.

[——Aku sudah terus mengisyaratkannya. Tapi kelihatannya dia tidak bisa melihatku.]

[——Begitu ya… Aku mungkin salah memberimu tugas.]

[——Apa kamu sedang menyindir aku sulit mendapat perhatian?]

[——Oh, aku sama sekali tidak bilang begitu. Tapi kamu ada di mana? Di dalam kerumunan?]

[sungguh sedang menyindirku. Kamu kan sedang melihatku sekarang iniǃ]

Aku membalasnya secara refleks. Mungkin awal kata-kataku terpotong karena tidak tertangkap oleh interkom.

[——Um, wakil ketua? Semua orang sedang mendengar...]

Aku dapat mendengar suara yang sangat berbeda dari interkom tersebut.

…Oh ya. Interkom ini terbuka untuk semua orang, kan? Aku baru saja membuat ingatan yang amat sangat memalukan.

Beberapa detik setelah seorang anggota panitia komite menegur kami, suatu suara memenuhi earphoneku.

[——……Kita akan melanjutkan acara sesuai dengan jadwal. Tolong ingat semuanya.]

Setelah jeda yang cukup panjang, dia berujar dan setelahnya menutup semua komunikasi.

Acara pembukaan tersebut akhirnya selesai dengan kata sambutan ketua dan kami melanjutkan ke acara selanjutnya.

Ini adalah pembukaan yang penuh dengan prospek buruk.


Mundur ke Bab 6 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 8

Catatan Translasi

  1. Karakter dari penulis horor H.P. Lovecraft. Salah satu julukannya adalah Dewa Seribu Bentuk.
  2. Nama samaran seorang pegulat dari Meksiko, namanya jika dalam bahasa Spanyol artinya ribuan wajah.