Difference between revisions of "Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume5 Bab2"
Line 108: | Line 108: | ||
"Adalah Guiche yang ingin melakukannya! Otaknya mungkin tergoreng dalam panas ini!" |
"Adalah Guiche yang ingin melakukannya! Otaknya mungkin tergoreng dalam panas ini!" |
||
+ | |||
+ | Dengan itu, Guiche yang dikritisi membengkokkan kepalanya. |
||
+ | |||
+ | "Sepertinya." |
||
+ | |||
+ | Kirche membalas,"apa maksudmu dengan 'sepertinya'?" |
||
+ | |||
+ | "Ayo kita keluar. Tak mengherankan bila otak kita tergoreng disini." |
||
+ | |||
+ | "hah? Kemana?" |
||
+ | |||
+ | "Ke kota sajalah. Kini liburan panjang, jadi mari bersenang-senang." |
||
+ | |||
+ | "Benar itu, aku juga ingin meminum yang dingin-dingin..." kata Guiche setuju. |
||
+ | |||
+ | Montmorency, yang bahkan tak mau berfikir tentang apa yang bakal terjadi bila dia ditinggalkan sendirian dengan Guiche juga setuju. |
||
+ | |||
+ | "Dinginkan kepalamu benar-benar saat minumj, ya?" |
||
+ | |||
+ | "Pasti, demi Tuhan." |
||
+ | |||
+ | "Jadi, bagaimana dnegan si kecil?" |
||
+ | |||
+ | Montmorency menunjuk pada Tabitha. Kirche menjawab. |
||
+ | |||
+ | "Dia ikut." |
||
+ | |||
+ | "Kau bisa tahu hanya dnegan memandangnya?" |
||
+ | |||
+ | "Aku bisa." |
||
+ | |||
+ | Kata Kirche seakan-akan itu sudah jelas. |
||
+ | |||
+ | Tabitha lalu menutup bukunya, berjalan menuju jendela, lalu bersiul. Suara kepakan lalu terdengar. dalam sekejap, Tabitha meloncat keluar jendela, diikuti Kirche. |
||
+ | |||
+ | Saat Montmorency mengitip keluar jendela, dia melihat naga angin Tabitha yang melayang disana. Kirche tengah menunggangi punggungnya dan tengah melambaikan tangannya. |
||
+ | |||
+ | "Buruan atau kami tinggal!" |
||
+ | |||
+ | Guiche dan Montmorency meloncat. Guiche yang duluan, mencoba menangkap Montmorency. |
||
+ | |||
+ | lalu Montmorency mulai menjerit-jerit soal 'jangan menyentuhku' dan 'jangan menatapku' untuk menggoda Guiche. |
||
+ | |||
+ | "Tapi...aku hanya mencoba menangkapmu." |
||
+ | |||
+ | "kau pikir apa yang kau sentuh, hah?" |
||
+ | |||
+ | "Kupikir kalian pacaran," ucap Kirche terkejut. |
||
+ | |||
+ | Kelompok ini akhirnya tiba di kota benteng Tristain dan pergi ke sebuah jalan yang bercabang dari Jalan Raya Bulton. Kini matahari hampir terbenam. Di jalan-jalan yang mulai gelap, lampu-lampu sihir mulai mewarnai sekitarnya. Pemandangan sihir nan menyilaukan itu menciptakan suasana gembira yang menyelimuti jalan yang masih terasa kehangatan musim panasnya. |
||
+ | |||
+ | Jika Jalan raya Bulton adalah wajah depan Tristain, maka jalan Chicton adalah perutnya. Bar-bar merah dan perjudian-perjudian berbaris sepanjang jalan. Montmorency bermuka masam, tapi Kirche terus berjalan, tak mempedulikan semua itu. Sambil berjalan, mereka berrembuk soal bar mana yang akan didatangi. "Apa kau tahu soal bar-bar disekitar sini?" tanya Kirche pada Guiche. |
||
+ | |||
+ | Guiche menjawab sambil tersenyum, |
||
+ | |||
+ | "Soal itu...Aku tahu satu yang bagus yang selalu ingin kudatangi." |
||
+ | |||
+ | "Bukan yang aneh, kan?" tanya Montmorency begitu dia mendengar nada mencurigakan pada Guiche. Guiche menggelengkan kepalanya. |
||
+ | |||
+ | "Ia sama sekali tak aneh!" |
||
+ | |||
+ | "Lalu, bar macam apa dia?" |
||
+ | |||
+ | Guiche terdiam. |
||
+ | |||
+ | "Lihat kan? itu pasti bar yang aneh! katakan saja sejujurnya!" |
||
+ | |||
+ | Montmorency mulai mencekik Guiche. |
||
+ | |||
+ | "Ti-,tidak! hanya gadis-gadis dengan pakaian manis membawakan anggur untukmu...Ukh!" |
||
+ | |||
+ | "Jika itu tak aneh lalu apa yang aneh?" |
||
+ | |||
+ | "Kedengarannya menarik." |
||
+ | |||
+ | sepertinya itu telah memetik kepenasaran Kirche. Dia menyarankan pada Guiche, |
||
+ | |||
+ | "Ayo kesana, bar yang biasa akan terlalu membosankan." |
||
+ | |||
+ | "APA?" Montmorency protes. |
||
+ | |||
+ | "Mengapa wanita Tristain tak punya kepercayaan pada diri mereka sendiri? Membuatku sakit." |
||
+ | |||
+ | Karena Kirche mengatakannya dengan cara yang begitu menghantui, Montmorency tiba-tiba bangkit dan berkata, |
||
+ | |||
+ | "Ini hanya karena anggur akan terasa hambar bila kita membiarkan wanita rendahan menuangkannya." |
||
+ | |||
+ | Tapi karena Guiche, yang telah didukung Kirche mulai berjingkrak-jingkrak menjauh, Montmorency tak meniliki pilihan selain ikut. |
||
+ | |||
+ | "Hei! Tunggu! Jangan tinggalkan aku disini!" |
||
+ | |||
+ | |||
+ | |||
+ | "Selamat datang!" |
||
+ | |||
+ | Begitu mereka memasuki bar, seorang lelaki tinggi yang memakai baju leather menyambut mereka. |
||
+ | |||
+ | "Oh, apa kalian baru? Lebih banyak lagi wanita ningrat! Betapa indahnya ini! Betapa très bien! para gadis dalam bar akan iri! Aku sang pemilik, Scarron. Mohon nikmati hari kalian!" katanya sambil membungkukkan badannya. Meski dia tampak aneh, dia memuji mereka sehingga kini suasana hati Montmorency membaik. dia menyisir rambutnya dengan tangan dan berkata dengan jelas, "Bimbing kami ke meja terbersih". |
||
+ | |||
+ | "Tiap meja dalam bar ini digosok untuk bersinar bagaikan istana Paduka." |
||
+ | |||
+ | Scarron membimbing mereka ke salah satu meja. Bar itu tampak ramai. |
||
+ | |||
+ | Tepat seperti rumor yang dihembuskan, gadis-gadis dengan pakaian yang menggoda membawakan anggur dan makanan. |
||
+ | |||
+ | Guiche, yang sudah melihat-lihat dengan penuh semangat, akhirnya dijewer oleh Montmorency. |
||
+ | |||
+ | Setelah mereka duduk di meja, seorang gadis berambut blonde pink datang untuk mengambil pesanan, tapi untuk alasan tertentu, buru-buru menutupi wajahnya dengan sebuah nampan. Sekujur tubuhnya gemetar perlahan. |
||
+ | |||
+ | "Mengapa kau menyembunyikan wajahmu?" kata Guiche kecewa. Tanpa menjawab, dia menanyakan pesanan lewat geraknya. Hanya dengan melihat tinggi dan warna rambut si gadis, Kirche cepat menyadari sesuatu dan, untuk pertama kalinya pada musim panas ini, sebuah senyuman sangat besar tersungging di wajahnya. |
||
+ | |||
+ | "Jadi, apa anggur rekomendasimu?" |
||
+ | |||
+ | Gadis itu menunjuk sebuah anggur yang telah disajikan pada meja lainnya, sebuah anggur Gernew yang cukup tua. |
||
+ | |||
+ | lalu Kirche berkata dengan nada terkejut, "Ah, Familiar-san apel dnegan seorang gadis!" |
||
+ | |||
+ | Gadis itu muncul dari balik nampan dan menatap sekeliling ruangan dengan mata tajamnya. |
||
+ | |||
+ | Semua di grup kecuali Kirche berteriak. |
||
+ | |||
+ | "Louise!" |
||
+ | |||
+ | Louise menyadaris eringai lebar di wajah Kirche dan menyadari bahwa dia telah ditipu, dan sekali lagi menyembunyikan wajahnya dengan nampan. |
||
+ | |||
+ | "Sudah terlambat La Vallière." |
||
+ | |||
+ | "Aku bukan Louise." |
||
+ | |||
+ | kata Louise dengan suara bergetar. Kirche menarik lengan Louise dan membaringkannya di atas meja. Kirche mencengkram lengan kanan, Guiche yang kanan, Tabitha mencengkram kaki kanan dan Montmorency memegang yang kiri. Louise yang tak bisa bergerak menghadap ke samping dan berkata dengan nada bergetar, |
||
+ | |||
+ | "Aku bukan Louise! Lepaskan aku." |
||
+ | |||
+ | "Beneran deh, apa sih yang kau lakukan disini?" |
||
+ | |||
+ | Louise takkan menjawabnya. Tlek! Kirche menjentikkan jarinya dan Tabitha melantunkan mantra. Dengan kekuatan angin, Tabitha melilitkan udara disekitar Louise dan mengendalikannya. Louise diloncatkan ke atas meja dan berpose seiza. |
||
+ | |||
+ | "A-, Apa yang kau lakukan?!" |
Revision as of 05:52, 18 March 2011
Bagian 1
Yap, ini adalah Akademi Sihir Tristain. Liburan musim panas baru saja dimulai dan di dalam asrama, dua ningrat tengah membunuh waktu.
Mereka adalah Kirche si "Ardent" dan Tabitha si "Badai salju". Kirche tengah malas-malasan berbaring di kasur Tabitha dengan pose yang sangat tak sopan. Dia melepas seluruh kancing bajunya dan tengah mengipasi dada montoknya dengan tangan. Kirche memang menyukai panas tapi tak tahan hangat.
Dia tak bisa mengendalikan panas yang mendidih di ruang yang dipanggang matahari.
"Hei Tabitha, bisakah kau menghembuskan angin untukku?"
Tabitha mengayunkan tongkat panjangnya tanpa menoleh dari buku.
"Berikan yang dingin. Yang bisa dinginnya menembus tulang, tepat seperti nama keduamu."
Sebagaimana diharapkan, ada es dalam anginnya. Angin bersalju itu langsung mendinginkan badan Kirche.
"Ahh-, rasanya enak."
Sambil minum dalam angin dingin Tabitha, Kirche membuka kemejanya. dia menyilangkan kakinya dalam sikap yang takkan pernah dilihat lusinan teman lelakinya yang menyembahnya bagaikan seorang dewi.
Dia menerawang ke arah Tabitha yang dari tadi membaca buku. Tabitha tak berkeringat setetes pun, seolah-olah menyatu sempurna dengan bukunya. "Mungkin nama keduanya 'Badai Salju' mendinginkan badan dan juga pikirannya," gumam Kirche.
"Hei "Badai salju"? Kau benar-benar suka membaca buku ya? Seperti protestan saja. Apa itu buku Protestan terkenal yang berjudul "Doktrin Praktis"?
"Doktrin praktis" merupakan kitab yang dibaca oleh sekte protestan, yang merupakan kitab tafsir dari "Buku Doa Sang Pendiri", yang merekam amal dan ajaran Sang Pendiri, Brimir.
Meski setiap versi "Buku Doa Sang Pendiri" mengklaim sebagai sebagai versi yang asli, isi mereka agak berbeda. Terlebih lagi, ada teori bahwa "Buku Doa Sang Pendiri" ditulis ratusan tahun setelah kejatuhan Brimir Sang Pendiri. "Buku Doa Sang Pendiri" yang telah diwariskan turun temurun oleh keluarga kerajaan Tristain bahkan tak ada tulisannya. Karenanya, banyak teologiawan menafsirkannya dnegan cara yang begitu kabur sehingga meningkatkan kekuatan politik gereja Halkegenia dan mereka sendiri. Badan praktisi utama dari "Doktrin Praktis" dimulai di pusat agama negara Romania dan dibangun para jelata yang ingin mereformasi gereja-gereja korup yang mengeksploitasi masyarakat. Kejadian ini segera menginternasional.
Ia menyebar dari para jelata da petani-petani, mereka melucuti kekuasaan dan tanah dari para pendeta, tapi tiada yang tahu jika perbuatan dan penafsiran mereka benar. Yang tahu jawabannya mungkin hanya Brimir Sang Pendiri sendiri.
Tabitha menutup bukunya dan menunjukkan judulnya pada Kirche. Itu bukan buku agama, hanya sebuah buku penelitian seihir kuno.
"Hanya membaca." kata Tabitha.
"Aku tahu. Bagaimanapun juga, kau tak mungkin seorang protestan. Ahh, hari ini benar-benar pas. SANGAT PANAS. Itulah mengapa aku mengundangmu untuk pergi ke Germania denganku. Disana jauh lebih sejuk.
Tabitha membuka kembali bukunya dan melanjutkan membaca. Kirche, yang tahu situasi keluarga Tabitha, memutuskan mengundangnya ke Keluarga Zerbst, tapi Tabitha menolak pergi. Tanpa pilihan lain, Kirche memutuskan untuk menemani Tabitha di Akademi. dia tak bisa meninggalkan Tabitha sendiri.
"Mungkin cuma kita yang tinggal di sauna ini."
Kirche berpikir untuk mandi di lapangan. Karena seluruh guru dan urid pergi dan pulang ke rumah, harusnya tiada bahaya para pengintip. tapi lalu...
Sebuah jeritan terdengar dari lantai bawah. Kirche dan Tabitha bertukar pandang secara kilat. Kirche segera mengenakan kemejanya dan meloncat keluar dari kamar dnegan tongkat di tangan. Tabitha segera mengikuti di belakangnya.
Dalam sebuah kamar di lantai bawah, sebuah pasangan lain tengah bertengkar.
"Apa yang kau pikirkan?!"
"Um, aku...aku pikir kini panas, dan aku hanya coba membantu!"
Pertengkaran terjadi antara Guicje dan Montmorency. Mengapa pasangan ini tak meninggalkan asrama untuk liburan musim panas?
"Oh, begitu. jadi itu maksudmu! 'Ayo buat ramuan sama-sama' pantatmu! Akus eharusnya tak mendengarkan ocehanmu soal mampu membuat Ramuan terlarang apapun yang kemau. Apa sih maumu?"
"Itu tujuanku! Aku tak berdusta!"
"kau berpikiran yang tidak-tidak karena tiada orang, kan? Maaf saja, tapi aku takkan memberimu sejaripun hingga aku kawin!"
Guiche menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jangan mendekat."
"Aku bersumpah, aku pegang kata-kataju."
Guiche menaruh tangannya di dada. "Aku bersumpah demi Tuhan dan sang Pendiri bahwa aku, Guiche de Gramont tak melepas kancing Montmorency yang tengah tidur karena maksud kotor, melainkan karena benar-benar berpikir dia terlihat demam. Kau berkeringat begitu banyak sehingga aku khawatir kau akan dididihkan hingga mati."
"Benarkah?" tanya Montmorency yang memandangnya ragu.
"Demi Tuhan." jawab Guiche khidmat.
"...kau ga kan melakukan yang aneh-aneh?"
"Tidak, takkan pernah terpikir untuk itu."
setelah berfikir sesaat, Montmorency mengangkat roknya dan menunjukkan celana dalamnya sekilas. Karena Guiche menerjangnya seketika, dia berteriak sekeras-kerasnya. "Oh Tuhan! Pendusta! Dia seorang pendusta!"
"Putih! Putih! Ia benar-benar putih!"
"jangan! Hentikan! Mohon Hentikan!"
Setelah geje beberapa saat, pintu terbuka dnegan sebuah dak. Kirche dan Tabitha masuk dan mata mereka beradu dengan mata Montmorency, yang baru saja didorong ke kasur oleh Guiche.
"...oh, kalian baru saja akan melakukannya," desah Kirche.
Guiche, yang tiba-tiba jadi serius, bangkit, berdiri dan berkata dengan cara yang begitu tegas, "Oh, aku hanya...membereskan kerutan kemeja Montmorency."
"dengan mendorongnya ke kasur? Kirche mengejek.
"memberekan kerutan," ulang Guiche sekali lagi,
Montmorency berkata dnegan nada dingin, "Sudahlah. Hanya itu yang ada di kepalamu."
Guiche tersipu.
Kirche buka mulut dan berkata dnegan sikap lelah. "kalian berdua benar-benar pasangan murahan. Kalian tak harus melakukannya di asrama yang menyesakkan ini."
"Kami tak melakukan apapun!...dan akulah yang seharusnya bertanya apa yang kalian lakukan. Kini liburan musim panas."
"ia tak seharga masalahnya bagi kami. Meski kini liburan, cape lho untuk nyebrang perbatasan hanya untuk itu, Jadi apa sih yang kalian lakukan sebenarnya?"
"Kami tengah, um..."
Montmorency memainkan jemarinya, karena dia tak bisa bilang dia tengah membuat Ramuan Terlarang.
"Pe-Penelitian sihir."
"Hmm, kau memang tengah melakukan semacam penelitian."
"Adalah Guiche yang ingin melakukannya! Otaknya mungkin tergoreng dalam panas ini!"
Dengan itu, Guiche yang dikritisi membengkokkan kepalanya.
"Sepertinya."
Kirche membalas,"apa maksudmu dengan 'sepertinya'?"
"Ayo kita keluar. Tak mengherankan bila otak kita tergoreng disini."
"hah? Kemana?"
"Ke kota sajalah. Kini liburan panjang, jadi mari bersenang-senang."
"Benar itu, aku juga ingin meminum yang dingin-dingin..." kata Guiche setuju.
Montmorency, yang bahkan tak mau berfikir tentang apa yang bakal terjadi bila dia ditinggalkan sendirian dengan Guiche juga setuju.
"Dinginkan kepalamu benar-benar saat minumj, ya?"
"Pasti, demi Tuhan."
"Jadi, bagaimana dnegan si kecil?"
Montmorency menunjuk pada Tabitha. Kirche menjawab.
"Dia ikut."
"Kau bisa tahu hanya dnegan memandangnya?"
"Aku bisa."
Kata Kirche seakan-akan itu sudah jelas.
Tabitha lalu menutup bukunya, berjalan menuju jendela, lalu bersiul. Suara kepakan lalu terdengar. dalam sekejap, Tabitha meloncat keluar jendela, diikuti Kirche.
Saat Montmorency mengitip keluar jendela, dia melihat naga angin Tabitha yang melayang disana. Kirche tengah menunggangi punggungnya dan tengah melambaikan tangannya.
"Buruan atau kami tinggal!"
Guiche dan Montmorency meloncat. Guiche yang duluan, mencoba menangkap Montmorency.
lalu Montmorency mulai menjerit-jerit soal 'jangan menyentuhku' dan 'jangan menatapku' untuk menggoda Guiche.
"Tapi...aku hanya mencoba menangkapmu."
"kau pikir apa yang kau sentuh, hah?"
"Kupikir kalian pacaran," ucap Kirche terkejut.
Kelompok ini akhirnya tiba di kota benteng Tristain dan pergi ke sebuah jalan yang bercabang dari Jalan Raya Bulton. Kini matahari hampir terbenam. Di jalan-jalan yang mulai gelap, lampu-lampu sihir mulai mewarnai sekitarnya. Pemandangan sihir nan menyilaukan itu menciptakan suasana gembira yang menyelimuti jalan yang masih terasa kehangatan musim panasnya.
Jika Jalan raya Bulton adalah wajah depan Tristain, maka jalan Chicton adalah perutnya. Bar-bar merah dan perjudian-perjudian berbaris sepanjang jalan. Montmorency bermuka masam, tapi Kirche terus berjalan, tak mempedulikan semua itu. Sambil berjalan, mereka berrembuk soal bar mana yang akan didatangi. "Apa kau tahu soal bar-bar disekitar sini?" tanya Kirche pada Guiche.
Guiche menjawab sambil tersenyum,
"Soal itu...Aku tahu satu yang bagus yang selalu ingin kudatangi."
"Bukan yang aneh, kan?" tanya Montmorency begitu dia mendengar nada mencurigakan pada Guiche. Guiche menggelengkan kepalanya.
"Ia sama sekali tak aneh!"
"Lalu, bar macam apa dia?"
Guiche terdiam.
"Lihat kan? itu pasti bar yang aneh! katakan saja sejujurnya!"
Montmorency mulai mencekik Guiche.
"Ti-,tidak! hanya gadis-gadis dengan pakaian manis membawakan anggur untukmu...Ukh!"
"Jika itu tak aneh lalu apa yang aneh?"
"Kedengarannya menarik."
sepertinya itu telah memetik kepenasaran Kirche. Dia menyarankan pada Guiche,
"Ayo kesana, bar yang biasa akan terlalu membosankan."
"APA?" Montmorency protes.
"Mengapa wanita Tristain tak punya kepercayaan pada diri mereka sendiri? Membuatku sakit."
Karena Kirche mengatakannya dengan cara yang begitu menghantui, Montmorency tiba-tiba bangkit dan berkata,
"Ini hanya karena anggur akan terasa hambar bila kita membiarkan wanita rendahan menuangkannya."
Tapi karena Guiche, yang telah didukung Kirche mulai berjingkrak-jingkrak menjauh, Montmorency tak meniliki pilihan selain ikut.
"Hei! Tunggu! Jangan tinggalkan aku disini!"
"Selamat datang!"
Begitu mereka memasuki bar, seorang lelaki tinggi yang memakai baju leather menyambut mereka.
"Oh, apa kalian baru? Lebih banyak lagi wanita ningrat! Betapa indahnya ini! Betapa très bien! para gadis dalam bar akan iri! Aku sang pemilik, Scarron. Mohon nikmati hari kalian!" katanya sambil membungkukkan badannya. Meski dia tampak aneh, dia memuji mereka sehingga kini suasana hati Montmorency membaik. dia menyisir rambutnya dengan tangan dan berkata dengan jelas, "Bimbing kami ke meja terbersih".
"Tiap meja dalam bar ini digosok untuk bersinar bagaikan istana Paduka."
Scarron membimbing mereka ke salah satu meja. Bar itu tampak ramai.
Tepat seperti rumor yang dihembuskan, gadis-gadis dengan pakaian yang menggoda membawakan anggur dan makanan.
Guiche, yang sudah melihat-lihat dengan penuh semangat, akhirnya dijewer oleh Montmorency.
Setelah mereka duduk di meja, seorang gadis berambut blonde pink datang untuk mengambil pesanan, tapi untuk alasan tertentu, buru-buru menutupi wajahnya dengan sebuah nampan. Sekujur tubuhnya gemetar perlahan.
"Mengapa kau menyembunyikan wajahmu?" kata Guiche kecewa. Tanpa menjawab, dia menanyakan pesanan lewat geraknya. Hanya dengan melihat tinggi dan warna rambut si gadis, Kirche cepat menyadari sesuatu dan, untuk pertama kalinya pada musim panas ini, sebuah senyuman sangat besar tersungging di wajahnya.
"Jadi, apa anggur rekomendasimu?"
Gadis itu menunjuk sebuah anggur yang telah disajikan pada meja lainnya, sebuah anggur Gernew yang cukup tua.
lalu Kirche berkata dengan nada terkejut, "Ah, Familiar-san apel dnegan seorang gadis!"
Gadis itu muncul dari balik nampan dan menatap sekeliling ruangan dengan mata tajamnya.
Semua di grup kecuali Kirche berteriak.
"Louise!"
Louise menyadaris eringai lebar di wajah Kirche dan menyadari bahwa dia telah ditipu, dan sekali lagi menyembunyikan wajahnya dengan nampan.
"Sudah terlambat La Vallière."
"Aku bukan Louise."
kata Louise dengan suara bergetar. Kirche menarik lengan Louise dan membaringkannya di atas meja. Kirche mencengkram lengan kanan, Guiche yang kanan, Tabitha mencengkram kaki kanan dan Montmorency memegang yang kiri. Louise yang tak bisa bergerak menghadap ke samping dan berkata dengan nada bergetar,
"Aku bukan Louise! Lepaskan aku."
"Beneran deh, apa sih yang kau lakukan disini?"
Louise takkan menjawabnya. Tlek! Kirche menjentikkan jarinya dan Tabitha melantunkan mantra. Dengan kekuatan angin, Tabitha melilitkan udara disekitar Louise dan mengendalikannya. Louise diloncatkan ke atas meja dan berpose seiza.
"A-, Apa yang kau lakukan?!"