Difference between revisions of "Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid1 Bab02"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
(New page: '''Chapter 2.''' Dilihat dari hasilnya, ramalanku sudah menjadi kenyataan. Setelah jam pelajaran, Haruhi tidak langsung menghilang dari ruangan kelas seperti biasanya. Kali ini, dia mena...)
 
Line 40: Line 40:
   
 
Keluhku, mengatakan hal ini ke patung gips itu nggak ada gunanya. Aku hanya bisa menyeret kakiku yang berat, memikirkan bagaimana caraku menjelaskan semua hal ini kepada teman-teman sekelasku yang penasaran.
 
Keluhku, mengatakan hal ini ke patung gips itu nggak ada gunanya. Aku hanya bisa menyeret kakiku yang berat, memikirkan bagaimana caraku menjelaskan semua hal ini kepada teman-teman sekelasku yang penasaran.
  +
  +
Persyaratan untuk membuat sebuah "asosiasi":
  +
  +
Lima orang anggota atau lebih. Seorang guru pendamping, nama klub, ketua klub dan aktivitas klub/ringkasan tujuan diperlukan - yang kemudian juga memerlukan persetujuan dari komite OSIS. Aktivitas klub harus sesuai dengan filosofi sekolah akan kreativitas dan kehidupannya. Berdasarkan dari catatan aktivitas dan hasilnya, OSIS akan memutuskan apakah asosiasi tersebut bisa ditingkatkan statusnya menjadi "kelompok belajar". Selebihnya, sebagai asosiasi, sekolah tidak akan memberikan dana apapun.
  +
  +
Aku tidak harus mencari semua persyaratan dengan susah payah karena semuanya tercatat di dalam buku pegangan siswa.
  +
  +
Anggota sih mudah; kita bisa mencari siapapun untuk mencapai jumlah anggota, jadi itu bukan masalah. Guru pendamping lebih susah dicari, tapi kupikir aku bisa mengatasinya. Dan untuk nama, sesuatu yang tidak menonjol sudah cukup. Dan ketua klubnya sudah pasti Haruhi sendiri.
  +
  +
Tapi, aku berani bertaruh, kalau aktivitas/tujuan klub pasti akan berbenturan dengan "kreativitas dan kehidupan".
  +
  +
Semuanya itu hanya omongan saja, seperti kalau Haruhi itu orang yang peduli dengan peraturan.
  +
  +
Saat bel berdering tanda kelas berakhir, Haruhi menunjukan keperkasaannya yang mengerikan dengan mencengkeram kerah jaketku dan menarik ku keluar kelas dengan kecepatan seperti penculik. Aku membutuhkan usaha keras agar tas sekolahku tidak tertinggal di kelas.
  +
  +
"Kemana kita pergi?"
  +
  +
Aku bertanya karena, ya aku kan normal pada akhirnya.
  +
  +
"Ke ruangan klub."
  +
  +
Haruhi, sangat penuh dengan energi sampai dia bisa menendang orang-orang yang berjalan lambat di depan kita, hanya menjawab dengan singkat, lalu kembali diam. Tolonglah, setidaknya bisakah kamu melepaskan tanganku dulu?
  +
  +
Setelah kami keluar dari lorong lantai satu, kami kembali masuk ke gedung lain dan naik tangga. Kami berjalan menuju lorong gelap dan di tengahnya, Haruhi berhenti. Tentu saja aku ikut berhenti.
  +
  +
Di depan kami ada pintu.
  +
  +
''Klub literatur''.
  +
  +
Papan nama yang melengkung tertempel di pintu.
  +
  +
"Di sini."
  +
  +
Tanpa dengan mengetuk pintu, Haruhi membuka pintu dan berjalan melewati ruang kelas tanpa pikir panjang. Tentu saja, aku mengikutinya ke dalam.
  +
  +
Ruangan ini teryata cukup luas, atau mungkin terlihat seperti itu karena hanya berisi meja persegi, kursi besi, dan rak buku. Beberapa retakan di atap dan dinding menunjukan betapa tuanya bangunan ini.
  +
  +
Pada saat ia baru masuk ke dalam ruangan, seorang gadis duduk sendirian di kursi, membaca buku yang sangat tebal.
  +
  +
"Ruangan ini menjadi ruang klub kita mulai saat ini."
  +
  +
Haruhi membuka kedua tangannya dan mengumumkan secara formal. Wajahnya bersinar dengan senyuman yang bertenaga.'kalau saja ia juga tersenyum seperti itu di kelas...' walau pikirku, aku tidak berani mengatakannya dengan keras.
  +
  +
"Tunggu sebentar, tempat ini apa?"
  +
  +
"Gedung Kebudayaan dan Kesenian. Tempat ini memiliki ruang kesenian dan musik untuk klub kesenian dan klub orkestra. Klub dan asosiasi tanpa ruang tetap semuanya mengadakan aktivitasnya di sini, dikenal dengan sebutan komplek lama. Dan ruangan ini milik klub literatur."
  +
  +
"Lalu bagaimana dengan klub literatur?"
  +
  +
"Setelah semua murid kelas tiga lulus musim semi ini, klub ini punya nol anggota. Pada saat tidak ada anggota baru direkrut, klub ini akan ditutup. Sebelumnya, anak kelas satu ini adalah satu-satunya anggota baru."
  +
  +
"Kalau begitu klub ini belum ditutup donk!"
  +
  +
"Nyaris! Klub dengan anggota hanya seorang sama saja dengan tidak ada."
  +
  +
Dasar bodoh! Kamu mau mencoba mengambil alih ruang klub orang lain? Aku melirik ke arah anak klub literatur.
  +
  +
Dia adalah seorang gadis berkacamata berambut pendek.
  +
  +
Haruhi sudah seberisik ini. Gadis itu, akan tetapi, tidak mengangkat kepalanya sekalipun. Selain terkadang membalikan halaman dengan jarinya, ia terlihat diam, benar-benar cuek terhadap keberadaan kita. Sepertinya gadis ini juga aneh!
  +
  +
Aku merendahkan suaraku dan bertanya kepada Haruhi.
  +
  +
"Lalu gimana dengan gadis itu?"
  +
  +
"Dia bilang nggak masalah!"
  +
  +
"Beneran?"
  +
  +
"Aku sudah menanyakannya pada saat makan siang. Kubilang aku butuh dia agar meminjamkan ruangannya dan dia bilang 'silahkan', selama dia bisa membaca bukunya dengan tenang. Setelah kau menyinggung hal itu, kupikir dia itu cukup aneh."
  +
  +
Dari semua orang, kamu yang bilang itu!
  +
  +
Aku memperhatikan gadis klub literatur aneh dengan seksama kali ini.
  +
  +
Dia memiliki kulit yang pucat dan wajah tanpa ekspresi. Jari-jarinya bergerak seirama seperti robot. Rambut pendeknya membuat orang untuk melepas kacamatanya untuk pandangan yang lebih jelas. Dia memberikan impresi seperti boneka yang tidak menonjol. Dalam kata lain, orang aneh yang misterius dan tanpa ekspresi.
  +
  +
Mungkin menyadari pandanganku yang mengganggu, gadis itu tiba-tiba mengangkat kepalanya dan mendorong kacamata keatas dengan jari.
  +
  +
Aku melihat matanya yang berwarna dalam menatapku dari balik lensa tersebut. Baik mata maupun bibirnya tidak menunjukan ekspresi apapun, sampai seperti topeng. Dia berbeda dengan Haruhi -wajahnya seperti jenis yang pada dasarnya tidak menunjukan emosi.
  +
  +
"Nagato Yuki."
  +
  +
Nada suaranya memberikan kesan kalau namanya akan segera dilupakan oleh kebanyakan orang dalam tiga detik semenjak mendengarnya.
  +
  +
Nagato Yuki sejenak menatapku; lalu seperti kehilangan minat, ia kembali mengarahkan perhatiannya ke buku.
  +
  +
"Eh, Nagato-san," Aku memanggilnya, "Cewek ini mau menggunakan ruangan klub kamu untuk klub-yang-belum-ada-namanya. Apakah ini baik-baik saja dengan mu?"
  +
  +
"Ya."
  +
  +
Pandangan Nagato tidak pernah lepas dari buku.
  +
  +
"Tapi mungkin bisa menyulitkan untuk mu."
  +
  +
"Tidak masalah."
  +
  +
"Bahkan kamu bisa diusir?"
  +
  +
"Silahkan merasa bebas."
  +
  +
Walaupun ia segera siap menjawab, ia tidak menunjukan ekspresi apapun. Terlihat olehku sepertinya dia benar-benar tidak peduli soal ini.
  +
  +
"Oke, kalau begitu sudah diputuskan," Haruhi tiba-tiba menyela.
  +
  +
Dia terdengar sangat bersemangat, memberikan perasaan buruk.
  +
  +
"Mulai sekarang, kita akan berkumpul di ruang ini selesai sekolah. Pastikan untuk datang! Atau kamu sama bagusnya dengan orang mati!"
  +
  +
Dia berkata dengan senyum yang terkembang seperti bunga sakura. Aku dengan enggan mengganggukkan kepalaku.
  +
  +
Tolong deh, Aku belum mau mati dulu!
  +
   
 
<noinclude>
 
<noinclude>

Revision as of 23:41, 26 May 2007

Chapter 2.

Dilihat dari hasilnya, ramalanku sudah menjadi kenyataan.

Setelah jam pelajaran, Haruhi tidak langsung menghilang dari ruangan kelas seperti biasanya. Kali ini, dia menarik tanganku dengan paksa dan menyeretku keluar ruangan, melalui koridor, naik sampai ke atas tangga, dan akhirnya berhenti tepat di depan pintu yang menuju ke atap.

Pintu tersebut biasanya dikunci, dan tangga di atas lantai empat sepertinya sudah menjadi gudang untuk klub kesenian. Kanvas raksasa, pigura yang hampir patah, patung dewa-dewa perang dengan hidung yang hilang dan sebagainya ditumpuk di atas tangga kecil, membuat jalan yang harusnya sudah sempit menjadi semakin sempit.

Apa yang akan dilakukan kepadaku olehnya dengan membawaku ke sini?

"Aku butuh bantuanmu."

Haruhi berkata demikian dengan tetap memegang dasiku. Dengan tatapan tajam yang diarahkan ke bagian bawah kepalaku, aku dapat merasakan kalau dia sedang mengancamku.

"Membantumu soal apa?"

Aku berpura-pura cuek.

"Bantu aku buat klub baru!"

"OK, tapi jelaskan kepadaku, kenapa aku harus bantu kamu menyelesaikan hal yang baru saja kamu pikirkan?"

"Karena aku harus mengamankan ruangan untuk klub dan juga anggota, jadi kamu harus cari tahu apa saja yang urusan apa saja yang perlu diselesaikan untuk sekolah."

Dia bahkan tidak mendengarkan. Aku menampik tangan Haruhi.

"Klub apa yang mau kamu buat?"

"Itu nggak penting! Yang penting adalah membuat klub dulu!"

Aku benar-benar nggak yakin sekolah ini mengijinkan klub yang kerjaannya nggak jelas.

"Sekarang dengarkan! Setelah sekolah selesai, kamu pergi dan cari tahu apa saja yang perlu diselesaikan, dan aku pergi mencari ruangan untuk klub, mengerti?"

'NGGAK!'

Jikalau saat itu aku membalasnya seperti itu, Aku yakin, aku pasti bakal dibunuh. Saat aku ragu-ragu bagaimana menjawabnya, Haruhi sudah terlanjur berbalik dan menuruni tangga, meninggalkan cowok yang hilang arah yang berdiri sendirian di tangga penuh debu.

"...Aku bahkan belum menjawab setuju untuk membantunya..."

Keluhku, mengatakan hal ini ke patung gips itu nggak ada gunanya. Aku hanya bisa menyeret kakiku yang berat, memikirkan bagaimana caraku menjelaskan semua hal ini kepada teman-teman sekelasku yang penasaran.

Persyaratan untuk membuat sebuah "asosiasi":

Lima orang anggota atau lebih. Seorang guru pendamping, nama klub, ketua klub dan aktivitas klub/ringkasan tujuan diperlukan - yang kemudian juga memerlukan persetujuan dari komite OSIS. Aktivitas klub harus sesuai dengan filosofi sekolah akan kreativitas dan kehidupannya. Berdasarkan dari catatan aktivitas dan hasilnya, OSIS akan memutuskan apakah asosiasi tersebut bisa ditingkatkan statusnya menjadi "kelompok belajar". Selebihnya, sebagai asosiasi, sekolah tidak akan memberikan dana apapun.

Aku tidak harus mencari semua persyaratan dengan susah payah karena semuanya tercatat di dalam buku pegangan siswa.

Anggota sih mudah; kita bisa mencari siapapun untuk mencapai jumlah anggota, jadi itu bukan masalah. Guru pendamping lebih susah dicari, tapi kupikir aku bisa mengatasinya. Dan untuk nama, sesuatu yang tidak menonjol sudah cukup. Dan ketua klubnya sudah pasti Haruhi sendiri.

Tapi, aku berani bertaruh, kalau aktivitas/tujuan klub pasti akan berbenturan dengan "kreativitas dan kehidupan".

Semuanya itu hanya omongan saja, seperti kalau Haruhi itu orang yang peduli dengan peraturan.

Saat bel berdering tanda kelas berakhir, Haruhi menunjukan keperkasaannya yang mengerikan dengan mencengkeram kerah jaketku dan menarik ku keluar kelas dengan kecepatan seperti penculik. Aku membutuhkan usaha keras agar tas sekolahku tidak tertinggal di kelas.

"Kemana kita pergi?"

Aku bertanya karena, ya aku kan normal pada akhirnya.

"Ke ruangan klub."

Haruhi, sangat penuh dengan energi sampai dia bisa menendang orang-orang yang berjalan lambat di depan kita, hanya menjawab dengan singkat, lalu kembali diam. Tolonglah, setidaknya bisakah kamu melepaskan tanganku dulu?

Setelah kami keluar dari lorong lantai satu, kami kembali masuk ke gedung lain dan naik tangga. Kami berjalan menuju lorong gelap dan di tengahnya, Haruhi berhenti. Tentu saja aku ikut berhenti.

Di depan kami ada pintu.

Klub literatur.

Papan nama yang melengkung tertempel di pintu.

"Di sini."

Tanpa dengan mengetuk pintu, Haruhi membuka pintu dan berjalan melewati ruang kelas tanpa pikir panjang. Tentu saja, aku mengikutinya ke dalam.

Ruangan ini teryata cukup luas, atau mungkin terlihat seperti itu karena hanya berisi meja persegi, kursi besi, dan rak buku. Beberapa retakan di atap dan dinding menunjukan betapa tuanya bangunan ini.

Pada saat ia baru masuk ke dalam ruangan, seorang gadis duduk sendirian di kursi, membaca buku yang sangat tebal.

"Ruangan ini menjadi ruang klub kita mulai saat ini."

Haruhi membuka kedua tangannya dan mengumumkan secara formal. Wajahnya bersinar dengan senyuman yang bertenaga.'kalau saja ia juga tersenyum seperti itu di kelas...' walau pikirku, aku tidak berani mengatakannya dengan keras.

"Tunggu sebentar, tempat ini apa?"

"Gedung Kebudayaan dan Kesenian. Tempat ini memiliki ruang kesenian dan musik untuk klub kesenian dan klub orkestra. Klub dan asosiasi tanpa ruang tetap semuanya mengadakan aktivitasnya di sini, dikenal dengan sebutan komplek lama. Dan ruangan ini milik klub literatur."

"Lalu bagaimana dengan klub literatur?"

"Setelah semua murid kelas tiga lulus musim semi ini, klub ini punya nol anggota. Pada saat tidak ada anggota baru direkrut, klub ini akan ditutup. Sebelumnya, anak kelas satu ini adalah satu-satunya anggota baru."

"Kalau begitu klub ini belum ditutup donk!"

"Nyaris! Klub dengan anggota hanya seorang sama saja dengan tidak ada."

Dasar bodoh! Kamu mau mencoba mengambil alih ruang klub orang lain? Aku melirik ke arah anak klub literatur.

Dia adalah seorang gadis berkacamata berambut pendek.

Haruhi sudah seberisik ini. Gadis itu, akan tetapi, tidak mengangkat kepalanya sekalipun. Selain terkadang membalikan halaman dengan jarinya, ia terlihat diam, benar-benar cuek terhadap keberadaan kita. Sepertinya gadis ini juga aneh!

Aku merendahkan suaraku dan bertanya kepada Haruhi.

"Lalu gimana dengan gadis itu?"

"Dia bilang nggak masalah!"

"Beneran?"

"Aku sudah menanyakannya pada saat makan siang. Kubilang aku butuh dia agar meminjamkan ruangannya dan dia bilang 'silahkan', selama dia bisa membaca bukunya dengan tenang. Setelah kau menyinggung hal itu, kupikir dia itu cukup aneh."

Dari semua orang, kamu yang bilang itu!

Aku memperhatikan gadis klub literatur aneh dengan seksama kali ini.

Dia memiliki kulit yang pucat dan wajah tanpa ekspresi. Jari-jarinya bergerak seirama seperti robot. Rambut pendeknya membuat orang untuk melepas kacamatanya untuk pandangan yang lebih jelas. Dia memberikan impresi seperti boneka yang tidak menonjol. Dalam kata lain, orang aneh yang misterius dan tanpa ekspresi.

Mungkin menyadari pandanganku yang mengganggu, gadis itu tiba-tiba mengangkat kepalanya dan mendorong kacamata keatas dengan jari.

Aku melihat matanya yang berwarna dalam menatapku dari balik lensa tersebut. Baik mata maupun bibirnya tidak menunjukan ekspresi apapun, sampai seperti topeng. Dia berbeda dengan Haruhi -wajahnya seperti jenis yang pada dasarnya tidak menunjukan emosi.

"Nagato Yuki."

Nada suaranya memberikan kesan kalau namanya akan segera dilupakan oleh kebanyakan orang dalam tiga detik semenjak mendengarnya.

Nagato Yuki sejenak menatapku; lalu seperti kehilangan minat, ia kembali mengarahkan perhatiannya ke buku.

"Eh, Nagato-san," Aku memanggilnya, "Cewek ini mau menggunakan ruangan klub kamu untuk klub-yang-belum-ada-namanya. Apakah ini baik-baik saja dengan mu?"

"Ya."

Pandangan Nagato tidak pernah lepas dari buku.

"Tapi mungkin bisa menyulitkan untuk mu."

"Tidak masalah."

"Bahkan kamu bisa diusir?"

"Silahkan merasa bebas."

Walaupun ia segera siap menjawab, ia tidak menunjukan ekspresi apapun. Terlihat olehku sepertinya dia benar-benar tidak peduli soal ini.

"Oke, kalau begitu sudah diputuskan," Haruhi tiba-tiba menyela.

Dia terdengar sangat bersemangat, memberikan perasaan buruk.

"Mulai sekarang, kita akan berkumpul di ruang ini selesai sekolah. Pastikan untuk datang! Atau kamu sama bagusnya dengan orang mati!"

Dia berkata dengan senyum yang terkembang seperti bunga sakura. Aku dengan enggan mengganggukkan kepalaku.

Tolong deh, Aku belum mau mati dulu!


Return to Chapter1 Back to Chapter3