Difference between revisions of "Boku wa Tomodachi ga Sukunai:Jilid5 Sebuah Panggilan Telepon dengan Ayah"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
 
Line 1: Line 1:
==Sebuah Panggilan Telepon dengan Ayah==
+
==Panggilan Telepon dengan Ayah==
<p>10 hari terakhir di bulan September――Ulangan akhir semester pertama kami telah selesai, dan kami ada di hari ketiga dari liburan ulangan.</p>
+
<p>10 hari terakhir di bulan September――Ulangan akhir semester pertama kami telah selesai, dan sekarang sudah hari ketiga liburan ulangan.</p>
   
<p>Malamnya di hari kita bermain permainan yang melelahkan (secara mental) yang bernama Permainan Raja di Ruangan klub tetangga, aku mendapatkan sebuah panggilan telpon dari ayahku, Hayato Hasegawa, yang sedang bekerja di luar negeri.</p>
+
<p>Malam di hari kami memainkan permainan yang (secara mental) melelahkan, ''Oh-sama Game'' di Ruangan Klub Sahabat, aku menerima panggilan telpon dari ayahku, Hayato Hasegawa, yang saat ini bekerja di luar negeri.</p>
   
<p>Sudah banyak yang telah terjadi, tapi aku hanya memberitahu ayahku bahwa Kobato dan aku sendiri tidak apa-apa.</p>
+
<p>Banyak hal terjadi, tapi aku katakan pada ayah kalau Kobato dan aku baik-baik saja.</p>
   
<p>Setelah itu, Ayah menyebutkan sesuatu yang tidak kumengerti.</p>
+
<p>Kemudian, Ayah mengatakan sesuatu yang membingungkan.</p>
   
<p>Menurut teman baik ayahku “Zaki” ―― kepala sekolah Santo Chronica, Pegasus Kashiwazaki, yang juga ayahnya Sena Kashiwazaki, salah satu anggota klub tetangga yang sama seperti aku dan Kobato――</p>
+
<p>Menurut teman baik ayahku “Zaki” ―― kepala sekolah Saint Chronica, Pegasus Kashiwazaki, yang juga ayahnya Sena Kashiwazaki, salah satu anggota Klub Sahabat dimana yang aku dan Kobato ikuti――</p>
   
<p style="margin:32px 0;">Aku telah bertunangan dengan putrinya satu-satunya, dengan kata lain, aku akan menikah dengan Sena.</p>
+
<p style="margin:32px 0;">Aku telah dijodohkan dengan putri satu-satunya, maksudnya, aku akan menikah dengan Sena.</p>
   
 
<p>............</p>
 
<p>............</p>
Line 20: Line 20:
 
<p>"Hah?"</p>
 
<p>"Hah?"</p>
   
<p>Itu sangat mendadak sampai aku tidak merasa terkejut. Yang bisa kulakukan hanyalah mengeluarkan sebuah kata “Hah?” untuk menanggapinya.</p>
+
<p>Berita itu sangat mendadak sampai-sampai aku bahkan tak merasa terkejut. Yang bisa kulakukan hanya mengeluarkan kata “Hah?” untuk menanggapinya.</p>
   
 
<p>"Hrmm."</p>
 
<p>"Hrmm."</p>
   
<p>Dari seberang telepon, untuk sesaat suara ayah terasa seperti sedang cemas.</p>
+
<p>Dari seberang telepon, ayah kedengarannya tak yakin bagaimana harus melanjutkan pembicaraan.</p>
   
 
<p>"Emm... Ah, Aku akan menikah?"</p>
 
<p>"Emm... Ah, Aku akan menikah?"</p>
   
<p>Aku menjawab dengan suara yang biasa, karena otak ku masih tidak mengerti.</p>
+
<p>Aku menjawab dengan suara normal, karena pikiranku masih kosong.</p>
   
<p>"Itulah yang sepertinya kumaksud."</p>
+
<p>"Kudengar sih begitu."</p>
   
 
<p>"Dengan siapa?"</p>
 
<p>"Dengan siapa?"</p>
Line 38: Line 38:
 
<p>"Kenapa?"</p>
 
<p>"Kenapa?"</p>
   
<p>"Siapa yang tahu?"</p>
+
<p>"Mana kutahu?"</p>
   
<p>Ayah menjawab dengan sedikit tertawa.</p>
+
<p>Ayah menjawab sambil sedikit tertawa.</p>
   
 
<p>"Haha."</p>
 
<p>"Haha."</p>
   
<p>Pada akhirnya, entah bagaimana aku ikut tertawa sedikit juga.</p>
+
<p> Aku ikut tertawa juga akhirnya mendengar jawaban ayah.</p>
   
<p>Aku sangat yakin bahwa tertawa adalah sebuah reaksi biasa untuk seorang manusia saat mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.</p>
+
<p>Aku yakin tertawa adalah reaksi normal yang manusia lakukan saat mereka tak tahu harus bagaimana.</p>
   
<p>"Emm... Apa beliau sendiri yang telah memberitahu ayah soal itu?"</p>
+
<p>"Emm... Apa pak Kepala Sekolah sendiri yang memberitahu ayah?"</p>
   
 
<p>"Ya," Jawab ayah.</p>
 
<p>"Ya," Jawab ayah.</p>
   
<p>"Zaki baru saja meneleponku beberapa menit yang lalu. Dia sepertinya juga sangat semangat tentang seusuatu~ Saat aku menanyakannya kenapa dia sangat candang, dia mulai menanyakanku kapan kita harus mengadakan pernikahannya dan lainnya~ Sepertinya kamu akan menikah dengan anaknya―― Sena-chan, ya kan? ―― ini adalah sesuatu yang sudah sah didalam pikirannya"</p>
+
<p>"Zaki baru saja meneleponku beberapa menit lalu. Dia sepertinya juga sedang sangat semangat mengenai sesuatu~ Saat kutanya kenapa dia terlihat senang, dia mulai menanyakan kapan sebaiknya kita mengadakan pernikahan dan lainnya~ Sepertinya kau menikahi putrinya―― Sena-chan, kalau tak salah kan? ―― adalah sesuatu yang sudah pasti dalam pikirannya"</p>
   
 
<p>"Ehhh..."</p>
 
<p>"Ehhh..."</p>
   
<p>...Mengapa jadi seperti itu?</p>
+
<p>...Kok bisa begitu?</p>
   
<p>"Yahh, sepertinya Zaki begitu karena ia telah minum-minum. Mungkin alkoholnya yang membuat dia berbicara seperti itu. Yah, sepertinya begitu."</p>
+
<p>"Yahh, sepertinya Zaki belakangan ini sering minum-minum. Mungkin ia bicara begitu karena pengaruh alkohol. Yah, bukannya mungkin lagi, pasti begitu."</p>
   
 
<p>"Ahh..."</p>
 
<p>"Ahh..."</p>
 
 
<p>Kepala sekolah sangat lemah terhadap alkohol.</p>
+
<p>Kepala sekolah benar-benar lemah terhadap alkohol.</p>
   
<p>Saat aku mengunjungi kediaman keluarga Kashiwazaki, beliau mengajakku minum alkohol, dan beliau mabuk dengan cepat sehingga membuatku terpaksa berbagi kasur dengannya...</p>
+
<p>Ia mengajakku minum sedikit saat aku pergi ke kediaman keluarga Kashiwazaki, tapi ia cepat sekali mabuk dan langsung tertidur, yang mengakibatkan aku harus tidur...</p>
   
<p>...Aku tidak ingin memikirkannya lagi.</p>
+
<p>...Aku tak mau mengingat-ingat hal itu lagi.</p>
   
<p>"Haa... tak bisa diharapkan, ketika ia mabuk hal yang ia katakan pun tidak ada artinya kan ?"</p>
+
<p>"Haa... kita tak bisa menyalahkannya saat dia bicara seperti orang gila ketika ia mabuk, kan?"</p>
   
<p>Aku menjawab, mengeluarkan desahan karena lega.</p>
+
<p>Kataku, sambil mendesah lega.</p>
   
<p>"Yah, itu benar. Dia adalah seorang yang lucu ketika dia sedang mabuk loh"</p>
+
<p>"Ya, benar. Dia lucu kalau sedang mabuk loh"</p>
   
<p>Ayah tertawa dengan suara yang penuh nostalgia.</p>
+
<p>Kata Ayah sambil tertawa bercampur nostalgia.</p>
   
<p>Tapi, dia melanjutkannya dengan suara yang penuh dengan keraguan,</p>
+
<p>Tapi, ayah berkata, dengan suara ragu,</p>
   
<p>"...Ahh... tapi tetap saja,masa gara-gara mabuk ia bisa mengatakan putrinya satu-satunya akan menikah ? kata-kata seperti itu terdengar terlalu meyakinkan ..."</p>
+
<p>"...Ahh... tapi tetap saja, apa mungkin ia akan bilang kalau putri satu-satunya akan menikah hanya karena sedikit mabuk? Perkataannya terdengar meyakinkan tak seperti ucapan orang mabuk..."</p>
   
  +
<p>Kata ayah, sekarang terdengar ragu.</p>
<p>Entah bagaimana rasa khawatir timbul dari kata-kata ayah.</p>
 
   
<p>"Kodaka, kamu yakin kamu tidak berkencan dengan Sena-chan atau apa pun?"</p>
+
<p>"Kodaka, apa benar kau tak pacaran atau punya hubungan khusus dengan Sena-chan?"</p>
   
<p style="margin:8px 0px 5px;"><span style="font-size:250%">"Hah!? Tentu saja tidak!!"</span></p>
+
<p style="margin:8px 0px 5px;"><span style="font-size:250%">"Ap!? Gak Mungkin Lah!!"</span></p>
   
<p>Aku langsung kaget setelah mendengar pertanyaan anehnya ayah.</p>
+
<p>Aku jadi bingung setelah mendengar pertanyaan ayah yang aneh.</p>
   
<p>"Benarkahhh~?"</p>
+
<p>"Benarrrrr~?"</p>
   
 
<p>"Benar!"</p>
 
<p>"Benar!"</p>
   
<p>Setiap hari kami bertemu di dalam klub yang sama, Aku telah bermain game bersama, pergi ke kolam renang, belajar di kamarnya... dan kurasa aku pernah melihatnya te-telanjang tanpa sengaja, tapi... Kami belum penah berkencan, pastinya.</p>
+
<p>Kami bertemu di klub tiap hari, kami main game bersama, pergi ke kolam renang, belajar bersama... dan aku pernah melihatnya te-telanjang sekali kupikir, tapi... kami benar-benar tak pacaran, pastinya.</p>
   
<p>"Wow, kamu sangat membosankan~"</p>
+
<p>"Wah, kau sangat membosankan~"</p>
   
<p>"Apa maksudmu aku membosankan...?"</p>
+
<p>"Membosankan gimana...?"</p>
   
  +
<p>Kubilang, lelah atas semua percakapan konyol ini.</p>
<p>Aku heran.</p>
 
   
<p>"Jadi, apa itu artinya kamu mempunyai seorang pacar selain dia ?"</p>
+
<p>"Jadi, artinya kau mempunyai satu atau dua pacar lain ya?"</p>
   
<p>Aku bisa merasakan bahwa ayah sedang menyeringai ditempatnya.</p>
+
<p>Aku tahu ayah sedang menyeringai di ujung telepon.</p>
   
<p>Aku mengeluarkan sebuah desahan, dan memberitahunya,</p>
+
<p>Aku mendesah, dan memberitahunya,</p>
   
<p>"Tidak. Aku tidak mempunyai seorang pacar."</p>
+
<p>"Tidak. Aku tak punya pacar."</p>
   
<p>"Benarkahh~?"</p>
+
<p>"Benarrrrr~?"</p>
   
<p>"Aku bilang aku tidak punya."</p>
+
<p>"Kubilang aku tak punya."</p>
   
<p>Kenapa aku berbicara tentang ini dengan ayahku?</p>
+
<p>Kenapa aku membicarakan masalah ini dengan ayahku?</p>
   
<p style="font-size:65%">".....Lagipula, teman saja aku tidak punya bagaimana caranya aku bisa mempunyai pacar...?"</p>
+
<p style="font-size:65%">".....Lagipula, bagaimana mungkin aku bisa punya pacar padahal teman saja tak punya...?"</p>
   
<p>"Hm? Apa yang baru saja kamu katakan?"</p>
+
<p>"Hm? Kau bilang apa barusan?"</p>
   
<p>"Tidak apa-apa. Sampai――"</p>
+
<p>"Enggak. Sampai――"</p>
   
<p>Nanti, itu apa yang akan aku katakan untuk menyelesaikan kalimat itu, tapi aku mendapatkan sesuatu.</p>
+
<p>Nanti, adalah kata yang ingin kuucapkan untuk menyelesaikan kalimat tersebut, tapi aku terpikir sesuatu.</p>
   
<p>"Oh iya, sepertinya Kobato punya seorang pacar. Dia menghabiskan malam ini di tempatnya sekarang juga."</p>
+
<p>"O ya, sepertinya Kobato punya pacar. Malam ini juga dia menginap di rumah pacarnya itu."</p>
   
<p style="margin: 8px 0px 5px; line-height:200%"><span style="font-size:250%">"Apa yang kamu baru saja katakan!? Siapa kotoran kecil yang berpikir bahwa ia dapat meletakkan tangan sialannya itu pada malaikat kecilku!? Aku akan pulang ke Jepang sekarang juga!"</span></p>
+
<p style="margin: 8px 0px 5px; line-height:200%"><span style="font-size:250%">"Apa kau bilang!? Siapa bajingan kecil yang berpikir kalau dia bisa menyentuh malaikat kecilku!? Aku balik ke Jepang sekarang juga!"</span></p>
   
  +
<p>Ayah berteriak sangat keras sampai membuat kepalaku sakit.</p>
<p>Kepalaku sakit saat suara yang kencang itu memasuki telingaku.</p>
 
   
<p>Ayah selalu menyayangi Kobato seperti itu.</p>
+
<p>Ayah selalu memanjakan Kobato seperti ini.</p>
   
<p>"...Aku hanya berrcanda. Sampai jumpa."</p>
+
<p>"...Cuma bercanda. Sampai jumpa."</p>
   
 
<p>"Apa――"</p>
 
<p>"Apa――"</p>
Line 136: Line 136:
 
<p>Ca-lick.</p>
 
<p>Ca-lick.</p>
   
<p>Aku menutup telfonnya.</p>
+
<p>Kututup teleponnya.</p>
   
<p>...Itulah bagaimana akhir dari panggilan teleponku dengan Ayah malam ini.</p>
+
<p>...dan itulah bagaimana panggilan telepon dari ayahku berakhir.</p>
   
 
<noinclude>
 
<noinclude>

Latest revision as of 11:41, 30 August 2012

Panggilan Telepon dengan Ayah[edit]

10 hari terakhir di bulan September――Ulangan akhir semester pertama kami telah selesai, dan sekarang sudah hari ketiga liburan ulangan.

Malam di hari kami memainkan permainan yang (secara mental) melelahkan, Oh-sama Game di Ruangan Klub Sahabat, aku menerima panggilan telpon dari ayahku, Hayato Hasegawa, yang saat ini bekerja di luar negeri.

Banyak hal terjadi, tapi aku katakan pada ayah kalau Kobato dan aku baik-baik saja.

Kemudian, Ayah mengatakan sesuatu yang membingungkan.

Menurut teman baik ayahku “Zaki” ―― kepala sekolah Saint Chronica, Pegasus Kashiwazaki, yang juga ayahnya Sena Kashiwazaki, salah satu anggota Klub Sahabat dimana yang aku dan Kobato ikuti――

Aku telah dijodohkan dengan putri satu-satunya, maksudnya, aku akan menikah dengan Sena.

............

......

...

"Hah?"

Berita itu sangat mendadak sampai-sampai aku bahkan tak merasa terkejut. Yang bisa kulakukan hanya mengeluarkan kata “Hah?” untuk menanggapinya.

"Hrmm."

Dari seberang telepon, ayah kedengarannya tak yakin bagaimana harus melanjutkan pembicaraan.

"Emm... Ah, Aku akan menikah?"

Aku menjawab dengan suara normal, karena pikiranku masih kosong.

"Kudengar sih begitu."

"Dengan siapa?"

"Putrinya Zaki."

"Kenapa?"

"Mana kutahu?"

Ayah menjawab sambil sedikit tertawa.

"Haha."

Aku ikut tertawa juga akhirnya mendengar jawaban ayah.

Aku yakin tertawa adalah reaksi normal yang manusia lakukan saat mereka tak tahu harus bagaimana.

"Emm... Apa pak Kepala Sekolah sendiri yang memberitahu ayah?"

"Ya," Jawab ayah.

"Zaki baru saja meneleponku beberapa menit lalu. Dia sepertinya juga sedang sangat semangat mengenai sesuatu~ Saat kutanya kenapa dia terlihat senang, dia mulai menanyakan kapan sebaiknya kita mengadakan pernikahan dan lainnya~ Sepertinya kau menikahi putrinya―― Sena-chan, kalau tak salah kan? ―― adalah sesuatu yang sudah pasti dalam pikirannya"

"Ehhh..."

...Kok bisa begitu?

"Yahh, sepertinya Zaki belakangan ini sering minum-minum. Mungkin ia bicara begitu karena pengaruh alkohol. Yah, bukannya mungkin lagi, pasti begitu."

"Ahh..."

Kepala sekolah benar-benar lemah terhadap alkohol.

Ia mengajakku minum sedikit saat aku pergi ke kediaman keluarga Kashiwazaki, tapi ia cepat sekali mabuk dan langsung tertidur, yang mengakibatkan aku harus tidur...

...Aku tak mau mengingat-ingat hal itu lagi.

"Haa... kita tak bisa menyalahkannya saat dia bicara seperti orang gila ketika ia mabuk, kan?"

Kataku, sambil mendesah lega.

"Ya, benar. Dia lucu kalau sedang mabuk loh"

Kata Ayah sambil tertawa bercampur nostalgia.

Tapi, ayah berkata, dengan suara ragu,

"...Ahh... tapi tetap saja, apa mungkin ia akan bilang kalau putri satu-satunya akan menikah hanya karena sedikit mabuk? Perkataannya terdengar meyakinkan tak seperti ucapan orang mabuk..."

Kata ayah, sekarang terdengar ragu.

"Kodaka, apa benar kau tak pacaran atau punya hubungan khusus dengan Sena-chan?"

"Ap!? Gak Mungkin Lah!!"

Aku jadi bingung setelah mendengar pertanyaan ayah yang aneh.

"Benarrrrr~?"

"Benar!"

Kami bertemu di klub tiap hari, kami main game bersama, pergi ke kolam renang, belajar bersama... dan aku pernah melihatnya te-telanjang sekali kupikir, tapi... kami benar-benar tak pacaran, pastinya.

"Wah, kau sangat membosankan~"

"Membosankan gimana...?"

Kubilang, lelah atas semua percakapan konyol ini.

"Jadi, artinya kau mempunyai satu atau dua pacar lain ya?"

Aku tahu ayah sedang menyeringai di ujung telepon.

Aku mendesah, dan memberitahunya,

"Tidak. Aku tak punya pacar."

"Benarrrrr~?"

"Kubilang aku tak punya."

Kenapa aku membicarakan masalah ini dengan ayahku?

".....Lagipula, bagaimana mungkin aku bisa punya pacar padahal teman saja tak punya...?"

"Hm? Kau bilang apa barusan?"

"Enggak. Sampai――"

Nanti, adalah kata yang ingin kuucapkan untuk menyelesaikan kalimat tersebut, tapi aku terpikir sesuatu.

"O ya, sepertinya Kobato punya pacar. Malam ini juga dia menginap di rumah pacarnya itu."

"Apa kau bilang!? Siapa bajingan kecil yang berpikir kalau dia bisa menyentuh malaikat kecilku!? Aku balik ke Jepang sekarang juga!"

Ayah berteriak sangat keras sampai membuat kepalaku sakit.

Ayah selalu memanjakan Kobato seperti ini.

"...Cuma bercanda. Sampai jumpa."

"Apa――"

Ca-lick.

Kututup teleponnya.

...dan itulah bagaimana panggilan telepon dari ayahku berakhir.


Mundur ke Ilustrasi Novel Kembali ke Halaman Utama