Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 7 Bab 5"
Line 463: | Line 463: | ||
Disebabkan medan geografis Kyoto yang mirip dengan sebuah basin, musim panas terasa panas sementara musim dingin terasa dingin. Namun, perbedaan cuaca ini dapat dikatakan terkadang menghasilkan keindahan alam empat musim di Kyoto. |
Disebabkan medan geografis Kyoto yang mirip dengan sebuah basin, musim panas terasa panas sementara musim dingin terasa dingin. Namun, perbedaan cuaca ini dapat dikatakan terkadang menghasilkan keindahan alam empat musim di Kyoto. |
||
− | Pada musim semi, bunga sakura yang berwarna pink muda akan bermekaran di lereng pegunungan. Pada musim panas, tumbuhn-tumbuhan hijau segar merupakan pemandangan yang mengesankan dan menyegarkan mata dengan melihat sungai-sungai Kawogama. Pada musim gugur, pegunungan akan diwarnai dengan warna merah cerah musim gugur. Akhirnya, pada musim dingin, salju yang menari-nari saat jatuh ke bumi menciptakan selimut salju di atas pegunungan. |
+ | Pada musim semi, bunga sakura yang berwarna pink muda akan bermekaran di lereng pegunungan.<ref>[http://www.japandeluxetour.com/data/images/tour/kiyomizu_1.jpg Kiyomizu Musim Semi]</ref> Pada musim panas, tumbuhn-tumbuhan hijau segar merupakan pemandangan yang mengesankan dan menyegarkan mata dengan melihat sungai-sungai Kawogama.<ref>[http://www.tripadvisor.co.uk/LocationPhotoDirectLink-g298564-d1386100-i101176197-Kamogawa_River-Kyoto_Kyoto_Prefecture_Kinki.html#101175977 Kawogama]</ref> Pada musim gugur, pegunungan akan diwarnai dengan warna merah cerah musim gugur.<ref>[http://media-cdn.tripadvisor.com/media/photo-s/05/3e/49/84/autumn-kiyomizu.jpg Kiyomizu Gugur]</ref> Akhirnya, pada musim dingin, salju yang menari-nari saat jatuh ke bumi menciptakan selimut salju di atas pegunungan.<ref>[http://www.pilarsulut.com/view/7288/Politik/Yusril-Tantang-MK-Batalkan-Hasil-Pemilu Kiyomizu Dingin]</ref> |
Kita sudah akan mencapai akhir musim gugur dan sebentar lagi, akan tiba waktu musim dimana salju akan mulai berhamburan jatuh dari langit. |
Kita sudah akan mencapai akhir musim gugur dan sebentar lagi, akan tiba waktu musim dimana salju akan mulai berhamburan jatuh dari langit. |
||
− | Kelihatannya jadwal hari ini adalah mengunjungi Vihara Kiyomizu. |
+ | Kelihatannya jadwal hari ini adalah mengunjungi Vihara Kiyomizu.<ref>[http://www.kiyomizudera.or.jp/lang/img/01/map.gif Denah Vihara Kiyomizu].. Kalau ada waktu mungkin kutranslasi gambar ini..hehe</ref> |
Masing-masing kelas menaiki bus satu per satu. |
Masing-masing kelas menaiki bus satu per satu. |
||
Line 481: | Line 481: | ||
Hari telah melewati puncak musim gugur, akan tetapi masih ada turis yang jumlahnya mengemparkan. Hal itu untuk menyatakan, area Vihara Kiyomizu biasanya dipadati karena tempat itu merupakan salah satu dari hotspot turis paling menonjol di Kyoto. |
Hari telah melewati puncak musim gugur, akan tetapi masih ada turis yang jumlahnya mengemparkan. Hal itu untuk menyatakan, area Vihara Kiyomizu biasanya dipadati karena tempat itu merupakan salah satu dari hotspot turis paling menonjol di Kyoto. |
||
− | Foto kelompok diambil di belakang gerbang Deva. Sayangnya, ini adalah acara rute umum jadi aku tidak bisa melewatkannya. Orang-orang yang bersahabat dengan satu sama lain menguatkan persatuan mereka di dalam grup mereka sedangkan para penyendiri mempertanyakan raison d'etre<ref> alasan atau tujuan terpenting untuk keberadaan seseorang atau sesuatu.</ref> mereka. |
+ | Foto kelompok diambil di belakang gerbang Deva.<ref>[http://www.kiyomizudera.or.jp/lang/img/img04.jpg Gerbang Deva]</ref> Sayangnya, ini adalah acara rute umum jadi aku tidak bisa melewatkannya. Orang-orang yang bersahabat dengan satu sama lain menguatkan persatuan mereka di dalam grup mereka sedangkan para penyendiri mempertanyakan raison d'etre<ref> alasan atau tujuan terpenting untuk keberadaan seseorang atau sesuatu.</ref> mereka. |
Ada tiga pola utama untuk di ambil dari sini. |
Ada tiga pola utama untuk di ambil dari sini. |
||
Line 593: | Line 593: | ||
Kami tidak bisa melepaskan pegangan tangan bertasbih itu. Jika kami melepaskan tangan kami, itu mungkin-mungkin saja bagi kami untuk juga kehilangan arah kita. |
Kami tidak bisa melepaskan pegangan tangan bertasbih itu. Jika kami melepaskan tangan kami, itu mungkin-mungkin saja bagi kami untuk juga kehilangan arah kita. |
||
− | Tidak peduli maupun kita menutup atau membuka mata kita, kegelapan pekat itu tidak akan berubah. Ini adalah jangkauan kegelapan dari neraka terdalam. Saat kami maju inci-per-inci membuat kemajuan langkah demi langkah, kami memastikan bahwa ada |
+ | Tidak peduli maupun kita menutup atau membuka mata kita, kegelapan pekat itu tidak akan berubah. Ini adalah jangkauan kegelapan dari neraka terdalam. Saat kami maju inci-per-inci membuat kemajuan langkah demi langkah, kami memastikan bahwa ada tanah untuk dipijaki dengan kaki kami dan jika kamu melihatnya dari samping, kamu akan mendapatkan kesan bahwa kami sedang mengimitasi para pinguin. |
Bagi indera penglihatan yang tidak kami miliki, organ lain akan melakukan tugasnya dan mengompensasi untuknya dengan menjadi lebih tajam. |
Bagi indera penglihatan yang tidak kami miliki, organ lain akan melakukan tugasnya dan mengompensasi untuknya dengan menjadi lebih tajam. |
||
Line 631: | Line 631: | ||
“Hikki, kamu begitu diam jadi kupikir kamu hilang atau semacamnya.” |
“Hikki, kamu begitu diam jadi kupikir kamu hilang atau semacamnya.” |
||
− | “Aku biasanya memang lebih |
+ | “Aku biasanya memang lebih sering hilang daripada tidak.” |
Berkat itu, pengalamanku luar biasa banyak. Terlebih lagi, kecepatan pada saat aku menuju ke rumah dan pertahanan mentalku keduanya juga super tinggi. Setelah aku mengatakannya dengan santai, tiba-tiba aku mendengar sebuah tawa yang ditahan, kemungkinan suatu tawa yang tidak dapat ditahan lagi atau mungkin suatu tawa yang getir. |
Berkat itu, pengalamanku luar biasa banyak. Terlebih lagi, kecepatan pada saat aku menuju ke rumah dan pertahanan mentalku keduanya juga super tinggi. Setelah aku mengatakannya dengan santai, tiba-tiba aku mendengar sebuah tawa yang ditahan, kemungkinan suatu tawa yang tidak dapat ditahan lagi atau mungkin suatu tawa yang getir. |
||
Line 718: | Line 718: | ||
<br /> |
<br /> |
||
+ | |||
+ | Kami berhasil kembali ke kelas kami sebelum mereka sudah masuk ke dalam vihara utamanya. Dari sana, kami memasuki vihara utamanya melalui pintu masuk depan. Objek atraksi seperti Dewa Rezeki<ref> http://traveljapanblog.com/wordpress/wp-content/uploads/2008/10/img_1864.jpg</ref> dan sandal besi dengan tongkat peziarah<ref> http://img.4travel.jp/img/tcs/t/pict/lrg/29/28/73/lrg_29287310.jpg?20130603020852</ref> dipasang sebagai pajangan. Tempat itu dipenuhi oleh banyak orang jadi mendapatkan kesempatan untuk meraba objeknya sangat sulit. |
||
+ | |||
+ | Setelah ini adalah the Kiyomizu Temple stage yang terletak lebih jauh di dalam. |
||
+ | |||
+ | Bahkan di dalam confines of Kiyomizu Temple, itu memang merupakan tempat yang paling populer. Bukan hanya murid tapi juga para turis yang ingin mendapatkan foto kenang-kenangan dari tempat itu. |
||
+ | |||
+ | “Waah, menabjubkan…” |
||
+ | |||
+ | Yuigahama meletakkan tangannya di pagarnya kaget melihat pemandangannya. Itu adalah tontonan yang berisikan pegunungan dan isi Kyoto yang digarisi dengan warna khas musim gugur. Bagaimana kelihatannya pemandangan persis seperti ini dipandang dari atas ribuan tahun yang lalu? Meskipun bentuk kotanya mungkin sudah berbeda, sensasi menyenangkan ini yang bisa kamu dapat dari memandang dari puncak tinggi ini kemungkinannya tidak berubah. |
||
+ | |||
+ | Kyoto adalah sebuah kota dimana hal-hal yang berubah dan yang tidak berubah hadir dalam harmoni. |
||
+ | |||
+ | Aku dapat melihat mengapa mereka memilih kota ini sebagai tujuan karya wisatanya, meski hanya sedikit. |
||
+ | |||
+ | Aku menatap pemandangannya seperti terbius sampai orang yanf ada di sampingku, Yuigahama, memanggilku. |
||
+ | |||
+ | “Ah, aku tahu. Hikki, mari kita ambil foto!” |
||
+ | |||
+ | Dia dengan buru-buru mengambil keluar kamera digitalnya dari kantongnya. Kamera kecil, pink ini tanpa diragukan lagi sangat berala-Yuigahama. |
||
+ | |||
+ | “Foto? Roger, berikan kemari.” |
||
+ | |||
+ | “Huh?” |
||
+ | |||
+ | Dengan ekspresi kebingungan, Yuigahama menyodorkanku kameranya. Aku mengambil beberapa langkah mundur, memosisikan diriku, dan memfokuskan bidikannya pada Yuigahama. |
||
+ | |||
+ | “Oke, peanuts.” |
||
+ | |||
+ | Aku lalu menekan tombolnya. Sesaat sebelum suara jepretan berbunyi, Yuigahama dengan panik membuat gelagat peace terbalik dengan setengah-hati. |
||
+ | |||
+ | “Lihat ini, berkat lengan kamera menabjubkanku, aku mendapatkan foto yang bagus.” |
||
+ | |||
+ | Ketika aku mengatakannya, aku menyodorkan kembali kameranya kepada Yuigahama yang dengan segera pergi mengecek fotonya. Kamera digital sungguh memudahkan karena kamu dapat melihat fotonya sesaat setelah kamu mengambil fotonya. Tapi pertimbangkan ini: jika kamu mengacaukan sebuah foto, kamu akan perlu mengambilnya lagi. |
||
+ | |||
+ | “Benar? Ah, kamu mengambil foto yang imut, tunggu bukan! Maksudku, apa-apaan yang kamu katakan barusan!?” |
||
+ | |||
+ | “Kamu tidak tahu? Warga Chiba biasanya mengatakannya ketika mereka sedang akan mengambil foto…” |
||
+ | |||
+ | “Kamu tidak perlu repot-repot berbohong…” |
||
Revision as of 17:28, 18 August 2014
Bab 5: Seperti yang dapat kalian lihat, Yuigahama Yui sedang berusaha keras
Yo! Namaku Hachiman! Aku sudah akan pergi ke Tokyo!
Dengan pengutaraan kalimat itu, tujuan saat ini adalah berangkat ke Tokyo jadi kami bisa menaiki Shinkansen.
Aku bangun lebih awal dari biasanya jadi aku bisa berangkat lebih pagi. Ketika aku bertemu dengan orang tuaku sebelum pergi, mereka memintaku untuk membawakan oleh-oleh ke rumah, ini juga termasuk daftar permintaan Komachi. Tapi kamu tahu, papa, sekarang ini aku masihlah anak di bawah umur jadi aku tidak bisa membelikanmu sake bahkan jika aku mewakilimu untuk membelinya. Namun, aku akan dengan senang hati untuk mengambil uang yang dimaksudkan untuk membelikanmu sake dari tanganmu!
Jaraknya singkat dari Chiba ke Tokyo. Sebenarnya, kamu bisa katakan Chiba adalah perfektur terdekat ke Tokyo. Dengan kata lain, sebagai perfektur terdekat ke ibu kota negara ini, nilai Chiba setara dengan ibu kota jadi kamu dapat juga menyebutnya begitu. Menabjubkan. Chiba sangatlah menabjubkan.
Kamu dapat sampai ke Tokto dalam satu perjalanan jika kamu mengambil Jalur Cepat Sobu. Alternatif lain adalah Jalur Keiyou. Chiba sangatlah cepat.
Namun, kedua serambi untuk Jalur Cepat Sobu dan Jalur Keiyou di Stasiun Tokyo memiliki pelayanan yang buruk. Untuk kasus Jalur Sobu, selagi kamu naik kereta melalui terowongan, kamu akan berpikir "apa-apaan, apa kita lagi menggali minyak atau apa?". Untuk kasus Jalur Keiyou, kamu akan berpikir "kamu tidak bisa benar-benar lagi menyebut tempat ini Station Tokyo bukan?". Begitulah perbedaan dalam posisi mereka. Sangat jauh. Chiba sangatlah jauh.
Untuk kasus ini, Shinagawa akan menjadi alternatif yang lebih sesuai sekalipun sedikit lebih jauh ketika ingin menaiki Shinkansen.
Seberapa terpencilnya kamu, Tokyo, untuk sebegitu jauhnya dari Chiba? Apa itu berarti Kyoto itu lebih jauh lagi dari sebuah kawasan yang terkucil sepenuhnya?
Aku dengan santai menaiki kereta lokal di stasiun terdekat dan mengganti kereta ke Jalur Ekspres Sobu High dari Tsudanuma.
Aku dengan panik menaiki keretanya detik-detik sebelum keretanya akan berangkat dan menghela lega ketika pintunya tertutup. Aku senang aku bisa mencapainya tepat waktu dan baru saja aku akan membuat wajah penuh kelegaan, bidang penglihatanku berpapasan dengan mata yang memantulkan cahaya biru air.
“…”
“…”
Kita berdua saling membisu.
Pihak yang lain melambaikan rambut poni birunya dan melihat ke luar.
Kawasaki Saki. Aku dengan sungguh-sungguh mengutarakan nama yang akhirnya aku ingat kembali.
Benar, aku ingat rumahnya cukup dekat dari rumahku. Distrik sekolah SMPnya berbeda karena interposisi jalan rayanya, tapi stasiun terdekatnya adalah stasiun di lingkungan ini. Karena kita akan mengganti kereta dari jalur cepat, kita pada akhirnya akan menaiki kereta yang sama dari jalur yang sama.
“…”
Kawasaki mencuri-curi pandang ke arahku. Ketika mata kita bertemu lagi, dia mendadak memutar kepalanya ke samping dan melihat ke luar.
Apalah…
Aku kehilangan waktu yang tepat untuk menyapanya dan haruslah aku memilih untuk pergi dari posisi ini, pihak lain akan mengetahuinya dan aku akan disergap dengan perasaan seorang pecundang, jadi aku tidak sedang dalam posisi untuk bergerak.
Pada akhirnya, Kawasaki dan aku bersandar ke pintu di dalam jarak bersentuhan kita masing-masing selama empat-puluh-lima menit sampai kita tiba ke Stasiun Tokyo.
Ketika aku turun dari kereta itu, ada murid Sekolah Sobu High yang tiba disini dalam seragam mereka yang tersebar di seluruh stasiun ini.
Kelihatannya semua orang telah bertemu dan menemani satu sama lain kesini sebelumnya. Hmph, untuk tidak dapat datang kemari ke Tokyo sendirian membuat kalian terlihat seperti segerombolan anak-anak desa. Ayolah sekarang, belajar dariku. Aku datang kemari sendirian, kamu tahu? Bukankah aku dapat mengejar mimpiku dan membuatnya menjadi kesuksesan besar di Tokyo jika begini terus?
Aku menaiki tangga tak berakhir dari serambinya dan akhirnya sampai ke permukaan. Ketika aku bilang permukaan, aku masih berada di dalam ruangan dan masih belum dapat melihat matahari, bintang, langit biru, dan bulan. Inilah apa yang mereka katakan hutan beton.
Di ibu kota yang kering ini, orang-orang berhamburan kesana-kemari. Aku sudah merasa nostalgia dengan Chiba. Aku mau pulang.
Kita menerjang ke dalam gelombang manusia itu, tujuan kita adalah serambi Shinkansen. Namun, gelombang manusia ini berada pada level dimana aku akan dimarahi pada saat aku ketinggalan dari kelompokku.
Pada mulut tempat masuk ke Shinkansen terdapat jumlah murid dari sekolahku yang mengemparkan dan ditambah ke dalam fakta bahwa kita berada di Stasiun Tokyo, sebuah tempat keramaian (hotspot) untuk orang-orang, tempat itu sangatlah ribut. Untuk stasiun jenis ini dan untuk pria penyendiri bernama Hachiman, jika dia harus mengatakannya ke dalam bahasa Inggris, situasi ini akan dinamakan Stasiun Hotch Potch.
“Hachiman!”
Dari kelompok murid-murid tersebut datang suara yang memanggil namaku. Aku tidak memiliki banyak teman sekelas yang memanggilku dengan sebutan Hachiman jangankan orang-orang yang memanggilku Hikigaya dengan tepat.
Dan satu-satunya orang yang menuangkan semua perasaan kasih sayang pertemanannya ke dalam nama yang diberikan kepadaku adalah…
“Hachiman… Ibu kota dari Timur benar-benar membuatku bernostalgia, Berani kukatakan. Ini adalah tempat kelahiran jiwaku. Tahan. Tahan.”
…Oh iya, orang ini juga memanggilku Hachiman.
Zaimokuza membatuk dengan cara yang ganjil dan dengan perlahan mendekatiku.
“Perlu sesuatu?”
“Humu, tidak ada apa-apa. Hanya saja DSku sedang kehabisan baterai cukup cepat. Aku hanya mencari cara-cara untuk menghabiskan waktu.”
“Ya, benar. Daripada itu, apa-apaan dengan semua barang itu? Berencana untuk mengasingkan dirimu di pegunungan?”
Melihat sekilas, Zaimokuza sedang membawa sebuah tas ransel membengkak di punggungnya. Apa lah yang dia lempar ke dalamnya?
Zaimokuza menepuk tas di punggungnya dan mendorong kacamatanya ke atas dengan jari tengahnya.
“Memang. Aku akan melatih permainan pedangku di Kuramayama.”
“Kuramayama huh. Kamu memilih tempat yang cukup jauh.”
Tentu saja, Kuramayama adalah salah satu dari banyak tempat populer dan karena tempat itu semacam terpisah dari Kyoto, tempat itu juga merupakan kawasan yang sulit untuk didatangi saat berjalan-jalan.
“Memang. memang. Yah, itu bukanlah keputusan yang aku buat untuk diriku sendiri, tapi sebuah kesempatan untuk berlatih dengan tuan Tengu dapat bertindak sebagai sedikit hiburan.”
“Kamu juga berencana ke Kibune? Lagi pula, aku yakin itu jauh lebih nyaman dalam caranya sendiri untuk tidak harus menentukan tujuanmu sendiri, bukan?”
“Tidak, kamu tahu. Aku benar-benar memberitahu mereka keinginanku juga. Di dunia ini, dimana ada sesuatu yang dapat kamu sebut sebuah “toko yang ingin kami kunjungi”. Jangan pedulikan itu, Aku lebih suka jika kamu menyisihkan settingan yang aku buat dan memberiku cercaan. Agak sedikit kesepian.”
Zaimokuza cemberut dan memprotes. Nah, maksudku, mengomentari tentang penyakit settingan sekolah menengahmu itu hanya akan menghabiskan waktu dan kamu barangkali hanya membiarkannya keluar dari telingamu yang satu lagi. Aku tidak dapat memberimu pelayanan sebanyak itu sekarang.
“Jika kamu ingin ke suartu tempat, yah pergi saja. Kita akhirnya keluar ke sini dan begitulah, bersenang-senanglah.”
“Humu. Kemana kamu akan pergi, Hachiman?”
“Siapa tahu, ada beberapa hal yang terjadi. Kita masih belum memutuskan kemana kita akan pergi pada hari ketiga.”
“Hari ketiga adalah hari bebas berkeliaran, aku yakin. Rufun, kamu bisa menemani kami membeli barang-barang di ‘toko yang ingin kami kunjungi’ jika kamu mau.”
“Terdengar bagus dan semacamnya tapi…”
Berpergian bersama Zaimokuza itu, kamu tahulah, tapi itu tidak seperti aku menentang pergi berbelanja sama sekali. Namun, juga ada permintaan tertunda Klub Servis yang harus kami selesaikan pada hari ketiga. Alangkah lebih baiknya jika aku tidak membuat rencana terlebih dahulu.
“Sepertinya sudah akan waktunya untuk berkumpul.”
“Waktu Sololah itu. Memang! Baiklah kalau begitu Hachiman, sampai bertemu lagi di Kyoto.”
“Tidak, Aku rasa kita tidak akan bertemu…”
Setelah kita pergi ke jalan kita masing-masing, aku mencari-cari tempat dimana kelasku akan berkumpul.
Jika aku mencari dekat di sekitar ujung gerbong, seharusnya ada tanda yang menunjukkan grup apa dimana. Ketika aku memantau area tersebut, aku menemukan wajah familier di sudut yang ribut.
Itu adalah Hayama dan rombongannya.
Oh menyebalkan! Pasti itu kelasku disana.
Grup-grup kecil membentuk garis yang mengelilingi grup Hayama, intinya. Mereka harus tetap disana karena mereka berada di dalam grup sirkulernya. Aku mengaktifkan jurus bayanganku. Ketika aku menggunakannya, jurus itu menyebabkan sekelilingku tidak memperhatikanku tapi baru-baru ini, kelihatannya sekelilingku telah naik level ke titik dimana mereka akan melukaiku dalam cara: ‘Kamu tahu orang itu, dia akan ikut campur dalam urusanmu bahkan sebelum kamu menyadarinya.’ Aku kelihatannya semakin sering diperhatikan dan ini dengan jelas berarti auraku sedang bertambah.
Tak lama, sudah sampai waktunya.
Grup yang berhamburan kesana-kemari dengan cepat berkumpul ke satu tempat dan membentuk barisan yang cantik.
Setelah pemanggilan absen kelas, kami lalu dizinkan masuk. Diikuti dengan sebuah gerakan berbaris. Apa ini hari olahraga atau semacamnya?
Kami juga melakukan pemanggilan absen dalam grup kami untuk mengecek kehadiran semua orang. Dari sana, aku akhirnya bisa bertemu dengan Totsuka. Kesempatan bertemu di luar angkasa![1]
“Hachiman!”
Kali ini, adalah yang betulan… Begitu menenangkan…
“Pagi, Totsuka.”
“Ya, pagi, Hachiman.”
Aku bertukar beberapa sapaan dengan Totsuka dan sambil kita berbincang, grup kita telah berkumpul di serambi Shinkansen. Kereta yang akan kita naiki sudah tiba.
Setiap kelas menaiki gerbong mereka masing-masing yang ditentukan kepada masing-masing kelas.
Tempat duduk dalam Shinkansen disusun dengan cara yang sangat tidak biasa.
Disusun di setiap baris ada lima tempat duduk, dibagi dalam tempat duduk berdua dan bertiga. Susunan ini menyulitkan grup empat orang untuk menentukan dimana mereka harus duduk. Kamu dapat membagi pas menjadi grup dua orang, tapi dalam kasus satu kelompok dengan tiga orang ditambah seorang penyendiri, si penyendiri akan sendirian dicegat dari tempat duduk bertiga disamping lorong kereta. Atau untuk kasus tiga orang, satu orang akan dipilih menjadi tiang manusia dan terjebak sendirian. Pada kasus pertama, dibiarkan sendirian akan membuatnya terasa nyaman untuk semuanya, tapi untuk kasus yang terakhir, orang yang menjadi muak diam dari awal akan mulai berbincang dengan yang dua lagi di seberang lorong kereta, melahirkan keadaan dimana tidak ada orang yang senang.
Begitulah si Shinkansen yang melahirkan tragedi semacam itu, tapi untuk karya wisata ini, sangatlah bijak untuk memilih bagaimana kita harus memosisikan kita sendiri.
Totsuka denganku sedangkan Hayama dengan Tobe.
Dipikir-pikir dengan grup berempat ini, ini merupakan cara yang benar untuk membagi tempat duduk kami.
Tapi, ini adalah acara kelas. Ini berarti berbagai faktor rumit akan terlibat ke dalamnya. Hal pertama yang orang-orang akan lakukan adalah meninjau penataan tempat duduk sebelum memutuskan bagaimana mereka akan mengatur dimana mereka akan duduki. Kita semua sudah menaiki keretanya tapi orang-orang masih melihat kesana-kemari mencari tempat untuk duduk. Ini adalah sebuah situasi “Aku akan kalah dalam pertempuran ini jika aku tidak bertindak sebelum mereka…”.
“Oooh sial. Shinkansen ataupun pesawat, itu sesuatu yang membuat semangatmu terpompa!”
Di dalam interior gerbong yang ribut tak lama sebelum keberangkatan kami, Tobe memandang sekeliling sambil berjalan dengan cepat melewati lorong keretanya.
“Aku belum pernah naik pesawat sebelumnya, yo.”
“Pertama kali buatku naik Shinkansen sini.”
Mengikuti si mulut-bocor Tobe adalah Ooka dan Yamato. Kelihatannya, mereka memutuskan untuk tetap bersama karena mereka toh berkumpul di stasiun. Juga ada sepasang dua pria di grup mereka yang datang pas di belakang mereka.
Ditambah itu, grup lain maju melalui lorong keretanya. Itu adalah grup tiga gadis sobat-sobatan dan seorang penyendiri: Miura, Yuigahama, Ebina, dan Kawasaki.
“Kursi di jendela sana sepenuhnya bagus buatku.”
Kata-kata paling awal yang keluar dari mulut si gadis berambut-pirang berbornya mengutarakan keinginannya. Menjawab kata-kata tersebut, si gadis berambut-adonan coklat mulai mengkoordinir grupnya.
“Oke, kalau begitu aku akan ambil kursi disamping lorong. Bagaimana dengan Hina dan yang lain??”
Ketika dia mengalihkan diskusinya kepada dia, si gadis, berambut bob hitam termenung sejenak sebelum memalingkan kepalanya ke arah si rambut poni.
“Hmm… Saki, jendela atau dekat lorong… dimana menurutmu yang akan memenangkannya?”
“Sebenarnya tidak ada masalah dimana aku… huh?”
Saki terperangah akan pertanyaan ganjil itu ketika Ebina terlihat seperti dia akan mengeluarkan air liurnya.
“Ebina, mulutmu. Tutup mulutmu.”
Miura mendorong rahang Ebina keatas. Yuigahama membuat tawa tegang saat dia melihat percakapan mereka.
Grup empat gadis itu meneruskan percakapan mereka, tidak ada yang berbeda dari biasanya. Senang kamu bisa mendapat beberapa teman, benar Kawasaki. Adik laki-lakimu bisa melinangkan air mata sekarang ini.
Entahkah dia menyadari bahwa pengaturan tempat duduknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat, Hayama berjalan lewat dan memanggil dengan suara kalem yang terdengar seperti dia tidak sedang berbicara pada orang-orang tertentu.
“Kenapa kita tidak cukup duduk dimana saja? Toh kita bisa berpindah waktu di tengah perjalanan.”
Saat dia mengatakannya, dia memilih kursi yang terdekat darinya. Dia telah memilih tempat duduk dekat jende;a yang merupakan titik tengah dari tiga orang.
“Oh, kamu benar soal itu!”
Yang melanjutkan setelah Hayama adalah Tobe. Dia berpindah ke sebelah Hayama.
“Oke, Aku duduk di dekat jendela kalau begitu.”
Ketika Miura mengatakannya, dia bermanuver sekeliling menuju kursi jendela di seberang Hayama. Sebuah penampilan yang pantas untuk Miura; tanpa sedikitpun penolakan dari para penonton, dia bergerak sesuai kemauannya sendiri ke tempat duduk yang dia inginkan.
“Ayolah. Yui, Ebina.”
Dan lalu, dia menyilangkan kaki panjangnya memberikan kesan keindahannya, menepuk pada tempat duduknya, sebuah isyarat bagi mereka berdua untuk datang kesana. Ada apa dengan undangan itu, itu terlihat seperti sepenuhnya keren.
“Yumiko duduk disana, Tobecchi duduk disini, dan…”
Yuigahama bergugam dengan suara kecil yang tidak dapat didengar siapapun dan sedang memikirkan berbagai hal. Sebelum dia dapat menyusun pemikirannya, Ebina mendorongnya maju dari punggungnya.
“Oke, oke, Yui duduk di sebelah sana. Aku akan duduk disini.”
“Wa— Hina!”
Mengabaikan komplain Yuigahama, Ebina mencengkram tangan Kawasaki dan menunjuk ke arah di depan tempat duduknya.
“Kawasaki akan duduk tepat disini.”
“Tunggu, aku bisa duduk di tempat yang lain…”
Pada saat itu, Kawasaki membuat tampang yang berkata lain sambil mengelengkan kepalanya, tapi ketika Ebina menyentak tangannya, Kawasaki duduk, tidak dapat melawan. Dia begitu mencengangkannya lemah terhadap tekanan, gadis ini.
"Tak usah khawatir, Tak usah khawatir! ♪"
Ebina, yang tersenyum akan ini, telah dengan tegas mendiktekan urutan tempat duduknya dari setengah jalannya. Sebagai hasilnya, Miura, Yuigahama, dan Ebina terbaris di sisi ini sedangkan di sisi lain ada Hayama, Tobe, dan Kawasaki, membentuk sebuah sextet.
Telah tidak mampu menangkal usaha untuk membuatnya duduk di tempat duduk di sebelah Tobe, Kawasaki memancar dengan ketidak-senangan dan sedang menyiapkan postur dengan dagunya di tangannya, bersiap-siap untuk tertidur. Eeeh, um, Tobe sudah takut sekali disini, jadi tolong bisakah kamu lebih ramah? Apa kamu bisa benar-benar menyebut ini sebuah komedi roman?
Setelah mengetahui tempat duduk Hayama dan kawan-kawan, Oooka dan Yamato, bersama dengan dua orang lain di grup mereka, memposisikan mereka di tempat duduk berempat di seberang lorong.
Ketika ini terjadi, seluruh kelas terlihat seperti mereka telah memutuskan tempat duduk yang mana untuk diduduki.
Sementara aku melihat hasil dari situasi kita sekarang ini, sesuatu menarik lengan bajuku dengan perasaan menahan. Totsuka sedang memandang-mandang kedepan dan belakang dan akhirnya melihat ke arahku.
“Hachiman, apa yang harus kita lakukan?”
Menerima hantaman penuh dari tatapan polos itu, aku mengalihkan mataku karena rasa malu. Pada waktu yang sama, aku memutuskan untuk mencatat situasi di dalam gerbong ini.
“Yah…”
Dalam situasi seperti ini, orang-orang yang sendirian akan cepat-cepat lari ke tempat duduk di sudut-sudut dan itu adalah sebuah ritual bagi orang lain untuk menganggap area itu sebagai tempat pengasingan. Maka dari itu, orang-orang yang gagal untuk membuat langkah pertamanya akan tidak terelakkan lagi terpaksa untuk mencari tempat-tempat kosong lain di kereta itu.
Kali ini, Hayama cepat dalam memilih posisi secara langsung di tengah-tengah menyebabkan bagian depan dan belakang cukup lenggang.
“…Yah, kelihatannya bagian depan masih lenggang, jadi kita duduk disana aku kira.”
“Ya, ayo duduk disana.”
Saat aku mulai bergerak, Totsuka mengikuti di belakangku tanpa pertanyaan. Tidak akan aneh sama sekali jika dia terlibat di dalam semacam kejahatan karena kepolosan ini. Aku harus melindunginya. Saat aku mengenggam perasaan itu ke dadaku, aku menuju ke tempat duduk bertiga di depan.
Karena tempat duduk paling depan akan sangat ramai, kami memilih barisan yang agak terpisah dari sana. Aku meletakkan barangku ke rak diatas. Aku tidak punya banyak barang jadi masih ada banyak tempat yang tersisa di rak. Yah, menaruh barang di rak tidak akan sia-sia tanpa memperhatikan barangnya hanya satu atau dua benda.
“Mari.”
Aku menjulurkan tanganku ke arah Totsuka, menandakan kepadanya untuk memberikan barangnya sehingga aku bisa menaruhnya ke dalam rak, tapi Totsuka memiringkan kepalanya dengan heran dan dengan perlahan menjulurkan tangannya, memegang tanganku untuk alasan tertentu.
Tangannya sangat lembut dan sangat kecil dan sangat haluuuuuuuus…
“Er, Maksudku bukan itu, tapi barangmu…”
Coreng itu, itu bukan salaman tangan. Astaga, tangannya sangat halus dan menyegarkan.
“…Ah. M-Maaf!”
Totsuka menyadari kesalah-pahamannya dan melepaskan tanganku dengan panik. Dengan wajah yang sepenuhnya merona, dia melihat kebawah dan dengan sebuah suara kecil mengatakan “terima kasih…”, dia menyerahkan barangnya padaku.
Aku mengambil tasnya dan menaruhnya ke dalam rak. Pada saat ini, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk Totsuka saat dia begitu. Aku mau membawanya pulang~![2]
Setelah aku menyarankan pada Totsuka, yang malu akan kesalah-pahamannya, untuk mengambil tempat duduk disamping jendela, aku juga duduk di tempat dudukku.
Saat aku melakukannya, melodi dari bel penanda keberangkatan berbunyi.
Berangkat pada hari yang cerah![3]
Aku terbangun dari tidur nyenyakku.
Mungkin itu karena aku meninggalkan rumah agak kepagian, tapi sepertinya aku dipukul dengan keras oleh rasa kantuk.
Selagi aku berbaring, sebuah suara terkikih datang dari arah tempat duduk dekat lorong di sampingku.
“Kamu kebanyakan tidur.”
“Blueah! Terkejut aku…”
Aku tidak bisa tidak duduk tegak ketika suatu suara mengejutkan memanggilku.
“Ada apa dengan reaksi itu… Benar-benar tidak sopan…”
Dengan ekspresi cemberut dan tidak senang, Yuigahama melotot padaku.
“Maksudku, semua orang akan panik jika seseorang memanggilmu pas setelah kamu baru bangun…”
Telah membiarkan wajah tertidurmu dilihat oleh orang lain benar-benar memalukan, jadi tolong hentikan itu. Aku secara naluriah menyapu mulutku untuk melihat apakah aku ada mengiler.
Seakan aku sedang melakukan sesuatu yang aneh, Yuigahama berkotek sedikit.
“Jangan khawatir. Kamu sedang tertidur dengan sangat tenangnya dengan mulutmu terkunci.”
Baguslah. Ya benar. Itu memalukan.
Sebetulnya mengapa dia duduk disini…? Tangan nasib telah menentukan bahwa Totsukalah orang yang akan berada disampingku… Dan ketika aku melihat-lihat mencari Totsuka, sebuah gugaman sewaktu tertidur dapat terdengar dari arah tempat duduk dekat jendela.
But, Totsuka woke up because of my raised voice, slightly moaning and he rubbed at his eyes lightly.
Kuh! Syngguh kesilapan besar! Dalam situasi ini, aku seharusnya telah menyelipkan cincin pada jari manis kiri Totsuka yang tertidur dan sesaat setelah dia bangun, dia akan mengucek matanya hanya untuk menyadari cincin tersebut diikuti dengan proposalku. Aku telah melalui cobaan-cobaan berat hanya untuk menyiapkan strategi ini yang kuberi nama “Ketika dia(pr) terbangun… berlian merupakan benda yang senantiasa berkilau”! Hikigaya Hachiman, kesilapan seumur hidupku! Aku seluruhnya kehilangan kesempatan untuk menikah!
Menutup mulutnya dengan tangannya untuk menutupi uapan kecilnya, Totsuka melirik ke sekeliling untuk mendapatkan situasinya.
“…Maaf, Aku agaknya ketiduran.”
“Nah, tidak ada masalah. Kamu bisa tidur sedikit lagi jika kamu mau. Ketika kita sampai kesana, aku bisa membangunkanku, er, mau memakai bahuku?”
Lututku dan lenganku juga tersedia.
“T, tidak mungkin! Kenapa tidak kamu yang tidur sedikit lagi Hachiman, aku akan membangunkanmu!”
Ha ha ha, kamu begitu imut, aku mendapat perasaan bahwa banyak hal lain yang akan terbangun, kamu tahu.
Jika kita berdua tidak bisa menentukan apakah tidur atau tidak, mengapa tidak kita berdua pergi tidur bersama-sama saja? Atau begitulah jenis suasana yang sedang kami buat saat Yuigahama menghela.
“Tidak, tidak, kalian dua, kalian berdua tidur kebanyakan. Karya wisatanya baru mulai dan jika kalian sudah seperti ini, apa rencana yang akan kalian buat nanti?”
“Itu benar, kita seharusnya lebih bersenang-senang.”
Ketika Yuigahama mengatakannya, Totsuka terlihat sedikit lebih termotivasi. Benar, baru hari pertama. Terlalu awal dalam acaranya untuk ketiduran karena lelah.
Itu yang aku pikir, tapi kelihatannya orang tersebut, Yuigahama, sudah agak sedikit lelah.
“Sebetulnya apa yang terjadi padamu? Apakah sesuatu terjadi di sebelah sana?”
Ketika ditanya, Yuigahama merosot ke bawah.
“Yah, kamu lihat… Yumiko dan Hayato bertingkah sama seperti biasanya… tapi karena Kawasaki dalam suasana hati yang buruk, Tobe terlihat sepenuhnya ketakutan dan mungkin tidak dapat terlibat ke dalam percakapan.”
“Oh, begitu… Bagaimana soal Ebina?”
“Dia cuma bertindak seperti dirinya… Atau malahan, dia agak lebih bersemangat daripada biasanya karena karya wisata ini, jadi dia jadi lebih parah…”
Oke, mendengar dari nada bicaramu, aku telah mendapat gambaran tentang apa keadaannya.
Tobe juga sebuah bencana. Kemungkinannya karena Kawasaki tidak begitu senang dengan si mulut-keras Tobe dan toh Tobenya juga seorang pengecut, si preman Kawasaki pastilah seseorang yang tidak pandai dihadapinya. Ditambah itu, Ebina juga bersembunyi di dalam bentengnya yang berada pada level yang sama dengan Death Star[4]. Tidak mungkin bagi Tobe untuk menembus benteng itu karena ketidak-mampuannya untuk memakai kekerasan.
Dalam semua kasus tersebut, Sangat tidak memungkinkan untuk adanya perkembangan apapun di dalam Shinkansen ini. Kelihatannya kamu sudah ditakdirkan seperti ini dari awal karena memilih posisi itu, eh.
Untuk orang yang hanya hadir hanya untuk kehadirannya, terlepas dari situasinya, peran itu tidak akan berubah. Apa yang perlu diatur bukanlah lingkungannya, tapi hubungan antar-manusia orang tersebut.
“Seandainya mereka berdua sendirian bersama-sama…”
“Aku ragu mereka akan bisa sampai kemanapun bagaimanapun itu.”
“Betul…”
Totsuka, yang mendengarkan percakapan kami, menepuk tangannya.
“Ah, Tobe dia…”
“Huh? Apa kamu tau sesuatu, Sai?”
“Uh huh. Aku mendengarnya di desa Chiba selama musim panas.”
“Oh, begitu. Maksudku, aku juga mendengar tentangnya sendiri baru beberapa saat yang lalu. Aku hanya berharap mereka berdua bisa akur dengan satu sama lain. Jika Sai tau sesuatu, mengapa tidak membantu saja?”
“Selama aku bisa membantu. Aku harap rencananya berjalan baik.”
Bahkan dengan keyakinan Totsuka sambil tersenyum, masalahnya masih terbukti agak susah.
Ketika aku mungkin bukan orang yang meyakinkan yang mengharapkan kebahagiaan untuk orang lain, itu tidak sepastinya berarti sifatku mengharapkan ketidak-beruntungan mereka juga. Itu adalah sesuatu seperti perasaan berharap penderitaan pada orang-orang yang aku tidak senangi tapi aku tidak akan bertindak sebegitu jauhnya untuk Tobe.
Tapi, ketika aku memandang ke arah Yuigahama yang mengangguk-angguk dan bergugam di sampingku selagi melamun, aku tidak dapat tidak merasa bahwa aku juga perlu memikirkan sesuatu.
Sambil menyilangkan lengannya dan menganggukkan kepalanya, Totsuka mengeluarkan suara “ah” pelan.
“Apakah kamu terpikir sesuatu?”
Ketika aku bertanya, Totsuka menunjuk ke luar jendela.
“Hachiman, lihat, itu Gunung Fuji.”
“Oh, sepertinya kita hampir sampai. Mari kulihat.”
“Kamu tidak bisa lihat dari sana, bukan?”
Totsuka menggeliat sedikit ke jendela dan menyisyaratkanku kesana. Kelihatannya dia mau aku bergeser sedikit lebih dekat. Aku menerima tawarannya dan melempar diriku ke arah jendelanya.
Wajah Totsuka super dekat. Saat aku mendekat ke jendela, Totsuka yang terlihat kusam menggeliat di ruang sempit itu dan dengan pelan memalingkan kepalanya. Meski begitu, matanya masih melihat ke arah Gunung Fuji, seakan dia sedang mencoba untuk menuntunku. Di dalam ruang sempit ini, helaannya akan dengan cepat mengaburkan kaca jendelanya.
Hooh, jadi ini Gunung Fuji… Kelihatannya juga sudah hampir waktunya untuk Gunung Fujiku untuk datang…
Ketika aku cemas pada ketakutan akan letusan Gunung Fujiku, sesuatu memeluk bahuku.
“A-Aku juga mau lihat!”
Yuigahama menekan punggungku dan menyangga dirinya dengan lengannya memakai bahuku seakan sedang menaikiku.
Hawa dingin tiba-tiba menjalari sumsumku. Tiba-tiba dipegang seperti ini mengejutkanku. Penggunaan parfum yang moderat tertinggal di udara dari gerakannya.
Sentuhan tubuh seperti ini pasti tidak adil…
Namun, aku tidak punya ketenangan untuk melepaskan diri darinya dan menjauh darinya, jadi aku tidak ada pilihan lain selain meneruskan postur kaku, sedang berdiriku.
“…”
Yuigahama tetap diam untuk sesaat ketika terpesona akan pemandangannya. Nafas tipisnya telah menemukan jalannya menuju telingaku.
“Oooh~. Gunung Fuji sangat cantik~. Okelah.”
Telihat puas setelah mendapat pendangan seklias, Yuigahama akhirnya melepaskan dirinya dari punggungku dan duduk kembali ke tempat duduknya.
“Trims, Hikki.”
“…Ya.”
Walaupun aku berhasil menjawab dengan kalem, kenyataannya, jantungku sedang berdebar macam orang gila. Mengapalah dia melakukan hal macam ini, pret la. Kamu dengar? Tindakan polos semacam itu biasanya untuk membuat laki-laki salah paham, dengan efektif mengirim mereka ke dalam kuburan mereka, kamu tahu? Jika kamu mengerti, lain kali, tolong hati-hati dengan "sentuhan tubuh", "duduk di tempat duduk seorang laki-laki selama lonceng istirahat atau lepas sekolah”, “meminjam sesuatu dari seorang laki-laki sekalipun kamu melupakan sesuatu”, dan segala hal yang berhubungan dengan itu selagi kamu menceritakannya.
Dan, untuk tujuan menutupi fakta bahwa pipiku sudah sepenuhnya merona, aku berpaling pada Yuigahama untuk menegurnya.
“Kamu tahu…”
“A-Aku akan pergi ke sana sekarang, oke!”
Saat Yuigahama mengatakan itu, dia berdiri dengan panik dan pergi dengan langkah kali cepat.
Dia melarikan diri… Aku tidak dapat tidak frustasi, jengkel, kesal padanya, tapi pada cara yang sama kejadian itu dianggap tidak beruntung, aku lebih merasa lega.
Kelihatannya apa yang terjadi barusan tidak akan berakhir dengan baik jadi aku tidak dapat tidak menghela.
Ketika aku menghela, aku dapat mendengar suara seperti seekor burung kecil yang datang dari antara lenganku.
“U-um… Hachiman, apakah kamu… sudah mau siap?”
Ketika melihatnya, aku masih dalam postur yang terlihat seperti aku sedang mendorong Totsuka. Totsuka memasang ekspresi keruh di matanya seakan postur itu agak sedikit canggung.
“W-Whoops!”
Ketika aku hampir terjatuh ke tempat dudukku karena panik, punggungku terhempas ke pegangan besinya.
“Urrgh…”
“Ha-Hachiman, apa kamu baik-baik saja!?”
“Ya, tak usah kuatir, tak usah kuatir.”
Setelah aku melambaikan tanganku dan memberitahu Totsuka bahwa aku baik-baik saja, aku memegang punggungku. Punggungku tidak sakit sama sekali tapi kehangatan yang tertinggal memberiku perasaan tidak enak.
Perjalannya kira-kira dua jam dari Tokyo di dalam Shinkansennya.
Kami turun di Stasiun Kyoto dan kami berjalan menuju stasiun bus sambil terbenam ke dalam hawa dingin musim gugur.
Selama musim gugur, Kyoto terasa dingin.
Kelihatannya cuacanya akan bertambah dingin lagi selama musim ini.
Disebabkan medan geografis Kyoto yang mirip dengan sebuah basin, musim panas terasa panas sementara musim dingin terasa dingin. Namun, perbedaan cuaca ini dapat dikatakan terkadang menghasilkan keindahan alam empat musim di Kyoto.
Pada musim semi, bunga sakura yang berwarna pink muda akan bermekaran di lereng pegunungan.[5] Pada musim panas, tumbuhn-tumbuhan hijau segar merupakan pemandangan yang mengesankan dan menyegarkan mata dengan melihat sungai-sungai Kawogama.[6] Pada musim gugur, pegunungan akan diwarnai dengan warna merah cerah musim gugur.[7] Akhirnya, pada musim dingin, salju yang menari-nari saat jatuh ke bumi menciptakan selimut salju di atas pegunungan.[8]
Kita sudah akan mencapai akhir musim gugur dan sebentar lagi, akan tiba waktu musim dimana salju akan mulai berhamburan jatuh dari langit.
Kelihatannya jadwal hari ini adalah mengunjungi Vihara Kiyomizu.[9]
Masing-masing kelas menaiki bus satu per satu.
Bus disini memiliki susunan tempat duduk yang sama seperti Shinkansen. Hayama dan Tobe duduk bersama dan berada pada barisan tempat duduk yang sama duduklah Miura dan Yuigahama. Pada barisan di depan mereka terlihat pasangan Oooka dan Yamato diikuti oleh pasangan Kawasaki dan Ebina. Tentu saja, poin terpenting disini untuk diingat adalah bahwa Totsuka dan aku akan duduk bersama.
Namun, kelihatannya tidak akan ada juga perkembangan yang akan terlihat diantara Tobe dan Ebina di dalam bus. Tidak seperti Shinkansen, kamu memiliki kebebasan yang lebih sedikit untuk memilih tempat dudukmu dan ditambah lagi, Vihara Kiyomizu cukup dekat. Tempatnya berada dalam jarak berjalan yang berarti bahwa busnya akan lebih cepat dibandingkan Shinkansen.
Kami terus melewati jalan yang terbentang dari area kota, berputar, dan tiba ke lereng sebuah bukit.
Bus kami berhenti di sebuah lapangan parkir besar dan terbuka yang telah dipenuhi dengan bus pariwisata. Dari sini, kami akan menaiki bukit dan menuju ke Vihara Kiyomizu.
Hari telah melewati puncak musim gugur, akan tetapi masih ada turis yang jumlahnya mengemparkan. Hal itu untuk menyatakan, area Vihara Kiyomizu biasanya dipadati karena tempat itu merupakan salah satu dari hotspot turis paling menonjol di Kyoto.
Foto kelompok diambil di belakang gerbang Deva.[10] Sayangnya, ini adalah acara rute umum jadi aku tidak bisa melewatkannya. Orang-orang yang bersahabat dengan satu sama lain menguatkan persatuan mereka di dalam grup mereka sedangkan para penyendiri mempertanyakan raison d'etre[11] mereka.
Ada tiga pola utama untuk di ambil dari sini.
Yang pertama adalah gaya menempatkan jarak.
Itu adalah sebuah gaya yang memiliki laju pembelajaran cepat, jadi kamu bisa bilang itu diperuntukkan pada para pemula. Namun, sesederhana apapun itu, pengaruh yang dimilikinya benar-benar sangat mengerikan. Kamu dapat membuat jarak dari satu sampai lima murid maksimumnya, tapi kamu dapat dipastikan akan menerima luka yang luar biasa. Yakni, sebagian besar luka akan dialihkan kepada orang tuamu yang melihat buku tahunanmu. Dan juga pada dirimu di masa depan yang akan mengenang kembali ke masa lalunya. Direkomendasikan untuk dengan cepat membuang buku tahunan dan foto kenang-kenanganmu, tapi jika setengah-hati dalam tindakan pencegahanmu seperti membuangnya ke dalam tong sampah rumahmu akan lebih dari mungkin berbuah pada ditemukan ibumu. Dia akan menyimpan fotonya diam-diam dari anaknya dan menangis sendirian dalam berbagai artian. Maka, itu adalah sebuah gaya yang beresiko.
Yang kedua adalah gaya gerilya.
Rencananya adalah untuk bercampur dengan teman kelasmu yang cerewet dan bertingkah seakan kamu familier dengan mereka semua sambil memasang senyuman kaku dan dibuat-buat di mukamu, dibuktikan dengan garis tawa[12] yang muncul dari sudut mulutmu. Metoda kamuflase ini berhasil dalam menghindari difoto saat kamu sendirian, tapi detik-detik sebelum foto itu diambil, orang-orang akan berkata “orang itu hanya dekat-dekat saat mau difoto bukan? (lol)” dan hatimu akan dibebani dengan kemungkinan efek yang tertinggal setelah pertempuran itu.
Yang ketiga adalah gaya bertempur jarak dekat.
Kamu dengan berani menutupi jarak antara kamu dan teman kelasmu dan mengikutinya dalam jarak hampir nol. Sebagai hasilnya, kamu akan berada dalam bayangan seseorang, tertutup sebagian oleh orang di depan. Benar, kamu tidak akan mendapatkan foto penuh akan dirimu, tapi karena paling tidak sebagian dirimu terfoto , fotonya akan menjadi memori yang lumayan dan ibumu tidak akan perlu khawatir setelah melihatnya. Fotonya tidak akan terambil sebagaimana seharusnya, tapi ada sedikit keindahan di dalamnya juga untuk tidak terfoto secara sempurna. Namun, haruskah kameramennya merasa bersemangat saat itu, dia akan menyarankan “aah, orang yang di depan, bisakah kamu geser sedikit karena kamu menghalangi orang di belakangmu?” dan ini adalah sesuatu yang patut diwaspadai.
Aku ambil gaya bertempur jarak dekat kali ini dan mengamati areanya mencari tempat yang bagus. Hmph, untuk saat-saat seperti ini, pria dengan tubuh besar seperti Yamato akan terbukti berguna disini.
Aku mendesak jalanku menembus teman sekelasku, memasuki bayangan Yamato, dan mengambil posisi diantara orang di depan dan sebuah tempat khusus yang ditutupinya.
Suara jepretan kamera terdengar bekali-kali. Dengan terambilnya foto kelas sebagaimana seharusnya, sudah waktunya bagi kelas itu untuk bergerak sebagai satu kelompok.
Kami memanjat undakan batu itu dan ketika kami lewat dari bawah gerbang itu, kami dilanda oleh pagoda berlantai lima itu. Karena kita berada pada tempat yang tinggi, kami dapat melihat garis-garis kota-kota di Kyoto, meninggalkan kekaguman dalam diri kami.
Disana sudah ada kerumunan turis dan murid yang melewati pintu masuk pengunjung. Kami akhirnya sampai ke pintu masuknya, tapi kelihatannya akan memakan waktu sedikit lebih lama… Sekarang ini, masih ada kelas yang tak terhitung banyaknya menunggu di barisan pintu masuk itu.
Aku berbaris dengan tenang dan melamun sampai sebuah suara memanggilku.
“Hikki!”
Yuigahama, yang tidak berada dalam barisan, datang ke sampingku.
“Ada apa? Pergi berbaris atau kamu akan didorong keluar dari barisan. Itulah persisnya bagaimana kehidupan bekerja.”
“Kamu berlebihan… Toh, barisannya tidak terlihat akan bergerak dalam waktu dekat. Aku sebenarnya menemukan sesuatu yang lebih menarik jadi ayo kita pergi kesana.”
“Mungkin nanti.”
Aku tidak cukup mampu untuk melakukan multitugas. Aku adalah seorang manusia yang ingin menyelesaikan masalah di depanku sebelum melanjutkan ke permasalahan lain. Kamu dapat juga bilang bahwa aku lebih suka meninggalkan hal-hal yang menyusahkanku belakangan.
Seakan Yuigahama tidak menyukai apa yang kukatakan, dia melotot padaku dengan ekspresi sombong dan bergugam.
“…Apakah kamu lupa tentang pekerjaan kita?”
“Aku setidaknya mau melupakan tentang pekerjaannya selama perjalanan kita…”
Namun, dengan tidak tercapai kepadanya keinginan tertulusku, Yuigahama mencengkram jas sekolahku.
“Aku sudah memanggil Tobecchi dan Hina jadi cepat, cepatlah!”
Aku diseret jalan dengan lengan jasku dan tujuannya adalah sebuah kuil kecil yang terletak di samping dari pintu masuk pengunjung utama.
Pas setelah kamu berjalan melewati gerbang utama, kuil ini akan segera memasuki bidang penglihatanmu tapi ketika dibandingkan dengan vihara utamanya, kuil ini tidak memberikan begitu banyak kesan yang kelihatannya merupakan sebab mengapa kuil itu diabaikan. Aku merasa kuil ini tidaklah begitu langka di sekitar sini. Malahan, karena ada begitu banyak vihara Buddhis dan kuil di sekitar sini, jika mereka tidak segera membombardirmu, kamu tidak akan pergi dengan kesan yang tertinggal akannya.
Satu-satunya hal yang mungkin berbeda dari vihara ke vihara adalah pria tua antusias yang berusaha untuk menarik perhatian dengan berbagai cara.
Jalan melintasi ke dalam kuil ini. Rupanya, kamu akan diberkati dengan rahmat Tuhan jika kamu memasuki bagian dalam yang gelap gulita dan datang kembali.
Saat Yuigahama mengatakannya, Ebina dan Tobe sudah melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada pria tua yang hadir untuk penjelasannya. Omong-omong, Miura dan Hayama juga ada disana.
“Mengapa mereka disini juga?”
Aku bertanya dengan suara kecil jadi mereka tidak dapat mendengarnya dan Yuigahama dengan pelan menggerakkan bibirnya ke telingaku.
“Jika aku hanya memanggil mereka berdua, akan kelihatan agak aneh.”
“Hm, benar…”
Memang, jika hanya mereka berdua, mereka akan mulai dengan abnormalnya sadar akan hal-hal. Tobe akan menjadi terlalu diremukkan oleh kegugupan dan terutama Ebina akan menjadi lebih waswas.
“Ayo, ayo, mari kita masuk.”
Yuigahama terus menekan dan setelah melepaskan sepatu kami, kami membayar 100 yen. Kamu benar-benar mengambil uang kita?
Aku mengintip ke dasar tangga dan memang, tempatnya gelap. Jika dungeon dari RPG memang ada, maka ini lah seharusnya bagaimana suasananya.
“Mmkei, Yumiko dan Hayato bisa masuk dulu. Yang lain akan ikut di belakangmu.”
“Kita tidak ada banyak waktu, jadi lebih baik jika kita memperpendek interval antar gilirannya.”
Dalam respon pada saran Yuigahama, Hayama memberikan jawaban yang penuh dengan nalar wajar. Melihat bahwa kami melewatkan barisannya sama sekali dan malah datang kemari, jadi itu adalah pilihan yang benar. Ya, tah, itu adalah pilihan yang benar tapi pilihan yang paling benar akan meliputi “kami akan mengikutimu perlahan pas di belakangmu”, Aku rasa… Untuk Hayama, jawaban itu agak setengah-hati, tapi kelihatannya tidak ada yang memperdulikannya.
“Ya, kamu benar.”
Ebina setuju dengan pendapat Hayama. Oh astaga, sekarang kelihatannya hanya aku saja yang berpikir tentang Hayama, sungguh memalukan!
“Yeaa, ini seharusnya tidak akan memakan terlalu banyak waktu jadi kita tidak perlu terlalu khwatir. Benar, Ebina. Hayato juga.”
Ebina melipat lengannya dan memiringkan kepalanya, tapi Tobe tiba-tiba tertawa sambil menyisir ke atas rambut panjangnya.
“Betul. Tapi, untuk jaga-jaga sebaiknya kita lebih cepat saja.”
Setelah Hayama menjawab dengan senyuman getir, Miura mencengkram tangannya.
“Baiklah kalau begitu, ayo cepat pergi Hayato. Toh itu kelihatan sepenuhnya menarik. Kami akan pergi duluan kalau begitu.”
Begitulah yang dinyatakan Miura sambil menemani Hayama menuruni tangganya.
“Oh sial, jika segelap ini, aku tidak bisa tidak super terpompa untuk ini.”
“Uhmm… Hah, gelap gulita… Hayato dan Hikitani seharusnya masuk ke dalam sana bersama-sama…”
Meninggalkan kata-kata meresahkan tersebut, Tobe dan Ebina juga memasuki interiornya. Itu sangat bagus… Aku senang ada cukup jarak antara Hayama dan aku…
“Okei Hikki, Ayo kita masuk.”
“Ya.”
Kami menuruni anak tangganya dan ketika kami berputar pada sudutnya, kegelapan menyeliputi kami. Ketika kami maju beberapa langkah, cahaya sepenuhnya tersebar dari bidang penglihatan kami.
Kami tidak bisa melepaskan pegangan tangan bertasbih itu. Jika kami melepaskan tangan kami, itu mungkin-mungkin saja bagi kami untuk juga kehilangan arah kita.
Tidak peduli maupun kita menutup atau membuka mata kita, kegelapan pekat itu tidak akan berubah. Ini adalah jangkauan kegelapan dari neraka terdalam. Saat kami maju inci-per-inci membuat kemajuan langkah demi langkah, kami memastikan bahwa ada tanah untuk dipijaki dengan kaki kami dan jika kamu melihatnya dari samping, kamu akan mendapatkan kesan bahwa kami sedang mengimitasi para pinguin.
Bagi indera penglihatan yang tidak kami miliki, organ lain akan melakukan tugasnya dan mengompensasi untuknya dengan menjadi lebih tajam.
Suara Miura dan yang lain dapat terdengar beberapa langkah di depan.
Rapalan berulang-ulang Miura terdengar seperti doa umat Buddha yang kacau yang hanya membuatnya lebih menakutkan.
“…Oh astaga. Begitu gelap, disini sangat gelap, sangat gelap, saaangat gelap, begitu gelap.”
“Ini sungguh menabjubkan.”
Seakan dia sedang merespon padanya atau mungkin dia hanya berpikiran sederhana, Hayama melontarkan responnya.
“Whooa, disini super gelap, kayak sepenuhnya buruk, itu terjadi, kegelapannya sedang berjalan penuh MAX—“
Tobe sedang membuat banyak suara seakan dia sedang berusaha untuk menyemangati dirinya. Terlebih lagi, seserang merespon padanya dengan kata “Aku tahu, bukan—“. Selama sedetik disana, aku berpikir itu adalah suara seekor Bulbasaur, tapi itu mungkin adalah suara Ebina.[13]
Bukan hanya indera pendengaranku yang bertambah tajam.
Indera perasaku juga mulai bertambah sensitif.
Kami terus maju sambil meraba-raba permukaan pegangannya melihat kemana kami akan berjalan.
Hawa ketenangan. Karena kita tidak beralas kaki, telapak kaki kami dihantam dengan rasa dingin. Detik-detik saat rasa dingin yang menjalar ke atas kulit kami dan rasa mengigilnya tidaklah sesederhana dengan hanya menghubungkannya pada rasa dingin. Itu adalah rasa takut yang sesungguhnya. Hal-hal yang tidak dapat kami lihat, hal-hal yang tidak dapat kami pahami, hal-hal yang tidak dapat kami jelaskan, dan hal-hal yang tidak dapat kami kenali semuanya dihubungkan pada rasa takut dan rasa gelisah.
Diliputi dengan perasaan yang tidak terbiasa bagi kami, kami maju terus ke depan sambil memegang tasbih besar yang dililit di sekeliling pegangan tangannya. Tiba-tiba, tanganku mendarat pada sesuatu yang hangat. Aku tidak bisa tidak terkejut dan berhenti di tempat. Dan ketika aku berhenti, sesuatu menabrakku dengan pelan dari belakang.
“Waah! Ah, sori. Aku tidak dapat melihat apa-apa disini.”
Pemilik suara ini adalah Yuigahama. Dia tidak dapat melihat apa-apa, jadi dia menyentuh punggung dan lenganku untuk memastikan aku ada disana.
“Nah, salahku. Aku sendiri tidak bisa benar-benar melihat apapun di dalam kegelapan ini…”
Yah, toh kami berada di dalam kegelapan total. Tidak banyak yang bisa kita lakukan. Saat kita terjebak di dalam kegelapan avidya[14] ini, kami dihantam dengan kegelisahan dan tindakan mencengkram baju seseorang dan memegang tangan satu sama lain adalah tindakan penanggulangan, jadi aku tidak akan mempertanyakannya. Tidak usah kuatir, belakangan ini, aku berpegangan tangan dengan Komachi, jadi aku se-sepenuhnya, sepenuhnya tidak akan resah akannya atau semacamnya, seperti super dapat ditahan dengan mudahnya.
“Hikki, kamu begitu diam jadi kupikir kamu hilang atau semacamnya.”
“Aku biasanya memang lebih sering hilang daripada tidak.”
Berkat itu, pengalamanku luar biasa banyak. Terlebih lagi, kecepatan pada saat aku menuju ke rumah dan pertahanan mentalku keduanya juga super tinggi. Setelah aku mengatakannya dengan santai, tiba-tiba aku mendengar sebuah tawa yang ditahan, kemungkinan suatu tawa yang tidak dapat ditahan lagi atau mungkin suatu tawa yang getir.
Itu menjadi isyarat untuk meneruskan lagi langkah ke depan kami. Meski sudah melangkah maju, beban yang menangkap jasku tetap sama sepanjang waktu.
Kami berputar-putar tak terhitung jumlahnya di jalannya dan akhirnya, sesuatu terbang ke bidang penglihatan kamui yang gelap gulita.
Itu adalah suatu sinar putih yang dalam dan remang. Kelihatannya batu itu mengeluarkan cahaya.
Ketika kami berjalan ke batu itu, aku akhirnya bisa melihat wajah Yuigahama.
“Aku rasa, kita seharusnya mengucapkan keinginan kita saat kita memutari batu ini.”
“Hmm.”
Tidak ada yang benar-benar ingin kuminta. Pendapatan stabil, keselamatan keluarga dan kesehatan kelihatannya semua yang kuinginkan bagiku. Oh, itu sudah banyak.
Namun, memohon pada dewa dan Buddha untuk hal-hal yang dapat kita lakukan tidak kelihatan benar. Biasanya, hal-hal itu bisa didapatkan lewat kerja keras, jadi dalam hal ini, lebih baik untuk memohon sesuatu yang tidak bisa kamu dapatkan bukan?
Yang terbaik dari semuanya, kamu selalu bisa mencoba memberi sesuatu kepada seseorang atau mungkin mencoba untuk mencuri sesuatu dari seseorang.
“Apa kamu sudah memutuskan apa yang ingin kamu mohonkan?”
Suara Yuigahama menyapu semua pemikiran tidak berguna di dalam kegelapan itu.
“Ya.”
Aku menjawab balik, tapi aku tidak benar-benar memutuskan pada apapun... Mari ku lihat, aku rasa aku akan cukup berdoa untuk kesuksesan Komachi pada ujian seleksi penerimaan murid baru.
“Okei, ayo berputar mengelilinginya bersama.
Aku berputar mengelilingi meja bundar Tiongkok dengan batu diatasnya dengan Yuigahama. Yuigahama menyipit dan mengejamkan matanya, terlihat luar biasa serius.
Setelah kami selesai memutari batu itu, Yuigahama menepuk tangannya dua kali. Bodoh, itu apa yang kita lakukan di kuil-kuil.
“Okei, ayo kita pergi!”
Yuigahama tiba-tiba penuh dengan motivasi untuk alasan tertentu, terbukti dari ekspresi penuh sukacitanya, dan sambil mendorongku dari belakang, kami memasuki kegelapannya sekali lagi.
Namun, setelah berjalan sebentar, kami dapat melihat tanda pintu keluar seakan batu itu dipasang sebagai klimaks dari suatu cerita.
Saat kami menaiki tangganya, cahaya yang menyeliputi kami sangat terasa nostalgia.
Bersama dengan orang-orang di depan kami, kami melihat ke arah sinar matahari dan mengeluarkan helaan penuh kelegaan.
Semuanya menaiki tangga dan ketika kami sampai ke luar, kami meregangkan tubuh kita dengan kuat.
“Bagaimana? Terasa seperti kamu telahir kembali, benar?”
Si pria tua resepsionis menanyakan pertanyaan dengan intonasi Kansai. Yakni, Pada Tobe.
“Waah, sepenuhnya terasa seperti aku pergi melintasi cakrawala, kau tahu—. Jadi ini apakau sebut terlahir kembali, eh?”
Menabjubkan, dia tidak terlihat berbeda sedikitpun dari sebelum dia memasuki kuilnya.
Aku melihat jamku tapi belum banyak waktu sudah berlalu. Sudah kira-kira lima menit di bilang paling sedikit.
Aku tidak cukup bodoh untuk percaya lima menit akan sudah cukup waktu bagiku untuk terlahir kembali. Aku tidak akan terlahir kembali meskipun aku melakukan perjalanan ke India atau memanjat ketinggian Gunung Fuji. Dalam hal bahwa aku terlahir kembali, itu tidak berarti aku dapat mengubah semua hal-hal yang sudah terkumpul sampai sekarang. Tidak peduli perubahan jenis apapun yang dijalani hatiku, evaluasi sekelilingku akanku, kegagalan masa laluku, dan hal-hal yang tidak dapat kuperbaiki tidak akan berubah.
Ada yang namanya sejarah bagi manusia. Manusia dibentuk dari pengalaman yang diperoleh dari kehidupan saat waktu terus berputar dan berputar. Untuk terlahir kembali berarti terlepas dari sejarah itu; peghapusan total. Namun, itu tidak akan mungkin pada dunia nyata. Itulah mengapa satu-satunya hal yang dapat kamu lakukan adalah terus menjalani kehidupan, menanggung bekas luka di tubuhmu dan memikul beban dosa-dosamu pada pundakmu, tanpa berharap untuk reinkarnasi..
Permohonanmu untuk mengulang hidup dari awal lagi tidak akan didengar oleh siapapun.
Tepatnya sudah berapa kali Tobe mengalami kegagalan sampai sekarang? Jika kegagalannya sebanyak kegagalanku dan masih mampu mempertahankan optimisme dan keterus-terangan itu, maka dia pantas untuk dihormati.
Tapi, mungkin bukan begitu yang terjadi padanya.
Sebenarnya, aku mau itulah yang terjadi padanya… Aku tidak mau pria riang, mampu menyesuaikan diri ini untuk memiliki sejenis keberanian atau trauma. Aku tidak mau dia menjadi pria yang melalui semua masa lalu tersebut dan dapat tertawa dari dalam lubuk hatinya itu, terlihat keren dalam prosesnya…
“Ah, tunggu, ini buruk! Semua orang mungkin sudah pergi duluan!”
Yuigahama berkata dengan panik ketika dia melihat ke arah pintu masuk pengunjungnya.
“Whaa, kita punya banyak waktu.”
Begitulah yang Tobe katakan tapi itu mungkin agak salah. Dari jauh, kamu dapat melihat para murid dalam seragam hitam dengan perlahan mulai maju.
“Ayo, cepat!”
Terhadap Yuigahama yang mendesak kita untuk pergi, kami berjalan dengan cepat menuju barisannya untuk berkumpul.
Kami berhasil kembali ke kelas kami sebelum mereka sudah masuk ke dalam vihara utamanya. Dari sana, kami memasuki vihara utamanya melalui pintu masuk depan. Objek atraksi seperti Dewa Rezeki[15] dan sandal besi dengan tongkat peziarah[16] dipasang sebagai pajangan. Tempat itu dipenuhi oleh banyak orang jadi mendapatkan kesempatan untuk meraba objeknya sangat sulit.
Setelah ini adalah the Kiyomizu Temple stage yang terletak lebih jauh di dalam.
Bahkan di dalam confines of Kiyomizu Temple, itu memang merupakan tempat yang paling populer. Bukan hanya murid tapi juga para turis yang ingin mendapatkan foto kenang-kenangan dari tempat itu.
“Waah, menabjubkan…”
Yuigahama meletakkan tangannya di pagarnya kaget melihat pemandangannya. Itu adalah tontonan yang berisikan pegunungan dan isi Kyoto yang digarisi dengan warna khas musim gugur. Bagaimana kelihatannya pemandangan persis seperti ini dipandang dari atas ribuan tahun yang lalu? Meskipun bentuk kotanya mungkin sudah berbeda, sensasi menyenangkan ini yang bisa kamu dapat dari memandang dari puncak tinggi ini kemungkinannya tidak berubah.
Kyoto adalah sebuah kota dimana hal-hal yang berubah dan yang tidak berubah hadir dalam harmoni.
Aku dapat melihat mengapa mereka memilih kota ini sebagai tujuan karya wisatanya, meski hanya sedikit.
Aku menatap pemandangannya seperti terbius sampai orang yanf ada di sampingku, Yuigahama, memanggilku.
“Ah, aku tahu. Hikki, mari kita ambil foto!”
Dia dengan buru-buru mengambil keluar kamera digitalnya dari kantongnya. Kamera kecil, pink ini tanpa diragukan lagi sangat berala-Yuigahama.
“Foto? Roger, berikan kemari.”
“Huh?”
Dengan ekspresi kebingungan, Yuigahama menyodorkanku kameranya. Aku mengambil beberapa langkah mundur, memosisikan diriku, dan memfokuskan bidikannya pada Yuigahama.
“Oke, peanuts.”
Aku lalu menekan tombolnya. Sesaat sebelum suara jepretan berbunyi, Yuigahama dengan panik membuat gelagat peace terbalik dengan setengah-hati.
“Lihat ini, berkat lengan kamera menabjubkanku, aku mendapatkan foto yang bagus.”
Ketika aku mengatakannya, aku menyodorkan kembali kameranya kepada Yuigahama yang dengan segera pergi mengecek fotonya. Kamera digital sungguh memudahkan karena kamu dapat melihat fotonya sesaat setelah kamu mengambil fotonya. Tapi pertimbangkan ini: jika kamu mengacaukan sebuah foto, kamu akan perlu mengambilnya lagi.
“Benar? Ah, kamu mengambil foto yang imut, tunggu bukan! Maksudku, apa-apaan yang kamu katakan barusan!?”
“Kamu tidak tahu? Warga Chiba biasanya mengatakannya ketika mereka sedang akan mengambil foto…”
“Kamu tidak perlu repot-repot berbohong…”
Catatan Translasi
- ↑ A chance meeting in space! (Meguriai uchuu!) adalah subtitle dari Film Gundam Ketiga (1982).
- ↑ Slogan Ryuuguu Rena dari 'Higurashi no Naku Koro ni'.
- ↑ Single oleh Yamamuchi Tomoe, lagu itu menjadi himne pada rel kereta api Jepang.
- ↑ referensi Star Wars
- ↑ Kiyomizu Musim Semi
- ↑ Kawogama
- ↑ Kiyomizu Gugur
- ↑ Kiyomizu Dingin
- ↑ Denah Vihara Kiyomizu.. Kalau ada waktu mungkin kutranslasi gambar ini..hehe
- ↑ Gerbang Deva
- ↑ alasan atau tujuan terpenting untuk keberadaan seseorang atau sesuatu.
- ↑ lipatan yang terbentuk di samping mulut dan sudut luar matamu
- ↑ Referensi Jepang yang tak bisa diterjemahkan. Nama resmi Bulbasaur di Jepang adalah Fushigidane dan dalam bahasa Jepang, daripada menyebutna "bulba" atau "bulbasaur" dalam versi Amerika, Bulbasaur disebut "dane" dalam versi Jepang. Ebina merespon Tobe menggunakan kata "dane~" yang pada dasarnya membenarkan siapapun yang diresponnya dan maka dari itu, terdengar seperti seekor Bulbasaur bagi Hachiman.
- ↑ Bahasa sansekerta yang berarti ketidak-tahuan, delusi, yang merupakan sejenis kegelapan batin di dalam agama Buddha
- ↑ http://traveljapanblog.com/wordpress/wp-content/uploads/2008/10/img_1864.jpg
- ↑ http://img.4travel.jp/img/tcs/t/pict/lrg/29/28/73/lrg_29287310.jpg?20130603020852