Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 7"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Line 1: Line 1:
 
==Bab 7: Suatu Hari, Yuigahama Yui akan==
 
==Bab 7: Suatu Hari, Yuigahama Yui akan==
  +
===7-1===
 
Aku tumbang ke atas sofa setelah aku sampai ke rumah.
 
Aku tumbang ke atas sofa setelah aku sampai ke rumah.
   
Line 40: Line 41:
 
“Lihat kemari, onii-chan.”
 
“Lihat kemari, onii-chan.”
   
  +
Dia memanggilku dengan formal jadi aku menggerakkan hanya leherku dan melihat ke arah Komachi. Ketika aku melakukannya, matanya menjadi setengah terpejam diiringi dengan mulutnya yang berubah menjadi bentuk “v” terbalik. Dan dengan ekspresi aneh itu, dia mengucapkan sesuatu.
  +
  +
“Identitas? Haaa? Seringkali mereka-mereka yang mengoceh tentang individualitas cenderung merupakan meereka-mereka yang tidak ada individualitas. Dari awalpun, sedikit perubahan di sini sana bukanlah sesuatu yang bisa kamu sebut individualitas.”
  +
  +
Wajahnya aneh, tapi apa yang sedang diucapkannya itu begitu tidak biasanya masuk akal. Hei, apa kamu serius? Seperti yang dikatakannya. Aku benar-benar teryakinkan secara instingtual di sini. Tapi caranya berbicara dengan wajah itu sedikit menjengkelkan.
  +
  +
“Komachi-chan, ada apa dengan kata-katamu itu? Itu agak tidak sopan, kamu tahu? Juga, wajahmu itu aneh.”
  +
  +
Karena adikku tiba-tiba berbicara dengan begitu tidak sopan, aku menanyakannya dengan sopan dengan niat untuk mencelanya. Ketika aku melakukannya, dahi Komachi berkedut seakan sesuatu telah retak karena mendengar kata “aneh” dan dia berbicara dengan tingkah marah besar.
  +
  +
“…Itu suatu gambaran onii-chan.”
  +
  +
“Tidak mirip sama sekali…”
  +
  +
Walaupun aku mengatakan itu, aku tidak pernah benar-benar memperhatikan karakteristikku sendiri. Eh, apa aku benar-benar orang yang se-menjengkelkan itu? Secara obyektif<ref> </ref>, mataku terbuka untuk yang pertama kalinya pada kebenaran yang mengejutkan ini. Bukankah aku, macam, entah bagaimana lebih intelektual dan keren dalam cara yang nihilistik? Tidak?
  +
  +
Huuuuuh? Suuunguh aneh… Yang benar saaaja? Aku dihantam oleh keterkejutan ringan dan ketika aku mengerang, Komachi berjalan ke sampingku dan duduk di atas sofa.
  +
  +
“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tadi macam tidak mungkin kamu bisa memperbaiki kepribadian suka melawan itu se-telat ini.<!--this late in the game.--> Kamu itu gomii-chan<ref> </ref>, kamu tahu. Gomii-chan.”
  +
  +
Selagi dia mengatakan itu, Komachi mengguling-gulingkan diriku dengan telapak kakinya sebab aku dibalikkan ke atas lantai. Dia benar-benar sedang memperlakukanku seperti sampah. Tapi kakinya itu tiba-tiba berhenti. Komachi mengistirahatkan pipinya pada lututnya dan tergelak selagi dia melihat ke bawah pada diriku.
  +
  +
“Tapi aku cukup suka sekali onii-chan yang itu. Ah, yang barusan itu super tinggi dalam poin Komachi!”
  +
  +
Dia mengakhiri kata-katanya dengan sebuah senyuman nomor satu. Aah, cara dia akan menambahkan banyak kata tak perlu<!--one word too much--> selagi dia mencoba untuk menyembunyikan rasa malunya itu mungkin menyerupai seseorang.
  +
  +
“…Terima kasih untuk itu. Aku juga suka sekali diriku yang ini. Yang barusan itu super tinggi dalam poin Hachiman.”
  +
  +
“Ada apa dengan itu…?”
  +
  +
Aku mengabaikan Komachi yang kaget itu dan berdiri tegak.
  +
  +
Akhirnya, aku sudah membulatkan pikiranku. Besok, aku mungkin akan ingat apa yang terjadi hari ini dan merasa tersiksa dan menderita akan betapa memalukannya itu. Aku bahkan mungkin juga akan mengingat kilasan baliknya dan menderita di tempat akan hal tersebut suatu hari nanti.
  +
  +
Tapi ini tidak apa-apa. Masa lalu semacam itu membuat diriku yang sekarang, seseorang yang bahkan dikatakan Komachi bahwa dia sangat menyukainya. Jangan pergi memanggil memori seseorang itu sebuah trauma<!--scar--> sesuka hatimu sekarang. Ini adalah apa yang kalian sebut titik pesonaku.
  +
  +
Aku rasa aku pasti akan bisa menyukai diriku yang mempesona ini, yang dikotori oleh begitu banyak titik-titik pesona.
  +
  +
<br />
  +
  +
<center>× × ×</center>
  +
  +
<br />
  +
===7-2===
  +
  +
Keesokan paginya setelah teryakinkan dalam caraku sendiri selagi aku berguling-guling di rumahku.
  +
  +
Aku bangun pada jam yang sama seperti biasa, memakan sarapanku, dan berangkat ke sekolah dengan sepedaku.
  +
  +
Atau begitulah bagaimana itu seharusnya berjalan, tapi saat aku semakin dekat ke sekolah, kakiku yang mengayuh melemah, di mana aku pada akhirnya nyaris tidak berhasil untuk menyelip ke dalam kelas sebelum terlambat.
  +
  +
…Ya, macam sungguh, itu hanya tidak memungkinkan. Karena pun<!--For one thing-->, kepribadianku tidak pernah merupakan tipe yang bisa hanya dalam satu hari menutupi kejadian memalukan itu.
  +
  +
Selagi aku mengerang di dalam hatiku, tidak membuat alasan-alasan pada siapapun, aku terus tumbang ke depan di atas mejaku. Untuk sekarang, aku sedang memastikan untuk super berhati-hati untuk dekat-dekat dengan <!--getting anywhere near-->Yuigahama karena itu terlalu memalukan.
  +
  +
Meski begitu, Yuigahama kelihatannya agak terus memperhatikanku <!--mindful-->sebab mata kami akan bertemu secara tak sengaja selama ''homeroom'' pagi dan bahkan selama pelajaran.
  +
  +
Ketika mata kami bertemu, aku akan segera memalingkan mataku dan membuat sikap tertidur.
  +
  +
Apa-apaan ini? Sungguh apa-apaan ini…?
  +
  +
Aku akan merapal berulang-ulang seperti aku sedang merapal sutra umat Buddha ketika aku terpatung-patung selagi aku menghujamkan kepalaku ke buku catatanku yang terbuka. Selama lonceng istirahat, aku akan berkeliaran tanpa tujuan ke kamar mandi dan mesin-mesin penjual minuman dan selama jam makan siang, aku akan memakan makan siangku di tempat biasa sambil menggugamkan “dingin, dingin” lagi dan lagi.
  +
  +
Namung, meskipun jam yang kupikir rada lamban tersebut mengingat semua yang terjadi tadi, itu mengejutkannya cepat hari ini.Still, even though the clock I thought was rather slow given all that happened, it was surprisingly fast today.
  +
  +
Ketika aku menyadarinya, sudah lepas sekolah.
  +
  +
Akhirnya, akhirnya waktunya sudah tiba.
  +
  +
Tapi jika aku bertengger di sekitar sini terlalu lama, Yuigahama yang sedang berbicara dengan Miura dan yang lain sekarang ini mungkin akan datang ke sini untuk mengajakku pergi ke klub brsama-sama. Itu, sedikit, bermasalah, maksudku, itu sedikit memalukan.
  +
  +
Yuigahama tidak mendekatiku sama sekali seakan dia sudah menduga sesuatu dari sikapku atau dia sudah ada rencana dalam pikirannya. Tapi itu lain cerita kalau sudah selepas sekolah.
  +
  +
Sebelum keadaannya berubah menjadi itu, aku sebaiknya meninggalkan ruang kelas.
  +
  +
Aku dengan lesu berjalan melintasi lorong yang menyambung dari bangunan sekolah ke bangunan spesial.
  +
  +
Jujur saja, kakiku terasa jauh lebih berat dibandingkan hari setelah menyatakan cintaku dan ditolak sewaktu SMP. Memikirkan hal tersebut, aku itu kurang lebih kalem karena aku sudah ada gambaran jelas akan reaksi yang akan kudapat. Mereka akan antara membuatku menjadi bahan lelucon yang menabjubkan atau kemungkinan, mereka akan membuat pesona “dengan riang bersikap seperti biasa dan berpura-pura tidak peduli”, tapi faktanya mereka tidak bisa melakukan itu sama sekali karena mereka terlalu sibuk membuat tawa yang ditahan-tahan. Astaganaga, itu terasa seperti aku tidak diabaikan sedikitpun.
  +
  +
Walaupun respon yang sudah ditetapkan semacam itu sendiri akan terasa nyaman.
  +
  +
Tapi aku tidak tahu respon semacam apa untuk disangka dari mereka berdua.
  +
  +
Selagi aku berpikir sambil berjalan, aku berakhir sampai ke depan ruangan itu. Aku rasa aku sedang berjalan dengan rada lamban, tapi apa tempat ini benar-benar sedekat itu? Biasanya, aku akan setidaknya melemparkan satu pandangan ke luar jendela, tapi hal tersebut kelihatannya tidak menarik perhatianku hari ini.
  +
  +
Aku membuat suatu helaan selagi aku berdiri di depan pintu tersebut… Aku ingin pulang. Pemikiran itu terlintas dala pikiranku. Tapi orang yang membuat permintaan bantuan itu diriku. Pilihan untuk mundur dari sini itu tidak ada.
  +
  +
Aku menyiapkan mentalku dan menggeser pintu ruangan tersebut.
  +
  +
Pintunya tidak terkunci dan karena matahari masih jauh di atas, ruangan itu dipenuhi oleh cahaya. Gordennya dibiarkan terbuka. Meja-meja dan kursi-kursi yang tidak dipakai ditumpuk di atas satu sama lain, tapi tiga tempat duduk dan satu meja ada di sana, tidak berbeda dari biasanya. Dan yang sedang duduk pada salah satu kursi itu adalah Yukinoshita.
  +
  +
Yukinoshita mengangkat kepalanya dari buku yang sedang dibacanya. Dia berbicara dengan ekspresi kalem yang biasa dan tidak berubah itu.
  +
  +
“Halo.”
  +
  +
“Ah, ya.”
  +
  +
Reaksi Yukinoshita itu lebih normal dari yang kusangka sampai itu terasa sedikit antiklimatik. Jadi itu intinya sesuatu yang menganggu hanya si orang tersebut sementara itu tidak menganggu orang-orang di sekelilingnya. Itulah suatu contoh utama sedang bersikap terlampau sadar-diri.
  +
  +
Sedikit lega, aku duduk di tempat duduk diagonal dari tempat duduk Yukinoshita dan mengeluarkan sebuah buku dari tasku. Aku membuka bukunya ke tempat penanda bukunya terletak, tapi aku sama sekali tidak ingat apa yang sudah kubaca. Ketika aku membalik kembali halaman-halamannya, aku akhirnya menemukan kalimat-kalimat yang familier.
  +
  +
Kelihatannya aku akhirnya akan bisa benar-benar selesai membaca setelah sekian lama.<!--It looked like I was finally going to get some real reading done after a long time.-->
  +
  +
Waktu damai dimana Yukinoshita dan aku tidak mengucapkan apa-apa berlanjut. Terkadang, suara halaman dibalik dan suara batuk dapat terdengar. Tapi batukan yang terus menerus itu akhirnya mengangguku. Ketika aku dengan santai melihatnya, Yukinoshita terbatuk sekali lagi sebelum berbicara.
  +
  +
“Um,”
  +
  +
Yukinoshita terbatuk lagi seakan sedang mencoba untuk menyingkirkan suaranya yang sedikit pecah. Dia melirik ke arahku untuk melihat bagaimana reaksiku, tapi ketika mata kami bertemu, dia segera memalingkan matanya.
  +
  +
“…Um, mengenai hari ini, bolehkah aku menanyakan tempat dan waktunya?”
  +
  +
Itu benar. Bahkan setelah aku memasuki ruangannya, aku kehilangan waktu yang pas untuk berbicara, tapi sekarang ini, aku sedang meminta Klub Servis untuk membantuku dengan acara Natal itu. Tapi kami kekurangan satu orang lagi. Kmi mungin sebaiknya menunggu dia.
  +
  +
“Aah, benar… Apa kamu keberatan jika kita menunggu Yuigahama untuk sampai ke mari dulu?”
  +
  +
“…Aku rasa begitu. Toh, itu akan menjadi dua kali kerja.”
  +
  +
Yukinoshita menurunkan matanya pada bukunya dan berkata dengan suara kecil. Semenjak itu, Yukinoshita tidak mengatakan sepatah kata pun dan aku juga tidak mengatakan sesuatu<!--in particular-->. Aku pikir waktu hening ini akan berlanjut untuk sedikit lebih lama lagi.
  +
  +
Tapi keheningan itu dikubur oleh suara pintu digeser dengan keras.
  +
  +
“Yahallo!”
  +
  +
Orang yang masuk terutama dengan begitu bersemangatnya mengatakan itu adalah Yuigahama.
  +
  +
“…Ya.”
  +
  +
“Halo.”
  +
  +
Ketika kami semua menukarkan sapaan kami, Yuigahama membuat sebuah senyuman puas dan menuju ke tempat duduk yang selalu didudukinya. Dan ketika dia sampai ke tempat duduknya, dia berpikir<!--went into thought--> sejenak dan dengan ributnya menggeser tempat duduknya ke arah Yukinoshita. Tempat duduk itu kelihatannya jauh lebih ringan dari yang kuduga.
  +
  +
Setelah Yuigahama menyesauaikan posisi tempat duduknya, dia membuat suatu tawa “ehehe” selagi dia duduk.
  +
  +
“…Dekat.”
  +
  +
Ketika Yukinoshita membuat suatu gugaman kecil dan risih itu, dia menggeser tempat duduknya sedikit menjauh. Setelah itu, Yuigahama mengikutinya dengan menutupi jarak yang dibuka Yukinoshita dengan menggerakkan tempat duduknya lagi.
  +
  +
“…Um, Yuigahama-san… Bolehkan kamu bergeser agak menjauh sedikit?”
  +
  +
Yukinoshita berkata dengan segan dan ekspresi Yuigahama berubah menjadi cemberut. Dia kemudian menggerakkan tempat duduknya sedikit menjauh, meletakkan tangannya pada lututnya, dan menunduk ke bawah.
  +
  +
“Ah… Oke, aku rasa begitu…”
  +
  +
“Um, bukan itu apa yang…”
  +
  +
Melihat Yuigahama bertingkah seperti itu, Yukinoshita terlihat seperti dia ingin mengatakan sesuatu, tapi menjadi terdiam.
  +
  +
Itu adalah suatu percakapan yang masih terasa sedikit tidak nyaman entah dimana. Bahkan aku merasa letih hanya dengan melihat mereka.
  +
  +
Yah, kami memang membuat percakapan dangkal itu sudah untuk beberapa saat ini dan kami memang juga membuat kekacauan itu semalam. Itu mungkin sedikit sulit untuk mencoba akur kembali<!--get on good terms--> dengan satu sama lain seperti sebelumnya dengan begitu cepatnya. Atau begitulah yang kukatakan mengenai itu semua, tapi bahkan aku juga tidak tahu bagaimana menangani itu semua dengan semestinya.
  +
  +
Aku tidak tahu apa jawaban yang benarnya sekarang ini, tapi aku ingin percaya bahwa saat ini sekarang itu jauh lebih hidup dibanding waktu yang terbeku itu. Apapun itu, aku perlu melakukan apa yang mesti kulakukan.
  +
  +
Ketika aku mencoba untuk mencari waktu yang pas untuk berbicara pada mereka berdua, seperti yang bisa diduga, aku sudah terbatuk untuk beberapa kali.
  +
  +
<br />
  +
  +
<center>× × ×</center>
  +
  +
<br />
 
==Catatan Tranlasi==
 
==Catatan Tranlasi==
 
<references> <references/>
 
<references> <references/>

Revision as of 18:11, 10 May 2015

Bab 7: Suatu Hari, Yuigahama Yui akan

7-1

Aku tumbang ke atas sofa setelah aku sampai ke rumah.

Setelah apa yang terjadi, kami kembali ke ruangan klub dengan hening. Kami mengutarakan ucapan sampai jumpa kami dan menuju ke rumah dengan perasaan canggung yang tertinggal karena tidak mampu mengatakan apapun dan perasaan malu.

Yukinoshita langsung pergi menandakan dia akan mengembalikan kuncinya, aku menuju ke area parkir sepeda seakan sedang melarikan diri, dan Yuigahama bergegas berlari ke tempat perberhentian bus. Terasa seperti kami hanya mampu membuat percakapan yang bertahan selama beberapa patah kata di antara kami bertiga.

Selagi aku terbenam ke dalam sofa, aku memikirkan kembali kejadian-kejadian hari ini.

Kenapa aku mengucapkan kata-kata memalukan itu…?

Wuaaaah! Aku mau mati! Aku benar-benar mau matiiiii! Aku tidak ingin pergi ke sekolah besoooook! Kamu itu tolol, bukan!? Kamu itu tolol, bukan! Toloool! Toloool! Wuoooooooooon!

Selagi aku berteriak di dalam lubuk otakku dan membuat suara mengerang dalam, aku terjelembab ke bawah. Tentu saja, karena sofanya tidak begitu besar, hanya perlu sekitar tiga setengah putaran sebelum aku sampai ke lantai.

Persis saat menghantam lantainya, kucing peliharaan kami Kamakura melesat keluar dengan kaget dari kotatsu di dekat sini karena suara duk itu. Dia dengan ribut bergerak melingkar dengan cepat di sekitar ruangannya sebelum berlari keluar dari ruang tamu seperti ZvezdaCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content.

Aku berakhir membuat pemikiran super tidak berguna ini seperti bagaimana lari kucing kami itu lebih dinamis dari yang kusangka, dan bagaimana cheetah itu merupakan variasi dari kucing dan bagaimana PeterCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content itu sudah pasti Ikehata Shinnosuke.

Aku sedang tergeletak dengan wajah di atas karpet seperti aku sekarang ini.

“…Aku ingin mati.”

Gugamku dengan suara mungil.

Ada dua tingkatan pada trauma kilasan balik. Pertama, kamu akan mendapatkan rasa berketegangan tinggi dari dorongan untuk menghancurkan. Setelah itu, kamu akan diterjang oleh rasa melankolis berketegangan rendah.

Aku akan menjalani perulangan dari menghantam-hantam, merasa tersiksa, dan kemudian berhenti di tempat seperti saat benang boneka dipotong. Ketika aku hampir berpikir aku sedang sekarat, aku akan sadar bahwa aku masih hidup dan terus menghantam-hantam dengan gila-gilaan lagi seperti seekor jangkrik. Seekor serangga, itulah siapa diriku.

Setelah menjalani ronde-ronde penderitaan dari menghadapi diriku sendiri, aku menerima kekalahan hanya sedikit saja. Ketika aku membuat helaan besar dan menggulingkan diriku ke sebrang ruangan, mataku bertemu dengan mata Komachi, yang kelihatannya baru saja masuk ke ruang tamu dan sedang berdiri di depan pintu terlihat tercengang.

“…Ada apa, onii-chan?”

Komachi menanyaiku, setengah kaget dan setengah gelisah. Tapi sekarang ini, aku tidak merasa ingin menemani adik kecilku tidak peduli seimut apapun dia. Aku tiba-tiba memalingkan wajahku dengan tingkah cemberut.

“Tinggalkan aku sendiri. Onii-chan sedang di tengah-tengah krisis identitas sekarang ini.”

Ketika aku memberitahunya dengan suara lesu dan melankolis. Komachi membuat helaan yang berlebih-lebihan.

“Lihat kemari, onii-chan.”

Dia memanggilku dengan formal jadi aku menggerakkan hanya leherku dan melihat ke arah Komachi. Ketika aku melakukannya, matanya menjadi setengah terpejam diiringi dengan mulutnya yang berubah menjadi bentuk “v” terbalik. Dan dengan ekspresi aneh itu, dia mengucapkan sesuatu.

“Identitas? Haaa? Seringkali mereka-mereka yang mengoceh tentang individualitas cenderung merupakan meereka-mereka yang tidak ada individualitas. Dari awalpun, sedikit perubahan di sini sana bukanlah sesuatu yang bisa kamu sebut individualitas.”

Wajahnya aneh, tapi apa yang sedang diucapkannya itu begitu tidak biasanya masuk akal. Hei, apa kamu serius? Seperti yang dikatakannya. Aku benar-benar teryakinkan secara instingtual di sini. Tapi caranya berbicara dengan wajah itu sedikit menjengkelkan.

“Komachi-chan, ada apa dengan kata-katamu itu? Itu agak tidak sopan, kamu tahu? Juga, wajahmu itu aneh.”

Karena adikku tiba-tiba berbicara dengan begitu tidak sopan, aku menanyakannya dengan sopan dengan niat untuk mencelanya. Ketika aku melakukannya, dahi Komachi berkedut seakan sesuatu telah retak karena mendengar kata “aneh” dan dia berbicara dengan tingkah marah besar.

“…Itu suatu gambaran onii-chan.”

“Tidak mirip sama sekali…”

Walaupun aku mengatakan itu, aku tidak pernah benar-benar memperhatikan karakteristikku sendiri. Eh, apa aku benar-benar orang yang se-menjengkelkan itu? Secara obyektifCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content, mataku terbuka untuk yang pertama kalinya pada kebenaran yang mengejutkan ini. Bukankah aku, macam, entah bagaimana lebih intelektual dan keren dalam cara yang nihilistik? Tidak?

Huuuuuh? Suuunguh aneh… Yang benar saaaja? Aku dihantam oleh keterkejutan ringan dan ketika aku mengerang, Komachi berjalan ke sampingku dan duduk di atas sofa.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tadi macam tidak mungkin kamu bisa memperbaiki kepribadian suka melawan itu se-telat ini. Kamu itu gomii-chanCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content, kamu tahu. Gomii-chan.”

Selagi dia mengatakan itu, Komachi mengguling-gulingkan diriku dengan telapak kakinya sebab aku dibalikkan ke atas lantai. Dia benar-benar sedang memperlakukanku seperti sampah. Tapi kakinya itu tiba-tiba berhenti. Komachi mengistirahatkan pipinya pada lututnya dan tergelak selagi dia melihat ke bawah pada diriku.

“Tapi aku cukup suka sekali onii-chan yang itu. Ah, yang barusan itu super tinggi dalam poin Komachi!”

Dia mengakhiri kata-katanya dengan sebuah senyuman nomor satu. Aah, cara dia akan menambahkan banyak kata tak perlu selagi dia mencoba untuk menyembunyikan rasa malunya itu mungkin menyerupai seseorang.

“…Terima kasih untuk itu. Aku juga suka sekali diriku yang ini. Yang barusan itu super tinggi dalam poin Hachiman.”

“Ada apa dengan itu…?”

Aku mengabaikan Komachi yang kaget itu dan berdiri tegak.

Akhirnya, aku sudah membulatkan pikiranku. Besok, aku mungkin akan ingat apa yang terjadi hari ini dan merasa tersiksa dan menderita akan betapa memalukannya itu. Aku bahkan mungkin juga akan mengingat kilasan baliknya dan menderita di tempat akan hal tersebut suatu hari nanti.

Tapi ini tidak apa-apa. Masa lalu semacam itu membuat diriku yang sekarang, seseorang yang bahkan dikatakan Komachi bahwa dia sangat menyukainya. Jangan pergi memanggil memori seseorang itu sebuah trauma sesuka hatimu sekarang. Ini adalah apa yang kalian sebut titik pesonaku.

Aku rasa aku pasti akan bisa menyukai diriku yang mempesona ini, yang dikotori oleh begitu banyak titik-titik pesona.


× × ×


7-2

Keesokan paginya setelah teryakinkan dalam caraku sendiri selagi aku berguling-guling di rumahku.

Aku bangun pada jam yang sama seperti biasa, memakan sarapanku, dan berangkat ke sekolah dengan sepedaku.

Atau begitulah bagaimana itu seharusnya berjalan, tapi saat aku semakin dekat ke sekolah, kakiku yang mengayuh melemah, di mana aku pada akhirnya nyaris tidak berhasil untuk menyelip ke dalam kelas sebelum terlambat.

…Ya, macam sungguh, itu hanya tidak memungkinkan. Karena pun, kepribadianku tidak pernah merupakan tipe yang bisa hanya dalam satu hari menutupi kejadian memalukan itu.

Selagi aku mengerang di dalam hatiku, tidak membuat alasan-alasan pada siapapun, aku terus tumbang ke depan di atas mejaku. Untuk sekarang, aku sedang memastikan untuk super berhati-hati untuk dekat-dekat dengan Yuigahama karena itu terlalu memalukan.

Meski begitu, Yuigahama kelihatannya agak terus memperhatikanku sebab mata kami akan bertemu secara tak sengaja selama homeroom pagi dan bahkan selama pelajaran.

Ketika mata kami bertemu, aku akan segera memalingkan mataku dan membuat sikap tertidur.

Apa-apaan ini? Sungguh apa-apaan ini…?

Aku akan merapal berulang-ulang seperti aku sedang merapal sutra umat Buddha ketika aku terpatung-patung selagi aku menghujamkan kepalaku ke buku catatanku yang terbuka. Selama lonceng istirahat, aku akan berkeliaran tanpa tujuan ke kamar mandi dan mesin-mesin penjual minuman dan selama jam makan siang, aku akan memakan makan siangku di tempat biasa sambil menggugamkan “dingin, dingin” lagi dan lagi.

Namung, meskipun jam yang kupikir rada lamban tersebut mengingat semua yang terjadi tadi, itu mengejutkannya cepat hari ini.Still, even though the clock I thought was rather slow given all that happened, it was surprisingly fast today.

Ketika aku menyadarinya, sudah lepas sekolah.

Akhirnya, akhirnya waktunya sudah tiba.

Tapi jika aku bertengger di sekitar sini terlalu lama, Yuigahama yang sedang berbicara dengan Miura dan yang lain sekarang ini mungkin akan datang ke sini untuk mengajakku pergi ke klub brsama-sama. Itu, sedikit, bermasalah, maksudku, itu sedikit memalukan.

Yuigahama tidak mendekatiku sama sekali seakan dia sudah menduga sesuatu dari sikapku atau dia sudah ada rencana dalam pikirannya. Tapi itu lain cerita kalau sudah selepas sekolah.

Sebelum keadaannya berubah menjadi itu, aku sebaiknya meninggalkan ruang kelas.

Aku dengan lesu berjalan melintasi lorong yang menyambung dari bangunan sekolah ke bangunan spesial.

Jujur saja, kakiku terasa jauh lebih berat dibandingkan hari setelah menyatakan cintaku dan ditolak sewaktu SMP. Memikirkan hal tersebut, aku itu kurang lebih kalem karena aku sudah ada gambaran jelas akan reaksi yang akan kudapat. Mereka akan antara membuatku menjadi bahan lelucon yang menabjubkan atau kemungkinan, mereka akan membuat pesona “dengan riang bersikap seperti biasa dan berpura-pura tidak peduli”, tapi faktanya mereka tidak bisa melakukan itu sama sekali karena mereka terlalu sibuk membuat tawa yang ditahan-tahan. Astaganaga, itu terasa seperti aku tidak diabaikan sedikitpun.

Walaupun respon yang sudah ditetapkan semacam itu sendiri akan terasa nyaman.

Tapi aku tidak tahu respon semacam apa untuk disangka dari mereka berdua.

Selagi aku berpikir sambil berjalan, aku berakhir sampai ke depan ruangan itu. Aku rasa aku sedang berjalan dengan rada lamban, tapi apa tempat ini benar-benar sedekat itu? Biasanya, aku akan setidaknya melemparkan satu pandangan ke luar jendela, tapi hal tersebut kelihatannya tidak menarik perhatianku hari ini.

Aku membuat suatu helaan selagi aku berdiri di depan pintu tersebut… Aku ingin pulang. Pemikiran itu terlintas dala pikiranku. Tapi orang yang membuat permintaan bantuan itu diriku. Pilihan untuk mundur dari sini itu tidak ada.

Aku menyiapkan mentalku dan menggeser pintu ruangan tersebut.

Pintunya tidak terkunci dan karena matahari masih jauh di atas, ruangan itu dipenuhi oleh cahaya. Gordennya dibiarkan terbuka. Meja-meja dan kursi-kursi yang tidak dipakai ditumpuk di atas satu sama lain, tapi tiga tempat duduk dan satu meja ada di sana, tidak berbeda dari biasanya. Dan yang sedang duduk pada salah satu kursi itu adalah Yukinoshita.

Yukinoshita mengangkat kepalanya dari buku yang sedang dibacanya. Dia berbicara dengan ekspresi kalem yang biasa dan tidak berubah itu.

“Halo.”

“Ah, ya.”

Reaksi Yukinoshita itu lebih normal dari yang kusangka sampai itu terasa sedikit antiklimatik. Jadi itu intinya sesuatu yang menganggu hanya si orang tersebut sementara itu tidak menganggu orang-orang di sekelilingnya. Itulah suatu contoh utama sedang bersikap terlampau sadar-diri.

Sedikit lega, aku duduk di tempat duduk diagonal dari tempat duduk Yukinoshita dan mengeluarkan sebuah buku dari tasku. Aku membuka bukunya ke tempat penanda bukunya terletak, tapi aku sama sekali tidak ingat apa yang sudah kubaca. Ketika aku membalik kembali halaman-halamannya, aku akhirnya menemukan kalimat-kalimat yang familier.

Kelihatannya aku akhirnya akan bisa benar-benar selesai membaca setelah sekian lama.

Waktu damai dimana Yukinoshita dan aku tidak mengucapkan apa-apa berlanjut. Terkadang, suara halaman dibalik dan suara batuk dapat terdengar. Tapi batukan yang terus menerus itu akhirnya mengangguku. Ketika aku dengan santai melihatnya, Yukinoshita terbatuk sekali lagi sebelum berbicara.

“Um,”

Yukinoshita terbatuk lagi seakan sedang mencoba untuk menyingkirkan suaranya yang sedikit pecah. Dia melirik ke arahku untuk melihat bagaimana reaksiku, tapi ketika mata kami bertemu, dia segera memalingkan matanya.

“…Um, mengenai hari ini, bolehkah aku menanyakan tempat dan waktunya?”

Itu benar. Bahkan setelah aku memasuki ruangannya, aku kehilangan waktu yang pas untuk berbicara, tapi sekarang ini, aku sedang meminta Klub Servis untuk membantuku dengan acara Natal itu. Tapi kami kekurangan satu orang lagi. Kmi mungin sebaiknya menunggu dia.

“Aah, benar… Apa kamu keberatan jika kita menunggu Yuigahama untuk sampai ke mari dulu?”

“…Aku rasa begitu. Toh, itu akan menjadi dua kali kerja.”

Yukinoshita menurunkan matanya pada bukunya dan berkata dengan suara kecil. Semenjak itu, Yukinoshita tidak mengatakan sepatah kata pun dan aku juga tidak mengatakan sesuatu. Aku pikir waktu hening ini akan berlanjut untuk sedikit lebih lama lagi.

Tapi keheningan itu dikubur oleh suara pintu digeser dengan keras.

“Yahallo!”

Orang yang masuk terutama dengan begitu bersemangatnya mengatakan itu adalah Yuigahama.

“…Ya.”

“Halo.”

Ketika kami semua menukarkan sapaan kami, Yuigahama membuat sebuah senyuman puas dan menuju ke tempat duduk yang selalu didudukinya. Dan ketika dia sampai ke tempat duduknya, dia berpikir sejenak dan dengan ributnya menggeser tempat duduknya ke arah Yukinoshita. Tempat duduk itu kelihatannya jauh lebih ringan dari yang kuduga.

Setelah Yuigahama menyesauaikan posisi tempat duduknya, dia membuat suatu tawa “ehehe” selagi dia duduk.

“…Dekat.”

Ketika Yukinoshita membuat suatu gugaman kecil dan risih itu, dia menggeser tempat duduknya sedikit menjauh. Setelah itu, Yuigahama mengikutinya dengan menutupi jarak yang dibuka Yukinoshita dengan menggerakkan tempat duduknya lagi.

“…Um, Yuigahama-san… Bolehkan kamu bergeser agak menjauh sedikit?”

Yukinoshita berkata dengan segan dan ekspresi Yuigahama berubah menjadi cemberut. Dia kemudian menggerakkan tempat duduknya sedikit menjauh, meletakkan tangannya pada lututnya, dan menunduk ke bawah.

“Ah… Oke, aku rasa begitu…”

“Um, bukan itu apa yang…”

Melihat Yuigahama bertingkah seperti itu, Yukinoshita terlihat seperti dia ingin mengatakan sesuatu, tapi menjadi terdiam.

Itu adalah suatu percakapan yang masih terasa sedikit tidak nyaman entah dimana. Bahkan aku merasa letih hanya dengan melihat mereka.

Yah, kami memang membuat percakapan dangkal itu sudah untuk beberapa saat ini dan kami memang juga membuat kekacauan itu semalam. Itu mungkin sedikit sulit untuk mencoba akur kembali dengan satu sama lain seperti sebelumnya dengan begitu cepatnya. Atau begitulah yang kukatakan mengenai itu semua, tapi bahkan aku juga tidak tahu bagaimana menangani itu semua dengan semestinya.

Aku tidak tahu apa jawaban yang benarnya sekarang ini, tapi aku ingin percaya bahwa saat ini sekarang itu jauh lebih hidup dibanding waktu yang terbeku itu. Apapun itu, aku perlu melakukan apa yang mesti kulakukan.

Ketika aku mencoba untuk mencari waktu yang pas untuk berbicara pada mereka berdua, seperti yang bisa diduga, aku sudah terbatuk untuk beberapa kali.


× × ×


Catatan Tranlasi

<references>