Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 10 Third Memorandum"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m
m
 
Line 5: Line 5:
 
keadilan, Kejujuran dan cinta. tetapi ketika aku memikirkannya, mereka tidak berharga. segala hal tentangnya sungguh menggelikan.
 
keadilan, Kejujuran dan cinta. tetapi ketika aku memikirkannya, mereka tidak berharga. segala hal tentangnya sungguh menggelikan.
   
  +
Setiap kali aku merasakan perasaan itu, ada suara-suara menggema yang muncul tiba-tiba
Every time I had that feeling, there were sudden echoes.
 
   
  +
Aku sedang diandalkan. Aku sedang diandalkan.
I’m being relied on. I’m being relied on.
 
   
  +
Mendengarkan kata-kata yang aku pikir sebagai bisikan manis dari iblis membawa perubahan bertahap pada diriku menjadi orang yang terlalu mengandalkan orang lain.
Lending my ears to those words that I thought to be the sweet whispers of a devil brought my gradual transformation into a monster of reliance.
 
   
  +
Itu adalah saat-saat di mana kamu mulai menyadari keburukan dirimu sendiri sehingga kamu mati-matian menekannya. Ketika menyembunyikan keburukan itu, orang lain memandangnya sebagai kebenaran, dan pada akhirnya, keburukan itu menjadi sesuatu wajar bagimu dan keburukan itu menjadi kenyataan.
It’s when you came to realize your own evil that you become desperate to suppress it. In masking it away, others saw it as the truth, and eventually, it became something natural to you that it turned into the truth itself.
 
   
  +
Aku terlempar kedalam roda keraguan yang berputar tiada henti, seakan semuanya benar-benar selesai. Aku sudah tidak mampu membedakan apapun lagi.
I was thrown into an endless loop of doubt as to whether if that’s really all. I could no longer make the distinction on my own.
 
   
  +
Mungkin itulah alasannya aku telah menunggu, menunggu orang itu, yang benar-benar mampu melihat ke dalam diriku.
That’s why, perhaps, I had been waiting for that person who could surely see right through me.
 
   
  +
Sepanjang perjalan, aku mulai bersimpati / merasa kasihan kepada raja penganiaya yang jahat
Along the way, I began to sympathize with the evil tyrant king.
 
   
  +
"Ia tidak bisa percaya kepada siapapun", kurang lebih.
“He cannot trust people”, or so.
 
   
  +
Tapi semua orang sudah tahu bagaimana cerita ini akan berakhir.
But anyone knew how the conclusion of the story went.
 
   
  +
Bagaimanapun juga.
However.
 
   
  +
Bagaimana sebenarnya akhir dari cerita tersebut?
Just how exactly did the actual end turn out?
 
   
  +
Sang raja berkata,"Hati manusia tidak untuk dijadikan tempat bergantung."
The king said, “The heart of man is not to be relied on.”
 
   
  +
Apakah sang raja, bahkan hingga sampai saat ini, masik tidak mempercayai keberadaan hal-hal yang dinamakan "kebenaran" dan "ketulusan"?
Did the evil tyrant king, even to this day, still not trust in the existence of that truth and that sincerity?
 
   
  +
Apakah karena dulu sang raja telah kehilangan semua kepercayaan setelah mencoba untuk percaya dan kemudian ia tidak mampu lagi percaya meskipun semuanya sudah jelas, bahwa ia kira ia ingin mencoba kembali menjadi bagian dari kepercayaan tersebut, tetapi yang ia ingin coba adalah untuk menghancurkan semua itu?
Was it because he had lost all his trust after trying them and he became unable to rely on them despite their obvious transparency that he thought he wanted to try again by being a part of them, that he wanted to try destroying them?
 
   
  +
Jika pipimu harus ditampar sebagai penebusan kesalahan karena sudah memendam keraguan, lalu siapa orang yang paling harus ditampar?
If your cheeks must be struck as atonement for holding doubt, then who was the person that needed to be struck the most?
 
   
  +
Aku menutup buku dan melihat keluar jendela.
I shut the book and looked outside the window.
 
   
  +
Matahari telah terbenam jauh melewati cakrawala, secercah cahaya terakhir mulai menghilang secara perlahan.
The sun had already sunk far past the horizon, the final fragment of the afterglow disappearing in succession.
 
   
  +
Ketulusan. Atau mungkin, kebenaran.
Sincerity. Or perhaps, the truth.
 
   
  +
Jika kamu tidak bisa menyebutnya sebagai khayalan kosong, lalu apa lagi?
If you couldn’t call those empty delusions, then what else could you call them?
 
   
 
   
  +
Do genuine things really exist?
 
  +
Apakah keaslian itu benar-benar nyata?
   
 
<noinclude>
 
<noinclude>

Latest revision as of 13:41, 4 July 2015

aku tak tahu sudah berapa kali aku membacanya.

Dulu sekali, aku merasa memiliki sebuah hubungan dengan penggembala dari desa.

keadilan, Kejujuran dan cinta. tetapi ketika aku memikirkannya, mereka tidak berharga. segala hal tentangnya sungguh menggelikan.

Setiap kali aku merasakan perasaan itu, ada suara-suara menggema yang muncul tiba-tiba

Aku sedang diandalkan. Aku sedang diandalkan.

Mendengarkan kata-kata yang aku pikir sebagai bisikan manis dari iblis membawa perubahan bertahap pada diriku menjadi orang yang terlalu mengandalkan orang lain.

Itu adalah saat-saat di mana kamu mulai menyadari keburukan dirimu sendiri sehingga kamu mati-matian menekannya. Ketika menyembunyikan keburukan itu, orang lain memandangnya sebagai kebenaran, dan pada akhirnya, keburukan itu menjadi sesuatu wajar bagimu dan keburukan itu menjadi kenyataan.

Aku terlempar kedalam roda keraguan yang berputar tiada henti, seakan semuanya benar-benar selesai. Aku sudah tidak mampu membedakan apapun lagi.

Mungkin itulah alasannya aku telah menunggu, menunggu orang itu, yang benar-benar mampu melihat ke dalam diriku.

Sepanjang perjalan, aku mulai bersimpati / merasa kasihan kepada raja penganiaya yang jahat

"Ia tidak bisa percaya kepada siapapun", kurang lebih.

Tapi semua orang sudah tahu bagaimana cerita ini akan berakhir.

Bagaimanapun juga.

Bagaimana sebenarnya akhir dari cerita tersebut?

Sang raja berkata,"Hati manusia tidak untuk dijadikan tempat bergantung."

Apakah sang raja, bahkan hingga sampai saat ini, masik tidak mempercayai keberadaan hal-hal yang dinamakan "kebenaran" dan "ketulusan"?

Apakah karena dulu sang raja telah kehilangan semua kepercayaan setelah mencoba untuk percaya dan kemudian ia tidak mampu lagi percaya meskipun semuanya sudah jelas, bahwa ia kira ia ingin mencoba kembali menjadi bagian dari kepercayaan tersebut, tetapi yang ia ingin coba adalah untuk menghancurkan semua itu?

Jika pipimu harus ditampar sebagai penebusan kesalahan karena sudah memendam keraguan, lalu siapa orang yang paling harus ditampar?

Aku menutup buku dan melihat keluar jendela.

Matahari telah terbenam jauh melewati cakrawala, secercah cahaya terakhir mulai menghilang secara perlahan.

Ketulusan. Atau mungkin, kebenaran.

Jika kamu tidak bisa menyebutnya sebagai khayalan kosong, lalu apa lagi?


Apakah keaslian itu benar-benar nyata?


Mundur ke Bab 8 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 9

Catatan Tranlasi[edit]

<references>