Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 6 Bab 5"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m
m
Line 1: Line 1:
== Dengan Senang, Shiromeguri Meguri Membuat Semuanya Bekerja Keras ==
+
== Dengan Riang, Shiromeguri Meguri Membuat Semuanya Bekerja Keras ==
   
[[File:Oregairu 6 chapter 5.png|500px]]
+
[[File:Oregairu 6 chapter 5.png|300px]]
   
 
''Apa itu sesuatu yang tidak akan pernah habis, meskipun kamu terus melakukannya?''
 
''Apa itu sesuatu yang tidak akan pernah habis, meskipun kamu terus melakukannya?''
Line 81: Line 81:
 
|}
 
|}
 
==Catatan Translasi==
 
==Catatan Translasi==
<references> <references/>
 

Revision as of 11:38, 23 August 2024

Dengan Riang, Shiromeguri Meguri Membuat Semuanya Bekerja Keras

Oregairu 6 chapter 5.png

Apa itu sesuatu yang tidak akan pernah habis, meskipun kamu terus melakukannya?

Kerjaan.

Pemikiran seperti itu bertengger di dalam otakku selagi aku menghadap komputer dengan tatapan hampa.

Bahkan menuliskan notulensi sudah menjadi pekerjaanku sekarang. Kenapa itu bisa terjadi? Aku berani bersumpah bahwa kepala bagian Dokumentasi, anak kelas tiga, yang seharusnya mengerjakan itu.

"Dokumentasi, kalian masih belum menyerahkan notulensi minggu lalu." Semua itu bermula dengan satu kalimat itu dari Ibu Wakil Ketua Komite.

Siapa yang bertanggung jawab atas notulennya? Absen ya? Jadi siapa selanjutnya? Mereka juga tidak hadir. Baru siapa selanjutnya? Selanjutnya? Selanjutnya...

Selanjutnya itu aku.

Ketika aku mengatakan bahwa aku akan mengerjakannya, aku mendengus 'fuhi'[1].

Tentu saja aku tidak akan ingat isi rapat minggu lalu. Setengah dari notulensi ini isinya karangan, untaian kata-kata abstrak yang terlihat cocokː perkembangan acara berjalan baik, lihat lampiran laporan perkembangan, melakukan penyesuaian, berbagai hal sedang direncanakan dan sebagainya aku isi terus. Tidak masalah. Ketua yang akan bertanggung jawab. Itu fungsi ketua.

Aku mengakhirinya ketika aku rasa sudah cukup baik dan meneguk teh yang kutuang untukku sendiri.

Ruangan ini lebih senyap dibanding biasanya, jadi banyak pekerjaan yang bisa kuselesaikan, pikirku. Melirik ke sekeliling ruangan konferensi, ada kurang dari dua puluh orang yang bekerja sepertiku. Lima darinya berasal dari OSIS. Seharusnya ada dua anak dari setiap kelas yang bergabung ke komite budaya, tapi pada saat ini, bahkan tidak ada setengahnya disini.

Orang yang paling agresif mengerjakan pekerjaannya adalah Yukinoshita. Mungkin karena Haruno tidak ada disini hari ini, dia bisa menyelesaikan tugasnya dengan tenang. Dia terlihat bekerja lebih banyak dan lebih lama dibanding sebelumnya. Mungkin karena persaingannya dengan Haruno.

Dan juga jumlah tugas yang ada semakin meningkat.

Pasti kedatangan kelompok voluntir Haruno yang memicu kemunculan kelompok-kelompok baru ini, yang berarti kami kebanjiran tugas penyesuaian untuk dilakukan.

Kami tidak akan sanggup mengerjakan itu semua dengan jumlah kami yang terus berkurang jika bukan karena usaha dari para anggota OSIS, talenta dari Yukinoshita dan bantuan Haruno. Dia kadang-kadang muncul kemari untuk mengerjakan beberapa hal selagi dia disini untuk berlatih dengan kelompok voluntirnya. Entah bagaimana, kami masih bisa bertahan.

Saat aku beristirahat, aku mengamati bagaimana keadaan yang lain dan menemukan seseorang yang juga sedang beristirahat.

Orang itu Meguri. Ketika matanya bertemu dengan mataku, dia berusaha untuk berbicara denganku. “Uh, um…” Kelihatannya dia sedang mencoba untuk mengingat namaku. Aku merasa dia akan bertanya padaku dengan riang, Maaf, siapa namamu lagi? Dan itu akan membuat diriku sedih, jadi aku memutuskan untuk mulai bicara terlebih dulu.

“Terima kasih atas kerja kerasmu.”

“Ya, kamu juga.” Meguri tersenyum. Aku dapat melihat sentuhan kelelahan di dalam ekspresinya. Jika ini terus dibiarkan, beban pada setiap orang akan meningkat. Ya, kamu bisa bilang mau bagaimana lagi, dan ya, kamu benar.

“Jadi…,” tuturku, “jumlah kita semakin berkurang ya?”

“Ya…kelihatannya mereka sibuk dengan yang lain.” Ruangan konferensi ini sangat sepi, sampai terasa lebih luas dari yang seharusnya. "Ta-tapi aku yakin akan makin banyak orang yang datang besokǃ" kata Meguri. Itu mungkin tidak akan terjadi.

Malah, semakin lama akan semakin banyak orang yang pergi. Setelah mereka sadar bahwa jika mereka tidak datang juga tidak ada masalah, jumlah kehadiran akan terus menurun pesat.

Ada sesuatu yang dinamakan "teori jendela pecah."

Katakan ada suatu jendela yang pecah pada bangunan di suatu kota. Jika kamu membiarkannya begitu saja, itu akan memicu rasa apatis, dan rasa apatis itu akan mengikis nilai moral kita, dan meningkatkan kriminalitas. Teori sebab musabab ini dinamakan “teori jendela pecah.”

Pada dasarnya, manusia itu tidak tegas pada dirinya sendiri.

Tidak semua anggota komite budaya bergabung secara sukarela. Beberapa, seperti aku, dipaksa untuk bergabung ke dalamnya. Tapi mereka tetap akan mengerjakan tugas mereka karena mereka percaya bahwa orang lain juga bekerja keras, dan hati nurani mereka akan memicu mereka untuk terus bekerja. Jika kamu menghilangkan persepsi atau dorongan yang mencegah mereka bermalas-malasan, semuanya akan runtuh. Itu sudah jelas.

Akan lebih mudah untuk mencari alasan untuk tidak mencoba dibanding untuk mencoba. Aku yakin semua orang pernah merasakannya, entah saat belajar atau saat berdiet. Kamu akan memakai alasan cuaca lah, suhu lah, suasana hatimu lah— seribu satu alasan dicari untuk tidak melakukannya.

Di suatu titik, kita tidak akan bisa melakukannya lagi. Meguri pasti juga memahaminya. Tapi tidak ada orang yang tahu apa yang harus dilakukan atau bagaimana untuk keluar dari situasi ini. Ketua komitenya sendiri juga tidak hadir, dan wakil ketuanya teramat bertalenta, dia sangat amat bisa mengerjakan pekerjaan orang-orang yang tidak hadir.

Meguri dan aku sama-sama menyesap teh kami dengan hening. Aku menikmati momen damai ini bersamanya (tentu saja, tanpa berbicara), tapi kami tidak bisa beristirahat lama. Seiring waktu mendekati festival, aktivitas semakin meningkat, dan peningkatan aktivitas itu menambah lebih banyak pekerjaan.

Sekarang juga sudah ada tok, tok pada pintu ruangan konferensi.

Omong-omong, aku dengar bahwa dun du du duuun dari "Fate" karya Beethoven itu adalah suara takdir yang sedang mengetok pintu. Jika itu benar, takdir itu punya tata krama yang baik.

Aku rasa orang yang sedang mengetok pintu saat ini akan membawa lebih banyak pekerjaan. Artinya, takdir sama dengan pekerjaan, dan diriku, dalam usaha untuk hidup tanpa bekerja, adalah dirinya yang sedang berusaha melawan takdir. Aku rasa mereka harus mengambil kisah hidupku menjadi suatu game dengan genre "RPG - Bertarung Melawan Takdir untuk Bekerja". Aku harap aku bisa memakai royalti darinya untuk menghidupi diriku tanpa harus bekerja.

“Masuk,” seru Meguri, karena tidak ada yang membalasnya.

Seseorang melangkah masuk, sembari berkata, "Permisi." Orang yang mengetuk pintu surga[2] tersebut adalah Hayama Hayato.

X X X

Mundur ke Bab 4 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 6

Catatan Translasi

  1. Eroge-like Idol Master (エロゲーッぽいアイマス) – Fuhiho (フヒ歩) adalah karakter di game tersebut yang menyeru “fuhi” setiap kali dia bersemangat atau lagi birahi, intinya, si mesum.
  2. Knockin’ on Heaven’s Door (Mengetuk Pintu Surga) adalah lagu dari Guns N' Roses