Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 6 Bab 5"
m |
m |
||
Line 219: | Line 219: | ||
Hayama tersenyum lebar, dan Meguri mengangguk dengan bersemangat. |
Hayama tersenyum lebar, dan Meguri mengangguk dengan bersemangat. |
||
+ | |||
+ | ===5-3=== |
||
+ | “Kelihatannya jumlah kita semakin sedikit sekarang...” |
||
+ | |||
+ | Seminggu setelahnya di suatu rapat komite, terdapat lebih sedikit peserta dibanding sebelumnya. Bahkan tidak perlu dibandingkan dengan sebelumnya. Selain Yukinoshita, aku hanya dapat melihat beberapa anak OSIS disini. |
||
+ | |||
+ | Meguri mengerang pasrah. “Aku sudah mencoba memanggil mereka. Mungkin aku seharusnya langsung menolak ide dari Sagami...,” katanya dengan penyesalan. |
||
+ | |||
+ | Dia pasti mengacu pada pernyataan Sagami sebelumnya bahwa kelas itu juga penting. |
||
+ | |||
+ | Tangan Yukinoshita berhenti membalik halaman dokumennya. “Tidak masalah. Aku akan mengurus penilaian dan pemberian izin permohonan dari setiap bagian sendiri. Aku yakin kita akan bisa terus lanjut tanpa masalah sampai akhir." Semuanya terlihat berjalan dengan lancar, mungkin karena realokasi dari beban kerjanya. |
||
+ | |||
+ | Mungkin aku tahu ini dari manga atau anime, tapi kata mereka hanya 20 persen semut yang bekerja dengan serius. 20 persennya tidak bekerja sama sekali. Untuk 60 persen sisanya, kadang mereka bekerja kadang tidak. Sepertinya ini juga berlaku untuk manusia. |
||
+ | |||
+ | Intinya 60 persen itu sedang melihat situasinya untuk memutuskan mau mengikuti kelompok yang mana. Atau mungkin, mereka berpindah-pindah di antara kedua kelompok itu agar tidak membuat masalah. |
||
+ | |||
+ | Melihat keadaan komite budaya saat ini, prospek kelompok semut yang bekerja keras tidak terlihat baik. Memang orang-orang itu bukannya sengaja tidak datang. Tapi ada peraturan tidak tertulis yang berkata" ''Kamu tidak usah datang.'' |
||
+ | |||
+ | Semua orang anehnya merasa lebih tenang ketika mereka menang jumlah. Memang benar; kamu merasa bahwa ''Kalau semua orang juga begitu, kurasa aku begitu juga tidak masalah.'' Jadi bisa dibilang, bekerja keras bukanlah tren pada komite budaya saat ini. |
||
+ | |||
+ | Aku menjadi bagian dari minoritas-lagi. Kurasa memang sudah takdir aku seperti ini. |
||
+ | |||
+ | Tapi bahkan di antara mereka yang tersisa, ada beberapa orang yang memang bekerja dengan sepenuh hati. Seperti yang bisa kamu tebak, OSIS memiliki rasa tanggung jawab dan solidaritas yang tinggi. Mereka memainkan peran yang aktif baik dalam tugas biasa mereka sebagai anggota OSIS dan juga tugas mereka sebagai anggota komite budaya. |
||
+ | |||
+ | Mungkin mereka bisa seperti itu karena karisma dari pemimpin mereka, Meguri. Hari ini, seperti hari-hari lainnya, anggota OSIS bekerja sama untuk mendukung ketua mereka yang riang tapi agak sedikit bebal. |
||
+ | |||
+ | Meguri juga membalas kerja keras mereka dengan baik. Dia berkeliling menyapa semua anggota dan orang-orang yang hadir di sana. "Jumlah kita tidak banyak, tapi tetap ada orang yang terus hadir, jadi kita harus tetap semangat bekerja. Aku mohon bantuan kalian semua, oke?” |
||
+ | |||
+ | “Ha-ha-ha, terima kasih, kurasa…,” sahutku. Dia bahkan juga datang berbicara padaku. ''Untunglah...'' Kalau cuma aku yang tidak disemangati olehnya, aku benar-benar tidak akan hadir besok. |
||
+ | |||
+ | Aku meletakkan tasku dan melihat tugasku untuk hari ini. Karena aku sudah terus mengerjakan tugasku sedikit demi sedikit, banyak tugas yang sudah kuselesaikan. Kalau aku bekerja seperti ini terus, tidak lama lagi aku akan selesai semuanya. |
||
+ | |||
+ | Saat aku sedang perlahan-lahan menggarap pekerjaanku, bahuku ditepuk beberapa kali. |
||
+ | |||
+ | Ketika aku berpaling ke belakang, muncul Hayama yang membawa sejumlah berkas. Meskipun anggota komite yang datang cuma sedikit, Hayama tetap kadang-kadang akan hadir. Malah, dia secara aktif datang untuk bekerja. Tentu saja, dia tidak datang setiap hari, tapi kelihatannya dia berusaha datang kalau ada waktu. |
||
+ | |||
+ | Hayama itu orang yang baik. |
||
+ | |||
+ | “Maaf menganggu pekerjaanmu.” katanya. “Bantu aku menyusun permohonan perlengkapan ini. Tiga puluh menit saja.” |
||
+ | |||
+ | “O-oke…” Dia tidak cuma memberiku waktu tenggang, tapi dia juga menjelaskan dengan baik apa yang akan kami lakukan, jadi aku tidak dapat menemukan alasan untuk menolaknya. Bagus juga caranya untuk mencari bantuan orang. |
||
+ | |||
+ | Dia adalah manager yang ideal. Dan saat ini, aku adalah anak buah Hayama yang menabjubkan. ''Ahhh, Aku mau mati.'' |
||
+ | |||
+ | Ketika kami mengerjakan tugasnya tanpa bersuara, ada seseorang yang membuka pintunya dengan derikan keras. Di dalam ruangan konferensi yang sepi senyap, suara tersebut terdengar amat nyaring. |
||
+ | |||
+ | Semua mata tertuju pada Hiratsuka-sensei, yang berdiri di depan pintu dan mengisyaratkan dengan tangannya. "Yukinoshita, ada waktu sebentar?" |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita mengangkat kepalanya ke atas layar komputer di mejanya. “Hiratsuka-sensei... Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku saat ini. Kalau tidak keberatan, sensei bisa mengatakannya padaku disini." sahutnya. |
||
+ | |||
+ | Hiratsuka-sensei memikirkannya sejenak. “Hmm... Yah, kita tidak harus begitu formal tentang hal ini...” Dia melangkah ke dalam ruangan konferensi dan berdiri di samping Yukinoshita. "Sepertinya kamu masih belum memilih jurusanmu," katanya. |
||
+ | |||
+ | “…Maaf. Aku belum sempat mengisinya.” Yukinoshita melirik ke bawah, terlihat malu. Dia melepaskan tangannya dari komputer dan meletakkannya dengan pelan di atas pangkuannya. |
||
+ | |||
+ | “Ahh… Aku paham kalau komite ini menghabiskan banyak waktumu, tapi jangan bekerja terlalu keras.” |
||
+ | |||
+ | “Aku mengerti.” |
||
+ | |||
+ | Hiratsuka-sensei tersenyum seakan sedang memberikan teguran pelan, dan balasan Yukinoshita singkat dan padat. |
||
+ | |||
+ | “Hmm… Yah, kamu bisa mengisinya setelah festival budaya selesai. Karena kamu masuk ke kurikulum internasional, pilihanmu tidak akan banyak berpengaruh pada pengaturan kelas. Kamu masih ada waktu. Sebenarnya, itu cuma semacam survei. Tidak usah berpikir terlalu dalam.” Hiratsuka-sensei menepuk kepala Yukinoshita dengan pelan, hampir seakan dia sedang membelai rambutnya, kemudian meninggalkan ruangan sambil mengangkat lengannya. Yukinoshita merapikan rambutnya kembali dengan wajah jengkel selagi dia melihatnya pergi. |
||
+ | |||
+ | Aku sedikit terkejut bahwa ''sang'' Yukinoshita belum mengumpulkan sesuatu seperti itu. Sepertinya, bukan cuma aku sendiri yang merasakannya, karena Hayam juga melirik Yukinoshita dengan tatapan sangsi. Aku dan Hayama sama-sama berhenti bekerja. |
||
+ | |||
+ | “Hei... apa kita sudah selesai?" tanyaku. Sulit untuk mengatakannya ketika pasanganmu bekerja sepenuh hati, tapi setelah tugas kita terhenti, aku bisa mengatakannyaǃ Aku mau kebebasanǃ |
||
+ | |||
+ | Hayama kembali tersadar dan tersenyum padaku. "Ya, maaf. Ayo kita mulai lagi." |
||
+ | |||
+ | ''Bukan itu maksudku...'' Aku sedang coba bertanya, ''Apa aku bisa berhenti melakukan tugas ini sekarang?'' Ini bukan permohonan untuk memulainya lagi. Tapi sekarang setelah Hayama menanggapi komentarku dengan itikat baik dan bahkan memberiku senyuman Hayama-nya, aku tidak bisa mengatakan dia salah paham. |
||
+ | |||
+ | Dan sebenarnya, tiga puluh menit yang dijanjikannya padaku belum usai. Ya... Aku tidak akan bisa kabur. |
||
+ | |||
+ | Aku sedang mengetik informasi dari permohonan tersebut ke dalam Excel dan menyusunnya menjadi suatu daftar ketika Meguri, yang sedang mengerjakan tugasnya di dekatnya, memulai percakapan dengan Yukinoshita. "Jadi apa yang akan kamu pilih, Yukinoshita, IPS atau IPA?” |
||
+ | |||
+ | “Aku masih belum memutuskannya.” |
||
+ | |||
+ | “Tidak apa! Ya, ya. Aku paham sulitnya mengambil keputusan ituǃ Aku juga kesulitan. Jadi kamu unggul di bidang apa? IPA?" |
||
+ | |||
+ | “...Bukan begitu...” sebenarnya Yukinoshita tidak terlihat marah, tapi jawabannya sangat dingin. Meguri tidak tahu bagaimana cara menjawabnya. |
||
+ | |||
+ | Tangan Hayama berhenti bekerja, dan dia mengangkat kepalanya dari layar komputernya. "Kamu pandai pada bidang IPS juga, huh, Yukinoshita?” |
||
+ | |||
+ | “Oh, benarkah?” kata Meguri, merasa lega melihat Hayama mengikuti percakapannya. |
||
+ | |||
+ | Dipikir-pikir lagi, aku juga agak merasa bahwa Yukinoshita juga ahli di bidang IPS. Di angkatan kami, aku peringkat tiga di bahasa Jepang, sementara Hayama peringkat dua, dan Yukinoshita peringkat pertama. Kami tidak tergoyahkan di tiga besar, dan jika kami semua memilih jurusan IPS, kami mungkin juga akan menduduki peringkat atas di sana juga. Omong-omong, Yukinoshita juga banyak membaca, dan aku rasa dia juga banyak kecondongan ke arah IPS, setidaknya pandanganku seperti itu dari luar. |
||
+ | |||
+ | “Aku masuk IPS, lho,” kata Meguri. “Kalau kamu tidak yakin mau pilih apa, tanya apa saja padakux!” |
||
+ | |||
+ | “Haa… Terima kasih. Aku berterima kasih atas keprihatinanmu.” |
||
+ | |||
+ | ''Sopan sekali'' atau pikirku begitu, tapi dia sedang menolaknya secara amat tidak langsung. |
||
+ | |||
+ | Tapi Meguri sepertinya tidak menyadarinya. Dia terus mengoceh dengan agak semangat. "Ya, yaǃ Ohǃ Aku tidak terlalu tahu mengenai jurusan IPA, jadi aku tidak bisa menjawab tentang itu. Tapi Haru masuk jurusan IPA, jadi kurasa kamu bisa bertanya padanya.” |
||
+ | |||
+ | “...Kamu benar.” Tiba-tiba, ekspresi Yukinoshita terlihat kelam. |
||
+ | |||
+ | Aku ragu Yukinoshita akan pernah bertanya pada Haruno. |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita sebelumnya juga tidak banyak bicara, tapi setelah itu, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Suasananya menjadi hening, jadi Meguri juga berhenti berbicara dengan sendirinya. Setelah itu, satu-satunya suara yang terdengar di ruangan itu adalah suara ketikan komputr dan gemeresik dokumen, seperti kode Morse yang dilakukan dengan buruk. |
||
+ | |||
+ | Di dalam keheningan tersebut, bahkan suatu ''ahem'' saja akan menarik perhatianmu. Bahkan suara batuk ringan seakan untuk mengecek keadaan suaranya membuat mataku berkeliling untuk mencari sumbernya. |
||
+ | |||
+ | “...Ketua 2-F. Berkas permohonan pertunjukkanmu masih belum dikumpulkan." Dengan berkas di tangannya, Yukinoshita menghela pendek. |
||
+ | |||
+ | Masih ada orang yang masih belum mengumpulkan berkas itu? Astaga. Siapa itu? ...Itu akuuuuǃ Rasa keterikatanku pada kelasku begitu lemah sampai aku sepenuhnya lupa. |
||
+ | |||
+ | Tunggu dulu, bukankah Sagami bilang dia akan melakukannya? Yah, dia juga tidak menghadiri rapat komite belakangan ini, jadi aku tidak bisa menanyakannya. |
||
+ | |||
+ | “...Maaf, aku akan menulisnya.” |
||
+ | |||
+ | ''Aku bisa saja menunggu, tapi berkas itu mungkin tidak akan terkumpul, jadi aku tulis saja sendiri.'' |
||
+ | |||
+ | “Baik... Kumpulkan itu hari ini.” |
||
+ | |||
+ | Aku mengambil berkas itu dari Yukinoshita dan mulai menulis. |
||
+ | |||
+ | ''Jumlah orang, nama perwakilan, nama registrasi, perlengkapan yang diperlukan, nama guru wali kelas... Ayolah, kenapa dia mau aku menggambar diagramnya juga? Kamu yakin kamu mau menantang pelukis sampah sepertiku ini?'' |
||
+ | |||
+ | Aku membaca sekilas hal-hal lain yang perlu diisi. |
||
+ | |||
+ | ''Ah-ha... Aku tidak tahu.'' |
||
+ | |||
+ | Komitmenku untuk tidak berpartisipasi di dalam aktivitas kelasku telah membuahkan hasil. Tentu saja aku tidak tahu nama registrasi mereka, apalagi jumlah orang yang berpartisipasi di dalamnya. |
||
+ | |||
+ | Tapi untuk saat seperti inilah ''dia'' ada di sini. Malah, cuma untuk saat seperti ini aku perlu dia. "Hayama, apa yang kuisi disini?" tanyaku padanya. |
||
+ | |||
+ | Dia terlihat berpikir sejenak. "Maaf, aku tidak begitu tahu semua tentang itu." |
||
+ | |||
+ | “Tidak masalah. Aku karang saja isinya.” |
||
+ | |||
+ | “Uh, kamu tidak boleh begitu.” |
||
+ | |||
+ | “...Aku bisa mendengarmu.” mata Yukinoshita tetap terkunci di depan layarnya, tapi suaranya sudah cukup sebagai peringatan. |
||
+ | |||
+ | Hayama tersenyum masam. "Kurasa lebih cepat kalau kamu bertanya pada mereka yang ada di kelas." |
||
+ | |||
+ | “Baiklah kalau begitu.” Aku mengambil berkas-berkas itu dan pergi ke kelas 2-F. |
||
X X X |
X X X |
Revision as of 11:38, 25 August 2024
Dengan Riang, Shiromeguri Meguri Membuat Semuanya Bekerja Keras
5-1
Apa itu sesuatu yang tidak akan pernah habis, meskipun kamu terus melakukannya?
Kerjaan.
Pemikiran seperti itu bertengger di dalam otakku selagi aku menghadap komputer dengan tatapan hampa.
Bahkan menuliskan notulensi sudah menjadi pekerjaanku sekarang. Kenapa itu bisa terjadi? Aku berani bersumpah bahwa kepala bagian Dokumentasi, anak kelas tiga, yang seharusnya mengerjakan itu.
"Dokumentasi, kalian masih belum menyerahkan notulensi minggu lalu." Semua itu bermula dengan satu kalimat itu dari Ibu Wakil Ketua Komite.
Siapa yang bertanggung jawab atas notulennya? Absen ya? Jadi siapa selanjutnya? Mereka juga tidak hadir. Baru siapa selanjutnya? Selanjutnya? Selanjutnya...
Selanjutnya itu aku.
Ketika aku mengatakan bahwa aku akan mengerjakannya, aku mendengus 'fuhi'[1].
Tentu saja aku tidak akan ingat isi rapat minggu lalu. Setengah dari notulensi ini isinya karangan, untaian kata-kata abstrak yang terlihat cocokː perkembangan acara berjalan baik, lihat lampiran laporan perkembangan, melakukan penyesuaian, berbagai hal sedang direncanakan dan sebagainya aku isi terus. Tidak masalah. Ketua yang akan bertanggung jawab. Itu fungsi ketua.
Aku mengakhirinya ketika aku rasa sudah cukup baik dan meneguk teh yang kutuang untukku sendiri.
Ruangan ini lebih senyap dibanding biasanya, jadi banyak pekerjaan yang bisa kuselesaikan, pikirku. Melirik ke sekeliling ruangan konferensi, ada kurang dari dua puluh orang yang bekerja sepertiku. Lima darinya berasal dari OSIS. Seharusnya ada dua anak dari setiap kelas yang bergabung ke komite budaya, tapi pada saat ini, bahkan tidak ada setengahnya disini.
Orang yang paling agresif mengerjakan pekerjaannya adalah Yukinoshita. Mungkin karena Haruno tidak ada disini hari ini, dia bisa menyelesaikan tugasnya dengan tenang. Dia terlihat bekerja lebih banyak dan lebih lama dibanding sebelumnya. Mungkin karena persaingannya dengan Haruno.
Dan juga jumlah tugas yang ada semakin meningkat.
Pasti kedatangan kelompok voluntir Haruno yang memicu kemunculan kelompok-kelompok baru ini, yang berarti kami kebanjiran tugas penyesuaian untuk dilakukan.
Kami tidak akan sanggup mengerjakan itu semua dengan jumlah kami yang terus berkurang jika bukan karena usaha dari para anggota OSIS, talenta dari Yukinoshita dan bantuan Haruno. Dia kadang-kadang muncul kemari untuk mengerjakan beberapa hal selagi dia disini untuk berlatih dengan kelompok voluntirnya. Entah bagaimana, kami masih bisa bertahan.
Saat aku beristirahat, aku mengamati bagaimana keadaan yang lain dan menemukan seseorang yang juga sedang beristirahat.
Orang itu Meguri. Ketika matanya bertemu dengan mataku, dia berusaha untuk berbicara denganku. “Uh, um…” Kelihatannya dia sedang mencoba untuk mengingat namaku. Aku merasa dia akan bertanya padaku dengan riang, Maaf, siapa namamu lagi? Dan itu akan membuat diriku sedih, jadi aku memutuskan untuk mulai bicara terlebih dulu.
“Terima kasih atas kerja kerasmu.”
“Ya, kamu juga.” Meguri tersenyum. Aku dapat melihat sentuhan kelelahan di dalam ekspresinya. Jika ini terus dibiarkan, beban pada setiap orang akan meningkat. Ya, kamu bisa bilang mau bagaimana lagi, dan ya, kamu benar.
“Jadi…,” tuturku, “jumlah kita semakin berkurang ya?”
“Ya…kelihatannya mereka sibuk dengan yang lain.” Ruangan konferensi ini sangat sepi, sampai terasa lebih luas dari yang seharusnya. "Ta-tapi aku yakin akan makin banyak orang yang datang besokǃ" kata Meguri. Itu mungkin tidak akan terjadi.
Malah, semakin lama akan semakin banyak orang yang pergi. Setelah mereka sadar bahwa jika mereka tidak datang juga tidak ada masalah, jumlah kehadiran akan terus menurun pesat.
Ada sesuatu yang dinamakan "teori jendela pecah."
Katakan ada suatu jendela yang pecah pada bangunan di suatu kota. Jika kamu membiarkannya begitu saja, itu akan memicu rasa apatis, dan rasa apatis itu akan mengikis nilai moral kita, dan meningkatkan kriminalitas. Teori sebab musabab ini dinamakan “teori jendela pecah.”
Pada dasarnya, manusia itu tidak tegas pada dirinya sendiri.
Tidak semua anggota komite budaya bergabung secara sukarela. Beberapa, seperti aku, dipaksa untuk bergabung ke dalamnya. Tapi mereka tetap akan mengerjakan tugas mereka karena mereka percaya bahwa orang lain juga bekerja keras, dan hati nurani mereka akan memicu mereka untuk terus bekerja. Jika kamu menghilangkan persepsi atau dorongan yang mencegah mereka bermalas-malasan, semuanya akan runtuh. Itu sudah jelas.
Akan lebih mudah untuk mencari alasan untuk tidak mencoba dibanding untuk mencoba. Aku yakin semua orang pernah merasakannya, entah saat belajar atau saat berdiet. Kamu akan memakai alasan cuaca lah, suhu lah, suasana hatimu lah— seribu satu alasan dicari untuk tidak melakukannya.
Di suatu titik, kita tidak akan bisa melakukannya lagi. Meguri pasti juga memahaminya. Tapi tidak ada orang yang tahu apa yang harus dilakukan atau bagaimana untuk keluar dari situasi ini. Ketua komitenya sendiri juga tidak hadir, dan wakil ketuanya teramat bertalenta, dia sangat amat bisa mengerjakan pekerjaan orang-orang yang tidak hadir.
Meguri dan aku sama-sama menyesap teh kami dengan hening. Aku menikmati momen damai ini bersamanya (tentu saja, tanpa berbicara), tapi kami tidak bisa beristirahat lama. Seiring waktu mendekati festival, aktivitas semakin meningkat, dan peningkatan aktivitas itu menambah lebih banyak pekerjaan.
Sekarang juga sudah ada tok, tok pada pintu ruangan konferensi.
Omong-omong, aku dengar bahwa dun du du duuun dari "Fate" karya Beethoven itu adalah suara takdir yang sedang mengetok pintu. Jika itu benar, takdir itu punya tata krama yang baik.
Aku rasa orang yang sedang mengetok pintu saat ini akan membawa lebih banyak pekerjaan. Artinya, takdir sama dengan pekerjaan, dan diriku, dalam usaha untuk hidup tanpa bekerja, adalah dirinya yang sedang berusaha melawan takdir. Aku rasa mereka harus mengambil kisah hidupku menjadi suatu game dengan genre "RPG - Bertarung Melawan Takdir untuk Bekerja". Aku harap aku bisa memakai royalti darinya untuk menghidupi diriku tanpa harus bekerja.
“Masuk,” seru Meguri, karena tidak ada yang membalasnya.
Seseorang melangkah masuk, sembari berkata, "Permisi." Orang yang mengetuk pintu surga[2] tersebut adalah Hayama Hayato.
5-2
“Aku datang untuk mengumpulkan permohonan voluntirku…,” kata Hayama pada Yukinoshita ketika dia melihatnya.
“Permohonan di sebelah kanan, di belakang,” sahutnya, sembari jemarinya terus mengetik. Dia akan mendapat nilai nol kalau melayani pelanggan seperti itu, tapi, yah, ini Yukinoshita, jadi sudah biasa.
Sepertinya Hayama memahaminya dengan cukup baik, karena dia pergi ke bagian permohonan dengan ucapan "Terima kasih." yang lancar.
Sekarang Hayama sudah selesai melakukan tugasnya, tapi anehnya, dia masih disini. Dia malah beranjak ke arahku. "...Jumlah kalian semakin sedikit ya?"
Oh, itu. “Ya, begitulah.”
“Hmm…” Dia mengusap-usap rambut di tengkuknya sambil berpikir.
Hei, kalau rambutmu itu menganggumu, potong saja. Tapi seperti biasa, setiapkali dia berada di dekatku, aku anehnya merasa jengkel...
"Jadi... apa yang kamu perlukan?" tanyaku, karena tidak tahan lagi, dan dia tersenyum lebar padaku.
“Oh, tidak ada apa-apa. Aku cuma menunggu berkasku diperiksa. Dia bilang dia akan melihatnya apakah ada yang kurang atau tidak."
Itu saja? Jadi kenapa dia berdiri persis di sampingku? heranku, tapi aku lalu sadar bahwa dia bawaannya seperti itu. Aku tidak tahu mengapa, tapi tipe-tipe seperti ini akan membentuk kelompok meskipun mereka tidak perlu melakukannya. Kurasa ketika mereka melihat wajah yang mereka kenal, mereka tidak sanggup menahan diri untuk tidak menghampirinya. Mungkin akan lebih kurang menjengkelkan bagiku untuk menganggapnya seperti kebiasaan seekor anak anjing.
Sementara itu, kami mendapatkan tamu lagi, dan lagi.
Bukan hanya kelompok voluntir yang perlu mengisi formulir permohonan pertunjukkan mereka; kelas dan klub juga perlu melakukannya. Untuk voluntir, kami juga harus memperhatikan jadwal penggunaan panggung dan masalah perlengkapan, yang merupakan bagian dari tugas Humas, tapi para OSIS menangani semua permohonan itu. Untuk hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan minuman, bagian Kesehatan dan Sanitasi yang akan menanganinya, dan mereka yang akan mengevaluasi dan memberi perizinan.
Batas tenggang untuk permohonan sudah hampir tiba, dan itu berkontribusi dalam jumlah pengunjung yang lebih banyak dibanding biasanya hari ini. Tapi waktu kedatangan mereka semua tidak pas, karena tidak ada cukup orang di setiap bagian permohonan, jadi situasi mulai menjadi kacau. Itulah ketika kami mendapat beberapa pemohon yang tidak tahu mau kemana.
Seorang gadis yang terlihat bingung, mungkin anak kelas satu, yang tidak tahu mesti bagaimana datang untuk bertanya. Pada Hayama... Pada Hayama. "Um... aku mau mendaftar voluntir..."
“Permohonan untuk kelompok voluntir ada di sebelah sana." Dia membantunya dengan begitu lancarnya, seakan dia sendiri bagian dari komite. Tentu saja, itu memancing kesalah-pahaman, jadi semua orang yang datang dengan permohonan mereka diberitahu, Oh, tanya Hayama, tanya Hayama sajaǃ
“Aku tidak tahu cara mengisi ini... Apa boleh tolong bantu aku mengisinya?”
“Ya, kalau kamu tidak keberatan dengan bantuanku.”
Aku rasa gadis ini datang minta bantuan karena itu kamu, Hayama. Selagi Hayama menjelaskan kepadanya dengan lebih terperinci, suatu barisan terbentuk di belakangnya.
“Bantu aku,” kata Hayama padaku.
“Ah, hei—” Sebelum aku menyadarinya, aku sudah dipaksa membantunya. Apa gadis-gadis yang dioperkan padaku sekilas terlihat kecewa? Ya, pasti.
Hayama dan aku sama-sama menjadi sibuk, dan kami menangani antriannya sebisa mungkin. Meguri juga bergegas membantu, dan kami bertiga menangani permohonan mereka sampai akhirnya gelombang keramaian tersebut usai.
“Maaf ya. Terima kasih atas bantuannya!” Ketika situasinya mereda untuk sementara waktu, Meguri menuangkan teh. Untuk Hayama... Untuk Hayama. Yah, dia pasti merasa tidak enak karena yang bukan anggota komite sepertinya membantu kami. Tapi, um, aku juga bekerja di luar tugasku, tahu... hiks.
Hayama berterima kasih pada Meguri sembari menyesap minumannya dan lalu bertanya, "Apakah kalian cukup tenaga?"
“Aku tidak tahu paham semua situasinya," kataku. "Kami para bawahan sudah cukup sibuk dengan tugas kami sendiri."
“Jadi kamu di bagian mana?”
“Dokumentasi,” sahutku.
“Ah.” Kelihatannya itu masuk akal buatnya. “Cocok sekali.”
Kamu mau ajak berantam disini?
Setelah melihat situasinya sendiri, Hayama sepertinya memiliki gambaran kasar apa yang sedang terjadi. Dia mengangguk dengan tatapan seperti sudah tahu segalanya. “Oh begitu. Pasti sulit, ya.”
“…Oh, tidak juga.” Tidak ada masalah. Malah kebalikannyaː Masalahnya disini adalah karena tidak ada masalah disini.
Yukinoshita menangani hampir semuanya sendirian. Dia punya kemampuannya, dia punya cukup kuasa untuk itu sebagai wakil ketua, dan lagipula, karena tidak terlibat dengan acara kelasnya dan klubnya, dia punya banyak waktu. Meskipun hampir setengah dari komite tidak hadir, dia mampu untuk menutupi pekerjaan mereka semua.
“Tapi dari apa yang kulihat, Yukinoshita mengerjakan hampir semuanya.” Hayama berpaling ke belakang dan mencoba untuk memancing perhatian Yukinoshita.
Yukinoshita terus diam untuk sejenak, tapi dia tidak sanggup melawan tatapan hangat Hayama. Itu terlihat seakan dia sedang menunggu jawaban. Jadi dia berkata, "...Ya, ini cara paling efektif."
“Tapi sebentar lagi kamu akan kewalahan.” Kalimat itu diucapkan dengan keras tidak seperti Hayama Hayato yang biasanya.
Meguri bereaksi dengan perubahan suasana tersebut dengan cemas.
Satu-satunya suara di ruangan itu hanyalah tak tak tak dari papan ketik.
“…”
Itu benar. Yukinoshita tidak bisa membantahnya.
“Kamu sebaiknya mulai meminta bantuan orang lain sebelum terlambat," kata Hayama.
“Iyakaħ? Tapi aku tidak setuju,” kataku, dan Hayama menatapku dengan tajam, menungguku melanjutkannya. "Banyak hal memang jadi lebih cepat ketika Yukinoshita melakukannya sendiri. Lebih sedikit kerugiannya, dan itu suatu nilai plus, kan? Lagipula, mempercayakan orang dengan tugasnya itu melelahkan. Dan ketika kamu jauh lebih mampu dibanding mereka, itu lebih melelahkan lagi." Kami-atau setidaknya aku-tidak bisa mempercayakan orang untuk mengerjakan sesuatu.
Jika sesuatu tidak berjalan baik untukmu dan dirimu sendiri, kamu hanya bisa menyalahkan dirimu, dan kamu tidak akan ada niatan untuk membuang tanggung jawab. Kamu tidak bisa membuat dirimu menyalahkan orang lain untuk itu. Dan bukan karena baik hati atau rasa tanggung jawab. Karena kalau cuma dirimu, kamu bisa pasrah, tapi kalau orang lain yang mengerjakannya untukmu, kamu tidak bisa pasrah. Menjalani hidupmu berpikir Kalau saja kemarin dia melakukan ini atau kalau saja dia menyelesaikan tugasnya dengan benar itu berat, menyakitkan dan menyedihkan.
Kalau akan jadi seperti itu, alangkah baiknya kerjakan saja sendiri.
Karena kalau cuma ada penyesalanmu sendiri, kamu cukup meratapinya saja dan selesai.
Hayama memincingkan matanya sedikit dan lalu menghela pendek dengan sedikit rasa kasihan. "...Apakah ini akan berhasil jika kamu melakukannya seperti itu?"
“Hmm?”
“Jika semuanya berjalan lancar, tidak apa-apa, tapi sekarang ini, kalian tidak sanggup menangani semaunya, dan semua ini tidak akan bertahan lama sebelum hancur. Yang paling penting itu adalah membuat ini berhasil, kan? Kalau begitu, kalian harus mengubah cara kalian melakukannya."
“Ngh…” Datang-datang dengan argumen logismu, huh, Hayama? Tunggu dulu, bukankah itu tempat yang terkenal dengan teh hitamnya? Dia meng-assam, maksudku menggasak argumentasiku dengan mudah. [3]
Selagi aku mengerang, aku mendengar “Kamu...benar.” yang pelan. Sepertinya ucapannya tersebut menusuk tepat pada Yukinoshita. Tangannya saat ini sudah berhenti mengetik.
Tapi Yukinoshita tidak punya orang yang bisa dia andalkan. Jika Yuigahama ada disini, mungkin situasinya akan berbeda.
“Jadi... aku akan membantumu,” kata Hayama.
“Tapi kamu tidak bergabung ke dalam komite” Meguri mencoba untuk menolaknya.
Hayama tersenyum sambil menyahut "Tidak, aku cuma akan membantu mengoordinir kelompok voluntirnya. Sebagai perwakilan mereka."
Usulannya itu menarik. Tidak seperti kelas dan klub, yang memiliki perwakilan dan sistem yang jelas untuk memberi mereka arahan, kelompok voluntir dan pertunjukkan mereka bervariasi dalam susunan anggota dan isi pertunjukkannya, dan menangani mereka satu per satu pasti akan menjadi rumit. Jika kelompok tersebut dapat menangani itu sendiri, maka beban pada bagian Humas-beban pada Yukinoshita, blak-blakan saja-akan bisa jauh berkurang. Dan sebenarnya, masuk akal jika para peserta voluntir mengoordinir pertunjukkan mereka sendiri.
Meguri terlihat khawatir sejenak, tapi kemudian dia mengangkat kepalanya dan tersenyum dengan malu. "Jika cuma itu saja, baiklah. Kami akan senang jika kamu dapat membantu kami melakukannya."
“Bagaimana?” tanya Hayama pada Yukinoshita.
Dia meletakkan tangan pada dagunya dan menimbangnya sejenak. “…”
“Meminta bantuan orang lain juga penting, Yukinoshita,” Meguri menegurnya dengan baik-hati.
Hayama dan Meguri tidak sepenuhnya salah. Itu menabjubkan. Menyentuh hati. Sungguh suatu persahabatan yang indah.
Semua itu sangat baik sekali bagi semua orang yang terbiasa meminta bantuan. Mereka dapat mengandalkan orang lain tanpa ragu. Untuk bekerja sama dan bekerja bersama-samaː Itu adalah sesuatu yang sungguh menabjubkan.
Tapi aku tidak akan memuji tindakan tersebut dengan begitu saja. Maksudku, coba pikir saja.
Jika berpartisipasi dengan kelompok itu menabjubgkan, jika itu adalah suatu hal yang sungguh baik, maka apa bekerja sendirian itu hal yang buruk? Kenapa kamu harus menolak orang yang bekerja keras sendirian?
Aku tidak bisa membiarkan ini.
“...Aku yakin itu penting untuk bisa meminta bantuan orang lain, tapi saat ini, ada orang yang cuma bisa meminta bantuan. Tidak masalah kalau cuma meminta bantuan, tapi beberapa orang cuma memperalatmu." Kalimatku terdengar lebih agresif dibanding yang kuduga. Ketika aku menyadari Meguri terlihat pucat, aku mengubahnya menjadi lelucon. Aku tidak mau mendapat rasa bersalah karena menakuti seseorang yang riang dan jelita. "Intinya, itu, um... Ohǃ Ya, seperti orang-orang yang melemparkan pekerjaannya padaku. Wah, parah sekali itu mah. Aku tidak bisa bersantai-santai sekarang ini... tapi aku tidak akan memaafkan mereka yang sedang bersantai saat iniǃ"
“Kamu jahat sekali, yah?" Meguri membalasnya dengan riang. Dia menganggap apa yang kukatakan sebagai lelucon.
“Aku akan membantumu juga.” Hayama tersenyum masam.
Yukinoshita menghela dengan sangat pelan. “Benar—sepertinya banyak beban berpindah ke bagian dokumentasi, jadi aku akan mempertimbangkan kembali pembagian tugasnya. Karena Shiromeguri-senpai juga merasa itu bagus, aku akan menerima bantuanmu. Aku berterima kasih padamu... Maaf." Matanya masih menatap ke arah komputernya. Tidak jelas untuk siapa dia meminta maaf.
Aku dapat menanggapinya bahwa Yukinoshita bersikap seperti itu karena diriku, tapi aku tidak sedang berusaha untuk membela dirinya. Tidak ada juga alasan baginya untuk meminta maaf padaku. Aku hanya benar-benar tidak bisa melihat orang yang membuang pekerjaan mereka pada orang lain agar mereka bisa bersantai.
Aku benci melihat orang-orang yang berusaha dengan rajin diperlakukan seperti itu. Aku tidak bisa memalingkan mata ketika orang-orang yang benar-benar bekerja keras mengatasi masalah di hadapan mereka terjebak mengatasi semua tugas-tugas mereka.
Itu saja.
Maksudku, aku sendiri juga tidak banyak membantu. Malah, aku menciptakan suatu tugas baruː membagi ulang beban pekerjaannya. Aku memang sangat tidak berguna.
"Oke, mari kita bekerja keras,"
"Aku juga akan mencoba memanggil orang-orang yang bisa kupanggil."
Hayama tersenyum lebar, dan Meguri mengangguk dengan bersemangat.
5-3
“Kelihatannya jumlah kita semakin sedikit sekarang...”
Seminggu setelahnya di suatu rapat komite, terdapat lebih sedikit peserta dibanding sebelumnya. Bahkan tidak perlu dibandingkan dengan sebelumnya. Selain Yukinoshita, aku hanya dapat melihat beberapa anak OSIS disini.
Meguri mengerang pasrah. “Aku sudah mencoba memanggil mereka. Mungkin aku seharusnya langsung menolak ide dari Sagami...,” katanya dengan penyesalan.
Dia pasti mengacu pada pernyataan Sagami sebelumnya bahwa kelas itu juga penting.
Tangan Yukinoshita berhenti membalik halaman dokumennya. “Tidak masalah. Aku akan mengurus penilaian dan pemberian izin permohonan dari setiap bagian sendiri. Aku yakin kita akan bisa terus lanjut tanpa masalah sampai akhir." Semuanya terlihat berjalan dengan lancar, mungkin karena realokasi dari beban kerjanya.
Mungkin aku tahu ini dari manga atau anime, tapi kata mereka hanya 20 persen semut yang bekerja dengan serius. 20 persennya tidak bekerja sama sekali. Untuk 60 persen sisanya, kadang mereka bekerja kadang tidak. Sepertinya ini juga berlaku untuk manusia.
Intinya 60 persen itu sedang melihat situasinya untuk memutuskan mau mengikuti kelompok yang mana. Atau mungkin, mereka berpindah-pindah di antara kedua kelompok itu agar tidak membuat masalah.
Melihat keadaan komite budaya saat ini, prospek kelompok semut yang bekerja keras tidak terlihat baik. Memang orang-orang itu bukannya sengaja tidak datang. Tapi ada peraturan tidak tertulis yang berkata" Kamu tidak usah datang.
Semua orang anehnya merasa lebih tenang ketika mereka menang jumlah. Memang benar; kamu merasa bahwa Kalau semua orang juga begitu, kurasa aku begitu juga tidak masalah. Jadi bisa dibilang, bekerja keras bukanlah tren pada komite budaya saat ini.
Aku menjadi bagian dari minoritas-lagi. Kurasa memang sudah takdir aku seperti ini.
Tapi bahkan di antara mereka yang tersisa, ada beberapa orang yang memang bekerja dengan sepenuh hati. Seperti yang bisa kamu tebak, OSIS memiliki rasa tanggung jawab dan solidaritas yang tinggi. Mereka memainkan peran yang aktif baik dalam tugas biasa mereka sebagai anggota OSIS dan juga tugas mereka sebagai anggota komite budaya.
Mungkin mereka bisa seperti itu karena karisma dari pemimpin mereka, Meguri. Hari ini, seperti hari-hari lainnya, anggota OSIS bekerja sama untuk mendukung ketua mereka yang riang tapi agak sedikit bebal.
Meguri juga membalas kerja keras mereka dengan baik. Dia berkeliling menyapa semua anggota dan orang-orang yang hadir di sana. "Jumlah kita tidak banyak, tapi tetap ada orang yang terus hadir, jadi kita harus tetap semangat bekerja. Aku mohon bantuan kalian semua, oke?”
“Ha-ha-ha, terima kasih, kurasa…,” sahutku. Dia bahkan juga datang berbicara padaku. Untunglah... Kalau cuma aku yang tidak disemangati olehnya, aku benar-benar tidak akan hadir besok.
Aku meletakkan tasku dan melihat tugasku untuk hari ini. Karena aku sudah terus mengerjakan tugasku sedikit demi sedikit, banyak tugas yang sudah kuselesaikan. Kalau aku bekerja seperti ini terus, tidak lama lagi aku akan selesai semuanya.
Saat aku sedang perlahan-lahan menggarap pekerjaanku, bahuku ditepuk beberapa kali.
Ketika aku berpaling ke belakang, muncul Hayama yang membawa sejumlah berkas. Meskipun anggota komite yang datang cuma sedikit, Hayama tetap kadang-kadang akan hadir. Malah, dia secara aktif datang untuk bekerja. Tentu saja, dia tidak datang setiap hari, tapi kelihatannya dia berusaha datang kalau ada waktu.
Hayama itu orang yang baik.
“Maaf menganggu pekerjaanmu.” katanya. “Bantu aku menyusun permohonan perlengkapan ini. Tiga puluh menit saja.”
“O-oke…” Dia tidak cuma memberiku waktu tenggang, tapi dia juga menjelaskan dengan baik apa yang akan kami lakukan, jadi aku tidak dapat menemukan alasan untuk menolaknya. Bagus juga caranya untuk mencari bantuan orang.
Dia adalah manager yang ideal. Dan saat ini, aku adalah anak buah Hayama yang menabjubkan. Ahhh, Aku mau mati.
Ketika kami mengerjakan tugasnya tanpa bersuara, ada seseorang yang membuka pintunya dengan derikan keras. Di dalam ruangan konferensi yang sepi senyap, suara tersebut terdengar amat nyaring.
Semua mata tertuju pada Hiratsuka-sensei, yang berdiri di depan pintu dan mengisyaratkan dengan tangannya. "Yukinoshita, ada waktu sebentar?"
Yukinoshita mengangkat kepalanya ke atas layar komputer di mejanya. “Hiratsuka-sensei... Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku saat ini. Kalau tidak keberatan, sensei bisa mengatakannya padaku disini." sahutnya.
Hiratsuka-sensei memikirkannya sejenak. “Hmm... Yah, kita tidak harus begitu formal tentang hal ini...” Dia melangkah ke dalam ruangan konferensi dan berdiri di samping Yukinoshita. "Sepertinya kamu masih belum memilih jurusanmu," katanya.
“…Maaf. Aku belum sempat mengisinya.” Yukinoshita melirik ke bawah, terlihat malu. Dia melepaskan tangannya dari komputer dan meletakkannya dengan pelan di atas pangkuannya.
“Ahh… Aku paham kalau komite ini menghabiskan banyak waktumu, tapi jangan bekerja terlalu keras.”
“Aku mengerti.”
Hiratsuka-sensei tersenyum seakan sedang memberikan teguran pelan, dan balasan Yukinoshita singkat dan padat.
“Hmm… Yah, kamu bisa mengisinya setelah festival budaya selesai. Karena kamu masuk ke kurikulum internasional, pilihanmu tidak akan banyak berpengaruh pada pengaturan kelas. Kamu masih ada waktu. Sebenarnya, itu cuma semacam survei. Tidak usah berpikir terlalu dalam.” Hiratsuka-sensei menepuk kepala Yukinoshita dengan pelan, hampir seakan dia sedang membelai rambutnya, kemudian meninggalkan ruangan sambil mengangkat lengannya. Yukinoshita merapikan rambutnya kembali dengan wajah jengkel selagi dia melihatnya pergi.
Aku sedikit terkejut bahwa sang Yukinoshita belum mengumpulkan sesuatu seperti itu. Sepertinya, bukan cuma aku sendiri yang merasakannya, karena Hayam juga melirik Yukinoshita dengan tatapan sangsi. Aku dan Hayama sama-sama berhenti bekerja.
“Hei... apa kita sudah selesai?" tanyaku. Sulit untuk mengatakannya ketika pasanganmu bekerja sepenuh hati, tapi setelah tugas kita terhenti, aku bisa mengatakannyaǃ Aku mau kebebasanǃ
Hayama kembali tersadar dan tersenyum padaku. "Ya, maaf. Ayo kita mulai lagi."
Bukan itu maksudku... Aku sedang coba bertanya, Apa aku bisa berhenti melakukan tugas ini sekarang? Ini bukan permohonan untuk memulainya lagi. Tapi sekarang setelah Hayama menanggapi komentarku dengan itikat baik dan bahkan memberiku senyuman Hayama-nya, aku tidak bisa mengatakan dia salah paham.
Dan sebenarnya, tiga puluh menit yang dijanjikannya padaku belum usai. Ya... Aku tidak akan bisa kabur.
Aku sedang mengetik informasi dari permohonan tersebut ke dalam Excel dan menyusunnya menjadi suatu daftar ketika Meguri, yang sedang mengerjakan tugasnya di dekatnya, memulai percakapan dengan Yukinoshita. "Jadi apa yang akan kamu pilih, Yukinoshita, IPS atau IPA?”
“Aku masih belum memutuskannya.”
“Tidak apa! Ya, ya. Aku paham sulitnya mengambil keputusan ituǃ Aku juga kesulitan. Jadi kamu unggul di bidang apa? IPA?"
“...Bukan begitu...” sebenarnya Yukinoshita tidak terlihat marah, tapi jawabannya sangat dingin. Meguri tidak tahu bagaimana cara menjawabnya.
Tangan Hayama berhenti bekerja, dan dia mengangkat kepalanya dari layar komputernya. "Kamu pandai pada bidang IPS juga, huh, Yukinoshita?”
“Oh, benarkah?” kata Meguri, merasa lega melihat Hayama mengikuti percakapannya.
Dipikir-pikir lagi, aku juga agak merasa bahwa Yukinoshita juga ahli di bidang IPS. Di angkatan kami, aku peringkat tiga di bahasa Jepang, sementara Hayama peringkat dua, dan Yukinoshita peringkat pertama. Kami tidak tergoyahkan di tiga besar, dan jika kami semua memilih jurusan IPS, kami mungkin juga akan menduduki peringkat atas di sana juga. Omong-omong, Yukinoshita juga banyak membaca, dan aku rasa dia juga banyak kecondongan ke arah IPS, setidaknya pandanganku seperti itu dari luar.
“Aku masuk IPS, lho,” kata Meguri. “Kalau kamu tidak yakin mau pilih apa, tanya apa saja padakux!”
“Haa… Terima kasih. Aku berterima kasih atas keprihatinanmu.”
Sopan sekali atau pikirku begitu, tapi dia sedang menolaknya secara amat tidak langsung.
Tapi Meguri sepertinya tidak menyadarinya. Dia terus mengoceh dengan agak semangat. "Ya, yaǃ Ohǃ Aku tidak terlalu tahu mengenai jurusan IPA, jadi aku tidak bisa menjawab tentang itu. Tapi Haru masuk jurusan IPA, jadi kurasa kamu bisa bertanya padanya.”
“...Kamu benar.” Tiba-tiba, ekspresi Yukinoshita terlihat kelam.
Aku ragu Yukinoshita akan pernah bertanya pada Haruno.
Yukinoshita sebelumnya juga tidak banyak bicara, tapi setelah itu, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Suasananya menjadi hening, jadi Meguri juga berhenti berbicara dengan sendirinya. Setelah itu, satu-satunya suara yang terdengar di ruangan itu adalah suara ketikan komputr dan gemeresik dokumen, seperti kode Morse yang dilakukan dengan buruk.
Di dalam keheningan tersebut, bahkan suatu ahem saja akan menarik perhatianmu. Bahkan suara batuk ringan seakan untuk mengecek keadaan suaranya membuat mataku berkeliling untuk mencari sumbernya.
“...Ketua 2-F. Berkas permohonan pertunjukkanmu masih belum dikumpulkan." Dengan berkas di tangannya, Yukinoshita menghela pendek.
Masih ada orang yang masih belum mengumpulkan berkas itu? Astaga. Siapa itu? ...Itu akuuuuǃ Rasa keterikatanku pada kelasku begitu lemah sampai aku sepenuhnya lupa.
Tunggu dulu, bukankah Sagami bilang dia akan melakukannya? Yah, dia juga tidak menghadiri rapat komite belakangan ini, jadi aku tidak bisa menanyakannya.
“...Maaf, aku akan menulisnya.”
Aku bisa saja menunggu, tapi berkas itu mungkin tidak akan terkumpul, jadi aku tulis saja sendiri.
“Baik... Kumpulkan itu hari ini.”
Aku mengambil berkas itu dari Yukinoshita dan mulai menulis.
Jumlah orang, nama perwakilan, nama registrasi, perlengkapan yang diperlukan, nama guru wali kelas... Ayolah, kenapa dia mau aku menggambar diagramnya juga? Kamu yakin kamu mau menantang pelukis sampah sepertiku ini?
Aku membaca sekilas hal-hal lain yang perlu diisi.
Ah-ha... Aku tidak tahu.
Komitmenku untuk tidak berpartisipasi di dalam aktivitas kelasku telah membuahkan hasil. Tentu saja aku tidak tahu nama registrasi mereka, apalagi jumlah orang yang berpartisipasi di dalamnya.
Tapi untuk saat seperti inilah dia ada di sini. Malah, cuma untuk saat seperti ini aku perlu dia. "Hayama, apa yang kuisi disini?" tanyaku padanya.
Dia terlihat berpikir sejenak. "Maaf, aku tidak begitu tahu semua tentang itu."
“Tidak masalah. Aku karang saja isinya.”
“Uh, kamu tidak boleh begitu.”
“...Aku bisa mendengarmu.” mata Yukinoshita tetap terkunci di depan layarnya, tapi suaranya sudah cukup sebagai peringatan.
Hayama tersenyum masam. "Kurasa lebih cepat kalau kamu bertanya pada mereka yang ada di kelas."
“Baiklah kalau begitu.” Aku mengambil berkas-berkas itu dan pergi ke kelas 2-F.
X X X
Mundur ke Bab 4 | Kembali ke Halaman Utama | Lanjut ke Bab 6 |
Catatan Translasi
- ↑ Eroge-like Idol Master (エロゲーッぽいアイマス) – Fuhiho (フヒ歩) adalah karakter di game tersebut yang menyeru “fuhi” setiap kali dia bersemangat atau lagi birahi, intinya, si mesum.
- ↑ Knockin’ on Heaven’s Door (Mengetuk Pintu Surga) adalah lagu dari Guns N' Roses
- ↑ Ceylon – Lelucon homonim Jepang. Japanese hononym joke. Argumen logis (正論, seiron) dan Ceylon (セイロン, Ceylon). Ceylon adalah nama lain dari Srilanka. Assam merupakan negara bagian di timur laut India. Ceylon dan Assam sama-sama terkenal dengan tehnya.