Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 6 Bab 6"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m
m
Line 135: Line 135:
   
 
===6-2===
 
===6-2===
  +
  +
==Catatan Translasi==

Revision as of 14:28, 29 August 2024

Tidak Seperti Biasanya, Yuigahama Yui Geram

6-1

Oregairu 6 chapter 6.png

Apa itu sesuatu yang tidak pernah menjadi semakin enteng, meskipun kamu terus bekerja dan bekerja?

Hidupku.

Bahkan Ishikawa Takuboku[1] akan setuju dengan pernyataan itu. Malah kujamin itu lebih parah bagi rakyat jelata sepertiku. Tanganku berhenti dari pekerjaannya, dan aku mendapati diriku melototi tanganku dengan tatapan keji. Dan hal itu membuat tanganku berhenti total dan semakin lama semakin sulit untuk lanjut bekerja. Ada apa dengan spiral kemunduran ini?

Kenapa dan bagaimana bisa kita begitu sibuk? Untuk memecahkan misteri tersebut, aku melihat ke sekelilingku. Pertama, kita kekurangan orang.

Anggota OSIS diburu oleh masalah dari segala arah, dan penolong mereka Haruno tidak datang hari ini. Hayama sedang bekerja bersama kami, sendirian menangani masalah-masalah terkait para voluntir. Tapi kelihatannya dia juga bisa lelah, senyuman yang biasanya tampak sedikit kaku.

Belum lama ini, kami masih sanggup menangani semuanya, meskipun dengan jumlah segini. Tapi perbedaannya hari ini Yukinoshita tidak ada disini.

Yukinoshita, yang biasanya akan datang bekerja ke ruangan konferensi paling awal dan pulang paling akhir. Hari ini, sosoknya tidak tampak disini.

“Ada masalah apa dengan Yukinoshita hari ini?"

"Tidak tahu..." Aku tidak bisa memberikan jawaban pada pertanyaan Meguri-senpai. Tapi bukan cuma aku saja; tidak ada orang di komite ini yang dapat menjawabnya.

Suara derit terdengar saat pintu ruangan konferensi dibuka. Masuk ke dalam ruangan tanpa mengetok pintu terlebih dulu adalah kebiasaan buruk Hiratsuka-sensei.

“Hikigaya.”

“Ya?” sahutku.

Hiratsuka-sensei berjalan ke arahku. Mimik wajahnya terlihat tidak biasanya lembut. "Ini tentang Yukinoshita. Dia tidak enak badan hari ini jadi dia tidak masuk sekolah. Dia menghubungi sekolah, tapi aku rasa dia belum memberitahu komite budaya...”

Dia tepat sasaran.

Karena, tidak ada orang disini yang bisa menghubunginya.

Namun, tidak enak badan, huh? Aku tahu dia bukanlah seseorang yang aktif secara fisik, tapi aku pikir dia tipe orang yang memperhatikan kesehatannya. Yah, dia memang sibuk sekali belakangan ini dan dia juga membuat kesalahan kecil itu semalam. Dia pasti merasa kelelahan.

...Apa dia baik-baik saja? Dia tinggal sendirian pula, pikirku.

Hayama mengangkat kepalanya, seakan dia baru saja menyadari sesuatu. "Yukinoshita-san tinggal sendirian, jadi kupikir sebaiknya ada seseorang yang menjenguknya."

“Oh, begitu… Oke. bolehkah kalian pergi menjenguk dan melihat keadaannya? Aku dan OSIS bisa menangani komitenya dulu," kata Meguri-senpai selagi dia melihat ke arah Hayama dan diriku.

“Apa kalian semua masih sanggup tanpa bantuan?" tanya Hayama.

Meguri-senpai mengernyit. Tapi kemudian dia menunjukkan senyuman riangnya yang biasa. "Hmm... Tidak apa-apa. Selama itu sesuatu yang masih bisa kupahami, seharusnya kami bisa menanganinya.” Dia mungkin tidak terdengar meyakinkan, tapi senyumannya terlihat dapat diandalkan.

Kalau dia bilang begitu, maka lebih baik kalau kami pergi menjenguk Yukinoshita dan menyerahkan pekerjaan disini pada anggota OSIS. Akan jauh lebih produktif untuk ketua OSIS tetap disini dibandingkan Hayama dan aku, perwakilan voluntir dan anggota dokumentasi.

Meguri-senpai adalah satu-satunya disini yang punya gambaran semuanya. Meguri-senpai mengakhirinya dengan "sekali lagi makasih" dan mulai kembali bekerja.

“Ketua!”

Bam! Pintu ruangan konferensi itu dibuka keras dan seorang anggota OSIS segera masuk ke dalam.

“Ada apa!?”

“Itu, kelihatannya ada sedikit komplain mengenai slogannya..."

“Ugh! Kenapa sekarang?!” Kelihatannya ada suatu masalah besar yang mendadak muncul karena Meguri-senpai segera berlari keluar dari ruangan konferensi untuk menanganinya.

Tanpa ada kesempatan untuk menanyakan situasi tersebut, kami sudah ditinggal dia.

“...Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya Hayama. "Aku tidak keberatan kalau aku yang pergi."

Kata-kata yang anehnya terdengar provokatif itu membebani pikiranku.

Kalau aku, tidak, kalaupun aku pergi, aku juga tidak ada sesuatu untuk dibicarakan dengannya.

Kalau Hayama memutuskan untuk pergi, maka aku akan tetap disini. Begitu pula sebaliknya, kalau dia bilang dia tidak akan pergi, maka aku yang akan pergi ke sana.

“Yah... lebih baik kamu yang menjenguknya. Pada situasi ini, lebih baik dia mendapat seseorang yang berempati dan berguna,” kataku.

Hayama mengedipkan matanya. "...Mengejutkan. Aku tidak menyangka mendengar kamu mengatakan sesuatu seperti itu."

“Toh, kamu yang akan pergi. Setidaknya aku memujimu sedikit."

Hayama tersenyum masam dan berpaling padaku. "Ahh begitu. Tapi kalau alasanmu itu, bukankah lebih baik orang yang berempati dan berguna itu tetap disini?"

Itu benar. Melihat kami kekurangan orang, taktik yang tepat adalah meninggalkan individu yang cekatan dan mampu mengerjakan berbagai hal. Kalau suatu tim kekurangan pemain, akan lebih efisien untuk meminta bantuan pahlawan berlevel tinggi.

“Ahh, kalau kamu mengatakannya seperti itu, kamu benar juga," sahutku sambil menggaruk kepalaku.

Tatapan Hayama tertuju ke arahku. "Aku akan mengatakannya selagi aku bisa, tapi aku tidak pernah berpikir kamu itu tidak kompeten. Kamu menangani semua pekerjaan di bagian dokumentasi, jadi tidak akan ada orang yang bisa menyebutmu tidak berguna."

...Sekarang aku yang terkejut. Aku tidak menyangka aku akan mendengar sesuatu seperti itu darimu.

“Jadi, apa yang akan kamu lakukan?" Hayama memastikannya lagi.

Hikigaya Hachiman tidak bisa menang melawan Hayama Hayato. Itu adalah sesuatu yang ada di benak semua orang. Aku sungguh berpikir itulah kebenarannya. Kenyataannya, aku tidak akan bisa menang melawannya dari segi manapun.

Tapi itu lucu. Semakin handal dan baik seseorang, semakin sulit dia dapat menjalani kehidupan sesuai dengan yang dia inginkan. Selalu diandalkan oleh orang lain berarti mereka harus memenuhi ekspektasi mereka. Pada akhirnya, hal tersebut melekat ke dalam jati dirinya. Orang-orang seperti dirinya bahkan rela menjulurkan bantuan mereka pada orang sepertiku yang berada di pinggiran.

“…Kalau begitu aku akan menjenguknya. Semua orang juga akan berpikir lebih baik ada dirimu disini. Kamu handal dan semua orang membutuhkanmu."

“Aku tidak merasa begitu buruk mendengar kata-katamu itu-kalau memang kamu benar berpikir begitu," Hayama menunjukkan suatu senyuman yang agak terlihat kesepian. Hayama itu lelaki yang baik, tapi justru karena kebaikan itulah dia tidak mampu memilih siapapun atau apapun. Bagi dirinya, semuanya itu penting. Aku baru sadar betapa kejamnya hal tersebut.

“...Baiklah. Jadi, aku akan pergi dulu sebentar,” sahutku, dan berpaling ke Hiratsuka-sensei.

Dia kemudian tersenyum. "Ya... Oke, pergilah kalau begitu. Tapi, aku tidak bisa memberitahumu alamat murid lain..."

“Ahh, tidak masalah.”

Aku mungkin tidak tahu, tapi pasti ada orang lain yang tahu. Ada seorang gadis yang akan segera melesat pergi kalau aku memberitahu hal ini padanya.

Aku segera membereskan barang-barangku dan berdiri. Mataku bertemu dengan mata Hayama yang memincing dan tajam.

“Oke, makasih. Aku juga akan memberitahu Haruno-san."

"...Ya, itu akan membantu. Makasih." Aku mengungkapkan terima kasihku dengan singkat, menyesuaikan tas di punggungku, dan beranjak meninggalkan ruangan konferensi.

Aku mengeluarkan ponselku selagi aku berjalan ke pintu gerbang. Aku menelepon sembari berjalan. Satu deringan, dua deringan, tiga deringan... Tujuh deringan dan baru saja aku mau menutup panggilannya, dia menjawabnya.

[“A-ada apa? Tumben sekali meneleponku...”]

“Apa kamu tahu Yukinoshita hari ini absen?"

[“...Eh, Aku...tidak tahu itu.”]

“Aku dengar dia sakit."

Aku dapat mendengar dia menelan dari lawan bicaraku. Sakit sedikit bukanlah sesuatu yang serius. Tapi mengingat sikap Yukinoshita belakangan ini dan fakta bahwa dirinya tinggal sendirian, Yuigahama pasti akan merasa cemas.

Dia menghirup nafas dengan suatu keputusan. ["Aku akan pergi menjenguknya sebentar."]

Persis seperti yang kurasa akan dia katakan.

"Aku juga akan pergi. Bisa kita bertemu di depan pintu gerbang sekolah?"

[“Oke.”]

Kami segera menyelesaikan panggilannya dan aku memasukkan ponsel ke dalam sakuku.

Di luar masih terlihat cerah, tapi matahari sudah mulai terbenam. Pada saat kami sampai ke tempatnya, mungkin matahari sudah akan selesai terbenam.

6-2

Catatan Translasi

  1. Ishikawa Takuboku adalah seorang penyair Jepang dan kalimat di atas adalah plesetan dari apa yang dia tulis di puisinya, "Segengam Pasir".