Oregairu (Indonesia):Jilid 7 Bab 6

From Baka-Tsuki
Revision as of 16:05, 3 September 2014 by Irant Silvstar (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Bab 6: Yukinoshita Yukino diam-diam pergi ke kota di sore hari

Ketika aku tersadar kembali, aku sudah terkapar di atas futonnya.

“Langit-langit yang asing…”[1]

Aku memilah-milah memoriku. Hari ini seharusnya adalah hari karya wisatanya.

Pada hari pertama, kami pergi ke Vihara Kiyomizu-dera diikuti dengan Vihara Nanzen-ji. Untuk alasan tertentu, kami juga harus berjalan ke Vihara Ginkaku-ji. Musim gugur ini memanglah pemandangan yang menabjubkan dan bahkan perjalanan di sepanjang kanal Jalan Setapak Filsuf[2] merupakan olahraga penutup yang bagus. Suasana hati antara Tobe dan Ebina dalam perjalanan santai mereka juga terlihat agak bagus.

Dan begitulah, dengan penyelesaian rencana hari ini, kami lalu pergi ke penginapan kami, menyantap makan malam kami, dan itulah itu.

Itulah itu, jadi mengapa aku sedang tertidur disini sekarang ini?

“Ah, Hachiman, apa kamu sudah bangun?”

Totsuka, yang sedang duduk di sampingku memeluk lututnya, berdiri, berlutut, dan menatapi wajahku.

“Ah, ya. Tidak tunggu, apa sebenarnya yang sedang terjadi disini…?”

Apakah aku memanggil keluar Raja Crimson[3] dan entah bagaimana terlempar sepanjang jalan sampai ke kehidupan-pasca-nikahku-dengan-Totsuka-dimulai-sekarang TAMAT?

Begitulah yang kupikir, tapi yang jelas bukan itu yang terjadi karena aku dapat mendengar suara keras dan riuh datang entah dari mana di dalam ruangan ini.

“Arrrgh. Dia benar-benar mengelabuiku.”

“Hayato terlalu kuat!”

Ketika aku mengintip ke arah asal suara-suara tersebut, suara itu rupanya dari pria-pria dari kelasku yang sedang bersenang-senang, tertawa dan bertukar kata-kata diikuti dengan suara tepukan dan letusan.

Oke, aku sudah ada gambaran bagus akan apa yang sedang terjadi disini.

Rupanya, rencanaku untuk tidur sesaat setelah aku pulang setelah mengacaukan ritme kehidupan sehari-hariku tidak berhasil. Seluruh sore hari ini dihabiskan berjalan kesana-kemari dan setelah kita sampai ke salah satu penginapan acak dan menyantap hidangan besar, detik pas aku sampai ke ruanganku, aku jatuh pingsan.

“Waktu berbenam sudah selesai, tapi kata guru kamu bisa pakai kamar mandi di dalam ruangnya.”

“A-Apa!?”

Dengan kata lain, aku melewatkan kesempatan untuk berbenam dengan Totsuka berhargaku!?

Karena aku dihantam oleh syok seberat itu, aku melompat berdiri dari futonku. Kelihatannya aku mungkin perlu pergi membunuh Dewa…

Selagi aku mengertakkan gigiku karena frustasi, Totsuka menunjuk dengan tegas ke arah pintu masuk ruangan itu.

A-Apa maksudnya itu? Apakah mungkin dia sedang memberitahuku “Kamu begitu cabul, Hachiman. Bagi seorang cabul sepertimu, kamu boleh pergi berbenam di kolam taman sendirian saja” barangkali? Meski aku sebenarnya bukan seorang cabul ataupun pangeran…[4]

Aku tidak dapat tidak khawatir akan prospek itu, tapi Totsuka melanjutkan kata-katanya dengan nada yang lembut.

“Kamar mandi ada di sebelah sana.[5]

“Oh begitu, trims.”

Aku lebih suka menjadi seunit dengan Totsuka dan pergi mandi bersama, tapi aku akan mengesampingkannya untuk kunikmati besok saja. Maksudku, karya wisata ini akan berlangsung selama tiga hari empat malam. Juga Ada dua kesempatan lagi yang tersisa untuk pergi berendam. Terlebih lagi, kita akan pergi ke penginapan di Arashiyama yang berarti berendam di kolam air panas. Sebuah kamar mandi terbuka. Itu akan menjadi yang terbaik.

Aku mandi dalam kegembiraanku.

Pas setelah aku keluar dari kamar mandi, mataku bertemu dengan mata Tobe, yang sedang tergeletak di lantai. Aku rasa dia kehilangan motivasinya setelah kalah telak. Tapi, dia melompat berdiri kembali dan memanggil diriku.

“Oh, Hikitani. Kamu sudah bangun, eh? Mau Mahjong sama kita? Benar-benar peredup semangat melihat berapa kuat orang-orang itu.”

Hei, apakah kamu mengajakku karena akan menjadi kemenangan mudah buatmu sebab aku kelihatannya lemah? Huh?

Tapi, kamu tahu, aku rasa dia datang mengajakmu dan berbicara denganmu adalah salah satu dari poin Tobe yang lebih baik. Namun, aku sebenarnya bukanlah tipe pria yang mengikuti alurnya dan bekerja sama dengan orang lain.

“Sori. Tidak tahu bagaimana cara perhitungan poinnya.”

Tobe tidak berusaha mendorong masalahnya lebih jauh lagi setelah aku dengan lembut menolak tawarannya. Dia menjawab dengan “apa kamu serius” dan pergi kembali ke lingkaran Mahjong itu.

Aku benar-benar tidak tahu bagaimana menghitung poinnya. CPU di dalam game biasanya secara otomatis menghitungkannya untukmu, itulah mengapa.

Totsuka ikut ke dalam grup Mahjong itu juga dan kelihatannya dia sedang diajari aturannya, tapi sesaat setelah dia melihatku, dia melambaikan tangannya.

Lalu sekarang, apa yang mau dilakukan? Aku sedang berpikir mungkin aku seharusnya pergi tidur, hanya untuk diinterupsi oleh pintu yang dicampakkan dengan berani.

“Hachimaaan, mari kita bermain dengan sedikit Uno saja daripada hal-hal sepele yang lain!”

Zaimokuza datang untuk mengajakku seperti bagaimana Nakajima akan pergi mengajak Isono.[6]

“…Tidakkah kamu ada sesuatu untuk dilakukan dengan kelasmu?”

Karena dia telah memasuki ruangannya seakan sudah seharusnya, aku pikir aku harus menanyakannya. Selagi Zaimokuza membuka mulutnya, dia menerjang ke arahku untuk memelukku. Aku melepaskannya dariku dan mendudukannya.

“Dengarkan aku Hachiemon. Orang-orang itu mengerikan. ‘Sori Zaimokuza. Permainan ini hanya untuk empat orang’ adalah apa yang mereka bilang padaku dan aku harus menunggu giliranku seperti seorang pecundang menyedihkan.”

Tidaklah menunggu giliranmu itu normal? Lagi pula, kamu sedang berbaur dengan baik bersama mereka dan aku pikir itu cukup bagus buatmu. Pergi bergaul sama mereka, men.

“Oh, permainan apa yang kalian mainkan?”

Totsuka datang dengan sebuah pertanyaan dan Zaimokuza membusungkan dadanya.

“Npaka, npaka, si Kerajaan Dopakon dari Alam Mimpi[7] !”

Jangan mencoba meniru si Kerajaan Krayon dari Alam Mimpi.[8]

“…Namun, memainkan sebuah permainan yang menghancurkan tali pertemanan dalam karya wisata?”

Entahkah Dokapon ataupun Momotetsu[9], semuanya adalah permainan yang mengeluarkan setan di dalam diri seseorang. Tidak masalah jika itu hanya sebuah rencana keji yang disulap oleh orang jahat. Toh itu akan menjadi alat yang berguna ketika pertempuran di mulai.

Masalahnya adalah suasana buruk ketika kamu memainkan permainannya dengan sekelompok orang-orang pemarah. Tali pertemanan akan pasti menjadi tegang sebagai hasilnya. Jika kita mempertimbangan masalah lain, maka si orang itu yang kehilangan motivasinya dan menyuruh semuanya “kamu yang gerakkan pionku saja” sambil membaca manga[10] merupakan masalah yang satu lagi.

Aku memang ingat sesuatu seperti itu terjadi sekali saat di sekolah dasar.

“Jadi begitu ya, mari kita main UNO.”

“Ah, itu terdengar bagus. Mereka sedang mengajariku aturan Mahjong tapi aku tidak mengerti sama sekali.”

Zaimokuza menarik keluar kartu UNO dari kantong dadanya dan mengocok kartunya seperti seorang penyulap.

Dia mulai membagikan kartu-kartunya.

“Aku akan memulai duluan.”

Sesaat setelah dia mengatakannya, dia tiba-tiba menampilkan sejumlah kartu R.

“Riba, riba, riba, riba, riba!”

Riba, riba, riba, riba benar-benar menjengkelkan, apakah kamu menyanyikan Somebody Tonight atau semacamnya?

Aturan arahnya berganti ke arah berlawanan berkat kartu reverse Zaimokuza, membuatnya menjadi giliranku setelahnya diikuti dengan Totsuka. Dari sini, permainannya berlanjut sama seperti setiap permainan UNO lain: Aku membuang selembar kartu, kartu skip itu, hanya untuk dihantam oleh kartu Draw Two yang kubalas dengan kartu Draw Four dengan warna kartu yang kurasa tidak akan dimiliki mereka.

Pas aku menyadari permainannya sedang pada puncaknya, aku hanya memiliki sisa dua kartu. Zaimokuza dan Totsuka memiliki total lima kartu jadi aku berada pada posisi superior.

Aku kemudian menyambut hangat giliranku. Pas saat aku sedang akan membuang satu kartuku, Zaimokuza membuat erangan kecil dan memanggilku.

“Omong-omong, Hachiman, rencananya kemana kamu akan pergi besok?”

“Huh? Jangan mengangkat hal-hal yang tidak relevan di tengah pertandingan.”

Tch, pria ini harus menanyakan tentang hal yang paling menjengkelkan. Aku bergolak dengan niat membunuh dan pas saat aku baru akan menjawabnya, dia tiba-tiba memalingkan kepalanya ke arah Totsuka.

“Kalu begitu tidak apa-apa. Kemana kamu akan pergi Tuan Totsuka?”

“Um, Aku pikir kita akan pergi ke Vihara Eigamura dan Ryouan-ji. Setelah itu—“

Totsuka meletakkan kartunya di lututnya dan membuat postur melihat ke atas untuk mencoba mengingat apalah tempat itu. Karena dia terlihat sangat imut, aku melempar diriku ke dalam percakapannya.

“Setelah itu Vihara Ninna-ji dan Vihara Kinkaku-ji.”

“Ah, itu benar.”

Selagi dia mengatakannya, Totsuka segera membuang selembar kartu.

Pas saat itu, Zaimokuza melompat berdiri dan menunjukku dengan penuh semangat.

“Oke, Hachiman, kamu tidak mengatakan UNOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO!”

“Kh, huh…”

Pada saat kenyataan itu menghantamku, aku sudah terlambat. Totsuka sudah membuang kartunya.

“Yaaaay!!”

“Yaaaaay!”

Zaimokuza berteriak dengan kegembiraan atas keberhasilannya dan ketika dia mengangkat tangannya, Totsuka juga mengangkat tangannya dan mereka saling tos.

Huh, apa-apaan, mereka berdua ikut ke dalamnya bersama? Tidak tunggu, aku juga mau tos dengan Totsuka…

Itu kotor, Zaimokuza, benar-benar kotor.

Dia merebut timingnya dariku ketika dia memanggilku. Itu benar-benar tidak adil…

Tapi, aku sepenuhnya puas karena Totsuka yang sedang bergembira sangatlah menggemaskan.

“Hachiman, pinalti, pinalti!”

“Memang, Hachiman! Permainan pinaltilah itu! Tetap pada posisimu saat kami berpikir apa hukumanmu!”

Mereka berdua benar-benar bersemangat tinggi, sebuah efek samping dari suasana meriah pada malam dari karya wisata itu.

Yang lain juga bertindak dengan cara yang sama dan grup Mahjong di arah yang lain itu benar-benar luar biasa bersemangatnya pada ide yang sama seperti permainan pinalti.

“Baik, si pecundang besar akan…”

Yamato, yang menyatakan, melirik ke arah Oooka.

“Pergi ke ruangan para gadis dan ambil beberapa permen!”

“Oh, apa kamu seriuuuus, kalian harus mengheeeeeeeentikannya!”

Itu terlontar… Mengusulkan untuk pergi ke ruangan para gadis sedikit banyak adalah hal yang normal bagi kelompok di sebelah sana. Tapi, Hayama berusaha untuk menahan kegembiraannya sebagai respon akan usulan itu.

“Ah, tentang itu, Atsugi sedang menunggu di atas tangganya.”

“Tidak lucu…”

Yamato menyegel tutup mulutnya.

Si guru pendidikan jasmani, Atsugi, memancarkan aura yang mengintimidasi dan berkat dialek Hiroshimanya yang misterius, kamu tidak bisa tidak berada pada bagian penerima akan ekspresi wajah kerasnya. Terlebih lagi posisinya sebagai guru pendidikan jasmani, dia sering berbaur dengan klub-klub olahraga, jadi mereka mungkin tidak begitu bagus berurusan dengannya. Aku tidak lebih baik, tentu saja.

“Baik kalau begitu, menyatakan cinta pada para gadis! Ayo kita mulai!”

Oooka dengan cepat melontarkan usulan lain dan segera mendalaminya. Tobe dan Yamato mengomplain dengan booan diikuti dengan yang lain. Hayama tersenyum getir saat dia menjatuhkan sebuah batu.

Mereka terus menerus membuang tsumo-tsumo dan ketika akhirnya giliran Tobe, dia meninggikan suaranya.

“Ah, tsumo.”

Ketika dia menjatuhkan batunya, semua orang menghela.

“Tch, mengapa kamu harus mengatakannya, kamu tidak berguna. Pergi nyatakan cinta.”

“Kami akan membunuh ente. Pergi keluar dari sini dan nyatakan cintamu, ente pecundang.”

Oooka dan Yamato mengutuknya.

“Ada apa dengan perlakuan itu, yo!?”

Tobe melawan sementara Hayama tertawa saat dia menjatuhkan batu-batunya.

“Yah, kamu tahu Tobe, kamu betul pecundang. Kalau begitu, kenapa tidak kamu pergi membelikan kami beberapa jus sebagai permainan hukumanmu?”

“Meskipun aku tidak kalah!? Toh aku sedang akan pergi membeli sesuatu karena toh aku haus!”

Jadi toh kamu pergi juga… Sungguh orang jujur… Itu merupakan hukuman yang ringan dari Hayama, tapi dia tentu menggunakan sejumlah kata-kata itu tadi…

Ketika Totsuka melihat Tobe keluar dari ruangannya, dia bergugam.

“Ah, kita juga agak haus huh?”

“Memang. Yah kalau begitu, Hachiman, permainan pinaltumu adalah persis itu. Belikan kami beberapa minuman.”

“Baiklah. Apa yang kalian mau? Ramen untuk Zaimokuza, kalau begitu?”

“Hmph, itu adalah usulan yang menarik…”

“Jangan berpikiran kotor.”

Kelihatannya Zaimokuza perlu memakan waktu sejenak untuk memberikan jawabannya jadi aku melihat ke arah Totsuka. Sesaat setelah aku melihatnya, Totsuka tersenyum, nipa~.

“Aku akan serahkan padamu Hachiman.”

“Baiklah.”

Aku berdiri dan meninggalkan ruangannya.


× × ×


Suara langkah kakiku bergema saat aku menuruni tangganya.

Kamar-kamar di lantai atas dikhususkan untuk para gadis. Menurut desas-desusnya, Atsugi sedang berjaga-jaga di atas tangganya untuk mencegah lelaki manapun untuk pergi lebih jauh, tapi tidaklah pantas menghabiskan waktu dan usahaku untuk memastikannya.

Mesin sodanya berada di lobi yang berlokasi di lantai satu.

Kami diperbolehkan untuk berkeliaran di lobi jika sudah hampir waktunya tidur. Tapi, karena semua orang sedang sibuk berbaur dengan teman-teman mereka, tidak ada seorangpun yang mau repot-repot datang ke bawah sini. Itu untuk mengatakan, satu-satunya orang yang akan datang ke bawah sini adalah orang-orang seperti aku dan Tobe yang dipaksa untuk membeli barang karena permainan pinalti.

Pada sudut lobi di depan mesin penjual minumannya adalah Tobe.

Dia mengambil sekaleng minuman dan membeli lebih banyak lagi setelahnya. Tobe menyadari diriku sesaat setelah aku mendekat.

“Oh, Hikitani, kerja bagus~.”

“Ya.”

Sapaannya selalu “kerja bagus~” entahkah pagi ataupun malam. Itu hampir serupa dengan sapaan “yahallo” Yuigahama. Setelah kami bertukar sapaan, aku berganti tempat dengan Tobe dan berdiri di depan mesin penjual minuman itu.

Tapi, aku dapat merasakan tatapan aneh ini menusuk punggungku, jadi aku berpaling.

Cukup anehnya, Tobe masih berdiri disana.

“Ada apa?”

Ketika aku dengan ragu menanyakan pertanyaan pada Tobe yang masih berada disini meski telah menyelesaikan tugasnya, dia tergelak.

“Naaah, Hikitani, kamu sedang bekerja cukup keras dan semua itu demi diriku. Aku semacam ingin untuk berterima kasih pada ente atau semacamnya? Kayak, Umpan bagus[11] atau begitulah.”

Untuk informasimu, umpan itu tidak tercatat jika kamu tidak menyarangkan golnya.

“Aku tidak benar-benar berbut banyak. Yang sebetulnya melakukan usaha terbesar adalah Yuigahama. Pergi berterimakasih padanya.”

“Aah, Aku memang berencana melakukan itu juga. Tapi aku pikir aku akan berterimakasih pada ente juga. Berkat ente berdua, Aku sudah akan siap untuk menyatakan cinta, ente tahu? Tapi aku akan bergantung pada ente juga besok!”

Setelah dia mengatakannya, dia segera bergegas pergi.

Hm, Aku rasa dia semacam pria yang baik. Entahpun itu hal yang bagus atau hal yang buruk, dia adalah tipe yang bergerak mengikuti alurnya. Dengan kata lain, dia adalah pelayan pada suasananya…

Namun, mungkin karena dia memiliki sifat seperti itulah makanya tidak ada apapun yang berkembang dengan Ebina. Tidak usah dipikirpun dapat terlihat mengapa dia tidak dapat membuat pendekatan yang cocok karena dia akan merespon pada setiap detik yang berubah di dalam suasananya.

Itu akan menjadi perjalanan yang susah…

Pernyataan cinta, huh? Itu tidak akan mudah, tapi aku harap itu akan sukses untuknya.

Karena aku tiba-tiba disergap oleh kelelahan, aku memutuskan untuk meminum sedikit kopi MAX manis untuk mengusirnya.

Aku melotot pada pilihan-pilihan yang tersedia di mesin penjual minuman itu dari atas, satu per satu.

…?

Sekali lagi, aku melotot pada pilihan-pilihannya, tapi kali ini dari bawah.

Lagi, seakan aku sedang mencari buku GaGaGa di toko buku, aku dengan hati-hati memeriksa setiap pilihan. Jika aku memutuskan untuk mencarinya dengan cepat, aku mendapat firasat aku akan sepenuhnya melompati buku bertulang-belakang biru itu.

Tapi, tidak peduli seberapa banyak kalipun kucari, aku tidak dapat menemukan kaleng gula itu (MAX).

Eh… apa yang sedang terjadi disini?

Aku terus mencari dan mencari, tapi hanya kopi Pachimon MAX yang dijual disini!

Ini adalah Kyoto… Seperti yang diduga dari kastil kerajaan yang terbentang selama ribuan tahun…

Aku berkompromi dan sebagai gantinya aku mengambil sekaleng café au laut. Yah, instead. Well, the can was just as long so same thing, I suppose.

Aku membuka kalengnya dan terbenam ke dalam sofa di sudut lobi tersebut.

Walaupun aku ditugaskan untuk membeli minuman sebagai hukuman karena kalah, Aku tidak ada keinginan dalam diriku untuk kembali ke ruangan yang berubah menjadi sebuah rumah Mahjong.

Selagi aku menyesap sedikit kopi yang agak manis itu, sebuah sosok yang kukenal muncul dari sudut lobi itu.

Orang yang muncul sambil berjalan dengan cepat bergaya seperti bangsawan adalah Yukinoshita Yukino.

Dia sedang menampilkan penampilan kasar dengan rambutnya diikat ke atas seakan dia baru saja keluat dari kamar mandi, pemandangan langka.

YahariLoveCom v7-159.jpg

Yukinoshita menuju ke arah sudut cinderamata hotel tersebut dalam penampilan saat ininya.

Ketika dia sampai kesana, dia dengan saksama menatap pada salah satu raknya… Yah, bagi Yukinoshita untuk memeriksa benda apapun sebegitu seriusnya berarti dia akan membelinya.

Yukinoshita meletakkan tangannya ke bibirnya, berpikir sejenak, dan setelah akhirnya memutuskan, dia menjulurkan tangannya menuju barang dagangannya. Tapi, pas pada saat tersebut. Persis pada saat tersebut ketika Yukinoshita memperhatikan sekelilingnya.

Tentu saja, matanya bertemu dengan mataku karena aku sedang menatapnya sepanjang waktunya.

Yukinoshita menarik kembali tangan terjulurnya dan kembali ke jalan asal datangnya dengan ekspresi yang dipalsukan.

…Pola lama yang sama. Aku mengomunikasikan sebuah “selamat malam” pada Yukinoshita dan menyesap sisa dari café au laitku.

Tapi, Yukinoshita dengan cepat berjalan ke arahku.

Dia berdiri di depanku dengan tangannya tersilang dan melihat ke bawah pada posisi sedang dudukku.

“Cukup kebetulan bertemu denganmu selarut ini.”

“Itu adalah sesuatu yang seharusnya kamu katakan tadi…”

Daripada itu, aku terkejut dia bersusah payah datang untuk memberitahuku itu. Namun, ada apa dengan gadis ini dan tingkah angkuhnya…?

“Apa yang salah? Apakah kamu melarikan diri karena terlalu sulit untuk tetap tinggal di dalam ruangan itu?”

“Orang-orang muda itu menugaskanku dengan sebuah misi, itu saja. Kamu?”

Yukinoshita menghela dengan ekspresi muak.

“…Teman sekelasku menarikku ke dalam diskusi mereka. Mengapa mereka begitu suka membicarakan tentang hal-hal itu?”

J-Jenis percakapan apakah itu… Itu tidak menarik minatku, tapi rasanya dia akan marah denganku jika aku menanyakannya jadi aku simpan ke dalam hatiku. Malahan, saat-saat seperti ini adalah saat ketika aku mengatakan sesuatu untuk memastikan keselamatanku.

“Yah, kamu seharusnya mempertimbangkan untuk terlibat ke dalamnya sendiri jika kamu akan ditanyakan tentangnya. Bukan sesuatu yang buruk, benar?”

“Kamu berbicara macam itu tidak ada hubungannya denganmu. Pada awalnya, selama Festival Budaya, kamu…”

Tatapan yang melihat ke bawah padaku berubah menjadi lototan yang menusukku pada pertengahan kalimatnya.

“A-Aku…? Tidak, tunggu. Aku tidak salah disini.”

Aku tidak tahu apa yang sedang dimaksudkannya, tapi untuk sekarang, aku memastikan untuk berkeras tentangnya. Ketika aku melakukannya, Yukinoshita menekan dahinya dan menutup matanya. Dia membuka mulutnya dengan pasrah.

“…Tidak ada apa-apa. Jadi, apa yang sedang kamu lakukan disini?”

“Istirahat sedikit dari bersenang-senang. Bagaimana denganmu? Bukankah kamu akan membeli sebuah cinderamata?”

“Tidak sama sekali. Sesuatu hanya menarik minatku, itu saja.”

Yukinoshita mengalihkan pandangannya dengan sedikit helaan.

Iyakah? Aku pikir sudah pasti dia akan membelinya karena dia sedang melihatnya dengan sangat serius, tapi aku rasa dia hanya melihat pada Pan-san edisi spesial Kyoto.[12].

“Apa kamu tidak membeli cinderamata apapun?”

“Itu hanya akan mengangguku jika aku membelinya sekarang. Aku akan membelinya dalam perjalanan pulang.”

“Oh, begitu. Apa kamu sudah memutuskan apa yang kamu beli?”

“Kira-kira. Yah, itu pada dasarnya hanya barang-barang yang Komachi ingin kubeli. Ah, adakah tempat dengan dewa pengetahuan disekitar sini?”

Aku pikir aku akan menanyakannya. Jangan kecewakan aku, Nona Yukipedia. Yukinoshita mengedip dan memalingkan kepalanya.

“Berdoa untuk kesuksesan Komachi?”

“Yep.”

Ketika aku menjawabnya, Yukinoshita tersenyum. Sebagai abangnya, aku sangat senang bahwa adik perempuanku dicintai oleh begitu banyak orang.

“…Mari kita lihat.”

Yukinoshita duduk di sampingku sambil merenung. Yah, toh berbincang sambil berdiri sangat melelahkan. Aku mengikutinya dengan membuat sedikit jarak diantara dia dan aku.

“Kuil Kitano Tenman-gu cukup terkenal.”

“Tenman-gu huh, Aku akan mengingatnya.”

Aku juga akan menuju kesana saat kita bisa berkeliaran sesuka kita pada hari ketiga. Juga ada jimat yang akan kubeli, tapi membuat doa pasti akan menghabiskanku sedikit uang. Menenteng sebuah hamaya [13] selama perjalanan pulang juga mereptokan... dipikir lagi, apakah orang itu masih akan diberkati bahkan jika mereka tidak menulis di plakat kayunya?

“…Tidak masalah jika kamu khwatir tentang Komachi, tapi bagaimana tentang permohonannya?”

Agh, sial, aku sedang berenang kesana kemari dalam pikiranku.

“Permohonannya kira-kira bisa dibilang tidak berjalan baik, tapi juga tidak berjalan buruk.”

Ketika aku menjawabnya, Yukinoshita mengalihkan matanya, terlihat menyesal.

“Maafkan aku, aku tidak banyak membantu karena aku berada di kelas lain.”

“Tidak usah khawatir tentangnya. Aku berada di dalam kelas yang sama dan aku tidak melakukan apapun.”

“Aku rasa kamu seharusnya lebih sedikit khawatir tentangnya…”

Selagi kami meneruskan perbincangannya, Ibu Hiratsuka berjalan lewat. Dia sedang memakai sebuah mantel di atas setelannya dan untuk alasan tertentu, dia sedang memakai kacamata hitam meskipun di luar gelap gulita.

Sesaat setelah dia menyadari keberadaan kami, dia terlihat jelas kelimbungan.

“M-Mengapa kalian ada disini?”

“Yah, aku cuma datang kemari untuk membeli sedikit minuman. Apa yang sedang kamu lakukan pada jam segini, guru?”

“M-Mmm… j-Jangan beritahu siapapun, oke? Rahasiakan ini, oke?”

Ibu Hiratsuka berkeras dalam peringatannya dan karena dia terlihat lebih feminin dari biasanya, jantungku melompati beberapa detakan. Aku agak sedikit malu dan kata-kata “Shizukaimut” mengapung-apung di kepalaku, tapi kata-kata selanjutnya menghancurkan pemikiran itu.

“U-Um… A-Aku hanya mau pergi… Pergi makan sedikit ramen…”

Dia tidak bagus. Aku mau kamu mengembalikan kata-kata junjunganku kembali.

Baik Yukinoshita dan aku melihat ke arahnya dengan putus asa, tapi Ibu Hiratsuka menyilangkan lengannya dan membetulkan posturnya seakan sesuatu terlintas di pikirannya.

“Hm. Yah, jika itu kalian beruda, seharusnya tidak ada masalah.”

“Katakan lagi?”

Setelah beberapa saat mencoba untuk menafsirkan arti kata-katanya, Yukinoshita memalingkan kepalanya.

ibu Hiratsuka tersenyum singkat pada Yukinoshita dan ketika dia melihat ke arahku, dia menunjukkanku seringaian nakal.

“Aku yakin Yukinoshita akan menjaga rahasianya, tapi sayangnya, aku tidak bisa mengatakan hal yang sama untuk Hikigaya.”

“Itu kejam…”

Aku pasti akan pergi melaporkanmu. Kendati aku tidak memiliki orang untuk dilaporkan.

Telah menyaksikan tingkah melawanku, Ibu Hiratsuka mengosongkan tenggorokannya dan menambahkan.

“Maka dari itu, aku akan mentraktir kalian semangkuk ramen agar kalian diam. Jadi, bagaimana kalau kita makan sedikit ramen?”

…Ramen, kamu bilang? Jadi pada dasarnya, pergi denganmu, huh?

Ramen Kyoto, ini akan menjadi yang pertama untukku. Perutku sudah siap untuk mencerna, mungkin sebuah efek samping masa muda. Malahan, hanya mendengar kata ramen saja sudah membuat perutku terasa lebih kosong.

“Yah, jika anda berkata begitu.”

Ketika aku menjawabnya, Ibu Hiratsuka mengangguk senang.

Aaah, tidak bisa menunggu untuk makan ramen Kyoto. Saat pikiran tersebut berkeliaran dengan merajalela di kepalaku, Yukinoshita, yang sedang duduk disampingku, dengan diam berdiri.

“Yah kalau begitu, aku akan pergi balik.”

Dia membungkuk dengan cantik pada Ibu Hiratsuka dan berpaling ke arah berlawanan. Ibu Hiratsuka memanggil Yukinoshita dari belakang.

“Yukinoshita, kamu juga ikut makan.”

“Tidak, itu…”

Yukinoshita berpaling di setengah jalan dan menurunkan matanya dengan tampang kesusahan. Ibu Hiratsuka tersenyum menyeringai ketika dia melihatnya.

“Oh, kamu bisa menganggapnya sebagai kegiatan ekstrakulikuler. Toh masih belum begitu larut.”

“Tapi, aku masih berpakaian seperti ini.”

Dia meremas manset longgar pada lengan baju di setiap tangannya dan membentangkannya seakan dia sedang membungkuk. Ibu Hiratsuka menanggalkan mantelnya dan melemparkannya kepada Yukinoshita yang enggan.

“Kamu bisa memakai itu.”

Oh sayang, ada apa dengannya? Begitu keren. Aku akan bisa jatuh cinta padanya jika begini terus. Memang, zamannya sedang demam-demamnya dengan “Shizukakeren” dan bukan “Shizukaimut”.

“Tidak ada celah untuk menolak, huh…”

“Sepertinya begitu.”

Yukinoshita menghela pelan dan memakai mantel yang disodorkan padanya dengan pasrah.

“Kalau begitu sekarang ayo kita pergi.”

Mengajak kita bersama dalam perjalanannya, Ibu Hiratsuka berjalan dalam sepatu hak tingginya dan selagi suara hantaman sepatu hak tingginya dengan lantai bergema, dia dengan gagahnya menuju Kyoto di malam hari.


× × ×


Angin malamnya sangatlah dingin dan tidak mengenakkan saat kita berjalan keluar dari hotel itu. Aku seharusnya menyadari aku pergi keluar dengan pakaian dalam ruangan juga…

“Kyoto sungguh dingin.”

Ibu Hiratsuka melihat pakaianku dan memberiku senyuman mengejek.

Pas kita sampai ke jalanannya, Ibu Hiratsuka menaikkan tangannya sedikit. Seketika, sebuah taxi ukuran kecil yang sedang meluncur di sekitar berhenti tiba-tiba.

“Masuk dulu, Yukinoshita.”

Yukinoshita dipandu oleh yang bertindak sebagai pengiring, Ibu Hiratsuka. Setelah dia mengatur mantelnya, dia mengangguk pada Ibu Hiratsuka dan menaikki mobilnya.

Selanjutnya, Ibu Hiratsuka juga membukakan jalan untukku.

YahariLoveCom v7-167.jpg

“Kamu juga, Hikigaya.”

“Tidak apa-apa, guru, anda boleh masuk duluan.”

Namun, aku menolak gagasannya. Ketika aku menolaknya, Ibu Hiratsuka terkejut serta terkesan dan merespon sesuai dengan reaksinya.

“Oh, kamu termasuk tipe perempuan-dulu? Betapa dewasanya dirimu. Tapi, kamu tidak perlu khawatir tentangku.”

“Eh… T-Tidak peduli berapa banyak tahun yang sudah anda lalui, anda masihlah seorang perempuan anda tahu! Tolong lebih percaya dalam diri anda!”

Dengan seringai lebar terpampang di wajahnya, Ibu Hiratsuka mencengkram dahiku.

“Itu karena kursi tengah di belakang memiliki peluang kematian terbesar, mengerti kamu…”

“Ouch, ouch, ouch.”


Catatan Translasi

<references>

  1. Referensi Evangelion.
  2. Jalan Setapak dari Nanzen-ji sampai Ginkaku-ji Peta
  3. http://jjba.wikia.com/wiki/King_Crimson
  4. http://en.wikipedia.org/wiki/The_%22Hentai%22_Prince_and_the_Stony_Cat.
  5. Kamar mandi disini adalah "Unit-bath" dimana toilet dan tempat berendam (Bak) dijadikan satu
  6. Referensi pada anime terpanjang berjudul 'Sazae-san'. Nakajima adalah teman dari Isono Katsuo.
  7. Game Dokapon Kingdom disebut sebagai game 'Penghancur Pertemanan' karena elemen kunci dalam gamenya adalah saling menghambat laju pemain lain. Jadi akan banyak pengkhianatan, pencurian, orang bermuka dua, ataupun pembunuh bayaran/bandit yang mengincarmu atas bayaran pemain lain
  8. The Crayon Kingdom of Dreams. Anime 70 episode dari '97-'99
  9. Semacam Monopoli
  10. Perlu dijelaskan? Jika perlu kasih tahu wkwkwk
  11. Assist dalam sepak bola. Umpan yang menghasilkan gol
  12. Boneka fantasi, panda dengan tanda seperti bintang disekitar mata kirinya.
  13. anak panah pengusir setan Hamaya