Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 7

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 7: Suatu Hari, Yuigahama Yui akan

7-1

Aku tumbang ke atas sofa setelah aku sampai ke rumah.

Setelah apa yang terjadi, kami kembali ke ruangan klub dengan hening. Kami mengutarakan ucapan sampai jumpa kami dan menuju ke rumah dengan perasaan canggung yang tertinggal karena tidak mampu mengatakan apapun dan perasaan malu.

Yukinoshita langsung pergi menandakan dia akan mengembalikan kuncinya, aku menuju ke area parkir sepeda seakan sedang melarikan diri, dan Yuigahama bergegas berlari ke tempat perberhentian bus. Terasa seperti kami hanya mampu membuat percakapan yang bertahan selama beberapa patah kata di antara kami bertiga.

Selagi aku terbenam ke dalam sofa, aku memikirkan kembali kejadian-kejadian hari ini.

Kenapa aku mengucapkan kata-kata memalukan itu…?

Wuaaaah! Aku mau mati! Aku benar-benar mau matiiiii! Aku tidak ingin pergi ke sekolah besoooook! Kamu itu tolol, bukan!? Kamu itu tolol, bukan! Toloool! Toloool! Wuoooooooooon!

Selagi aku berteriak di dalam lubuk otakku dan membuat suara mengerang dalam, aku terjelembab ke bawah. Tentu saja, karena sofanya tidak begitu besar, hanya perlu sekitar tiga setengah putaran sebelum aku sampai ke lantai.

Persis saat menghantam lantainya, kucing peliharaan kami Kamakura melesat keluar dengan kaget dari kotatsu di dekat sini karena suara duk itu. Dia dengan ribut bergerak melingkar dengan cepat di sekitar ruangannya sebelum berlari keluar dari ruang tamu seperti ZvezdaCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content.

Aku berakhir membuat pemikiran super tidak berguna ini seperti bagaimana lari kucing kami itu lebih dinamis dari yang kusangka, dan bagaimana cheetah itu merupakan variasi dari kucing dan bagaimana PeterCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content itu sudah pasti Ikehata Shinnosuke.

Aku sedang tergeletak dengan wajah di atas karpet seperti aku sekarang ini.

“…Aku ingin mati.”

Gugamku dengan suara mungil.

Ada dua tingkatan pada trauma kilasan balik. Pertama, kamu akan mendapatkan rasa berketegangan tinggi dari dorongan untuk menghancurkan. Setelah itu, kamu akan diterjang oleh rasa melankolis berketegangan rendah.

Aku akan menjalani perulangan dari menghantam-hantam, merasa tersiksa, dan kemudian berhenti di tempat seperti saat benang boneka dipotong. Ketika aku hampir berpikir aku sedang sekarat, aku akan sadar bahwa aku masih hidup dan terus menghantam-hantam dengan gila-gilaan lagi seperti seekor jangkrik. Seekor serangga, itulah siapa diriku.

Setelah menjalani ronde-ronde penderitaan dari menghadapi diriku sendiri, aku menerima kekalahan hanya sedikit saja. Ketika aku membuat helaan besar dan menggulingkan diriku ke sebrang ruangan, mataku bertemu dengan mata Komachi, yang kelihatannya baru saja masuk ke ruang tamu dan sedang berdiri di depan pintu terlihat tercengang.

“…Ada apa, onii-chan?”

Komachi menanyaiku, setengah kaget dan setengah gelisah. Tapi sekarang ini, aku tidak merasa ingin menemani adik kecilku tidak peduli seimut apapun dia. Aku tiba-tiba memalingkan wajahku dengan tingkah cemberut.

“Tinggalkan aku sendiri. Onii-chan sedang di tengah-tengah krisis identitas sekarang ini.”

Ketika aku memberitahunya dengan suara lesu dan melankolis. Komachi membuat helaan yang berlebih-lebihan.

“Lihat kemari, onii-chan.”

Dia memanggilku dengan formal jadi aku menggerakkan hanya leherku dan melihat ke arah Komachi. Ketika aku melakukannya, matanya menjadi setengah terpejam diiringi dengan mulutnya yang berubah menjadi bentuk “v” terbalik. Dan dengan ekspresi aneh itu, dia mengucapkan sesuatu.

“Identitas? Haaa? Seringkali mereka-mereka yang mengoceh tentang individualitas cenderung merupakan meereka-mereka yang tidak ada individualitas. Dari awalpun, sedikit perubahan di sini sana bukanlah sesuatu yang bisa kamu sebut individualitas.”

Wajahnya aneh, tapi apa yang sedang diucapkannya itu begitu tidak biasanya masuk akal. Hei, apa kamu serius? Seperti yang dikatakannya. Aku benar-benar teryakinkan secara instingtual di sini. Tapi caranya berbicara dengan wajah itu sedikit menjengkelkan.

“Komachi-chan, ada apa dengan kata-katamu itu? Itu agak tidak sopan, kamu tahu? Juga, wajahmu itu aneh.”

Karena adikku tiba-tiba berbicara dengan begitu tidak sopan, aku menanyakannya dengan sopan dengan niat untuk mencelanya. Ketika aku melakukannya, dahi Komachi berkedut seakan sesuatu telah retak karena mendengar kata “aneh” dan dia berbicara dengan tingkah marah besar.

“…Itu suatu gambaran onii-chan.”

“Tidak mirip sama sekali…”

Walaupun aku mengatakan itu, aku tidak pernah benar-benar memperhatikan karakteristikku sendiri. Eh, apa aku benar-benar orang yang se-menjengkelkan itu? Secara obyektifCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content, mataku terbuka untuk yang pertama kalinya pada kebenaran yang mengejutkan ini. Bukankah aku, macam, entah bagaimana lebih intelektual dan keren dalam cara yang nihilistik? Tidak?

Huuuuuh? Suuunguh aneh… Yang benar saaaja? Aku dihantam oleh keterkejutan ringan dan ketika aku mengerang, Komachi berjalan ke sampingku dan duduk di atas sofa.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tadi macam tidak mungkin kamu bisa memperbaiki kepribadian suka melawan itu se-telat ini. Kamu itu gomii-chanCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content, kamu tahu. Gomii-chan.”

Selagi dia mengatakan itu, Komachi mengguling-gulingkan diriku dengan telapak kakinya sebab aku dibalikkan ke atas lantai. Dia benar-benar sedang memperlakukanku seperti sampah. Tapi kakinya itu tiba-tiba berhenti. Komachi mengistirahatkan pipinya pada lututnya dan tergelak selagi dia melihat ke bawah pada diriku.

“Tapi aku cukup suka sekali onii-chan yang itu. Ah, yang barusan itu super tinggi dalam poin Komachi!”

Dia mengakhiri kata-katanya dengan sebuah senyuman nomor satu. Aah, cara dia akan menambahkan banyak kata tak perlu selagi dia mencoba untuk menyembunyikan rasa malunya itu mungkin menyerupai seseorang.

“…Terima kasih untuk itu. Aku juga suka sekali diriku yang ini. Yang barusan itu super tinggi dalam poin Hachiman.”

“Ada apa dengan itu…?”

Aku mengabaikan Komachi yang kaget itu dan berdiri tegak.

Akhirnya, aku sudah membulatkan pikiranku. Besok, aku mungkin akan ingat apa yang terjadi hari ini dan merasa tersiksa dan menderita akan betapa memalukannya itu. Aku bahkan mungkin juga akan mengingat kilasan baliknya dan menderita di tempat akan hal tersebut suatu hari nanti.

Tapi ini tidak apa-apa. Masa lalu semacam itu membuat diriku yang sekarang, seseorang yang bahkan dikatakan Komachi bahwa dia sangat menyukainya. Jangan pergi memanggil memori seseorang itu sebuah trauma sesuka hatimu sekarang. Ini adalah apa yang kalian sebut titik pesonaku.

Aku rasa aku pasti akan bisa menyukai diriku yang mempesona ini, yang dikotori oleh begitu banyak titik-titik pesona.


× × ×


7-2

Keesokan paginya setelah teryakinkan dalam caraku sendiri selagi aku berguling-guling di rumahku.

Aku bangun pada jam yang sama seperti biasa, memakan sarapanku, dan berangkat ke sekolah dengan sepedaku.

Atau begitulah bagaimana itu seharusnya berjalan, tapi saat aku semakin dekat ke sekolah, kakiku yang mengayuh melemah, di mana aku pada akhirnya nyaris tidak berhasil untuk menyelip ke dalam kelas sebelum terlambat.

…Ya, macam sungguh, itu hanya tidak memungkinkan. Karena pun, kepribadianku tidak pernah merupakan tipe yang bisa hanya dalam satu hari menutupi kejadian memalukan itu.

Selagi aku mengerang di dalam hatiku, tidak membuat alasan-alasan pada siapapun, aku terus tumbang ke depan di atas mejaku. Untuk sekarang, aku sedang memastikan untuk super berhati-hati untuk dekat-dekat dengan Yuigahama karena itu terlalu memalukan.

Meski begitu, Yuigahama kelihatannya agak terus memperhatikanku sebab mata kami akan bertemu secara tak sengaja selama homeroom pagi dan bahkan selama pelajaran.

Ketika mata kami bertemu, aku akan segera memalingkan mataku dan membuat sikap tertidur.

Apa-apaan ini? Sungguh apa-apaan ini…?

Aku akan merapal berulang-ulang seperti aku sedang merapal sutra umat Buddha ketika aku terpatung-patung selagi aku menghujamkan kepalaku ke buku catatanku yang terbuka. Selama lonceng istirahat, aku akan berkeliaran tanpa tujuan ke kamar mandi dan mesin-mesin penjual minuman dan selama jam makan siang, aku akan memakan makan siangku di tempat biasa sambil menggugamkan “dingin, dingin” lagi dan lagi.

Namung, meskipun jam yang kupikir rada lamban tersebut mengingat semua yang terjadi tadi, itu mengejutkannya cepat hari ini.Still, even though the clock I thought was rather slow given all that happened, it was surprisingly fast today.

Ketika aku menyadarinya, sudah lepas sekolah.

Akhirnya, akhirnya waktunya sudah tiba.

Tapi jika aku bertengger di sekitar sini terlalu lama, Yuigahama yang sedang berbicara dengan Miura dan yang lain sekarang ini mungkin akan datang ke sini untuk mengajakku pergi ke klub brsama-sama. Itu, sedikit, bermasalah, maksudku, itu sedikit memalukan.

Yuigahama tidak mendekatiku sama sekali seakan dia sudah menduga sesuatu dari sikapku atau dia sudah ada rencana dalam pikirannya. Tapi itu lain cerita kalau sudah selepas sekolah.

Sebelum keadaannya berubah menjadi itu, aku sebaiknya meninggalkan ruang kelas.

Aku dengan lesu berjalan melintasi lorong yang menyambung dari bangunan sekolah ke bangunan spesial.

Jujur saja, kakiku terasa jauh lebih berat dibandingkan hari setelah menyatakan cintaku dan ditolak sewaktu SMP. Memikirkan hal tersebut, aku itu kurang lebih kalem karena aku sudah ada gambaran jelas akan reaksi yang akan kudapat. Mereka akan antara membuatku menjadi bahan lelucon yang menabjubkan atau kemungkinan, mereka akan membuat pesona “dengan riang bersikap seperti biasa dan berpura-pura tidak peduli”, tapi faktanya mereka tidak bisa melakukan itu sama sekali karena mereka terlalu sibuk membuat tawa yang ditahan-tahan. Astaganaga, itu terasa seperti aku tidak diabaikan sedikitpun.

Walaupun respon yang sudah ditetapkan semacam itu sendiri akan terasa nyaman.

Tapi aku tidak tahu respon semacam apa untuk disangka dari mereka berdua.

Selagi aku berpikir sambil berjalan, aku berakhir sampai ke depan ruangan itu. Aku rasa aku sedang berjalan dengan rada lamban, tapi apa tempat ini benar-benar sedekat itu? Biasanya, aku akan setidaknya melemparkan satu pandangan ke luar jendela, tapi hal tersebut kelihatannya tidak menarik perhatianku hari ini.

Aku membuat suatu helaan selagi aku berdiri di depan pintu tersebut… Aku ingin pulang. Pemikiran itu terlintas dala pikiranku. Tapi orang yang membuat permintaan bantuan itu diriku. Pilihan untuk mundur dari sini itu tidak ada.

Aku menyiapkan mentalku dan menggeser pintu ruangan tersebut.

Pintunya tidak terkunci dan karena matahari masih jauh di atas, ruangan itu dipenuhi oleh cahaya. Gordennya dibiarkan terbuka. Meja-meja dan kursi-kursi yang tidak dipakai ditumpuk di atas satu sama lain, tapi tiga tempat duduk dan satu meja ada di sana, tidak berbeda dari biasanya. Dan yang sedang duduk pada salah satu kursi itu adalah Yukinoshita.

Yukinoshita mengangkat kepalanya dari buku yang sedang dibacanya. Dia berbicara dengan ekspresi kalem yang biasa dan tidak berubah itu.

“Halo.”

“Ah, ya.”

Reaksi Yukinoshita itu lebih normal dari yang kusangka sampai itu terasa sedikit antiklimatik. Jadi itu intinya sesuatu yang menganggu hanya si orang tersebut sementara itu tidak menganggu orang-orang di sekelilingnya. Itulah suatu contoh utama sedang bersikap terlampau sadar-diri.

Sedikit lega, aku duduk di tempat duduk diagonal dari tempat duduk Yukinoshita dan mengeluarkan sebuah buku dari tasku. Aku membuka bukunya ke tempat penanda bukunya terletak, tapi aku sama sekali tidak ingat apa yang sudah kubaca. Ketika aku membalik kembali halaman-halamannya, aku akhirnya menemukan kalimat-kalimat yang familier.

Kelihatannya aku akhirnya akan bisa benar-benar selesai membaca setelah sekian lama.

Waktu damai dimana Yukinoshita dan aku tidak mengucapkan apa-apa berlanjut. Terkadang, suara halaman dibalik dan suara batuk dapat terdengar. Tapi batukan yang terus menerus itu akhirnya mengangguku. Ketika aku dengan santai melihatnya, Yukinoshita terbatuk sekali lagi sebelum berbicara.

“Um,”

Yukinoshita terbatuk lagi seakan sedang mencoba untuk menyingkirkan suaranya yang sedikit pecah. Dia melirik ke arahku untuk melihat bagaimana reaksiku, tapi ketika mata kami bertemu, dia segera memalingkan matanya.

“…Um, mengenai hari ini, bolehkah aku menanyakan tempat dan waktunya?”

Itu benar. Bahkan setelah aku memasuki ruangannya, aku kehilangan waktu yang pas untuk berbicara, tapi sekarang ini, aku sedang meminta Klub Servis untuk membantuku dengan acara Natal itu. Tapi kami kekurangan satu orang lagi. Kmi mungin sebaiknya menunggu dia.

“Aah, benar… Apa kamu keberatan jika kita menunggu Yuigahama untuk sampai ke mari dulu?”

“…Aku rasa begitu. Toh, itu akan menjadi dua kali kerja.”

Yukinoshita menurunkan matanya pada bukunya dan berkata dengan suara kecil. Semenjak itu, Yukinoshita tidak mengatakan sepatah kata pun dan aku juga tidak mengatakan sesuatu. Aku pikir waktu hening ini akan berlanjut untuk sedikit lebih lama lagi.

Tapi keheningan itu dikubur oleh suara pintu digeser dengan keras.

“Yahallo!”

Orang yang masuk terutama dengan begitu bersemangatnya mengatakan itu adalah Yuigahama.

“…Ya.”

“Halo.”

Ketika kami semua menukarkan sapaan kami, Yuigahama membuat sebuah senyuman puas dan menuju ke tempat duduk yang selalu didudukinya. Dan ketika dia sampai ke tempat duduknya, dia berpikir sejenak dan dengan ributnya menggeser tempat duduknya ke arah Yukinoshita. Tempat duduk itu kelihatannya jauh lebih ringan dari yang kuduga.

Setelah Yuigahama menyesauaikan posisi tempat duduknya, dia membuat suatu tawa “ehehe” selagi dia duduk.

“…Dekat.”

Ketika Yukinoshita membuat suatu gugaman kecil dan risih itu, dia menggeser tempat duduknya sedikit menjauh. Setelah itu, Yuigahama mengikutinya dengan menutupi jarak yang dibuka Yukinoshita dengan menggerakkan tempat duduknya lagi.

“…Um, Yuigahama-san… Bolehkan kamu bergeser agak menjauh sedikit?”

Yukinoshita berkata dengan segan dan ekspresi Yuigahama berubah menjadi cemberut. Dia kemudian menggerakkan tempat duduknya sedikit menjauh, meletakkan tangannya pada lututnya, dan menunduk ke bawah.

“Ah… Oke, aku rasa begitu…”

“Um, bukan itu apa yang…”

Melihat Yuigahama bertingkah seperti itu, Yukinoshita terlihat seperti dia ingin mengatakan sesuatu, tapi menjadi terdiam.

Itu adalah suatu percakapan yang masih terasa sedikit tidak nyaman entah dimana. Bahkan aku merasa letih hanya dengan melihat mereka.

Yah, kami memang membuat percakapan dangkal itu sudah untuk beberapa saat ini dan kami memang juga membuat kekacauan itu semalam. Itu mungkin sedikit sulit untuk mencoba akur kembali dengan satu sama lain seperti sebelumnya dengan begitu cepatnya. Atau begitulah yang kukatakan mengenai itu semua, tapi bahkan aku juga tidak tahu bagaimana menangani itu semua dengan semestinya.

Aku tidak tahu apa jawaban yang benarnya sekarang ini, tapi aku ingin percaya bahwa saat ini sekarang itu jauh lebih hidup dibanding waktu yang terbeku itu. Apapun itu, aku perlu melakukan apa yang mesti kulakukan.

Ketika aku mencoba untuk mencari waktu yang pas untuk berbicara pada mereka berdua, seperti yang bisa diduga, aku sudah terbatuk untuk beberapa kali.


× × ×


7-3

Setelah sebuah penjelasan kasar mengenai garis besar acara kolaborasi Natal dan situasinya sekarang ini, kami menuju ke pusat komunitasnya seperti yang terjadwal.

Entahkah di dalam ruangan ataupun dalam perjalanan ke sana, satu-satunya percakapan yang kami buat itu berhubungan dengan bisnis. Sejauh mengenai jumlah kata dalam percakapan-percakapan tersebut, aku mendapat perasaan bahwa percakapan-percakapan dangkal yang kami buat sebelumnya memiliki lebih banyak jumlah katanya…

Selagi aku mendorong maju sepedaku, mereka berdua mengikutiku dari belakang, berjalan dengan biasa. Setelah berjalan maju untuk beberapa saat, Isshiki dapat terlihat di pintu masuk pusat komunitas itu. Kelihatannya dia sedang menungguku dengan rajin hari ini.

Aku mengunci sepedaku di area parkir sepeda dan Isshiki menyadari bahwa kami sedang menuju ke arahnya. Isshiki membuat tampang terkejut. Pandangannya bolak-balik beralih antara kami bertiga.

“Yui-senpai dan Yukinoshita-senpai…? A-ada apa?”

“Aah. Aku meminta mereka untuk membantu.”

Setelah jawaban yang sangat singkat, aku berjalan ke dalam pusat komunitas itu. Isshiki mengangguk selagi dia mengikutiku. Dan yang mengikuti di belakang adalah Yukinoshita dan Yuigahama.

“Haa, Begitu ya… Ah, er, itu akan sangat membantu.”

Isshiki menampilkan senyuman riangnya pada Yuigahama dan Yukinoshita. Yuigahama menjawab “yahallo” dengan satu senyuman.

“Iroha-chan, aku berharap untuk dapat bekerja sama denganmu!”

Setelah Yuigahama mengatakan itu, di sampingnya yang mengangguk meniru dia adalah Yukinoshita.

“Kelihatannya situasinya tidak begitu bagus.”

“Ya, itu beeeeenar.”

Selagi dia mengatakan itu, Isshiki menyerahkanku kantong plastik toko swalayan itu. Selagi aku berpikir “dia tentu cepat terbiasa dengan ini, huuuh?”, Aku dengan patuh mengambilnya dari tangannya.

Ketika aku melakukannya, Yuigahama dan Yukinoshita menghentikan kaki mereka.

“……”

“……”

Ketika aku berpaling ke belakang pada suara langkah kaki yang menghilang itu, mereka berdua sedang melihat kantong plastik toko swalayan itu terus menerus. Yuigahama tercengang sementara Yukinoshita sedang melihatinya dengan tatapan dingin.

“Ada apa…?”

“Tidak, tidak ada apa-apa.”

“Ah, uh huh. Benar, benar, tidak ada apa-apa.”

Ketika aku menanyakan mereka, Yukinoshita tiba-tiba melepaskan tatapannya dan Yuigahama mengayunkan tangannya sedikit di depan dadanya selagi dia tertawa.

Dengan tatapan tidak mengenakkan itu, kami menaiki tangganya. Yuigahama terus menerus melihat sekelilingnya seakan dia sedang melihat pada sesuatu yang langka sementara Yukinoshita terus berjalan dengan rasa ketidak-tertarikan.

Dan kemudian kami sampai pada Ruang Seminar dimana rapatnya akan digelar.

“Terima kasih untuk kerja keras kaliaaaaan.”

Isshiki pergi ke dalam selagi dia mengatakan itu dengan nada yang ringan dan kami mengikuti setelahnya. Ketika kami melakukannya, perhatian terpusat pada Yukinoshita dan Yuigahama.

Isshiki bergerak dengan cepat ke arah Tamanawa dan sedang membicarakan tentang sesuatu. Dia mungkin memberitahunya bahwa dia memperoleh lebih banyak penolong. Tamanawa menganggukkan kepalanya dengan senang hati mendengar itu.

Sementara itu, aku menjatuhkan kantong plastik toko swalayan itu dengan suara duk di sebuah kursi yang kosong dan segera mengosongkan semua isinya keluar. Yukinoshita dan Yuigahama yang melihatnya dan juga para anggota OSIS membantuku.

Di sana, Yuigahama yang sedang berfokus pada minumannya membuat sebuah seruan “ah” dengan suara kecil. Ketika aku mengikuti ke tempat yang sedang dilihatinya, Orimoto ada di sana. Orimoto sedang melihat kami bertiga dengan matanya menyipit.

Oh iya, aku benar-benar lupa Orimoto ada di sini… Ketika aku melihat ke arah Orimoto lagi ingin tahu reaksi semacam apa yang akan dibuatnya, aku sedikit khawatir.

Tapi Orimoto tidak datang kemari dan hanya membuat sapaan kecil. Ketika dia melakukannya, Yuigahama membungkukka kepalanya dengan panik. Yukinoshita hanya menatap balik.

Yah, mereka mungkin tidak memiliki kesan yang cukup bagus dengan satu sama lain, huh… Kami sendiri bahkan tidak yakin jarak yang sesuai di antara kami, jadi memikirkan tentang bagaimana jarak Orimoto itu tidak mungkin. Cukup jujur saja, kami sudah mencapai batasan kami.

“Omong-omong, kenapa tidak kalian duduk dulu…?”

Aku berkata begitu pada Yuigahama dan Yukinoshita.

“Ah, oke.”

“Baiklah kurasa.”

Setelah mereka berdua mengangguk, aku duduk di tempat biasaku sementara Yuigahama duduk di sebelahku dan Yukinoshita duduk di tempat yang akan biasanya diduduki Isshiki. Dia mengambil tempat duduk kehormatan seakan itu wajar, seperti yang bisa kalian duga dari Yukinoshita-san.

Isshiki datang kembali dan kebingungan.

“H-Huuuh? Tempat duduuuuuku…”

Saat dia mengatakan itu dengan suara kecil, dia berdiri di dekat Yukinoshita. Menyadari hal itu, Yukinoshita mulai berdiri.

“Ah, Maafkan aku. Tempat duduknya pastilah sudah ditetapkan.”

“Ah, tidak, tidak, tidak apa-apa. Aku akan jauh lebih santai jika aku pergi ke sebelah sana.”

Isshiki mengatakan itu, menghentikan Yukinoshita, dan duduk di tempat duduk di samping wakil ketua.

Ketika semua orang mengambil tempat duduk mereka. Tamanawa pergi ke posisinya yang mirip tempat duduk sang moderator. Dia kemudian membuka Macbook Airnya dan melihat ke arah semua orang yang hadir.

“Apa semua orang sudah di sini? Mari kita mulai kalau begitu.”

Tamanawa memberikan arahannya. Semua orang membungkuk selagi berkata “berharap dapat bekerja sama denganmu” dan konferensinya dimulai.

Hari ini adalah hari kami akan akhirnya memutuskan hal-hal yang perlu kami lakukan untuk acara Natalnya… seharusnya. Aku mengingatkan Tamanawa sebelumnya, namun apa yang terjadi setelahnya adalah satu hari istirahat. Kalau kami tidak memutuskan itu semua sekarang, keadaannya akan benar-benar buruk.

Orang yang memulai konferensinya, tentu saja, adalah orang di posisi mirip-moderator itu, Tamanawa. Ketika dia memanggil pada OSIS SMA Kaihin Sogo, mereka mulai membagikan kertas print-out.

“Setelah menjalani BRAINSTORMING yang lalu, aku mencoba untuk berpikir sedikit.. Aku membuat sebuah RANGKUMAN jadi silahkan membacanya.”

Kelihatannya hari libur semalam itu bertujuan untuk membuat ini.

Judul rangkumannya bertuliskan “Acara Konser Natal”. Tertulis di bawahnya adalah isi rencananya. Ini lebih mirip sebuah proposal dibanding rangkuman, tapi aku tidak menghiraukannya dan terus membaca.

Pertunjukan ACARA KONSER yang melingkupi berbagai GENRE musik dengan KONSEP “The Music Connecting Now”. Sebuah KONSER yang meliputi MUSIK KLASIK, ROCK BAND, JAZZ, hymne, GOSPEL dan selama waktu istirahat, sebuah drama dengan tema pada SUARA NATAL, dan sebuah drama MUSIKAL yang digubah. Sebuah ACARA NATAL dengan SEMUA GENRE menampilkan sinergi maksimum dari musik dan drama.

…Aku membacanya sekilas. Saat aku membaca lagi, aku memutuskan untuk membacanya dengan perlahan dengan waktu sepanjang mungkin. Tapi isi yang tertulis tidak berubah.

Hei, hei, ini bahkan bukan sebuah proposal yang menyatukan, ini hanyalah sebuah angan-angan. Tapi dia memang sudah pasti menggabungkan semua pendapat-pendapat yang diajukan.

Di notulennya terdapat orkestra, tapi itu malah tertulis sebagai musik klasika jadi itu adalah sebuah masalah mengenai skalanya. Juga, aku tidak begitu yakin tentang perbedaan antara hymne dan gospel, tapi karena dia menuliskan keduanya ke dalamnya, itu pastilah berbeda, huh… Yang lain tertulis seperti apa adanya dan saat melihatnya sekilas menunjukkan bahwa itu semua merupakan keseluruhan proposalnya.

Tapi setelah menggabungkan setiap pendapat yang ada, ukurannya telah melembung sampai ke tingkatan yang mengejutkan. Itu bukan masalah tentang tidak memungkinkan sebab itu bahkan tidak terlihat memungkinkan.

“Bagaimana itu?”

Tamanawa bertanya tanpa terutama mengarahkannya pada siapapun dan semua orang bersama-sama membuat respon seperti “mmm, mungkin baguuuuus”, “terlihat lumayan menarik”, “terlihat benar-benar mengasyikkan”. Kata-katanya itu positif dari luar, tapi tidak seperti mereka itu semua sama-sama menyetujuinya.

Alasan kenapa ada suatu persetujuan setengah-hati yang penuh dengan ketidak-jelasan adalah karena melarang penolakan pendapat orang lain. Antara itu atau mereka sebenarnya sama sekali tidak serius memikirkan tentang ini.

Namun, jika begini terus, kami tidak akan pernah bisa memutuskan apa-apa. Di sinilah dimana kami perlu menunjukkan faktor-faktor tidak memungkinkan yang akan menghalang hal ini bisa terwujudkan secara realistis selagi mengarahkannya ke arah pemotongan isi acaranya.

“Skalanya sedikit terlalu besar di sini. Juga, apa ada orang yang bisa main musik?”

“Ya, itulah kenapa kita akan mempertimbangkan ALIH DAYA[1] untuk itu.”

Tamanawa terlihat seperti dia sudah menduga pertanyaan itu dan menjawab tanpa ragu-ragu.

“Untuk MUSIK KLASIK dan JAZZ, ada LAYANAN pembuatan KONSER PRIBADI. Kalau untuk BAND, kami ada murid-murid di sekolah kami yang bisa melakukannya. Kalau kita bisa meminta klub teater untuk drama dan drama MUSIKALnya, aku rasa itu seharusnya dapat berhasil. Juga, GOSPELnya… Aku rasa gereja?”

Jawaban yang dia berikan adalah SERAHKAN PADA ORANGCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content. Bisakah kamu menyebut ini acara kita…?

Tidak seperti alih daya itu sesuatu yang buruk. Mengenai bagian-bagian yang tidak dapat dilaksanakan dan hal-hal yang lebih terspesialisasi, seringkali lebih baik untuk meminta orang-orang yang sesuai untuk menangani pekerjaan itu daripada membuat upaya yang buruk untuk melakukannya. Jika kita bisa cukup menyerahkannya pada orang lain untuk melakukannya, maka itu bukanlah suatu masalah besar.

Masalah sebenarnya adalah apakah rencana itu realistis sama sekali tidak. Ketika hari dan tanggal kalendernya terlintas dalam pikiranku, aku berbicara.

“Jadi, bisakah kita mendapat JADWAL LAYANAN pembuatan tersebut?”

Aku tidak merasa mereka akan sebegitu nekadnya untuk datang pada hari sebelum acara demi kami. Lagipula, pekerjaan mereka mungkin akan sama sibuknya melihat musim Natal ini.

“Kita akan memastikan itu dengan mereka mulai sekarang.”

Tidak, kita perlu melakukannya jauh-jauh hari kalau tidak… Tidak peduli bagaimana kamu memikirkannya, jauh dari kue beras di udara Cite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content. Itu lebih seperti suatu ilustrasi yang gagal dimana kue berasnya dipersonifikasi dan berubah menjadi karakter moe “Mochimi-chan (dada besar)”.

Tamanawa menambahkan kata-katanya seakan mempertimbangkan sesuatu dari ekspresiku.

“Aku ingin mendapat suatu KONSENSUS dari semua orang dulu, kamu tahu. Kita akan memikirkan DESAIN UTAMAnya dan setelah itu, aku rasa kita bisa mulai membicarakan tentang dimana kita sebaiknya mulai MENGELEMINASI hal-hal untuk yang pertama kalinya.”

“Kon… ele?”

Yuigahama sedang memiringkan kepalanya. Yah, aku akan menjelaskan arti kata-kata tersebut padanya nanti karena melakukan sesuatu tentang konferensi itu lebih diprioritaskan.

Aku mencoba menyerang dari sudut yang berbeda kali ini.

“Uh, jadi dari awalpun, apa ini benar-benar sesuatu yang akan dilakukan anak SMA? Aku merasa seakan desain rencananya sudah melewatkan hal-hal pentingnya dari awal.”

“Itulah kenapa itu soal ‘sekarang’. Kita hanya perlu untuk menunjukkan pada mereka seperti apa murid SMA sekarang dan menghapuskan GAMBARAN STEREOTIP yang TERTANAM mengenai para murid SMA.”

“Gambaran, stereo… ter?”

Yuigahama sedang memiringkan kepalanya lagi. Yah, aku akan menjelaskan arti kata-kata tersebut padanya nanti… tidak, dia seharusnya paling tidak tahu apa arti gambaran.

Pokoknya, meninggalkan penjelasan pada Yuigahama untuk nanti, masalahnya adalah Tamanawa. Terus terang saja, aku akan cukup menyelesaikannya dengan memberitahu Tamanawa “lihatlah pada kenyataan”, tapi mengatakan itu pada seseorang yang tidak melihatnya itu sepenuhnya tidak ada gunanya.

Jika ada sesuatu yang bisa aku lakukan, maka itu pastilah untuk dapat membuatnya perlahan-lahan menyerah dengan menunjukkan batu sandungan dan halangan yang tidak dapat diatasi.

Untuk itu, aku ada sesuatu yang diam-diam sudah kupersiapkan.

Hari itu, aku menyiapkan kertas neraca yang kuserahkan pada Tamanawa. Yang tertulis di sana adalah bermacam-macam biaya urusan konser itu. Selagi aku memastikan angkanya dengan teliti sekali, aku menanyakan Tamanawa.

“Jadi, katakanlah kita memesan sesuatu dari luar, apa yang akan kita lakukan mengenai anggarannya?”

Menurut perhitungan awalnya, aku ingat harga pasaran untuk seorang penghibur acara akan mencapai sekitaran 30.000 yen sampai 40.000 yen sejam. Dan jika kamu mempertimbangkan ke dalamnya orang-orang yang diperlukan untuk musik klasik dan jazz, maka jumlahnya akan berlipat ganda. Ditambah lagi, jika kamu menambah jumlah pernghibur acaranya, maka biayanya akan naik sesuai dengan proporsinya. Terlebih lagi, gospel akan memakan cukup banyak biaya juga tergantung dari harga mereka. Jika kami akan mengikuti semua dari apa yang ada di dalam proposal itu, maka anggaran sekarang ini tidak cukup mendekati.

Tapi jawaban Tamanawa tidak begitu berbeda dari sebelumnya.

“Itulah kenapa konferensi ini bertujuan untuk memikirkan bagaimana membuat itu semua bisa.”

Ketika dia mengatakan itu, tidak ada apa-apa lagi yang bisa kukatakan.

Tidak seperti rencana yang dipikirkan Tamanawa itu tidak bagus. Mempertimbangkan bahwa kita memiliki cukup waktu dan tenaga bantuan dan bersama dengan suatu anggaran, maka itu tidak masalah. Kemungkinannya itu adalah sesuatu yang bisa direalisasi.

Tapi tiga faktor tersebut kurang dalam situasi sekarang ini.

Ketika aku terdiam, tidak ada orang lain lagi yang keberatan dan konferensinya berlanjut untuk mendiskusikan bagaimana membuatnya acaranya menjadi kenyataan dan bagaimana mengatur anggarannya.

Aku rasa itu akan lebih menyantaikan bagi mereka untuk mengurangi hal-hal yang perlu mereka lakukan setelah mereka menetapkan anggarannya. Tapi pada saat mereka bersantai, mereka akan berakhir tidak memiliki cukup waktu dan mereka akan berakhir mengurangi bahkan lebih banyak hal lagi.

Aku dapat dengan mudahnya melihat masa depan itu berputar dan aku membuat suatu helaan kecil.


× × ×


Catatan Tranlasi

<references>

  1. pemindahan pekerjaan (operasi) dari satu perusahaan ke perusahaan lain.