Oregairu (Indonesia):Jilid 4 Bab 2
Bab 2: Coba saja Semampumu, Kamu tidak akan Pernah Bisa Melarikan Diri dari Hiratsuka Shizuka
2-1
Jangkrik-jangkrik sudah ribut segera setelah matahari mulai terbit.
Menurut televisi yang kutinggal menyala, hari ini akan menjadi gelombang panas terbesar di musim panas atau semacamnya. Bukankah orang-orang itu mengatakan hal tersebut setiap hari? Ini mirip dengan idola-idola super bertalenta yang jenisnya hanya terlihat sekali dalam satu dasawarsa, dan namun, untuk beberapa alasan, muncul setiap tahunnya.
Suhu panasnya membuatku bersungut-sungut, jadi aku langsunɡ mematikan televisinya. Kemudian aku menghempaskan diriku ke atas sofa dan menghidupkan game konsolku. Hari ini aku bertekad untuk tidak pergi ke luar rumah namun untuk bermalas-malasan di rumah sepanjang hari. Kelihatannya Komachi sedang menutup dirinya di ruangannya untuk belajar, jadi aku sendirian di ruang tamu.
Sudah hampir mendekati dua minggu semenjak liburan musim panas dimulai.
Setiap liburan musim panas, gaya hidupku tetap sama. Aku akan tidur sampai siang, menonton Ensiklopedia Hewan Peliharaan dan Festival Anime Liburan Musim Panas Anak-Anak dan kemudian tiba-tiba ingat untuk pergi keluar ke toko buku. Pada sore hari, aku akan membaca atau bermain game dan kemudian belajar. Aku cukup menyukai gaya hidup ini.
Liburan musim panas – itu adalah zona kebebasan bagi para penyendiri. Itu bukan angel sanctuary. [1]
Kamu tidak akan menyusahkan siapapun meski kamu bermalas-malasan sepanjang hari. Atau begitulah yang akan dikira orang, tapi karena aku tidak ada hubungan apapun dengan orang, dari awalpun aku tidak pernah menyusahkan siapa-siapa. Aku anak yang terlampau baik.
Omong-omong, tidak ada siapapun yang mengekangku selama liburan musim panas. Memang, aku bebas. Dalam bahasa Inggris, kamu akan menyebutnya FREEDOM. Gundam [2]. Aku – tidak – kami adalah Gundam [3].
Aku tidak perlu melakukan apa-apa lagi. Itu cukup enak. Aku puas dengan gaya hidupku ini. Hanya saja, itu tidak terlalu enak jika bos di tempat kerja memberitahumu, “Kamu tidak perlu melakukan apa-apa lagi.” Itu kejam, sebegitu kejamnya sampai-sampai aku berhenti.
Dipikir-pikir lagi, sudah cukup lama sekarang aku tidak bekerja paruh waktu.
Sebelum aku memasuki Klub Servis aku bekerja paruh waktu di sini-sana… sebagian besarnya, aku tidak bisa dekat dengan siapapun di akhir dari itu semua dan aku biasanya berhenti setelah sekitaran tiga bulan. Itu menjengkelkan untuk pergi kembali untuk mengembalikan seragamnya, jadi aku cukup mengeposkan selembar cek pada mereka.
Ketika aku memikirkan tentang itu, Klub Servis sudah menyedot lumayan banyak waktuku. Tapi tidak perlu menunjukkan wajahku di sana selama liburan musim panas. Muahahahahaha!
Selagi aku tertawa keras-keras, ponselku berbunyi. Aku heran apa itu email lain yang dikirim dari Amazon. Atau mungkin itu dikirim dari sebuah gudang di kota Ichikawa dalam prefektur Chiba. Selagi pemikiran itu melintasi kepalaku, aku memungut ponselnya dari atas meja.
Ketika aku melihat ke arah layarnya, sebuah pesan sedang menunggu di dalam kotak masukku.
Pengirimnya adalah Hiratsuka-sensei.
Aku menutup layar pesannya.
Heh, aku tahu persis apa yang mesti kulakukan… sekarang aku hanya perlu membalasnya pada larut malam dengan “maaaaaff, batereku habis” atau “rupanya aku tadi di luar servis area sebentar” atau semacamnya dan selesai.. Kalau kamu membalasnya seperti itu, pihak lain tidak bisa menyalahkanmu untuk itu. Sumberː diriku. Dulu sewaktu SMP, aku mengumpulkan keberanianku untuk mengirim pesan pada para gadis, empat puluh persennya hanya untuk mendapatkan balasan tersebut. Kebetulan, tiga puluh persennya aku tidak mendapat balasan, dan tiga puluh persennya lagi terdiri dari pesan teks dari orang asing yang bernama MAILER-DAEMON. Tidak ada gunanya berusaha keras.
Setelah aku menyelesaikan hal itu, aku kembali ke sofa, merasa cukup senang dengan diriku.
Aku memungut gameku (yang telah memasuki sleep mode) sekali lagi. Itu hebat bagaimana game konsol terbaru memiliki sleep mode. Kamu bear-benar bisa menggunakan waktumu dengan bijak. Masalahnya adalah ketika itu terlalu baru sekali, karena sejumlah fitur yang tidak bisa kupahami tak terelakkan lagi akan datang mengikutinya. Fitur komunikasinya itu salah satunya, tapi hal-hal seperti tombol sentuh belakangnya membuatku menggaruk-garuk kepalaku. Aku juga tidak bisa berhenti memikirkan yang tidak-tidak.
Ponselku berbunyi lagi.
Apa? Burger jenis apa yang murah hari ini? Pikirku, meraih ponselku, hanya bagi dia untuk mulai berbunyi untuk waktu yang luar biasa lama. Karena beberapa misteri tertentu, aku sedang mendapat panggilan. Menilai dari jumlah waktu yang berlalu semenjak aku mendapat pesan teks barusan itu, kemungkinannya panggilannya dari Hiratsuka-sensei.
Aku tidak mengenal banyak orang yang biasanya akan gembira karena mendapat panggilan dari gurunya, dan aku juga tidak ada bedanya.. Ditambah lagi, karena aku mengabaikannya persis sebelum mendapat panggilan itu, ada kemungkinan dia akan mengulitiku karenanya kalau aku menjawabnya sekarang, jadi sekali lagi aku memutuskan untuk membiarkannya. Sementara itu, ponselku tiba-tiba menjadi senyap, menandakan bahwa dia mungkin sudah menyerah.
Dan dalam jangka waktu tenang yang pendek itu, banjiran pesan teks sudah menerjang kotak masukku.
Apa-apaan-? Ini mengerikan. Apa dia seperti ini dengan pacarnya atau siapapun? Takut bahwa banjiran lain akan menerjang kotak masukku, aku melihat ke arah pesan-pesan teksnya dengan penuh waswas.
Aku membuka pesan teks teratas di dalam folder itu – dengan kata lain, pesan teks yang terbaru.
Pengirim: Hiratsuka Shizuka
Subjek: “Ini Hiratsuka Shizuka. Tolong hubungi aku setelah kamu melihat ini.”
Isi: “Hikigaya-kun, Aku ingin kamu menghubungiku segera mengenai aktivitas liburan musim panas Klub Servis. Tolong hubungi aku SEGERA. Apa mungkin, kamu masih tertidur? (Haha) Aku sudah mengirim pesan dan meneleponmu ribuan kali tadi. Apa sebenarnya kamu sedang membaca ini sekarang?
Hei, beritahu aku kamu sedang membaca ini.
Angkat teleponnya [4].”
Lontong sateǃ Aku hampir pipis di celanaǃ
Aku rasa aku menyaksikan salah satu alasan kenapa Hiratsuka-sensei tidak bisa menikah. Sialan, persisnya sesuka apa dia denganku? Mengerikan. Benar-benar mengerikan.
Ketika aku menggulir ke atas pesan-pesan tersebut, itu semua kira-kira sama saja. Singkatnya, itu berisi, “Berpartisipasi dalam aktivitas sukarela selama liburan.”
Tidak main-main. Ini adalah salah satu situasi dimana pura-pura tidak tahu itu diperlukan dengan segala cara.
Aku mematikan ponselku tanpa ragu-ragu. Pada saat-saat seperti ini, itu berguna bagaimana penyendiri itu tidak dihubungi oleh orang lainǃ
Komachi menyeret kakinya ke lantai bawah dari ruangannya, telah akhirnya terbangun. Menilai dari penampilannya, dia jelas sekali sudah menghabiskan waktu tersebut untuk masuk dan keluar dari alam mimpi, dan satu-satunya pakaian yang dikenakannya di atas pakaian dalamnya adalah T-shirt bekasku.
“Lagi istirahat?” tanyaku.
“Yap, Aku sudah menyelesaikan kira-kira semuanya k'cuali resensi buku dan projek penelitiannya,” kicaunya.
“Kerja bagus. Ingin minum sesuatu? Kopi atau teh jelai atau Kopi MAX…?”
“Jadi kopi dan Kopi MAX itu berbeda sekarang… ‘ke, aku mau teh jelai.”
Kopi MAX bukan sekedar kopi. Itu wajar. Kopi susu [5] dan Kopi MAX itu berbeda seperti langit dan bumi. Dari sudut pandangku, yang pertama itu digolongkan sebagai kopi, sedangkan Kopi MAX digolongkan sebagai susu kental manis.
Anomali dalam dunia kopi – itulah Kopi MAX. Omong-omong, anomali dalam dunia novel ringan itu Gagaga Bunko [6].
Aku pergi ke dapur, mengeluarkan sebotol teh jelai yang didinginkan dengan baik dari kulkas dan menuangkan secangkir untuknya. “Mari.”
“Terima kasih.”
Komachi mengambil cangkirnya dengan kedua tangan dan meneguknya dengan nikmat. Membuat helaan puas yang dalam, dia meletakkannya ke atas meja.
“Kamu tahu tidak, onii-chan.” Komachi tiba-tiba menjadi serius. “Aku belajar sangat, sangat keras.”
“Tentu, kurasa. Tidak seperti kamu sudah selesai.”
Dia masih menyisakan resensi buku dan projek penelitiannya. Juga, ketika berbicara soal belajar untuk ujian seleksi masuk, tidak pernah berakhir adalah akhirnya – itulah Gold Experience Requiemku [7].
Still, you could say she had worked hard to finish almost all her homework over the last couple of days.
“Since I worked so hard, I thought it’d be nice to give myself a reward.”
“So you’re a career woman?” At any rate, the words “give myself a reward” absolutely reeked of something a single woman would say. For a brief moment, Hiratsuka-sensei’s face flickered in my mind.
“Anyway, I need a reward. That’s why you have to go with me to Chiba, onii-chan.”
“I admire your logic. That was such a leap you could win a Birdman Rally,” I said.
Komachi huffed and pouted. Somehow, it didn’t seem she would take no for an answer.
“Okay, I get it. Is there something you want? If it’s too expensive, I’ll have to pass. I’ve only got 400 yen in my wallet.”
“Even if it was cheap, you’d have to pass…” Komachi muttered. “I don’t really want something that can be bought with money,” she insisted. “Just going out with my onii-chan is enough. Ah, my Komachi points are pretty high right now!”
“You’re so annoying…”
But it looked like she wasn’t really demanding anything physical. The point was that she suddenly felt like hanging out with me for fun. It’d be all well and good if she did that with a friend, but, well, I didn’t like the idea of someone trying to pick her up while she was in Chiba with other girls. Actually, there was a place near Chiba station that led to an entertainment district, otherwise known as “Pick-up Street”. A long time ago, there had been delinquents and thugs hanging around close by, and I hadn’t been near the place since.
Besides, if she were to do strange things with a boy for fun, I would have no choice but to bloody my hands. It would be best to tell Komachi as much.
“I don’t mind going, but change your clothes. If you go outside looking like that, I’d have to point a laser beam to stop the guys on the street ogling. Ah, are my Hachiman points high right now?”
“I dunno… that siscon act is honestly creepy. Plus, your methods are horrible.”
My dearest little sister shrunk back two whole steps.
…oh, really? I thought I had around 80,000 points or so. For Hachiman’s eyes only – I secretly locked her feedback in my heart. Komachi’s grading system was harsh, that’s why.
Siblings who live in Chiba have a high probability of being siscons. My little sister was this cute, so I had no choice (3). People often say stuff like, “I have a little sister, but she’s not cute at all,” but you know how it is. They only say their sister isn’t cute because they’re related.
“I dunno what we’re doing in Chiba, but I don’t mind going there, I guess,” I said.
“Oooh, thanks. ‘kay, I’ll get ready, then. You should change into clothes that are easy to move around in too, onii-chan.”
Clothes that are easy to move around in. What, were we going boring or something? As in digging up stuff? That sounded close enough to bowling.
Still, when people say ‘clothes that are easy to move around in’, it’s easiest of all to move around naked, in my opinion. There were people like that in elementary school when we did the 50 metre race. They said, “I’m gonna get serious,” as they went around barefoot. And by people, I mean me.
Changing out of my T-shirt and into a pair of jeans, I lazed around picking out a shirt to wear on top. I was just putting on my shoes when Komachi started ravaging the house and turning it upside down.
What was up with her incessant loitering? She’d been doing it for a while now. Still, I have to admit she was like a tiny animal and her cuteness meter was through the roof.
As I was waiting around staring vacantly at the ceiling (one of my special skills), Komachi finished changing as well. Once again, she had changed in front of me like she normally did, but it seemed she had been completely ignoring me – that was too much like usual.
Finally, she posed in front of the dressing mirror with her hand on her chin. Yes, yes, she was cute and everything. Now could she hurry it up a little?
At long last, Komachi fitted a newsboy cap on her head and swung around to face me. “’kay, let’s go!” she announced as she latched onto her baggage with both hands.
There were two bags. The contents were packed to the brim, so they seemed fairly heavy. When I wordlessly extended my hand, Komachi somewhat cheerfully handed one of them to me. Don’t get so happy. She was one of those ditzy heroines that are all the rage these days.
I made sure the door was shut securely before we went out, and then we headed off for the station.
“C’mon, what’s with all this baggage?” I asked Komachi, pointing at the bag I was holding as we walked along. “What am I carrying this for? Am I your personal chauffeur?”
In response, Komachi put her index finger against her mouth secretively. “It’s-a-se-cret!” she sang, winking while she was at it.
“You’re so annoying…”
“Heh, onii-chan. A secret makes a woman, woman.”
“Are you quoting Sherry? I remember that from Conan (4)…”
This tended to happen among siblings when it came to manga – particularly manga bought and shared in elementary school. The trend was even more striking when it was a manga popular among both genders. Naturally, it was easy to get this sort of reference.
…well, when I was reading, she’d peep in on me, so my mum would see that and say stuff like, “Let Komachi read it.” This one time when I was listening to my earphones, she said something like, “Let Komachi listen to it through one ear.” What a buffoon. Did she think we were a lovey-dovey couple or something? Or maybe high school boys on the train on the way home. If Ebina-san saw that, she’d go nuts…
I steered Komachi, who was playing with her cell phone as she was walking, towards the side of the footpath, and then surveyed the silent street. The sun was blazing over the path all the way to the station. The trees by the roadside extended their leaves and branches over key parts of the street, while stray cats slept soundly under the shade. The smell of anti-mosquito incense from a garden somewhere drifted over to us, along with sounds of a TV program.
As Komachi and I walked side-by-side, a bunch of elementary schoolers riding mountain bikes passed us from the side. They seemed to be having a good time. For whatever reason, Komachi and I watched them pass before continuing down the path once again. My walking pace was a bit slower than usual, so I matched my speed with Komachi’s until we reached the station.
We arrived at the station, and I was just about to make my way over to the ticket barrier when Komachi started tugging incessantly at my sleeve. “Onii-chan, this way! This way!”
“Huh? If we’re going to Chiba, then the train…” I began, turning around.
In response, Komachi pulled on my arm and pointed. “Over there!” She ended up dragging me all the way to the bus rotary. An unknown minivan was parked in front of me.
In front of the driver’s door stood a dark figure. From that buxom body shape, I could see plainly that it was a woman. She was dressed in denim shorts and a tight black T-shirt with rolled-up sleeves, and on her feet she wore sneakers styled like mountain-climbing shoes. Her long, black hair was tied up in a ponytail, and she wore a khaki-coloured cap. Because she had sunglasses over her eyes, I had no way of peering into her expression. But when she faced me, the bottom of her lip twisted wryly.
I had a bad feeling about this.
Catatan translasi
<references>
- ↑ Judul manga shojo
- ↑ ZGMF-X10A Freedom Gundam muncul dalam Gundam SEED.
- ↑ Referensi terhadap slogan Setsuna F. Seiei dalam Gundam 00.
- ↑ Ini adalah referensi terhadap sebuah cerita horor 2ch mengenai seorang penguntit. Judul postingnya: “Jadi aku pergi ke sebuah hotel cinta dengan gadis aneh ini”.
- ↑ Café au lait
- ↑ Penerbit Oregairu
- ↑ Meme JoJo’s Bizarre Adventure. Referensi pada Stand Giorno Giovanna pada bagian 5 manga tersebut.