Oregairu (Indonesia):Jilid 4 Bab 5
Bab 5: Sendirian, Yukinoshita Yukino Menatap ke Atas Langit Malam
5-1
Kapon – muncul suara khas pemandian. Aku selalu heran soal ini, tapi dari mana datangnya suara kapon ini? Apa itu suara bak mandinya?[1]
Setelah aku selesai membasuh kepala, badan dan wajahku, aku membenamkan diriku ke dalam air panas. Disini terasa begitu mirip dengan mata air panas. Selagi keringatku dibasuh, aku merasakan dengan jelas tubuhku sedang dibersihkan.
Ada pemandian umum yang besar di dalam rumah tamu. Seperti biasa untuk karya wisata sekolah dan pramuka, laki-laki dan perempuan memiliki jam mandi yang berbeda. Karena percakapan kami tadi menghabiskan banyak waktu, kelihatannya cuma satu kelompok yang bisa memasuki pemandian tersebut. Tentu saja, kami perlu memisahkan waktu untuk para lelaki, perempuan dan Totsuka.
Sebagai hasil perundingan kami, laki-laki diizinkan untuk memakai kamar mandi dalam rumah. Cuma saja, yah – karena ini tidak begitu berbeda dengan kamar mandi rumah biasa, hanya bisa sekali masuk satu orang. Dipikir-pikir lagi, tidak banyak lelaki yang senang mandi bersama, jadi kesepakatan ini tidak masalah bagiku.
Bukannya aku tidak bisa mandi bersama Totsuka, tapi itu… yah, uh, kamu tahu kan. Kalau entah kenapa Totsuka ternyata seorang perempuan, Gae Bolg-ku pasti akan aktif, dan jika dia laki-laki, Gae Bolg-ku akan aktif juga – apapun jenis kelaminnya, Gae Bolg-ku akan teraktivasi.[2]
Itulah kenapa kesepakatan ini tidak masalah bagiku.
Di kamar mandi lelaki ini, aku hanya punya waktu untuk berbenam sebentar. Kalau barusan Totsuka yang menggunakan kamar mandi ini, aku akan berlama-lama berbenam di sana, tapi karena aku masuk setelah Tobe dan Hayama, aku segera keluar.
Di dalam ruang ganti (yang benar-benar tidak begitu besar sekali) aku mengelap seluruh badanku, dan kemudian mencari-cari kotak dimana aku meletakkan pakaianku.
“Kolorku, kolorku… huh?”
Pada saat aku menemukan celana dalamku, pintunya terbuka. Dengan kata lain, aku tidak ada waktu untuk mengenakan kolorku. Oh gawatǃ Tuan, musuh sudah tiba ><[3]!
Ketika pintunya terbuka, wajah yang muncul dalam pandanganku tidak lain dan tidak bukan adalah Totsuka.
“Er, uh…”
“…”
OTAK TIDAK BISA BEKERJA.
“…”
Dan sekarang, waktu berjalan lagi. [4]
“W‐waaaaaah! Ma-maaf!”
“A‐aaaaaargh! A-aku juga maaf!”
Totsuka yang merona menutup pintunya dengan keras. Kalau aku, aku tanpa buang-buang waktu lagi segera berganti pakaian. Kolorku sudah di-pilder [5]. </ref> dengan aman. Setelah itu, aku mengenakan kaus T-shirt dan celana ponggol. Aku ragu semua ini memakan waktu lebih dari sepuluh detik.
“Su-sudah aman sekarang,” ujarku ke arah pintu.
Dengan sangat perlahan, pintu tersebut dibuka persis tiga senti lebarnya. Totsuka melirik ke dalam dari celah tersebut untuk memastikan aku sudah berpakaian. Menghela lega, dia melangkah ke dalam ruang ganti.
“Ma-maaf. Kukira kamu sudah keluar…” Totsuka meminta maaf, membungkukkan kepalanya. Tapi ketika dia mengangkat kepalanya dan matanya bertemu dengan mataku, dia menjerit pelan dan segera memalingkan pandangannya, wajahnya merah merona.
…kenapa dia merona? Ini mulai membuatku merasa malu.
“O‐oke, aku mandi dulu sekarang,” katanya.
“Ba-baik.”
Dan dengan sahutan tersebut, kami sekali lagi menatap satu sama lain tanpa berkata-kata.
“Um… Aku mau melepas pakaianku sekarang…” Totsuka melihat ke atas padaku dengan mata berkaca-kaca. Selagi dia memegangi kedua ujung kausnya, dia menatap padaku dengan tatapan mencela. “Kalau kamu terus melihatiku… aku akan merasa canggung.”
“Oh, tentu. Aku pergi dulu.”
Yah, kurasa dilihati selagi kamu berganti pakaian pasti akan terasa tidak nyaman, meskipun sesama laki-laki yang melakukannya.
Aku menutup pintu ruang ganti tersebut dan mulai berjalan. Selagi aku menyeret kakiku pergi, aku dapat mendengar suara air dan itu menggelikannya menggangguku.
Omong-omong, situasi ini jauh berbeda dari cuplikan “masuk ketika seseorang ada di kamar mandi” yang kuketahui. Dewa Romcom, anda, yang mulia, sungguh tolol.
Setidaknya balikkan posisinya… tidak, itu sama bodohnya.
5-2
Hayama dan Tobe sudah ada di dalam rumah bungalo.
Mereka berdua sedang memainkan ponsel mereka, terlihat seakan mereka tidak tahu apa yang sebaiknya mereka lakukan berdua. Jemari Hayama menekan tabletnya dengan cepat. Memang, gerakan keren dan menawannya itu memberikan kesan yang gagah. Aku akan mengatakannya sebanyak yang diperlukan, tapi orang yang memakai alat semacam ini tidak tahu mereka terlihat keren, meskipun mereka mesti sadar bahwa bukan mereka yang keren – alatnya yang keren.
Permainan kartu berserak di sekitar kaki mereka, tapi tidak mungkin mereka mau memainkannya denganku. Hayama dan Tobe mengobrol dengan bersahabat dari waktu ke waktu, tapi hanya di antara mereka.
Aku kemudian mengambil kesempatan untuk meletakkan kasurku di sudut kamar, dan setelah aku mengisi tempatku, aku berbaring dengan gelisah. Aku mencoba mencari-cari ke dalam tasku, tapi tidak terlihat ada suatu alat untuk menghabiskan waktu. Bahkan Komachi tidak bisa mempersiapkan sejauh itu dengan waktu yang begitu singkat, kelihatannya.
Yah, sekarang ini, kira-kira apapun bisa kamu lakukan kalau kamu punya ponsel. Aku menunggu rasa kantuk untuk muncul selagi aku bermain-main dengan ponselku, menekan tombol ini dan itu.
Sementara itu, aku dapat mendengar dua lelaki mengobrol dari tempatku berbaring.
“Yo, apa yang ente l'hat, Hayato-kun, Porno?”
“Nah, aku cuma melihat-lihat buku rujukan. Dalam bentuk PDF.”
“Whoa, itu terdengar sungguh pintar, yo!”
Aku rasa sama sekali tidak ada yang pintar mengenai obrolan ini.
Namun, itu hal yang bagus untuk membawa buku rujukan dalam bentuk PDF. Bayangkan betapa beratnya yang mesti kamu pikul kalau kamu menjadi seorang ensiklopedia berjalan. Aku bahkan tidak bisa ingat isi satu buku pun.
“Hayama, kamu pintar sekali,” kataku pada diriku sendiri, tidak begitu peduli entahkah seseorang mendengarku ataupun tidak. Ini adalah cara seorang penyendiri berbicara.
Tapi Hayama, yang merupakan jelmaan kebaikan salah arti, tidak akan melewatkan hal tersebut. “Aku tidak sepintar itu, kamu tahu.”
“Tunggu dulu, Hayato-kun, nilaimu ngeri. Bahasamu rangking berapa lagi?”
Kupikir biasanya kamu memakai kata ‘ngeri’ untuk mengacu pada sesuatu yang buruk, tapi anak muda sekarang memakainya untuk artian yang berlawanan. Itu sama halnya dengan berkata, “Aku sama sekali tidak suka kamu, onii-chan[6]!”
“Yah, nilaiku lumayan, kurasa…” Hayama menjawab dengan senyuman yang samar dan agak dipaksa.
Oke, jadi apa orang ini salah satu tipe itu? Tipe orang yang menyatakan hal menjengkelkan seperti nilai ujian dan kepintaran itu dua hal yang berbeda?
“Kamu bilang cuma lumayan, Hayato-kun, tapi kamu dapat rangking atas bukan?”
“Tapi Yukinoshita‐san masih di atasku, kamu tahu.”
…
Oke, aku paham. Aku benar-benar paham sekarang.
Aku sedang membicarakan tentang kenapa aku selalu mendapat peringkat tiga.
Sebenarnya peringkat pertama dan kedua sudah tidak dapat digeser lagi.
Tampang bagus, kepribadian bagus dan otak pun bagus… sungguh menyeramkan. Itu seperti Goku dan Vegeta melakukan gabungan Potara.[7] Kenapa orang ini masih hidup? Setidaknya kasih aku menang dalam bahasa Jepang, sialan.
Persis saat aku berniat untuk tertidur, pintunya terbuka lebar.
Terdapat suatu helaan. “Aku baru keluar dari kamar mandi…”
Totsuka, yang sudah kembali bersama kami, menutup pintu di belakangnya. Saat dia berpapasan di sampingku, mengelap rambut yang masih sedikit basah dengan handuk, bau samponya tercium darinya. Totsuka duduk dan mulai mengeringkan rambutnya dengan pengering rambut yang diambilnya dari tasnya.
Baru saja berendam di air, kontras antara rambut lembab dengan kulit memerahnya begitu anehnya merangsang. Aku berakhir menatapinya meskipun aku tidak mau melakukannya, merasa terpikat.
Akhirnya, Totsuka menjentikkan rambutnya hanya untuk memastikan rambutnya sudah tidak basah, sebelum menghela puas. “Aku sudah selesai…”
“Kalau begitu, ayo kita tidur,” sahut Hayama pada Totsuka.
Tobe dan Totsuka juga mulai bersiap-siap untuk tidur. Aku tidak perlu melakukannya karena aku sudah meletakkan kasurku. Pak, aku pasti seorang peramal.
Dengan usaha besar, Totsuka mengangkat kasurnya dan meletakkannya di sampingku. Selagi dia menepuk bantalnya, dia melirik ke arahku dari sudut matanya.
“Apa… tidak masalah aku di sini?”
“…ya.”
Ketika kami cukup lama terus menatap satu sama lain, aku dapat merasakan suasana kecanggungan pertemuan kami di kamar mandi. Itu memalukan untuk diingat. Totsuka melihatku dengan jelas… Aku harus bertanggung jawab.
Tapi Totsuka sendiri tidak terlihat begitu kuatir, dan dia berbaring ke atas kasurnya dengan agak riang. Hei, ayolah. Dalam posisi seperti itu, kami akan berciuman kalau dia berpaling kemari.
Setelah selesai mempersiapkan tempat tidurnya, Hayama menjulurkan tangannya ke arah saklar lampu. “Aku matikan lampunya dulu.”
Dan dengan suara ping, bola lampu tersebut mati.
“Hayato‐kun, Pak,” kata Tobe. “Ini terasa seperti malam karya wisata sekolah, yo.”
“Ya. Semacam itu.”
Itu sahutan yang cukup asal-asalan. Mungkin Hayama juga agak lelah.
“…ayo kita mengobrol soal siapa yang kita sukai,” saran Tobe.
“Aku lagi tidak ingin.”
Mengejutkannya, Hayama menolak tanpa alasan pasti.
“Ahaha… itu agak memalukan,” Totsuka tertawa pelan, terdengar tidak nyaman.
“Kok begitu?ǃ Jangan malu-malu. Utarakan saja, yoǃ Aku pahamǃ Aku akan bilang dulu siapa yang kusukai.” Orang ini cuma berpura-pura mengajak mengobrol; dia hanya benar-benar ingin membicarakan tentang dirinya…
Hayama dan Totsuka pastilah mendapat kesan yang sama sepertiku, karena aku mendengar sebuah helaan bersama dengan suatu tawa datar.
“Sebenarnya, aku‐”
Tidak banyak yang perlu didengar. Tobe akan memberitahu kami semua tentang cintanya terhadap Miura.
“‐merasa Ebina‐san itu agak manis.”
“…sungguh?!” ujarku setelah mendengar kata-kata tak terduga itu.
Catatan Translasi
<references>
- ↑ Kapon is the onomatopoeia for the Shishi‐Odoshi, a small fountain (usually made of bamboo) that slowly fills with water, and then suddenly tips. The sound it makes is supposed to scare off birds and small wildlife.
- ↑ The Gae Bolg is a mythical Celt spear, popularised by the Type Moon franchise. Here, it seems to be a euphemism for Hachiman’s p‐ *SHOT*
- ↑ A quote from the eroge Koihime Musou.
- ↑ This is a quote from Dio Brando from JoJo’s Bizarre Adventure when he uses his Stand ability.
- ↑ A reference to the mecha in Mazinger Z . Also, a pun on the English phrase “piled on”.
- ↑ Itu judul novel ringan Oniichan no Koto Nanka Zenzen Suki Janain Dakara ne‐!!
- ↑ Goku and Vegeta are the two protagonists in Dragon Ball Z. When they perform the Potara fusion, their powers are combined.