Hakomari (Indonesia):Jilid 3 Permulaan

From Baka-Tsuki
Revision as of 14:17, 18 January 2012 by Tony Yon (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Saat pertama aku melihat rambut peraknya, aku berpikir “Aah, jalan kami tak akan bertemu.”

Aku rasa hampir semua teman sekelasku memiliki kesan yang sama. Daia Oomine--dia menolak semua orang dengan seluruh keberadaannya. Aku berasumsi bahwa sikap menindas dan gaya kerasnya hanyalah cara untuk menjaga jarak dengan orang lain.

Tapi hubungan kami berjalan dengan baik. Hal ini sebagian karena peran Haruaki sebagai perantara, tapi tentu saja kalau cuma itu tidak akan cukup.

«Umm, kau adalah... Kazuki Hoshino, benar? Aku tidak bisa menjelaskan kenapa, tapi kau agak aneh!» Itu kata-kata pertamanya padaku.

Tapi aku percaya kalau kita adalah teman; walau bagaimanapun, dia selalu terlihat senang saat berbicara padaku.

Akan tetapi, dia mengatakannya.

“Kau sudah berhubungan dengan ‘0’, benar kan?”

Itu adalah saat istirahat makan siang, pada hari sebelum permulaan ujian tengah semester. Daiya tanpa khawatir duduk di samping Maria dan mengatakan hal itu.

“.....Oomine, apa kau memperoleh sebuah ‘kotak’?”

Maria menjawab untukku saat aku tak bisa menjawabnya.

“Pertanyaan retoris macam apa itu? Tentu saja aku memperolehnya. Daripada itu, sekarang aku berbicara dengan Kazu. Jadi diamlah, kau penjaga yang mengganggu.”

Maria mendesah keras, dan kemudian menatapku, seakan ingin menunjukkan bahwa ia akan menyerahkan hal itu kepadaku.

Tapi apa yang harus aku katakan?

Mengabaikan diriku yang terdiam, Daiya mulai berbicara.

“Itu selalu terasa janggal bagiku. Kemunculan Otonashi, pernyataan cintamu pada Kirino, dan berbagai hal lainnya.”

Daiya menyentuh tindikan di telinga kanannya.

“Semua keraguan itu terpecahkan saat aku bertemu dengan ‘0’. Saat aku bertemu dengannya--pada waktu itu aku menyadari bahwa dia, yang tidak bisa dijelaskan dengan kata lain selain ‘ganjil’, adalah alasan dari semua kejadian aneh akhir-akhir ini. Lalu dia mengatakan padaku kalau dia tertarik pada Kazuki Hoshino.”

Tidak mampu mengerti sepenuhnya, aku cuma mendengarkan dalam diam.

“Itu artinya bukan hanya aku saja yang merasakan keanehan dalam dirimu.

...Tahukah kau, Kazu? Setelah mengamatimu lebih dari setahun, ada satu hal yang kumengerti.”

Dia menatapku dengan tajam dan melanjutkan.

“Kau melayang.”

“...melayang?”

Aku tidak bisa memahami arti kata-katanya yang tiba-tiba dan tanpa konteks itu.

“Itu seperti kau melihat kami dari tepat yang sedikit lebih tinggi. Kau berada di sini, tapi menahan diri untuk tidak terlibat terlalu dalam. Dan kau selalu menjaga jarak tertentu. Kau tidak di dalam, tidak pula di luar. Kau hanya...melayang.”

Aku tidak mengerti apa yang dia katakan, dan menaikan satu alisku.

“Dan kau bilang kau ingin menjaga kehidupan sehari-hari. Itu selalu menjadi misteri bagiku kenapa kau mengharapkannya. Tapi saat aku berbicara dengan ‘0’---dia mengatakan padaku bahwa kau menolak ‘kotak’ yang mampu mengabulkan berbagai ‘harapan’, yang membuatku akhirnya mengerti.”

Daiya menyatakan.

“Tujuanmu adalah menghancurkan ‘harapan’ orang lain.”

“Itu tidak benar!”

Aku sendiri terkejut dengan kerasnya suaraku, tapi aku harus membuat hal ini jelas.

“Alasan kenapa aku menganggap spesial kehidupan sehari-hari adalah...karena aku berpikir merindukan sesuatu adalah bukti kehidupan...jadi...”

“Sangat bisa ditertawakan.”

Bertolak belakang dari kata-katanya, dia tidak tertawa sama sekali. Dia hanya melanjutkan dengan kejam.

“Jadi apa kau punya sesuatu yang kau rindukan? Sebutkan satu!”

“Tentu saja aku punya. Itu adalah---“

Aku berhenti.

Aku punya satu. Seharusnya aku punya satu. Tapi aku tidak bisa mengungkapkannya.

---aku yakin karena itu tidak memiliki bentuk dalam diriku.

“Karena kau ingin tetap merindukan sesuatu. Hmpf, kalaupun aku mengakui pernyataan itu, pernyataan lain tersisa. Kenapa kau menjadi seperti itu?

“...Eh?”

Alasan kenapa aku mulai menganggap spesial kehidupan sehari-hari ini?

Bila kupikirkan lagi, apakah aku selalu seperti ini sejak dulu?

...aku tidak berpikir begitu. Jadi, sejak kapan---

“------“

Itu mengenaiku.

---Seseorang, tertutup kabut, aku tidak bisa mengenalinya. Aku tidak bisa mengenali penampakan yang samar-samar ini. Tidak bisa mengenali?...tidak, kenyataanya aku tahu siapa dia, tidak peduli seberapa banyaknya kabut di sini. Dia adalah---

“Mengerti?”

Saat Daiya menyelaku, siluet itu menghilang ke dalam kabut.

“...apa..?”

“Faktanya, pada akhirnya, kau hanya mencoba menjaga kehidupan sehari-hari secara tidak sadar, seperti salah satu anjing Pavlov.”

Aku hanya ingin menjaga kehidupan sehari-hariku, kalau begitu---

“Itu sama saja dengan menghancurkan ‘harapan-harapan’ orang lain. ...Hey, Kazu.”

Daiya memanggilku dengan sikap santainya yang biasa.

“Aku memiliki sebuah ‘kotak’. Aku menjadi keberadaan yang bertolak belakang dengan kehidupan sehari-hari ini. ---jadi apa yang akan kau lakukan?.”

Aku tidak tahu apa ‘harapan’ Daiya. Tetapi jika itu adalah sebuah ancaman bagi kehidupan sehari-hari, aku akan---

“Kau sudah membuat suatu kesimpulan, kan?”

Daiya meneruskan dengan suara tanpa ekspresi, sambil menyentuh tindikan di telinga kanannya sekali lagi:

“Jadi, aku adalah-------musuhmu.”


Ujian tengah semester kami sudah dikembalikan dan hari-hari santai penuh kemalasan, seolah mencerna hasilnya, berlalu selama bulan Juli.

“Guys, kalian sepenuhnya gak boleh mengatakan kalau kita akan pergi ke mal habis ini!”

Di jalan menuju ruang perawatan Mogi-san, Kokone, yang akhir-akhir ini menyanggul rambutnya mengatakan ini.

“Terutama kau, Haruaki!”

“Aku tahu, aku tahu!”

“Aku ragu? Apalagi kudengar istilah modern <<Haruaki>> juga berarti <<Tidak mampu membaca suasana>>.”

“Aku gak pernah dengar istilah macam itu! Tapi aku tau istilah modern <<K.K>> artinya <<mengganggu>>, sih!”

“Hey! Kenapa inisial namaku berarti <<mengganggu>>!?”

“Kirino, kalau Mogi mendengar suara kerasmu itu, pertimbanganmu akan berakhir sia-sia.”

Diperingatkan oleh Maria---“Tehe!”---Kokone menjulurkan lidah dengan satu mata tertutup dan bersungut ke arah Haruaki, yang mengatakan “Kau ‘pikir itu imut’ atau apa?”

Mendesah pada pemandangan yang relatif normal ini, aku memasuki ruang rumah sakit.

“......”

Hal pertama yang aku lihat adalah setengah telanjang, tubuh maskulin di sampul majalah.

“Kasumi...?”

“Eh...? ---AH!”

Dia menyembunyikan majalah itu di bawah kasurnya dengan cepat.

“H-Hai semua... A-Ada apa? Kalian agak awal hari ini, huh..?”

Mogi mengulas senyum kaku.

“......”

Apakah aku, mungkin, melihat sesuatu yang seharusnya tidak kulihat...? Kokone dan aku bertukar pandang, diam-diam sepakat---‘jangan diungkit-ungkit lagi hal itu’

“Whoa, apa yang kau sembunyikan di situ, Kasumi!”

Kami gagal. Di sini ada laki-laki, yang namanya <<Tidak bisa membaca suasana>>.

“A-aku tidak menyembunyikan apapun...!”

“Jangan bohong! ...mh? ah, itu majalah porno, benar kan! Tunjukkan padaku, tunjukkan padaku! Aku ingin tahu majalah porno macam apa yang bisa membuat para gadis teran---Ghgh!”

Kokone menyikutnya. Yah, kupikir dia melakukan hal yang benar.

“Jangan khawatir Kasumi, kami tidak melihat apa-apa... Tidak, itu tidak apa-apa, benar! Lagi pula, kau tinggal di rumah sakit cukup lama, jadi... Kau banyak meahan diri, benar kan!”

“A-a-a-aku tidak menahan diri dari apapun!”

Mogi-san mengayunkan tangan dengan cepat di depan wajahnya merah.

“B-bukan itu! Ini adalah... yah...”

Dia mengerutkan bibirnya dan, sedikit ragu-ragu, mengambil majalah dari bawah kasur. Memang di sampulnya ada gambar pria setengah telanjang, tapi tulisan seperti ‘Yoga’ dan ‘Cara Latihan yang Benar’ tertulis di sana.

“Ini majalah fitness untuk latihan! Jadi, umm... ini bukan majalah porno.”

“Eh, Ah, kau benar. Haha, maaf. ...Tapi kenapa kau menyembunyikannya kalau begitu?”

Karena suatu alasan dia tidak melihat ke arah Kokone, tapi padaku saat berbisik: “...karena majalah semacam itu tidak cocok untukku...”

Sekarang setelah dia mengatakannya---Aku secara tidak sadar melihat ke arah lengan Mogi-san. Lengan putihnya, yang pada awalnya terlihat rapuh, sekarang terlihat sedikit lebih gemuk. ...Keduanya masih terlihat langsing, sih.

Mogi-san menyadari pandanganku dan menyembunyikan kedua lengannya dengan malu, di belakang tubuhnya. Lalu dia berkata, “...Aku harap itu akan berguna sebagai referensi untuk rehabilitasiku.”

Empat bulan sudah berlalu sejak hari-hari pengobatan. Tulang-tulangnya yang patah sudah tumbuh semua dan rehabilitasinya sudah dimulai sekarang. Kembalinya dia ke sekolah, yang dulunya seperti mimpi, sedikit demi sedikit, mulai nampak mungkin. Dia di atas kursi roda belajar di kelas mungkin akan segera menjadi bagian kehidupan sehari-hari.

Mogi-san akan kembali ke kehidupan sehari-hari.

---Seperti waktu sebelum Maria.

(incomplete)

Back to Prolog Return to Halaman Utama Forward to Putaran 1