Oregairu (Indonesia):Jilid 1 Bab 2
Sampai Kapan pun, Yukino Yukinoshita Tetap Keras Kepala
Saat keluar dari ruang kelas setelah jam pelajaran berakhir, kulihat Bu Hiratsuka sedang menungguku sambil menyandarkan dirinya ke tembok. Beliau sudah tampak seperti sipir penjara yang berdiri tegap sambil melipat kedua tangannya. Padahal, pasti akan terasa cocok bila beliau berpakaian militer dan memegang cambuk di tangannya. Yah, yang namanya sekolah memang mirip seperti penjara, setidaknya itu bukan imajinasi yang terlalu berlebihan. Maksudku, sekolah pun bisa disamakan seperti Alcatraz ataupun Cassandra[1]. Pastinya hal yang bagus jika sang Penyelamat Akhir Zaman[2] bergegas datang menolong.
"Hikigaya. Waktunya kegiatan klub."
Seketika itu darahku langsung membeku. Sial, aku tertangkap. Kalau aku sampai digiring ke ruang klub, mungkin kehidupan sekolahku ini sudah tak punya harapan lagi.
Yukinoshita itu orang yang angkuh sejak lahir, kata-kata yang terucap dari mulutnya terasa berbahaya. Sangat kasar, bahkan tak ada manis-manisnya. Apa makhluk sepertinya itu bisa disebut tsundere? Yang benar saja, ia cuma gadis kurang ajar.
Sambil tersenyum cuek, Bu Hiratsuka tak menghiraukan keenggananku yang tampak jelas ini.
"Ayo pergi." Ujar Bu Hiratsuka sembari berusaha merangkul lenganku. Aku menghindar. Tak tanggung-tanggung, beliau langsung menjulurkan tangannya lagi. Aku pun kembali mengelak.
"Eng... asal Ibu tahu... jika saya pikir-pikir lagi, yah, di antara sekian banyak hal, sistem pendidikan di negara kita ini harusnya saling mendukung juga menghormati kebebasan murid-muridnya, oleh karena itu... saya merasa keberatan jika dipaksa-paksa begini."
"Sayangnya, sekolah merupakan sebuah institusi yang dirancang untuk melatih murid-murid agar bisa menjadi bagian dari masyarakat yang baik. Di kehidupan sesungguhnya, pendapatmu barusan tak mungkin akan dihiraukan. Karena itu, kau pun harus terbiasa untuk dipaksa-paksa orang."
Beliau memang tak melesatkan pukulan yang biasanya, melainkan sebuah serangan telak dari sebuah tinju yang terpilin dan menusuk tubuhku. Sangat kuat, sampai-sampai aku tak bisa bernapas. Tanpa menyia-nyiakan momentum, beliau berhenti menyerang dan langsung merangkul tanganku.
"Kau tahu apa jadinya jika coba membangkang, bukan? Jadi jangan coba-coba memancing tinju Ibu ini, ya."
"Jadi Ibu benar-benar serius mau memakai tinju itu?"
Perih ini tak mungkin bisa lebih buruk lagi.
Selagi berjalan, mulut Bu Hiratsuka terbuka seakan beliau baru teringat sesuatu.
"Oh, iya. Jika kau mencoba kabur lagi, maka secara tak langsung kau dianggap kalah dari Yukinoshita. Segala bentuk keberatan takkan Ibu terima, lho. Jadi, jika kau tetap tak menghiraukannya, maka jangan harap kau bisa lulus di tahun ketigamu."
Aku sudah tak mungkin lagi bisa lari dari beliau, bahkan dari segi mental. Bu Hiratsuka berjalan di sampingku, suara ketukan dari hak sepatu berbunyi di setiap langkahnya. Dan yang terburuk, beliau merangkul tanganku. Kalau dilihat lagi, ini tampak seolah Bu Hiratsuka adalah seorang wanita penghibur yang memakai kostum guru sekolah dan sedang menggandengku ke kabaret cosplay miliknya.[3]
Meski begitu, ada tiga hal yang membedakannya, yaitu: Aku tak bisa membayar beliau sepeser pun, sebenarnya beliau hanya merangkul ujung sikutku bukan seluruh lenganku, dan aku tak merasa senang atau tertarik sama sekali. Yah, terkecuali fakta kalau ujung sikutku sempat menyentuh payudara Bu Hiratsuka.
Satu-satunya tempat yang ingin beliau tuju sekarang hanyalah ruang klub.
"Eng... saya takkan coba kabur lagi kok, jadi biar saya jalan sendiri saja, ya. Ibu pun juga pasti sudah tahu kalau selama ini saya selalu sendiri. Jadi tak akan apa-apa jika saya jalan sendiri. Lagi pula, kalau tak melakukannya sendiri, saya justru tak bisa tenang."
"Jangan bicara begitu. Ibu memang mau pergi bareng, kok." Bu Hiratsuka tersenyum lembut sambil mendesah pelan. Ini membuatku kaget; ini bukan ekspresi yang biasanya beliau tunjukkan padaku. "Membiarkanmu kabur bisa bikin Ibu gregetan. Jadi, meski tak tega, Ibu harus memaksamu pergi ke sana supaya stres Ibu bisa berkurang."
"Alasan yang tak masuk akal!"
"Mau bagaimana lagi? Meski Ibu sudah lelah dengan semua ini, Ibu masih harus menemanimu ke sana. Semua ini demi kelancaran program rehabilitasimu itu sendiri. Bisa dibilang, inilah ikatan kasih sayang dari seorang guru terhadap muridnya."
"Ibu bilang yang begini ini kasih sayang? Maaf, Bu, saya enggak butuh."
"Nah, jawabanmu semacam itu yang malah menunjukkan kalau kau memang sudah menyimpang, kau tahu? ...apa saking menyimpangnya sampai-sampai titik urat nadimu jadi terbalik? Lalu kau mau coba membangun sesuatu semacam Makam Kaisar Salib Suci, begitu?"[4]
Bu Hiratsuka ini memang penggila manga...
Catatan Penerjemah
- ↑ Mengacu pada penjara besar Cassandra yang dikuasai Ken-Oh (Raoh sang Raja Tinju, 拳王) yang ada dalam manga Hokuto no Ken (Tinju Bintang Utara). Penjara itu juga dikenal dengan sebutan Kota Ratapan Iblis dan digunakan untuk memenjarakan para ahli bela diri yang gulungan kunonya telah direbut oleh Ken-Oh. Semua itu dilakukan demi ambisi Ken-Oh yang ingin menciptakan aliran bela diri pamungkas.
- ↑ Merujuk pada julukan yang disematkan untuk Kenshiro dalam manga Hokuto no Ken (Tinju Bintang Utara). Karena reputasinya yang sering menyelamatkan kaum lemah dari kumpulan geng yang berkeliaran di wilayah yang porak-poranda karena bencana, sehingga orang-orang pun menjulukinya sebagai Penyelamat Akhir Zaman (世紀末救世主, Seikimatsu Kyuuseishu).
- ↑ Yang dimaksud adalah pertunjukkan hiburan berupa musik, komedi, sandiwara, bahkan tari-tarian yang menggunakan cosplay. Cosplay sendiri berarti hobi mengenakan pakaian beserta aksesori dan rias wajah seperti yang dikenakan tokoh-tokoh dalam anime, manga, dongeng, permainan video, penyanyi dan musisi idola, dan film animasi.
- ↑ Berdasarkan karakter Souza/Souther dari manga Hokuto no Ken (Tinju Bintang Utara) yang memiliki kelainan tubuh Dextrocardia Situs Inversus Totalis di mana jantung serta titik vital tubuh lainnya menjadi terbalik dari kiri ke kanan. Karakter tersebut memiliki kenangan tragis yaitu membunuh gurunya sendiri, oleh karena itu ia menampik segala bentuk perasaan cinta dan kasih sayang. Ia kemudian menyebut dirinya sebagai Kaisar Suci (聖帝 Seitei) dan memperbudak anak-anak untuk membangun Makam Kaisar Salib Suci (聖帝十字陵 Seitei Juuji Ryou), sebuah tempat pemujaan yang diperuntukkan bagi gurunya.
Mundur ke Bab 1 | Kembali ke Halaman Utama | Lanjut ke Bab 3 |