Oregairu (Indonesia):Jilid 6 Bab 7
Inilah Saatnya SMA Sobu Berfestival dengan Keras
7-1
Sekeliling kegelapan tersebut terisi dengan kericuhan para siswa. Masing-masing suara tersebut memiliki suatu maksud, tapi dengan begitu banyak suara yang saling tumpang tindih, membuatnya terdengar seperti tiada arti.
Tirai hitam digantung dengan cermat di sepanjang panggung, menutupi semua celah yang ada. Cahaya lemah dari ponsel orang-orang dan tanda pintu darurat paling banyak cuma bisa menerangi telapak tangan seseorang.
Di dalam kegelapan ini, tidak ada yang istimewa.
Dan persis di saat inilah semua orang menjadi satu di dalam kegelapan.
Di bawah sinar matahari, perbedaan kita sejelas cahaya siang, membuat kita sadar betapa uniknya masing-masing diri kita. Tapi di kegelapan ini sekarang, sosok ambigu mengaburkan hal-hal yang membedakan satu orang dari orang yang lain.
Aku paham, sekarang masuk akal kenapa semua cahaya dimatikan sebelum acara dimulai.
Itu maksudnya orang yang disorot cahaya yang memotong kegelapan akan menunjukkan apa yang membuat dirinya berbeda dari keramaian.
Maka dari itu, orang yang berdiri di tengah panggung pastilah seseorang yang spesial.
Suara para siswa mulai menghilang satu per satu.
Waktu pada arlojiku menunjukkan 9ː57.
Sudah hampir waktunya mulai.
Aku menekan tombol interkomku untuk terhubung. Mikrofonnya memiliki sedikit waktu jeda dari saat ditekan, jadi aku menunggu dua detik sebelum berbicara.
[——Tiga menit lagi mulai. Tiga menit lagi mulai.]
Dalam sekejap, ada suara statis di dalam earphoneku.
[——Ini Yukinoshita. Semua personel, laporkan kondisi. Kita akan mulai sesuai jadwal. Segera lapor jika ada masalah.]
Setelah dia selesai berbicara dengan suara kalemnya, transmisi tersebut ditutup dengan suara buzz.
Lalu satu per satu suara statis mengikutinya.
[——Cahaya latar, semua aman.]
[——Ini sistem PA. Tidak ada masalah disini.]
[——Ini belakang panggung. Persiapan para pemeran agak sedikit terlambat. Tapi mereka seharusnya akan bisa selesai tepat waktu saat giliran mereka.]
Berbagai bagian memberikan laporan mereka. Jujur, aku tidak bisa menangkap semua laporan tersebut.
Maksudku, aku saja sudah ragu apa peranku disini. Asisten dokumentasi diberikan cukup banyak tugas pada hari-H acara. Itu termasuk beraneka ragam tugas yang berkaitan dengan acara pembukaan dan penutupan di panggung. Tugasku hari ini adalah menjadi penjaga waktu untuk acara ini. Tugasnya sederhana, hanya mengumumkan "sudah hampir waktunyaǃ" atau "masih ada sedikit waktu lagi." Yah, aku tidak bisa menolak perintah dari atas.
Semua laporan terpusat pada menara kendali, yakni Yukinoshita.
[——Mengerti. Semua orang bersiap-siap sampai diberikan aba-aba.]
Aku berada di sayap panggung dan menatapi arlojiku.
Untuk setiap detikan jam, keheningan semakin meluas.
Di balik jendela kecil ini seharusnya terdapat sebuah aula yang diisi kerumunan siswa. Hanya saja mereka terlihat seperti suatu makhluk hidup raksasa yang menggeliat di dalam kegelapan. Misalnya, seperti Nyarlathotep[1]. Dewa dari dunia lain dengan ribuan wajah... Huh? Tunggu dulu, bukan. Mil Mascaras[2] yang punya ribuan wajah. Ya sudahlah.
Tinggal satu menit sebelum acara dimulai dan aula tersebut berubah menjadi lautan keheningan.
Semua orang terfokus pada suatu momen yang sama, lupa untuk berbisik maupun bergumam.
Aku menekan tombol interkomku.
[——Sepuluh detik]
Jariku terus menekan tombol tersebut.
[Sembilan]
Mataku tertempel pada arlojiku.
[Delapan]
Aku berhenti menarik nafas.
[Tujuh]
Aku menghembuskan nafas di setiap hitungan.
[Enam]
Kemudian, ketika aku menarik nafas.
[Lima detik]
Dalam sekejap seseorang mengambil alih hitung mundurnya.
[Empat]
Suara tersebut teramat kalem, bahkan bisa dibilang dingin.
[Tiga]
Dan kemudian, suara hitungannya menghilang.
Namun, pasti ada seseorang yang menghitung mundur [Dua] dengan jarinya.
Yukinoshita melihat ke bawah pada panggung dari jendela ruangan sistem PA di lantai dua yang menonjol keluar, aku melihat ke atas dari sayap panggung.
Lalu, hitungan terakhir, [Satu], berakhir di dalam benak kami pada ruangan tanpa suara ini.
Dalam sekejap, panggung tersebut dipenuhi dengan cahaya yang menyilaukan mata.
“Hai, semuanyaǃ Kalian semua mulai membudaya kahǃ?"
“Yaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”
Meguri-senpai mendadak tampil di atas panggung dan disambut dengan sorakan pada hadirin.
“Khas Chiba, Menari dan—!?”
“Festivaaaaaaaaaaaaaaaaal!”
Slogan itu beneran tersebar...?
“Kalau kita semua sama-sama bodoh, ayo kita menari dan———!?”
“Sing a soooooooooooooong!!”
Menyahut seruan dan sahutan Meguri-senpai yang membagongkan, siswa-siswi tersebut mulai menggila.
Dan tanpa menunggu lama, musik tarian mulai menggelegar.
Ini adalah awal dari acara pertama. "Ini adalah penampilan kolaborasi antara perkumpulan dansa dan tim pemandu sorak," Meguri-senpai melanjutkan dari mikrofon aksi semangatnya sembari siswa-siswi mulai menari, para penonton bercanda dengan satu sama lain, dan melambai-lambaikan lengan mereka, menggobarkan semangat kegembiraan.
…Wow, tolol sekali. Sekolah kami benar-benar tolol.
Apa-apaan itu "membudaya"? Yang benar saja.
Ups. Aku tidak bisa terus menonton mereka selamanya.
Kerja, kerja…
[——Ini PA. Lagunya akan segera usai.]
Laporan datang dari sistem PA.
[——Mengerti. Ketua Sagami, bersiap.]
Yukinoshita yang mendengarkan laporan tersebut segera memberikan arahannya. Aba-aba tersebut seharusnya juga tersampaikan pada Meguri-senpai, sang pembawa acara.
Tim dansa beranjak pergi dari kiri panggung dan Meguri-senpai di kanan panggung berseru, "Selanjutnya, kita akan memberikan kata sambutan dari ketua panitia komite festival budaya."
Ekspresi Sagami terlihat kaku selagi dia berjalan ke tengah panggung. Tatapan yang berjumlah lebih dari seribu semuanya langsung terarah padanya.
Sebelum dia bisa sampai ke penanda tengah panggung, kakinya berhenti di tempat. Tangannya yang memegangi mikrofon nirkabel terlihat gemetar.
Setelah dia berhasil mengangkat lengannya yang kaku, dia berbicara lewat mikrofon.
Dan kemudian, suara EEEEEEEEEEEEEEEENG yang memekik menusuk telinga kami.
Momen tersebut begitu pas sampai-sampai para penonton tertawa terbahak-bahak.
Aku langsung tahu bahwa mereka tidak bermaksud jahat dengan tertawaan itu. Karena aku sudah sering ditertawakan sepanjang hidupku. Dengan pengalamanku itu, aku dapat membedakan jenis-jenis tawaan tersebut dengan mudah.
Tapi bagi Sagami yang berdiri terpatung di atas panggung sambil berusaha untuk menahan kegugupan dan keterkucilan, aku ragu pemikiran itu bisa terlintas di benaknya.
Meskipun setelah gelak tawa sudah reda, dia masih belum mengatakan apapun.
Meguri-senpai memegangi mikrofonnya dengan cemas dan mencoba membantunya. "...Oke, sekali lagi. Ketua panitia komite, silahkan kata sambutannyaǃ"
Suaranya membuat Sagami mulai sadar kembali dan dia membuka kartu-kartu catatannya yang dia cengkram sepanjang waktu. Ujung jari jemarinya silap dan menjatuhkan kartunya. Kartu tersebut jatuh berserakkan, memancing lebih banyak tawa dari para kerumunan.
Dengan ekspresi yang merah merona, Sagami memungut kembali kartu-kartu tersebut dari lantai. Kata-kata tak bertanggung-jawab seperti, "Kamu pasti bisaǃ" diteriakkan dari para kerumunan. Mereka tidak bermaksud jahat. Tapi aku rasa itu tidak juga tidak akan menyemangati dirinya. Bagi mereka yang merasakan penderitaan, tidak ada kata-kata yang bisa kamu sampaikan padanya. Apa yang mereka inginkan cuma bagi semuanya untuk diam seperti benda mati. Mereka hanya ingin dibiarkan sendiri seperti batu kerikil di pinggir jalan.
Meskipun kata sambutan Sagami tertulis pada kartu-kartu catatan tersebut, dia tetap mengacaukan kata-katanya, terus berbicara dengan tergagap-gagap.
Sebagai penjaga waktu, aku mengisyaratkan padanya untuk menyelesaikan pidatonya dengan memutar-mutar lenganku karena dia sudah melebihi waktu yang diberikan. Namun, Sagami tidak menyadari isyaratkan dan terlihat nyaris akan menangis.
[——Hikigaya-kun. Isyaratkan untuk segera selesaikan sambutan.]
Suara Yukinoshita yang tercampur dengan statis berbicara padaku. Aku melirik ke arah ruangan sistem PA di lantai dua dan Yukinoshita sedang melihatiku dengan tangan terlipat.
[——Aku sudah terus mengisyaratkannya. Tapi kelihatannya dia tidak bisa melihatku.]
[——Begitu ya… Aku mungkin salah memberimu tugas.]
[——Apa kamu sedang menyindir aku sulit mendapat perhatian?]
[——Oh, aku sama sekali tidak bilang begitu. Tapi kamu ada di mana? Di dalam kerumunan?]
[sungguh sedang menyindirku. Kamu kan sedang melihatku sekarang iniǃ]
Aku membalasnya secara refleks. Mungkin awal kata-kataku terpotong karena tidak tertangkap oleh interkom.
[——Um, wakil ketua? Semua orang sedang mendengar...]
Aku dapat mendengar suara yang sangat berbeda dari interkom tersebut.
…Oh ya. Interkom ini terbuka untuk semua orang, kan? Aku baru saja membuat ingatan yang amat sangat memalukan.
Beberapa detik setelah seorang anggota panitia komite menegur kami, suatu suara memenuhi earphoneku.
[——……Kita akan melanjutkan acara sesuai dengan jadwal. Tolong ingat semuanya.]
Setelah jeda yang cukup panjang, dia berujar dan setelahnya menutup semua komunikasi.
Acara pembukaan tersebut akhirnya selesai dengan kata sambutan ketua dan kami melanjutkan ke acara selanjutnya.
Ini adalah pembukaan yang penuh dengan prospek buruk.
7-2
Akhirnya festival budaya dimulai setelah acara pembukaan.
Festival budaya ini akan diselenggarakan selama dua hari, tapi hanya dibuka untuk umum pada hari kedua. Hari pertama hanya untuk kalangan internal.
Ini akan menjadi festival budaya keduaku di sekolah ini, tapi tidak ada sesuatu yang spesial yang bisa diceritakan. Ini cuma festival budaya biasa.
Setiap kelas menggelar acara mereka, klub budaya menggelar pameran dan pertunjukkan, dan para voluntir memainkan pertunjukkan band.
Mungkin karena pengaruh zaman, hanya makanan dan minuman yang siap saji yang dijual, tidak boleh dimasak di sini. Tidur di sekolah untuk mempersiapkan festival juga sudah tidak diizinkan.
Tapi orang-orang masih tetap antusias, jadi festival budaya itu sendiri cukup menabjubkan. Orang-orang menikmati "Festival Budaya" sebagai suatu simbol; dengan kata lain, mereka menikmatinya karena abnormalitasnya dari keseharian mereka, bukan karena kemegahannya ataupun kualitasnya.
Itu apa yang bisa kamu harapkan dari suatu festival.
Tentu saja, antusiasme yang berapi-api itu juga sampai ke kelasku, 2-F.
Pertempuran promosi segera memenuhi lorong dan untuk melintasinya cukup memakan banyak tenaga. Brosur dibagi-baikan, kelompok dengan papan plang terus berkeliling, dan orang-orang dengan kostum-kostum untuk pesta yang dibeli dari sejenis toko Don Quijote[3] juga berkeliaran. Wow, menjengkelkan sekali.
Aku pergi kembali ke dalam kelasku setelah selesai bersih-bersih usai acara pembukaan. Ketika aku kembali, ruangan kelas itu dalam kondisi kacau. Semua orang sedang tengah menyelesaikan sentuhan terakhir untuk pertunjukkan pertama mereka.
“Ini kenapa dengan riasan wajahnyaǃ̃? Apa yang sedang kamu lakukanǃ? Cat wajahnya terlalu tipisǃ"
“Kenapa, apa kamu gugup? Kamu lucuu sekali, sungguh. Semua orang datang juga cuma untuk melihat Hayato saja. Jadi sebaiknya, kamu tenang saja, oke?"
Ebina-san berteriak dengan geram sembari Miura memberikan semangat untuk satu per satu orang. Kata-katanya cukup jahat, tapi kelihatannya semua orang mulai terlihat rileks.
Aku mengamati teman-teman sekelasku dan mereka semua terlihat rajin mengerjakan pekerjaan mereka. Apa mereka semua jadi lebih akrab dengan satu sama lain dalam satu setengah bulan ini?
Mereka akan tertawa, mereka akan menangis... Mungkin mereka bahkan akan berteriak pada satu sama lain... Mereka nyaris akan saling berkelahi, tapi meskipun demikian, mereka akan saling menyadari isi hati mereka yang sesungguhnya dan akhirnya akan bersatu... mungkin... Yah, aku juga tidak tahu karena aku tidak ada disana.
Tidak ada yang bisa kulakukan, jadi aku bertengger di dekat pintu masuk kelas, berpura-pura amat sibuk sambil bergumam "oh ya, hmm..."
“Wudah cukup lama kamu pura-pura bekerja, apa kamu tidak ada kerjaan ya?" Itu adalah kata-kata yang akan kamu dengar langsung dari mulut bosmu. Aku berpaling ke belakang dan disana berdirilah dia, sang bos, yah, bos festival budaya kami, Ebina-san. "Kalau kamu tidak ada kerjaan, apa kamu bisa mengurus penyambutan tamu? Atau KAMU mau ikut jadi bagian pertunjukkannya?"
Tidak, tidak. Aku menjawab dengan menggelengkan kepalaku.
“Oke, kalau begitu terima tamu. Beritahu mereka jam berapa saja pertunjukkannya. Yang perlu kamu lakukan cuma menjawab setiap kali kamu ditanya."
“Tunggu, aku bahkan tidak tahu jam pertunjukkannya atau hal-hal lainnya."
“Tidak masalah. Informasinya ditempel di pintu masuk. Tapi agak mengecewakan kalau tidak ada orang yang duduk di depan. Jadi, tidak masalah kalau kamu cuma duduk saja disana."
Seriusan, cuma duduk? Pekerjaan impian macam apa ini? Aku ingin memanfaatkan pengalaman ini sebaik mungkin dan menggunakannya sebagai pengalaman kerjaku saat mencari kerja nanti.
Aku pergi dan meninggalkan ruang kelas seperti yang dia minta dan memang benar, ada meja lipat panjang beserta kursi lipat dua kaki dan tiga kaki di lantai. Hmph, ayo kita susun meja kursi ini.
Aku membuka lipatan meja panjang itu dan mendirikannya, kemudian aku membuka lipatan kursinya juga; pekerjaan selesai. Tugas ampas yang keren sekaliǃ Mungkin itu naluriku sebagai lelaki, tapi aku suka sekali melihat tipe-tipe transformasi seperti ini. Aku juga suka membongkar-bongkar sesuatu. Terkadang di kelas, aku akan membongkar pensil mekanikku lalu memasangnya balik.
Ada sebuah poster di dinding yang mendeskripsikan waktu jadwal pertunjukkannya dengan huruf-huruf yang besar. Kalau poster ini ada persis di sampingku, kurasa tidak akan ada orang yang akan menanyakanku apapun.
Tinggal lima menit lagi sebelum pertunjukkan dimulai. Selagi aku duduk manis, ruangan kelas 2-F menjadi setingkat lebih ribut. Aku mengintip ke dalam untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi.
“Owww yahhh! Ayo kita buat lingkaranǃ” kata Tobe.
Semua orang mengeluh "tidak" dan "seriusan?" tapi tetap membentuk lingkaran rangkulan tersebut. Kalau kita sedang berekreasi, maka mereka akan terlihat seperti sedang mau memulai suatu permainan.
“Yoo, kita tidak mulai-mulai ini kecuali Ebina-san yang memulainya. Ayoh, sini. Langsung ke tengahǃ"
Tidak ada yang di tengah kalau kalian sedang membuat lingkaran, pikirku, tapi Tobe sebenarnya sedang menunjuk posisi di sampingnya. Itu adalah posisi dimana dia bisa dibenarkan untuk saling merangkul bahu dengan Ebina-san. Kamu nekad juga, Tobe. Ternyata kamu itu strategis handal.
Kemudian Miura menarik lengan Ebina-san ke dalam seakan untuk mendukung strategis tersebut. "Ayo, sini Ebina. Cepat kemari."
Dia didorong ke dalam lingkaran tersebut sehingga dia berdiri persis di tengah lingkaran. Di pusat lingkaran. Semua orang mengelilingi Ebina-san. Tobe, hiks.
Ebina-san berputar dan melihati semua orang. Matanya kemudian berhenti ke satu titik.
“Ayo sini Kawasaki-san, kamu juga.”
“A-aku? Aku disini saja…”
“Astaga, kamu mulai lagi. Kamu perlu bertanggung jawab karena kamu yang membuat kostum-kostumnya, oke?”
“Huh…? Bukankah kamu bilang kamu yang akan bertanggung jawab?" keluh Kawasaki sembari berjalan ke arah lingkaran tersebut.
Setelah semua orang, kecuali diriku, telah berkumpul, Yuigahama berpaling ke belakang padaku. Aku tersenyum dan menggelengkan kepalaku padanya. Wajahnya kemudian menjadi cemberut, merasa kesal.
Astaga, aku cukup disini saja. Aku lebih baik tidak ikut bergabung. Akan jauh lebih canggung untuk mengizinkanku ikut ke dalam lingkaran ketika aku bahkan tidak berkontribusi apapun untuk kelas ini dibanding dengan membiarkanku begitu saja.
Kalau aku tidak bisa percaya diri untuk ikut bergabung bersama mereka, maka lebih baik aku tidak ikut saja. Maksudku, lihat saja Sagami. Dia juga terlihat agak malu, kan?
Sagami tidak terlihat begitu ceria di dalam lingkaran tersebut. Dia mungkin masih memikirkan kegagalannya yang tadi, tapi bisa jadi juga karena dia merasa gelisah karena tidak banyak berpartisipasi.
Manusia yang terbiasa menentukan kedudukan orang-orang akan terus melakukannya untuk semua hal. Sagami pada saat ini sedang merenungkan kedudukan dirinya sendiri. Dan aku rasa kedudukan dirinya tersebut termanifestasi dalam bentuk seseorang yang terletak jauh dari Miura, Hayama, dan yang lain, tidak terlihat secara langsung, posisinya lebih sedikit melenceng ke samping.
Jarak psikologis adalah sesuatu yang terwujudkan ke dalam dunia nyata.
Pada kasus ini, Ebina-san, yang saat ini ada di tengah semua orang, sudah jelas merupakan jantung dari festival budaya ini.
Setelah Ebina-san berseru, semua orang juga ikut berseru.
Anehnya, perasaanku tidak begitu buruk melihat lingkaran tersebut dari luar sini.
7-3
Ruangan kelas ditutup dengan tirai tebal dan ruangan tersebut terisi penuh.
Ebina-san memutuskan bahwa kami tidak sanggup memasukkan lebih banyak penonton lagi dan memberiku instruksi untuk meletakkan tanda di pintu bahwa kelas sudah penuh dan tidak bisa menerima lebih banyak orang lagi.
Setelah meletakkan tanda tersebut, aku memindahkan meja panjang ke depan pintu untuk mencegah orang lain masuk ke dalam.
Aku mengintip lewat celah kecil di pintu ke dalam ruangan kelas yang dibuka untuk ventilasi ruangan.
Akhirnya tiba waktunya bagi tirai untuk diangkat ke atas panggung.
Pembukaan dari pertunjukkan itu dimulai dengan monolog dari sang "narator" yang diperankan oleh Hayama.
Lampu sorot menyinari Hayama.
Para penonton langsung menjadi heboh. Sepertinya para penonton ini sebagian besar terdiri dari teman dan penggemar Hayama.
Terdapat tiruan pesawat yang bersandar pada latar gurun pasir. Gambar yang dilukis oleh "narator" diperankan langsung oleh beberapa orang dengan kostum karikatur yang muncul ke atas panggung. Dua dari mereka memerankan gambar seekor hewan yang dijerat oleh seekor ular boa pembelit. Adegan lucu tersebut disambut dengan gelak tawa dari para penonton.
Monolog panjang Hayama terus berlanjut.
Dan kemudian, "Maafkan aku, bolehkan kamu melukiskan gambar seekor domba?" Bayangan Totsuka menuturkan kalimatnya.
“Eh? Apa itu?” Hayama belum menangkap maksud gumaman suara yang pelan itu.
Totsuka mengulang kalimatnya sekali lagi, "Tolong lukiskan seekor domba untukku."
Kemudian, lampu sorot tersebut menerangi Totsuka yang sedang berdiri di sayap panggung.
Kostum dan penampilannya yang menggemaskan kembali mendapat sambutan yang meriah dari para penonton.
Setelah mereka berdua akhirnya berjumpa, ceritanya lalu berlanjut.
Ketika sang "pangeran kecil" mulai menceritakan kembali kisahnya dengan setangkai mawar di planet asalnya, seorang lelaki yang mengenakan baju ketat hijau yang menutupi seluruh badannya dan sebuah topi sampo merah mulai menarasikan dengan nada seperti seorang perempuan.
Dari sana pertunjukkan itu semakin buruk. Sebagian besar cerita "pangeran kecil" yang mengunjungi berbagai asteroid diperankan langsung menjadi beberapa adegan kecil yang kocak.
Sang raja yang dengan segala cara menunjukkan serta mempertahankan kekuasaannya dibalut dengan berbagai karpet fantastis yang dibawa dari berbagai rumah siswa. Keringat Yamato bercucuran menahan panas.
Pria sombong yang terus meminta kehormatan dan pengakuan dari orang-orang dibungkus dengan kertas aluminum. Sekujur tubuh Tobe berkilauan.
Pemabuk yang minum-minum untuk melupakan rasa malunya karena mabuk alkohol dikelilingi dengan botol-botol sake dan kotak sake Onikoroshi “Pembasmi Iblis”[4]. Oda atau Tahara atau siapalah itu tampak begitu merah karena demam panggung sampai-sampai terlihat seperti sedang minum-minum.
Pebisnis melafalkan angka-angka dan berteriak dengan keras, "Dengar, saya itu orang penting, okeǃ" Dengan arahan Ebina-san yang bagus, jas yang dikenakan ketua kelas terlihat cukup cocok dengannya.
Pemantik lampu yang amat setia dengan tugasnya dan terus menyalakan dan mematikan lampunya mengenakan baju terusan yang terlihat kotor dan penuh noda jelaga. Orang yang terus mengelilingi lampu tersebut adalah si Oooka yang oportunis, peran yang sebenarnya mungkin cocok dengannya.
Sang ahli geografi, yang tidak pernah melangkah keluar dari ruang studinya, hanya menuliskan apa yang dia dengar dari para penjelajah tapi tidak tahu apa-apa, dikelilingi oleh peta dan bola bumi. Oda atau Tahara atau siapalah itu sedang membaca buku, memberi kesan orang yang terpelajar.
Berkat kontribusi ide-ide oleh semua orang (mungkin) dan Kawasaki berusaha sebaik mungkin (pasti), kostum yang dihasilkan terlihat amat disukai oleh para penonton (horee).
Dan kemudian, di atas panggung, sang "pangeran kecil" mendarat ke Bumi.
Sang pangeran kecil mendarat di gurun pasir, menemukan seekor ular, dan menjumpai berbagai bunga mawar. Pada saat itulah pangeran kecil menyadari bahwa hal-hal yang dimiliki olehnya itu, sebenarnya, sama sekali tidaklah istimewa.
Para penonton terisak mendengar kalimat Totsuka yang teramat sedih. Karena Totsuka begitu imu- karena sang pangeran kecil tampak begitu memilukan, bahkan aku ingin segera berlari padanya dan memeluk dirinya.
Kemudian muncul seorang pria yang mengenakan mantel dengan topeng rubah.
—Oh, ini adegan yang kusuka.
Sang pangeran kecil mengundang sang rubah.
“Ayo bermain denganku. Saat ini aku merasa sangat sedih…”
Totsuka menuturkan kalimatnya dengan tatapan murung. Ya ya, itu benar-benar bagus sekali. Omong-omong, naskah pertama yang ditulis oleh Ebina-san untuk adegan ini adalah membuatnya bertanya "apa kamu ingin melakukannya?"[5]. Apa-apaan yang ada di otak gadis itu...?
Sang rubah menjawab sang pangeran kecil.
“Aku tidak bisa bermain denganmu… Aku belum jinak.”
Kalimat, "Aku belum jinak" menarik perhatianku. Itu adalah kalimat yang secara ringkas dan realistis menjelaskan maksud dari "berteman".
Untuk berteman intinya adalah suatu situasi dimana berbagai hal dijinakkan, sebagaimana dijinakkan sampai kamu bisa berteman dengan seseorang, atau bahkan dengan semua orang, tanpa menimbulkan masalah. Suatu hari nanti, bahkan lingkunganmu dan pikiranmu juga mulai dijinakkan. Taringmu dicabut, cakarmu dipatahkan, dan durimu direnggut. Kamu akan memperlakukan semuanya dengan hati-hati, seakan sedang mencoba untuk menyentuh sebuah benjolan tanpa melukainya, atau bahkan untuk tidak sanggup melukainya. Interpretasi sindiran dari "berteman" itu adalah sesuatu yang kusukai.
Adegan tersebut berpindah ke adegan selanjutnya selagi aku sedang merenungkan pemikiranku.
“Pertama-tama, kamu akan duduk sedikit menjauh dariku, seperti ini, duduk di atas rumput. Aku akan mengamatimu dari sudut mataku dan kamu tidak akan mengatakan apapun; karena kata-kata adalah sumber dari kesalah-pahaman. Tapi setiap hari kamu akan duduk sedikit lebih dekat denganku."
Sang pangeran kecil dan sang rubah terus berbincang dan berbincang.
Dan kemudian, mereka berdua menjinakkan satu sama lain.
Tapi perpisahan akhirnya menjumpai mereka.
Sebagai hadiah perpisahan, sang rubah meninggalkan sebuah rahasia untuk sang pangeran kecil. Kemungkinan ini adegan yang membuat "Pangeran Kecil" begitu terkenal.
——Hal yang terpenting tidak terlihat oleh mata.
Setelah berpisah dari sang rubah, sang pangeran kecil mengunjungi beberapa tempat dan kemudian panggung kembali berubah menjadi gurun pasir.
Sang "narator" dan sang pangeran kecil menelusuri gurun pasir tersebut demi mencari sebuah sumur.
“Apa yang membuat gurun itu indah adalah di suatu tempat ia menyembunyikan sebuah sumur."
Para penonton terkesiap mendengar kalimat Totsuka. Ini juga merupakan kalimat yang mewakili "Pangeran Kecil". Mungkin ada banyak orang yang mengetahuinya.
Akhirnya, sang "narator" dan sang pangeran kecil yang menjalani banyak percakapan, menghabiskan banyak waktu bersama, dan menyatukan hati mereka bersama juga harus berpisah. Omong-omong, naskah pertama yang ditulis Ebina-san membuat adegan ini menambahkan "bibir dan tubuh menyentuh satu sama lain". Yang benar saja, sepertinya ada yang salah dengan gadis ini…
“Pangeran kecil... Aku benar-benar suka caramu tertawa..."
Kalimat Hayama membuat para gadis menjerit. Kurasa rekaman MP3 dari kalimat ini bisa membuatku mendapat banyak uang.
“Kita akan bersama selamanya...”
Kalimat lain dari Hayama membuat para penonton menghela seakan mereka merasa sangat puas. Ya. Kita sebaiknya membuat rekaman CD percakapan intim Hayama dan menambahkan bantal figur Hayama. Aku dapat mencium bisnis besar disini.
Dan akhirnya, waktunya adegan perpisahan.
Sang pangeran kecil digigit oleh ular dan ambruk tanpa bersuara.
Akting Totsuka yang membuatnya terlihat seakan dia akan menghilang tanpa jejak membuat para penonton menahan nafas mereka.
Cahaya panggung diredupkan.
Satu lampu sorot menyinari Hayama.
Adegan terakhir ditutup dengan monolog dari sang "narator".
Setelah monolog tersebut usai, para penonton memberi tepuk tangan yang sangat meriah.
Pertunjukkan perdana dari MusikalKecil (Musikal "Pangeran Kecil") berakhir dengan tiket terjual habis, menjadi kenangan yang indah.
Meski begitu, sebenarnya kamu tidak bisa menyebut ini musikal. Ini lebih menyerupai drama... Mereka tidak ada bernyanyi maupun menari.
Mundur ke Bab 6 | Kembali ke Halaman Utama | Lanjut ke Bab 8 |
Catatan Translasi
- ↑ Karakter dari penulis horor H.P. Lovecraft. Salah satu julukannya adalah Dewa Seribu Bentuk.
- ↑ Nama samaran seorang pegulat dari Meksiko, namanya jika dalam bahasa Spanyol artinya ribuan wajah.
- ↑ Toko retail di Jepang yang sering memberikan diskon.
- ↑ Salah satu merek sake di Jepang. Onikoroshi artinya Demon slayer atau pembasmi iblis.
- ↑ Yaranaika? (やらないか). Meme Jepang yang berbau hentai.