Hakomari (Indonesia):Jilid 1 Ke-27755 kali (3)
Sekarang kalau dibilang, Mogi-san tidak menggunakan makeup. Karena jelas-jelas aku tidak menggunakan makeup, tidak seperti Maria, agak sulit bagiku untuk menyadarinya.
Tapi dia memiliki sebuah kotak makeup.
Kenapa?
Maria memperkirakan seperti berikut ini.
---Dia menjadi bosan menggunakannya.
Aku tidak bisa mengingatnya lagi, tapi kupikir Mogi-san awalnya sangat peduli terhadap penampilannya, dia berhenti mempedulikannya karena dia tidak bisa menemukan sebuah alasan untuk melakukannya lagi didalam 'Rejecting Classroom'. Dia meninggalkan kotak makeup itu tanpa menyentuhnya di tasnya sejak 1 Maret sebelum 'Rejecting Classroom'.
Mogi-san menjadi bosan menggunakan makeup sekaligus mengeluarkannya dari dalam tas.
Hanya seseorang yang memiliki ingatan lebih dari 20,000 pengulanganlah yang bisa menjadi seperti itu.
Dan satu-satunya yang memiliki ingatan tersebut adalah --- si 'pemilik'.
Oleh karena itu, gadis yang kusukai, yang juga menyukai aku, Kasumi Mogi, pasti adalah --- si 'pemilik'.
«Ada sesuatu yang harus kukatakan padamu, Kazu-kun.»
Itu kenapa Kokone memanggilku di pengulangan sebelumnya, pengulangan ke 27,754. Kemudian dia memberitahuku kata-kata berikut ini.
«Kasumi menyukaimu!»
Kokone tahu tentang rasa suka Mogi-san terhadapku. aku yakin kalau Mogi-san berkonsultasi kepadanya tentang hal ini karena mereka merupakan teman baik hingga kemarin.
Kami ingin memancing keluar Mogi-san.
Tapi jika kami melakukannya, dia pasti akan waspada. Jika mungkin, kami ingin tidak memberikan kesempatan bagi Mogi-san untuk mempersiapkan dirinya karena Maria sudah kalah kepadanya beberapa kali.
Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menggunakan Kokone sebagai seorang penengah. Kami berpikir kalau dia bisa memancing keluar Mogi-san untuk kami jika kami bisa membuatnya berpikir kalau aku mempunyai keinginan untuk menyatakan cinta.
Sebagai konsekuensinya --- Kokone terbunuh.
Aku mengingat kata-kata Mogi-san.
«...jadi, apa kau mau pacaran denganku?»
Berapa sering dia menyatakan cinta padaku? Sudah berapa lama dia menyukaiku? Jika rasa suka ini sama, lalu kenapa--
«Tolong tunggu hingga besok.»
Kenapa dia mengatakan itu?
Mogi-san terlihat tidak menyadari semua darah di seluruh tubuhnya dan tidak menunjukkan ekspresi apapun.
---seperti biasanya.
Apakah dia selalu tanpa ekspresi seperti itu? Tidak, dia tidak seperti itu. Didalam beberapa pecahan ingatanku ada ingatan dimana aku melihat Mogi-san tersenyum dengan ceria. Tapi Mogi-san yang tersenyum itu tidak terlihat nyata sama sekali. Bagiku, Mogi-san adalah gadis yang tanpa ekspresi dan pendiam.
Tapi bagaimana kalau Mogi-san yang ceria itu, yang tidak terlihat nyata, adalah yang asli?
Kemana gadis yang bernama Kasumi Mogi itu pergi?
"Dia terpengaruh."
Seperti menjawab pertanyaanku, Maria menggumamkan kata-kata itu.
"Dia sepenuhnya terpengaruh oleh pengulangan yang tak terbatas ini."
Dia menyatakan hal tersebut dengan mata yang terfokus kearah Mogi-san.
Pikiran ini telah terlintas di kepalaku sebelumnya: Pikiran manusia tidak mungkin bisa menahan begitu banyak pengulangan.
Tapi Mogi-san telah mengalami hari yang sama selama 27,755 kali.
Dan setelah mengulanginya begitu banyak, sekarang Mogi-san sudah berlumuran darah.
"...ini salahmu, Kazu-kun."
Dia berkata begitu, melihat kearahku.
"Ini semua karena kau memojokkanku!"
"...Mogi-san, memangnya apa yang telah kulakukan?"
"'Mogi-san'."
Mogi-san mengulangi kata-kataku dan memiringkan mulutnya.
"Aku sudah bilang padamu. Aku benar-benar sudah bilang padamu. Aku sudah bilang padamu ratusan kali, ya kan?"
"A-apa yang kau bicarakan...?"
"Aku sudah bilang padamu untuk memanggilku «Kasumi», bukankah begitu...?!"
...aku tidak tahu. Aku tidak tahu akan hal itu...
"Aku mengatakannya ratusan kali dan kau menerimanya ratusan kali, ya kan? Dan masih saja, kenapa? Kenapa kau selalu lupa setelahnya?"
"Itu tidak bisa...ditolong..."
"Tidak bisa ditolong?! Katakan padaku, kenapa itu tidak bisa ditolong?!"
Mogi-san berteriak dengan histeris. Tetapi wajahnya masih tetap tanpa ekspresi.
Mungkin, dia telah lupa bagaimana cara untuk mengubah ekspresinya selama puluhan ribuan kali pengulangan ini karena dia tidak memiliki alasan untuk melakukannya. Dia tidak bisa tertawa, menangis atau menjadi marah dengan benar lagi.
"Kazuki, jangan dengarkan dia."
Mogi-san melepaskanku dari pandangannya dan melotot kearah Maria.
"Jangan memanggil nama Kazu-kun dengan begitu akrabnya!"
"Aku bisa memanggil namanya semauku."
"Kau tidak bisa! ...Kenapa Kazu-kun bisa mengingatmu, sedangkan aku tidak...?"
"Kasumi, kau yang membuatnya seperti ini. Karena itu akan membuatmu lebih mudah mengulangi segala sesuatunya dari awal lagi."
"Diam! Aku tidak pernah bermaksud untuk melakukannya!"
Kalau dipikir-pikir, di pengulangan ke 27,754 Mogi-san terlihat ketakutan ketika dia melihat bagaimana aku bisa mengingat Maria.
Pada saat itu aku yakin kalau dia ketakutan dengan kelakuan anehku. Tapi sekarang ketika aku mengetahui kalau dia adalah si 'pemilik', sudut pandangku telah berubah: Sebenarnya, dia membiarkan rasa tidak senangnya yang terus bertumpuk meledak keluar karena aku mengingat Maria dan bukan dia.
"Kazu-kun..."
Aku tidak terbiasa dipanggil olehnya seperti ini juga.
Mungkin, dia pernah bertanya padaku apakah dia boleh memanggilku dengan «Kazu-kun», seperti juga kalau dia memintaku untuk memanggilnya «Kasumi».
Aku mungkin telah melupakannya, tapi Mogi-san mengingat semuanya.
"Kazu-kun, dulu kau bilang kalau kau menyukaiku."
"...Ya. Mungkin aku pernah."
"Aku menerimanya dengan senang! Aku mengatakan padamu kalau aku juga menyukaimu!"
"......"
Aku hanya ingat kalau dia berkata «Tolong tunggu hingga besok». Tidak lebih dari itu. Aku tidak mengingat kalau ada hal lain lagi.
"Kau tidak mengingatnya ya?"
Aku tidak bisa menjawabnya.
"Apa kau bisa bayangkan betapa senangnya aku? Aku mencoba yang terbaik yang kumampu setiap waktu selama pengulangan-pengulangan itu demi membuatmu melihat kearahku. Aku mengubah gaya rambutku, aku mencoba menggunakan mascara, aku mencoba menarik perhatianmu, aku mencari tahu tentang hobimu, aku mempelajari pola pembicaraanmu... dan kau tahu apa yang terjadi kemudian? Sebuah keajaiban terjadi! Sikapmu terhadapku berubah dengan jelas. Aku menyadari kalau kau menjadi tertarik kepadaku. Kau menerima pernyataan cintaku yang kau tolak sebelumnya. Kau bahkan menyatakan cinta padaku. Setiap kali kau melakukannya, kau membuat harapanku muncul. Kupikir sebuah «kelanjutan» yang menyenangkan akan menungguku, setiap waktu. Kupikir pengulangan ini akhirnya akan berhenti. Tapi apa kau tahu? ...Kazu-kun---"
Mogi-san melihat kearahku tanpa ekspresi.
"---kau selalu melupakannya."
Aku tidak tahan dengan matanya dan melihat kearah bawah.
"Bahkan ketika kau lupa, aku mempunyai harapan yang sangat tinggi kalau kau akan mengingatnya di waktu selanjutnya. Setiap kali kau menerima pernyataanku, setiap kali kau menyatakan padaku, kau mengangkat harapanku terus menerus. Tapi pada akhirnya kau tidak mengingatnya. Aku dengan cepat menyerah akan harapanku. Tapi kau tahu, jika seseorang menyatakan cinta padamu, kau pasti akan berharap! Lagipula, sebuah keajaiban pun dapat terjadi. Dan itulah kenapa aku selalu terluka."
Aku tidak bisa membayangkan diriku pacaran dengannya. Tapi Mogi-san membuat nyata apa yang tidak bisa kubayangkan. Dia membuatku jatuh cinta padanya. Mungkin, ini adalah alasan kenapa ingatanku yang bertahan terasa tidak jelas.
Tapi memenangkan hatiku seperti itu pada akhirnya tidak ada artinya.
Tidak ada apa-apa didepan semua itu.
Ketika dia berhasil memenangkan hatiku, itu berakhir disana.
Apa yang menunggunya adalah sebuah cinta sepihak yang sempurna.
Sebuah cinta yang sangat sepihak yang tetap tak terbalaskan bahkan ketika dia mendapatkan perasaanku.
"Oleh karena itu, aku tidak ingin kau menyatakan cinta padaku lagi. Tapi kau tetap datang. Kau tetap bilang kalau kau suka padaku. Dan meskipun aku sangat senang, rasa sakitnya lebih besar lagi... jadi aku tidak punya pilihan lain selain mengatakan hal ini padamu setiap kalinya:"
Mogi-san mengucapkan kata-kata yang pastinya sudah kudengar berkali-kali sebelum ini.
"'Tolong tunggu hingga besok'."
Hatiku terasa seperti disayat-sayat.
Selama ini, dia sendiri lah yang paling terluka karena kata-kata itu - jauh lebih dibandingkan diriku.
Tapi, lalu kenapa dia tidak menghentikan 'Rejecting Classroom' ini saja? Cinta sepihak miliknya tidak akan terbalas. Bahkan jika itu bukan tujuannya satu-satunya, dia pasti akan menderita seperti ini.
"Kazu-kun... apa kau mengerti? Itu semua adalah salahmu yang menyebabkanku menderita. Itu semua, semua. semuaaa salahmu."
"Apa-apaan dengan hal tidak masuk akal yang kau katakan itu?"
Maria menyelanya dengan wajah yang tidak bercanda.
"Sungguh tidak bertanggung jawab. Kau hanya memaksakan tanggung jawab dari rasa sakit mu ke Kazuki karena kau tidak bisa menahan penderitaan dari 'Rejecting Classroom' milikmu lagi."
"...Tidak! Itu salah Kazu-kun yang membuatku menderita!"
"Pikirkan saja apa yang kau mau. Tapi Kazuki tidak berepikir seperti itu. Dia bahkan tidak bisa mengingatmu. Kazuki mempertahankan ingatannya sekarang hanya demi tujuannya sendiri. Bukan untuk hatimu yang sudah membusuk."
"Kenapa... kenapa kau bisa yakin akan hal itu!?"
"Kenapa, kau tanya?"
Maria meluruskan pundaknya dan menyeringai kepadanya.
"Jawabannya gampang."
Dia menjawabnya tanpa ambil pusing.
"Karena aku telah memperhatikan Kazuki Hoshino lebih lama dari siapapun di dunia ini."
"Wha--"
Mendengar kata-katanya yang tajam itu, Mogi-san menjadi tidak bisa berpikir lagi.
Dia mencoba untuk membantahnya, tetapi mulutnya hanya terbuka dan menutup tanpa mengeluarkan kata apapun.
Aku menutup mulutku karena alasan yang berbeda. Maksudku, itu memalukan ketika seseorang mengatakan hal seperti itu! Sungguh.
"Ti-Tidak, akupun sudah memperhatikannya sebanyak yang kau lakukan--"
"Waktumu itu tidak berharga sama sekali."
Maria membantahnya dengan argumen yang tidak rasional.
"Apa kau mengerti betapa tidak berharganya waktu miilikmu hanya dengan melihat apa yang telah kau dapatkan? Lihatlah wajahmu sendiri di cermin. Lihat tanganmu. Lihat kakimu."
Di wajah Mogi-san ada darah yang sudah membeku yang mulai berwarna kehitaman.
Di tangan Mogi-san ada sebuah pisau dapur.
Di kaki Mogi-san ada mayat Kokone.
"Silahkan, kau bebas membantahnya. Kau boleh mengatakan kalau kau telah memperhatikan Kazuki selama yang kulakukan. Jika kau benar-benar mempercayai kalau kata-katamu itu benar."
Mogi-san terlihat terpukul dan mengalihkan pandangannya kebawah.
Aku tidak bisa mengatakan apapun kepadanya.
"......heh, fufufu. Kau telah memperhatikan Kazu-kun lebih lama dari siapapun didunia ini? Kupikir itu benar. Mungkin itu seperti yang kau katakan. Ufufufu, tapi itu tidak berarti apapun! Kenapa itu harus berarti bagiku?"
Dia tertawa, kepalanya masih mengarah kebawah.
"Hmpf, kasihan kau. Jadi akhirnya pikiranmu rusak."
"Akhirnya...? Ufufu... apa yang kau katakan?"
Dia mengarahkan pisaunya kearah Maria, tetap melihat kebawah.
"Apa kau pikir aku masih waras sejak awal?"
Dia mengangkat kepalanya.
"Biarkan aku memberitahumu sesuatu yang bagus, Otonashi-san! Semua yang terbunuh olehku menghilang dari dunia ini!"
Wajahnya tanpa ekspresi seperti biasanya.
"Jadi, itu tidak ada artinya! Tidak ada artinya seberapa lamapun kau telah mengamati Kazu-kun jika pada akhirnya kau akan menghilang juga!!"
Mogi-san menggenggam pisau dapur itu dan menerjang kearah Maria. Dengan refleks aku meneriakkan nama Maria. Tapi maria hanya melihat kearah Mogi-san dengan bosan, terlihat tidak peduli sedikitpun. Dengan mudah dia menggenggam tangan Mogi-san yang memegang pisau dan mendesaknya hanya dengan seperti itu.
"Ugh..."
Perbedaan kemampuan mereka sangat jelas. Begitu jelas hingga aku merasa malu telah memanggil namanya.
"Maaf. Tapi apa kau tahu, aku telah menguasai semua beladiri utama. Menghentikan seranganmu yang lurus seperti itu semudah memelintir tangan seorang bayi."
Pisau itu jatuh dari tangan Mogi-san dan membuat sebuah suara.
Kehilangan senjatanya, Mogi-san terbengong melihat keearah pisau yang ada di lantai.
"...semudah memelintir tangan bayi...?"
Mogi-san berbisik dengan menyakitkan dengan pandangannya yang masih terarah kearah pisau itu.
"......ufufufu"
Dan meski begitu, meskipun seharusnya dia kesakitan, Mogi-san tersenyum.
"Apa yang begitu lucu?"
"«Apa yang begitu lucu?» dia bertanya begitu! Ufu... haha, HAHAHAHAHAHAHA!"
Dia tertawa dengan mulutnya terbuka lebar. Wajahnya yang berlumuran darah, sangat jauh dari senyuman. Meski dia tertawa, ujung mulutnya tidak terangkat sama sekali. Daripada menyempitkan matanya perlahan, dia malah membuka mereka lebar-lebar.
Maria mengerutkan dahinya, mendengar tawa yang keras ini.
"Tentu saja itu lucu!! Lagipula, kau membandingkan menghentikan tanganku dengan memelintir tangan bayi! Kau dari semua orang! Kau, Aya Otonashi, melakukan hal itu! Sungguh sebuah mahakarya! Jika bukan sebuah mahakarya, dengan kata apa kita bisa menyebutnya?!"
"Aku tidak bisa melihat apa yang begitu kau nikmati."
"Sungguh? Kalau begitu katakan padaku, apa kau benar-benar bisa memelintir tangan bayi?"
Aku masih tidak bisa mengerti kenapa dia tertawa.
Tapi Maria sepertinya tidak bisa berkata apa-apa.
"Oh baiklah, kau menangkapku. Bagus untukmu. Selamat. Jadi? Apa tujuanmu?"
"......"
"Aku tahu. Lagi pula aku telah mendengarnya berkali-kali. Itu untuk menghentikan dunia yang terus berulang ini kan? Itu untuk mendapatkan sebuah 'box', ya kan? Jadi apa yang akan kau lakukan untuk mendaptakannya? Kau hanya perlu membunuhku kan untuk mengakhirinya, benar kan?"
"...benar."
"Aku tahu kalau kau telah menguasai semua beladiri itu, Aya Otonashi! Kau sendiri yang telah mengatakannya padaku! Kenapa kau... kenapa kau berlagak seperti kau telah mengungguliku? Bukankah itu menggelikan? Apa kau berpikir aku tidak mengetahuinya? Sungguh memalukan! Itu memalukan, benar kan? Dengar... Aku telah kembali kemasa lalu sebanyak yang kau lakukan, kau tahu? Aku tahu dengan jelas tentang dirimu! Kau membuatku melepaskan senjataku. Kau memegang tanganku. Memangnya kenapa---?"
Mogi-san kembali ke wajahnya yang serius dan mengatakan kata-kata selanjutnya dengan suara yang pelan.
"Apa yang akan kau lakukan padaku selanjutnya?"
"......"
Maria tidak menjawabnya.
"Oh kau Otonashi-san yang lemah lembut. Kau, yang tidak bisa membunuhku. Kau yang tidak bisa menyiksaku. Kau yang bahkan tidak bisa mematahkan satu tulangpun. Apa kau mampu memelintir tangan dari seorang bayi yang sangat lemah meski kau dengan begitu elegannya membenci kekerasan? Tidak. Kau tidak bisa. Tentu saja kau tidak bisa."
Oh begitu. Jadi ini adalah alasan utama dari kekalahan-kekalahan Maria.
Segera setelah kekerasan menjadi solusi satu-satunya, Maria tidak bisa melakukan apapun. Dan Mogi-san sadar akan hal itu.
"Pikirkan saja. apa kau tidak berpikir kalau aku punya kesempatan untuk membunuh dan 'menolak'mu selama ini? Apa kau tahu kenapa aku tidak melakukannya, meskipun kau jelas-jelas adalah seorang pengganggu? Untuk sekali, itu menguntungkan karena kau menyelamatkanku dari kecelakaan itu! Tapi bukan hanya itu. Aku menyadarinya pertama kali ketika kau mengetahui kalau aku memiliki 'box'nya dan gagal menyudutkanku."
Maria menggertakkan giginya.
"Kau bahkan tidak pantas --- untuk menjadi lawanku."
Beberapa waktu yang lalu, Daiya mengatakan padaku akalau si «Protagonis» kalah dari si «Murid Pindahan» karena perbedaan jumlah informasi mereka.
Tapi perkataan itu salah.
Si Kasumi Mogi«Protagonis» punya informasi lebih banyak dibandingkan dengan si Aya Otonashi«Murid Pindahan».
"Aku sudah bosan dengan pola ini."
Mogi-san dengan nada bosan yang disengaja.
"...tapi tidak seperti di waktu yang lainnya, sekarang ada Kazuki disini."
"Yah. Jadi, bagaimana kalau kita coba sesuatu yang baru?"
Mogi-san menendang pegangan pisau dapur itu. Pisau itu berputar-putar diatas genangan darah dan berhenti didepan kakiku.
"Ambil itu, Kazu-kun."
Ambil apa? Pisau itu?
Aku melihat kebawah kearah pisau itu lagi.
Darah yang melumurinya semakin bertambah banyak sekarang. Pisau itu menjadi terlihat merah tua.
"Hey~, Kazu-kun. Apa kau menyukaiku? Jika iya--"
Aku mengangkat wajahku dan melihat bibirnya bergerak.
"--Aku akan membunuhmu. Jadi berikan padaku pisau itu."
---- Apa?
Aku tidak mengerti. Aku tahu apa maksud kata-katanya, tapi aku tidak mengerti apa yang barusan dia katakan padaku.
"Apa kau tidak mendengarku? Kubilang berikan padaku pisau itu supaya aku bisa membunuhmu."
Dia mengulangi kata-katanya lagi. Sepertinya aku tidak salah mendengarnya.
"Mogi, apa kau sudah gila?! Bukankah kau menyukai Kazuki?! Kenapa kau meminta hal seperti itu?!"
"Kau benar. Aku menyukainya! Tapi karena itulah aku ingin dia mati. Bukankah aku sudah bilang kalau itu semua salah Kazu-kun makanya aku menderita? Oleh karena itu, aku ingin dia menghilang dari pandanganku. Bukankah itu kesimpulan yang logis?"
Mogi-san berkata begitu seperti kalau itu memang hal yang normal.
"Sejak awal, memangnya kenapa kau pikir aku akan mengambil umpanmu, meski aku tahu kalau Kazu-kun akan datang? Yah, Aku punya tujuanku sendiri! Aku telah membuat keputusan. ---Keputusan untuk membunuh Kazu-kun."
Mogi-san mengeluarkan kata-kata itu sambil melirik kearahku.
"Aku bisa 'menolak' Kazu-kun dengan membunuhnya. Dia akan menghilang dari pandanganku. Jika itu terjadi, aku yakin kalau aku tidak akan menderita lagi. Aku akan bisa tinggal disini selamanya."
"Mogi, Apa-apaan omongan yang tidak masuk diakal---ugh! Ah--"
Maria tiba-tiba merintih dan menunduk kebawah. Dia memegangi bagian kiri tubuhnya.
"...? Maria?"
Sesuatu tertusuk ke bagian kiri tubuhnya.
...eh? Tertusuk?
"Ah--- Ma-Maria!"
Maria melihat ke benda yang tertusuk di tubuh bagian kirinya. Menggertakkan giginya, dia menarik keluar benda asing itu tanpa ragu. Dia merintih lagi dalam kesakitan. Melotot kearah Mogi-san, Dia melempar benda yang telah dia cabut.
Aku melihat kearah benda yang berguling diatas lantai. Itu adalah sebuah pisau lipat.
"Kau lengah. Kau mungkin sudah menguasai semua jenis beladiri, tapi itu tidak membuatmu kebal dengan serangan mendadak. Pisau murahan ini tidak efektif sama sekali melawan para anak laki-laki, tapi itu seharusnya lebih dari cukup untuk tubuhmu yang ramping itu, benar kan? Maaf saja, tapi kekuatan tubuhmu tetap sama didunia ini tidak peduli betapa banyakpun kau melatihnya!"
Maria mencoba berdiri, tapi sepertinya luka yang dialaminya parah, jadi dia gagal melakukannya. Darah terus mengalir keluar dari bagian kiri perutnya.
"Aku telah melewati berbagai hal juga, kau tahu. Jadi kupikir akan lebih baik jika aku membawanya. Aku selalu membawa pisau ini tersembunyi di tubuhku."
Mogi-san berjalan hingga dia berdiri dihadapanku. Dia menunduk dan mengambil pisau dapur yang jatuh tadi.
"Ah--"
Meski dia sangat tidak terjaga, aku tidak bisa melakukan apapun kecuali bersuara. Aku tidak bisa bergerak, seperti aku telah membatu. Aku tidak bisa melakukan apapun kecuali tetap berdiri seperti sebuah paku didinding.
Bukan hanya tubuhku. Pikiranku juga membeku karena tidak dapat menerima kenyataan yang terjadi didepan mataku.
"Bukankah aku berkata seperti itu, Aya Otonashi? Orang yang pada akhirnya akan menghilang tidak penting."
Mogi-san duduk diatas Maria dan mengangkat pisau dapurnya.
Dia mengayunkannya kebawah tanpa ragu. Terus menerus. Berulang kali. Hingga napas Maria benar-benar berhenti.