Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid1 Bab01

From Baka-Tsuki
Revision as of 22:09, 25 May 2007 by OreKun (talk | contribs) (New page: '''Chapter 1''' Dengan begitu, aku masuk ke SMU di daerah sekitar rumah. Pada awalnya, aku menyesal karena sekolah baru itu terletak diatas bukit. Bahkan ketika musim semi, murid-murid su...)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Chapter 1

Dengan begitu, aku masuk ke SMU di daerah sekitar rumah. Pada awalnya, aku menyesal karena sekolah baru itu terletak diatas bukit. Bahkan ketika musim semi, murid-murid sudah jelas akan menjadi panas berkeringat hanya dengan berjalan pada jalan menanjak, tujuan ku ‘pergi ke sekolah dengan santai’ tidak akan berjalan dengan baik. Setiap kali aku mengingatnya, bersama dengan faktanya aku akan melakukan prosedur ini setiap hari selama tiga tahun, aku jadi merasa lelah dan depresi. Hari ini aku terlambat bangun. Mungkin karena itulah aku berjalan agak cepat, dan barangkali karena itulah aku sangat lelah. Aku seharusnya bangun lebih cepat 10 menit, tapi, seperti yang kalian tahu, kita tidur dengan baik tepat sebelum waktunya kita bangun. Aku tidak ingin menyia-nyiakan 10 menit yang berharga itu, jadi aku menyerah pada pikiran itu, yang mana artinya aku harus mengulang latihan pagi ini selama tiga tahun kedepan. Ini terlalu menyedihkan.

Itu adalah alasan mengapa aku bermuka suram di acara penerimaan murid baru yang menghabiskan waktu ini. Orang lain memasang pandangan ‘memulai perjalanan baru’ pada muka mereka; kalian tahu kan, pandangan ‘penuh dengan pengharapan, tapi juga banyak ketidakpastian’ yang unik pada setiap murid baru ketika mereka masuk ke sekolah baru. Bagi ku keadaannya bukan begitu – banyak teman sekelas dari SMP dulu yang masuk sekolah ini. Singkatnya beberapa dari temaku juga ada di sini. Dengan demikian, aku tidak terlalu cemas (atau gembira) seperti orang lain. Murid laki-laki memakai jaket sport, dan perempuannya memakai seragam sailor. Wah, kombinasi yang aneh yah. Mungkin kepala sekolah yang sedang memberikan ceramah yang membikin ngantuk memiliki semacam rasa suka pada seragam sailor. Ketika aku berpikir tentang hal yang tidak berguna ini, acara yang membosankan ini akhirnya selesai. Aku, bersama teman-teman baru yang ‘tidak terlalu berhasrat’, masuk ke ruang kelas 1-5.

Guru wali kelas kami, Okabe-sensei, dengan senyuman ‘berlatih selama satu jam di depan cermin’ nya, berjalan ke depan kelas dan memperkenalkan diri. Pertama-tama dia berkata bahwa dia adalah guru olahraga, dan guru penanggung jawab tim bola tangan. Lalu dia berlanjut kepada obrolan seperti bagaimana, dulu ketika dia masih seorang mahasiswa, dia masuk tim bola tangan, dan bahkan pernah memenangkan pertandingan, dan bagaimana sekolah ini kekurangan pemain bola tangan, jadi siapapun yang masuk tim akan langsung menjadi pemain utama. Dan dia lalu mengatakan seperti bagaimana bola tangan adalah olahraga yang paling menyenangkan di dunia. Baru saja aku berpikir dia tidak akan berhenti, dia tiba-tiba berkata: “Sekarang, mari kita memperkenalkan diri!”

Hal ini merupakan hal yang biasa, jadi aku tidak terlalu kaget.

Satu demi satu, murid yang berada di sebelah kiri kelas mulai memperkenalkan diri mereka. Mereka mengacungkan tangan, lalu mengumumkan nama, sekolah asal, dan hal sepele lainnya, seperti hobi atau makanan favorit. Beberapa murid berbicara dengan biasa, beberapa memperkenalkan diri dengan menarik, sedangkan beberapa lain mencoba mengatakan lelucon yang menurunkan temperatur ruangan ke derajat yang lebih adem. Ketika berlainan orang telah memperkenalkan diri, giliranku sebentar lagi tiba. Aku mulai gugup! Setiap orang mengerti bagaimana perasaanku sekarang, kan?

Setelah aku mengatasinya dan menyelesaikan perkenalan yang dipikirkan baik-baik dan tidak terlalu panjang, tanpa tidak terlalu banyak tersandung dengan kata-kata, aku kemudian duduk, merasa lega setelah selesai melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan tapi harus. Tiba giliran murid di belakangku berdiri dan – ah, aku mungkin ‘gak akan pernah lupa selama hidupku – mengatakan sesuatu yang akan menjadi topik pembicaraan untuk waktu yang lama. “Nama saya Suzumiya haruhi, saya lulusan SMP Higashi.”

Sampai sini perkenalannya masih normal, jadi aku tidak perlu menengok ke belakang untuk melihatnya. Aku hanya melihat ke depan dan mendengarkan suaranya yang tegas. “saya tidak berminat pada orang biasa. Kalau diantara orang di sini ada alien, penjelajah waktu, slider, atau esper, silakan datang kedepan saya! Selesai.”

Mendengar hal tersebut, aku langsung menengok ke belakang.

Dia memiliki rambut mulus yang hitam dan panjang. Wajahnya yang manis dipenuhi dengan keberanian dan tantangan ketika seluruh kelas menatapnya. Kesungguhan dan ketetapan hatinya bersinar melalui matanya yang menyilaukan dan alis matanya yang panjang. Bibirnya yang tipis menutup. Ini kesan pertama ku dari gadis ini.

Aku masih ingat bagaimana bercahayanya tenggorokannya yang putih – ternyata dia cukup cantik. Haruhi, dengan matanya yang memancing pertanyaan, pelan-pelan memindai kelas, kemudian memandangku (mulutku terbuka lebar), lalu duduk tanpa tersenyum sama sekali. Apa dia mencoba untuk mendramatiskan keadaan?

Ketika itu, dalam pikiran semua murid pasti dipenuhi dengan tanda tanya, dan semuanya bingung bagaimana bereaksi. “Apa harus tertawa?” tidak ada seorang pun yang tahu. Nah, menurut kesimpulannya, dia tidak mencoba untuk mendramatisir atau melucu, karena Haruhi selalu berwajah sungguh-sungguh.

Dia itu selalu serius.

Ini berdasarkan pengalaman kebelakang – jadi tidak akan salah.

Setelah sekitar 30 menitan kelas berada pada keadaan sunyi senyap, guru wali kelas, dengan sedikit keragu-raguan, menyuruh murid selanjutnya meneruskan, dan atmosfir yang tegang pun lepas.


Begitulah kami bertemu. Sangat tidak terlupakan. Aku ingin sekali percaya bahwa ini semua hanya kebetulan.


Setelah dia membuat perhatian semuanya tertuju padanya dihari pertama. Haruhi menjadi murid SMU perempuan yang lugu. Ini merupakan kedamaian sebelum badai menerjang! Aku akhirnya mengetahui semua itu sekarang.

Bagaimanapun juga semua murid di sekolah ini datang dari salah satu dari keempat SMP di kota ini – Orang-orang dengan peringkat rata-rata. Ini tentu saja termasuk SMP Higashi; Oleh karena itu seharusnya ada murid yang lulus bersama Haruhi, yang tahu arti dari diamnya Haruhi. Tapi sayangnya, aku tidak kenal murid lulusan SMP Higashi, Makanya, tidak ada seorang pun yang bisa menjelaskan padaku seberapa seriusnya situasi ini. Itulah alasannya, beberapa hari setelah perkenalan yang mengejutkan itu, aku melakukan sesuatu yang enggak akan pernah lupa – aku mencoba mengajaknya bicara sebelum kelas berlangsung.

Dadu ketidakberuntunganku sudah mulai dilemparkan, dan aku adalah orang yang mendorongnya jatuh. Tahu ‘gak, ketika Haruhi duduk diam di kursinya, dia terlihat seperti murid perempuan manis yang normal, jadi aku berencana duduk di depannya supaya bisa dekat dengannya. Aku sebenarnya berpikir itu akan berhasil. Naif sekali aku. Tolong seseorang memukulku supaya sadar. Tentu saja aku memulai percakapan denagn tidak sengaja.

“Yo!”

Aku memutar kepalaku ke belakang, dengan senyuman melayang-layang di wajahku.

“Hal-hal yang kamu sebutkan pada perkenalan itu, semuanya serius?”

Dengan tangan yang terlipat di dadanya, bibir menyatu dua-duanya, Suzumiya Haruhi mempertahankan posturnya, lalu menatap langsung ke mataku.

“’Hal-hal pada perkenalan’ apa?”

“Hal-hal tentang alien.”

“Apa kamu alien?”

Dia terlihat serius.

“…bukan”

“Lalu, kamu mau apa?”

“…Enggak, enggak apa-apa.”

“Kalau begitu jangan ngomong denganku. Kamu hanya buang-buang waktuku aja”

Pandangannya dingin sekali hingga tanpa sadar aku ngomong ”Maaf.”

Suzumiya Haruhi lalu melepaskan pandangannya dari ku dengan acuh nya, lalu melihat papan tulis dengan muka serius.

Aku tadinya mau ngomong satu atau dua kata, tapi aku nggak punya kata-kata yang bagus. Untunglah, pada saat itu guru wali datang ke kelas meneyelamatkanku. Aku memutar kepalaku kembali ke mejaku, hilang semangat. Lalu sadar ada beberapa orang sedang melihatku dengan pandangan tertarik pada wajah mereka. Ini tentu saja membuatku merasa sangat terganggu. Setelah aku memandang kembali pada mereka, bagaimanapun juga, aku memperhatikan, mereka mempunyai ekspresi ‘ketidakberdayaan’ yang sama pada wajah mereka. Beberapa bahkan menganggukan kepala karena simpati. Seperti yang aku katakan, pada awalnya aku merasa terganggu, tapi kemudian aku mulai tahu bahwa mereka semua lulusan SMP Higashi.


Mengingat bahwa pertemuanku yang pertama dengan Haruhi berakhir dengan buruk, aku berpikir bahwa aku harus menjaga jarak darinya sementara ini, untuk amannya. Dengan pikiran seperti itu, satu minggu telah berlalu.

Tapi, seperti juga aku yang masih merupakan bagian dari kelas ini, selalu saja ada murid yang ingin berbicara pada Haruhi yang beralis mincing, dan bermulut cemberut. Kebanyakan dari mereka adalah murid perempuan yang menganggap penting urusan ‘gak penting’; Begitu mereka melihat ada sesama murid perempuan yang terisolasi, mereka mencoba bersikap baik dan menolongnya. Ini merupakan hal yang baik, tetapi mereka sedikitnya harus memgecek dulu targetnya sebelumnya!

“Hai, kamu nonton tv ‘gak semalam? Sekitar jam sembilanan.”

“Tidak.”

“Eh, kenapa?”

“Aku ‘gak tahu.”

“Kamu harus nonton deh. Nonton dari tengah-tengah juga ‘gak akan pusing deh. Atau aku perlu ngejelasin ceritanya yang kemarin-kemarin?”

“Berisik!”

Begitulah.

Akan lebih mudah kalau saja dia menjawab tidak dengan wajah datar. Tapi tidak, dia harus menunjukan kekesalannya pada ekspresi dan juga suaranya. Ini akan membuat si korban percaya bahwa mereka melakukan kesalahan. Pada akhirnya mereka hanya bisa mengatakan “Begitu yah…kalau begitu aku…”, dan bertanya pada diri sendiri “Apa salahku?”, lalu pergi dengan perasaan sedih. Jangan sedih; Kamu tidak melakukan kesalahan. Masalahnya ada pada otak Suzumiya Haruhi, bukan kamu.


Walaupun aku tidak masalah makan sendirian, aku tidak ingin berpikir bahwa aku adalah seorang penyendiri, ketika yang lain makan siang bersama teman dengan senangnya. Maka dari itu, meski aku tidak peduli kalau yang lain salah paham, aku makan siang bersama Kunikida – teman se SMP dan Taniguchi yang duduk dekatku – lulusan SMP Higashi. Kami mulai ngobrol tentang Haruhi.

“Apa kamu mencoba ngobrol dengan Suzumiya?” Taniguchi bertanya polos.

Aku mengangguk.

“Lalu dia mengatakan hal yang aneh dan kamu ‘gak tahu harus bagaimana?”

“Betul!”

Taniguchi menaruh potongan telur rebus ke dalam mulutnya, mengunyah, lalu berkata: “Kalau anak itu tertari dengan kamu, dia ‘gak akan ngomong yang aneh-aneh seperti itu. Aku hanya ingin menasehatimu untuk menyerah saja! Kamu harusnya sudah tahu sekarang bahwa dia itu tidak normal.”

“Aku sekelas dengannya tiga tahun berturut-turut; Aku tahu bagaimana dia itu.”

Dia menggunakan kalimat ini sebagai awal obrolannya. ”Dia selalu melakukan hal yang sangat membingungkan. Aku pikir dia sedikitnya akan berusaha untuk mengontrol dirinya sendiri begitu masuk SMU; tapi tampaknya tidak. Kamu dengar kan, perkenalannya itu?”

“Tentang alien itu?”

Kunikida yang sedang sibuk memisahkan tulang dari ikan gorengnya, menyela.

”Benar, yang itu. Bahkan ketika SMP dia selalu mengatakan dan melakukan banyak hal aneh. Contohnya, ada suatu kejadian di sekolah!”

“Apa yang terjadi?”

“Kau tahu kan alat yang digunakan untuk menggambar garis putih pada lapangan? Apa namanya …yah, pokoknya itu, pada suatu malam dia masuk ke sekolah diam-diam dan dengan alat itu menggambar simbol yang besar sekali ditengah lapangan.”

Taniguchi dengan senyuman yang ‘gak mengenakkan pada wajahnya, dia mungkin teringat pada kejadian itu.

“Sangat mengejutkan, aku pergi ke sekolah esok paginya dan yang ku lihat hanyalah lingkaran dan segitiga yang besar. Aku ‘gak tahu artinya apa, jadi aku pergi ke lantai empat untuk mendapat pandangan dari atas. Tapi itupun ‘gak membantu sama sekali – Aku masih ‘gak tahu arti dari simbol itu.”

“Ah, kurasa aku pernah melihatnya. Bukankah di koran juga ada cerita itu? Bahkan ada gambar yang diambil dari helikopter! Simbol itu terlihat seperti piktogram Nazca yang rusak.” Kata Kunikida.

Aku ‘gak ingat pernah mendengarnya sebelum ini.

“Aku melihat artikel itu, aku melihatnya. Judulnya sesuatu seperti ‘Kekacauan misterius menimpa SMP saat malam’, bukan? Ada yang ingin menebak siapa yang melakukannya?”

“Jangan katakan dia yang melakukannya”

“Dia sendiri yang mengaku. ‘gak salah lagi. Umumnya, dia dipanggil ke kantor kepala sekolah. Setiap guru ada di sana, menanyainya mengapa dia melakukan itu.”

“Lalu, mengapa dia melakukan itu?”

“Aku ‘gak tahu”, Taniguchi menjawab dengan datar, sambil berusaha menelan semulut penuh nasi.

“Kudengar dia menolak berbicara apa-apa. Tentu saja ketika kau ditatap tajam olehnya, kau cenderung menyerah dengans segala yang kau rencanakan. Seseorang berkata dia membuat simbol itu untuk memanggil UFO, ada juga yang berkata bahwa itu adalah simbol magis dan digunakan untuk memanggil monster, atau bahwa dia mencoba untuk membuka gerbang ke dunia lain, dan lain-lain… da banyak spekulasi, tapi selama tersangka menolak berbicara, kita ‘gak akan pernah tahu apakah rumor itu betul atau tidak. Sampai hari ini masih merupakan misteri.”

Karena beberapa alasan, gambaran Haruhi, dengan pandangan ‘ketidak omongkosongan’, sibuk menggambar garis di tengah lapangan sekolah pada malam hari, melayang di pikiranku. Dia pasti sudah mempersiapkan alat menggambar dan bubuk putihnya sebelumnya di gudang penyimpanan; mungkin juga dia sudah bawa lampu senter! Di bawah temaramnya lampu kuning, Suzumiya Haruhi terlihat serius dan tragis…

Baiklah, ini hanya imajinasiku saja.

Tapi kabarnya, Suzumiya Haruhi mungkin benar-benar melakukan itu untuk memanggil UFO atau monster, atau bahkan gerbang dimensi lain. Dia mungkin melakukannya semalam penuh di lapangan, tapi tidak ada sesuatupun yang muncul, dan yang ada hanyalah perasaan yang kecewa saja, aku pikir begitu.

“itu bukan satu-satunya yang dia lakukan!”

Taniguchi melanjutkan makan siangnya.

“begitu aku datang ke kelas pada suatu pagi aku mendapatkan semua meja sudah dipindahkan ke koridor, dan ada gambar bintang-bintang di atap sekolah. Suatu waktu yang lain dia berkeliling ke sekitar sekolah menempelkan kertas kutukan di mana-mana… kamu tahu kan, yang ditempelkan di dahinya vampir cina. Aku ‘gak ngerti dia.”

Betul, Suzumiya Haruhi sedang tidak ada di kelas, karena kalau ada kami ‘gak akan bisa berbicara tentang ini. Tapi juga, kalaupun dia mendengarkan perbincangan ini, dia gak akan mempedulikannya. Biasanya, Suzumiya Haruhi pegi keluar kelas setelah jam pelajaran ke-4, dan kembali sesaat sebelum pelajaran selanjutnya mulai. Dia tidak membawa kotak makannya, jadi aku menduga dia pergi ke kantin untuk makan siang; tapi itu tidak akan memakan waktu satu jam, kan? Selanjutnya, setiap akhir jam pelajaran, dia menghilang. Kemana perginya ya…?

“tapi dia tekenal di kalangan murid laki-laki!”

Taniguchi mulai lagi: “dia manis, altletis, dan pintar. Walaupun dia itu agak aneh, kalau dia menutup mulutnya, dia sebenarnya tidak terlalu jelek.”

“darimana kamu dengar semua gosip ini?” kunikida bertanya, dengan kotak bekalnya yang 2 kali lebih penuh dari punya Taniguchi.

“ada suatu periode waktu dimana dia berganti pacar nonstop. Dari yang kudengar, hubungan yang terlama bertahan selama seminggu, yang paling sebentar hanya 5 menit setelah jadian. Sebagai tambahan, satu-satunya alasan Suzumiya memutuskan hubungan adalah ‘Aku ‘gak punya waktu untuk bersosialisasi dengan orang biasa.”

Sepertinya Taniguchi berpengalaman dalam hal ini. Setelah sadar akan tatapanku, dia jadi sedikit gugup.

“aku dengar ini dari orang lain! Sungguh! Untuk beberapa alasan, dia tidak pernah menolak untuk jadian. Ketika kelas tiga, semuanya mengerti; jadi tidak ada yang ingin jadian dengannya lagi. Aku punya perasaan aneh, sejarah itu akan terulang lagi di SMU ini. Jadi aku memperingatkanmu sekarang: menyerah saja. Ini nasehat yang datang dari seseorang yang dulu sekelas dengannya.” Ngomong aja apa yang kamu mau, aku tidak tertarik dengannya seperti itu. Taniguchi menaruh kotak bekalnyake dalam tas, lalu tertawa jelek.

“kalau aku harus memilih, aku akan memilih dia, Asakura Ryouko.”

Taniguchi mengaggukkan dagunya ke arah kumpulan anak-anak perempuan beberapa meja dari sini. Di tengah-tengah grup yang sedang ngobrol, ada Asakura Ryoukodengan senyuman yang mengembang di wajahnya.

“berdasarkan analisisku, dia masuk ke dalam daftar ‘tiga top termanis anak perempuan kelas satu’.”

“kamu mengecek semua murid perempuan kelas satu di sekolah ini?”

“aku mengelompokkannya ke dalam kategori A sampai D dan, percaya ‘gak, aku hanya ingat nama-nama pada kategori A. Kita hanya mengalami masa SMU sekali seumur hidup – aku hanya ingin mengalaminya dengan sebahagia mungkin.”

“jadi Asakura Ryouko itu termasuk kategori A?” Kunikida bertanya.

“Dia itu AA+! Ayolah, lihat saja wajahnya, kepribadiannya sudah pasti nomor 1.”

Walaupun mengacuhkan komentar Taniguchi yang egois, Asakura Ryouko adalah jenis anak perempuan manis yang berbeda dari Suzumiya Haruhi.

Pertama-tama, dia itu sangat cantik; tambah lagi dia selalu membawa senyuman yang terkesan mengasihi. Kedua, kepribadiannya cocok dengan penjelasan dari Taniguchi. Hari-hari ini tidak ada seorang pun lagi yang berani mengajak berbicara pada Suzumiya Haruhi, kecuali Asakura Ryouko. Tak peduli bagaimana kejamnya Suzumiya Haruhi, Asakura Ryouko masih mencoba untuk berbicara kepadanya dari waktu ke waktu. Dia begitu bersemangat hingga seperti pengawas kelas. Ketiga, dari caranya menjawab pertanyaan dari guru saja, kamu akan tahu dia itu sangat pintar. Dia selalu menjawab pertanyaan dengan benar – di mata para guru mungkin dia adalah contoh murid teladan. Untuk melengkapinya, dia sangat akrab dengan para murid perempuan. Semester pertama baru berlangsung selama satu minggu, tapi dia sudah menjadi pusat perhatian semua murid perempuan di kelas. Dia seperti turun dari langit dan dilahirkan dengan daya tarik yang mengagumkan!

Dibandingkan dengan Suzumiya Haruhi yang sering cemberut dan terobsesi dengan fiksi ilmiah, pilihannya tentu saja sudah pasti. Tetapi, kedua kandidat ini mungkin sama-sama terlalu tinggi di atas bukit bagi pahlawan kita Taniguchi untuk dipanjat. Tidak mungkin dia akan mendapatkan salah satu dari mereka ataupun keduanya.


Waktu itu masih bulan April, dan pada saat itu, Suzumiya berprilaku cukup baik. Bagiku, ini merupakan bulan yang tenang. Yang nantinya, akan ada satu bulan lagi sebelum Haruhi mulai mengacau.

Tapi, pada saat seperti ini pun, aku meneliti beberapa tingkah laku Haruhi yang eksentrik. Mengapa aku mengatakan seperti itu?

Petunjuk #1: dia mengubah gaya rambutnya setiap hari. Lebih jauh lagi, menurut pengamatanku, ini ada susunannya. Hari senin, haruhi datang ke sekolah dengan rambutnya tergerai, tanpa diikat sama sekali. Pada hari selanjutnya, dia mengikatnya seperti buntut kuda. Walaupun aku benci mengakuinya, gaya rambut itu sangat cocok dengannya. Lalu dia mengikatnya menjadi dua pada hari selanjutnya, kemudian menjadi tiga pada hari selanjutnya; pada hari jum’at, dia mengikat rambutnya dengan pita menjadi empat. Tindakannya sangat aneh!

Senin = 0, Selasa = 1, Rabu = 3…

Dengan bertambahnya hari di suatu minggu, begitu juga jumlah buntut kuda nya; hari senin selanjutnya, seluruh proses akan dimulai lagi dari awal. Aku ‘gak ngerti mengapa dia melakukan itu. Melanjutkan logika yang terjadi, dia seharusnya mengikat rambutnya menjadi enam di hari minggu… aku tiba-tiba ingin melihat gaya rambutnya di hari minggu. “petunjuk #2: pada pelajaran olah raga, kelas 1-5 dan 1-6 digabungkan dan belajar bersama, dengan murid perempuan dipisah dari murid laki-laki. Ketika ganti pakaian, murid perempuan pergi ke kelas 1-5, dan laki-laki ke kelas 1-6; ini artinya setiap pelajaran sebelumnya berakhir, murid laki-laki dari kelas kami (1-5) akan pindah ke kelas 1-6 untuk ganti pakaian. Sayangnya, Haruhi tidak mengindahkan kami sama sekali, dan membuka seragam sailornya sebelum kami sempat pindah kelas.

Sepertinya, bagi dia, kami ini buah labu atau kantung kentang, dan dia sama sekali tidak memperdulikan. Tanpa ekspresi apa-apa, dia melempar seragamnya ke atas meja lalu memakai seragam olah raganya.

Pada saat itu, Asakura Ryouko mendorong murid laki-laki yang semuanya bermata terbelalak, terpaku, termasuk aku keluar dari kelas.

Menurut desas-desus, para murid perempuan, dengan Asakura ryouko sebagai pemimpinnya, mencoba membicarakan ini dengan Haruhi, tetapi tidak ada gunanya. Setiap pelajaran olah raga, Haruhi mengacuhkan seluruh kelas lalu membuka seragamnya tanpa ada pandangan sekilaspun. Jadi, kami para murid laki-laki diminta untuk meninggalkan kelas begitu bel berbunyi kedua kalinya – karena permintaan dari Asakura Ryouko.

Tapi sungguh, Haruhi memiliki figur yang yang sangat bagus... ahhh, ini bukan saatnya ngomongin hal seperti itu.

Petunjuk #3: pada akhir pelajaran setiap harinya, Haruhi absen tiba-tiba. Ketika bel sekolah berbunyi, dia menarik tasnya lalu melesat keluar kelas. Logisnya, aku berpikir dia langsung pulang ke rumah; aku ‘gak pernah berpikir dia mengikuti semua klub ekskul di sekolah. Suatu hari, kulihat dia mengayunkan tongkatnya pada klub ekskul hoki. Kurasa dia juga ikut masuk ke klub basket. Jadi, pada dasarnya, dia mengikuti semua klub olah raga di sekolah. Tentu saja semua klub mengincarnya untuk jadi anggota tetap. Sudah pasti dia menolaknya. Penjelasannya adalah: ”menjengkelkan sekali bagiku melakukan aktivitas klub yang sama setiap hari.” Akhirnya, dia tidak mengikuti klub yang manapun juga.

Maunya apa sih anak ini?

Dari hal ini saja, kabar “murid perempuan kelas satu yang aneh” menyebar ke seluruh sekolah dengan cepat. Dalam waktu sebulan, ‘gak ada seorang murid pun yang tidak tahu siapa Suzumiya Haruhi. Beranjak ke bulan Mei, murid-murid masih banyak yang belum tahu siapa kepala sekolah di sini, tapi nama Suzumiya Haruhi sepertinya sudah terkenal.

Jadi, dengan segala hal yang terjadi – dan Haruhi penyebabnya – Mei datang.

Walaupun aku secara pribadi berpikir bahwa nasib itu tidak bisa diprediksi sama halnya seperti monster Loch Ness, kalau nasib, di suatu tempat, mempengaruhi hidup manusia, takdirku mulai berjalan. Yang dapat kupikirkan, di suatu gunung yang jauh mungkin ada seorang tua yang sibuk menulisi kembali nasibku.

Setelah hari libur golden week berakhir, aku berjalan ke sekolah, ‘gak tahu hari apa hari ini. Cerahnya cuaca Mei yang tidak natural menyorot kulit membuatku mandi keringat – jalan bukit yang terjal pun seperti tidak berujung. Apa yang terjadi dengan bumi, yah? Apakah terkena demam kuning atau semacamnya?

“Yo, Kyon.”

Dari belakang, seseorang menepuk pundakku. Seseorang itu adalah Taniguchi. Blazer nya tergantung begitu saja di pundaknya, dasinya berkerut dan menceng ke satu sisi.

“waktu hari libur golden week, pergi kemana?”

“aku mengajak adikku pergi ke rumah nenek di pinggir kota.”

“membosankan sekali.”

“baiklah, kamu sendiri pergi ke mana?”

“kerja paruh waktu.”

“kamu ‘gak seperti orang kayak begitu.”

“Kyon, kamu ini sudah SMU sekarang – mengapa masih membawa-bawa adik pergi ke rumah kakek dan nenekmu? Kamu sediknya harus tampak seperti murid SMU.”

Ngomong-ngomong, Kyon itu aku. Bibiku lah yang pertama memanggilku seperti itu. Beberapa tahun yang lalu, bibiku yang sudah lama tidak ku jumpai tiba-tiba berkata padaku: “astaga, kyon sekarang sudah besar yah!” adikku berpikir bahwa itu lucu dan mulai memanggilku Kyon. Setelah kejadian itu, teman-temanku pun mulai memanggilku Kyon seperti adikku. Semenjak hari itu nama panggilanku berubah menjadi Kyon. Sialan! Dulu adikku biasanya memanggilku ‘oniichan (kakak)’. “sudah merupakan tradisi di keluargaku berkumpul dengan saudara-saudara selama liburan Golden Week,” aku menjawab sambil menailki jalan berbukit.

Berkeringat membuatku merasa tidak nyaman.

Taniguchi ngomong kesana kemari, menyombongkan bagaimana dia bertemu dengan banyak gadis cantik di tempat kerjanya, dan bagaimana dia berencana menggunakan uangnya untuk pergi berkencan dan sebagainya. Terus terang saja, topik seperti mimpi yang orang-orang punyai atau betapa mengagumkan dan lucunya peliharaan seseorang, dalam kamusku, adalah topik yang paling tidak menarik di dunia ini.

Ketika aku mendengarkan jadwal kencan Taniguchi (tampaknya dia tidak berhenti hanya karena tidak ada orang yang mau diajak kencan), kami tiba di gerbang sekolah.


Suzumiya Haruhi sudah duduk di bangkunya melihat ke luar ketika aku memasuki kelas. Di kepalanya tampak penjepit rambut seperti dua roti bundar; jadi hari ini hari rabu yah. Setelah aku duduk – untuk beberapa alasan yang masih membingungkanku, penjelasan yang masuk akal mungkin hanyalah aku yang menjadi gila, sebelum aku menyadarinya secara tidak sadar tiba-tiba aku berbicara lagi pada Suzumiya Haruhi.

“apa kamu mengganti gaya rambutmu setiap hari karena alien?”

“Seperti robot, Suzumiya Haruhi pelan-pelan memutar wajahnya menghadapku, dan dengan ekspresi yang sangat serius sekali menatapku. Sangat menakutkan sekali, sebenarnya.

“kapan kamu memperhatikannya?”

Nada bicaranya sangat dingin seperti sedang berbicara dengan batu di pinggir jalan saja. Aku berhenti sebentar untuk berpikir.

“Hmmm… baru saja.”

“sungguh?”

Haruhi menaruh dagunya pada telapak tangannya, terlihat jengkel.

“setidaknya begitulah yang kupikir, karena bagiku kamu terlihat berbeda setiap hari.”

Ini pertama kalinya kami melakukan percakapan!

“untuk warna: Senin warna kuning, Selasa warna merah, Rabu biru, Kamis hijau, Jum’at warna emas, Sabtu coklat, dan Minggu warna putih.”

Aku agak mengerti apa yang dia katakan.

“kalau begitu kalau menggunakan angka untuk mengganti warna, Senin = 0 dan Minggu = 6, kan?”

“benar.”

“Tapi menurutku sih hari Senin = 1.”

“Siapa yang nanya pendapat kamu?”

“…begitu, yah?”

Sepertinya tidak puas dengan jawabanku, Haruhi mengerutkan dahi memandangku. Aku lalu duduk diam sambil merasa tidak enak dan membiarkan waktu berlalu begitu saja.

“apa aku pernah melihatmu sebelumnya? Dulu sekali?”

“tidak.”

Setelah aku menjawab, Okabe Sensei langsung memasuki kelas, dan percakapan kami pun berakhir.


Walaupun percakapan kami yang yang pertama tidak bisa dibawa untuk pulang ke rumah, ini bisa jadi titik perubahan yang ku tunggu-tunggu!

Dan lagi, satu-satunya kesempatanku berbicara pada Haruhi hanya sebentar sebelum pelajaran pertama, karena dia ‘gak pernah ada di tempat ketika istirahat. Tapi karena aku duduk di depan dia, aku yakin kesempatan berbicara padanya lebih besar daripada lain lain.

Tapi hal yang sangat mengejutkanku adalah Haruhi menjawabku dengan semestinya. Aku tadinya berpikir dia akan menjawab seperti “berisik, bodoh, diam kau! Peduli amat!” kupikir aku sama anehnya dengan dia, karena punya keberanian mengajaknya berbicara.

Karenanya ketika aku pergi ke sekolah hari esoknya dan melihat Haruhi, daripada dia mengikat rambutnya menjadi tiga, dia telah memotong rambut panjangnya, aku jadi merasa depresi.

Rambut panjang se pinggang menjadi rambut pendek sebahu. Maksudku, walaupun potongan rambut itu terlihat cocok dengannya, dia memotongnya setelah aku ngobrol tentang rambutnya! Dia jelas-jelas meremehkanku. Apaan sih!

Ketika kutanya alasannya, dia menjawab: “bukan apa-apa.”

Dia menjawab dengan nada bicara jengkel khasnya tapi tidak menunjukkan ekspresi yang berarti. Dia ‘gak akan memberi tahu alasannya. Tapi aku sudah mengiranya begitu, jadi ‘gak apa-apa.


“apa kamu benar-benar ikut semua klub ekskul?”

Dari semenjak hari itu, berbicara dengannya sebentar sebelum pelajaran pertama menjadi kebiasaan sehari-hari. Tentu saja kalau aku tidak mencoba mengawalinya, Haruhi ‘gak akan menunjukkan reaksi apapun. Satu hal lagi kalau aku ngobrol tentang acara TV semalam, atau bagaimana cuaca hari ini, dan seterusnya – hal yang dia anggap sebagai “topik yang idiot”- dia akan mengacuhkanku. Tahu begitu, aku hati-hati memilih topik pembicaraan katika akan berbicara padanya.


File:(Gambar) Dia memalingkan mukanya dengan jengkel, mengakhiri percakapan hari ini.


“apa ada klub yang lebih menyenangkan daripada yang lain? Aku sendiri ingin mengikutinya.”

“tidak ada.” Haruhi menjawab datar. “sama sekali tidak ada.”

Dia menegaskannya lagi, lalu menghela nafas. Apa dia mengeluh?

“aku pikir SMU akan sedikit lebih baik. Pada akhirnya hanyalah pendidikan yang diperintahkan saja. Tidak ada perubahan sama sekali. Sepertinya aku salah masuk SMU.”

Oi, kriteria pemilihan sekolahmu itu seperti apa sih?

“klub olahraga dan klub kebudayaan sama saja. Kalau saja ada beberapa klub yang unik di sekolah ini…”

“Oi, kamu punya hak apa memutuskan suatu klub itu normal atau tidak?”

“Berisik. Kalau aku suka pada satu klub, maka klub itu unik; kalu tidak maka klub itu biasa saja.”

“Benarkah? Aku sudah mengira kamu akan ngomong begitu.”

“Hmh!”

Dia memalingkan mukanya dengan jengkel, mengakhiri percakapan hari ini.


Pada hari yang lain: “aku mendengar sesuatu pada satu hari. ‘gak begitu penting sih… apa kamu benar memutuskan semua pacarmu?”

“kenapa aku harus mendengar hal ini dari kamu, sih?”

Dia menyibakkan rambut pada bahunya, lalu menatapku dengan matanya yang hitam. Oh, selain dari tidak ada ekspresi apa-apa, wajah marah ini kayaknya sering terlihat.

“apa Taniguchi yang memberitahukan? Oh, aku ‘gak percaya setelah lulus SMP pun aku sekelas lagi dengan si bodoh itu. Apa dia penguntit yang gila?”

“aku pikir bukan,” pikirku.

“aku ‘gak tau apa yang kamu dengar, tapi ‘gak masalah, lagipula sebagian besar memang benar.”

“apa ‘gak ada seorang pun yang ingin kamu pacari dengan serius?”

“’gak ada satupun!”

Penolakan total sepertinya mottonya.

“yang manapun juga hanya orang bodoh, aku ‘gak bisa pacaran dengan serius. Semuanya sama mengajakku bertemu di stasiun kereta pada hari sabtu, lalu pergi nonton ke bioskop, ke taman bermain, atau ke tempat permainan. Pertama kalinya makan sama-sama pasti saat makan siang lalu pergi ke café minum the. Akhirnya mereka akan mengatakan ‘sampai besok’!”

“aku ‘gak pikir itu hal yang salah!” aku pikir begitu; tapi aku gak berani mengatakannya. Kalau Haruhi berkata itu jelek, maka itu jelek menurutnya.

“lalu, tidak salah lagi, mereka akan mengaku suka di telepon. Apaan sih! Ini subjek yang penting, seharusnya ngomong langsung dong!!”

Aku bisa menaruh simpati bagi mereka. Ngomong suatu hal – bagi mereka, setidaknya – sangat penting seperti itu kepada seseorang yang menganggapmu seperti seekor ulat mungkin membuat seseorang merasa gelisah. Mereka hilang keberanian begitu melihat ekspresimu! Aku membayangkan apa yang mereka rasakan ketika aku merespon Haruhi.

“hmm, kamu benar. Kalau aku sih akan ngomong langsung ke orang nya.”

“siapa yang peduli pendapatmu!”

Apa. Apa aku melakukan sesuatu yang salah lagi?

“masalahnya, apa semua anak laki-laki di dunia itu mahluk yang lemah akalnya? Aku memikirkan pertanyaan ini semenjak SMP.”

Sekarang ‘gak ada perubahan kan!

“lalu, anak laki-laki yang seperti apa yang kamu anggap ‘menarik’? apa memang harus alien?”

“harus alien atau yang semacamnya selama itu tidak normal. Perempuan atau laki-laki.”

“mengapa sih kamu tertarik sekali dengan selain meanusia?”

Ketika aku ngomong begitu Haruhi melihatku dengan remeh.

“karena manusia itu tidak menyenangkan sama sekali!”

“kalau itu… mungkin kamu benar.”

Walaupun aku ‘gak bisa menandingi pikiran Haruhi; kalau memang murid pindahan yang manis itu setengah manusia dan setengah alien, bahkan aku pun menganggapnya hebat. Kalau Taniguchi, yang sedang duduk di dekatku memata-matai ku dan Haruhi, adalah seorang detektif dari masa depan, itu hal yang lebih hebat. Kalau Asakura Ryouko, yang oleh karena beberapa alasan terus tersenyum padaku, mempunyai kekuatan supranatural, maka kehidupan sekolahku bisa jadi sangat menyenangkan.

Tapi tak satupun yang mungkin – tidak ada alien, pejelajah waktu, atau kekuatan supranatural di dunia ini. Baiklah, misalnya saja ada. Mereka ‘gak akan muncul begitu saja ke depan manusia biasa seperti kita dan berkata, “Halo, aku sebenarnya alien.”

“MAKANYA!”

Haruhi tiba-tiba berdiri dan menjatuhkan kursinya ke belakang, membuat semua orang melihat ke arahnya.

“MAKANYA AKU BERUSAHA SEKUAT TENAGA!!”

“Maaf saya terlambat!”

Okabe-Sensei yang selalu optimis, yang sedang terengah-engah, terburu-buru masuk ke kelas. Ketika dia melihat seluruh kelas melihat Haruhi yang sedang berdiri, dia mengepalkan tangan, matanya menatap ke atas, dia sama terkejutnya dan hanya berdiri diam.

“Hm… Pelajaran pertama akan segera dimulai!”

Haruhi langsung duduk lalu menatap mejanya. Huh!

Aku berbalik, semuanya juga sama membalikkan kepala. Lalu Okabe-sensei, jelas sekali merasa terganggu karena huru-hara itu, terhuyung-huyung ke depan kelas lalu pura-pura batuk.

“Maaf saya telat. Eh… kalau begitu mari kita mulai!”

Dia mengulanginya, dan atmosfir kelas pun kembali normal – walaupun atmosfir ini sangat dibenci Haruhi!

Mungkin, seperti beginilah hidup ini.

Tapi, sebenarnya, jauh di dalam hatiku aku iri pada Haruhi dengan pandangannya terhadap kehidupan.

Dia masih berkeinginan untuk bertemu seseorang dari dunia supernatural yang lama sudah aku tinggalkan, dia tetap bersemangat untuk meraih mimpinya. Mungkin jika hanya duduk menunggu ‘gak akan ada hasil yang bisa didapatkan, jadi kita bisa bisa berusaha semampu kita. Inilah yang melatarbelakangi kenapa Haruhi melakukan perbuatan seperti menggambar garis putih di lapangan sekolah, menggambar simbol di atap sekolah, menempelkan kertas mantra dimana-mana.

Ah!

Aku tahu kapan ketika Haruhi memulai melakukan perbuatan yang aneh yang banyak orang menuduhnya sebagai penyihir. Menunggu ‘gak akan menghasilkan apa-apa, jadi kenapa ‘gak melakukan upacara aneh untuk memanggil mereka? Pada akhirnya, bagaimanapun, ‘gak ada yang terjadi. Mungkin itu alasannya mengapa Haruhi selalu terlihat “sialan – dengan – dunia – ini” di mukanya…?

“Hey, Kyon.”

Setelah kelas berakhir, Taniguchi, dengan wajah yang membingungkan, mencoba memojokkanku.

Taniguchi, kamu seperti orang yang betul-betul bodoh dengan wajah seperti itu!

“Berisik! Aku gak peduli apa katamu. Ngomong-ngomong mantra apa yang kamu gunakan?”

“mantra?”

Teknologi tinggi yang sudah maju tidak dapat dibedakan dari sihir! Aku ingat kalimat ini lalu bertanya kembali padanya. Dia lalu menunjuk pada bangku Haruhi yang sudah kosong.

“Ini pertama kalinya aku melihat Suzumiya berbicara dengan seseorang begitu lama! Apa sih yang kalian berdua bicara kan ?”

Hmm, itu yah, apa yang kita bicarakan? Aku hanya bertanya pertanyaan yang biasa-biasa saja, hanya itu.

“Wah, mengejutkan yah!”

Taniguchi terlihat begitu terkagum-kagum, lalu Kunikida muncul dari belakang Taniguchi.

“Kyon, kamu kayaknya menyukai tipe cewek aneh”

Hey, jangan ngomong yang bisa bikin orang lain salah pengertian dong.

“Tapi ‘gak masalah kalau Kyon suka sama cewek-cewek aneh. Yang aku ‘gak ngerti tuh kenapa Suzumiya mau ngomong sama kamu? aku sama sekali ‘gak ngerti”

“Mungkin Kyon seaneh dia?”

“Mungkin. Maksudku nama seaneh Kyon pasti mempunyai sifat yang aneh juga kan?”

Hentikan memanggilku Kyon, Kyon, Kyon! Daripada dipanggil dengan nama yang aneh begitu, panggil namaku yang asli! Paling - paling tidak aku ingin mendengar adikku sendiri memanggilku “Oniichan” (Kakak –penterjemah)

“Aku juga ingin tahu”

Suara riang dari seorang anak perempuan yang berasal entah darimana. Aku mengangkat kepalaku, dan tentu saja, aku melihat wajah lugu tersenyum, Asakura Ryoko.

“Aku mencoba berbicara pada Suzumiya Haruhi beberapa kali tapi sama sekali ‘gak bisa. Bisa kamu kasih tahu aku bagaimana aku seharusnya berbicara dengannya?”

Aku pura-pura berpikir tentang ini semua; Padahal, aku sama sekali ‘gak memikirkan apapun juga.

“Aku ‘gak tahu tuh”

Mendengar hal ini Asakura tersenyum.

“Aku begitu lega sekarang. Dia tidak bisa terus terisolasi dari yang lain seperti itu, jadi baguslah kamu bisa berteman dengannya.”

Asakura Ryouko begitu peduli seakan-akan dia adalah seorang pengawas kelas. Dia terpilih menjadi pengawas kelas pada rapat kelas yang lalu.

“Teman, ya?”

Aku menggelengkan kepala. Apakah benar-benar seperti itu? Tapi, satu-satunya ekspresi yang bisa ditunjukan Haruhi ketika kami bicara adalah wajah cemberutnya!

“Kamu harus terus menolong Suzumiya agar dia bisa menyatu dengan kita semua. Kita kan berada dalam satu kelas, jadi kita mengandalkan mu”

Ah, walaupun kamu berkata begitu, aku ‘gak tahu apa yang harus aku lakukan!

“Jika ada sesuatu yang perlu aku sampaikan kepada Suzumiya, Aku hanya tinggal menyuruhmu menyampaikannya pada Suzumiya”

Tidak, tunggu! Aku kan bukan juru bicaranya!

“Tolong yah?”Pintanya sungguh-sungguh, sambil merapatkan kedua telapak tangannya.

Dihadapkan pada permintaanya, Aku hanya bisa meresponnya secara tidak jelas seperti “erm”, “ahh..”. Asakura mengiranya itu sebagai sebuah persetujuan dan dia tersenyum seperti bunga tulip yang berwarna kuning, lalu kembali ke kumpulan anak-anak perempuan. Ketika melihat bahwa anak-anak perempuan lain sedang memperhatikanku, rasanya hatiku seperti jatuh kedasar lembah.

“Kyon, kita teman baik kan..?”tanya Taniguchi, menatapku curiga.

“Apa yang terjadi disini?”

Bahkan Kunikida, dengan mata tertutup dan kedua tangan menyilang di dada pun mengangguk.

Ya Tuhan! Kenapa bisa, aku dikelilingi oleh orang-orang idiot ini?


Tampaknya bahwa setiap orang di kelas perlu bertukar tempat duduk setiap bulan. Karena itu pengawas kelas Asakura menulis semua nomor tempat duduk di secarik kertas, lalu memasukannya ke sebuah kaleng kue, dan setiap orang akan mengambil dari dalamnya. Pada akhirnya, aku mendapat tempat duduk di baris kedua dari belakang dekat dengan jendela, aku bisa melihat lapangan sekolah dari situ. Tahu ‘gak siapa yang duduk tepat dibelakangku? Benar, yang selalu cemberut, Haruhi!

“Kenapa yang menyenangkan itu belum terjadi juga?! Seperti anak-anak SD yang menghilang satu persatu atau beberapa orang guru yang terbunuh di ruang kelas yang terkunci?”

“Jangan ngomong yang serem-serem dong!”

“Aku masuk ke grup peneliti misteri.”

“Oh?Apa yang terjadi?”

“Sangat bodoh sekali. ‘gak ada sesuatu yang menarik terjadi! Lagipula, semua anggota grup adalah pencinta novel detektif tapi tidak ada satupun yang menyerupai detektif!”

“Yang begitu kan normal?”

“Aku sebenarnya punya harapan pada grup peneliti supranatural”

“Benarkah?”

“tapi mereka semuanya hanya kumpulan maniak yang suka hal-hal gaib. apa yang begitu namanya menyenangkan?”

“tidak begitu.”

“ah, bosan! Kenapa sih di sekolah ini ‘gak ada klub yang menarik?”

“hm, ‘gak banyak yang bisa kamu lakukan tentang itu.”

“aku pikir setelah masuk SMU aku akan menemui suatu klub yang hebat! a~h, ini seperti mencoba mengikuti Liga Utama Baseball tapi akhirnya sadar di sekolah bahkan ‘gak ada tim Baseball nya.” Haruhi terlihat seperti hantu yang siap untuk pergi mengutuk sekumpulan pembasmi hantu. Dia menatap langit dengan perasaan sebal lalu mengeluarkan nafas panjang.

Haruskah aku mengasihaninya?

Aku ‘gak tau klub seperti apa yang Haruhi suka. Mungkin diapun tidak tahu jawabannya. Dia hanya ingin “melakukan hal yang menyenangkan.” “sesuatu yang menyenangkan” itu apa? Apa itu termasuk memecahkan misteri pembunuhan? Mencari UFO? Atau pembasmian (setan)? Kupikir dia juga ‘gak tahu. “kupikir ‘gak ada yang bisa kita lakukan mengenai hal itu.”

Aku memutuskan untuk mengeluarkan pendapat.

“pada akhirnya, manusia harus menghadapi apa yang ada di depan mereka. Kalau dipikir-pikir lagi, orang-orang yang tidak bisa menghadapinya mencoba menemukan atau membuat sesuatu sehingga memajukan peradaban. Seseorang ingin tebang jadi dia menciptakan pesawat. Seseorang ingin bergerak lebih cepat dan mudah maka dibuatlah mobil dan kereta. Tapi hal tersebut hanya terbatas untuk orang-orang yang memiliki kreativitas. Dengan kata lain, orang jeniuslah yang bisa membuat semuanya mungkin. Orang biasa seperti kita sebaiknya hidup secara biasa saja. Jangan terlalu impulsif hanya karena merasa berani.”

“Berisik.”

Haruhi langsung memotong pidatoku yang agak bagus itu, atau setidaknya memang begitulah yang kupikir, lalu dia memalingkan kepalanya ke arah lain. Sepertinya sekarang dia sedang kesal. Tapi, kapan dia tidak? Aku sudah terbiasa sekarang.

Anak ini mungkin tidak peduli dengan apa-apa – kecuali berhubungan dengan kekuatan gaib yang melewati batas kenyataan. Bagaimanapun juga, dunia ini tidak punya yang seperti itu. Benar lho, tidak ada.

Hidup hukum-hukum fisika! Berkat itu, kita manusia bisa hidup dengan damai. Walaupun Haruhi merasa bosan mengenai hal ini.

Aku orang normal, kan?

Sesuatu mungkin memicunya.

Mungkin itu karena percakapan di atas?

Karena aku sama sekali ‘gak melihatnya datang


Sinar matahari yang hangat membuat semua orang di kelas mengantuk. Begitu aku hendak menganggukkan kepala karena tertidur, tarikan yang bertenaga tiba-tiba mendesak kerah bajuku lalu menarikku ke belakang. Karena tenaga yang dahsyat, kepalaku membentur ujung bangku di belakangku. Air mata keluar seketika dari mataku.

“Apa yang kamu lakukan!?”

Aku langsung memutar kepalaku menghadap Haruhi, yang sabelah tangannya masih memegang kerahku, tersenyum lebar secerah matahari tropis – sungguh, ini pertama kalinya aku melihat senyuman seperti itu! Kalau senyuman bisa diukur dengan temperatur, mungkin senyumannya sepanas hutan tropis.

“aku mengerti!”

Hey, jangan ngomong sambil memuncratkan air ludahmu, dong!

“kenapa sebelumnya tidak terpikirkan, yah?”

Mata Haruhi bersinar secerah bintang Alpha Albireo. Dia menatapku lurus. Dengan segan aku bertanya:

“apa yang baru saja terpikir?”

“kalau tidak ada, aku bisa bikin itu sendiri!”

“bikin apa?”

“sebuah klub.”

Kepalaku tiba-tiba sakit dan kupikir ini tidak ada hubungannya dengan kepalaku yang membentur meja tadi.

“sungguh? Ide yang cemerlang. Apa kamu bisa melepaskanku sekarang?”

“Sikap apaan tuh? Kamu harusnya lebih senang!”

“tentang ide mu itu, kita bicarakan nanti. Sekarang aku ingin kamu memikirkan dimana kamu sekarang, LALU kamu bisa menceritakan kegembiraanmu itu nanti. Sekarang tenang dulu yah?”

“maksudnya apa?”

“kelas masih berlangsung.”

Haruhi akhirnya melepaskan kerahku. Aku mengusap belakang kepalaku yang mati rasa sambil berputar kembali. Aku menyadari semuanya terlihat kaku. Guru bahasa Inggris yang baru lulus, dengan kapur di tangannya, menatapku sambil terlihat seperti akan menangis.

Aku memberi isyarat kepada Haruhi untuk segera duduk lalu mengangkat bahu kepada guru yang malang itu.

Silakan lanjutkan pelajarannya.

Aku dengar Haruhi berkomat-kamit tentang sesuatu sambil duduk dengan segan. Guru lalu melanjutkan menulis pada papan tulis…

Membuat klub baru, yah?

Hmmm….

Masa sih, aku sudah dihitung jadi anggotanya?

Otak besarku yang sakit menambah kekhawatiranku.


(Chapter 1 Selesai)