Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume7 Bab5

From Baka-Tsuki
Revision as of 05:21, 28 August 2012 by Altux (talk | contribs) (Created page with "Zero no Tsukaima: Buku 7 Bab 4 Bab 4 : Sang Sekretaris Dan Sang Raja Di Londinium, ibukota Albion, ada diskusi panas mengenai pemberangkatan di Aula Putih. Karena tentara Al...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Zero no Tsukaima: Buku 7 Bab 4 Bab 4 : Sang Sekretaris Dan Sang Raja

Di Londinium, ibukota Albion, ada diskusi panas mengenai pemberangkatan di Aula Putih. Karena tentara Albion terpancing ke Dartenes oleh “Ilusi” Louise, mereka melepas kesempatan mengalahkan tentara musuh di pantai. Jika mereka menyerang musuh yang mendarat di Rosais dengan tepat, kemungkinan mereka dapat mengusir musuh dari Albion ke Halkeginia... “Kini musuh telah selesai mendarat dan mendirikan kamp, adalah bunuh diri untuk balik menyerang dari sisi ini.”

Kata seorang Jenderal muda dengan nada lelah, yang duduk di sisi utara meja bundar dimana duduk 15 orang. Seperti yang dia katakan, setengah angkatan udara Albion, yang menisakan 50 kapal, dihancurkan di pertempuran kemarin, sedangkan kapal-kapal yang tersisa menerima kerusakan berat. Mereka bahkan tak bisa memberangkatkan 10 kapal.

Di sisi lain angkatan udara gabungan Tristain dan Germania kehilangan 12 kapal dan 8 rusak parah, namun ada 40 yang masih mampu terbang. Mereka memiliki keunggulan udara sempurna dalam situasi ini.

Apalagi, jumlah orang di tentara Albion berkurang. Di pertempuran tarbes, mereka kehilangan 3000 orang, dan kehilangan kemarin menyebabkan moral seluruh pasukan jatuh; beberapa kelompok akhirnya desersi. Gairah yang ditunjukkan selama revolusi tidak lagi disana.

Melawan 60.000 yang memiliki keunggulan di udara, tak mungkin mereka terus menyerang. Pandangan pengambing hitaman jatuh pada Cromwell, Ketua Republik Albion nan Suci dan Kaisar pertama Albion, yang duduk di tengah.

Karena setelah banyak strateginya yang gagal, dia membiarkan musuh mendarat. Namun, Cromwell tak mempedulikan tatapan-tatapan itu...dan tetap santai. Jenderal Hawkins yang secara esensi memegang tongkat komando Kekuatan utama Albion, berbicara. “Inversi ini kesalahanku. Aku membiarkan kesempatan untuk membinasakan musuh dalam satu gerak lepas. Tiada kata-kata yang bisa kuucapkan sebagai permohonan maaf.” “Tentara kita dalam keadaan terkoyak,” senyum Cromwell.

“Dan operasi untuk membuat anak-anak akademi sebagai tawanan juga gagal.” Meski dia gagal, sepertinya dia sama sekali tak merasa terganggu. Dengan sebuah desahan dan nada lelah, Hawkins berkata, “Senjata sihir yang musuh gunakan lebih kuat daripada yang kami bayangkan.” “Nona Sheffield.” Sekretaris yang diselubungi kain hitam di belakang Cromwell, Sheffield, mengangguk dan membaca laporan yang tertulis di parkemen.

“Ilusi yang muncul dekat Dartenes bertahan 13 jam lalu tiba-tiba menghilang.” “Itu hanya sihir muslihat yang menciptakan ilusi. Apa yang harus ditakutkan?” “Ia memiliki pengaruh yang besar.” Ucap Hawkins sambil menutup matanya. Kebingungan yang dibuat ilusi menyebabkan tentara dibawa untuk kembali....dengan kata lain, ia menciptakan efek yang tak berbeda dengan kekuatan militer sebesar 10.000. Dia tak bisa meremehkan ini sebagai “hanya” sebuah ilusi.

“Jujur saja, aku takut pada musuh. Disamping ilusi di Dartenes, musuh menggunakan banyak sihir yang tak dikenal. Cahaya magis yang menghancurkan armada kita...” Cromwell menatap Sheffield dan mengangguk. Sekali lagi, Sheffield membaca perkamen dengan nada yang cukup teratur, bagaikan choir yang menyayikan sebuah hymne di kuil. “Disimpulkan...bahwa musuh sedang tak berada dalam kondisi untuk menyerang dengan cahaya yang menghancurkan armada kita di Tarbes.”

“Mengapa begitu?” “Jika mereka hendak menggunakannya. Mereka akan menggunakannya dalam pertempuran udara sebelum mendarat kemarin.” “Kemungkinan menyimpan untuk nanti?” “Tentara musuh akan berada dalam keadaan terpuruk bila mereka kalah dalam pertempuran udara. Jika mereka menggunakan apapun yang mereka bisa, maka, hampir pasti, mereka akan melepaskan ‘cahaya mukjizat’ itu. Tapi musuh bertarung secara biasa. Meski tentara kita tetap kalah.” “Kita akan baik-baik saja bila kita menang di darat,” Cromwell mengambil alih. Mendengar ini, staff jenderal markas besar berdiri.

“Paduka, staf jenderal berasumsi bahwa musuh bergerak untuk menaklukkan kota Saxe-Gotha. Ini...” jelasnya sambil menepukkan ujung tongkatnya pada map di meja.

“Ini adalah titik pertemuan dari jalan raya dan sebuah metropolis nan penting. Sebagai Faktor yang memperkuat asumsi itu, mata-mata musuh telah aktif disekitar sini. Beberapa hari lalu, para ksatria naga, kemungkinan untuk tujuan inspeksi, datang terbang dan bertempur dengan skuad ksatria naga tentara kita. Kita harus menempatkan kekuatan utama kita dalam Kota Saxe Gotha dan menunggu musuh.” Jenderal-jenderal lain menyuarakan kesetujuan mereka. Ini strategi yang masuk akal. Namun, Cromwell menggelengkan kepala.

“Kekuatan utama takkan pindah dari Londinium.” “Apa kau berencana duduk saja dan menunggu dikalahkan?” Hawkins menatap Cromwell seakan dia anak-anak yang menolak mainannya diambil. Cromwell menggelengkannya kepala lagi. “Jenderal, aku ok saja dengan takluknya Saxe Gotha.”

“Kau memberikan musuh sebuah markas strategis tepat di bawah hidungmu. Musuh kemungkinan akan mengisi kembali perbekalan mereka di Metropolis dan beristirahat.” “Kita takkan memberikan perbekalan pada mereka.” “bagaimana?” “Ambil seluruh makanan dari penduduk.”

Hawkins kehilangan kata-kata. Apa-apaan...Cromwell tengah berusaha menggunakan penduduk Saxe-Gotha. “pada akhirnya, Musuh akan memberikan makanan dari perbekalan mereka yang sedikit untuk penduduk. Itu akan memperlambat mereka. Rencana ini lebih bijak daripada melakukan pertempuran defensif dan menderita kekalahan.”

“Apa yang akan kita lakukan bila musuh mengabaikan mereka! Banyak orang yang akan mati karena kelaparan!” “Itu takkan terjadi. Bahkan meski musuh mengabaikan mereka, ini hanya sati kota. Dibandingkan pentingnya satu negara, ini pengorbanan kecil.” Itu merupakan perkataan dingin, tak terpikirkan keluar dari seorang penguasa. Namun, apa yang dikatakannya benar.

Tentara sekutu tak menyerbu demi berunding dengan Cromwell. Mereka datang untuk menurunkan Cromwell dan menguasai tanah ini. Kemungkinan 80-90%, mereka akan memikirkan tentang penduduk setelah perang dan melakukan kegiatan sosial. Namun...Apa yang akan kita lakukan setelahnya? Kemungkinan paling buruk, seluruh metropolis akan memberontak. Itulah gambaran seberapa menakutkannya pengaruh makanan. “Kau berencana membuat seluruh metropolis menjadi musuhmu...Bagaimanapun, akan ada efek ikutan yang tak enak...”

“Pikirkan mengapa aku mengatur supaya para semi-manusia pergi duluan? Yang kita harus lakukan hanyalah mengatakan itu keputusan mereka sendiri.” Tak diketahui mengapa, tapi Cromwell ahli dalam bernegosiasi dengan semi-manusia. Mengetahui bahwa para semi-manusia dikirimkan duluan bukan untuk operasi tentara biasa tapi untuk taktik semacam ini, para Jenderal terdiam.

Pemimpin mereka melanggar perjanjian, tak hanya menggunakan muslihat untuk menjalankan taktik, tapi akhirnya berencana mengkhianati penduduk negerinya sendiri dengan tindakan pengecut. “Aku juga akan menempatkan sebuah jebakan di air Saxe-Gotha.” “Apa kau merencanakan melemparkan racun kedalam air? Sesuatu seperti racun aakan tercuci dengan cepat.” “Bukan racun. ‘Void.” “Void?”