Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume1 Chapter2

From Baka-Tsuki
Revision as of 16:02, 9 September 2012 by Undesco (talk | contribs) (→‎Part 2)
Jump to navigation Jump to search

Status: Incomplete

Chapter 2: Si Ilusionis Memberi Warisan. The_7th-Egde.

Part 1

Saat itu malam. Sirene beberapa truk pemadam kebakaran dan sebuah ambulan meraung dari jalan utama dan melewatinya.

Asrama itu kelihatannya hampir seluruhnya sudah kosong, tapi membunyikan alarm kebakaran yang menghidupkan sprinkler telah mengubahnya. Dalam waktu singkat, asrama yang kosong itu sudah diisi dengan truk pemadam kebakaran dan orang-orang yang menonton.

Kamijou telah menggunakan tangan kanannya untuk menghancurkan fungsi pelacak pada penutup kepala di kamarnya sebelum membawanya. Kalau dia membiarkannya bekerja dan membuangnya di tempat acak, dia mungkin bisa mengelabui para pengejar, tapi gadis itu dengan keras kepala memaksa kalau dia mau membawanya dengannya.

Kamijou Touma mendecakkan lidahnya di sebuah gang. Dia menggendong tubuh berdarah Index di tangannya karena dia tidak bisa membiarkan lukanya menyentuh tanah yang kotor.

Dia tidak bisa memberikan Index ke ambulans

Academy City pada dasarnya tidak menyukai orang luar. Itulah kenapa dinding mengelilingi kota itu dan tiga satelit secara terus-menerus memonitor semuanya. Bahkan para pengemudi truk yang menyuplai toko serba ada memerlukan kartu ID eksklusif untuk masuk.

Karena itu, informasi tentang orang luar tanpa ID seperti Index akan tersebar kalau dia dirawat di rumah sakit.

Dan musuhnya adalah bagian dari sebuah organisasi.

Kalau dia diserang di sana, kerusakannya akan menyebar ke orang-orang di sekitarnya dan dia tidak akan punya pertahanan kalau dia diserang ketika sedang memulihkan diri atau sedang dioperasi.

“Tapi aku tidak bisa hanya meninggalkannya seperti ini.”

“Aku...akan baik-baik saja. Kalau kau...bisa menghentikan pendarahannya...”

Suara Index terdengar lemah dan tidak menunjukkan tanda-tanda dari suara mekanis yang dia gunakan ketika menjelaskan tentang rune.

Dan itulah kenapa Kamijou segera tahu kalau apa yang dikatakannya itu salah. Lukanya melebihi apa yang seorang amatir bisa tangani dengan membalut perban di sekelilingnya. Kamijou terbiasa dengan perkelahian, jadi dia memberi pertolongan pertama pada dirinya sendiri untuk kebanyakan luka yang lebih baik menjadi rahasia. Tapi luka di punggungnya cukup parah untuk bahkan membuat Kamijou kehilangan ketenangannya.

Ada satu hal yang tersisa yang bisa mereka andalkan.

Dia masih tidak memercayainya, tapi dia tidak punya apa-apa yang lain untuk dipercayai.

“Hei, hei! Kau bisa mendengarku?” Kamijou menampar pipi Index pelan. “Apakah ada sesuatu yang bisa menyembuhkan luka dalam 103.000 grimoir milikmu itu?”

Pikiran Kamijou tentang sihir tidak lebih dari sihir serangan dan sihir pemulihan dari RPG.

Memang benar kalau Index telah mengatakan kalau dia secara alami tidak bisa menangani kekuatan sihir dan karenanya tidak bisa menggunakan sihir, tapi Kamijou bisa menangani kekuatan supranatural, jadi cukup jika Index memberitahunya apa yang dia perlu lakukan...

Pernapasan Index tipis, tapi lebih karena kehilangan darah dibanding rasa sakit. Bibir pucatnya bergetar.

“Ada...tapi...”

Wajah Kamijou menjadi cerah sejenak sampai kata “tidak” mencapai pikirannya dengan terlambat.

“Kau...tidak bisa melakukannya...” Index mengeluarkan napas kecil. “Bahkan kalau aku...mengajarkanmu mantranya...kekuatanmu pasti... akan menghalangi ...aduh...bahkan kalau kau...menirunya dengan sempurna.”

Kamijou melihat ke tangan kanannya dengan syok.

Imagine Breaker. Kekuatan yang tinggal di sana memang telah meniadakan api milik Stiyl secara utuh. Jadi ada kemungkinan kalau itu akan meniadakan sihir pemulihan Index dengan cara yang sama.

“Sial! Tidak lagi... Kenapa selalu kesalahan tangan kanan ini!?”

Tapi itu cuma berti dia perlu memanggil seseorang. Seperti Aogami Pierce atau si gadis Biri Biri Misaka Mikoto. Wajah beberapa orang tangguh yang dia tidak perlu khawatirkan kalau terlibat masalah seperti ini mengambang di pikirannya.

“...?” Index terdiam sejenak. “Bukan... Bukan itu yang aku maksud.”

“?”

“Bukan tangan kananmu... Masalahnya adalah... kau itu seorang esper.” Di malam yang membakar itu, dia menggigil seperti berada di atas gunung bersalju di tengah musim dingin. “Sihir itu bukan...sesuatu yang bisa digunakan oleh ‘orang-orang berbakat’ seperti kalian, para esper. ‘Orang-orang tak berbakat’ ingin melakukan...apa yang ‘orang-orang berbakat’ bisa lakukan...jadi mereka menciptakan mantra dan ritual tertentu...yang dikenal sebagai sihir.”

Kamijou sudah akan berteriak, “Ini bukan waktunya untuk penjelasan!”

“Kau tidak mengerti...? Penyirkuitannya berbeda antara ‘orang-orang berbakat’ dan ‘orang-orang tak berbakat’... ‘Orang-orang berbakat’ tidak bisa menggunakan sistem yang diciptakan...untuk ‘orang-orang tak berbakat’...

“Ap-...?”

Kamijou terbungkam tanpa sepatah kata pun. Memang benar kalau obat-obatan dan elektroda-elektroda digunakan pada esper-esper seperti Kamijou untuk dengan paksa mengembangkan penyirkuitan otak mereka dalam cara yang berbeda dengan manusia biasa. Memang benar kalau tubuh mereka berbeda dengan yang lainnya.

Tapi dia tidak bisa memercayainya. Tidak, dia tidak mau memercayainya.

2.3 juta pelajar tinggal di Academy City. Dan tiap satu-satu dari mereka telah melalui Kurikulum pengembangan kekuatan. Bahkan walaupun kau tidak bisa tahu dengan melihat mereka, bahkan kalau mereka tidak bisa membengkokkan sendok ketika berusaha begitu keras hingga pembuluh darah di otak mereka pecah, dan bahkan kalau mereka adalah yang terlemah dari para esper, mereka memang terbuat berbeda dari orang biasa.

Dengan kata lain, orang-orang yang tinggal di kota itu tidak bisa menggunakan sihir, hal satu-satunya yang bisa menyelamatkan gadis itu.

Ada satu cara untuk menyelamatkan orang sebelumnya yang berbaring di depannya, tapi tidak ada yang bisa menyelamatkannya.

“Sial...” Kamijou menampakkan gigi taringnya seperti hewan buas. “Kenapa ini bisa terjadi? Kenapa ini bisa terjadi!? Apa-apaan ini!? Bagaimana mungkin ini adil!?”

Gemetaran Index makin memburuk.

Apa yang Kamijou temukan paling sulit untuk ditanggung adalah bahwa gadis itu dihukum karena ketidakmampuan dirinya sendiri.

“ ‘Berbakat’ pantatmu,” umpatnya. “Aku bahkan tidak bisa menyelamatkan gadis yang menderita di depan mataku.”

Tapi dia tidak bisa memikirkan cara lain untuk menyelesaikan situasi itu. Fakta bahwa 2.3 juta pelajar yang tinggal di kota itu tidak bisa menggunakan sihir adalah peraturan yang perlu dia pecahkan lebih dulu.

“...?”

Kamijou tiba-tiba menyadari sesuatu yang aneh tentang apa yang telah dia pikirkan.

Pelajar?

“Hei, orang biasa ‘tak berbakat’ mana pun bisa menggunakan sihir, kan?”

“...Eh? Iya.”

“Dan ini tidak akan berakhir jadi tidak berguna karena orang itu tidak punya bakat untuk sihir, kan?”

“Kau tidak...perlu khawatir tentang itu... Selama mereka mempersiapkannya dengan benar dan melaksanakannya dengan benar...bahkan murid SMP harusnya bisa melakukannya.” Index berpikir sejenak. “Tapi kalau mereka salah urutannya, jalur-jalur di otak mereka dan penyirkuitan syarafnya bisa hangus... Tapi dengan pengetahuan dari 103.000 grimoir milikku, tidak akan kenapa-kenapa. Jangan khawatir.”

Kamijou tersenyum.

Tanpa berpikir, dia melihat ke atas seakan untuk melolong ke bulan di langit malam.

Memang benar kalau 2.3 juta pelajar tinggal di Academy City dan bahwa mereka semua telah dikembangkan jadi mempunyai semacam kekuatan psikis.

Tapi para guru yang mengembangkan mereka adalah manusia normal.

“Kuharap dia belum tidur.”

Wajah seorang guru tertentu muncul dalam pikiran Kamijou Touma.

Wajah Tsukuyomi Komoe, guru wali kelasnya yang tingginya 135 cm, yang sebuah randoseru merah[1] akan cocok untuknya walaupun dia adalah seorang guru.


Kamijou menggunakan sebuah telepon umum untuk mendapatkan alamat Komoe-sensei dari Aogami Pierce. (Kamijou telah menjatuhkan dan merusakkan teleponnya pagi itu. Kenapa Aogami Pierce tahu alamat rumah Komoe adalah sebuah misteri. Kamijou curiga kalau dia adalah seorang stalker.) Kamijou lalu mulai berjalan dengan tubuh lemas Index di punggungnya.

“Ini tempatnya...”

Dia tiba setelah 15 menit berjalan dari lorong belakang itu.

Sangat tidak cocok dengan penampilan umur 12 tahunnya, rumahnya berada di gedung apartemen kayu dua tingkat yang kelihatan sangat tua dan bobrok hingga Kamijou merasa kalau itu pasti sudah bertahan dari pengeboman Tokyo. Karena mesin cucinya ada tepat di lorong luar, gedung itu pasti tidak punya kamar mandi.

Biasanya, Kamijou akan membuat lelucon tentang itu untuk sepuluh menit ke depan, tapi dia bahkan tidak tersenyum.

Setelah memeriksa papan nama di pintu-pintu di lantai satu, dia menaiki tangga metal yang bobrok dan berkarat dan mengecek pintu-pintu di atas sana. Ketika dia sampai ke pintu paling jauh ke belakang di lantai 2, dia akhirnya menemukan “Tsukuyomi Komoe” yang tertulis dalam hiragana.

Kamijou membunyikan belnya dua kali dan kemudian menendang pintu itu dengan seluruh kekuatannya.

Kakinya yang menghantam pintu mengeluarkan suara keras.

Tapi pintu itu tidak goyah sedikit pun. Seperti biasa, Kamijou Touma punya kesialan karena dia merasa mendengar suara retak dari jempol besarnya.

“~ ~ ~!!”

“Iya, iya, iyaaa! Pintu anti-salesman koran itu adalah satu-satunya yang kokoh di sini. Aku akan membukanya, oke?”

(Kenapa aku tidak tunggu saja?)

Ketika Kamijou memikirkan itu dengan mata berkaca-kaca, pintunya terbuka dan kepala Komoe-sensei yang memakai piyama menyembul melalui celahnya. Ekspresi rileksnya membuat jelas kalau dia tidak bisa melihat luka di punggung Index dari posisinya.

“Wa, Kamijou-chan. Apa kau mulai kerja sambilan sebagai salesman koran?”

“Koran mana yang pekerjanya meminta orang lain dengan seorang biarawati di punggungnya?” kata Kamijou dengan tidak senang. “Aku ada dalam sedikit masalah, jadi aku akan masuk. Permisi.”

“T-tunggu, tunggu, tunggu!” Komoe-sensei dengan panik mencoba menghalangi jalan Kamijou ketika dia mendorongnya ke samping. “A-aku tidak bisa membiarkanmu tiba-tiba masuk ke kamarku. Dan itu bukan hanya karena kamarku adalah sebuah kekacauan dengan kaleng bir kosong mengotori lantai dan ujung rokok yang menumpuk di asbak!”

Index v01 127.jpg

“Sensei.”

“Ya?”

“...Coba lihat kalau kau bisa membuat lelucon yang sama setelah melihat apa yang kubawa di punggungku.”

“A-aku tidak bercanda! ...Gyahhh!?”

“Jadi sekarang kau menyadarinya!”

“Aku tadi tidak melihat kalau kau terluka begitu parah di punggungmu, Kamijou-chan!”

Komoe-sensei mulai panik karena tiba-tiba melihat darah dan Kamijou akhirnya berhasil mendorongnya ke samping dan memasuki kamar itu.

Kamar itu kelihatan seperti kamar milik seorang lelaki paruh baya yang suka bertaruh di balapan kuda. Lantai tatami yang sudah usang, kaleng bir kosong yang tak terhitung terlempar di atasnya, dan asbak perak itu, benar-benar ada gunung ujung rokok di dalamnya. Seperti sebuah lelucon, bahkan ada meja teh tipe yang seorang bapak keras kepala akan balikkan di tengah ruangan.

“...Aku mengerti. Jadi kau tidak bercanda.”

“Kurasa ini bukan waktu yang tepat, tapi apa kau punya masalah dengan gadis yang merokok?”

Kamijou merasa itu bukan masalah yang tepat ketika dia melihat wali kelasnya yang kelihatan berumur 12 tahun dan menendang beberapa kaleng bir yang menghalangi untuk membuka tempat kosong. Dia tidak ingin duduk di lantai tatami yang usang, tapi tidak ada waktu untuk khawatir tentang mempersiapkan sebuah futon.

Dia membaringkan Index telungkup di lantai untuk memastikan lukanya tidak menyentuh lantai.

Cara bajunya koyak menyembunyikan luka sebenarnya dari penglihatan, tapi cairan merah pekat mengalir keluar seperti minyak.

“B-bukankah seharusnya kau memanggil ambulans? T-teleponnya ada di sana.”

Komoe-sensei menunjuk ke arah satu sudut ruangan dengan tangan gemetar. Entah kenapa, teleponnya adalah telepon hitam dengan dial berputar.

Mana dalam darah sedang mengalir keluar bersama darah.”

Kamijou dan Komoe-sensi dengan refleks berbalik ke arah Index.

Index masih terbaring lemas di lantai, tapi matanya dengan hening terbuka bahkan ketika kepalanya terbaring di sisinya seperti sebuah boneka rusak.

Matanya lebih dingin dari cahaya bulan yang pucat dan lebih tepat dari gerigi sebuah jam.

Matanya benar-benar tenteram sempurna hingga membuatnya seperti bukan milik manusia.

“Peringatan: Bab 2, Ayat 6. Hilangnya daya kehidupan yang dikenal sebagai mana karena kehilangan darah telah melebihi jumlah tertentu, jadi Pena John sedang dibangunkan dengan paksa. ...Jika situasi ini terus berlanjut, tubuhku akan kehilangan daya kehidupan minimum yang diperlukan dan meninggal dunia dalam waktu sekitar 15 menit sesuai dengan standar menit internasional yang didefinisikan oleh menara jam di London. Akan sangat bagus jika kau mengikuti instruksi yang akan aku berikan untuk melakukan perawatan yang paling efisien.”

Komoe-sensei memandang Index dengan syok.

Kamijou tidak bisa menyalahkannya. Bahkan walaupun dia telah mendengar suara itu sekali sebelumnya, dia sama sekali tidak bisa terbiasa dengannya.

“Sekarang...”

Kamijou melirik ke Komoe-sensei dan berpikir.

Kalau dia memintanya melakukan sihir secara terang-terangan, dia pasti akan berkata kalau itu bukan waktunya untuk berpura-pura menjadi gadis penyihir dan dia terlalu tua untuk hal-hal seperti itu.

Jadi bagaimana dia harus meyakinkannya?

“Hmm. Sensei, Sensei. Karena ini keadaan darurat, aku akan menjelaskannya dengan singkat. Aku perlu memberitahukanmu sebuah rahasia, jadi ke sinilah.”

Kamijou melambaikan tangannya seperti sedang memanggil seekor anjing kecil dan Komoe-sensei mendekatinya tanpa berhati-hati sedikit pun.

“Maaf,” pinta maaf Kamijou pada Index di antara napasnya.

Dia mengangkat bajunya yang koyak untuk memperlihatkan luka parah yang tersembunyi di bawahnya.

“Ee!?”

Dia tidak bisa menyalahkan Komoe-sensei yang melompat terkejut.

Lukanya sangat parah hingga bahkan mengejutkan Kamijou. Lukanya berbentuk garis lurus horizontal sepanjang punggungnya seakan punggungnya adalah kotak karton yang seseorang telah potong menggunakan penggaris dan cutter. Di balik darah merah, otot warna pink, lemak warna kuning, dan bahkan sesuatu yang keras dan putih yang sepertinya adalah tulang belakangnya bisa terlihat.

Kalau luka itu dilihat sebagai mulut warna merah, bibir di sekitarnya telah menjadi sangat pucat seperti seseorang yang telah berada di dalam kolam.

“Gh...” Kamijou mendorong pergi rasa pusingnya dan dengan hati-hati menurunkan pakaian yang basah oleh darah.

Bahkan ketika pakaian itu menyentuh lukanya, mata sedingin es Index tidak bergerak sedikit pun.

“Sesei.”

“Eh? Iya!?”

“Aku akan memanggil ambulans. Selama itu, kau dengarkan apa yang gadis ini katakan dan lakukan apa pun yang dia katakan... Cukup pastikan dia tidak kehilangan kesadaran. Seperti yang bisa kau lihat dari pakaiannya, dia seorang yang religius. Terima kasih.”

Kalau dia memandangnya tidak lebih dari sekedar menghibur gadis itu, dia akan terus memandang sihir sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Karena itu, Kamijou telah mengubah fokus pikiran Komoe-sensei dari merawat lukanya menjadi melanjutkan percakapan itu dengan cara apa pun.

Komoe-sensei mengangguk dengan ekspresi yang sangat serius dan wajah yang pucat.

Kalau sebuah ambulans tiba sebelum sihir itu selesai, “penghiburan” itu akan berakhir. Itu berarti dia sebenarnya tidak bisa memanggil ambulans.

Tapi hanya itu saja tidak berarti Kamijou harus pergi. Bagaimanapun juga, dia cukup memanggil 117 dengan telepon hitam kamar itu dan berpura-pura sedang memanggil ambulans padahal sebenarnya berbicara dengan rekaman.

Masalah sebenarnya ada di tempat lain.

“Hei, Index,” kata Kamijou pelan pada Index yang tetap berbaring lemah di lantai. “Adakah yang bisa kulakukan?”

“Tidak ada. Pilihan terbaik adalah perginya kau.”

Pemilihan kata yang terlalu jelas dan langsung membuat Kamijou mengepalkan tinju tangannya begitu kerasnya hingga menyakitkan.

Tidak ada yang Kamijou bisa lakukan.

Dan semua itu karena tangan kanannya yang akan meniadakan sihir pemulihan hanya dengan berada di ruangan itu.

“...Kalau begitu, Sensei. Aku akan pergi mencari telepon umum.”

“Tunggu...eh? Kamijou-chan, aku punya telepon di si—...”

Kamijou mengacuhkan perkataan Komoe-sensei, membuka pintu, dan meninggalkan kamar itu.

Dia menggertakkan giginya karena fakta bahwa dia tidak bisa melakukan apa pun selain meninggalkan tempat itu.

Kamijou berlari melintasi kota di malam hari.

Ketika berlari, dia mengepalkan tangan kanannya yang bisa meniadakan bahkan sistem milik tuhan tapi tidak bisa melindungi satu orang.


Setelah Kamijou Touma meninggalkan kamar itu, Index menggerakkan bibir pucatnya.

“Jam berapa sekarang dalam Waktu Standar Jepang? Dan juga, tanggal berapa ini?”

“Sekarang jam 8.30 PM tanggal 20 Juli...”

“Kau sepertinya tidak melihat jam. Apakah waktu itu akurat?”

“Aku tidak punya jam di kamarku, tapi jam internalku itu akurat sampai detik-detiknya, jadi jangan khawatir.”

“...”

“Kau tidak perlu meragukan aku seperti itu. Aku pernah dengar kalau beberapa joki punya jam internal yang akurat hingga persepuluh detik dan kau bisa mengaturnya dengan kebiasaan makan tertentu dan ritme aktivitas tertentu,” balas Komoe-sensei bingung.

Dia mungkin bukan seorang esper, tapi dia memang seorang warga Academy City. Pemikiran tentang tingkat pengetahuan mana yang normal dalam bidang medis dan ilmiah berbeda di antara orang-orang yang ada di dalam kota dan orang-orang di luar.

Masih berbaring telungkup di lantai, Index melirik ke luar jendela hanya dengan matanya.

“Dari lokasi bintang dan sudut bulan...yang sesuai dengan arah Sirius dengan galat sebesar 0.038. Sekarang untuk memeriksa sekali lagi. Waktu sekarang dalam Waktu Standar Jepang adalah 8.30 PM tanggal 20 Juli, apakah itu benar?”

“Iya. Yah, secara teknis sekarang sudah 53 detik lewat, tapi... Ah, jangan!! Jangan bangkit!!”

Komoe-sensei dengan panik mencoba mendorong Index berbaring ketika dia mencoba untuk duduk yang akan melukai tubuhnya yang sudah terluka lebih jauh, tapi pandangan Index tidak goyah sedikit pun.

Pandangannya tidak menakutkan ataupun menusuk.

Semua emosi hilang dari matanya seperti sebuah steker telah dimatikan.

Tidak ada tanda keberadaan nyata di matanya.

Seakan-akan nyawanya telah hilang.

“Tidak ada masalah. Ini bisa ditumbuhkan kembali,” kata Index sambil menuju meja teh di tengah ruangan. “Saat ini sedang di dekat ujung Cancer. Waktunya antara jam 8 dan 12 tengah malam. Arahnya adalah Barat. Di bawah perlindungan Undine, peran malaikatnya adalah sebagai cherub...”

Suara Komoe-sensei yang menelan napas bisa terdengar ke seluruh ruangan.

Tidak terduga, Index mulai menggambar suatu bentuk di atas meja teh kecil itu dengan jarinya yang berdarah. Bahkan mereka yang tidak tahu sebuah lingkaran sihir itu apa akan menyadari kalau itu adalah sesuatu yang religius. Komoe-sensei sudah takut-takut, tapi sekarang sesuatu memberatinya hingga dia tidak bisa bicara.

Setelah menggambar lingkaran darah yang mengisi meja teh, Index menggambar simbol berbentuk bintang yang dikenal sebagai pentagram.

Tulisan dalam bahasa aneh tertulis di sekelilingnya. Kata-kata itu sepertinya adalah hal yang sama dengan yang Index gumamkan. Dia telah bertanya tentang rasi bintang dan waktu karena kata-kata yang ditulis berubah berdasarkan waktu dan musim.

Ketika Index mempersiapkan sihirnya, dia tidak menunjukkan kelemahan seseorang yang terluka.

Fokusnya yang ekstrim membuat seperti rasa sakitnya telah diputuskan untuk sementara.

Rasa dingin diam-diam turun di punggung Komoe-sensei ketka dia mendengar tetesan darah yang keluar dari punggung gadis itu.

“A-a-a-apa ini?”

“Sihir.” Index berhenti setelah satu kata itu. “Aku sekarang akan membutuhkan tubuhmu dan bantuanmu. Kalau kau melakukan seperti yang kukataan, tidak ada yang akan menemui kesialan dan kau tidak akan menjadi sasaran dari dendam seseorang.”

“B-bagaimana bisa kau mengatakan itu dengan tenang!? Cukup berbaring dan tunggu ambulans! Umm...perban, perban. Dengan luka separah ini, aku perlu mengikat daerah sekitar arteri untuk menghentikan aliran darah...”

“Perawatan setingkat itu tidak bisa menutup lukaku dengan sempurna. Aku tidak familiar dengan istilah ambulans, tapi apakah itu bisa menutup luka ini dengan sempurna dalam waktu 15 menit berikutnya dan menyuplaiku dengan tingkat mana yang dibutuhkan?”

“...”

Memang benar sebuah ambulans akan memakan waktu 10 menit untuk tiba bahkan kalau mereka memanggilnya tepat saat itu. Akan memakan waktu yang sama untuk membawanya ke rumah sakit dan perawatannya tidak akan dimulai tepat saat dia tiba di rumah sakit. Komoe-sensei tidak terlalu mengerti apa arti istilah occult seperti mana, tapi memang benar kalau hanya menutup luka tidak akan mengembalikan staminanya.

Bahkan kalau luka itu ditutup tepat saat itu dengan jarum dan benang, akankah gadis pucat itu jadi terlalu lemah untuk hidup cukup lama untuk memulihkan semua staminanya yang hilang?

“Tolong,” kata Index tanpa mengubah ekspresinya sedikit pun.

Campuran darah segar dan air liur menetes dari sudut mulutnya.

Tidak ada intensitas di dirinya. Tidak ada pula yang menakutkan dalam dirinya. Tapi ketenangan dan kesabarannya lebih menakutkan dari keduanya. Bagaimana apa pun yang dia lakukan seperti melebarkan lukanya membuatnya seperti sebuah mesin rusak yang terus bekerja tanpa menyadari kalau ada yang salah.

(Kalau aku melakukan sesuatu yang membuatnya melawanku, situasinya bisa menjadi lebih buruk.)

Komoe-sensei menghela napas. Dia tentu saja tidak percaya sihir. Walaupun begitu, Kamijou telah memintanya untuk tetap melanjutkan percakapan agar memastikan gadis itu tidak kehilangan kesadarannya.

Yang bisa dia lakukan hanya mencoba agar tidak memprovokasi gadis yang duduk di depannya dan menaruh harapannya pada Kamijou agar memanggil ambulans secepat mungkin —atau lebih cepat lagi— dan pada pertolongann pertama yang baik dari EMT di dalam ambulans.

“Jadi apa yang harus kulakukan? Aku bukan seorang gadis penyihir.”

“Aku berterima kasih atas kerjasamamu. Pertama...ambil itu...itu...apa nama benda hitam itu?”

“? Oh, itu adalah [ı]memory card video game.”

“??? ...Yah, baiklah. Bagaimanapun juga, ambil benda hitam itu dan tempatkan di tengah meja.”

“Secara teknis, itu adalah meja teh...”

Komoe-sensei melakukan seperti yang diperintahkan dan meletakkan memory card di tengah meja teh. Dia kemudian mengambil sebuah kotak ujung pensil mekanik, sebuah kotak coklat kosong, dan dua buku sampul tipis dan meletakkannya di atas meja juga. Dia juga mengambil dua figurin kecil yang didapatnya dari makanannya, dan menjejerkannya bersebelahan.

Komoe-sensei bertanya-tanya apa maksudnya, tapi Index masih benar-benar serius walaupun kelihatan seperti akan pingsan.

Semua keluhan Komoe-sensei menghilang di depan pandangan setajam pedang Jepang yang datang dari wajah pucat itu.

“Apa ini? Kau menyebutnya sihir, tapi bukankah ini cuma bermain boneka?”

Memang, semuanya terlihat sebagai versi miniatur dari kamar itu. Memory card adalah meja teh, dua buku yang berdiri adalah lemari buku dan lemari baju, dan dua figurin itu berada di tempat yang sama persis dengan kedua orang di dalam kamar itu. Ketika manik-manik kaca disebarkan ke atas meja teh, manik-manik itu seperti berhenti di tempat-tempat yang benar-benar meniru kaleng bir yang berserakan di lantai.

“Bahannya tidak menjadi masalah. Sama seperti bagaimana sebuah kaca pembesar tetap membesarkan tanpa peduli kalau lensanya terbuat dari kaca atau plastik. Selama bentuk dan perannya sama, upacara ini mungkin dilakukan,” gumam Index dibanjiri keringat. “Aku hanya perlu kau untuk secara akurat menjalankan instruksiku. Kalau kau salah dalam urutannya, jalur-jalur di otakmu dan penyirkuitan syarafmu bisa terbakar.”

“???”

“Aku mengatakan kalau kegagalan akan mengubah tubuhmu menjadi daging cincang dan membunuhmu. Tolong hati-hati.”

“Bh!?” Komoe-sensei hampir muntah, tapi Index melanjutkan tanpa memedulikannya sedikit pun.

“Kita sekarang akan membuat kuil bagi malaikat untuk turun ke dalamnya. Ikuti aku dan bernyanyilah.”

Apa yang Index katakan setelah itu bukan lagi kata-kata dan menjadi tidak lain tapi sebuah suara.

Tanpa memikirkan artinya, Komoe-sensei mencoba meniru nadanya dalam sesuatu seperti senandung atau nyanyian.

Dan...

“Kyahh!?”

Tiba-tiba, figurin di atas meja teh mulai “bernyanyi” bersama. “Kyahh!?” teriak salah satunya dengan waktu yang persis sama. Figurin itu bergetar. Sama seperti getaran yang dipancarkan sepanjang tali pada telepon tali dan keluar sebagai suara di gelas kertas di ujung lain, figurin itu bergetar dan mereproduksi suara Komoe-sensei.

Alasan Komoe-sensei tidak panik dan lari keluar dari kamar itu tepat saat itu juga kemungkinan karena dia tinggal di sebuah kota dengan 2.3 juta esper di dalamnya. Manusia biasa akan berpikir kalau mereka sudah menjadi gila.

“Sambungan selesai.” Suara Index dan suara dari meja teh membuatnya terdengar ganda. “Kuil yang dibuat di atas meja telah tersambung dengan kamar ini. Secara sederhana, semua yang terjadi di ruangan ini akan terjadi di meja dan semua yang terjadi di meja akan terjadi di ruangan ini.”

Index mendorong pelan meja teh itu dengan kakinya.

Tepat saat itu, seluruh apartemen bergoyang di bawah kaki Komoe-sensei seakan terkena guncangan hebat.

Dia bisa merasakan udara pengap kamar itu menjadi sebersih udara di hutan di pagi hari.

Tapi tidak ada sesuatu seperti malaikat. Yang ada di sana hanyalah apa yang hanya bisa dideskripsikan sebagai keberadaan yang tak terlihat. Perasaan aneh menyerbu seluruh tubuh Komoe-sensei seakan dia sedang diawasi oleh ribuan bola mata dari segala arah.

Dan kemudian Index tiba-tiba berteriak.

“Bayangkan! Bayangkan seorang malaikat emas dengan tubuh anak-anak! Bayangkan seorang malaikat cantik dengan dua sayap!”

Ketika melaksanakan sihir, menentukan medan itu penting.

Sebagai contoh, sebuah kerikil yang dilempar ke laut tidak menimbulkan riak yang besar. Tapi sebuah kerikil yang dijatuhkan ke dalam ember akan menimbulkan riak yang cukup besar. Sama dengan itu. Untuk mengubah dunia dengan sihir, medan tempat pengubahan akan terjadi perlu dibatasi.

Seorang pelindung adalah tuhan sementara dalam sebuah dunia yang dibatasi.

Kalau seseorang membayangkan seorang pelindung dengan benar, menyatakan bentuknya, dan mengontrolnya dengan bebas, orang itu bisa dengan mudah menyebabkan hal-hal misterius terjadi dalam medan terbatas.

Komoe-sensei tidak menerima penjelasan seperti itu dan dia kesulitan membayangkan seorang malaikat. Istilah “malaikat emas” hanya membuatnya memikirkan benda yang tentang satu yang emas atau lima yang perak.[2]

Ketika bayangan dalam pikiran Komoe-sensei kehilangan koherensi, keberadaan di sekitarnya juga ikut dan kehilangan bentuknya. Perasaan tidak menyenangkan menuruni punggung Komoe-sensei seakan dia dibalut dalam lumpur busuk dari bawah rawa-rawa.

“Cukup bayangkan saja! Ini tidak akan benar-benar memanggil seorang malaikat. Itu hanyalah kumpulan mana yang tak terlihat. Itu akan mengambil bentuk sesuai keinginanmu sebagai pengguna sihir!”

Dia pasti telah benar-benar putus asa bahkan suara dingin mekanis Index menjadi setajam titisan es.

Mata Komoe-sensei melebar karena perubahan tiba-tiba itu dan dengan segera mulai bergumam.

(...Malaikat lucu, malaikat lucu, malaikat lucu.)

Dengan buram, dia dengan panik mengingat sebuah gambar seorang gadis malaikat yang telah dia lihat dalam sebuah manga shoujo jauh sebelumnya.

Apa pun itu yang terasa seperti lumpur tak terlihat yang berada di udara ruangan itu mengambil bentuk seakan telah dipaksa masuk ke dalam balon berbentuk manusia...atau setidaknya kelihatan seperti itu bagi Komoe-sensei.

Dia dengan takut-takut membuka matanya untuk memeriksa.

(...Hah? Ini sebenarnya tidak memanggil seorang malaikat?)

Tepat ketika keraguan itu memasuki pikirannya, balon air berbentuk manusia itu meledak dan lumpur tak terlihat itu terserak ke seluruh ruangan.

“Kyahh!!”

“...Pembentukan bentuknya telah gagal.” Index melihat ke sekeliling dengan pandangan tajamnya. “Jika kuil ini paling tidak dilindungi oleh seorang Undine warna biru, itu cukup. ...Lanjutkan.”

Kata-katanya cukup positif, tapi mata Index seperti tidak tersenyum sedikit pun.

Komoe-sensei tersentak seperti seorang anak yang orang tuanya baru saja melihat hasil tes gagal yang dia coba sembunyikan.

“Bernyanyilah. Ini akan selesai hanya dengan sedikit lagi.”

Perinyah tajam itu tidak membiarkan Komoe-sensei kehilangan ketenangannya walaupun kebingungannya yang meningkat dan pikirannya yang mengendur.

Index, Komoe-sensei, dan kedua figurin di atas meja bernyanyi.

Punggung figurin Index di atas meja mulai meleleh.

Seperti karet yang didekatkan pada mancis. Meleleh, permukaannya kehilangan ketidakberaturannya, menjadi mulus, mendingin dan mengeras sekali lagi, dan bentuknya kembali lagi.

Komoe-sensei merasa seperti hatinya sedang membeku.

Saat itu, Index sedang duduk di seberang meja teh darinya.

Dia tidak punya keberanian untuk mengitarinya dan melihat apa yang terjadi pada punggung Index.

Wajah pucat Index ditutupi keringat berminyak.

Mata seperti kacanya masih tidak menunjukkan tanda kesakitan atau penderitaan.

“Pengembalian mana dan penstabilan kondisi telah dikonfirmasi. Mengembalikan Pena John ke mode tidur.”

Seperti sebuah tombol telah ditekan, cahaya lembut kembali ke mata Index.

Seperti api yang dinyalakan di perapian yang dingin, kehangatan mengisi atmosfer kamar itu.

Pandangan di mata Index sangat baik dan hangat hingga Komoe-sensei harus merasakan kehangatan itu. Itu adalah pandangan seorang gadis biasa.

“Sekarang kalau pelindung yang sudah turun kembali dan kuil ini dihancurkan, semuanya akan berakhir.” Index tersenyum susah payah. “Inilah sihir itu. Sama seperti apel dan ringo[3] berarti hal yang sama. Kau tidak memerlukan tongkat kaca ketika payung plastik itu sama jernihnya. Sama seperti kartu tarot. Selama desain dan nomornya cocok, kau bisa melakukan ramalan dengan potongan dari belakang manga shoujo.”

Keringat Index tidak berhenti.

Komoe-sensei menjadi bahkan lebih takut. Dia mulai berpikir kalau apa yang telah dia lakukan hanya membuat kondisi Index lebih buruk.

“Jangan khawatir.” Saat itu Index kelihatan siap untuk pingsan. “Sama seperti demam. Kau membutuhkan kekuatanmu sendiri untuk sembuh. Lukanya sendiri sudah tertutup, jadi aku akan baik-baik saka.”

Segera setelah dia mengatakan itu, Index tumbang ke samping. Figurinnya juga jatuh. Meja teh itu bergoyang sedikit dan kamar yang terhubung dengannya diserbu oleh guncangan hebat.

Komoe-sensei baru saja akan berlari mengelilingi meja teh menuju Index, tapi Index mulai bernyanyi.

Ketika Komoe-sensei mengikutinya dan menyanyikan satu lagu terakhir, suasana aneh itu kembali menjadi suasana pengap biasa dari apartemen itu. Komoe-sensei dengan hati-hati menggoyangkan meja tehnya, tapi tidak ada yang terjadi.

(Syukurlah.)

Ketika Komoe-sensei menutup matanya lega, Index berbicara.

Komoe-sensei berpikir kalau siapa pun akan lega kalau luka mematikan mereka sembuh, tapi biarawati itu mengatakan sesuatu yang lain.

Aku senang aku tidak membebani siapa pun dengan apa pun.”

Komoe-sensei memandang Index terkejut.

“...Kalau aku mati di sini, dia mungkin harus menanggung beban.”

Index menutup matanya seperti sedang bermimpi dan tidak mengatakan hal lain. Ketika gadis itu dipotong di punggungnya dan pingsan dan ketika dia melakukan ritual aneh itu, dia tidak pernah satu kali pun memikirkan dirinya sendiri. Dia memikirkan orang yang telah membawanya ke sana.

Komoe-sensei tidak bisa berpikir seperti itu. Dia tidak punya seseorang untuk dipikirkan seperti itu.

Itulah kenapa dia menanyakan satu hal.

Dia yakin Index sudah tertidur dan tidak akan mendengarnya, tapi karena itulah dia menanyakannya.

Dan walaupun begitu, gadis itu menjawab dengan dengan matanya masih tertutup.

“Aku tidak tahu.”

Dia tidak pernah merasa seperti itu pada orang lain sebelumnya dan dia tidak tahu perasaan apa itu. Tapi ketika dia menjadi marah untuknya ketika menghadapi penyihir itu, dia ingin orang itu lari bahkan kalau dia harus merangkak padanya dan memaksanya. Dan ketika dia telah lari dari Innocentius, dia berpikir kalau dia akan menangis ketika orang itu kembali.

Dia tidak benar-benar mengerti, tapi ketika dia bersamanya, tidak ada hal yang berjalan seperti dia inginkan dan dia merasa seperti didorong-dorong.

Dan walaupun, begitu hal-hal yang tidak bisa diperkirakan itu begitu menyenangkan dan membuatnya bahagia.

Dia tidak tahu perasaan apa itu, walau begitu.

Kali ini, Index tertidur lelap dengan senyuman di wajahnya seperti sedang bermimpi indah.


Part 2

Setelah fajar tiba, gejala yang terlihat sangat mirip dengan gejala pilek.

Index tidak bisa keluar dari tempat tidur karena panas tinggi dan sakit kepala. Hidungnya tidak ingusan dan suaranya tidak serak karena itu terjadi bukan karena virus. Hanya masalah mengembalikan staminanya yang hilang, jadi seberapa banyak pun obat pilekpenguat imun yang dia minum, hal itu tidak akan menyelesaikan apa pun.

“...Jadi kenapa kau hanya memakai celana dalam di bawah sana?”

Ketika Index berbaring dengan handuk lembab di dahinya, dia pasti tidak tahan dengan kelembaban yang panas di dalam futon, jadi satu kakinya dia keluarkan ke arah Kamijout. Dia sedang memakai atasan piyama hijau pucat tetapi pahanya yang berwarna kulit cerah keluar sampai pangkalnya. Karena demamnya, warna kulitnya sedikit pink.

Handuknya telah menjadi hangat, jadi Komoe-sensei menyelupkannya ke dalam baskom berisi air dan mengeringkannya sambil memelototi Kamijou.

“...Kamijou-chan. Kurasa pakaian itu terlalu berlebih.”

“Pakaian itu” kemungkinan besar merujuk pada pakaian biarawati warna putih yang diselimuti peniti.

Kamijou setuju 100% tentang itu, tapi Index kelihatan seperti kucing yang tidak senang karena pakaian biasanya diambil darinya.

“Pertanyaan sebenarnya adalah kenapa piyama milik seorang dewasa perokok berat yang suka bir sepertimu sangat pas dengan Index. Memangnya berapa perbedaan umur antara kalian?”

“Ap—?”

Komoe-sensei (umur tidak diketahui) tidak bisa berkata-kata, tapi Index ikut menendangnya ketika dia sudah jatuh.

“Tolong jangan remehkan aku seperti itu. Piyama ini sebenarnya sedikit sempit di bagian dada.”

“Apa...tidak mungkin! Tidak mungkin benar. Sekarang kalian cuma mengolok-olokku!” protes Komoe-sensei.

“Memangnya, apa kau bahkan punya sesuatu di bagian dada yang bisa membuat sempit?” tanya Kamijou.

“...”

“...”

Ketika kedua perempuan itu memelototinya, jiwa Kamijou secara refleks memasuki mode bersujud.

“Betul, betul. Ngomong-ngomong, Kamijou-chan, siapa sebenarna gadis ini?”

“Adikku.”

“Bohong sekali. Dengan rambut perak dan mata biru seperti itu, dia jelas-jelas seorang warga asing!”

“Adik tiriku.”

“...Kau seorang mesum?”

“Aku cuma bercanda! Aku cukup mengetahui kalau adik tiri itu tata krama yang buruk tapi adik kandung itu melanggar peraturan!”

“Kamijou-chan,” katanya, tiba-tiba berganti ke suara gurunya.

Kamijou terdiam. Tidak mengejutkan kalau Komoe-sensei ingin tahu apa yang sedang terjadi. Tidak hanya dia telah membawa seorang asing yang aneh padanya, tapi gadis itu juga mempunyai luka sabetan di punggungnya yang jelas-jelas berbau berita buruk dan Komoe-sensei bahkan dibuat ikut dalam sihir yang aneh.

Akan sangat sulit untuk memintanya menutup mata pada semua ini.

“Sensei, boleh aku bertanya satu hal?”

“Apa?”

“Apakah kau menanyakan ini agar kau bisa memberitahu polisi atau dewan pengurus Academy City?”

“Iya,” kata Komoe-sensei segera sambil mengangguk. Tanpa keraguan sedikit pun, dia telah mengatakan pada muridnya kalau dia akan mengadukan mereka. “Aku tidak tahu ada di situasi seperti apa kalian berdua berada.” Komoe-sensei tersenyum. “Tapi kalau itu terjadi di sini di Academy City, adalah tugas kami sebagai guru untuk menyelesaikannya. Bertanggung jawab terhadap anak-anak adalah tugas orang dewasa. Sekarang ketika aku tahu kalau kau berada dalam semacam masalah, aku tidak bisa duduk diam saja.”

Itulah yang Tsukuyomi Komoe katakan.

Dan walau begitu dia tidak punya kemampuan, kekuatan, dan kewajiban untuk melakukan itu.

Dia hanya mengatakannya dengan keterusterangan setajam katana terkenal yang memotong di tempat yang tepat di waktu yang tepat.

“Aku cuma...” kata Kamijou sebelum menyelesaikannya pelan. (...tidak boleh melawannya.)

Kamijou telah hidup selama sekitar 15 tahun yang panjang dan dia tidak pernah melihat orang lain seperti guru itu yang tipenya biasa hanya telihat di drama dan bahkan tidak lagi ada di film-film.

Maka...

“Kalau kau adalah orang yang benar-benar asing, aku tidak akan ragu-ragu melibatkanmu, tapi aku berhutang padamu untuk sihir itu, jadi aku tidak bisa membiarkanmu terlibat.”

Respon Kamijou sama terus terangnya.

Dia telah cukup melihat orang-orang yang mau melindungi orang lain tanpa imbalan terluka di depan matanya.

Komoe-sensei terdiam sejenak.

“Mhh. Aku tidak akan membiarkanmu lepas hanya dengan mencoba menipuku dengan perkataan keren seperti itu.”

“...? Sensei, kenapa kau berdiri dan menuju pintu?”

“Aku memberi penundaan penghakiman. Aku harus pergi ke supermarket untuk belanja. Kamijou-chan, kau pikirkan baik-baik apa yang kau perlu katakan padaku selama itu. Dan...”

“Dan?”

“Mungkin aku bisa terlarut dalam belanja hingga aku lupa. Jangan curang ketika aku kembali. Pastikan kau memberitahuku, oke?”

Kamijou pikir Komoe-sensei tersenyum ketika mengatakan itu.

Dengan suara pintu apartemen membuka dan kemudian menutup, Kamijou dan Index tinggal berdua di ruangan itu.

(Dia mencoba berbaik hati.)

Dengan senyuman seorang anak yang merencanakan sesuatu di wajahnya, Kamijou punya firasat kalau Komoe-sensei akan “lupa tentang semuanya” ketika dia kembali dari supermarket.

Kalau dia kemudian memutuskan untuk berkonsultasi dengannya tentang ini, dia akan berpura-pura marah dan berkata “Kenapa kau tidak memberitahuku lebih cepat!? Aku benar-benar lupa!” sambil dengan senang hati setuju membantu.

Dengan menghela napas, Kamijou berbalik ke arah Index yang berbaring di dalam futon.

“...Maaf. Aku tahu ini bukan waktunya untuk khawatir tentang penampilan.”

“Jangan khawatir. Ini adalah yang terbaik.” Index menggeleng. “Akan salah untuk melibatkannya lebih jauh. ...Dan dia tidak boleh menggunakan sihir lagi.”

“?”

Kamijou mengerutkan alisnya.

“Grimoir itu berbahaya. Yang tertulis di dalamnya adalah pengetahuan menyimpang dan tidak umum dan juga hukum-hukum gila yang menghancurkan hukum biasa dari dunia ini. Apakah digunakan untuk kebaikan atau kejahatan, benda-benda itu tetap adalah racun di dunia ini. Sekedar mempelajari pengetahuan ‘dunia yang berbeda’ akan menghancurkan otak orang yang mempelajarinya,” jelas Index.

Kamijou mencoba menerjemahkannya dalam cara yang dia mengerti.

(Jadi seperti memaksa menjalankan sebuah program yang tidak kompatibel dengan OS komputer itu?)

“Otakku dan ruhku dilindungi oleh barrier religius, dan para penyihir yang mencoba untuk melampaui manusia harus melewati batas-batas pengetahuan umum mereka agar sampai ke keadaan pikiran yang diinginkan yang hampir bisa disamakan sebagai satu jenis kegilaan. Tapi, untuk seorang biasa dari negara yang tidak terlalu religius seperti Jepang, semuanya bisa tamat hanya dengan menggunakan satu mantra lagi.”

“A-aku mengerti...” Kamijou entah bagaimana berhasil tidak membiarkan syok yang dia terima kelihatan. “Yah, sayang sekali. Aku berharap dia bisa melakukan alkemi untukku. Kau tahu alkemi, kan? Itu bisa mengubah timbal menjadi emas.”

Dia tentu saja tidak meninggalkan fakta kalau dia mengetahui ini dari sebuah RPG penyatuan benda dengan seorang alkemis wanita muda sebagai protagonisnya.

“Yah, ada sebuah teknik untuk itu yang disebut Ars Magna, tapi mempersiapkan peralatannya dengan bahan-bahan modern akan mempunyai biaya sebesar...um...7 milyar Yen dalam mata uang negara ini.”

“...................................Yah, itu pastinya tidak sesuai harganya,” gumam Kamijou tanpa nyawa.

Index tersenyum lemah dan berkata, “...Yeah. Mengubah timbal menjadi emas tidak menghasilkan apa pun selain membuat para bangsawan senang.”

“Tapi...tunggu. Sekarang setelah kupikir-pikir, apa yang dilakukannya? Bagaimana cara kerjanya? Kalau kau mengubah timbal menjadi emas, apakah kau menyusun atom-atom Pb menjadi Au?”

“Aku tidak begitu tahu, tapi itu cuma teknik abad ke-14.”

“Tunggu, apa maksudmu sama seperti yang kupikir kaumaksud? Itu mungkin benar-benar mengubah susunan atom!? Maksudmu kau bisa menyebabkan peluruhan proton tanpa sebuah akselerator partikel dan fusi nuklir tanpa sebuah reaktor nuklir? Tunggu sebentar. Bahkan aku tidak yakin ketujuh Level 5 dari Academy City bisa melakukan itu!”

“???”

“Tunggu, jangan kelihatan bingung seperti itu! Um...um...Ah. Kalau kau penasaran seberapa mengagumkannya itu, hal-hal seperti itu bisa membuat kami bisa menciptakan robot atomik atau mobile suit dengan mudah!”

“Benda apa itu?”

Dengan tiga kata itu dia membuang semua mimpi para lelaki.

Kepala Kamijou tertunduk lemas, Index kelihatan merasa kalau dia telah melakukan sesuatu yang salah.

“B-bagaimanapun juga, pedang suci dan tongkat sihir yang digunakan upacara bisa dibuat dengan bahan modern sebagai pengganti, tapi ada batasnya. ...Ini khususnya berlaku untuk benda suci yang terkait dengan Tuhan seperti Tombak Longinus, Cawan Suci Joseph, atau The_ROOD. Bahkan setelah seribu tahun, sepertinya tidak ada pengganti yang bisa dibuat...aduh...”

Ketika dia berbicara terus-terusan dengan semangat, dia mulai memegang pelipisnya seperti habis mabuk.

Kamijou Touma melihat wajah Index yang berbaring di futon.

Dia punya 103.000 grimoir dalam kepalanya. Hanya membaca salah satunya bisa membuatmu gila dan walau begitu dia telah memasukkan setiap masing-masing huruf dari semua buku itu ke dalam kepalanya. Seberapa banyak rasa sakit yang proses itu sebabkan untuknya?

Dan walau begitu Index tidak pernah sekali pun mengeluh tentang rasa sakitnya.

“Apa kau ingin tahu?” tanyanya seakan meminta maaf pada Kamijou dan mengacuhkan rasa sakitnya sendiri.

Nada bicara Index yang biasanya riang telah menghasilkan konteks yang membuat suara tenang itu mencolok dan seperti membawa determinasi yang lebih.

(Dasar sensei bodoh.)

Situasi Index tidak begitu masalah bagi Kamijou. Apa pun situasi dia berada, tidak mungkin dia bisa meninggalkannya. Selama dia bisa mengalahkan musuhnya dan menjaganya tetap aman, dia rasa tidak ada alasan untuk menggali luka lamanya.

“Apa kau ingin tahu bagaimana keadaanku?” ulang gadis yang menamai dirinya Index.

Kamijou menetapkan pikirannya dan menjawab, “Itu seperti membuatku merasa seperti seorang pendeta, kau tahu?”

Dalam satu jalan, memang benar. Dia merasa seperti seorang pendeta yang mendengarkan pengakuan seorang pendosa.

“Apa kau tahu kenapa?” tanya Index. “Gereja Kristen awalnya adalah satu organisasi, tapi sekarang ada Katolik, Protestan, Katolik Roma, Ortodoks Rusia, Anglikan, Nestorian, Athanasian, Gnostik, dan banyak lagi. Apa kau tahu kenapa perpecahan ini terjadi?”

“Yahh...”

Kamijou paling tidak telah membaca sepintas buku teks sejarahnya, jadi dia punya ide jawabannya apa. Tapi dia ragu untuk menyebutkannya di depan Index yang “sebenarnya”.

“Cukup bagus.” Index tersenyum. “Karena politik dicampur dalam gereja. Sekte-sekte memisah, menentang satu sama lain, dan bertarung. Pada akhirnya, bahkan orang-orang yang memercayai Tuhan yang sama adalah musuh bagi satu sama lain. Bahkan ketika kami percaya pada Tuhan yang sama, kami masing-masing menjalani jalan yang berbeda dari banyak jalan yang tersebar.”

Tentu saja, pikiran orang-orang tentang hal tertentu secara alami berbeda-beda. Beberapa ingin menghasilkan uang dengan perkataan tuhan dan yang lainnya menolak untuk membiarkan itu. Beberapa merasa lebih dicintai tuhan lebih dari orang lain di dunia ini dan yang lainnya tidak menerima itu.

“Setelah sekte-sekte itu berhenti berhubungan satu sama lain, kami masing-masing melalui perkembangan yang terisolasi yang memberikan kami karakteristik masing-masing. Kami berubah sesuai situasi atau kebudayaan negara kami.” Index mengeluarkan napas singkat. “Gereja Katolik Roma mengelola dan mengontrol dunia, Gereja Ortodoks Rusia mencari dan memusnahkan okult, dan Gereja Anglikan tempatku berada...”

Kata-kata Index terhenti di tenggorokannya sejenak.

“Inggris adalah negara sihir,” katanya seakan itu adalah kenangan pahit. “Jadi Gereja Anglikan sangat unggul dalam kebudayaan anti-penyihir dan teknik-teknik seperti pemburuan penyihir dan Inkuisisi.”

Di London saja terdapat sejumlah perusahaan umum yang menyebut diri sendiri sebagai kabal sihir dan ada sepuluh kali lipatnya perusahaan kosong yang hanya terdapat di atas kertas. Metode coba dan galat mereka yang dimulai sebagai cara melindungi warga dari “penyihir jahat yang bersembuyi di kota” telah berkembang pada satu arah terlalu jauh dan pada titik tertentu menjadi budaya pembantaian dan eksekusi.

“Gereja Anglikan memiliki divisi khusus,” kata Index seperti mengakui dosanya sendiri. “Divisi itu menginvestigasi sihir dan mengembangkan tindak balas yang digunakan untuk mengalahkan penyihir. Dikenal sebagai Necessarius.” Dia benar-benar terdengar seperti biarawati. “Kalau kau tidak mengetahui musuhmu, kau tidak bisa bertahan dari serangan mereka. Tapi, mengerti seorang musuh yang tidak murni akan membuat hatimu sendiri tidak murni dan menyentuh seorang musuh yang tidak murni akan membuat tubuhmu sendiri tidak murni. Itulah kenapa Necessarius, gereja dari kejahatan yang dibutuhkan, diciptakan untuk menarik semua ketidakmurnian itu ke satu tempat. Dan kasus paling ekstrimnya adalah...”

“103.000 grimoir.”

“Iya.” Index mengangguk kecil. “Sihir adalah sesuatu yang mirip sebuah persamaan. Kalau kau dengan ahli membalikkan perhitungannya, kau bisa menetralkan serangan lawanmu. Itulah kenapa 103.000 grimoir ini dimasukkan ke dalamku. ...Kalau kau mengetahui sihir dari seluruh dunia, kau bisa menetralkan sihir dari seluruh dunia.”

Kamijou melihat ke arah tangan kanannya.

Dia telah berpikir kalau tangan kanannya tidak ada gunanya. Kekuatan tangan kanannya tidak bisa membuatnya mengalahkan bahkan seorang preman, tidak bisa menaikkan nilainya dalam ujian, dan tidak bisa membuatnya populer dengan para gadis, jadi dia tidak memedulikannya.

Tapi gadis ini telah melewati neraka untuk memperoleh hal yang sama.

“Tapi kalau grimoir ini sebegitu berbahayanya dan kalian tahu di mana tempatnya, kenapa kalian tidak membakarnya tanpa membacanya? Selama ada orang yang membaca dan belajar dari grimoir ini, penyihir akan terus-terusan muncul tanpa akhir, kan?”

“Bukunya sendiri tidak lebih penting daripada isinya. Bahkan kalau kau menyingkirkan sebuah buku Asli, penyihir yang mengetahui isinya akan mewariskannya pada pengikutnya, jadi melakukan itu tidak ada artinya. Walau seseorang yang melakukan itu disebut sebagai ahli sihir dan bukan penyihir,” jelas Index.

(Seperti data yang diposkan di Internet? Bahkan kalau kau menghapus data aslinya, kopian-kopian data itu akan terus ada.)

“Dan juga, sebuah grimoir itu tidak lebih dari sebuah buku teks.” Index terdengar seperti merasa sakit. “Hanya membacanya tidak membuatmu jadi seorang penyihir. Para penyihir mengubahnya agar cocok dengan diri mereka masing-masing dan membuat jenis sihir baru.”

Tidak seperti data dan lebih seperti virus komputer yang berubah terus-terusan.

Untuk benar-benar menghilangkan virus itu, kau harus menganalisa virus itu dan membuat perangkat lunak antivirus yang baru.

“Seperti yang sudah kukatakan, grimoir itu berbahaya.” Index memicingkan matanya. “Ketika menghancurkan sebuah kopian saja, seorang Inkuisitor ahli harus menjahit tertutup matanya untuk mencegah polusi pada otaknya, dan bahkan setelah itu diperlukan 5 tahun baptisme untuk menghilangkan sepenuhnya polusi itu darinya. Pikiran manusia tidak dapat menangani sebuah buku Asli. Pilihan satu-satunya untuk 103.000 buku Asli yang tersebar di seluruh dunia adalah menyegelnya.”

Seakan-akan dia sedang berdiskusi tentang apa yang harus dilakukan dengan koleksi yang sangat besar dari senjata nuklir sisa.

Bahkan sebenarnya, kurang lebih memang begitu. Kemungkinan besar, orang yang menulisnya sendiri tidak menyangka ini terjadi.

“Tch. Tapi bukankah sihir bisa digunakan orang normal mana pun selain kami, para esper? Kalau begitu bukankah ini akan menyebar ke seluruh dunia dalam waktu singkat?”

Kamijou mengingat kembali api milik Stiyl. Bagaimana kalau semua orang di dunia bisa menggunakan kekuatan seperti itu? Pengetahuan umum di dunia yang fondasinya terbangun dalam sains akan runtuh.

“Kau...tidak perlu khawatir tentang itu. Kabal-kabal sihir tidak akan gegabah membiarkan grimoir keluar ke masyarakat umum.”

“? Kenapa tidak? Bukankah akan lebih baik bagi mereka kalau memiliki lebih banyak rekan yang bertarung untuk mereka?”

Tepat karena itulah. Kalau setiap orang yang mempunyai senjata adalah teman, tidak akan ada peperangan.”

“...”

Hanya karena dua orang mengetahui sihir tidak berarti mereka ada di pihak yang sama.

Karena mereka tahu kekuatan kartu truf merekalah mereka tidak mau dengan gegabah menghasilkan penyihir lawan.

Grimoir-grimoir itu diperlakukan seperti rancangan senjata baru.

“Hmm. Kurasa aku mengerti.” Kamijou terlihat hanyut berpikir. “Jadi intinya, mereka ingin mendapatkan bom yang ada di dalam kepalamu.”

Dia adalah sebuah perpustakaan dengan kopian sempurna dari 103.000 grimoir Asli di dunia dalam kepalanya. Mendapatkannya berarti mendapatkan seluruh sihir di dunia.

“...Benar.” Dari suaranya, kedengarannya seperti dia akan tewas saat itu juga. “Dengan 103.000 grimoir, kau bisa membengkokkan apa pun di dunia sesuai kehendakmu tanpa terkecuali. Itulah yang kami sebut sebagai Dewa Sihir.”

Bukan dewa dunia iblis[4], tapi seseorang yang telah menguasai sihir seutuhnya sampai pada titik memasuki wilayah dewa.

Seorang Dewa Sihir.

(...Brengsek.)

Tanpa menyadarinya, Kamijou mulai menggertakkan gigi gerahamnya. Dia bisa tahu dari sikap Index kalau dia bukan memiliki 103.000 grimoir yang dimasukkan ke kepalanya karena dia mau. Kamijou mengingat kembali api milik Stiyl. Dia hidup seperti itu tanpa alasan lain selain mencegah sebanyak mungkin korban sebisanya.

Kamijou tidak tahan dengan bagaimana para penyihir itu menggunakan perasaan itu demi keuntungan mereka dan dia tidak tahan bagaiman gereja menyebutnya sebagai “tidak murni”. Mereka semua memperlakukan seorang manusia sebagai sebuah benda dan Index pasti tidak melihat apa pun selain orang-orang yang melakukan itu. Fakta bahwa dia masih memikirkan semua orang selain dirinya walaupun begitu adalah apa yang Kamijou paling tidak tahan.

“...Maaf.”

Kamijou tidak tahu apa yang menyebabkan dia begitu marah.

Tapi satu kata itu benar-benar membuatnya sadar.

Dia menjentik dahi Index pelan.

“...Oh, ayolah. Kenapa kau tidak memberitahuku hal sepenting itu?”

Index membeku ketika Kamijou memandang gadis yang terbaring itu dengan gigi taringnya kelihatan. Matanya terbuka lebar seakan dia telah melakukan sesuatu yang sangat salah dan bibirnya bergerak cepat seperti ingin mengatakan sesuatu.

“Tapi aku tidak pikir kau akan memercayaiku dan aku tidak ingin menakutkanmu. Dan...um...”

Index kelihatan akan menangis dan suaranya semakin kecil ketika berbicara. Kamijou hampir tidak mendengarnya di ujungnya.

Walau begitu, Kamijou mendengarnya mengatakan “aku tidak mau kau membenciku”.

“Tidak, peduli setan!!” Dia benar-benar mendengar suara sesuatu yang patah. “Jangan remehkan orang dan memerkirakan seperti apa mereka dengan pikiranmu sendiri! Rahasia gereja? 103.000 grimoir? Yeah, itu semua hebat dan mengagumkan. Dan ya, semuanya kelihatan sangat absurd sampai aku belum benar-benar memercayainya. Tapi...” Kamijou berhenti sejenak. “Cuma begitu saja?”

Mata Index terbuka lebar.

Bibir kecilnya bergerak cepat seperti sedang mencoba mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata-kata yang keluar.

“Jangan remehkan aku seperti itu. Apa kau benar-benar berpikir kalau aku akan memanggilmu menyeramkan atau menjijikkan atau apalah hanya karena kau menghapal 103.000 grimoir!? Apa kau pikir aku akan meninggalkanmu dan lari ketika para penyihir muncul? Persetan. Kalau cuma itu saja yang aku bisa, dari awal aku tidak akan membiarkanmu masuk ke kamarku!”

Ketika Kamijou berbicara, dia akhirnya menyadari apa yang menyebabkan dia begitu marah.

Kamijou hanya ingin membantu Index. Dia tidak ingin melihat Index tersakiti lagi. Itu saja. Dan walau begitu dia tidak membiarkan Kamijou melindunginya ketika gadis itu mempertaruhkan dirinya untuk melindunginya. Kamijou hanya ingin mendengar dia meminta tolong sekali saja.

Itu sangat membuatnya frustasi.

Sangat, sangat frustasi.

“...Percayalah padaku sedikit. Jangan memerkirakan nilai orang-orang dengan pikiranmu sendiri.”

Hanya itu saja. Bahkan kalau dia tidak punya tangan kanannya dan hanyalah manusia biasa, itu bukan alasan bagi Kamijou untuk mundur.

Index v01 157.jpg

Tidak ada alasan seperti itu.

Index hanya memandang wajah Kamijou dengan kagum untuk beberapa saat.

Tapi kemudian air mata mulai menggenangi matanya.

Seakan matanya terbuat dari es dan mulai mencair.

Index merapatkan bibirnya agar tidak mengeluarkan segukan, tapi bibirnya bergetar seakan dia tidak dapat menahannya lebih lama lagi. Dia menarik futon sampai ke mulutnya dan menggigitnya. Tetes air mata di matanya menjadi begitu besar hingga kelihatannya dia akan menangis seperti anak TK kalau bukan karena selimut itu.

Kemungkinan besar, air mata itu bukan hanya sekedar respon dari kata-kata yang Kamijou baru saja katakan.

Kamijou tidak cukup sombong sampai berpikir begitu. Dia ragu kata-katanya memberi pengaruh sebesar itu padanya. Kemungkinan besar, sesuatu yang telah menumpuk di dalam dirinya mengalir keluar dengan kata-katanya sebagai pelatuknya.

Saat dia merasa hatinya retak karena pikiran kalau tidak ada yang pernah mengatakan kata-kata seperti itu padanya sebelumnya, Kamijou juga merasa kalau dia akhirnya telah melihat “kelemahan” Index yang membuatnya sedikit senang.

Tapi Kamijou bukan semacam orang mesum yang senang melihat gadis menangis.

Sebenarnya, suasana itu sangat canggung.

Kalau Komoe-sensei tanpa mengetahui masuk saat itu, dia yakin kalau dia akan tanpa ragu menyuruhnya untuk mati.

“U-um... Kau tahu. Aku punya tangan kananku, jadi tidak ada penyihir yang bisa mengimbangiku!”

“...Tapi...hik...kau bilang kau punya pelajaran tambahan selama liburan musim panas.”

“...Apa aku pernah mengatakan itu?”

“Aku yakin kau pernah.”

Sepertinya, gadis yang telah menghapal dengan sempurna 103.000 buku mempunyai ingatan yang sempurna.

“Jangan merasa tidak enak karena mengacaukan kehidupan sehari-hari seseorang untuk sesuatu seperti ini. Pelajaran tambahanku tidak sepenting itu. Sekolah tidak ingin membuatku tinggal kelas kalau mereka bisa, jadi aku bisa bolos dari pelajaran tambahan, aku bisa pergi ke pelajaran tambahan dari pelajaran tambahan itu. Aku bisa menundanya selama yang kuperlu.”

Kalau Komoe-sensei mendengar itu, kamar itu pasti telah berubah menjadi medan perang, tapi dia tidak peduli.

“...”

Dengan air mata masih di matanya, Index melihat ke Kamijou.

“...Jadi kenapa kau begitu terburu-buru untuk pergi ke pelajaran tambahanmu?”

“...........................Oh.”

Kamijou berpikir ke belakang. Memang benar, setelah dia menelanjanginya dengan menghancurkan Gereja Berjalan-nya dengan Imagine Breaker dan keheningan seperti dalam elevator tertutup itu, dia memang terburu-buru...

“Karena kau punya rencana dan karena kau punya kehidupan normal, aku merasa salah kalau mengganggu semua itu...”

“O-oh. Yeah...”

“Aku menyusahkanmu.”

“...”

“Aku menyusahkanmu...”

Ketika dia mengulangi itu dengan air mata di matanya, sudah tidak mungkin lagi mencoba untuk melepaskan diri darinya.

“Aku mwinta mwaaf!” Kamijou Touma meminta maaf sambil dengan cepat memasuki mode bersujud.

Index perlahan duduk seperti orang sakit di futon, memegang telinga Kamijou, dan menggigit bagian atas kepalanya seakan itu adalah onigiri raksasa.


Sekitar 600 meter dari sana di atas bangunan dengan banyak penghuni, Stiyl melepaskan teropongnya dari matanya.

“Aku sudah mencaritahu siapa bocah yang bersama Index. ...Dia bagaimana?”

Tanpa menoleh, Stiyl menjawab gadis yang berbicara padanya.

“Dia masih hidup. Tapi itu berarti mereka punya seorang pengguna sihir.”

Gadis itu tidak memberi respon, tapi sepertinya dia lebih merasa lega bahwa tidak ada yang mati dibandingkan khawatir akan seorang musuh baru.

Gadis itu berumur 18, tapi dia sekepala lebih pendek dari Stiyl yang hanya berumur 14.

Tapi memang, tinggi Stiyl melebihi 2 meter, jadi gadis itu masih terhitung tinggi jika dibandingkan dengan tinggi rata-rata orang Jepang.

Rambut hitam sepanjang pinggangnya diikat ekor kuda. Di pinggangnya terdapat sebuah pedang Jepang sepanjang lebih dari dua meter yang disarungkan. Tipe yang dikenal sebagai “pedang perintah” yang digunakan di upacara memanggil hujan dalam Shinto.

Tapi akan sedikit sulit untuk menyebutnya sebagai gadis Jepang cantik.

Dia memakai celana jins usang dan kaos putih. Entah kenapa, bagian kaki kiri dari jinsnya dipotong seluruhnya sampai pangkal pahanya, kain berlebih di bawah T-shirt-nya diikat jadi bagian perutnya dapat terlihat, dia memakai sepatu boots setinggi lutut, dan pedang Jepang-nya tergantung dalam sarung kulit seakan itu adalah pistol.

Dia terlihat seperti seorang sheriff dari Barat yang telah menukar pistolnya dengan pedang Jepang.

Seperti Stiyl si pendeta berbau parfum, pakaiannya sangat tidak normal.

“Jadi siapa sebenarnya orang itu, Kanzaki?”

“Tentang itu...aku tidak bisa mendapatkan banyak informasi mengenai bocah itu. Setidaknya, sepertinya dia bukan seorang penyihir atau berkekuatan supranatural dengan cara lain.”

“Apa, apa kau ingin mengatakan kalau dia cuma siswa SMA biasa?” Stiyl menyalakan rokok yang dia keluarkan hanya dengan memandang ujungnya. “Berhenti saja. Mungkin tidak kelihatan, tapi aku adalah seorang penyihir yang telah sepenuhnya menganalisa 24 rune yang ada dan mengembangkan 6 rune baru yang kuat. Dunia ini tidak sebaik itu sampai membiarkan seorang amatir tanpa kekuatan mendorong balik api penghakiman milik Innocentius.”

Bahkan dengan bantuan dari Index, dia telah membuat rencana menggunakan bantuan itu dengan segera. Ditambah lagi ada yang tangan kanannya yang aneh. Kalau itu adalah manusia biasa di Jepang, maka itu adalah benar-benar negara penuh misteri.

“Benar.” Kanzaki Kaori memicingkan matanya. “Masalah sebenarnya adalah seseorang dengan kemampuan tempur sebanyak itu dikategorikan sebagai tidak lebih dari seorang murid tidak punya harapan yang sering terlibat perkelahian.”

Academy City memiliki sisi tersembunyi bahwa itu adalah institusi yang memproduksi esper secara masal.

Bahkan kalau organisasi tempat Stiyl dan Kanzaki bekerja sedang menyembunyikan keberadaan Index, Stiyl dan Kanzaki telah menghubungi organisasi yang dikenal sebagai Institusi Lima Elemen sebelumnya untuk mendapatkan izin memasuki kota itu. Bahkan grup sihir yang dikenal sebagai yang terhebat di dunia tidak bisa tetap tersembunyi dalam wilayah musuh.

“Mungkin informasinya dengan sengaja dihalangi. Dan juga, luka Index disembuhkan dengan sihir. Kanzaki, apa ada organisasi sihir lain di Timur Jauh?”

Mereka telah memutuskan kalau bocah itu pasti memiliki organisasi lain selain Institusi Lima Elemen di sisinya.

Mereka telah dengan salah percaya kalau organisasi lain ini sepenuhnya menghilangkan semua informasi tentang Kamijou.

“Kalau mereka melakukan sesuatu di kota ini, para informan dari Institusi Lima Elemen pasti telah mengetahuinya.” Kanzaki menutup matanya. “Kita punya musuh yang jumlahnya tidak diketahui dan tidak ada kesempatan dikirimkan bala bantuan. Ini perkembangan yang menyulitkan.”

Semuanya adalah kesalahpahaman. Imagine Breaker milik Kamijou Touma tidak punya efek apa pun kecuali digunakan pada kekuatan supranatural. Dengan kata lain, System Scan milik Academy City tidak bisa mengukur kekuatannya karena menggunakan mesin untuk mengukurnya. Dan maka Kamijou punya kesialan diperlakukan sebagai seorang Level 0 padahal mempunyai tangan kanan kelas tinggi.

“Dalam skenario terburuk, ini bisa berkembang menjadi pertarungan sihir melawan sebuah organisasi. Stiyl, kudengar rune-mu punya kelemahan fatal dalam hal ketahanan air.”

“Aku sudah mengkompensasikan itu. Aku me-laminating rune-nya. Trik yang sama tidak akan bekerja padaku lagi.” Seperti pesulap panggung, dia mengeluarkan rune yang sekarang kelihatan sangat mirip seperti trading card. “Kali ini, aku akan menempatkan barrier 2 kilometer di sekitar areanya dan bukan hanya pada bangunannya. Ini akan menggunakan 164.000 kartu dan persiapannya akan memakan waktu 60 jam untuk diselesaikan.”

Tidak seperti dalam video game, sihir yang sebenarnya memerlukan lebih dari hanya mengucapkan mantra.

Mungkin memang kelihatannya hanya itu saja yang diperlukan kalau dilihat sekilas, tapi sedikit persiapan diperlukan di balik layar. Api milik Stiyl adalah jenis yang mempunyai instruksi sekitar “Ambil sebuah taring serigala perak yang telah dimandikan sinar bulan selama 10 tahun dan...” Karena itu, kecepatan Stiyl sebenarnya adalah kecepatan seorang ahli.

Singkatnya, pertarungan sihir adalah masalah membaca apa yang akan datang. Ketika pertarungan dimulai, kau pada dasarnya sudah terjebak dalam perangkap yang berupa barrier milik musuh. Ketika bertahan, kau perlu memastikan apa mantra musuhmu, dan mencari cara untuk membalikkannya ke musuhmu. Ketika menyerang, kau harus memprediksi serangan balik seperti apa yang akan datang dan mengatur kembali mantramu sesuai apa yang terjadi. Tidak seperti bela diri sederhana, kau perlu memikirkan 100-200 langkah ke depan di tengah keadaan sekitar yang terus berubah. Walaupun istilah kasar seperti “pertarungan” digunakan, sebenarnya itu lebih seperti adu intelek.

Karena itu, pasukan musuh yang tidak diketahui jumlahnya membuat seorang penyihir berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan.

“...Dia kelihatan sangat senang,” kata penyihir rune tiba-tiba sembari memandang 600 meter ke depan tanpa menggunakan teropongnya. “Dia kelihatan sangat, sangat senang. Dia selalu hidup dalam kehidupan menyenangkan seperti itu.” Dia terdengar seperti sedah meludahkan semacam cairan kental. “Seberapa lama kita harus terus mengoyakkannya berkeping-keping?”

Kanzaki memandang 600 meter ke depan dari belakang Stiyl.

Bahkan tanpa menggunakan teropong atau sihir, dia bisa melihat jelas dengan pandangan 8.0-nya. Melalui jendela, dia bisa melihat gadis itu menggigiti kepala bocah itu dengan marah sedangkan dia mengayun-ayunkan tangannya dan mencoba berontak.

“Pasti perasaan yang sangat pelik,” kata Kanzaki seperti sebuah mesin. “Bagi seseorang sepertimu yang pernah berada dalam posisi yang sama seperti itu.”

“...Aku sudah terbiasa,” jawab penyihir api itu.

Dia benar-benar telah mengalami perasaan seperti itu berkali-kali sebelumnya.

Part 3

Part 4

Catatan

  1. Di Jepang, anak TK biasanya memakai ransel merah.
  2. Ini adalah referensi pada permen Jepang yang dikenal sebagai Chocoballs. Kalau kau beruntung, bungkusnya akan memiliki entah satu malaikat emas atau malaikat perak tercetak di atasnya. Satu malaikat emas atau lima malaikat perak bisa ditukarkan dengan sekaleng mainan.
  3. Ringo adalah bahasa Jepang untuk apel.
  4. (魔神 Majin, lit. "Magic God") Kanji pertama bisa berarti sihir atau iblis


Previous Chapter 1 Return to Main Page Forward to Chapter 3