Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume1 Chapter3

From Baka-Tsuki
Revision as of 14:09, 13 September 2012 by Undesco (talk | contribs) (→‎Part 3)
Jump to navigation Jump to search

Chapter 3: Si Grimoir Tersenyum Damai. ”Forget_me_not.”

Temp

Status: Incomplete

Part 1

Dia tidak mengerti. Dia tidak mengerti apa yang gadis itu katakan.

Ketika Kamijou terbaring lemah dan berdarah-darah di jalan dan melihat ke atas ke arah Kanzaki, dia pikir dia telah berhalusinasi mendengar apa yang didengarnya karena syok. Bagaimanapun juga, tidak masuk akal. Index sedang berusaha melarikan diri ke Gereja Anglikan karena dikejar penyihir. Bagaimana mungkin penyihir yang mengejarnya berasal dari Gereja Anglikan yang sama itu?

“Pernahkah kau mendengar tentang ingatan sempurna?” tanya Kanzaki Kaori. Suaranya sangat lemah dan dia kelihatan kesakitan. Saat itu, sulit dipercaya kalau dia adalah salah satu dari 10 penyihir teratas di London. Dia terlihat tidak lebih dari seorang gadis yang kelelahan.

“Iya, itu adalah identitas sebenarnya dari 103.000 grimoir miliknya, kan?” Kamijou menggerakkan bibirnya yang pecah. “Semuanya ada di kepalanya. Tapi aku sulit memercayai kalau dia bisa mengingat tiap-tiap hal yang dia lihat bahkan sekilas saja. Maksudku, dia seorang idiot. Dia sama sekali tidak terlihat seperti sejenius itu.”

“...Seperti apa dia kelihatan bagimu?”

“Hanya seorang gadis biasa.”

Kanzaki lebih kelihatan lelah dibanding terkejut, dan dia berkata, “Kaupikir dia bisa kabur dari kejaran kami selama setahun penuh kalau dia ‘hanya seorang gadis biasa’?”

“...”

“Stiyl punya apinya dan aku punya Nanasen dan Yuisen. Dia melawan penyihir yang menyebutkan nama sihir mereka, tapi dia tidak bisa mengandalkan kekuatan supernatural sepertimu atau sihir sepertiku. Dia hanya bisa berlari.” Kanzaki tersenyum menghina diri sendiri. “Dan Stiyl dan aku hanyalah dua orang lawan. Bahkan aku pun tidak bisa bertahan selama sebulan melawan seluruh anggota organisasi Necessarius.”

Itu benar.

Kamijou akhirnya mempelajari kebenaran mengenai Index. Dia tidak bisa kabur bahkan untuk empat hari saja dengan Imagine Breaker-nya yang bisa menghancurkan bahkan sistem-sistem buatan tuhan dalam satu pukulan. Dan walau begitu, gadis itu...

“Dia itu, tidak diragukan lagi, seorang jenius,” Kanzaki mendeklarasi. “Saking jeniusnya hingga menggunakan kemampuannya di jalan yang sama bisa menyebabkan bencana.[1] Alasan kenapa para petinggi di gereja tidak memperlakukan dia seperti biasa itu jelas. Mereka takut padanya. Semua orang takut.”

“Mungkin begitu.” Kamijou menggigit bibirnya yang berdarah. “Tapi dia masih seorang manusia. Dia bukan sebuah alat. Aku tidak bisa...membiarkanmu memanggilnya begitu...!”

“Benar.” Kanzaki mengangguk. “Tapi spesifikasinya sekarang tidak seberbeda itu dengan orang biasa seperti kita.”

“...?”

“Lebih dari 85% dari otak Index terisi oleh 103.000 grimoir. Sisa 15%-nya hanya sekedar berhasil berfungsi cukup baginya untuk menjadi sama seperti kita.”

Itu memang mengagumkan, tapi ada sesuatu yang Kamijou ingin ketahui lebih dulu.

“...Memangnya kenapa? Apa yang kalian lakukan? Kalian adalah bagian dari gereja yang sama dengan Index, kan? Necessarius apalah itu. Kenapa kalian mengejar-ngejarnya? Kenapa Index bilang kalau kalian Adalah penyihir jahat dari sebuah asosiasi sihir? Kamijou diam-diam merapatkan gerahamnya. “Atau kau sedang mencoba mengatakan kalau Index-lah yang menipuku?”

Dia tidak bisa percaya itu. Kalau dia hanya mencoba untuk menggunakan Kamijou, dia tidak bisa melihat alasan kenapa dia mempertaruhkan nyawanya dan ditebas punggungnya untuk menyelamatkannya.

Dan bahkan tanpa pemikiran logis seperti itu, Kamijou tidak mau memercayainya.

“...Dia tidak berbohong,” balas Kanzaki setelah ragu sejenak.

Dia terdengar seperti sedang menahan napasnya dan hatinya sedang dihancurkan.

“Dia tidak ingat apa pun. Dia tidak ingat kalau kami juga dari Necessarius atau alasan kenapa dia dikejar-kejar. Karena dia tidak ingat, dia harus menggunakan pengetahuannya untuk mengisi celah-celah kosongnya. Sudah sepantasnya mengasumsikan kalau penyihir yang mengejar Index Librorum Prohibitorum itu berasal dari sebuah asosiasi sihir yang mengincar 103.000 grimoir miliknya.”

Kamijou mengingat kembali sesuatu.

Index telah kehilangan seluruh ingatan sebelum sekitar setahun yang lalu.

“Tapi tunggu. Tunggu dulu. Itu tidak masuk akal. Index punya ingatan sempurna, kan? Jadi kenapa dia lupa? Apa yang membuat dia kehilangan ingatannya?”

“Dia tidak kehilangan ingatannya.” Kanzaki bahkan sampai berhenti bernapas. “Secara teknis, aku yang menghapusnya.”

Kamijou bahkan tidak perlu bertanya bagaimana.

-Tolong jangan buat aku memberikannya, bocah.

-Aku tidak mau memberikannya lagi.

“...Kenapa?” tanyanya. “Kenapa!? Kupikir kau adalah rekan Index! Dan itu bukan cuma sesuatu yang Index pikirkan. Aku bisa tahu dari wajahmu! Kau menganggap Index sebagai rekan yang berharga, kan!? Jadi kenapa!?”

Kamijou mengingat kembali senyuman yang telah Index berikan padana.

Senyuman yang berada di sisi lain dari kesendirian yang berujung pada jadinya dia sebagai satu-satunya orang yang dia kenal.

“...Kami harus melakukannya.”

“Kenapa!?” teriaknya seakan sedang melolong pada bulan di atas kepalanya.

“Karena kalau tidak, Index akan mati.”

Napasnya berhenti. Dengan alasan yang tidak bisa dijelaskan, panas dari malam musim panas yang dia rasakan di kulitnya menghilang. Kelima indranya menipis seakan mencoba kabur dari kenyataan.

Seperti... Terasa seperti kalau dia telah menjadi mayat.

“Seperti yang kubilang, 85% dari otaknya ditempati oleh hapalan 103.000 grimoir.” Pundak Kanzaki sedikit bergetar. “Dia hanya punya sisa 15% untuk digunakan seperti biasa. Kalau dia terus mengumpulkan ingatan seperti manusia biasa, otaknya akan meledak dengan cepat.”

“Tidak mungkin...”

Penyangkalan. Bukannya menggunakan logika atau pemikiran, otak Kamijou hanya menyangkalnya begitu saja.

“Maksudku...maksudku...bagaimana bisa? Kaubilang dia sama seperti kita dengan 15% sisa itu...”

“Benar, tapi dia berbeda dengan kita dalam satu hal. Dia punya ingatan sempurna.” Semua emosi perlahan meninggalkan suara Kanzaki. “Pikirkan lagi apa ingatan sempurna itu.”

“...Kemampuan untuk tidak melupakan apa pun yang kaulihat bahkan hanya sekali, kan?”

“Dan apakah kemampuan untuk melupakan itu benar-benar hal yang buruk?”

“...”

“Kapasitas otak manusia itu secara mengejutkan cukup kecil. Satu-satunya alasan otak manusia bisa berfungsi selama 100 tahun adalah karena ingatan yang tidak diperlukan dibuang menggunakan proses melupakan. Contohnya, kau tidak ingat apa yang kaumakan pada makan malam seminggu yang lalu, kan? Otak semua orang melalui perawatan ini tanpa bahkan mereka sadari. Kalau tidak, orang-orang tidak akan bisa hidup. Tapi,” Kanzaki berkata dengan suara sedingin es, “dia tidak bisa melakukan ini.”

“...”

“Dia tidak bisa melupakan apa pun, baik itu jumlah daun di pohon di sisi jalan, wajah tiap-tiap orang selama jam sibuk, atau bentuk tiap-tiap tetes hujan yang jatuh dari langit. Semua ingatan sampah yang tidak berguna itu mengisi kepalanya dalam waktu singkat.” Suara Kanzaki membeku. “Hanya memiliki 15% yang tersisa dari otaknya adalah pukulan fatal untuknya. Karena dia tidak bisa melupakannya sendiri, satu-satunya cara dia untuk terus hidup adalah dengan adanya orang lain yang membuatnya lupa.”

Pikiran Kamijou pecah berkeping-keping.

(Apa...cerita macam apa ini? Kupikir ini adalah cerita tentang seorang laki-laki tidak menarik yang menyelamatkan seorang gadis malang yang sedang dikejar-kejar penyihir jahat, makin mengenal gadis itu, dan akhirnya merasakan sedikit sakit di dadanya ketika dia memandang gadis itu pergi di akhirnya.)

-Jadi aku datang untuk melindunginya sebelum siapa saja yang ingin menggunakan buku-buku itu datang untuk membawanya pergi.

-Aku ingin membawanya ke dalam rawatan kami tanpa perlu memberikan nama sihirku

“...Berapa lama?” tanya Kamijou.

Karena dia menanyakan pertanyaan itu dan tidak berlanjut menyangkalnya, dia pasti telah menerimanya di lubuk hatinya.

“Berapa lama lagi sampai otaknya meledak?”

“Ingatannya dihapus dalam interval tepat satu tahun.” Kanzaki kedengaran lelah. “Batasnya adalah tiga hari dari sekarang. Tidak bisa dilakukan terlalu cepat atau terlalu lambat. Kalau tidak dilakukan tepat waktu itu, ingatannya tidak bisa dihapus. ...Kuharap dia belum merasakan sakit kepala parah yang mendahuluinya.”

Kamijou syok. Memang benar bahwa Index telah mengatakan kalau dia kehilangan ingatan tentang kejadian dari sebelum satu tahun lalu.

Dan sakit kepala. Kamijou mengasumsikan kalau Index pingsan karena sihir pemulihan itu. Bagaimanapun juga, Indexlah yang paling tahu tentang sihir di antara mereka dan dia telah mengatakan begitu.

Tapi bagaimana kalau Index salah?

Bagaimana kalau dia sedang bergerak dalam keadaan yang bisa menyebabkan pikirannya hancur kapan saja?

“Apa kau mengerti sekarang?” tanya Kanzaki Kaori. Tidak ada air mata seakan dia menolak membiarkan dirinya menunjukkan ekspresi murahan seperti itu. “Kami tidak ingin melukainya. Bahkan sebenarnya, tidak ada cara untuk menyelamatkannya tanpa kami. Jadi akankah kau menyerahkannya pada kami sebelum aku harus memberikan nama sihirku?”

“...”

Wajah Index muncul di mata pikiran Kamijou, jadi dia merapatkan giginya dan menutup erat matanya.

“Dan juga, kalau kami menghapus ingatannya dia tidak akan mengingatmu. Kaulihat bagaimana dia melihat kami, bukan? Tidak peduli bagaimana perasaan dia padamu sekarang, saat dia membuka matanya, dia akan melihatmu tidak lebih dari musuh alami yang menginginkan 103.000 grimoir miliknya.”

“...”

Saat itu, Kamijou merasa ada sesuatu yang salah.

“Menyelamatkannya tidak akan menghasilkan apa-apa untukmu.”

“...Apa maksudmu dengan itu?” Perasaan itu meledak dalam sesaat seperti minyak dituang ke api. “Persetan dengan itu! Apa urusannya dia ingat atau tidak!? Kelihatannya kau tidak mengerti, jadi aku akan memberitahumu sesuatu. Aku adalah rekan Index. Aku memutuskan untuk tetap di sisinya apa pun yang terjadi! Bahkan walau tidak tertulis dalam Injil kalian yang berharga, itu tidak akan berubah!!”

“...”

“Kupikir ada sesuatu yang aneh. Kalau dia cuma lupa, tidak bisakah kalian menghilangkan kesalahpahaman itu dengan menjelaskan semuanya padanya? Kenapa kalian tetap membiarkannya salah paham? Kenapa kalian mengejar-ngejarnya seperti musuhnya!? Kenapa kalian memutuskan untuk meninggalkannya!? Apa kautahu bagaimana perasaann-..”

“Diam! Kau tidak tahu apa-apa!!”

Kemarahan Kamijou dihancurkan oleh teriakan Kanzaki yang menyerangnya dari atas. Bukan kata-kata yang dia ucapkan yang kelihatannya meremas hati Kamijou tapi perasaan sebenarnya yang seperti ditelanjangi.

“Jangan sok mengerti!! Bagaimana kaupikir perasaan kami yang menghapus ingatannya selama ini? Bagaimana mungkin kau bisa mengerti!? Kaubicara seakan Stiyl adalah seorang pembunuh sadis, tapi apa kautahu bagaimana perasaannya ketika melihatnya denganmu!? Apa kautahu seberapa menderitanya dia!? Apa kautahu seberapa sulit baginya untuk menyebut dirinya sebagai musuhnya!? Apa yang kautahu tentang perasaan Stiyl ketika dia terus mengotori dirinya sendiri demi rekannya yang berharga!?”

“Ap-...?”

Sebelum Kamijou bisa mengeluarkan keterkejutannya pada perubahan sikapnya yang tiba-tiba itu, Kanzaki menendangnya di bagian sampingnya seperti sebuah bola. Serangan tanpa ditahan-tahan itu menerbangkan tubuh Kamijou ke udara. Setelah mendarat, dia berguling-guling sejauh dua atau tiga meter.

Rasa darah keluar dari perutnya sampai ke mulutnya.

Tapi Kanzaki melompat lurus ke atas sehingga bulan tepat di belakangnya sebelum Kamijou bahkan sempat menggeliat kesakitan.

Seperti sebuah lelucon, dia melompat 3 meter lurus ke atas hanya dengan kekuatan kakinya.

“...!?”

Dia mendengar suara benda tumpul.

Ujung datar dari sarung Shichiten Shichitou telah menghancurkan lengan kamijou seperti hak dari sepatu hak tinggi.

Tapi dia bahkan tidak bisa berteriak kesakitan.

Ekspresi di wajah Kanzaki membuatnya terlihat seperti dia akan menangis darah.

Kamijou takut.

Dia tidak takut pada Nanasen atau Yuisen atau kekuatan salah satu dari sepuluh penyihir teratas di London.

Dia takut pada emosi mentah manusia yang menghujaninya.

“Kami juga sudah mencoba! Kami mencoba semua yang kami bisa! Kami menghabiskan musim semi untuk mencoba, kami menghabiskan musim panas untuk mencoba, kami menghabiskan musim gugur untuk mencoba, dan kami menghabiskan musim dingin untuk mencoba! Kami berjanji untuk membuat kenangan agar dia tidak akan lupa dan kami membuat jurnal dan album foto!”

Ujung sarung itu menghujaninya lagi dan lagi seperti mesin jahit.

Kakinya, tangannya, perutnya, dadanya, mukanya. Pukulan-pukulan tumpul itu menghancurkan tubuhnya lagi dan lagi.

“...Tapi tidak ada yang berhasil.”

Kamijou mendengar dia menggertakkan giginya.

Tangannya berhenti.

“Bahkan ketika kami menunjukkannya jurnal dan album foto itu, dia hanya minta maaf. Tak peduli apa yang kami lakukan dan sebanyak apa pun kami mencoba, bahkan kalau kami membuat ulang kenangan itu dari nol, tidak ada yang bekerja. Semuanya kembali ke nol bahkan kalau kau adalah keluarganya, temannya, atau kekasihnya.” Dia gemetar sampai terlihat seperti tidak bisa melangkah lagi. “Kami...tidak bisa menahannya lagi. Kami tidak tahan melihat senyumannya lebih lama lagi.”

Dengan kepribadian Index, harus mengatakan selamat tinggal pasti sama sakitnya dengan kematian.

Harus mengalami itu berulang-ulang kali pasti seperti hidup d neraka.

Segera setelah mengalami kemalangan berupa perpisahan, dia akan melupakan itu semua dan dengan tragis mulai berlari ke arah kemalangan yang sudah ditentukan yang sama sekali lagi.

Itulah kenapa Kanzaki dan Stiyl memilih untuk meringankan kemalangannya sebanyak mungkin dibanding memberinya keberuntungan yang kejam berupa mengenal mereka. Kalau Index tidak pernah punya kenangan berharga yang harus dia lupakan, maka pukulan dari kehilangan kenangannya akan melemah. Itulah kenapa mereka meninggalkan teman baik mereka dan memainkan peran sebagai musuhnya.

Mereka akan menghapus kenangannya untuk membuat neraka terakhir itu semudah mungkin untuknya.

“...”

Sedikit banyak, Kamijou mengerti.

Mereka adalah penyihir ahli. Mereka membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin. Sepanjang waktu Index kehilangan ingatannya lagi dan lagi, mereka pasti telah mencari cara untuk membuatnya tidak harus kehilangan ingatannya.

Tapi mereka tidak pernah berhasil.

Dan Index pasti tidak menyalahkan Stiyl atau Kanzaki.

Dia pasti telah memberikan senyuman yang sama seperti yang selalu dilakukannya.

Dipaksa untuk menyambung ulang hubungan dengannya setiap kali telah membawa Kanzaki dan Stiyl menyalahkan diri mereka sendiri dan berpikir kalau menyerah adalah satu-satunya pilihan.

Tapi itu..

“Persetan dengan itu!” Kamijou merapatkan rahangnya. “Pemikiran seperti itu hanya memperhitungkan diri kalian sendiri. Kalian bahkan tidak memikirkan Index sedikit pun! Jangan menimpakan kesalahan dari kepengecutan kalian padanya!!”

Sepanjang tahun ini, Index telah terus kabur sendirian tanpa mengandalkan orang lain.

Kamijou tidak bisa menerima kalau itu adalah pilihan terbaik. Dia tidak akan membiarkan dirinya menerima itu. Dia tidak mau menerimanya.

“Kalau begitu...apalagi yang harus kami lakukan!?”

Kanzaki menggenggam sarung Shichiten Shichitou dan mengayunkannya dengan penuh tenaga ke arah wajah Kamijou.

Kamijou menggerakkan tangan kanannya yang belur dan menggenggam sarungnya tepat sebelum menghantam mukanya.

Dia tidak lagi merasa takut atau gugup pada penyihir itu.

Badannya bergerak.

Badannya bergerak!

“Kalau kau sedikit lebih kuat...” Kamijou menggertakkan giginya. “Kalau saja kaugunakan kata-kata rubah[2] yang cukup kuat hingga jadi kenyataan! Kalau dia takut kehilangan kenangan tahun itu, kalian hanya perlu memberikannya kenangan yang lebih indah selama tahun depannya! Kalau kebahagiaan besar yang cukup untuk menghapus rasa takut akan kehilangan kenangannya menunggunya, dia tidak akan perlu terus berlari! Cukup begitu saja yang diperlukan!!”

Dia memaksa menggerakkan tangan kirinya yang pundaknya telah patah dan memegang sarung pedangnya dengan tangan itu juga. Dia memaksakan tubuhnya yang babak belur ke posisi berdiri. Darah mengucur dari berbagai bagian tubuhnya.

“Apa kau serius berpikir untuk bertarung dalam keadaan seperti itu?”

“...Di...am.”

“Apa yang akan kau dapat dengan bertarung?” Kanzaki kelihatan benar-benar bingung. “Bahkan kalau kau berhasil mengalahkanku, Necessarius masih menunggu di belakangku. Aku mungkin telah bilang kalau aku adalah salah satu dari 10 penyihir teratas di London, tapi ada orang-orang yang lebih kuat dariku. ...Dari pandangan gereja, aku ini tidak lebih dari seorang bawahan untuk dikirim ke negara pulau Timur Jauh ni.”

Itu kemungkinan besar benar.

Kalau mereka benar-benar adalah rekan Index, mereka pasti telah melawan cara gereja yang memperlakukannya seperti sebuah alat. Bahwa mereka tidak melakukannya berarti ada selisih kekuatan yang cukup untuk mencegahnya.

“Kubilang...diam!!”

Tapi itu tidak penting.

Dia memaksa tubuhnya bergerak walaupun tubuhnya gemetar seperti dia akan segera mati dan memelototi Kanzaki yang berdiri tepat di depannya.

Itu adalah pandangan biasa yang tidak memiliki kekuatan nyata, tapi itu cukup untuk membuat satu dari 10 penyihir teratas di London mundur selangkah.

“Itu tidak masalah! Apa kau terpaksa melindungi orang-orang karena kau punya kekuatan!?” Kamijou maju selangkah dengan kakinya yang babak belur. “Bukan, bukan karena itu, kan!? Jangan bohong! Kau berusaha memperoleh kekuatan karena ada sesuatu yang kau ingin lindungi!”

Dia menggenggam kerah Kanzaki dengan tangan kirinya yang babak belur.

“Kenapa kau memperoleh kekuatan?”

Dia membuat tinju berdarah dengan tangan kanannya yang babak belur.

“Siapa yang kau ingin lindungi!?”

Dia menggunakan tinju lemah itu untuk memukul wajah Kanzaki. Tidak ada sesuatu yang mirip tenaga pada pukulan itu dan kepalan tangan yang Kamijou gunakan untuk memukul malah menyemburkan darah seperti tomat.

Walaupun begitu, Kanzaki mundur terhuyung seakan dia benar-benar telah dipukul.

Dia melepaskan Shichiten Shichitou. Pedang itu berputar ketika jatuh ke tanah.

“Kalau begitu apa-apaan yang kaulakukan di sini!?” Dia melihat ke bawah ke arah Kanzaki yang telah tumbang ke tanah. “Kalau kau punya kekuatan sebanyak itu...kalau kau punya kekuatan seperkasa itu, jadi kenapa kau begitu tidak punya kekuatan?”

Tanah bergetar.

Atau begitu yang dirasakan oleh Kamijou. Saat berikutnya dia tumbang ke tanah seakan listrik yang menggerakkan tubuhnya telah dimatikan.

(Bangun...lah... Serangan balik...akan datang...)

Penglihatannya diwarnai kegelapan.

Kamijou memaksa tubuhnya yang telah kehilangan terlalu banyak darah untuk melihat atau kembali bangkit. Dia bergerak untuk mencoba bertahan dari serangan balik Kanzaki. Dan yang terbaik yang bisa dia lakukan hanyalah menggerakkan satu ujung jari seperti ulat.

Tapi tidak ada serangan balik yang datang.

Tidak ada yang datang.

Part 2

Tenggorokan keringnya dan panas tingginya membangunkan Kamijou.

“Touma?”

Ketika dia sadar kalau dia sedang berada di apartemen Komoe-sensei, dia juga menyadari kalau Index memandanginya dan dia sedang berbaring di futon.

Secara mengejutkan, dia melihat sinar matahari yang terang masuk melalui jendela. Malam itu, Kamijou memang telah dikalahkan oleh Kanzaki dan kehilangan kesadaran di depan musuhnya. Dia tidak punya ingatan apa pun di antara itu dan terbangun di sini.

Sederhananya, dia terlalu tidak puas dengan apa yang terjadi untuk bahkan bernapas lega karena masih hidup.

Komoe-sensei tidak terlihat di sana. Dia pasti sedang keluar entah ke mana.

Satu-satunya tanda darinya adalah semangkuk bubur yang ada di atas meja teh di sebelah Index. Mungkin tidak adil bagi Index, tapi dia ragu kalau dia bisa memasaknya dengan bagaimana dia meminta makanan setelah tersangkut di balkonnya, jadi dia mengasumsikan kalau Komoe-sensei yang membuat bubur itu.

“Benar-benar... Kau memperlakukanku seperti aku sakit saja.” Kamijou mencoba bergerak. “Adu-duh. Apa-apaan ini? Karena matahari sudah naik, aku pasti pingsan sepanjang malam. Sekarang jam berapa?”

“Bukan sepanjang malam,” balas Index.

Kata-kata itu seperti tercekat di tenggorokannya.

“?”

Kamijou menaikkan satu alis matanya dan Index berkata, “Sudah tiga hari.”

“Tiga hari... Tunggu, apa!? Kenapa aku tertidur begitu lama!?”

“Aku tidak tahu!!” Index berteriak tiba-tiba.

Napas Kamijou tercekat di tenggorokannya karena teriakan yang kedengaran seperti luapan kemarahan.

“Tidak tahu, tidak tahu, tidak tahu! Aku benar-benar tidak tahu apa-apa! Aku terlalu fokus untuk mengelabui penyihir api yang ada di rumahmu sampai aku tidak berpikir sedikit pun tentang kemungkinan kalau kau harus menghadapi penyihir lain!”

Perkataan marahnya bukan ditujukan pada Kamijou.

Suaranya sedang mengoyak dirinya sendiri dan Kamijou sangat bingung sampai tidak bisa memotongnya.

“Touma, Komoe bilang kau pingsan di tengah jalan. Dialah yang membawamu kembali ke apartemen. Saat itu aku sangat senang. Aku tidak tahu kau sedang di ambang kematian sementara aku tidak melakukan apa pun selain merasa senang karena kita berhasil kabur dari penyihir bodoh itu!”

Kata-kata Index tiba-tiba terhenti.

Itu diikuti oleh sedikit kekosongan yang cukup untuknya menarik napas perlahan dan menyiapkan poin utama dari omelannya.

“...Aku tidak bisa menyelamatkanmu, Touma.”

Pundak kecil Index bergetar. Dia duduk tak bergerak sambil menggigit bibir bawahnya.

Dan walau begitu Index tidak mengeluarkan air mata untuk dirinya sendiri.

Hatinya tidak membolehkan bahkan sedikit pun sentimen atau simpati. Kamijou menyadari kalau dia tidak bisa memberi kata-kata hiburan untuk seseorang yang telah berjanji untuk tidak menunjukkan sedikit pun air mata bahkan untuk dirinya sendiri.

Jadi dia berpikir tentang hal lain.

Tiga hari.

Mereka bisa menyerang berapa kali pun kalau mereka mau. Bahkan tidak mengejutkan kalau mereka telah mengambil Index tiga hari yang lalu ketika Kamijou pingsan.

Jadi kenapa? Kamijou berekspresi bingung dalam hatinya. Dia tidak bisa mengetahui apa yang musuh mereka pikirkan.

Dia juga merasa kalau frasa “tiga hari” seperti punya arti yang lebih dalam. Dengan perasaan seperti banyak serangga merayap di punggungnya, Kamijou tiba-tiba mengingat sesuatu kembali.

Batas waktunya!

“? Touma, ada apa?”

Tapi Index hanya melihat Kamijou bingung. Kalau dia mengingatnya, berarti para penyihir itu pasti belum menghapus ingatannya. Dan dari bagaimana dia bersikap, gejalanya juga belum muncul.

Kamijou merasa lega, tapi dia juga ingin membunuh dirinya sendiri karena menyia-nyiakan tiga hari terakhir yang berharga itu. Tapi dia menyembunyikan itu semua dalam dadanya. Dia tidak ingin Index tahu.

“...Sialan. Aku tidak bisa bergerak. Apa-apaan ini? Kenapa aku dipenuhi perban?”

“Sakit?”

“Sakit? Kalau sakit, aku akan menggeliat kesakitan. Ada apa dengan perban di seluruh tubuhku ini? Apa kau tidak pikir kalau kau terlalu berlebihan?”

“...”

Index tidak mengatakan apa-apa.

Dan kemudian air mata menggenang di matanya seakan dia tidak bisa menahannya lebih lama lagi.

Itu menusuk hati Kamijou lebih dari apa pun yang mungkin dia teriakkan padanya. Dan kemudian dia menyadari kalau tidak merasakan sakit sedikit pun adalah hal yang buruk.

Komoe-sensei tidak bisa menggunakan sihir pemulihan lagi. Dia cukup yakin kalau Index telah mengatakan itu. Akan lebih cepat kalau dia bisa menyembuhkan lukanya dengan menggunakan sedikit MP seperti dalam RPG, tapi sepertinya dunia ini tidak sebaik itu.

Kamijou melihat tangan kanannya.

Tangan kanannya yang hancur dibalut oleh perban.

“Kalau dipikir-pikir, seorang esper yang sudah melalui Kurikulum tidak bisa menggunakan sihir, kan? Merepotkan saja.”

“...Benar. Jalurnya berbeda antara seorang manusia biasa dengan seorang esper,” kata gadis itu dengan nada tidak yakin. “memang kelihatannya perban itu akan menyembuhkan lukanya...tapi sains kalian benar-benar merepotkan. Sihir kami akan lebih cepat.”

“Mungkin begitu, tapi aku akan baik-baik saja tanpa menggunakan sesuatu yang seperti sihir.”

“...Apa maksudmu ‘sesuatu yang seperti’?” Index mencibir menggerutu pada komentar Kamijou. “Touma, apa kau masih tidak percaya sihir? Kau sama keras kepalanya dengan seseorang yang cintanya tak berbalas.”

“Maksudku bukan seperti itu.” Kamijou menggelengkan kepalanya yang masih menempel di atas bantal. “Kalau bisa, aku tidak ingin melihat wajahmu yang itu ketika kaubicara tentang sihir.”

Kamijou mengingat kembali ekspresi di wajahnya ketika dia memberikan penjelasan tentang sihir rune di lorong asramanya.

Matanya sedingin bulan purnama pucat dan setepat gerigi jam.

Kata-katanya lebih sopan dari pemandu tur bus dan meski begitu lebih tidak punya kemanusiaan dari ATM bank.

Itulah keberadaan yang dikenal sebagai Index Librorum Prohibitorum, perpustakaan grimoir.

Dia masih tidak bisa percaya kalau itu adalah orang yang sama dengan gadis yang duduk di depannya.

Atau lebih tepatnya, dia tidak mau memercayainya.

“? Toumai kau tidak suka penjelasan?”

“Hah...? Tunggu, kau tidak ingat? Kau berbicara tentang rune di depan Stiyl seperti semacam boneka. Sejujurnya, aku tidak suka itu.”

“...Um...Oh, aku mengerti. Aku...terbangun lagi.”

“Terbangun?”

Caranya mengatakan itu membuatnya kedengaran seperti wujud seperti-boneka itu adalah dirinya yang sebenarnya.

Seperti gadis baik hati yang ada di depannya adalah wujudnya yang salah.

“Iya, tapi tolong jangan katakan terlalu banyak tentang seperti apa aku ketika aku terbangun.”

Kamijou tidak bisa menanyakan kenapa.

Sebelum dia bisa mengatakan apa pun, Index berkata, “Berbicara ketika kau tidak sadar itu sesuatu seperti berbicara dalam tidur. Memalukan. Dan juga,” dia berkata. “Sepertinya aku menjadi lebih dan lebih mirip seperti mesin yang dingin dan itu membuatku takut.”

Index tersenyum.

Dia tersenyum seakan dia sebenarnya akan pingsan segera tapi tidak ingin membuat siapa pun khawatir.

Itu adalah ekspresi yang mesin mana pun tidak bisa buat.

Itu adalah senyuman yang hanya bisa dibuat manusia.

“...Maaf.”

Kamijou hanya meminta maaf. Dia merasa tidak enak karena berpikir barang sedetik kalau dia adalah sesuatu selain manusia.

“Tidak apa-apa, dasar bodoh.” Komentar Index yang membuat tidak jelas apakah benar-benar tidak apa-apa atau tidak itu diiringi senyuman kecil. “Kau lapar? Kita punya bubur, buah, dan kudapan. Hidangan penuh dengan pokok-pokok untuk orang sakit.”

“Bagaimana aku bisa makan dengan tanganku ya-...”

Suaranya mengambang ketika dia menyadari kalau Index sedang memegang sumpit di dalam kepalan tangan kanannya.

“...Um, Index-san?”

“Hm? Sudah terlambat untuk mulai mengkhawatirkan ini sekarang. Kalau aku tidak menyuapimu seperti ini, kau pasti sudah kelaparan sampai mati selama tiga hari ini.”

“...Oke, baiklah. Beri aku waktu untuk berpikir, tuhan.”

“Kenapa? Kau tidak lapar?” Index meletakkan sumpitnya. “Apa kau ingin aku membasuh tubuhmu?”

“..............................................Um?”

Sebuah perasaan yang tidak dapat dijelaskan merayapi tubuh Kamijou.

(Huh? Apa perasaan buruk yang tidak bisa dibandingkan ini? Apakah ketidaknyamanan yang membuatku berpikir kalau melihat video tiga hari ini akan membuatku mati karena malu?)

“...Okay, aku ragu kalau kau bermaksud buruk, tapi duduk saja di sana, Index.”

“?” Index terdiam sebelum bertanya, “Tapi aku memang sedang duduk.”

Index pasti mempunyai niat baik sembari duduk di sana dengan memegang sebuah handuk, tapi Kamijou tidak bisa menempelkan kata “inosen” padanya.

“Ada apa?”

“Oh...” Kamijou tadi terdiam dan sekarang berusaha mengubah subyek pembicaraan. “Aku tadi berpikir tentang bagaimana kau terlihat dari sini di futon.”

“Apa aku kelihatan aneh? Aku seorang biarawati, jadi aku bisa merawat orang.”

Dia tidak berpikir kalau dia kelihatan aneh. Pakaian biarawati putih bersihnya dan sikap keibuannya membuatnya terlihat seperti seorang biarawati yang sebenarnya. (Walaupun ini sangat menghinanya, dia terkejut ketika melihat ini.)

Dan yang lebih penting...

Cara dia melihatnya dengan mata berkaca-kaca dan pipi merah mudanya karena menangis, dia terlihat sedikit...

Tapi entah kenapa, dia tidak bisa tahan kalau mengatakan itu keras-keras, jadi dia berkata, “Oh, bukan apa-apa. Aku sadar kalau bulu hidungmu juga berwarna perak, itu saja.”

“......................................................”

Senyuman Index mengering di tempatnya.

“Touma, Touma. Apa kautahu apa yang ada di tangan kananku?”

“Yah, bubur...Jangan, tunggu! Jangan serahkan itu pada gravitasi!”

Saat berikutnya, Kamijou Touma menemui kemalangan berupa diisinya penglihatannya dengan warna putih dari bubur dan mangkuknya.

Part 3

Kamijou dan Index mempelajari secara langsung kalau bubur itu sulit dibersihkan dari futon atau piyama. Index sedang bertarung melawan bulir-bulir nasi lembek dengan tanda-tanda air mata di matanya, tapi sebuah ketukan di pintu menarik perhatiannya.

“Apa itu Komoe?”

“...Apa kau tidak akan minta maaf?”

Dia tidak terbakar karena buburnya sudah mendingin ketika dilempar padanya, tapi Kamijou tetap pingsan ketika karbohidrat itu mengenainya karena dia mengira kalau panasnya membakar.

“Hah? Apa yang kalian lakukan di depan rumahku?” kata sebuah suara di sisi lain dari pintu itu.

Sepertinya Komoe-sensei telah melihat siapa pun itu yang mengetuk pintu ketika dia kembali entah dari mana dia pergi.

(Jadi siapa?)

Kamijou terlihat kebingungan.

“Kamijou-chan, aku tidak yakin apa yang sedang terjadi, tapi kelihatannya kita punya tamu.”

Pintunya terbuka dengan suara “klek”.

Bahu Kamijou melonjak terkejut.

Di belakang Komoe-sensei berdiri dua penyihir yang familiar.

Keduanya terlihat sedikit kega ketika melihat Index duduk seperti biasa.

Kamijou mengerutkan wajahnya curiga. Kalau dipikirkan biasa, mereka ada di sana untuk mengambil Index. Tapi mereka bisa melakukan itu tiga hari sebelumnya ketika Kamijou pingsan. Tidak ada alasan bagi mereka untuk membiarkannya tetap bebas sampai hari “perawatan”nya. Mereka bisa saja mengurungnya entah di mana sampai waktunya.

(...Jadi kenapa mereka menunggu sampai sekarang untuk datang?)

Otot Kamijou menegang ketika dia mengingat kembali kekuatan dari api dan pedang para penyihir itu.

Tapi Kamijou tidak lagi punya alasan untuk begitu saja melawan Stiyl dan Kanzaki. Mereka bukan “Pasukan A dari Asosiasi Sihir Jahat”; mereka berasal dari gereja Index untuk membawanya ke dalam rawatan mereka. Kamijou khawatir tentang Index. Pada akhirnya, dia tidak punya hal lain yang bisa dilakukannya selain bekerja sama dengan mereka dan memberikannya pada gereja.

Tapi itu hanya dari sudut pandang Kamijou.

Para penyihir itu tidak punya alasan unntuk bekerja sama dengan Kamijou. Sederhananya, tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak memutuskan kepala Kamijou saat itu juga dan membawa Index pergi.

Stiyl kelihatan menikmati fakta bahwa Kamijou menegang ketika melihat mereka, dan berkata, “Heh. Kelihatannya kami tidak perlu khawatir kalau kau akan kabur dengan cedera seperti itu.”

Saat itu, Kamijou akhirnya menyadari apa yang “musuh”nya coba lakukan.

Kalau dia sendiri, Index bisa melarikan diri dari para penyihir. Bagaimanapun juga, dia telah mengelabui gereja selama hampir setahun sendirian. Bahkan kalau mereka menangkapnya dan menguncinya entah di mana, dia mungkin bisa dengan mudah kabur kalau dia sendirian.

Dengan hanya beberapa hari hingga batas waktunya, mereka mungkin tidak bisa menyusulnya lagi kalau dia benar-benar mulai melarikan diri lagi. Kalau mereka memenjarakannya entah di mana, dia mungkin kabur dan mungkin saja dia bisa kabur bahkan di tengah upacaranya.

Tapi, hal yang sama tidak bisa dikatakan kalau dia dibebani dengan seorang yang terluka seperti Kamijou.

Itulah kenapa para penyihir itu tidak membunuh Kamijou. Dan itulah kenapa mereka membiarkannya kembali pada Index. Mereka ingin Index menolak untuk menyerah menyelamatkannya sehingga dia berfungsi sebagai belenggu yang berguna.

Mereka membiarkannya hanya supaya mereka bisa dengan lebih aman dan lebih pasti membawa Index ke rawatan mereka.

“Pergi, penyihir.”

Dan sekarang Index berdiri di antara para penyihir dan Kamijou.

Dia berdiri dan merentangkan tangannya. Dia terlihat seperti sebuah salib penanggung dosa.

Semua berjalan seperti yang telah para penyihir itu rencanakan.

Index menyerah untuk kabur karena belenggu berupa Kamijou.

“...”

Stiyl dan Kanzaki berkenyut sedikit.

Seakan mereka tidak tahan melihatnya walaupun semua berjalan persis seperti yang mereka pikirkan.

Kamijou bertanya-tanya ekspresi seperti apa yang ada di wajah Index. Dia membelakanginya, jadi dia tidak bisa melihatnya.

Tapi para penyihir hebat itu membeku di tempat. Komoe-sensei bukan target langsung dari perasaannya, tapi dia juga mengalihkan pandangannya.

Kamijou bertanya-tanya apa yang sedang mereka rasakan.

Dia bertanya-tanya seperti apa rasanya dilihat seperti itu oleh seseorang yang kau bisa sampai membunuh orang lain demi dirinya.

“...Berhenti, Index. Mereka bukan musuh ki-...”

“Pergi!!”

Index tidak mendengarnya.

“Tolong... Aku akan pergi ke mana pun yang kalian mau dan aku akan lakukan apa pun yang kalian inginkan. Jadi tolong, aku mohon...” Sedikit tangisan perempuan tercampur dalam hati dari nada memusuhi yang dia usahakan. “Tolong jangan lukai Touma lagi.”

Seberapa besar itu memukul para penyihir yang pernah menjadi rekan terhebatnya?

Untuk sesaat – benar-benar sesaat – senyuman sakit seakan mereka telah menyerah melakukan sesuatu muncul di wajah kedua penyihir itu.

Tapi kemudian mata mereka membeku seperti sebuah saklar telah ditekan.

Bukan pandangan orang yang melihat rekannya; pandangan beku milik penyihir.

Pandangan itu memegang keyakinan mereka untuk meringankan kemalangan perpisahan sebanyak mungkin dan bukan memberikannya keberuntungan kejam berupa mengenal mereka.

Pandangan itu memegang perasaan mereka untuknya yang cukup kuat hingga mereka memilih untuk membuang persahabatan mereka dan menjadi musuhnya.

Hal-hal itu tidak akan hancur.

Karena mereka tidak berani untuk memberitahunya yang sebenarnya, mereka hanya bisa memperhatikan skenario terburuk yang terjadi.

Batas waktunya akan tiba dalam 12 jam 38 menit,” Stiyl mengumumkan dalam nada seorang penyihir.

Index pasti tidak tahu apa yang dia maksud dengan “batas waktu”.

“Kami hanya ingin melihat apakah belenggunya berfungsi atau tidak jadi kami tidak perlu khawatir kalau dia kabur ketika waktunya tiba. Lebih efektif dari yang kami kira. Kalaukau tidak ingin mainan itu diambil darimu, buang semua harapan untuk kabur. Mengerti?”

Itu pasti sebuah akting. Mereka ingin merayakan dengan air mata bahagia bahwa Index baik-baik saja. Mereka ingin mengelus kepalanya dan menyentuhkan dahi mereka dengan dahinya untuk memeriksa suhunya. Seperti itulah seberapa pentingnya dia bagi mereka.

Semua hal buruk yang Stiyl katakan tentang Index hanyalah untuk menyempurnakan akting itu. Dia sebenarnya ingin merentangkan tangannya sendiri dan bertindak sebagai tameng untuk Index. Kamijou tidak bisa membayangkan seberapa kuat kekuatan mental yang diperlukan untuk melakukan apa yang dilakukannya.

Index tidak memberi respon apa pun.

Keduanya tidak melakukan dan mengatakan apa pun lagi. Mereka hanya meninggalkan ruangan itu.

(Kenapa jadi begini...?)

Kamijou menggertakkan giginya.

“Kau tidak apa-apa?”

Akhirnya, Index menurunkan tangannya yang terangkat dan perlahan berbalik ke arah Kamijou.

Kamijou secara insting menutup matanya. Dia tidak tahan melihatnya.

Dia tidak tahan melihat wajah Index yang penuh air mata dan kelegaan.

“Kalau aku membuat kesepakatan dengan mereka...” Dia mendengar sebuah suara dalam kegelapan. “Aku bisa menjaga kehidupanmu agar tidak dihancurkan lagi, Touma. Aku tidak akan membiarkan mereka mengganggu hidupmu lagi, jadi jangan khawatir.”

“...”

Kamijou tidak bisa merespon. Dia hanya berpikir dalam kegelapan matanya yang tertutup.

(...Bisakah aku melepaskan kenangan ketika kami bersama?)

Part 4

Catatan

  1. Seperti dalam prolog, ini permainan kata: “jenius” dan “bencana” adalah homofon dalam bahasa Jepang
  2. Di Jepang, kitsune/rubah biasanya digambarkan sebagai mahluk yang punya kekuatan sihir. http://id.wikipedia.org/wiki/Kitsune


Previous Chapter 2 Return to Main Page Forward to Chapter 4