Tsukumodo Bahasa Indonesia:Jilid 1 Patung
Sesuatu memungkiri harapanmu.
Sesuatu yang tidak mau berjalan sesuai rencana.
Sesuatu yang membuat kau bingung.
Kejadian seperti ini tidakklah jarang.
Sebagai contoh, mari kita pertimbangkan pembelian umum: beberapa membeli merek barang ternama baru menyadari bahwa mereka ditipu, yang lain membeli sesuatu di Internet dan mendapatkan sesuatu yang sama sekali berbeda dari apa yang mereka harapkan. Cerita seperti ini banyak dan mudah didapat.
Setiap orang telah memiliki pengalaman seperti itu lebih dari sekali atau dua kali, dan menanganinya baik dengan hanya membiarkannya begitu saja atau segera mengembalikan artikel.
Tapi jika artikel itu kebetulan adalah Relik, kau tidak akan bisa melakukannya.
Jika itu ternyata palsu, itu cuma satu hal.
Tapi kalau itu nyata dan kekuatannya berubah menjadi sangat berbeda dari yang diharapkan, maka itu bukanlah bahan tertawaan.
Sama sekali bukan bahan tertawaan.
Anak kecil baring di tempat tidur, bernafas kesakitan.
Bahkan berumur 10 tahun, dia rupanya menderita demam tinggi selama tiga hari. Panasnya memerahkan wajahnya, dan butiran-butiran keringat di dahinya terus muncul tidak peduli berapa kali ibunya mengusap mereka. Dari waktu ke waktu, dia batuk dengan rasa sakit, hanya mengeluh setelah itu, dengan sakit kepalanya dari gerakan mendadak.
Disana tidak ada dokter di desa. Bidang profesi yang ada adalah hanya pertanian.
Sana tidak ada obat di desa, juga. Meskipun kadang-kadang penjual obat mengembara datang untuk bermalam, para penduduk desa tidak ada uang untuk membeli dari mereka. Dari waktu ke waktu penduduk desa bisa mendapatkan beberapa obat-obatan dengan menukar sebuah tempat tidur dan sarapan, tapi cukup tak sebanding dengan semua orang.
Jadi, sisanya hanya obat yang tersedia.
Dengan demikian, siapa pun yang diperparah oleh penyakitnya akan mati.
Kami menjadi sadar akan kondisi buruk kami pada hari yang akan tiba.
“Aku mohon, tolong selamatkan anakku!”
Tidak heran kalau orang tua anak bergantung pada kami, mengingat bagaimana keadaan di desa. Karena kami pernah bermain dokter di masa lalu.
Ya, kau bisa katakan kalau kami pernah bermain dokter.
Tapi itu tidak cukup akurat.
Kenyataannya, kami tidak menggunakan obat-obatan atau melakukan beberapa operasi.
Sentuhannya semua ada untuk itu.
Tuanku hanya menyentuh si penderita.
“Kau tidak perlu khawatir lagi,” dia berbisik dengan lembut dan menyentuh jidat anak kecil itu dengan tangan kanannya.
Sesaat kemudian—
Pernapasan gilanya mulai tenang sedikit demi sedikit. Demam tinggi yang membuat pipinya merah dan yang membawa keringat ke alisnya hilang terlupakan. Siklus batak yang tak kunjung berhenti telah patah dan anak kecil itu membuka matanya seperti tidak ada yang terjadi.
“Mm? Apa yang terjadi?”
Itulah kata pertamanya setelah demam tinggi sepanjang tiga hari.
Ibunya menangis ketika mereka melihat bahwa dia telah bertahan hidup, dan peluk anak kecil mereka yang sedang merasa ragu.
Para penduduk yang melihat itu dengan kagum pada awalnya, tapi kemudian mulai meliputi kami dengan kata-kata penghargaan dan kekaguman.
Sentuhannya akan menyembuhkan penyakit apa pun dengan segera.
Sentuhannya akan menyembuhkan penyakit apa pun dengan segera.
Itulah sebuah keajaiban yang susah datang dari sebuah tangan manusia.
Tuhan berdiam di tangan kanannya—
“Sup semuanya!”
Dengan sambutan sederhana aku, Tokiya Kurusu, memasuki toko.
Di bagian dalam diisi dengan barang-barang lain seperti aksesoris, guci, potret dan yang lainnya. “Barang-barang”—bukan “simpanan”—lebih tepatnya seperti gudang dari pada toko. Meskipun mungkin banyak gudang, kenyataannya, lebih rapi.
Dan toko sepi di tepi jalan ini, Tsukumodo Antique Shop (FAKE), dimana aku kerja sampingan.
“Tiada orang disini?”
Biasanya, gadis yang serba hitam agak ketus seharusnya berdiri disana dibelakang konter, tapi dia, rupanya, di gedung bagian lain.
Aku membuka pintu belakang dan pergi lebih jauh ke dalam. Toko itu langsung bersambung ke kedua tempat tinggal penduduk.
Aku memasuki ruang tamu dan, dari pada orang yang sedang aku cari, menemukan sesuatu yang aneh di atas meja.
“Apa ini?”
Itu adalah tanaman pot dan boneka anjing. Beberapa rumput liar tertanam di pot dan diikat ke boneka dangan beberapa kabel. Selain itu, ada tampilan jam dalam pot dengan tangan yang menunjukkan waktu.
Setelah diamati lebih dekat, itu tampaknya sebuah jam alarm dan diatur kearah 5pm.
Kenyataannya, kebetulan hanya 1 menit sebelum jam 5 tepat. Anjing itu membuka matanya dan mulai berjalan-jalan sekitar meja, mencabut rumput liar dari potnya perlahan-lahan.
Dari semua penampilan itu semacam jam robot, walaupun aku tidak tahu apa tujuannya?
Saat rumput liar itu ditarik keluar, akar coklatnya dengan perlahan menjadi terlihat. Melihat akar itu lebih dekat, bagian itu mulai melihat aku seperti sebuah kepala manusia dan membuatku menggigil.
Aku, bagaimanapun, tidak terkejut. Bagaimanapun juga, pemilik took ini adalah seorang pengisap untuk gimmicks tersebut.
(Tapi wow, itu salah satu jam alarm yang aneh. Aku tidak akan bangun untuk benda itu setiap pagi.) Pemikiran ini terlintasi dipikiranku, ketika anjing itu terus berjalan menjauh dari pot selangkah demi selangkah, yang menampakkan akar seperti kepala itu.
Jam Alarm itu sepertinya mengingatkanku sesuatu.
(Coba kupikir…
Bukankah ada beberapa dongeng legenda dimana anjing-anjing digunakan untuk menarik beberapa tanaman seperti itu?)
Apa itu disebut lagi…? Mm…)
“Ah, Mandrake.”
(Ketika sebuah akar mandrake dicabut, tanaman itu berteriak dan membunuh semua yang mendengarkannya, yang mengapa anjing-anjing digunakan untuk melakukan pemetikan…)
“…Oh tidak, tidak.”
Itu hanya firasat buruk menurutku bahwa tangan jam itu menunjuk pada angka lima dan boneka anjing itu membuat langkah terakhir.
Kepala seperti akar itu menyelinap keluar pot dan meninggikan sebuah jeritan sambil membuat wajahnya seperti The Scream oleh Edvard Munch.
"KRYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!"
"UWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA! HEI!"
Aku menjatuhkan jam mandrake itu.
Jam itu jatuh ke atas lantai dan trus mengerang disana.
‘Tch, masih palsu,” jentikan seorang wanita saat dia muncul seolah-olah dia telah menonton sepanjang waktu.
Itu adalah pemilik toko ini serta majikanku, Towako Setsutsu.
Dia mungkin paling baik digambarkan sebagai si cantik keren. Alisnya berbentuk bagus menghiasi wajahnya, keinginan yang kuat bersinar dari matanya, dan rambut hitam halus kilau cemerlangnya menjulur sampai ke pinggangnya. Dia bertubuh ramping dan sedikit lebih tinggi dari aku, yang ukuran tubuhnya setara dengan anak SMA, membuat penampilannya cukup provokatif. Hal yang sama dapat dikatakan untuk pakaian: dia mengenakan kemeja ketat dengan jaket dan celana kulit tipis yang menonjolkan kakinya yang panjang.
Tetapi, kepribadiannya jauh terhilang dari penampilannya.
Tidak hanya dia mengoleksi yang aneh-aneh, tapi dia juga merasa lucu untuk mencoba mereka ke aku seperti anak kecil.
Dia bilang, dia bukan mengumpulkan yang aneh-aneh itu hanya untuk sebuah hobi.
Kenyataannya, apa yang dia kumpulkan dikenal sebagai Relik.
Bukan antik atau benda seni, tapi alat dengan kemampuan special dibuat oleh perkasa kuno atau para penyihir, atau benda yang menyerap dandam tuannya atau kekuatan alam roh.
Dalam dongeng dan legenda, ada beberapa alat sering mengandung kekuatan.
Sebagai contoh, sebuah batu yang membawa keberuntungan, sebuah boneka yang rambutnya tumbuh sewaktu malam, sebuah cermin yang menunjukkan penampilan masa depan, sebuah pedang yang membawa kehancuran bagi yang mencabutnya.
Setiap orang kemungkinan besar mendengar keberadaan mereka.
Tetapi, orang mempertimbangkan mereka hanya fantasi belaka karena mereka tidak pernah melihat itu, mereka tidak melihat mereka meskipun mereka tepat didepan mata mereka, dan mereka percaya dalam hal-hal kebetulan jika sesuatu misteri terjadi.
Beberapa merasa tidak pesuli, ketika yang lain yakin hal seperti itu tidak ada.
Sayangnya meskipun, Relik lebih dekat kepada kita daripada apa yang kita pikirkan.
Hobinya mengoleksi Relik seperti itu.
Nah, sebagian besar, seperti waktu ini, dia ditipu untuk membeli barang palsu.
“Banyak uang keluar dari jendela untuk jam mandrake ini…” gerutu Towako setelah mematikan jam yang masih menangis.
“Hanya untuk catatan: apa yang terjadi jika itu nyata?”
“Kau pasti akan mati.”
“Heck, tidak ada jam alarm lagi, kan!?”
“Oh ayolah, ini bukanlah akhir dari dunia.”
(Tapi ini! Paling tidak untuk pendengar. Aku yakin hilang beberapa tahun masa hidupku dari hal itu…)
“Omong-omong, kapan kau kembali?”
Dia sudah absen selama seminggu untuk pembelian peninggalannya.
“Mm, barusan. Tokiya? Letakkan ini di atas rak.”
Towako menyuruh aku untuk menambah jam mandrake (FAKE) ke toko. Dan sampai masuk persediaan barang yang tidak ada apa pun hubungannya dengan zaman dahulu.
“Dimana kau ingin itu?”
“Aku tak peduli.”
“Kenapa kau tidak mencoba bekerja di luar sistem untuk sebuah perubahan?”
Aku kembali ke toko dan menempatkan jam di beberapa ruang kosong berikutnya kamera tua. Sambil lalu, itu adalah sebuah (palsu) kamera yang akan menangkap sebuah gambar orang dari masa lalu yang mengambil potret.
Towako memasuki toko juga, dan mendorong pendaftaran secepat kilat.
Setelah melihat penjualan cetakkan mingguan, dia menarik wajah masam. Rupanya, dia peduli sedikit tantang bagaimana kami berjualan.
Aku sangat merekomendasikan bahwa dia tidak, sungguh.
“Apa lagi yang kau beli?”
“Ah, sejujurnya, aku berhasil mendapat yang bagus kali ini.”
Dia dengan cepat menghapus asal-usul penjualan dari pikirannya dan beritahu apa yang dia temukan.
“Ini sebuah patung yang diambil dari sebuah desa yang ditinggalkan sekitar seratus tahun yang lalu, kau tahu? Tapi tidakkah ini kelihatan aneh. Namun patung itu dikatakan untuk menyembuhkan banyak penyakit dengan menyentuhnya.”
“Apakah itu benar?”
“Tampaknya, tiada seorang pun yang pernah mencoba.”
“Itu kedengaran sangat mencurigakan jika kau tanya aku.”
“Aku tidak akan membelinya jika seperti itu, tapi kenyataannya ada mitos lain yang mana kau akan mati karena penyakit yang tidak bisa disembuhkan jika kau memegang patung itu.”
“Bukannya itu sangat berlawanan?”
“Benar. Mitos yang satu mengatakan itu dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Yang lain katakan membunuhmu melalui penyakit. Bagaimana denganmu? Tidakkah kau sangat tertarik mencari tahu kenapa ada dua mitos yang berlawanan untuk satu dan satu patung?”
“Ya, tidak bisa menyangkal.”
“Jadi aku menguasai beberapa dokumen dan materi penelitian, yang aku akan baca dengan teliti mulai hari ini. Toko di tanganmu,” dia keceplos dan berbalik. “Ah, jangan lupa!” dia tiba-tiba menambahkan, “Benar-benar jangan menyentuh patung itu langsung sampau kita tahu apa efeknya! Ketika kau menyentuh itu, gunakan sarung tangan. Kalau aku tidak bertanggung jawab jika kau mati.”
“Mengerti.”
Aku mengangguk… dan membeku.
Di depan mataku berdirilah teman sekerjaku, Saki Maino, memengang patung aneh itu dengan tangan telanjang.
“Bunuh dia!”
“Pelacur itu seorang penyihir yang menyamar menjadi manusia!”
“Dia telah membawa malapetaka di desa kita!”
Kemarahan tiada henti teriakan sekeliling luar candi. Kemungkinan sebagian besar para penduduk telah mengelilingi candi saat itu.
(Kenapa ini harus terjadi?
Aku hanya ingin menyelamatkan mereka.)
Aku mengangkat patung itu di tanganku di depan wajahku.
Itulah patung yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Itulah sebuah patung yang diwariskan dari tuanku ke aku. Itulah sebuah patung yang penuh dengan kelembutannya… dan namun…
—Dia harus meninggalkan sebuah kutuk.
Aku ingat kata-kata itu yang aku sudah dapatkan dari para penduduk desa. Apakah itu benar? Apakah kutuknya yang ditinggalkan?
Aku ingin mempercayai ini salah, bahwa bukan itu masalahnya.
Aku ingin mempercayai bahwa dia tidak melakukan hal seperti itu.
Dengan tiba-tiba, aku merasa candi itu menjadi lebih hangat. Musim dingin saat itu, dan tidak mungkin musim semi datang tiba-tiba. Di kebingunganku, suhu berlanjut naik.
Saat suhu melonjak, aku mendengar suara kayu dentur.
Aku dengan tiba-tiba sadar bahwa gedung yang baru dibangun terbakar.
Itu tidak memakan waktu lama kehangatan berubah menjadi panas.
(Aku harus melarikan diri.)
Di dalam percobaan untuk berdiri, aku terjadi di tanah dan melempar semua yang datang mengalir. Itu jelas pada ku bahwa aku telah muntah darah.
Akhir-akhir ini, aku telah muntah darah begitu sering aku sudah terbiasa akan itu. Aku, juga, telah menderita dengan wabah.
Lebih pentingnya, Aku prihatin tentang patung yang di tanganku.
(Tolong jangan ternoda dengan darahku.)
Dengan lenganku, aku menghapus darah itu yang bisa atau tidak bisa menempel di patung, dan setelah menyelesaikannya, aku sungguh memegangnya sekali lagi.
Penyakitku, namun, tetap tidak sembuh.
Patung yang sekali menyembuhkan berbagai penyakit tidak dapat lagi menyembuhkan berbagai penyakit.
(Apakah kematian akan detang lebih cepat? Mati penyakitan atau mati terbakar?)
Kesadaranku tumpul dan menjadi keruh disebabkan oleh sumber panas dari dalam dan luar.
Hari lalu melewati pikiranku saat aku perlahan kehilangan kesadaran.
Namanya Juan.
Sementara dia hanya sedikit lebih tiga puluh, rambutnya putih bersih. Namun, itu tidak membuat dia tampak berumur dan lemah, tapi dalam hubungan dengan kulitnya, putih meskipun tidak disinari matahari, itulah gambaran kemurniannya.
Pada waktu yang sama, Juan-sama tinggal di candi yang dibuang di relung gunug. Tanpa mengikat dirinya ke satuan apa pun, dia dengan sederhana dan dengan ikhlas memuja Budha.
Pada waktu dia berdoa, pada waktu dia mengukir patung—patung Budha, dan pada waktu menyembuhkan orang dengan tangan kanannya.
Penduduk desa sering menjenguk candinya yang membutuhkan tangan kanannya. Orang itu miskin dan tanahnya tandus di desa ini. Mereka hidup dengan rendah hari dari beberapa tanaman yang tanah enggan menghasilkan. Karena para penduduk tidak mampu membeli obat-obatan dank arena disana tidak ada dokter, siapa pun yang sakit pergi ke dia untuk menerima berkat dari tangan kanannya.
Wabah ynag melanda desa bermula dengan batuk-batuk dan berlanjut dengan panas tinggi, setelah dimana korban muntah darah. Selanjutnya, korban menjadi tidak bisa bergerak, metabolismenya melambat, dan dengan tiba-tiba dia mati.
Tapi sejak itu tuanku—dan tangan kanannya dimana tinggal Tuhan—pernah datang ke desa ini, wabah telah mengklaim ada korban lagi.
Aku, juga, telah menerima berkat dari tangan kanannya.
Orang tuaku telah membuangku di gunung dan aku dalam ambang kematian salah satunya kelaparan karena aku tidak ada apapun untuk dimakan atau hipotemia karena aku tertimbun di salju, ketika aku diselamatkan oleh Juan-sama, yang sedang mengembara.
Sementara aku tidak dapat ingat benar apa yang terjadi ketika kau diselamatkan, aku tau sebuah kehangatan yang lembut meliputi tubuh ku yang dingin dan kekuatan hidupku direvitalisasi. Sejak itu, aku tinggal dengan dia dan menjaga pekerjaan rumah sehari-hari.
Aku bukan satu-satunya yang ingin hidup dengan Juan-sama, tapi dia selalu ditolak yang lain. Ynag menyatakan, tiada alasan special seperti untuk mengapa aku satu-satunya yang tinggal dengan dia. Kemungkinan besar, dia hanya mengasihani aku—seorang gadis bahkan setengah umurnya dengan tiada orang lain untuk bergantung.
Untuk membalas budi, aku membersihkan candi dan menyediakan makanan dan menyuci pakaian kami tiap dan setiap hari tanpa terkecuali.
Barang yang dipuja di candi adalah sebuah patung emas Budha yang dimiliki oleh Juan-sama. Dia sendiri telah mengukirnya dari kayu Cypress dan disepu. Itu hanya sebesar kucing jalanan, meskipun… perbandingan itu bisa sedikit kasar. Tapi karena aku tidak berpendidikan, aku tidak dapat berpikir yang lebih baik.
Pokoknya, Juan-sama menghargai patung itu, dan karena itu aku melakukannya juga.
Dia dihargai patung itu dan menyembuhkan orang tanpa gagal. Ketika penyembuhan, ia selalu menyimpannya di sisinya untuk meminjam kekuatannya.
Tugas pertama ku di pagi hari adalah membersihkan patung.
Setiap pagi aku memolesnya dengan handuk yang dibasahi air musim dingin.
"Maafkan aku karena membuat kau melakukan kerja keras seperti itu."
Juan-sama sering mengucapkan terima kasih ketika melihat aku membersihkan atau mencuci dengan air es dingin.
Tapi tugas-tugas seperti itu jauh dari rasa sakit. Bagi ku, tidak masalah apakah aku menggunakan air dingin atau hangat.
Salah satu alasan, tentu saja, sikap ku, tapi itu sebagian besar karena tangan ku sudah mati rasa dan kulit mereka sekeras batu.
Aku mungkin telah terkubur terlalu lama di salju sebelum diselamatkan. Tanganku setengah mati.
Bahkan tangan kanan Juan-sama itu tidak dapat menyembuhkan bagian-bagian yang mati.
Sementara tangan kanannya bisa menyembuhkan segala penyakit dan cedera, tidak bisa menghidupkan kembali orang mati. Demikian juga, tidak bisa menyembuhkan bagian tubuh yang mati.
Meskipun demikian, berkat tangannya, aku bisa menghindari kehilangan milikku.
Aku tidak bisa menggerakkan jari ku dengan bebas, tapi aku bisa memindahkan mereka sedikit. Memegang sesuatu dengan tangan ku juga bisa, jadi tidak banyak kesepakatan setelah membiasakan.
Aku merasa nyaman dengan cara itu.
Namun—
"Maafkan aku. Jika saja aku telah menemukan kau lebih cepat..."
Dari waktu ke waktu, ia secara spontan akan melipat tangannya di sekitar milliku dan gosok dengan lembut.
Hanya pada saat-saat ini, aku berharap aku masih rasakan di dalamnya.
Sebelumnya aku berkata keTuhanan yang berdiam di tangan kanannya, tapi aku percaya tidak ada Allah.
Jika Tuhan tidak bisa menyelamatkan sebuah desa dari wabah atau seorang anak dari kelaparan di padang gurun, maka tidak masalah jika ia ada atau tidak. Dan jika tidak masalah, maka ia mungkin juga tidak ada.
Maka, dia Tuhan bagi ku.
Jika ia, yang telah menyelamatkan sebuah desa dari wabah dan seorang anak dari kelaparan di padang gurun, bukan Allah, apa dia?
Tapi ketika aku mengatakan ini kepadanya, dia mengingatkan aku bahwa tidak boleh mengatakan hal-hal memalukan seperti itu.
Dan jadi aku berhenti mengatakannya, bahkan saat berpikir begitu dalam hati. Pernah, aku bertanya kepadanya tentang tangan kanannya.
Ternyata, semuanya dimulai dengan mimpi.
Dia telah memotong tangannya menemukan sesuatu seperti sebuah paku berkarat dan menerima demam tinggi, yang kemudian mendorongnya ke jurang kematian selama beberapa hari. Tapi suatu hari, seorang Budha muncul di mimpinya dan menyentuh pipi Juan-sama dengan tangan kanannya.
Meskipun dalam mimpi, ia merasa jauh lebih tenang.
Akhirnya, sebelum pergi, Buddha menyentuh tangan kanannya dan mengatakan kepadanya untuk menyelamatkan rakyat.
Ketika ia terbangun pada hari berikutnya, demam sudah hilang.
Hal pertama yang dilakukannya ketika bangun tidur adalah menyentuh burung gereja dengan sayap patahnya.
Semua orang yakin burung gereja tidak akan pernah terbang lagi, tapi begitu ia menyentuhnya, burung gereja melambung ke udara.
Saat itulah ia menyadari bahwa Budha telah memberikan kekuatan untuk tangan kanannya.
Pada saat yang sama, ia memutuskan bahwa menyelamatkan orang merupakan panggilannya.
Dia kemudian melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat, melakukan mukjizat dan menyelamatkan orang.
Tapi hidup itu tidak berjalan seperti yang kita inginkan.
Kekuatan misterius-Nya tidak hanya membawa berkah, tetapi juga keraguan dan ketakutan.
Semakin banyak orang yang diselamatkan, semakin kekuasaannya diragukan menjadi semacam kutukan, dan itu tidak biasa bagi dia untuk mengusir jauh ketakutan itu yang mana ia adalah setan berupa manusia.
Jika dia mau pergi dari tempat ini juga, aku akan mengikutinya seperti yang telah aku lakukan sejauh ini.
Aku hanya senang bersama-sama dengan dia.
Pikiran untuk meninggalkan dia bahkan tak pernah terpikir olehku.
Meskipun demikian, kami masih mencari perdamaian.
Orang-orang di sini menerima kami.
Aku berharap kami bisa tetap di tempat ini dalam waktu yang lama.
Aku suka kahidupan kami disini dan ingin terus berlanjut.
—Tapi ada satu kekhawatiran yang aku punya.
Akhir-akhir ini, tunaku mulai sering batuk-batuk.
Seperti batuk para penduduk desa yang mengunjungi dia untuk disembuhkan.
Ketika aku beritahu dia untuk menyembuhkan dirinya sendiri dengan tangan kanannya, dia hanya tertawa dan berkata bahwa aku benar.
Patung ini—dalam kata—menakutkan.
Itu cukup sulit untuk menentukan itu terbuat dari apa. Sementara itu tampak seperti besi berkarat, itu juga tampak seperti tembaga teroksidasi, dan bahkan bisa lulus sebagai kayu busuk. Warnanya adalah merah kering yang tampak gelap, dan tinggi sekitar 50 cm, sedangkan itu begitu tebal bahkan aku nyaris tidak dapat menyentuh jari ku ketika aku menutup tanganku sekitarnya.
Bentuknya, bagaimanapun, teka-teki terbesar bagiku. Ini tampak seperti tidak angka dari Buddha, maupun sosok setan. Mencari abstrak seperti itu, itu memberi kesan menakutkan, seperti melihat wajah di pohon atau dinding.