Sayonara Piano Sonata (Indonesia):Jilid 1 Bab 9

From Baka-Tsuki
Revision as of 09:43, 30 June 2014 by Cievielsan (talk | contribs) (Created page with "== '''Ikan paus, Paganini, Petarung''' == "Kalau Ebisawa tidak suka main gitar, kenapa ia masih memainkannya?” Chiaki menyambungkan pemutar musik miliknya dengan speaker ke...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Ikan paus, Paganini, Petarung

"Kalau Ebisawa tidak suka main gitar, kenapa ia masih memainkannya?”

Chiaki menyambungkan pemutar musik miliknya dengan speaker kecil, terdengar alunan musik sarabande <English Suites>. Dia bertanya padaku sambil mengetuk lututnya dengan jari mengikuti alunan irama musik.

"Dia mahir sekali bermain piano. Meskipun sekarang ia bermain gitar, tapi semua bagian yang ia mainkan itu bagian piano kan?

"Mungkin dia belum tau tentang permainan gitar."

Kagurazaka-senpai menyebar semua partiturnya ke lantai, dengan serius senpai menelitinya sambil menjawab pertanyaan Chiaki.

Sejak klub peneliti musik rakyat masih belum diakui, aktivitas klub ini seringkali dilakukan di atas atap. Meskipun aku bukan salah satu anggotanya, Senpai selalu saja mengajakku ke atas atap sehabis sekolah—aku curiga apa lama-lama nanti ia akan memaksaku masuk klub. Dan sekarang kami berkumpul di atas, termasuk Chiaki.

"Jadi, apa pendapatmu setelah mendengar CD mafuyu ini?"

Kemarin, mungkin sekitar 5 hari yang lalu sejak aku berlatih menurut intruksi senpai, Senpai pernah bilang padaku,

“Besok kau bawa semua CD dan partitur Mafuyu, karena kau hidup dengan seorang kritikus musik, pasti kau mempunyai koleksi tentang Mafuyu, kan?

Dirumahku pasti ada partitur dan CD-nya, yang jadi masalahnya itu untuk menemukan semuanya. Semalaman aku mencari partitur di perpustakaan Tetsurou yang berantakan itu, dan hasilnya aku hampir telat datang ke sekolah. Kelihatannya Senpai senang dengan partitur-partitur yang kubawa. Senpai juga membaca partitur sambil mendengarkan lantunan piano Mafuyu.

“Jadi permainan Ebisawa Mafuyu kebanyakan mengikuti permainan Bach; tapi tidak mungkin ia memainkan fugue di gitar—secara logika itu mustahil, kan?

"Mungkin saja?" Aku mengangkat bahu.

Fugue berasal dari istilah Itali, yaitu ‘flee’. Gaya komposisi ini berawal di hari musik modern saat era Baroque, lalu gaya permainan ini disempurnakan oleh Bach. Gaya ini memanfaatkan berbagai suara yang masuk di waktu yang berbeda, suara-suara itu mengikuti melodi awal— karena itu, biasanya juga disebut ‘fleeing tune’.

Artinya, karena gitar biasanya hanya memainkan satu melodi saja, jadi terlalu sulit kalau Mafuyu bermain fugue.

"Karena itu, kalau kau ingin menantangnya, kau harus melakukannya di fugue ya......"

"Begitu...... Eh? Apa katamu?"

Seketika tanganku berhenti memetik bass.

"Jadi pertemuan hari ini untuk itu?"

"Menurutmu memangnya untuk apa?" ucap Senpai dengan kaget. "Anak muda, Kupikir sekarang waktunya kau untuk sadar, perbedaan kemampuanmu dengan Ebisawa Mafuyu diibaratkan seperti semut putih dengan paus biru. Mustahil menang bagimu jika tidak memikirkan strategi."

"Aku tau, tapi apa analogi-mu tidak bisa sedikit lembut?"

"Bagaimana kalau apel dengan bumi?" sambung Chiaki.

Itu lebih buruk!

"Bagaimanapun juga, kau tidak mempunyai kesempatan jika melawannya di bach.” Lanjut kata senpai.

"Eh, tunggu, jadi aku harus bermain musik klasik?"

Senpai menaikkan pandangannya dari partitur lalu menatapku dengan syok.

"Tentu saja? Memangnya kau ada rencana yang lebih bagus?"

"...... Urm, ya......" sejujurnya, aku tidak pernah memikirkan hal ini

“Entahlah ideku bagus atau tidak, tapi kenapa aku tidak memainkan musik rock agar dia bisa mendengarnya juga, mungkin saja dia bisa sedikit kagum padaku?

“Memangnya orang yang jago main gitar sepertinya mau lihat permainanmu di keadaan seperti ini? Ingat—Tidak bosan aku mengingatkanmu agar tidak lupa— Aku ingin Ebisawa Mafuyu masuk ke klub peneliti musik rakyat. Yang berarti, aku ingin dia sebagai salah satu anggota band.”

"Eh?"

Lalu?

"Jadi kita harus bisa memainkan yang Mafuyu mainkan?" Dia membalikkan partitur yang di lantai, Lanjut kata Chiaki, "Artinya, semua bagian Mafuyu harus kita ketahui."

Kagurazaka-senpai menepuk kepala Chiaki dengan lembut. Begitu ya, jadi karena itu kita akan memakai fugue. Bagian yang Mafuyu sukai tapi tidak bisa ia mainkan sendiri.

Bassku sudah dimodifikasi agar sesuai dengan nada yang dikeluarkan gitar Mafuyu, yang berarti…… Tunggu? Jangan-jangan.… eh? Jadi aku masuk ke klub termasuk dalam rencana nya juga? Jadi semua itu sudah dipikirkan oleh Senpai? Padahal aku sudah bilang kalau aku hanya menginginkan ruangan itu, dan bukan masuk ke klub ini.

“Bagaimanapun juga, dia tidak akan langsung suka dengan permainan kita, bahkan jika kita secara hati-hati memilih salah satu fugue nya Bach……. Selain itu, jika kita berhasil menghasutnya dalam pertarungan ini, kemampuan anak muda ini di menit terakhir bisa saja tidak sesuai dengan keinginannya, dan mungkin langsung selesai begitu saja.” Senpai mengigit bibir bagian bawahnya sambil melempar partitur yang ia pegang. “Meskipun begitu, kita masih punya kesempatan jika anak muda ini ada di pihak kita dan latihan bertahun-tahun, tapi hal semacam ini butuh banyak waktu.”

Aku tidak ingin latihan tambahan lagi! Rasanya seperti kehidupanku hanya dipenuhi dengan latihan.

"...... Hei, Nao. Katanya Ebisawa akan menghilang lagi ya di bulan Juni?"

Setelah mendengar perkataan Chiaki, aku mengangkat kepalaku dan menatap langit, dan perlahan aku mengulang perkataannya itu. Waktu awal kali Mafuyu datang, ia bilang di depan kelas kalau dia murid pindahan. Setelah itu ia melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan, aku hampir melupakan hal ini.


Kata-katanya itu—apa maksudnya?

Senpai tanya ke Chiaki, "Menghilang di bulan Juni? Apa dia mengatakan sesuatu lagi?" Chiaki menekan bibirnya bagian bawah dengan jari sambil berpikir sebelum ia menggerakkan kepalanya.

"Di bulan Juni aku akan pergi, jadi lupakanlah aku." Hanya itu yang ia katakan. Apa yang dia maksud? Apa dia akan pindah sekolah lagi? Atau dia pergi untuk bergabung ke sekolah musik?"

"Ini buruk." Senpai melipat kedua tangannya lalu berkata, "Kalau kita bisa mengajaknya masuk klub, aku bisa memakai pesonaku untuk mengikatnya dan memaksa masuk klub. Bagaimanapun juga, semuanya akan jadi masalah kalau dia pergi duluan sebelum hal itu terjadi."

“Senpai, itu tindakan asusila, kau tidak bisa melakukan hal gila macam itu, kan?

"Jangan khawatir. Aku bisa membuatnya terpesona padaku tanpa melanggar tindakan asusila."

Lalu apa maksud dari perilakumu yang penuh hasrat itu?

"Jadi...... anak muda, kalau kau tidak bisa menyelesaikannya kau harus mati demi kisah romantis dan revolusiku...... Oh!"

Tiba-tiba Senpai mematikan dicsman-nya.

"...... Ada apa?"

"Ada Ebisawa Mafuyu."

Aku melirik ke bawah melalui pagar, terlihat punggugnya dan rambut panjang berwarna merah marun, seketika ia langsung lenyap ke dalam kelas bangunan musik tua. Aku yakin Senpai tidak melihatnya, tapi darimana dia tau kalau Mafuyu ada? Apa dengan hawa binatang buas nya?

Perlahan bersama-sama kami merebahkan tubuh ke lantai dan dengan sabar menunggu. Beberapa detik kemudian, terdengar suara gitar. Eh? Lagu apa ini? Perasaan aku pernah mendengar lagu ini sebelumnya, tapi aku tidak bisa mengingatnya. Petunjuk yang kudapat adalah kalau dia memainkan gaya Liszt.

"—Ini Paganini."

Kata Senpai yang juga mengatakannya tepat di telingaku, ah itu ya, aku ingat..

Niccolò Paganini, dikenal sebagai setan biola, karena permainan teknik nya yang terlalu hebat. Dia juga cukup berbakat sebagai komposer, tapi karena tidak percaya diri, ia tidak pernah merilis hasil komposisi nya itu. Karena itu, semua hasil karyanya sudah hilang entah kemana.

Permainannya adalah concerto dan capriccio— semua komposisi piano Franz Liszt berdasarkan capriccio nya paganini—mungkin ini adalah karya nya yang terakhir di musik modern.

Yang Mafuyu mainkan sekarang adalah komposisi dari Liszt.

Serasa seperti tulang di dalam tubuhku berderak sangat hebat jika aku mendengarnya lebih lama. Chiaki pun merasa jijik mendengarnya, permainannya penuh dengan amarah.

"...... Begitu..... Paganini ya."

Senpai bergumam lagi. Aku berbalik arah, dan melihat ia sedang mengobrak abrik CD yang tertumpuk dengan tampang serius. Dengan cepat tangan kirinya juga melihat-lihat partitur. Ada apa ini?

Setelah Senpai menemukan CD dan partitur yang ia cari.

“Ketemu.”

"Untuk apa semua itu?"

"Anak muda, apa aku boleh meminjam ini?"

"Ya, boleh sih......"

"Kalau begitu aku pulang terlebih dahulu, aku ingin menyusun sebuah lagu."

"Lagu itu?"

"Yap, anak muda—Paganini. Kalau dengan ini kita bisa menang."

Terlihat sinaran energi timbul di muka Senpai, tapi aku masih saja bingung. Apa yang dia maksud? Semua yang ia bawa itu tidak semuanya paginini—

"Tentu. Orang yang bisa mengajar Beethoven hanya Beethoven seorang, kan?"

Sekejap Senpai mengedipkan matanya dengan manis sebelum turun ke bawah sambil membawa partitur dan CD. Seperti biasanya, ia selalu mengatakan yang orang lain tidak mengerti. Apa hal ini sama dengan paganini?

Aku masih saja tidak mengerti meski berapakalipun aku berusaha, karenanya aku menyandarkan bassku di paha.

"Senpai sepertinya senang sekali ya—"

Chiaki bergumam sendiri sambil menatap Senpai yang meninggalkan kami berdua. Ya, perempuan itu memang selalu terlihat senang kan.

"Aku baru tau kalau dia sangat menyukaimu Nao."

“Yang dia inginkan itu Mafuyu, aku hanyalah jembatan penghubung diantara keduanya.”

Chiaki menyipitkan matanya lalu menatapku, sepertinya ia merasa tidak puas terhadap sesuatu.

"...... Apa?"

"Mmm— tidak."

Tiba-tiba Chiaki berdiri lalu duduk tepat di belakangku, punggungnya bersandar di punggungku. Dengan sedikit terkejut aku memajukan dudukku, tetapi ia mengikutinya. Aku tida bisa bergerak lagi.

"Katanya, kita adalah seorang petarung."

Tiba-tiba terdengar suara Chiaki.

"...... Petarung?"

"Ya. Apa kau tidak pernah mendengarnya? Klub peneliti musik rakyat ini hanya untuk menipu Dunia. Kita adalah pasukan revolusi.”

"Tidak, tidak pernah." Pembela kebenaran untuk menipu dunia? Senpai bilang begitu? Ayolahh!

"...... Apalagi ya? Dia juga pernah bilang, Internasional keenam atau pesta vanguard atau apalah gitu.” Bukannya ini bisa menyesatkan murid ke era yang tidak diketahui? Lagipula apa maksudnya yang keenam? Memangnya yang kelima sudah ada? [TLnote: coba lihat Forth International]

"Aku tidak tau apa perkataannya benar atau hanyalah candaan."

"Mungkin perkataanya memang benar?" Chiaki tertawa, "Tapi kalau semua yang ia katakan hanyalah candaan? Tidak mungkin kan kau memahami kebenaran dari kata-kata candaan yang ia buat?"

"Oh—aku duga kau akan berbicara seperti itu."

“Aku pernah kasih tau tentang cederaku di kompetisi akhir musim panas? Setelah itu, kata dokter aku tidak boleh latihan Judo selamanya lagi.”

"Bukannya hanya tidak boleh selama sebulan?”

"Mmm—Aku bohong padamu. Waktu itu Nao sangat khawatir, karenannya aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya."

Jadi semua perkataan dokter waktu itu juga bohong? Melihatnya baik-baik saja setelah cedera waktu itu membuatku lega, tapi setelah aku mengingatnya lagi, saat itu aku memang bodoh sekali.

"Aku sangat depresi kan? Ekspresimu saat itu dapat kumengerti—kau pikir cederaku itu sangat serius. Aku tidak bisa bilang kalau itu karena kejadian beberapa waktu yang sangat lalu.”

"Aku...... tidak pernah mengira kalau itu sangat serius."

"Perilakumu seakan berkata seperti itu kok."

Chiaki memantulkan punggungnya ke punggungku.

“Seandainya aku tidak pernah bertemu Kagurazaka-senpai, mungkin selamanya aku akan merahasiakan ini darimu.” Dia berhenti dari judo karena sekarang ia bermain drum—apa ini yang ingin dia katakan? Apa sebenarnya Chiaki lemah lembut seperti ini? “Selain itu, aku sering kabur dari rumah saat larut malam, dan berkeliling sendirian di stasiun. Banyak orang menghampiriku mencari masalah. Karena aku sering dikira laki-laki— dan fakta kalau aku tidak bisa memakai kekuatanku karena cedera— aku jadi menemukan banyak masalah didalam diriku. Bagaimanapun juga, aku masih bisa melawannya satu atau tiga.” Tidak harusnya kau melakukan hal semacam itu!

“Aku dikejar mereka, karena itu aku lari ke basement gedung. Setelah itu aku tersadar kalau aku ada di live house dan tiba-tiba senpai menghampiriku. Dia keren sekali—dia membelikanku minuman, dan meminta tiket masuk pada mereka yang mengejarku.

...... Apa itu keren?

"Ah, dia juga meminta tiket masuk padaku."

"Seperti yang kuduga."

"Karena saat itu aku tidak bawa uang, aku hanya bisa bayar dengan tubuhku ini." Aku jadi ingin tsukkomi lalu memukul kepalanya, tapi semua itu berakhir hanya dipikiranku saja. “jadi, maksud kata ‘petarung’ itu apa?” istilahnya itu seolah-olah suara dengkuran di film-film. [TLnote: coba lihat Manzai]

“Senpai juga bilang, untuk melakukan sebuah revolusi setidaknya dia membutuhkan 3 orang lagi. Ketua, bendahara, lalu komandan atau pasukannya. Karena Nao sudah bergabung dengan klub ini, sekarang tinggal Ebisawa.”

"Tunggu, aku belum bergabung dengan klub ini, kan?" Tiba-tiba, sandaran punggung Chiaki tidak kurasakan lagi. Aku jatuh mengenai lantai dan kepalaku membentur lantai cukup keras—rasanya sampai ke dalam mulutku.


"Ugh......" Setelah aku membuka mata, aku melihat Chiaki menatapku dari atas dan mengunci badanku. Karena syok, aku hanya bisa menelan ludah.

"Tidak ada alasan lagi untukmu jika kau tidak bergabung klub, Lagipula kau sudah membeli bass, kan."

"Itu kan karena—"

Chiaki mengangkat kepalaku dengan kedua tangan kecilnya. Pergerakanku semakin tidak leluasa.

"...... Untuk Ebisawa?" Untuk Ebisawa—itu sedikit berbeda dari kata yang ingin kukatakan, tapi aku mengangguk kepalaku tanpa sadar.

“Kenapa? Kenapa kau melakukan semua ini untuknya? Kau tidak harus memaksa dirimu seperti ini,kan? Dan lagi, teknik permainanmu semakin baik karena latihan tanpa henti. Aku bahkan sampai terkejut, kau tau? Aku tidak tau bagaimana jawabnya jika ia Tanya pertanyaan seperti itu lagi. “Ini semua demi ruanganku itu.”— jawaban seperti ini mungkin baik-baik saja. Maksudku, semua yang kuinginkan adalah agar aku bisa mendengarkan CD di dalam ruangan itu, hanya itu. Dan mungkin ini cara yang paling simpel untuk mendapatkannya. Jadi, apa ini demi reputasi music rock? Atau demi harga diriku sendiri? Entahlah yang mana, yang pasti sekarang aku harus menantang Ebisawa Mafuyu.

Aku berpikir sejenak. Dan Chiaki berdiri melepaskanku.


"Bagaimana caranya kau dan Ebisawa bisa saling bertemu?"

Chiaki kembali duduk dan bersandar di punggungku dan bertanya.

"Kenapa kita membicarakan ini?" Susah untuk menjelaskannya, karena itu aku juga tidak punya keinginan untuk membicarakan hal ini.

"Tadi aku sudah menceritakan pertemuanku dengan Senpai. Sekarang giliranmu dengan Ebisawa." Sepertinya aku tidak bisa mengabaikan pertanyaannya Chiaki—Chiaki kembali membenturkan kepalanya ke kepalaku—Aku kembali mengingat kejadian saat itu. Lalu aku bercerita tentang toko yang penuh dengan sampah-sampah seperti akhir dunia, dan cara Mafuyu memainkan piano sonata.

Aku melupakan satu hal: sampah-sampah yang juga mengeluarkan suara seperti orkestra.

Dia mungkin tidak percaya dengan ceritaku ini—dan untuk beberapa alasan, lebih baik hal macam ini dirahasiakan, bahkan ke orang seperti Chiaki. “Sepertinya tempat itu menarik. Kapan-kapan aku ingin ke tempat itu.” “Tidak, tidak semenarik perkiraanmu.”

Tumpukan sampah yang sangat besar seperti bekas perang para tengkorak, dan dibiarkan membusuk dari waktu ke waktu—Diantara tumpukan sampah itu, berdiri tegak sebuah piano. Semua terasa sangat tenang seperti Dunia berhenti berputar hanya demi tempat itu— Mafuyu mungkin adalah satu-satunya orang yang bernafas di tempat itu.

Aku kembali mengingat kejadian saat itu, dan juga alunan melodi piano yang dimainkan Mafuyu saat itu. Melodi yang terbentuk dari rangkaian arpeggio, seperti gelombang ombak yang bergerak secara perlahan. Debussy? Eh tunggu, apa prokofiev ya? Aku tidak bisa mengingat lagu yang dimainkannya saat itu. Dan lagi, semua yang dimainkannya itu seolah tidak bisa disentuh olehku. Waktu itu Mafuyu bilang padaku, untuk menghapus semua ingatan tentang lagu yang dia mainkan.

Kalau begitu, mungkin lagu ini adalah kuncinya. Bagi Mafuyu, mungkin lagu ini adalah sesuatu yang ia rahasiakan.

Tapi semua itu masih saja membuatku tidak mengerti tentang Mafuyu.

"Bagaimanapun......" Terdengar suara Chiaki sesaat aku masih menghayal.

Tanpa kusadari, Chiaki jongkok dan menatapku.

"Kau sangat mengkhawatirkan Ebisawa ya?"

"Hmm...... mmm?" samar-samar kujawab, "Nah..... Apa? Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."

"Tidak usah pura-pura bodoh." Chiaki tersenyum palsu, dan ia memukul dahiku. Setelah itu ia berdiri.

“Baiklah, sepertinya sekarang aku harus pulang. Aku akan membantumu jika kau butuh bantuanku tentang latihan, yah meskipun menurutku kau tidak butuh bantuanku.” Chiaki berjalan ke dalam gedung tanpa menoleh ke arahku. Di atap sekarang hanya ada aku seorang dan ditemani oleh alunan melody yang dimainkan Mafuyu.

Kenapa semua perempuan di sekelilingku seperti orang-orang kebingungan? Aku menggeleng kepalaku sambil tangan mengambil bass.

Aku jadi ingat kejadian saat Mafuyu naik ke atap, kalau tidak salah saat aku selesai menyetem bass dan akan memulai latihan.


Keesokan harinya, setelah dia datang ke kelas, Mafuyu menekanku dengan sebuah benda yang berwarna abu muda yang dikeluarkan dari tasnya. Dibungkus dengan rapih—apa ini?

"Ini......"

"Eh? Apa?"

Dia memaksaku untuk memegang benda itu. Seketika aku langsung melihat segala sisi benda itu.

"Benda itu, Karena......salahku. Aku membelikannya untukmu." Sekarang aku jadi bingung. Mafuyu beli sesuatu untukku? Apakah ini mimpi?

"Tapi kau tidak boleh membukanya disni."

Aku mengangguk meskipun dalam pikiran merasa kebingungan. Bagaimanapun, orang-orang kelas yang tidak mendengar satu patah kata dariku mulai mengerumuniku—heboh seperti biasanya. Dan seorang lelaki mengambil benda itu dari tanganku.

"Apa ini? Hadiah dari tuan putri? Oi oi, ini beneran kan?"

"Sepertinya bukan CD. Nao, apa aku boleh membukanya?"

"Eh, ah, tunggu......"

Bungkusan yang menutupi benda itu akhirnya terbuka sebelum aku dan Mafuyu menghentikannya. Isinya adalah CD. Dan di bagian cover CD itu terlihat zombie membawa kapak yang berlumuran darah di tangannya dengan muka seringai. Ini adalah CD "IRON MAIDEN Killers."

"Kan sudah kubilang jangan dibuka!? Jangan menunjukkan benda itu padaku, menjijikan!"

Mafuyu berbalik dan terdengar seperti hampir suara tangisan darinya.

"Mafuyu mengataiku menjijikan. Rasanya satu-satunya alasanku untuk hidup menghilang."

"Jangan khawatir, dia bukan mengataimu." " Tapi zombie yang mirip denganmu, kau tau?"

Teman kelasku mengatakan hal bodoh lagi. Dengan paksa aku mengambil CD itu dari mereka. “Urm…… kau membelikanku CD ini untukku karena cover-nya?”

Dulu aku pernah liat robekan cover CD di belakang lemari, kalau tidak salah saat aku membantu Mafuyu menyemprotkan kaleng insektisida. Wajah Mafuyu menghadapku lalu ia mengangguk, dan berbicara pelan, “Singkirkan itu dariku.”

Lagipula itu Cuma cover kan, lalu apa masalahnya? Aku tak habis pikir dengan Mafuyu, orang macam apa yang merasa jijik karena gambar zombie di cover. Dan lagi, aku jadi membayangkan Mafuyu yang membalikkan semua CD saat di toko CD bagian heavymetal —semua cover di bagian heavy metal biasanya dipenuhi dengan gambar-gambar ekstrim dan seram— apalagi sambil mencari tempat album Iron Maiden. Aku tidak tau lagi apa yang harus kukatakan padanya.

Selain itu—

"Apa?" Mafuyu melirikku seakan tau aku ingin mengatakan sesuatu.

"Urm, Tidak...... Bukan apa-apa."

"Katakan!"

" Mmmm… Mungkin kau kira aku banyak mau nya, apalagi setelah kau membelikan ini untukku. Tapi yang kau beli ini adalah album kedua. Cover yang hancur di ruangan itu adalah album pertamanya." Aku tidak bisa menyalahkannya, ya karena kedua album itu memiliki cover yang hampir sama. Setelah Mafuyu mendengar perkataanku, wajahnya berubah menjadi merah tomat. Ah sial.


•Bang•—Mafuyu membanting tangannya ke meja lalu berdiri.

"Akan kubeli sekarang."

"Nah, pelajaran akan dimulai."

"Akan kubeli!" “Punyaku yang ini sudah hancur, aku senang kau membelikanku album yang kedua ini.” Sesaat aku menghibur Mafuyu, bell sekolah pun berbunyi. Karena guru sudah datang ke kelas lebih awal dari biasanya, akhirnya Mafuyu tidak melanjutkan ide-nya itu. Aku benar-benar tidak mengerti tentang perempuan!