Sword Art Online Bahasa Indonesia:ME 6

From Baka-Tsuki
Revision as of 15:20, 19 August 2014 by Ryzx (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Pertempuran Algade

(Lantai 22 Aincrad, Oktober 2024)

Di suatu sore, beberapa hari setelah hidup baruku yang

telah menikah dengan Asuna dimulai, di dalam rumah kayu

yang berada jauh di pelosok hutan lantai 22 Aincrad.

Selagi berbincang mengenai tempat yang sudah kita kunjungi

siang tadi atau masakan yang kita makan, di atas sofa yang

bertempat di depan perapian, Asuna tiba-tiba mengungkapkan

pikirannya.

"Hei, Kirito-kun. Menurutku, mungkin orang itu bukan NPC

melainkan pemain......"

".........Haa?"

Tidak mengerti topik yang mendadak, mulutku tetap sedikit

terbuka. Sambil duduk berdampingan di atas sofa, bibirnya

terus mengisap cangkir tehnya.

"Yaaa, pemilik toko itu, aku tadinya percaya dari sana

kalau dia adalah NPC tanpa ragu...... Tapi hari ini, entah

kenapa, waktu aku mengamati wajahnya, aku tiba-tiba merasa

kalau orang itu sebenarnya adalah pemain."

Subyek pembicaraan kita adalah sebuah restoran. Letaknya

jauh di belakang dari belakang dan bahkan lebih jauh lagi

ke belakang dari bagian bawah blok kota utama «Algade» di

lantai 50. Jika kita pergi ke sana tanpa peta, bukan saja

sampai di sana, kembalinya pun akan sulit. Sebenarnya,

«Restoran» bukan kata yang tepat untuk mendeskripsikannya,

«Toko Makanan» akan lebih cocok. Namanya adalah «Rumah

Algade».

Bangunannya terlihat seperti akan runtuh jika diterpa angin

yang kuat. Ada tirai penanda yang tergantung pada pintu

masuknya yang merupakan pintu geser. Bagian dalamnya

berlantai batu—atau lebih tepatnya lantai beton yang polos,

terdapat dua meja dan empat kursi lagi di konternya. Semua

perabotannya memiliki aura murahan yang kuat, dan juga itu

memang bukannya sengaja disusun agar terlihat murah.

Di menunya, hanya ada 3 pilihan. «Algade Soba[1]», «Algade

Panggang» dan «Algade Rebus», tidak satu pun diantara

ketiganya memiliki motivasi dibalik penamaannya. Mereka

adalah, dari urutan menu, ramen yang tidak terlihat seperti

ramen, okonomiyaki[2] yang tidak terlihat

seperti okonomiyaki, dan yang terakhir, aku masih belum

punya ide makanan apa itu seharusnya.

Pesanannya lalu dimasak oleh penjaga toko yang sama.

Sewaktu Asuna bilang «pemilik toko itu», Pikiranku

membayangkan si pemilik yang berpostur pendek memakai baju

kerja putih dan toque[3] putih, yang wajah bulat tak diketahui

umurnya tersembunyi di balik gombak[4] panjangnya, lalu akhirnya aku menjawab.

"......Pe..Pemain? ......tapi orang itu tidak mengatakan

apa-apa......"

"Setidaknya dia bilang ‘Selamat Datang’ dan ‘Terima

Kasih’."

"Tapi itu hal biasa untuk NPC. ......sebenarnya kalau kamu

mengarahkan kursornya ke dia......"

Sampai di sini, aku menyadari sesuatu.

Ada perbedaan jelas antara pemain dengan NPC, memfokuskan

pandangan pada suatu sasaran akan memunculkan «Kursor

Berwarna». Meski keduanya sama-sama berwarna hijau, untuk

seorang NPC, di bawah bar HP nya akan terpampang jelas

"NPC". Tapi metode pembedaan ini tidak bisa bekerja di

dalam toko, karena di dalam toko diklasifikasikan dalam

bangunan, alasannya adalah pertimbangan sistem. Mungkin

mustahil untuk makan dengan tenang jika kursornya terus

muncul kapanpun melihat seseorang, jadi kalau aku

memfokuskan tatapanku ke pemilik toko itu pun, kursornya

tidak akan muncul.

Tapi, biasanya tidak ada orang yang peduli dengan

menentukan seorang NPC, karena mereka sudah sangat jelas

dengan sekali pandang. Berbeda dengan darah dan daging

manusia yang beroperasi melalui NerveGear, NPC yang

dikontrol sistem punya karakteristik unik. Setelah

terpenjara di dalam SAO selama dua tahun, siapapun bisa

tahu apakah orang lain adalah pemain atau NPC tanpa

berpikir sekalipun—selagi aku memikirkannya, otakku

memeriksa lagi pose berdiri yang suram si pemilik Rumah

Algade itu.

Lalu, mataku terbuka lebar keheranan.

"......Ini buruk, entah kenapa aku tidak bisa yakin."

"............Iya kan?"

Asuna tersenyum senang untuk beberapa alasan.

Senyumannya, yang belum berubah sejak pertama kali kita

bertemu, tembus menembak hatiku, kapan pun hal ini terjadi,

aku selalu merentangkan tanganku untuk menggapainya sambil

kepusingan. Tapi kali ini, wajah si pemilik Rumah Algade

yang mengambang-ambang di kepalaku mencegahnya.

Aku menggaruk kepalaku untuk mendorong bayang-bayang tak

menyenangkan itu keluar.

"Tidak, tetapi apa mungkin seseorang bisa tidak dikenali

apakah dia pemain atau NPC? Aku yakin pasti ada cara

sederhana untuk memeriksanya......"

"Bagaimana kalau memeriksa reaksinya setelah diserang? Tapi

begitu kita memakai berbagai macam metode nekad dan

ternyata dia adalah pemain, kita tidak akan bisa kembali ke

toko itu lagi. ......Yah, sekarang, aku tidak ingin kembali

ke sana juga sih."

"Tidak, aku terganggu, benar-benar terganggu."

Asuna lekas menggelengkan kepalanya dan menghela nafas.

"......Kirito-kun, apa sih yang kamu suka dari toko itu?

Sudah setengah tahun sejak pertama kali kamu membawaku ke

sana, aku benar-benar tidak mengerti......"

"Tentang itu, aku sendiri tidak tahu alasannya. Atmosfer

yang tidak ramah, makanannya buruk...... tapi sekali-sekali

aku tidak bisa menahan dorongan untuk mencoba ramen

misterius itu lagi."

"Itu bukan ramen sih, ......Yah, kenapa tidak tanya saja?

Anda NPC atau pemain, seperti itu."

Karena sudah mempertimbangkan ide Asuna beberapa detik

lalu, aku menggelengkan kepala.

"Tidak, pasti gagal. Ketidakramahan pemilik toko itu

seperti sepuluh Heathcliff digabung. Aku yakin sepenuhnya

pertanyaan kita akan diabaikan. Yah, tempat itu juga tempat

yang bagus sih.”

"B..Benar, ......kita biarkan saja sebagai misteri. Maaf

karena aku sudah memulai topik aneh, kamu mau kue lagi?"

Setelah mengatakannya, Asuna berdiri, tapi aku lekas

menggenggam tangan kirinya dan menariknya kembali.

"......Tidak, tidak bisa kubiarkan."

"Eh?"

"Merasa gelisah lagi dan lagi seperti ini akan jadi tak

tertahankan, aku tidak bisa kembali ke garis depan sampai

aku tahu pemilik toko itu manusia atau NPC."

Begitu mendengarnya, 'Jangan berbicara seperti itu!'

terlihat jelas pada ekspresi Asuna, tapi dia duduk lagi

tanpa mengatakannya.

"......Tapi, kalau begitu, kita harus berbuat apa? Aku

tidak tahu cara apapun untuk memastikannya, dan bertanya

juga tidak mungkin kan?"

"Tidak, ada satu cara. Singkatnya, cuma melihat kursor saat

si pemilik itu di luar toko sudah cukup. Sebagai seorang

pemain, dia pastinya perlu keluar untuk membeli bahan

makanan, sedangkan NPC juga punya perilaku spesifik seperti

bersih-bersih di luar toko."

"..................Ja..Jangan bilang..."

Wajah Asuna menjadi kaku dan dia mencoba melarikan diri

dari sofa lagi, tapi kurebut kedua bahunya dan berkata,

"Oke, besok ayo berkemah disana jam enam pagi. Ada gang

kosong di seberang jalan, kita tidak akan dicurigai kalau

mengintai dari situ."

"..................Dingin, pastinya, sangat dingin."

"Iya, kita butuh perlengkapan tahan dingin! Aku yakin kita

punya cukup untuk kita berdua di gudang, lalu kotak makanan

juga diisi dengan bahan-bahan yang menambah ketahanan

dingin. Persiapannya sekarang sempurna, kuserahkan padamu

Asuna!"

Terhadap kata-kataku yang menyembur keluar, wajah Asuna

menjadi sangat kompleks lalu merespon dengan 'Oh~'. Tapi

antusiasme tampak hilang dari ucapannya karena beberapa

alasan.


Hari berikutnya.

Selagi hari masih gelap, mengenakan mantel bulu yang tebal,

kita memasuki posisi observasi di jembatan pejalan kaki di

seberang atap Rumah Algade.

Enam jam kemudian.

Kita dipaksa mundur setelah menyadari bahwa harapan kita

tidak membuahkan hasil.


"......Dia tidak keluar sama sekali, ya kan!"

Di kafe terbuka sekitar jalan utama, Asuna protes setelah

dengan cepat meminum susu panas dan meletakkan cangkir

kosongnya kembali ke meja.

"Bahkan sebelum itu, tirai tandanya ditinggal saat malam,

dan juga tidak ada indikasi pembersihan bagian luar. Aku

sangat terganggu!"

"............Hee-hee maaf[5] tentang itu."

Pertama aku harus minta maaf atas nama si pemilik toko.

Tingkat kelesuan Rumah Algade jauh lebih tinggi dari yang

diperkirakan. Sang pemilik toko tidak pernah keluar untuk

membeli persediaan maupun membersihkan bagian luar. Satu-

satunya perubahan yang kita amati adalah pelat tanda di

pintu gesernya, yang berubah dari "Tutup" ke "Buka" pukul

sepuluh. Tentu saja, tindakan itu saja belum cukup untuk

menentukan apakah dia pemain atau NPC.

".............Hmm, tapi bahan makanannya harusnya akan

habis...... Lalu dia pastinya harus keluar untuk menyetok

ulang......"

Usai menyelesaikan celotehanku, Asuna membalas dengan

tatapan tajam ke arahku,

"......Terus, kamu sungguhan mau menunggu sampai itu

terjadi? Kalau kamu pikirkan lagi, toko itu bahkan tidak

punya pelanggan, berapa hari lagi sampai bahan makanannya

habis? Aku tidak akan kaget kalau ternyata butuh waktu

berminggu-minggu! Aku tidak akan melakukan itu!"

"Ma..Maaf......"

Aku minta maaf lagi, lalu berpikir mati-matian.

Sesuatu—, pasti ada suatu cara. Cara untuk memastikan

apakah dia pemain atau bukan, tanpa dia perlu mengambil

selangkah pun keluar dari tokonya.

Kalau kita tidak bisa memeriksa orangnya, bagaimana dengan

tokonya? Apa ada cara untuk menentukan apakah tokonya itu

toko pemain atau toko NPC? Jelas toko itu buatan pemain

jika ia berdiri tegak diantara bangunan-bangunan elegan di

jalanan Salemburg. Tapi ini Algade, kota paling kacau di

Aincrad, ada banyak toko yang sama mencurigakannya begitu

kita memasuki jalan belakang.

—Ini tidak baik. Sudah termasuk di dalam kelompok

clearing[6] selama dua tahun di Aincrad ini,

menerima julukan «Black Swordsman», tapi tidak mampu

menentukan apakah orang itu pemain atau NPC. Benar-benar

memalukan.

Senyum mengejek diri sendiri mengambang ke wajahku, lalu—

Sebuah ide terbesit di otakku.

"I...... Itu dia!"

"............Apa?"

Meski Asuna melirikku dengan skeptis, aku terus mengoceh,

"Kalau bahannya tidak akan habis, kita tinggal

menghabiskannya sendiri! Dengar, untuk restoran NPC,

istilah kehabisan stok tidak ada dari awalnya, makanannya

cuma muncul begitu saja dari dapur. Tapi toko pemain

berbeda, penjaga tokonya harus membeli stok atau makanannya

tidak bisa dibuat. Artinya......"

Di titik ini Asuna mendadak bangkit dari meja dan mencoba

melesat kabur. Tapi fokusku dalam meningkatkan stat Ketangkasan

menunjukkan hasilnya, tangannya tertangkap sebelum dia

mengambil jarak sedikitpun.

"—Kita cuma harus memakannya! Apapun dari menu toko itu!"

"Tidak mau! Bagaimana kalau itu restoran NPC? Makanan yang

tak terhingga banyaknya akan terus keluar, kan?"

"Kalau begitu, kita akan tahu kalau dia NPC kan? Ayo pergi

sekarang! Masalahnya—Yang mana yang kita pilih dari menu.

«Algade Soba», «Algade Panggang», atau «Algade Rebus»......

?? Asuna, kamu suka yang mana?"

Wakil ketua guild Knights of Blood, pengguna rapier yang

dijuluki «The Flash» menembakkan tatapannya ke arahku yang

mampu membuat lubang kecil di tengah dahiku usai mendengar

pertanyaanku.

Beberapa lama kemudian, dia kembali duduk di kursi dan

berujar,

"«Rebus» jelas bukan, ......«Panggang» yang kadang-kadang

mengandung benda aneh juga bukan."

"Kalau begitu «Soba». Ya, cocok untuk tantangan ini juga,

karena kita makan itu saat pertama kali ke sini."

"............Benar, tapi bukannya kita mengajak ketua guild

juga waktu itu?"[7]

Saat aku mencoba mengingatnya dengan serius, Asuna langsung

menggelengkan kepalanya.

"Cuma bercanda. —Kalau begitu, kapan kita akan

melakukannya?"

Aku menyeringai sambil berdiri, dan berkata,

"Hebat kan, kita belum makan siang di sini."


Beberapa menit kemudian.

Asuna dan aku berdiri di depan toko makanan itu, yang

sebentar lagi akan menjadi medan pertempuran duel satu arah

kami.

"............Ini saatnya."

Setelah memastikan dengan anggukan dari pasanganku— Tangan

kiriku meminggirkan tirai tanda yang kotor, sedang tangan

kananku membuka paksa pintu gesernya.

"Selamat datang."

Suara salam yang biasa di dalam konter terucap bukan lain

oleh sang pemilik toko. Aku duduk di konter alih-alih

mejaku yang biasa. Segera setelah Asuna duduk di sampingku,

aku mulai memesan.

"Dua Algade Soba."

Si pemilik toko menyiapkan mangkoknya tanpa menjawab, dua

bola mie yang misterius dilemparkan ke panci yang besar.

Dari tindakan-tindakan ini, masih belum memungkinkan untuk

memastikan apakah dia pemain atau bukan. Beberapa lama

kemudian, si pemilik toko menggunakan sumpit panjang untuk

memindahkan mie yang sudah mereda ke mangkok, penukaran air

panas, yang diperlukan di dunia nyata, tampak tak

diperlukan disini. Dia menempatkan daging yang diiris

tipis, segumpal sayuran yang telah direbus, dan telur

setengah matang, lalu menuangkan sop berwarna terang ke

dalam mangkok.

Dua mangkok telah berbaris di konter, sebuah efek suara

berdering ketika aku menarik soba itu dari tempat

penyimpananku.

Kita berdua mengambil sumpit dan berucap

'Itadakimasu'[8] bersamaan. Inilah awal ronde

pertama pertempuran.

Mengenai kuliner di Aincrad, cita rasanya dibuat ulang dari

set data cita rasa awal, namun, dengan bumbu tambahan,

orang bisa memodifikasi rasanya lebih jauh lagi. Misalnya,

Steak Coklat, yang merupakan harga diri Asuna, dibuat

dengan mencampur sedikit set bumbu ke dalam cita rasa saus

siap-buat. Dengan kata lain, dengan bantuan tangan pemain,

cita rasa masakan bisa diperkuat, dan dalam kebanyakan

kasus, memperkaya cita rasanya.

—Tapi cukup ajaib untuk mengatakan perasaan «Bahkan tidak

ada satu rasa pun» dari Algade Soba adalah hasil dari

bantuan tangan pemain. Meski sop itu telah ditambahkan

bumbu, kekuatan cita rasanya seakan telah dicairkan ke

dimensi lain, bagai lukisan yang latarnya tertulis tegas

tetapi subyeknya tidak ada.

Mungkin yang menarikku kembali ke toko ini adalah rasa yang

hilang itu, hari dimana hidangan ini akan «Lengkap»,

harapan singkat seperti itu— Tapi tentu, entah kenapa aku

tahu momen itu tidak akan pernah datang.

Selagi aku asyik melamun, Asuna, yang ekspresi wajahnya

bisa terbaca sebagai 'Kenapa ini terjadi padaku' ada di

sampingku. Kita selesai makan di saat yang bersamaan.

Kukembalikan mangkok kosongnya ke konter— lalu berkata,

"......Dua Algade Soba, tambah!"

Ada sedikit jeda di tindakan si pemilik toko, tapi mungkin

itu cuma khayalanku saja. Wajah bulat pria berusia tiga

puluh sampai empat puluhan di bawah gombak panjangnya tidak

berekspresi sama sekali, sang pemilik toko melempar dua

bola mie ke panci besarnya.

Mulai dari saat itu, pertempuran tiada akhir antara aku dan

Asuna melawan si pemilik dimulai.

Tentu, apapun yang dimakan di Aincrad, tidak akan ada yang

memasuki perut di tubuh dunia nyata. Tapi mesin reproduksi

rasa menipu otak, yang berakibat perasaan ‘kenyang’ yang

tak terhindarkan."

Sejujurnya, perasaan itu sudah datang usai mangkok kedua

habis, tetapi tidak ada jalan buatku untuk mundur.

"......Dua Algade Soba, tambah"

Perasaan kenyang ini hanyalah halusinasi, soba ini cuma

data digital. Yang artinya tidak ada yang menghalangiku

untuk memakannya selamanya. Usai menipu diri seperti itu, aku menghabiskan mangkok

ketiga dan melanjutkan ke mangkok keempat. Ada juga Asuna,

yang selalu bisa kuandalkan dalam pertempuran besar, dia

berada pada tempo yang persis sama denganku.

—Namun segera setelah dia menyelesaikan sup dari mangkok

kelima,

"............Kirito-kun, maafkan aku."

Bisikan samar bergaung dari mangkok yang dihabiskannya.

"Aku..tidak kuat lagi, aku harus menyerahkan sisanya

padamu...... Kebenarannya..kamu harus..temukan......"

Rambutnya yang berwarna kastanye berkibar, lalu «The Flash»

tumbang di konter.

—ASUNAaaaaaaaa??!!

Aku ingin meneriakkannya, tapi melakukannya bisa

menyebabkan perut virtualku membalikkan sesuatu keluar,

jadi aku membatasi diriku untuk hanya mengatakan

'Otsu'.[9]

Kuangkat wajahku dan membelalaki si pemilik toko,

"......Satu Algade Soba......tambah"

Aku juga mendekati batas.

Demi Asuna, aku tidak bisa kalah disini. Namun saat

menghisap mangkok keenam yang berisi sesuatu yang bukan

ramen, aku tak mampu menghentikan rasa takut yang bertumbuh

di dalamku.

—Mungkin dia memang benar NPC? Setelah semua yang kita

lakukan, mie dan supnya masih muncul keluar tanpa jeda. Apa

aku menantangnya dalam pertarungan dimana kita tidak punya

peluang untuk menang?

—Tidak, meski mungkin memang begitu, belum waktunya untuk

tumbang. Demi Asuna.

Mangkok ketujuh.

Mangkok kedelapan.

Bar HP perutku sekarang sudah merah tua, tapi ekspresi si

pemilik toko masih tetap tak berubah. Kuhirup mie itu satu

persatu, sambil memikirkan cara untuk membalikkan arus

situasi pertempuran saat ini.

Jika ini adalah toko ramen sungguhan, akan ada lada, tepung

ikan, atau bawang di konternya. Sehingga menyantap nikmat

bagian yang belakangan dengan mengubah rasanya itu mungkin.

Tapi toko ini tidak memiliki hal sebagus itu. Hanya ada

satu cara, dengan «Algade Rebus» sebagai pengecualian,

mencampur dua masakan yang lain itu mungkin, tapi

melakukannya sama saja dengan menghentikan diri sendiri

dengan tikaman. Kenapa «Rebus»? Aku pernah menemani Cline

dan kami memesan «Algade Rebus», kami berdua bilang

'Menyerah' cuma setelah dua suap, memang menu legenda.

—Jadi apa ini akhirnya?

Dalam kesadaranku yang makin memudar, aku mendengar suara

menghidupkan dari ingatan jauh.

Wajah Asuna, yang sedang memakan Algade Soba denganku saat

pertama-tama, berucap,

"Suatu hari aku ingin membuat saus kecap, kalau tidak

perasaan tidak enak ini tak akan pernah hilang."

"............!"

Mataku terbuka penuh, dan tanganku yang gemetaran bergerak

untuk membuka tempat penyimpanan bersama aku dan Asuna.

Mencari diantara daftar item yang sangat banyak, kutemukan

item sasaranku.

Begitu kugenggam apa yang kucari-cari, aku memiringkannya

di atas mangkok, cairan yang sedikit gelap mengalir turun

dan segera menyebabkan warna kuning tipis sop itu berubah

menjadi coklat. Wangi sedap yang tidak bisa dibandingkan

dengan apapun, bau yang terbenam di dalam dasar ingatanku

adalah— saus kecap. Hasil dari penelitian panjang Asuna,

bumbu terhebat Aincrad yang tidak seorang pun bisa

membuatnya kecuali dia.

Setelah kutaruh botol kecil itu, kugenggam mangkoknya dan

kuhirup sejumlah besar mie dan sop.

"............Ini dia."

Aku berbisik dengan suara serak. Rasa ini. Yang telah

kucari-cari, bentuk lengkap dari Soba Algade. Sudah ada

disini sekarang.

Kalau memakan ini, sebanyak apapun mangkok— Tidak, mungkin

aku bisa makan lima mangkok lagi,aku masih bisa bertempur!

—Saat itu.

Ucapan yang belum pernah kudengar di dalam toko ini

menggema dari atas kepalaku.

"............Tuan, itu, boleh saya......coba?"

Kuangkat wajahku yang kebingungan, mengangguk dan mendorong

mangkokku kepadanya.

Si pemilik yang misterius itu mengangkatnya dan memakan

sesuap mie dan sop digabung. Dia menengadah beberapa saat

sebelum menempatkan mangkoknya kembali di konter—

Segera setelahnya, dua garis air mata mengalir dari balik

gombak panjangnya.

"............Ini dia. Rasa ini... dunia nyata... rasa toko

saya!"

—Jadi anda memang pemain!

—Kalau begitu lebih ramah lagi dong!

Menelan kata-kata yang ingin kuteriakkan, aku bertanya,

"............Toko anda, dimana lokasinya?"

"Hmm, di Ogikubo[10], saya terhisap ke dalam

NetGame jadi toko itu sudah berhenti beroperasi. Tapi

begitu game ini selesai dan saya kembali ke sisi lain, saya

akan membuka toko ramen lagi. Dengan ramen ini, juga

«Panggang» dan «Rebus» juga akan tampil, jangan sungkan

untuk datang."

Air mata mengalir menuruni wajahnya, kemana karakter

pendiam yang tadi? Selagi menonton pemilik toko yang telah

memperoleh momentum bicara, aku tumbang ke konter.

Selagi kesadaranku memudar, Pikiran terakhirku adalah,

—Aku tidak akan kesana, pasti—

Catatan Penerjemah

  1. Soba = Mie jepang disiapkan dengan tepung soba.
  2. Okonomiyaki = Adonan bulat datar yang digoreng kedua sisinya.
  3. [http://2.bp.blogspot.com/- 7oss9ZGgyJM/Tc6sBAFetyI/AAAAAAAABXc/3Kc_b_2mQ5k/s1600/toque .png Toque]
  4. Gombak = Jambul (pada ayam, burung, bunga, dsb); Jambak (rambut di dahi kuda); Rambut di atas dahi (yang ditinggalkan sehabis berpangkas)
  5. Disini Kirito bicara maaf dengan nada kekanakan yang mengesalkan, tapi karena tidak tahu padanan bahasa Indonesianya...
  6. Clearing = Kelompok pemain yang menyelesaikan game di garis depan
  7. Mengacu pada kejadian di jilid 8 'Sebuah Kasus Pembunuhan di dalam Area'
  8. Itadakimasu = Ucapan yang dikatakan orang Jepang sebelum makan
  9. Otsu = Singkatan dari Otsukaresama yang artinya ‘Terima kasih atas kerja kerasnya.’
  10. Distrik di Tokyo, dikenal sebagai tempat lahir ramen Tokyo