Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume2 Chapter2
Chapter 2: Si Pemburu Penyihir Bergerak Bersama Api — By_The_Holy_Rood...
Part 1
Kamijou memandang ekspresi dari gadis bernama Index.
Berdasarkan pengetahuannya dia mengeluh. Gadis itu memiliki ingatan sempurna yang dengan kata lain dia tidak akan pernah melupakan apapun yang dia sudah ingat. Karena ini pula dia bisa mengingat 103.000 grimoir.
Tetapi, kemampuan ini bagaikan pedang bermata dua. Kalau gadis itu tidak bisa melupakan, artinya dia tidak akan bisa melupakan hal-hal yang dia ingin lupakan. Seluruh ingatan tak berguna dari brosur supermarket tiga tahun yang lalu sampai wajah semua orang ketika jam kerja juga akan tertanam di memorinya, dan ia tak akan bisa melupakannya.
Jadi dia butuh menggunakan sihir untuk menghapus ingatannya setiap tahun. Jika ia tidak melakukannya, dia akan mati karena beban yang besar pada otaknya. Tapi sekarang ini ia tersenyum riang di samping Kamijou.
Menurut gadis itu, yang menolong Index dari keadaan sulit itu adalah Kamijou sendiri. Tetapi, dia tak bisa mengingat apa yang ia pikirkan atau apa yang telah dia lakukan waktu itu.
Kemudian, Kamijou mulai berpikir.
Dia sudah berpisah dengan Stiyl dan membawa Index ke asrama. Tapi setelah itu, Kamijou perlu kembali ke medan perang bernama Misawa Cram School.
Tentu saja, dia tidak akan membawa Index bersamanya. Karena itu lebih baik tak usah memberitahu Index dia akan pergi ke Misawa Cram School.
Tapi kalau dia tidak bisa memberi alasan keluar rumah, Index bisa saja curiga dan bahkan memaksa ikut pergi.
"Touma?"
Tangannya mulai berkeringat.
Situasi itu berbahaya. Apapun yang terjadi, dia tidak boleh membiarkan Index ikut.
"Hei, Touma?"
Kalau begitu, yang harus dia lakukan sudah jelas.
Sekarang, Kamijou harus bisa menyembunyikan kegelisahannya, dan mulai melakukan serangan serentak.
"Aku mau pergi ke institut budaya utama berteknologi tinggi super! Eh? Kamu mau pergi juga? Sebaiknya tidak! Kamu payah soal mesin dan nggak bisa memakai deteksi perhitungan magnetik otak super! Kamu bakal terkunci di pintu otomatis! Karena keamanannya termasuk level 4, kalau mereka memeriksa database dan menemukan datamu, kamu akan di biri biri[1] pakai biri biri ion sumbu negatif!"
"Gyaaa!"
Sesuai dugaan, dengan bombardir urusan teknologi, kepala Index mulai mengeluarkan uap. Benar-benar sesuai dugaan. Index, yang tidak mengerti soal dunia modern, adalah tipe orang yang akan membalas ketika mendengar mesin penjual otomatis di stasiun kereta bersuara "selamat datang".
"Kalau begitu aku ingatkan dulu. Makan malam ada di kulkas, tinggal taruh di mikrowave nanti bisa dimakan. Jangan taruh sendok dalam mikrowave nanti bisa kebakaran. Dan jangan buka kulkas cuma untuk numpang adem."
"Eh? Ah, itu… aku sepertinya belum bisa menggunakan mikrowave."
Mungkin ada saja yang mencurigai bagaimana bisa ada orang yang salah dalam menggunakan mikrowave. Namun, Index sebelumnya menggunakan mikrowave untuk bungkus saus bento[2] dari supermarket sampai meledak. Dia bahkan memanaskan bentonya terlalu lama sampai meledak juga. Akhirnya gadis itu merasa bagaimanapun dia menggunakan mikrowave maka akan meledak. Mungkin dia pikir menggunakan mikrowave adalah cara pasti membuat ledakan.
(…Kelihatannya dia tidak curiga sama sekali.)
Kamijou memandang Index yang tengah memandangi mikrowave dan menyempitkan mata besarnya, memperlihatkan kalau dia tidak akan gagal lagi. Kamijou menghembuskan napas lega.
Lalu, dia menyadarinya.
"Hei! Apa yang kau sembunyikan dalam bajummu? Tepatnya di daerah perutmu!"
"Eh?"
Index terdiam.
Dia menengok ke arah Kamijou dan berkata, "Tidak ada apa-apa kok!? Aku bersumpah atas nama Bapa kami di Surga kalau seorang biarawati itu tidak berbohong!"
Setelah dia mengatakannya, perut besarnya yang tidak normal itu mengeluarkan suara kucing "mi—".
"Grr! Apa arti dari semua kata-katamu? Kau malah langsung mengingkari sumpah yang kau buat dengan segenap rasamu!? Cepat buang keluar kucing liar yang ada dalam bajumu itu!"
Mungkin karena dia gugup setelah baru saja berbicara dengan Stiyl sehingga dia tidak menyadari hal itu. Jadi Index berdiam di jalan kecil selama itu bukan karena dia mencari sumber dari rune, melainkan ingin mencari kucing liar itu.
"Uu! T-Touma, pakaian ini dinamakan Gereja Berjalan, kan?
"Memangnya kenapa?"
"Gereja itu seharusnya selalu mengulurkan bantuannya ke semua domba yang tersesat tanpa pilih-pilih. Karena itulah aku akan melindungi Sphinx yang tersesat di jalan, Amin."
"…"
"…"
"B-Baiklah! Aku sudah memutuskan kalau Sphinx akan dilindungi oleh gereja!"
"Oi! Untuk orang yang berpikir sebelum bertindak, setidaknya pikirkan pihak yang akan diurus dahulu!"
"Selama aku memperlakukannya bak keluarga tak ada masalah!"
"Aku tak ingin diperlakukan seperti seorang ayah oleh seekor kucing!"
Walau dia benar-benar tidak ingin melakukannya, Kamijou merasa ingin membuang kucing itu saat perjalan ke Misawa Cram School… Tidak, dia benar-benar akan melakukannya, tapi kalau dia melakukan hal itu, Index pasti akan ingin mengambil kucing itu kembali dan akan terus mengikuti Kamijou.
"Bodoh, Touma benar-benar bodoh! Aku akan merawat anak ini!"
"…Bilang itu ketika kau bisa mencari uang sendiri."
"Tapi tenang saja! Walau aku memanggilmu bodoh, itu dalam hiragana[3] kok!"
"Dengarkan aku! Aku tak tahu apa yang kau bicarakan!"
Tapi pada satu sisi jika dia menyetujuinya, Index akan setuju pula.
(…Aku bisa bilang apa lagi, malangnya nasibku.)
Kamijou menghela napas. Memperhitungkan biaya yang dibutuhkan untuk merawat kucing tersebut, kelihatannya mereka perlu mengurangi jumlah makanan setiap harinya. Sungguh, kenapa Index memilih waktu ini untuk memungut seekor kucing?
"………Baiklah."
"Hm? Touma? Kau bilang apa?
"………Sepertinya tidak ada pilihan lain. Rawatlah yang baik."
Tapi…
Sepertinya kata-kata itu sudah cukup untuk membuat Index meneteskan air mata kebahagiaan. Hal ini setimpal agar bisa melihat Index menunjukkan ekspresi seperti itu.
Dia pikir begitu, tapi… "Ahh, Bapa kami di Surga! Cahaya hangat cinta-Mu akhirnya menyentuh sanubari yang tak berperasaan, kejam, berdarah dingin, bermata seperti ularnya milik Touma! Terima kasih banyak karena sudah menyelamatkan jiwa kucing liar yang tak berdosa ini, hamba tak akan melupakan hal ini seumur hidup hamba."
Sesuatu hal mencegah Kamijou Touma dari benar-benar merasa puas.
Part 2
Setelah keluar dari kamar asrama, dia melihat Stiyl yang belum lama ini baru bertemu, menyebarkan benda-benda seperti kartu ke semua tempat.
"Kau sedang apa?"
"Seperti yang bisa kau lihat, aku sedang membuat semacam kuil perlindungan di tempat ini dengan menaruh pelindung." Stiyl berkata demikian sambil terus bekerja. "Saat kita berada di Misawa Cram School, aku tidak bisa menjamin kalau tidak akan ada penyihir lain yang mengincar Index. Yah, walau ini hanya untuk penenang saja, kurasa lebih baik meninggalkan Innocentius supaya bisa memberi gadis itu cukup waktu untuk melarikan diri."
Innocentius.
Walau Kamijou tidak ingat sama sekali, pengetahuannya memberitahukan dirinya kalau itu adalah senjata terkuat berwujud seperti manusia terbentuk dari api bersuhu ribuan derajat Celsius yang mempunyai kemampuan melacak otomatis. Kelemahannya—
"Hanya bisa digunakan dalam pelindung yang terbentuk dari sebaran rune dan tidak bisa mempertahankan wujudnya kalau rune yang terpasang dihancurkan, kan?"
"…Kuberitahu kau," Berkata seperti itu, telinga Stiyl berdenyut. "Bukan artinya kemampuanku yang sebenarnya lebih lemah darimu. Waktu itu hanya karena ada masalah pada tempatnya saja. Kalau tidak ada sistem pemadam api di tempat itu maka…"
"Eh? Kita bertarung sebelum ini?"
Kamijou hanya mempunyai pengetahuan dengan tanpa ingatan. Karena itu, walau dia tahu bagaimana mengalahkan Innocentius, dia sama sekali tidak tahu darimana pengetahuan itu berasal.
"Ku… Jadi maksudmu kejadian itu sama sekali tak perlu kau ingat?" Terlihat salah pengertian, Stiyl melanjutkan perkataannya, "Baiklah, aku tidak akan adu mulut denganmu mengenai hal itu. Setelah aku selesai menaruh rune, pembatasnya akan terbentuk. Kita bisa menuju ke Misawa Cram School… Merepotkan saja. Aku harus membuat pembatas untuk menjauhkan penyihir, tapi aku tidak bisa membuat yang terlalu kuat atau gadis itu akan menyadarinya."
Walau terus menggerutu, Stiyl terlihat sangat senang.
Melihatnya, Kamijou menyadari sesuatu.
"Kau menyukai Index?"
"Buh!? wajah Stiyl memerah seakan jantungnya berhenti berdetak. "A-A-apa yang kau bicarakan tiba-tiba begini!? D-Dia itu objek yang harus dilindungi dan m-mana mungkin jadi objek ketertarikan romansa—!"
Kamijou hanya bisa menahan tawanya dan menghentikan pembicaraan.
Itu karena Kamijou merasa kalau dia meneruskannya sama saja seperti menggali kuburannya sendiri. Poin utamanya bukan apakah Kamijou Touma yang sekarang menyukai Index atau tidak, tapi apakah perasaan Kamijou yang sekarang tidak berbeda dengan Kamijou Touma yang sebelum kehilangan ingatan.
Kamijou tidak tahu bagaimana Kamijou Touma sebelum kehilangan ingatannya melihat Index seperti apa ataupun bagaiman berinteraksi dengannya.
Jika Kamijou berkata sesuatu yang berbeda dengan dirinya yang sebelum hilang ingatan, Stiyl akan menyadari kalau dia telah kehilangan ingatannya.
(Seperti ada dua diriku saja…)
Kamijou menghela napasnya dalam-dalam. Tidak tepat bila dibilang ada dua dirinya. Ini lebih seperti candaan konyol dimana peniru yang bertukar tempat mati-matian berlaku seperti yang asli.
"Sebelum kita menuju Misawa Cram School, akan kuberitahu mengenai musuh kita."
Stiyl berkata demikian, mungkin untuk mengantisipasi Kamijou bertanya.
Selagi mereka keluar dari wilayah asrama dan berjalan di malamnya jalan, Kamijou mendengarkan perkataan Stiyl.
"Nama musuh adalah Aureolus Izzard."
Stiyl memperkenalkan nama musuh terlebih dahulu.
Membicarakan tentang Aureolus, adakah orang yang kau pikirkan… hm? Apa kau terkejut setelah mendengar nama yang sangat terkenal itu? Tapi dia hanyalah keturunannya dan tidak mempunyai kekuatan seperti yang diceritakan dalam legenda."
"? Siapa Aureolus?"
"…Begitu, ya. Kau benar-benar tidak tahu apapun mengenai kubu Sihir. Tapi kau setidaknya pernah mendengar tentang Paracelsus, kan?"
"???"
"Ku… Dia itu ahli alkimia paling terkenal di dunia!" kata Stiyl dengan tidak sabar.
Selama berjalan menyusuri malamnya jalan, Kamijou bertanya, "Jadi, orang ini kuat sekali?"
Matahari terbenam bulan Agustus berwana merah menyala. Banyak jendela, kincir angin, semuanya bermandikan warna merah oranye. Kamijou pikir hal tersebut seperti melihat foto yang blur. Mungkin itu karena pembicaraan mereka tidak realistis.
"Hal itu bukanlah masalah besar… Tapi, yang mengkhawatirkan adalah mungkin saja dia mempunyai 'sesuatu' untuk menundukkan Deep Blood. Aku tak ingin memikirkan ini tapi… skenario terburuknya dia bisa saja menggunakan Deep Blood untuk menundukkan mahluk-mahluk tertentu."
Lebih dari Aureolus Izzard, sepertinya Stiyl lebih memikirkan mahluk-mahluk itu.
Tapi Kamijou tidak benar-benar mengerti. Walau situasinya unik, dia seharusnya tidak boleh menanggapi kemampuan musuh sebagai prioritas kedua.
"Oi tak apa nih? Aku tak tahu vampir itu seperti apa dan Deep Blood tapi bukankah kita seharusnya memprioritaskan pemimpin musuh? Ketika bertarung di tengah api, musuh bisa memberimu serangan telak kalau kau hanya fokus pada lautan api."
"Hm? Ahh, kalau begitu tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nama Aureolus mungkin saja terkenal tapi kekuatannya sudah melemah. Sedari awal tidak ada peran 'ahli alkimia' di dunia sihir. Stiyl berbicara tanpa dipikir lagi. "Dewa, Alkimia, Pemanggilan. Ini seperti Bahasa, Matematika, dan Sejarah dalam pengertian duniamu. Guru bahasa tidak akan mengajarkan Matematika, kan? Agar sesorang dapat dianggap penyihir, mereka harus bisa menguasai semua hal secukupnya dan lalu menemukan hal khusus yang cocok dengan diri mereka."
Stiyl juga menyinggung alasan Aureolus Izzard menjadi ahli alkimia karena dia tidak berbakat untuk kategori lainnya.
"Dan juga, Alkimia merupakan bidang yang masih belum sepenuhnya diketahui."
"…"
Meskipun Stiyl mengatakan seperti itu, Kamijou tetap tidak menangkap apa-apa dari pembicaraan tersebut. Itu karena bagi Kamijou, Alkimia hanyalah kebohongan yang disebarluaskan pada abad ke-16 dan hanya mampu menipu kerajaan atapun hanya bisa membeberkan pengetahuan seperti kalendar sejarah.
"Alkimia—khususnya Alkimia cabang Zurich bisa dibilang bagian dari sekolah Hermes. Biasanya, tujuan utamanya adalah untuk merubah timah menjadi emas dan menciptakan ramuan keabadian, dst—"
Stiyl terdengar tidak tertarik, mungkin karena hal tersebut di luar keahliannya.
"Semua hal itu tidak lebih dari percobaan saja. Mereka itu yang kau sebut ilmuwan; selalu mencari… 'teori' atau… 'hukum'. Ilmuwan tidak peduli apa yang mereka dapat dari hasil percobaan karena bukan itu tujuam mereka. Sama seperti itu. Ahli alkimia bertujuan bukan untuk 'menciptakan' tapi untuk 'mengetahui'."
"…Sama seperti Einstein yang hanya meneliti Teori Relativitas, dan bom atom hanyalah hasil dari penelitian itu?
Kalau seseorang melihat dari sudut pandang tersebut, ilmuwan sangatlah sombong, tidak pernah berpikir dampak dari ciptaan mereka.
"Begitulah. Tapi selain meneliti formula dan prinsip-prinsip, ahli alkimia mempunyai tujuan akhir." Stiyl lalu berkata. "—Untuk bisa mensimulasikan seluruh dunia dengan pikiran."
"…"
"Kalau seseorang bisa memahami seluruh hukum yang ada di dunia, orang itu dapat membayangkan dunia dengan pikirannya. Tentu saja bila ada satu hukum saja yang salah maka dunia hasil simulasi dalam pikirannya akan berakhir cacat."
"??? Apa maksudnya? Apa kau berbicara mengenai kemampuan membuat Dummy?"
Ada sebuah pulau primitif di Samudra Pasifik bagian selatan seperti Fiji dan Melanesia, seseorang harus bisa meramal cuaca keesokan harinya dengan tepat hanya dalam sekali lihat ke langit untuk bisa menjadi seorang pemimpin.
Walau kemampuan meramalkan cuaca terlihat seperti esper, sebenarnya itu hanyalah hasil dari perhitungan kecepatan angin, bentuk awan, suhu, dan kelembapan dalam kepala. Pemimpin pulau tidak pernah sadar kalau kepala mereka melakukan perhitungan seperti itu. Malah mereka percaya kalau mereka mendengarkan suara dari angin untuk meramalkan cuaca.
Apa yang Stiyl maksudkan mirip dengan pokok dari contoh cerita barusan.
Memang benar dalam kepala pemimpin itu, mereka mungkin benar-benar mensimulasikan cuaca hari esok. Namun, dunia dalam benak mereka akan berakhis jauh dari dunia asli kalau ada kesalahan sekecil apapun dalam formula mereka yang seharusnya sempurna.
"…Tunggu dulu, memangnya kemampuan seperti itu bisa apa? Apa mereka mencoba menciptakan semacam kalkulator yang bisa memperkirakan apapun di masa depan seperti laporan cuaca?"
"Bukan."
Stiyl berkata acuh tak acuh.
"Bagaimana jika mereka bisa mengeluarkan apa yang mereka pikirkan ke dunia asli?"
Hal itu merupakan pernyataan yang mengejutkan.
"Contohnya, mantra yang membutuhkan ektoplasma, atau mantra yang menggunakan Telesma untuk memanggil malaikat; tidak jarang ada yang bisa mengeluarkan pikiran mereka ke dunia nyata dalam dunia sihir."
Stiyl melipat tangannya di depan dadanya dan berkata, "Karena itulah, penting untuk mempunyai kemampuan menggunakan kepala dalam membayangkan dunia asli dengan tepat. Pada dasarnya, dengan kemampuan ini seseorang dapat mengendalikan dunia. Baik Dewa ataupun Iblis akan tunduk kepada orang itu."
"…Hei."
"Tentu saja hal ini sangat sulit dilakukan. Aliran arus sungai; arah gerak awan; pergerakan manusia, pergerakan darah—ada banyak sekali jumlah hukum di dunia. Diantara semuanya, walaupun ada satu saja yang salah maka akan tidak mungkin menghasilkan dunia dalam kepalamu. Dunia yanng tidak sempurna sama saja dengan sepasang sayap yang tidak sempurna karena sama-sama akan menghancurkan dirinya sendiri lalu menghilang."
(Hal ini mirip seperti program komputer.)
Tidak peduli sesempurna apapun program itu, kalau ada sebaris kode yang lupa ditulis saja, maka pasti muncul kesalahan dan program tersebut tidak akan berjalan.
"Andai saja dia entah bagaimana caranya bisa melakukannya, bukannya tidak akan ada yang bisa melawannya? Kalau dia saja bisa merubah seluruh dunia, kita tidak mungkin bisa menang."
Mungkin jauh dalam dirinya, Kamijou menolak untuk mempercayai hal tersebut.
Tapi dia benar, manusia tidak mungkin bisa mengalahkan seluruh dunia. Hal itu bukan berarti para dewa atau iblis kuat atau tidak; bukan hal itu yang menjadi permasalahannya.
Permasalahannya adalah seluruh dunia juga termasuk orang-orang yang hidup di dunia, termasuk Kamijou.
Contoh mudahnya. Ada cermin misterius yang bisa memantulkan semua hal menjadi kenyataan. Pada situasi tersebut sekuat apapun Kamijou sekali musuh mengeluarkan duplikat yang sama dengan Kamijou, hasil akhirnya adalah duplikat itu akan tumbang bersama dengan yang aslinya.
Namun Stiyl tidak terlihat cemas.
"Sudah kubilang tenang saja. Alkimia masih merupakan bidang yang masih belum sepenuhnya diketahui."
"Hah?"
"Begini saja. Kalau aku minta kau untuk menjelaskan semua hal di dunia, termasuk semua butir pasir di pantai atau bintang di langit malam, berapa lama waktu yang kau butuhkan? Kupikir kau tidak akan bisa selesai mejelaskannya bahkan setelah seratus atau dua ratus tahun, kan?"
"…"
"Seperti itulah. Mantranya memang sudah selesai. Namun untuk menyelesaikan perapalannya batasan hidup manusia terlalu pendek," Stiyl lanjut berbicara seperti ingin membeberkannya, "Untuk alasan itulah sepertinya mereka mencoba berbagai upaya. Contohnya mereka mencoba memendekkan mantranya sedikit demi sedikit dengan memotong bagian-bagian yang tidak perlu; membaginya menjadi ratusan bagian mantra menjadi sepuluh lalu meneruskan mantranya ke keturunannya dengan setiap generasi merapalkannya sedikit demi sedikit."
Tapi tetap saja tidak ada yang pernah berhasil.
Sejak awal mantranya akan kekurangan bagian-bagian yang tidak berguna tersebut. Dari orang tua ke anaknya lalu ke cucu… Meneruskan perapalan seperti itu akan menghasilkan perapalan yang kacau seperti di permainan meneruskan kata saja.
"Namun…" Berkata sampai situ, Stiyl akhirnya menunjukkan niat bertarungnya dan berkata,"…Kalau mereka mahluk hidup yang tidak punya batasan usia, mereka bisa menyelesaikan perapalan yang sangat panjang itu. Mungkin karena inilah, mahluk tersebut merupakan ancaman besar bagi para penyihir."
(Mungkin itu juga tujuan dari mengapa pihak musuh memutuskan untuk mendapatkan vampir.) pikir Kamijou.
Bagi para ilmuwan, sangatlah menyakitkan saat mereka tahu jawabannya namun tidak bisa membuktikannya.
Dan bila tubuh mereka tidak bisa membuktikannya…
Bukankah bisa saja mereka mendapatkan mahluk yang bisa melampaui batasan manusia?
"Memang perihal alkimia ini cukup merupakan ancaman, tapi sekarang seharusnya Aureolus Izzard tidak mungkin bisa melakukannya. Hal yang paling bisa dia lakukan adalah menciptakan sedikit penemuan dan mengubah Misawa Cram School layaknya benteng, dan memasang banyak perangkap untuk mencegah pihak luar masuk."
"…?"
Kamijou merasa ada yang ganjil. Mengapa Stiyl sangat percaya diri?
"Hei, apa kau mengenal si Izzard itu?"
"Tentu saja kenal. Kami dulu sama-sama berasal dari organisasi gereja," Stiyl berkata dengan santainya. "Aku dari Gereka Anglikan dan dia dari Gereja Katolik Roma. Kami bahkan pernah bertemu sebelum aliran kami berbeda. Tentu saja, kami bukanlah teman."
Bagi Kamijou, sangat sulit membayangkan "Gereja" dan "penyihir" bersama.
Necessarius, organisasi tempat Stiyl dan Index bergabung bertujuan mempelajari sihir untuk membunuh penyihir. Namun, anggota mereka adalah penyihir menyimpang dari yang menyimpang. Bahkan walau Gereja Anglikan diketahui memiliki organisasi seperti itu, Gereja Katolik Roma dari kepercayaan yang berbeda tidak mungkin mempunyai organisasi yang mirip…
Setelah mendengar Kamijou bertanya, Stiyl memasang muka masam dan berkata, "Necessarius itu sebuah pengecualian dari pengecualian, Gereja lain tidak punya organisasi seperti ini."
Stiyl menghela napas dan melanjutkannya.
Tapi walaupun kami adalah pengecualian dari pengecualian, pekerjaan Cancellarius yang ditugaskan kepadanya merupakan contoh unik dari contoh-contoh unik lainnya. Pada dasarnya, dia menulis grimoir sebagai perwakilan gereja. Walaupun untuk menulis grimoir, tujuannya adalah kebalikannya. Seperti pengarahan pembelajaran kalimat mana di Kitab Suci yang bisa digunakan untuk menghadapi mantra yang digunakan penyihir jahat." Stiyl merentangkan tangannya dan menggerakkannya. "Tentu saja, tidak jarang orang-orang dari gereja menulis grimoir sebagai pengarahan pembelajaran, dan grimoir-grimoir yang ditulis Paus Honorius III atau Raja James i cukup terkenal."
"…Begitu. Jadi itulah kenapa kau bilang kemampuan Aureolus Izzard tidak terlalu hebat."
"Benar. Dia mungkin lebih berpengetahuan, tapi di tidak bisa bertarung. Seperti anggota eskul sastra yang bukan eskul olahraga. Namun, dia cukup kuat. Karena dia salah satu dai sedikit Cancellarius dari Gereja Katolik Roma dan punya kekuatan besar. Gereja Katolik Roma siap melawannya mati-matian untuk menghukumnya karena menyimpang."
"Aku bukan bermaksud begitu. Aku bilang kalau Aureolus itu seharusnya layak disejajarkan dengan nama dari orang-orang top keagamaan dan para raja, kan? Apa kau iri padanya?"
"…Aku bisa menganggap hal ini sebagai ejekan, kan?"
"Aku sih siap kalau kau ingin melawanku, tapi musuhmu sekarang bukan aku."
Kamijou memandang ke depan dan berkata, "Kita sampai di medan tempur."
Kamijou dan Stiyl berhenti berjalan.
Di bawah matahari terbenam, bangunan itu menanti di hadapan mereka.
Part 3
"Aku ingin bilang saja."
Kamijou memandang bangunan itu sambil bergumam.
Bangunan itu hanya bisa dilihat sebagai bangunan yang aneh. Bangunan itu berbentuk persegi dan sama sekali tidak spesial. Namun, ada empat bangunan dengan dua puluh lantai seperti itu, semuanya terletak di pojok perempatan jalan membentuk seperti 田. Dan dihubungkan dengan lorong di atas jalan yang tergantung seperti jembatan.
(Bangunan seperti itu seharusnya melanggar ketentuan Rencana Penyesuaian Wilayah Pembangunan, kan?) pikir Kamijou sambil melihat lorong yang tergantung itu.
Pada dasarnya, kepemilikan di langit merupakan milik pemilik tanah. Dengan kata lain, daerah di atas jalan seharusnya adalah daerah umum.
"Lupakan, hal yang tidak penting, kok."
Kamijou berbicara sendiri dan memandangi Misawa Cram School cabang Academy City lagi.
Bila dilihat dari bangunannya, tidak masuk akal menghubungkannya dengan istilah "Pemuja Sains" yang di luar pemikiran orang normal. Terlihat seperti bimbel biasa saja: ada murid-murid yang keluar masuk. Tidak ada hal yang tidak wajar.
"Target kita itu lantai lima di bangunan selatan—di sebelah kantin. Sepertinya ada ruang rahasia di sebelah sana," Stiyl mengatakannya seperti hal yang lumrah saja.
Peta denahnya terbakar setelah Kamijou mambacanya. Mungkinkah Stiyl sudah mengingat semua lokasi di peta tersebut?
"Ruang rahasia?"
"Ya. Mungkin dia memakai suatu trik seperti ilusi atau distorsi untuk membuat orang-orang tidak menyadarinya. Bagian dalam bangunan ini seperti mainan blok untuk anak-anak, ada banyak 'ruang' di dalamnya."
Stiyl memandangi bangunan itu dan berkata, "…aku bisa menemukan tujuh belas ruang rahasia hanya dengan melihat peta denahnya. Dan yang paling dekat dengan kita ada di sebelah kantin lantai lima bangunan selatan."
"…Oh, tapi itu tidak seperti tempat tinggal ninja yang isinya jebakan."
Gumam Kamijou yg lalu dibalas Stiyl sembari menyeringai.
"…Ya, memang kelihatannya tidak seperti itu."
"Eh?"
Kamijou menengok ke arah Stiyl. Stiyl memandangi bangunan itu yang seakan menebus langit dan bumi lalu menggelengkan kepalanya dan menghela napas.
"Tidak ada apa-apa. Bahkan aku yang seorang ahli tidak bisa menemukan kejanggalan apapun, sama sekali tidak ketemu bahkan saat aku melihatnya sebagai seorang ahli.
Walau Stiyl berkata demikian, dia tidak terlihat lega sedikitpun. Ekspresi seorang dokter yang berhasil mendeteksi kejanggalan lewat sinar-X, tapi tidak bisa menemukan sumber penyakitnya.
"…"
Mencurigakan, sangat mencurigakan. Walau dia tidak tahu apa yang ada di dalam sana, tapi tetap saja terlihat sangat mencurigakan.
Stiyl berkata dia tidak menemukan kejanggalan; dia tidak pernah berkata kalau bangunan itu aman. Di dalam bangunan itu, mungkin saja ada banyak perangkapnya yang sebelumnya belum pernah ditemukan. Mungkin saja memang tidak ada perangkap. Mereka tidak bisa mengetahuinya, jadi mereka itu seperti melihat kotak yang tertutup.
Jujur saja, apakah aman memasuki bangunan yang bahkan ahli dalam pengetahuan sihir tidak dapat mengatakan hal itu aman?
"Tentu saja seharusnya kita tidak melakukannya."
Stiyl menjawab dengan cepat.
"Tapi kita tetap harus masuk, kan? Tujuan kita untuk menyelamatkan bukan untuk membunuh. Aku akan sangat bersyukur kalau aku bisa langsung membakar bangunan itu dari luar saja."
Perkataan Stiyl terdengar tidak main-main.
"Tunggu dulu… Apa maksudmu kita tetap harus masuk? Kita akan lewati pintu utama begitu saja? Tidak ada perencanaan? Tidak adakah cara tidak terdeteksi musuh atau bisa mengalahkan musuh dengan aman?"
"Apa, jadi kau punya rencana?"
"…! Yang benar saja!? Kau ingin langsung maju begitu saja? Sama saja seperti menyerbu ke bangunan yang diduduki teroris!? Bahkan walaupun ini film aksi murahan, tidak bisakah kau memikirkan rencana yang bisa mengurangi satu atau dua musuh!?"
"…Hm, menggunakan pisau untuk mengukir rune AnsuzGebo yang bisa menyembunyikan hawa keberadaan."
"Kalau begitu lakukan! Cepat dan lakukan!"
"Dengarkan aku dulu! Stiyl berkata dengan nada kesal. "Bahkan kalau kita bisa menyembunyikan hawa keberadaan kita atau menjadi tak terlihat, aku seperti memberi pengumuman kalau: Stiyl Magnus baru saja menggunakan sihir."
"…Apa?"
"Kau itu tidak tahu konsep sihir sama sekali. Terpaksa aku harus menjelaskannya." Stiyl menghela napas lalu berkata, "Contohnya, bagaimana kalau ada lukisan yang hanya menggunakan warna merah?"
"…Dari hal psikologi, kupikir itu pertanda buruk."
"Diam dan dengarkan saja. Warna merah ini ibaratnya sihir Aureolus di seluruh bangunan. Bagaimana kalau aku mewarnainya dengan warna biru?"
"…Aku tidak terlalu mengerti, tapi kau seperti menjadi pemancar berjalan saja, kan?"
"Bisa dibilang begitu, tapi tidak hanya seperti itu."
Stiyl melanjutkannya setelah melihat Kamijou ingin bertanya lebih lanjut.
"Imagine Breaker milikmu itu seperti penghapus yang menghapus warna merah itu. Kalau lukisan seseorang dihapus seseorang, siapapun akan sadar ada sesuatu yang berbeda. Aku tidak akan terdeteksi kalau aku tidak menggunakan sihir, tapi kemampuanmu selalu aktif."
"…Lalu? Keadaan kita ini seperti dua orang dengan pemancar tertanam di tubuh kita, jadi mau pakai rencana apapun masih lebih baik langsung menekan bel bangunan yang penuh dengan teroris."
"Karena itulah kau disini. Kalau tak mau mati gunakan tangan kananmu untuk melindungi dirimu sendiri dari sarang lebah itu."
"HEI! Kau mengatakan hal ini seperti masalah orang lain saja! Bukannya ini karena kau tidak berguna sama sekali samapi aku harus melakukan semua hal ini!?"
"Ahaha, tidak perlu segugup itu. Hanya sihir alkimia saja. Tangan kananmu yang mampu bertahan dari serangan Naga St. George harusnya bisa melakukannya. Dan kau tidak bisa mengandalkanku. Aku mengirim Innocentius untuk melindungi anak itu, dan sekarang aku hanya bisa memakai pedang api."
"Waaaaahhh!! Kau benar-benar tidak memikirkannya!"
"Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan? Kau hanya akan menonton atau akan masuk kesana?"
"…!"
Kamijou memandang pada pintu keluar—pintu otomatis itu tidak terlihat janggal.
Sebenarnya Kamijou sangat tidak ingin memasuki tempat itu. Wajar saja. Siapa yang ingin memasuki medan tempur yang berisi perangkap dengan musuh yang tidak terlihat? Selain itu, tempat itu adalah benteng utama dari kepercayaan fanatik yang tidak diketahui siapapun.
Namun…
Karena itulah mereka harus memasukinya.
Kalau laki-laki saja gemetar melihat tempat itu, bagaimana bisa mereka membiarkan seorang gadis tetap berada di dalam hanya karena dia disebut Deep Blood?
"Ayo," Penyihir Stiyl Magnus berkata.
Tanpa berkata apa-apa, Kamijou berjalan menuju pintu otomatis tersebut.
Setelah melewati pintu kaca itu, tampilan di dalam bangunan itu sangatlah normal.
Lobi yang terbuat dari kaca seluruhnya, membuat sinar matahari masuk dalam jumlah besar. Lobi itu termasuk besar dengan tinggi 3 tingkat. Hal ini yang disebut tampilan luar oleh bimbel ini. Daripada disebut fasilitas untuk murid, tempat ini merupakan tempat untuk menarik pengunjung yang ingin mendaftar bimbel sehingga tidaklah tanpa sebab dekorasinya sangat luar biasa.
Di belakang lobi ada empat lift yang berjejer. Di antaranya, lift yang paling ujung digunakan untuk membawa barang-barang besar sesuai dengan ukurannya yang lebih besar dari yang lainnya. Tidak jauh dari lift yang berjejer itu terdapat tangga. Melihat posisinya yang tidak terlalu terlihat, sepertinya tangga itu untuk keadaan darurat saja.
Mungkin karena sudah menjelang malam, sekarang waktu istirahat untuk sekolah-sekolah seperti ini. Ada murid-murid yang keluar sekolah untuk membeli makanan dan berlalu lalang di lobi.
Kamijou dan Stiyl tidak terlalu menarik perhatian, mungkin karena pengurusnya tidak mengingat semua wajah murid-murid di sini. Dan walaupun mereka ketahuan merupakan orang luar, karena mereka hanya berada di aula masuk orang-orang di sana hanya akan mengira mereka adalah murid pindahan yang sedang mengurus administrasi.
(…Kesampingkan aku, apa orang ini terlihat seperti seorang murid?)
Kamijou menghela napas. Walau orang di sampingnya bisa dianggap remaja, dia ini seorang pendeta dengan berbau parfum, rambutnya disemir merah, memakai anting, cincin, dan punya tubuh yang tidak biasa. Tapi tak usah pedulikan hal itu karena bimbel adalah tempat yang menyediakan jasa, mereka tidak akan menolak pelanggan.
Lagipula, kalau dilihat-lihat, mereka tidak bisa melihat hal-hal yang janggal.
Orang-orang yang berjalan terlihat normal.
"Eh?"
Karena itu, satu-satunya hal yang janggal sangat mudah ditemukan.
Dari empat lift itu, di antara yang pertama dan kedua dari kanan terdapat robot berbentuk manusia terbaring di sana atau lebih tepatnya terpaku. Tangan dan kakinya tertekuk ke arah yang aneh seperti melihat bongkahan besi yang mengalami kecelakaan saja.
Benda itu dari bentuknya mirip seperti zirah dari barat. Namun, sosoknya jauh lebih modern seperti jet petarung. Banda itu mempunyai desain yang berdasarkan model tertentu dan dilihat dari cahaya perak yang dipantulkannya benda itu tidak terbuat dari besi yang biasa-biasa saja.
Terdapat tongkat sepanjang delapan puluh cm di dekatnya. Mungkin itu merupakan bagian dari peralatan benda itu.
Pada pergelangan tangan kanan benda itu tertulis kata "Percival" yang kemungkinan merupakan nama benda tersebut. Sekilas pandang saja, semua orang pasti tahu robot itu tidak akan bisa melaksanakan tugasnya.
Tangan dan kakinya tertekuk ke arah yang aneh dan cairan kental berwarna hitam seperti minyak keluar perlahan dari anggota tubuhnya yang sudah tidak berfungsi lagi.
Bau besi di udara membuat Kamijou mengerutkan dahi.
Benda apa itu?
Pertama, dari mana robot ini berasal? Robot keamanan dan robot kebersihan di Academy City berbentuk seperti tabung besi silender. Kamijou tidak pernah mendengar adanya mesin berbentuk manusia di Academy City yang tidak punya mobilitas.
Kedua, mengapa benda ini bisa berakhir seperti ini? Walau Kamijou tidak tahu kemampuan dari mesin itu, namun hal ini seperti akibat terkena kecelakaan lalu lintas saja. Tidak mungkin ada yang bisa menyebabkan hal seperti itu, kan? Apa yang sudah terjadi di aula bimbel ini?
Terakhir…
(…Mengapa tidak ada yang menyadarinya?)
Hal terakhir yang dipikirkan Kamijou membuatnya merasa ada sesuatu yang janggal.
Semua orang di tempat itu tidak membicarakan robot itu, bahkan sama sekali tidak dilihat. Mereka tidak seperti memilih tidak melihat ataupun mengingatnya, tapi seperti melihat hal yang tidak butuh diperhatikan layaknya batu di jalan.
Ini seperti…
Robot yang rusak itu tercampur pada kehidupan mereka sehari-hari begitu saja.
"Apa? Tidak ada apa-apa di sini. Baik menemukan Himegami atau melumpuhkan Izzard terlebih dahulu sebaiknya kita bergegas bergerak." Stiyl berkata begitu saja.
"Ah… oh."
Kamijou akhirnya dapat memalingkan pandangannya dari robot itu. Ini karena tidak ada selain dirinya yang menyadari robot tersebut, jadi Kamijou mereasa dia seakan melihat hantu saja.
Tapi benda itu bukanlah hantu.
Robot itu benar-benar ada di hadapan Kamijou.
"Apa? Kau tertarik pada benda itu? Oh benar juga. Hal ini termasuk langka untukmu."
Stiyl baru menyadari apa yang Kamijou lihat.
"Iya itu benar… Eh? Tunggu dulu, robot seharusnya berasal dari sisi Sains, kan?
Mendengar perkataan Kamijou, Stiyl langsung memasang senyum kecut.
"Kau bicara apa? Itu hanyalah mayat."
"Apa…?"
Kamijou tidak dapat memahaminya.
"Perlindungan Surgawi yang didapat dari Zirah Bergelombang dan Replika Busur Surga. Dia seharusnya termasuk dari tiga belas Ksatria Gereja Katolik Roma. Mereka mungkin datang untuk mengeksekusi penyimpang itu, tapi kelihatannya malah mereka yang dikalahkan. Dasar. Padahal Ksatria adalah keahlian Inggris, tapi orang-orang ini yang suka meniru kami malah berakhir seperti ini." Stiyl menggerakkan rokok di mulutnya. "…Cih. Omong-omong, orang dalam tabung pengawet itu picik sekali. Padahal sudah ada Gereja lain yang membantunya, tapi dia masih menyuruh kita masuk secara terpisah. Apa dia berniat membuat kita gagal…? Memang orang-orang yang datang ke tempat ini untuk menyelesaikan permasalahan ini merupakan elit dari Gereja. Alangkah menguntungkannya kalau dia bisa memebuat satu saja terbunuh di tempat ini…"
Stiyl berkata dengan nada penuh amarah. Tapi Kamijou tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, jadi dia tidak mengacuhkannya.
Kamijou memilih untuk memandangi benda yang terbaring di lantai sebelah lift. Tangan dan kakinya tertekuk ke arah yang aneh, bongkahan besi yang seperti mengalami kecelakaan serius, tubuh yang tertutup besi berwarna perak itu hancur, terdapat cairan kental berwarna hitam kemerahan seperti minyak keluar perlahan dari anggota tubuhnya. Robot yang hancur.
Tidak.
Bagaimana kalau cairan itu bukan minyak hitam kemerahan, tapi sesuatu yang lebih merah dan gelap?
Tidak…
Bagaimana kalau itu bukanlah robot, melainkan manusia berzirah?
"Kenapa kau terkejut sekali?" Stiyl berkata seakan hal itu wajar-wajar saja. "Tempat ini adalah medan pertempuran. Apa anehnya melihat satu atau dua mayat?"
"…"
Kamijou tidak bisa berkata-kata.
Dia sudah tahu. Dia seharusnya sudah mengetahuinya. Tempat ini adalah medan pertempuran, tempat orang saling membunuh. Musuh sudah menyiapkan perangkap untuk penyusup seperti Kamijou, dan menunggu mereka terkena perangkap. Lagipula, Kamijou dan Stiyl tidak berniat bernegoisasi dengan musuh yang seperti itu.
Benar, seharunya mereka sudah mengetahuinya.
Namun walaupun begitu, Kamijou tetap tidak bisa mengabaikan hal ini.
"Keterlaluan!"
Kamijou berlari maju. Walau dia tidak tahu apa yang dia lakukan, mungkin dengan memakaikan perban di sini dan di sana, Kamijou yang amatir tersebut bahkan tidak tahu langkah-langkah menangani hal darurat. Lagipula, dengan zirah yang hancur seperti itu, dia tidak bisa mengetahui apakah orang di dalamnya masih hidup atau tidak. Juga, Kamijou tidak tahu cara mengeluarkan orang tersebut dari zirah yang hancur itu.
Walaupun begitu, tidak ada bukti jelas yang menunjukkan orang dalam zirah tersebut sudah mati.
Kalau begitu, mungkin saja dia masih bisa menyelamatkan orang dalam zirah kalau dia cepat bertindak.
Kamijou hanya berlari sepuluh detik dari ujung aula untuk mencapai ujung satunya lagi. Karena seluruh wajahnya tertutup dengan zirah, Kamijou tidak bisa melihat ekspresinya. Dia hanya bisa mendengar suara hembusan udara di antara celah bongkahan besi itu.
(Dia masih bernapas!)
Kamijou merasa lega, dia sadar kalau dia tidak bisa memindahkannya begitu saja dan berniat memanggil ambulan sampai dia mendengar suara pintu besi dari lift terbuka.
Banyak remaja berumuran sama yang keluar dari lift, tidak menyadari orang itu sama sekali. Seakan melihat pemandangan yang biasa saja sambil meneruskan pembicaraan seperti bagaimana makanan di restoran mahal padahal tidak enak, dan pergi ke supermarket.
"Hei kalian—!"
Mereka seharusnya menyelamatkan yang terluka. Walau dia tahu hal itu, Kamijou tidak dapat berdiam diri lagi.
Dia mencoba memegang pundak murid di dekatnya.
"Apa yang kau lakukan? Cepat hubungi ambula—!"
Namun, dia berhenti sebelum dia selesai bicara.
Karena tangan Kamijou terbawa maju dengan paksa.
Tidak…
Dibandingkan terbawa, ini lebih seperti menggunakan tangan memegang kursi pengemudi truk yang berjalan; hal yang sangat jauh berbeda.
"Apa—!"
Tangannya nyaris terdislokasi[4].
Tapi yang lebih mengejutkan Kamijou adalah murid tersebut tidak menyentuh tangan Kamijou sama sekali. Tangan Kamijou yang memegang pundak itu terasa seperti balon yang diikat ke mobil.
Bahkan orang itu tidak menyadari Kamijou telah memegang pundaknya. Tidak ada seorang pun di aula itu yang menanggapi teriakan Kamijou.
Sama seperti zirah yang hancur tersebut.
"Ada apa ini?"
Dia mengira akan merasakan tekstur halus pakaian, namun tangannya terasa seperti melewati lem yang sangat lengket. Jangankan pundak murid tersebut, Kamijou bahkan tidak bisa menyentuh pakaiannya.
"Ini pastilah sejenis pembatas, sama seperti sisi depan dan belakang dari koin. Orang yang ada di sisi depan koin adalah para murid yang tidak tahu apa-apa, dan tidak bisa melihat ataupun merasakan kita yang ada di sisi belakang. Dan untuk orang dari sisi belakang, penyusup dari luar, kita tidak bisa ikut campur dengan para murid dari sisi depan yang tidak tahu apa-apa. Perhatikan."
Stiyl terdengar sedang merapal mantra sambil menunjuk ke arah gadis yang keluar dari lift.
Di lantai itu, darah merah kehitaman mengalir dari zirah dan menjadi genangan. Gadis itu berjalan melewati genangan itu.
"…"
Pandangan Kamijou mengikuti gadis itu. Kakinya tidak terkotori sama sekali, dan tidak ada jejak berwarna hitam kemerahan. Kolam darah itu terlihat seperti satu tumpukan plastik yang mengeras saja.
"Hm."
Stiyl dengan santai melepaskan rokok dari mulutnya dan menekan ujung rokok yang berwarna merah ke tombol lift.
Namun, tombol lift yang terbuat dari plastik itu tidak terbakar, apalagi meleleh.
"Begitu, jadi seluruh bangunan berada di sisi depan. Memang seharusnya seperti itu, karena ini lebih cocok sebagai benteng untuk melawan sihir. Kamijou Touma, kelihatannya dengan diri kita saja tidak akan bisa membuka satu pintu pun, bahkan pintu otomatis. Kita terjebak."
"…"
Sebuah pembatas.
Walau hal itu sangatlah asing bagi Kamijou yang berasal dari sisi Sains. Karena hal itu berasal dari sisi supernatural, bukannkah ini kesempatan untuk Kamijou Touma unjuk gigi?
Kamijou megepalkan tangannya dengan erat.
Imagine Breaker. Bila hal-hal supernatural tersentuh tangan kanan itu, hal itu akan ditiadakan, walaupun itu adalah keajaiban Tuhan. Kemampuan yang unik bahkan dari kemampuan unik sekalipun.
Kamijou mengepalkan tangannya dan mengangkatnya ke udara.
Lalu dia memukul lantai dengan keras, ingin menghancurkan pembatas itu—
—Memang benar dia memukul lantai itu, tapi dia hanya bisa menjerit.
"Hah! Myaah! Aaaah!?"
"Kau ini sedang apa?"
Melihat Kamijou bergulingan di lantai seperti itu, Stiyl terlihat tidak tahan lagi dan menghela napas.
"Ini mungkin seperti Innocentius. Kalau kita tidak menghancurkan inti dari sihir itu, kita tidak akan bisa menghancurkan pembatas ini. Dan sepertinya… inti sihir ini terletak dengan aman di luar pembatas. Orang yang terjebak di dalam tidak akan bisa keluar. Hmm, sepertinya kita dalam masalah."
Kamijou benar-benar bingung harus berbuat apa sekarang lalu berkata"…Sial, apa yang harus kita lakukan? Ada yang terluka di sini dan kita tidak bisa memanggil dokter atau mengeluarkannya…"
"Kita tidak harus melakukan apa-apa. Orang itu sudah mati."
"Jangan bilang seperti itu! Periksa nadinya! Dia masih hidup!"
"Ya. Dia masih hidup kalau dilihat dari denyut jantung. Tapi, rusuknya yang hancur menembus paru-parunya, hatinya hancur, denyutnya juga lemah… dia tidak bisa diselamatkan lagi. Dia sudah bisa disebut 'mayat.'"
Entah bagaimana dia mengetahui hal tersebut menggunakan sihir rune atau tidak, tapi perkataan Stiyl sedingin dokter yang memberitahukan seorang pasien memiliki penyakit tahap akhir.
"…!!"
"Kenapa pasang muka seperti itu? Kau sudah tahu dari awal, bukan? Walaupun dia masih bernapas, dia tidak bisa selamat."
Tanpa ditunda, Kamijou menarik kerah pakaian Stiyl dengan kedua tangan.
Dia tidak bisa memahaminya. Kamijou tidak bisa memahaminya. Bagaimana orang di hadapannya bisa tetap tenang seperti ini? Kenapa dia bisa berkata seperti itu di depan orang yang sekarat?"
"Minggir! Orang ini tidak punya banyak—"
Namun Stiyl menjauhkan Kamijou dengan tenang.
"—Kita tidak punya banyak waktu. Akan kubiarkan kau memberikannya, apa yang kau sebut simpati pada orang mati. Tugas seorang pendeta termasuk dalam mengirim orang mati ke surga. Kau, amatir, diam dan perhatikan."
"…"
Melepaskan tangannya, Kamijou akhirnya sadar. Stiyl, yang memunggungi Kamijou dan melihat ksatria tersebut yang berada di perbatasan hidup dan mati sebenarnya…
(Dia… marah…?)
Sulit dibayangkan dari kebiasaannya yang suka menghina, tapi tidak diragukan lagi. Saat ini, Stiyl Magnus bukanlah seoang penyihir. Sosoknya terlihat menimbulkan listrik statis, karena apapun yang menyentuhnya seakan akan terpental. Ya, ini adalah sosok pendeta Stiyl Magnus.
Stiyl tidak melakukan hal yang spesial.
"…"
Dia hanya mengatakan sesuatu yang sangat lumrah. Kamijou tidak mengerti karena perkataanya menggunakan bahasa asing.
Kata-kata yang keluar dari pendeta, bukan penyihir.
Walau Kamijou tidak tahu pengaruhnya, tapi ksatria yang tidak bisa bergerak itu gemetar lalu mengangkat tangan kanannya ke arah Stiyl seakan dia ingin menangkap sesuatu di udara.
"…"
Ksatria itu juga berkata sesuatu.
Stiyl mengangguk. Kamijou tidak tahu arti dari anggukan itu, tapi ksatria itu tampak lepas dari ketegangannya. Seperti dia telah memberikan apa yang dia ingin berikan… Dia tidak penasaran lagi, dirinya menjadi tenang sambil benapas lega.
Tangan ksatria itu terjatuh.
Tangan kanan berbesi itu terjatuh ke lantai. Bersuara seperti sedang bersujud.
"…"
Sebagai pendeta, Stiyl Magnus akhirnya membawa salib ke dadanya.
Di hadapan kematian, tidak ada perbedaan antara Geraja Anglikan dan Katolik Roma. Penghormatan terakhir merupakan hak yang terakhir.
Lalu, Kamijou akhirnya sadar.
Tempat ini adalah medan pertempuran.
"Ayo!"
Stiyl Magnus berkata lagi sebagai seorang penyihir dibanding seorang pendeta.
"Kelihatannya kita punya satu alasan tambahan untuk bertempur."
Part 4
Dia merasa sangat tidak sehat sekarang.
Tujuan awal mereka adalah memeriksa semua celah di bangunan tersebut—ruang rahasia. Dan ruang rahasia terdekat di bangunan ini—di sekitar lantai lima bangunan bagian Selatan. Jadi, mereka berdua menggunakan tangga sekarang.
(Kenapa aku merasa tidak sehat?)
Kamijou mempertanyakan hal itu sambil menaiki anak tangga darurat yang sempit. Awalnya dia pikir hal ini disebabkan ksatria sebelumnya. Lalu dia pikir hal ini karena tangga darurat gelap dan sempit.
Namun, selain faktor psikologis ada juga faktor fisik.
"Kakiku…"
Kamijou melihat kakinya yang sudah lelah karena suatu alasan.
Sisi depan dan belakang koin—penyihir yang mengetahui segala seluk beluk sisi belakang, namun tidak bisa menyentuh orang-orang yang berada di sisi depan. Stiyl berkata sebelumnya bahwa ini adalah peraturannya. Dan seluruh bangunan itu berada di sisi depan.
Artinya dampak menginjak lantai akan terpantul kembali ke kaki.
Mudahnya, perbedaan hal ini seperti memukul orang dibandingkan memukul dinding. Sembari mereka berjalan di atas lantai yang sangat keras itu, membuat lelah dua sampai tiga kali lebih cepat.
"Kita… hanya bisa… berharap… musuh juga… pada situasi yang sama…"
Stiyl terlihat merasa terganggu dengan rasa lelah yang tiba terlalu cepat. Walau Stiyl bertubuh besar, sepertinya dia tidak melakukan latihan fisik sehingga tidak terbiasa melakukan aktivitas berat.
"Cih… kalau tahu begini, seharusnya pakai lift saja."
"Kita ada di sisi belakang, bagaimana caranya kita menekan tombol yang ada di sisi depan? Kalau kau bisa, ajari aku."
"…"
"Walau kita bisa memasuki lift saat pintunya terbuka. Apa yang bisa kau lakukan kalau murid-murid di sisi depan memasukinya juga? Kita akan babak belur kalau banyak yang masuk ke lift."
Orang yang berada di sisi belakang tidak bisa menyentuh orang yang berada di sisi depan.
Contohnya, bahkan jika mobil di sisi belakang menghantam orang yang ada di sisi depan, mobilnya akan hancur sedangkan orang itu akan baik-baik saja.
Kalau lift itu penuh dengan orang…
Akan seperti telur berada di kereta yang penuh sesak, pasti akan hancur.
(…Ugh, keadaannya jadi semakin membuat putus asa.)
Kamijou menundukkan kepalanya, terlihat patah semangat. Dia sudah lelah, dan ditambah dengan pikiran-pikiran negatif lainnya, dia merasa ingin menyerah saja.
Pikirkan hal-hal menyenangkan, cepat pikirkan hal-hal menyenangkan—batin Kamijou sangat membutuhkan istirahat.
Dan dia melakukannya.
"Benar juga, bagaimana dengan telepon genggam?"
"Apa?"
"Kau menyebutkan mengenai sisi depan dan sisi belakang koin, kan? Telepon genggam bisa berfungsi?" Kamijou mengatakan hal tersebut sambil mengeluarkan telepon genggamnya.
Walau dia berkata demikian, Kamijou sadar kalau hal ini hanyalah alasan yang dia buat sendiri. Karena terlalu banyak hal-hal tidak biasa yang terjadi, Kamijou merasa harus melakukan hal-hal biasa atau dia bisa menjadi tidak waras.
Sedangkan siapa yang akan dia telepon, Kamijou tidak perlu berpikir dua kali.
Kamarnya—dengan kata lain, gadis yang menunggu dia di kamarnya. Saat Kamijou berniat menelponnya, dia menyadari sesuatu.
"…Tunggu dulu, bagaimana kalau musuh mendeteksi sinyal panggilan ini dan menyerang kita?"
"Entahlah? Namun keberadaan kita sendiri mungkin sudah diketahui. Karena kita masuk lewat pintu utama."
"Kalau benar begitu, kenapa kita belum diserang?"
"Entahlah? Mungkin mereka terlalu percaya diri, atau mungkin mereka berniat melenyapkan kita sekali serang. Ahli alkimia itu merupakan orang yang seperti itu. Sekarang, dia pasti sedang menyiapkan berbagai cara untuk balik menyerang."
"…"
(Kalau keadaannya seperti itu, kenapa orang ini masih bisa setenang ini?)
Namun, karena mereka sepertinya telah ketahuan, tidak perlu lagi harus berhati-hati. Kamijou memantapkan dirinya untuk menelpon.
Telepon genggamnya berdering tiga kali.
(Jadi tidak bisa juga…)
Telepon genggamnya berdering enam kali.
(…Sepertinya memang tidak bisa.)
Telepon genggamnya berdering sembilan kali.
(Cepat angkat!)
Walau sudah tidak sabar, Kamijou tidak memutus panggilannya. Selama menunggu, Kamijou berpikiran lain. Bagaimana kalau ini tidak terkait dengan sisi depan atau belakang, tapi Index yang tidak mau mengangkat telepon?
Atau… bukan dia tidak mau melainkan tidak bisa?
Tidak mungkin ada apa-apa dengan Index, kan?
(Ind—!)
Tepat saat perasaan tidak enak misterius muncul di benak Kamijou…
Panggilan tersebut tersambung.
"Hya, Hyai! Ini Index Libror—eh, maaf. Ini Kamijou! Halo!?"
Suara Index yang tidak-tidak terdengar dari panggilan itu.
"Hei, aku ingin bertanya," Kamijou dengan enggan bertanya seakan dia mencoba cara melangsingkan tubuh yang salah. "Apa ini pertama kalinya kau mengangkat panggilan?"
"Uweeh!? Ini, ini suara Touma. Eh? Apa semua suara di telepon terdengar sama?"
Lalu terdengar suara benda yang dipukul ke benda lain.
Pasti Index merasa bingung dan memukulkan teleponnya ke lantai.
"Index! Berhenti memukul mesin apabila kau merasa ada sesuatu yang salah! Itu cara yang dipakai oleh nenek tua dalam menyelesaikan masalah seperti ini!"
"…Aneh, satu-satunya orang yang bisa mengatakan hal bodoh seperti itu hanya Touma seorang."
Kamijou menyangkal dalam benaknya.
Sesuai dugaan. Ini pastilah pertama kalinya Index mengangkat panggilan (tapi sepertinya dia pernah melihat orang lain mengangkat panggilan, dilihat dari sapaannya). Sepertinya dia berjalan dengan takut di depan telepon, tapi teleponnya terus berdering, lalu dia mengangkat panggilan.
Ahli sihir yang mempunyai pengetahuan 103.000 grimoir tidak tahu menahu tentang sains sama sekali, dirasa lucu oleh Kamijou. Namun, dia teringat hal lainnya. Pengetahuan Kamijou memberitahukan dirinya kalau Index tidak mempunyai ingatan sebelumnya karena dia hanya memiliki satu tahun ingatan saja.
Hal yang lucu seperti itu sebenarnya kekurangan yang disebabkan hilangnya ingatan. Memikirkannya, sangatlah memilukan.
"Nyai? Touma? Kenapa suaramu terdengar menyusahkan, berlebihan dan membesar-besarkan dan tidak ramah sama sekali di telepon? Apa ada kejadian serius?"
"Ah, tidak kok—"
Sepertinya bagi Index, telepon bukanlah sesuatu yang biasa.
"Ah, apa ini karena satu dari dua lasagna di kulkas milik Touma!?"
"Kau memakannya? Itu—"
Sebelum Kamijou bisa melanjutkan, suara dari telepon terdengar kembali.
"Ah, ada juga puding di kulkas…!"
"Kau memakannya!? Itu pudingku!"
"Tapi hanya ada satu!"
"Tidak bisakah kau memikirkan perasaan pemilik rumah! Itu puding madu hitam! Satunya seharga 700 yen!" tangis Kamijou. "Oh, sudahlah. Jangan pikirkan itu, aku hampir keluar dari topik pembicaraan. Karena panggilannya terhubung, tidak masalah."
"Eh? Touma, apa kau mencariku atau sejenisnya?"
"Ar. Aku hanya menguji bisa tidaknya menghubungimu lewat telepon. Sudah, ya."
"???"
(Saat ini Index pasti sedang kebingungan, kan?)
"Ah, iya. Kau tahu tidak, Index? Setiap menit kau memakai telepon, umurmu akan memendek satu hari."
"Waahhh!"
Sambungan teleponnya diputus. Sepertinya gagang teleponnya sampai jatuh ke lantai.
"…Orang yang mudah percaya."
Berhasil membalas dendam atas pudingnya, dia menggerutu sendiri setelah memutuskan panggilan.
Namun…
"……………"
Penyihir di sebelahnya terlihat ingin mengatakan sesuatu.
"A-ada apa?"
"Tidak ada apa-apa." Stiyl mengeluh dan lanjut berbicara. "Hanya saja aku merasa kau terlalu santai. Ini dalam medan pertempuran, tapi kau masih sempat mengobrol dengan cewek. Aku tidak peduli kalau kau mati karena kesembronoanmu; Aku justru senang, tapi jangan buat aku seperti itu juga."
"Kau cemburu?"
"Gu… nuu…"
Stiyl terdiam, namun seakan-akan 60% darahnya ingin meledak saja. Kamijou mulai mengerti cara menangani orang di hadapannya.
"…Ya, itu benar."
Perkataan Stiyl mengejutkan Kamijou lebih dari perkiraannya.
Kamijou tidak tahu kenapa dia terpengaruh sekali.
Namun, Stiyl berkatas, "…Jangan salah paham. Aku tidak melihat anak itu dalam pandangan percintaan."
Tanpa melihat wajah Kamijou, Stiyl lanjut berbicara.
"Kau pasti sudah tahu anak itu harus menghapus ingatannya setiap tahun atau dia akan mati. Kalau kau tahu, kau tentu bisa membayangkan berapa banyak orang yang pernah berada di posisimu."
"…"
"Ada yang mencba menjadi ayahnya. Ada yang mencoba menjadi kakaknya. Ada yang mencoba menjadi teman dekatnya. Ada yang mencoba menjadi gurunya." urai Stiyl. "Seperti itu saja, tidak rumit, kan? Aku gagal dan kau berhasil. Itu saja perbedaan antara kau dan aku."
Stiyl menatap wajah Kamijou.
Dia seperti melihat masa depan yang tidak mungkin terjadi.
"Namun, aku jelas bohong kalau bilang aku tidak peduli." keluh Stiyl dan lanjut berkata. "Lagipula, aku tidak benar-benar diabaikan oleh Index, hanya saja dia tidak ingat. Kalau ingatannya kembali, dia pasti akan berlari ke pelukanku."
Kamijou tidak bisa berkata-kata.
(Kalau ada seseorang, seseorang yang sangat penting bagiku kehilangan ingatannya, tidak tahu apapun, dan ada orang lain yang tiba-tiba datang menemaninya, apa yang akan aku rasakan? Bisakah aku tetap tenang?) Kamijou bertanya pada dirinya sendiri.
Tidak, adanya orang lain yang menemaninya bukanlah satu-satunya masalah.
Bukankah dia akan merasa dikhianati oleh orang yang sangat penting baginya itu?
Tapi orang di hadapannya masih percaya pada dirinya, terus yakin pada pendiriannya.
Sekuat itulah dia.
Kamijou melihat teleponnya kembali. Lima menit pembicaraan tidak berarti tadi; seseorang yang mengorbankan semua yang dia punya untuk melindungi orang yang paling penting baginya, bahkan setelah mengetahui dia tidak bisa kembali seperti dahulu lagi.
Perasaan orang-orang itu…
Dihancurkan oleh dirinya. Pantaskah Kamijou yang sekarang mendapat gadis itu untuk dirinya sendiri?
(…Aku tak tahu)
Kalau itu adalah permintaan Index satu-satunya, Kamijou akan mempertahankannya sampai akhir.
Tapi masalah utamanya adalah Index hanya melupakan hal tersebut. Bagaimana bisa gadis yang tidak tahu kalau dia mempunyai pilihan lain mampu membuat keputusan?
(Aku tidak tahu, tapi Kamijou Toumalah yang menyelamatkan Index.)
Benar. Kalau memang benar, dia harus bertanggungjawab telah menyelamatkannya.
Seperti memberikan makanan ke kucing karena kasihan, tapi tidak membawanya ke rumah walau tahu kucing tersebut bisa saja mati kelaparan. Daripada memberi harapan kucing itu bisa mendapat tempat bernaung, lebih baik tidak melakukannya dari awal.
Namun…
(Orang yang menyelamatkannya bukanlah Kamijou Touma yang sekarang—)
Pada akhirnya, keadaanya kembali ke awal lagi.
(—Orang yang Index butuhkan adalah Kamijou Touma sebelum kehilangan ingatannya.)
Part 5
Setelah naik sampai lantai lima, Kamijou dan Stiyl sampai di koridor.
Catatan
Previous Chapter 2 | Return to Main Page | Forward to Chapter 4 |