No Game No Life (Indonesia):Jilid 1 Teks Lengkap

From Baka-Tsuki
Revision as of 05:36, 17 December 2014 by ZakkariaChristo (talk | contribs) (Created page with "==Prolog== <gallery> File:NGNL V1 Cover.jpg File:NGNL Volume 1 cover page.jpg File:NGNL V1 004.jpg File:NGNL V1 005.jpg File:NGNL V1 006.jpg File:NGNL V1 007.jpg|'''Table of C...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Prolog

Part 1

[Sebuah Legenda] Ada sebuah masa ketika [Keinginan] jumlahnya sama dengan jumlah bintang di langit

Misalnya: sebuah legenda tentang ‘tidak akan ada satupun manusia yang mampu melangkahkan kakinya di bulan’.

Misalnya: sebuah konspirasi dari Freemason terhadap uang dolar Amerika Serikat.

Misalnya: sebuah perjalan waktu di Philadelphia.

Bunker perlindungan nuklir Chiyoda, Area 51, insiden Rosswel UFO, dll.

Setelah melihat banyak contoh yang dipaparkan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa ada pola yang sama dari setiap kejadian yang ada. Pola itu adalah… ‘akan sangat menyenangkan jika kejadian itu benar-benar terjadi [Keinginan].

Tidak akan ada asap tanpa api. Namun, setelah [Keinginan] menyebar ke segala arah, [Keinginan] telah berubah menjadi [Rumor].

Pola pikir seperti ini tidak aneh di dunia ini. Sejak zaman dahulu kala, manusia selalu memilih [Yang Tak Terelakkan] daripada [Ketaksengajaan]. Kelahiran manusia pertama kali mungkin adalah hasil dari kemungkinan astronomis. Menurut pandangan manusia, manusia menganggap bahwa ada sesuatu atau suatu hal yang ingin menciptakan manusia.

Melihat dari cara pandang ini, dunia tidak sekejam dan sekacau yang dipikir, tapi lebih teratur. Dengan memikirkan maksud dari penciptaan dunia ini, untuk membantu mengeksplor lika-liku dan kekejaman dunia ini.

……..Orang-orang hidup dengan keinginan di hati mereka. Maka dari itu, [Sebuah Legenda] bisa lahir dari sebuah kesungguhan [Keinginan].

Lalu. Di dunia dimana [Sebuah Legenda] masih cukup banyak untuk menyinari langit, ada sebuah contoh yang jelas yang menjelaskan sebuah kebenaran, namun contoh itu masih dianggap sebuah legenda. Pada akhirnya, tidak ada yang tahu apakah legenda itu benar-benar ada.

Jangan salah, karena legenda yang dimaksudkan di depan itu bukan berarti benar adanya.

Hanya saja keberadaan dari legenda ini berbeda dengan keberadaan sebuah rumor atau gosip.

Sekarang, darimana asalnya [Sebuah Legenda] ini berasal? Semua ini dimulai dari sebuah [Rumor} biasa. Tapi tiba-tiba saja rumor itu berubah menjadi sesuatu dari awalnya [Rumor] menjadi [Sebuah Legenda]. Dan legenda itu seperti ini.

Ada sebuah rumor yang sudah menyebar di internet tentang seorang gamer yang bernama 『  』menurut lebih dari 280 ranking game online, ada seorang pemain dengan rekor tak terkalahkan yang dengan bangga selalu berada di pucuk ranking pertama dengan nama 『  』

“Tidak mungkin orang seperti itu benar-benar ada” mungkin itu yang kalian pikirkan. Itu juga yang orang lain percayai dan menjadi sebuah hipotesis sederhana.

“『  』adalah nama dari seorang staff divisi pengembangan yang ingin populer dengan nama itu. Kenyataannya mana mungkin pemain seperti itu benar-benar ada.”

Para pengembang game yang tidak mengungkapkan identitas dari 『  』membuat respon buruk dari para pemain, seperti sebuah pesona kecantikan, dengan pemain ini yang tidak mungkin ada.

Tapi yang lebih aneh lagi adalah bahwa pemain ini selalu berpatisipasi di war dan banyak pemain sudah melawannya.

Dia yang tak terkalahkan…Dia seperti badai yang menerjang musuhnya.

Dikatakan bahwa dia…telah menakhlukan level Grandmaster di permainan catur dengan program komputer.

Dikatakan bahwa dia…memiliki gaya permainan yang sesat dan tidak ada yang bisa membaca pergerakan tangannya.

Dikatakan bahwa dia…telah menggunakan Tool Assist, dan bergantung pada Cheat Codes.

Dikatakan bahwa dia… dikatakan bahwa dia…dikatakan bahwa dia…

Seseorang yang tertarik untuk meneliti [Rumor] ini memutuskan untuk menginvestigasinya lebih lanjut.

Caranya tidak terlalu sulit. Jika pemain itu adalah pemain biasa, gamer PC, atau Social Game, pemain itu pasti mempunyai akun. Dan jika akun itu ada, maka urutan perolehan nilainya bisa diinvestigasi.

Tapi seseorang itu yang menyelidiki pemain itu jatuh ke dalam perangkap. Karena 『  』pada dasarnya memiliki akun untuk setiap game dan SNS, dan dengan jumlah game yang ada, jumlahnya [Tak Terbatas]. Dia bahkan tidak memiliki celah sedikitpun untuk rekor menang-kalahnya.

Dengan itu, misteri ini sudah mulai bisa dijelaskan dan sudah bisa disimpulkan bahwa 『  』adalah seorang hacker yang telah menghapus semua jejak kekalahannya, sebuah grup gamer dengan level permainan tinggi, dll.

Dengan ini, {Sebuah Legenda] baru telah lahir.

Namun, dalam kasus ini, orang yang telah bertanggung jawab menyebarkan rumor ini 『  』 haruslah bertanggung jawab.

Karena dia memiliki akun, pemain itu juga punya hak untuk berbicara, tapi dia tidak menggunakan haknya.

Dia hanya diam dan tidak melakukan komunikasi satupun dengan para pemain

Karena keterbatasan informasi itulah, semua hal tentang pemain itu masih menjadi sebuah misteri bahwa 『  』adalah seorang jepang.

Tidak ada satupun yang pernah melihat wajahnya—— itulah kenapa legenda ini terus saja berkembang dan terus menyebar dengan cepat.

Jadi.

Mari kita perkenalkan.

Kebenarannya.

Seorang pemain dengan takhta kemenangan di lebih dari 280 game.

Rekor ini tak pernah terkalahkan sejak dia membuat identitasnya itu, seorang pemain legendaris.

『  』kebenaran sejati dari identitasnya!

Part 2

“Ahh…aku akan mati…aa, sekarang aku akan benar-benar mati…hey, adik, cepat bangun, baaannggunnn~!”

“*Zuzu*…tidak mungkin…menggunakan kakiku untuk menggerakkan mouse-nya….”

“Sudahlah ayo cepat, adikku---atau harusakubilang, adikku yang pemalas---meskipun akutidak makanselama tiga hari, kamu kan makan cup mi instan kan? Kau sudah bermain bagus selama pertarungan.”

NGNL V1 17.jpg

“Nii, kau juga mau makan? Seperti Calory Mate atau….”

“Ahh, tidak mungkin aku makan benda yang dimakan oleh orang-orang borjuis itu. Selain itu, cepat bangkitkan karaktermu!”

“…*Zuzu*…ini, Nii.”

“Oh! Terima kasih~ ngomong-ngomong jam berapa sekarang?”

“Ahm…sekitar jam depalan malam.”

“Bagaimana novel menyebut jam delapan di pagi hari adalah malam hari. Lalu, hari apa ini?”

“…Siapa yang tahu? Tunggu….satu, dua…empat cup mi instan jadi…empat hari?”

“Tunggu, adikku. Maksudku bukan berapa hari yang sudah terlewat sejak kita berdua bergadang bermain game. Yang aku maksudkan ‘tanggal’ berapa sekarang.”

“Apa itu masalah Nii? Nii kan NEET?”

“Tentu saja itu masalah---sesuatu yang mungkin di dalam game internet manapun tidak akan terjadi!”

---Dan itulah perbincangan singkat dari bocah perempuan dan laki-laki yang bermain game internet.

Mereka saling memandang satu sama lain di dalam ruanganitu saat mereka mengobrol.

Luas dari ruangan itu sekitar enam belas tatami. Lebih ke arah lebar. Namun, di dalamnya penuh dengan konsol game, empat konsol untuk setiap orang----jadi total ada delapan konsol.

Di lantai itu ada banyak paket game yang sudah dibuka, dan juga makanan----yang adalah sepaket mi instan dan botol air yang tersebar di lantai, membuat ruangan ini malah terlihat sempit dari ukuran aslinya.

Sebuah layar monitor LED memancarkan cahaya redup berwarna putih dan itulah satu-satunya sumber cahaya yang ada di ruangan itu. Bahkan cahaya matahari terhalangi oleh tirai yang dipasang.

“…Nii, apakah kamu…tidak ingin mencari pekerjaan?”

“…Kalau begitu kenapa adik tidak pergi ke sekolah juga?”

“….”

“….”

Dan pada akhirnya mereka berdua berakhir dengan tidak menyambungkan subyek pembicaraan mereka.

Kakak tertua, Sora, umur delapan belas tahun. Tidak mempunyai pekerjaan. Perjaka. Tidak populer. Tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain. Maniak game. Memakai sebuah kemeja dan celana jeans yang membuat dirinya malah terlihat seperti bocah pengurung dengan rambut hitam acak-acakkan.

Itulah identitas aslinya.

Adiknya, Shiro. Umur sepuluh tahun. Tidak sekolah. Tidak punya teman. Bocah yang pernah di-bully. Anthropophobic. Maniak game. Orang-orang mungkin ragu kalau melihat mereka berdua karena mereka terlihat tidak memiliki hubungan darah. Adiknya memilki rambut berwarna putih kontras dengan kakaknya. Rambutnya begitu panjang dan terurai ke bawah. Ia memakai sebuah seragam sekolah dengan model seragam pelaut yang sama sejak dia pertama kali pindah sekolah.

Itulah identitas asli dari Kuuhaku 『 』 (空白) yang adalah gabungan dari dua nama, Sora (空) dan Shiro (白).

Itulah kebenarannya.

Jika semua orang tahu tentang identitas asli mereka, tidak akan ada orang yang percaya dengan hal itu, dan tetap menggenggam erat ilusi seorang pemain tak terkalahkan yang telah menjadi sebuah legenda.

Part 3

Dan itu adalah bagian penjelasan yang menjelaskan tentang asal muasal [Legenda] itu.

Pendeknya, itulah [Keinginan] manusia, lahir dari ketidakteraturan dunia ini.

Itu bukan [Ketidaksengajaan], melainkan lebih dekat ke [Ketidaksengajaan].

Dunia ini tidak memiliki alasan yang kuat dan menyakitkan.

Tidak ada arti sama sekali.

Keinginan seseorang untuk mengerti atau tidak ingin menerima kenyataan dari cerita ini akan membuat dunia ini lebih menarik. Lahir dari kesungguhan [Keinginan], yang kemudian disebut [Legenda]

Lalu bagaimana kalau membuat dunia ini lebih menarik, dengan membuat [Sebuah Legenda] baru?

Lalu sekarang, mari kita menulis cerita ini dengan cerita yang indah.

Cerita ini dimulai dengan pembukaan ini.

[Apa kau pernah mendengar rumor ini?]

Suatu hari, sebuah e-mail dari ‘seseorang’ yang mengatasnamakan pemain terhebat di dunia datang.

Surelnya pendek, hanya sebuah pesan misterius dengan sebuah tautan URL di dalamnya.

Setelah meng-klik tautan itu, sebuah game tertentu akan dimulai.

Segera setelah seseorang menyelesaikan game itu, mereka akan…

Part 4

“Ahh, sudah ahh, aku capek….aku tidur~”

“Tu-tunggu adikku! Kalau kau tidur siapa yang akan menangani tim penyembuhan, dan kalau kau log out—“

“Kalau itu Nii, kau pasti bisa melakukannya.”

“Secara teori ya! Kalau aku bisa mengendalikan dua karakterku dengan tanganku dan dua lainnya dengankakiku—“

“…semangat…!”

“Tu-tunggu! Tunggu sebentar! Kalau kau tidur, aku pasti mati!! Uuuoooo, kau lihat, aku akan mati!!”

Tumpukan cup mi instan itu sudah menjadi sebuah menara setinggi lima cup mi instan. Yang berarti kedua bersaudara itu sudah menghabiskan lima hari mereka untuk bermain secara terus-menerus.

Walau mengetahui kondisi sang kakak, Shiro tetap saja tidur dengan menggunakan konsol gamenya sebagai guling.

Ring—

Tiba-tiba saja sebuah nada notifikasi berbunyi yang berarti mereka memiliki sebuah surel yang masuk.

“Nii, ada e-mail.”

“Apa kau tidak sadar bahwa Nii-mu ini sedang bermain dengan empat karakter yang berbeda di empat layar yang berbeda? Kalau adik ingin bantuan dariku, aku tidak memiliki kekuatan ekstra lagi untuk bertahan.”

Dengan cekatan, Sora mampu menggunakan kedua tangan dan kakinya untuk mengoperasikan keempat karakter itu dengan baik. Dia dengan serius memimpin sebuah party yang terdiri dari empar orang sendiri dengan kedua tangan dankakinya danmenjawab permintaan adiknya dengan satu tarikan napas.

“Paling itu juga iklan, tidak usah dipedulikan.”

“…Bagaimana kalau itu dari….seorang teman?”

“Teman siapa?”

“Nii..?

“Haha, lucu sekali, aku bisa merasakan bahwa kata-katamu itu menusuk dadaku dengan tepat sasaran. Sungguh ironis sekali adik kesayanganku.”

“Aku tidak ingin…Nii bilang…ini milikku…..”

“Kalau begitu itu adalah iklan. Dan kalau adik ingin tidur, tidur saja! Kalau adik tidak ingin tidur, tolong bantu aku di sini---Tidak!! Aku mati! Mati!”

Mari kita ulangi lagi. Umur delapan belas tahun. Pengangguran. Lelaki periang. Tidak populer. Tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Maniak game. Tidak bermaksud menghina tapi bukan berarti dia tidak memiliki pacar. Dia tidak memiliki seorangpun yang bisa ia sebut sebagai [Teman]. Hal ini juga berlaku bagi adiknya.

“Uuu, menganggu sekali?”

Shiro berusaha sadar dari hawa kantuknya yang begitu kuat dan mengumpulkan semua tenaganya. Sebenarnya bukan masalah kalau itu hanyalah iklan biasa. Tapi lain ceritanya kalau iklan itu adalah iklan game keluaran terbaru.

“Nii, dimana tablet PC-nya?”

“Di arah jam tiga, di tumpukan eroge kedua dari kiri, dan di dalam kotak ketiga atau keempat---uoo, kakiku kesemutan sekali!”

Shiro menghiraukan kakaknya yang begitu kesal dengan permainan itu. Shiro dengan mudah menemukan benda yang dimaksudkan Sora itu. Mungkin ada yang bertanya kenapa seorang Hikkomori dan NEET membutuhkan sebuah Tablet PC. Tapi itu karena, tentu saja mereka menggunakannya untuk bermain. Pertanyaan bodoh macam apa itu. Namun, itu bukanlah fungsi sebenarnya dari tablet PC itu. Untuk game yang mereka mainkan, yang jumlahnya begitu banyak, mereka juga membutuhkan email dalam jumlah banyak pula, tanpa menghitung e-mail yang tidak digunakan untuk bermain, masih ada tiga puluh akun e-mail yang ada di dalam situ. Itulah efesiensinya.

“Jadi dari sini berasalnya… um, e-mail ketiga, jadi, yang ini bukan?” Gadis berambut putih itu memiliki ingatan yang begitu tajam dibandingkan orang-orang biasa, dengan mudah dia menemukan pesan itu. Dan setelah itu, orang yang ada di belakangnya bersorak kegirangan karena berhasil memenangi pertarungannya dengan memainkan empat karakter sekaligus dalam satu permainan. Sora bersorak kegirangan seperti habis memenangkan sebuah perang besar, lalu dia melihat e-mail itu.

【New mail----Subject: To the both of you, 『  』.】

“…?”

Shiro memiringkan kepalanya.

Surel itu ditunjukkan kepada 『  』itu tidak asing sebenarnya.

War Request, undangan, tantangan---itu biasanya yang mereka terima, tapi ini—

“..Nii.”

“Ada apa adikku yang kejam, yang membiarkan kakakknya sendirian bermain karena ngantuk dan ingin tidur, tapi ujung-ujungnya juga tidak tidur dan malah meminta kakakmu ini untuk bermain?”

“…ini.”

Shiro tidak mendengarkan kalimat sarkasme yang dikatakan oleh sang kakak. Shiro menunjukkan surel itu pada kakaknya.

“Hmm, apa ini?”

Saudarnya itu melihat surel itu dan merasakan ada sesuatu yang aneh.

“Menyimpan. Oke, selesai. Memeriksa item, oke, selesai.”

Setelah memeriksa bahwa tidak ada kesalahan, Sora mematikan layar gamenya yang sudah menyala selama lima hari berturut-turut danmenggantinya untuk melihat inbox-nya untuk memeriksa surel yang baru saja ia terima.

“…Bagaiamana orang ini tahu kalau 『  』 adalah dua orang bersaudara?”

Sebenarnya sudah ada orang yang menduga bahwa 『  』 adalah sekelompok orang, tapi masalahnya adalah subyek yang tertulis di dalam surel itu, tapi di situ tertulis:

[Apakah kalianbersaudara merasa bahwa kalian lahir di dunia yang salah?]

“Apa....ini?”

“………”

Shiro yang terlihat tidak begitu tertarik, kembali memegang konsol gamenya dan mencoba untuk tidur lagi. Yang berarti, dia menyerahkan masalah itu pada kakaknya.

“Hm, jadi kau ingin aku memainkannya? Oke, paling-paling orang ini hanya menggertak saja. Akan kuanggap dia sebagai hiburan saja.”

Pada akhirnya sang kakak, Sora, membuat keputusannya dan mengklik tautan URL itu. Kakaknya sangat berhati-hati agar dia tidak terkena jebakan. Oleh sebab itu, dia memeriksanya dengan antivirus dan security software miliknya untuk memastikan bahwa tautan itu bukan ancaman.

“...*Ahhmm*...selamat malam...”

“Tunggu, tunggu, tunggu! Ini adalah tantangan buat 『  』 . Kalau orang lain punya permainan catur mereka sendiri, aku sendiri saja sudah cukup buat mereka!”

Sora menahan adiknya agar tidak tidur meninggalkan dirinya.

“...Siapa yang bermain catur dengan baik akhir-akhir ini...?”

“Umm, aku tahu apa yang kakak rasakan, tapi...”

Seseorang yang bahkan mampu mengalahkan level catur tertinggi, yaitu Grandmaster. Bahkan dengan kemampuannya itu, adik kecilnya sudah tidak memiliki ketertarikan di dalam catur karena dia sudah mengalahkan program itu sebanyak 20 kali berturut-turut.

“Tidak mungkin 『  』 bisa dikalahkan. Tolong tetap bangun sampai aku tahu kemampuan dari orang ini.”

“...Uuu...baiklah...”

Dan akhirnya Sora memulai permainannya. Setelah melihat kakaknya memulai satu langkah,dua langkah, Shiro mengangkat kepalanya supaya dia bisa menghilangkan rasa kantuknya. Lima langkah, sepuluh langkah, dan berikutnya semua bagian di papan catur itu sudah terisi oleh pion- pion catur itu. Shiro langsung membuka matanya dan memandangi layar di depannya.

“..huh? orang ini...”

Saat itu Sora merasa ada sesuatu yang aneh dengan orang yang dia lawan. Shiro kemudian berdiri dan berkata sesuatu.

“Nii, pergantian pemain.”

Tanpa kata-kata, Sora dengan patuh berdiri dan kursinya dan berpindah tempat. Shiro mengira bahwa kakaknya mungkin bisa mengatasi orang ini. Tapi Shiro sadar bahwa orang ini adalah lawan yang tangguh. Adik kecilnya itu, yang sudah berganti tempat duduk dengan kakaknya memulai rencananya untuk melawan orang itu.

Catur adalah [Permainan tanpa batas perkiraan]. Di dalam catur, [Keberuntungan] bukanlah faktor kemenangan. Di dalam teori, mungkin ada beberapa cara tercepat untuk menang, tapi pada akhirnya itu hanya teori saja. Permainan catur itu tergantung dari kebisaannya seseorang untuk menguasai dan mampu memperkirakan 10^120 kemungkinan. Orang seperti itu tidak mungkin ada.

Tapi ada seseorang yang mampu mengisi [Ketidakadaan] itu, dan itu adalah Shiro. Dia mampu menguasai dan memperkirakan banyak kemungkinan— bukan, sangat banyak—jumlah kemungkinan dalam catur. Jika kamu mampu memilih langkah terbaik dalam catur, maka kamu memiliki keuntungan jika kau memulai langkah terlebih dahulu. Jika kamu memilih untuk lari, maka hasilnya adalah seri. Itulah teori dasarnya. Tapi bagaimana caranya melawan seseorang yang mampu melihat 200.000 kemungkinan dalam satu detik? Bahkan program catur terbaik di dunia pun mampu dikalahkannya sebanyak dua puluh kali berturut-turut.

“...Tidak mungkin.”

Dan lawannya kali ini cukup kuat hingga membuatnya sedikit kerepotan.

“Tenanglah. Aku yakin jika dia ini adalah manusia.”

“Kenapa?”

“Kalau kita melawan program, program pasti memilih langkah terbaik untuk bermain. Di satu sisi itu bagus, tapi di sisi lainnya itu berarti bahwa program itu hanya bisa menjalankan taktik yang dia miliki yang biasa dijalankan oleh program itu. Itulah kenapa adik bisa menang dengan mudah melawan program komputer. Tapi orang ini—“

Sora menunjuk ke arah layar.

“Orang itu membuatmu sengaja memancingmu dan membuatmu memakai langkah yang buruk, dan kalau adik berpikir kalah itu alami untuk sebuah program, maka adik salah.”

“...Uu.”

Adik kecilnya itu tidak bisa melawan kata-kata kakaknya.

Jika melihat dari kemampuan dua bersaudara itu, di kebanyakan game, Sora dan Shiro sangatlah kuat. Mungkin memanggil mereka sebagai “gamer jenius”malah lebih cocok buat mereka. Untuk Shiro, ia hanya bisa bertindak berdasarkan logika. Itulah kenapa dia mampu mengalahkan bahkan program yang paling hebat sekalipun. Namun, kemampuannya untuk memperkirakan [Kemampuan] orang lain sangatlah payah. Itulah kenapa, untuk kasus ini, dia menyerahkannya pada kakaknya, Sora. Meski kakaknya tidak bisa berkomunikasi secara normal dengan orang luar, kakaknya memiliki kemampuan untuk menebak [Pola Pikir] orang lain.

“Tenang saja, kalau lawan kita bukanlah program, kita pasti bisa mengalahkannya. Jangan terpancing dengan provokasinya. Aku akan melihat setiap provokasinya dan taktik untuk melawannya jadi kita bisa mengalahkannya.”

“Mengerti...Shiro akan melakukan yang terbaik.”

Itulah mengapa mereka berdua begitu berhasil menjadi gamer terbaik di seluruh dunia.

Mereka bermain selama enam jam. Adrenalin dan Dopamin mengalir dari otak mereka, membuat mereka lupa bahwa mereka telah bermain selama lima hari berturut-turut, dan juga membuat mereka mampu berkonsentrasi penuh melawan lawannya itu. Enam jam—tapi serasa mereka telah bermain selama beberapa hari.

Dan akhirnya, mereka mempunyai kesempatan. Suaranya begitu lelah dan menandakan bahwa mereka sudah menyelesaikan permainan itu.

‘Skakmat’

Dan dua bersaudara itu menang.

“...”

Setelah itu suasana menjadi hening—

“Fuuuaaaahhhh.”

Mereka mengambil napas panjangnya. Bermain begitu lama membuat mereka lupa caranya untuk bernapas. Setelah mengambil napas panjang, mereka pun tertawa.

“Luar biasa...sudah lama sekali....sejak aku bisa bermain dengan begitu keras seperti ini.”

“Haha, ini pertama kalinya aku melihat adik berjuang begitu keras dalam permainan, benarkan dik?”

“Nii, apakah lawan kita itu....benar-benar manusia?”

“Ya, aku yakin itu. Dia membutuhkan waktu yang lama untuk membuatmu jatuh ke perangkapnya dan membuatmu mengambil langkah yang salah, dan saat itu tidak berhasil aku merasa ada sesuatu yang salah dengan orang itu—atau mungkin kusebut saja dia Monster.”

“Aku penasaran orang seperti apa dia?”

Adiknya itu yang telah mengalahkan level Grandmaster begitu tertarik dengan lawannya ini.

“Mungkin dia juga seorang Grandmaster? Kalau program mudah ditebak, tapi manusia begitu kompleks dan rumit.”

“Hmm, lain kali aku ingin bermain Shogi dengan Dragon King.”

“Memangnya Shogi King ingin menerima tantanganmu? Tapi ayo kita coba!”

Setelah permainan itu, mereka berdua merasa begitu senang dan senyum terus ada di bibir mereka.

Ring—

Suara notifikasi e-mail berbunyi.

“Mungkin itu dari lawan kita. Coba buka.”

“...Un.”

Tapi isi dari surel itu hanya ada satu kalimat.

[Bagus sekali. Dengan kemampuan seperti itu, aku yakin jika hidup kalian begitu menyakitkan.]

Dengan satu kalimat itu, mental mereka langsung turun. Keheningan mengisi ruangan, dan hanya suara kipas angin komputer yang terdengar. Puluhan kabel berserakan di lantai, bersamaan dengan sampah mereka dan baju-baju mereka. Waktu serasa berhenti di ruangan itu dimana cahaya matahari terhalangi oleh tirai kamarnya dan tekanan yang begitu tinggi mengelilingi tubuh mereka. Mereka berdua terpojok di dalam ruangan seluas enam belas tatami itu. Inilah dunia kakak beradik itu.

Ingatan buruk mereka mulai mencuat ke permukaan.

Kakaknya, yang mampu membaca pikiran seseorang hanya dengan mendengar suaranya. Adiknya, dengan rambut putih panjang, dan mata merahnya, memiliki IQ yang begitu tinggi—tapi tidak ada satupun orang yang mengerti diri mereka.dua bersaudara itu menutup hati mereka setelah kedua orang tua mereka meninggal. Tidak peduli seberapa kuat dirinya berpikir optimis terhadap kejadian itu—tidak, bahkan mereka masih merasa begitu sakit.

Adik kecilnya membungkuk.

Tak lama setelah berpikir, kakaknya itu dengan marah membalas surel itu.

[Itu bukan urusanmu dasar brengsek! Siapa kau sebenarnya!?]

Balasannya datang cukup cepat. Tapi isi dari balasannya itu cukup membingungkan. Tidak bisa disebut sebagai balasan tapi isinya adalah begini:

[Apa yang kalian pikirkan tentang dunia ini? Apa dunia ini menarik buat kalian? Apa dunia ini membuat kalian nyaman?]

Tidak perlu untuk menjawabnya karena jawabannya sendiri adalah,

“Ini dunia sampah!”

..tanpa ada tujuan yang jelas, ini adalah permainan paling bodoh yang pernah ada.

Ada tujuh miliar pemain yang bergerak seenaknya.

Seseorang yang memiki sesuatu kelebihan malah dikenai hukuman. Adik kecilnya yang mengisolasi dirinya sendiri hanya karena dia terlalu pintar dari teman-teman sebayanya—tidak ada satupun yang mengerti dirinya dan pada akhirnya dia di-bully oleh orang-orang di sekitarnya.

Seseorang yang tidak memiliki sesuatu kelebihan juga tetap saja dikenai hukuman. Kakaknya itu, adalah kakak yang selalu tersenyum walau dia selalu gagal, bahkan saat dia dimarahi oleh gurunya dan orang tuanya.

Mereka tidak pernah memiliki hak untuk berbicara.

Diam akan membuat dirimu di-bully oleh orang lain

Berbicara terlalu banyak akan membuat dirimu dihindari oleh orang lain.

Mampu melihat pikiran orang juga akan membuat dirimu dihindari oleh orang lain.

Tidak ada tujuan yang jelas, tidak ada batasan, bahkan jenis game apa ini tidak jelas.

Orang yang mematuhi peraturan malah dihukum, sedangkan orang yang tidak mematuhi peraturan malah bebas berkeliaran dan malah bertengger di posisi elit di dalam game. Tidak ada game yang mampu melawan game paling buruk di dunia ini. Dunia ini adalah game terburuk yang pernah ada.

“Brengsek!”

Sore menggertakkan giginya dan mengelus kepala adiknya dengan lembut.

Suasana pada saat mereka bisa berdiri di dalam game seperti tuhan sudah selesai. Yang ada di situ hanyalah dua orang kakak beradik yang mengasingkan diri dari dunia luar. Yang ada di situ hanyalah dua orang kakak beradik yang begitu depresi dengan dunia ini, manusia yang gagal.

Bunyi Ring—terdengar lagi.

Kakaknya yang memegang mousenya berusaha untuk mematikan komputernya tapi adiknya menahan kakaknya.

[Bagaimana jika ada dunia yang ditentukan oleh game sederhana benar-benar ada?]

Sora, yang tadinya ingin mematikan komputernya itu, tidak mampu melakukan apapun selain membaca isi dari tulisan itu.

[Sebuah dunia dimana tujuan dan peraturan itu jelas adanya, sebuah dunia di atas papan permainan, bagaiamana menurut kalian?]

Dua orang bersaudara itu bertukar pandang, tertawa, dan saling menganggukkan kepala mereka. Lalu, kakak tertuanya itu mulai menulis dengan keyboard itu.

[Kalau dunia seperti itu benar-benar ada, berarti kami berdua lahir di dunia yang salah.]

Setelah dia membalas surel itu.

Tiba-tiba saja.

-Shaaaa

Layar komputernya tiba-tiba saja mengeluarkan suara mendesis seperti ada sirkuit kabel yang meledak. Setelah suara itu, tidak ada lagi yang bisa didengar dan waktu serasa berhenti, hanya surel dan monitor itu hilang dari pandangan mereka.

“Ada apa ini...?”

“...!”

Suara bisa terdengar dari ruangan itu. Suara itu seperti rumah itu retak dan akan hancur, dan ada suara listrik yang meledak. Kakaknya panik sambil melihat seisi ruangannya itu, dan adiknya hanya bisa diam dan melihat kejadian itu. Suara itu semakin besar dan kemudian diiringi oleh suara TV hitam putih yang tidak memiliki channel. Dan dari speaker-nya—bukan, dari layar komputernya, sebuah suara terdengar dari dalamnya.

[Aku juga berpikiran sama. Kalian berdua lahir di dunia yang salah.]

Tiba-tiba saja sepasang tangan berwarna putih menarik mereka ke dalam monitor itu.

“Wha~~!”

“...Hii!!”

Tangan itu menarik mereka ke dalam layar.

[Aku akan membiarkan kalian berdua bersaudara untuk lahir kembali di dunia dimana seharusnya kalian lahir!]

Pandangan mereka terisi dengan cahaya putih dan mereka menutup mata mereka.

Saat mereka membuka matanya lagi, hal pertama yang mereka lihat adalah cahaya hangat matahari. Sudah lama sekali sejak mereka terakhir merasakan sinarnya, dan perasaan saat retinamu terbakar oleh cahaya matahari. Kakaknya, yang pertama kali merasakan perasaan ini, sadar jika meraka berada di berada di langit paling tinggi.

“Uoooo!”

Pemandangan mereka berubah yang dari awalnya hanya berisi kamar seluas enam belas tatami, berubah menjadi sebuah pemandagnan yang begitu luas.

Mereka berada di—udara.

Karena mereka tiba-tiba saja berada di atas langit yang begitu luasini, Sora, yang sadar akan situasi ini berteriak.

“Apa yang sebenarnya terjadiiii!!”

Apa yang dilhatnya sekarang ini membuat dirinya seakan tak percaya, tidak peduli berapa kali dia melihatnya, dia yakin ada sebuah pulau berada di bawah mereka, dan pulau lainnya juga—sedang melayang di bawah mereka. Ada juga hewan yang terbang di sekitar mereka di langit ini, itu adalah seekor naga. Cukup jauh melihat, ada beberapa pion catur raksasa yang berada di garis pegunungan itu, yang membuat orang melihatnya kehilangan kemampuannya untuk memperkirakan jarak mereka.

“Ada apa dengan dunia fantasi ini?”itu yang ada di pikiran Sora. Pemandangan ini, tidak peduli berapa kali dia berusaha membandingkannya dengan yang ada di bumi, tidak sama dengan yang ia tahu selama ini. Tapi masalahnya sekarang adalah bahwa mereka sekarang sedang jatuh dari atas langit tanpa parasut. Mereka sekarang benar-benar jatuh dari atas langit.

“Aku akan mati!!!”

Butuh tiga detik bagi dirinya untuk sadar.

Tapi, setelah dia merasakan perasaan yang begitu kejam ini, ada suara seseorang yang berteriak di dekatnya.

“Selamat datang di duniaku!”

[Bocah] itu jatuh bersama di sebelah Sora dengan membuka tangannya dan tertawa.

“Ini adalah utopia yang selama ini kalian idam-idamkan, sebuah dunia di atas papan permainan. [Permainan]—semua hal di dunia ini ditentukan oleh permainan. Nyawa kalian bahkan batas negara!”

Sora mungkin baru sadar sepuluh detik kemudian.

Shiro sudah mengerti kondisi mereka yang sebenarnya segera setelah ia membuka mata, ia memeluk kakaknya sambil menangis.

“...siapa kau..?”

Shiro mencoba untuk berteriak sementara dia jatuh dengan kecepatan tinggi, tapi dia hanya bisa berbisik dengan suara kecilnya itu. Tapi bocah itu mengerti apa yang dimaksud dengan Shiro dan menjawab sambil tersenyum seperti biasanya.

“Aku? Maksudmu aku?...aku tinggal di dunia ini.”

Dia berkata seperti itu sambil menunjuk ke arah pion catur terbesar dekat batas katulistiwa itu, dimanaSora telah melihatnya pertama kali bererapa saat yang lalu.

“Hmm, di dunia kalian mungkin aku disebut sebagai ‘dewa’benar?”

Menggunakan jari telunjukknya di dagunya, dia mengatakan bahwa dirinya adalah dewa dengan wajah yang imut dan cukup bersahabat.

Namun, tidak ada yang tahu apa yang dikatakannya itu benar atau tidak.

“Bukan waktunya untuk itu! Kita semua jatuh dengan kecepatan tinggi! Whoooaah Shiro!”

“.........!”

Tanpa tahu apa yang dilakukannya itu benar atau tidak,Sora meraih tangan Shiro dan membawa Shiro agar dia bisa berada di atas tubuhnya. Setelah itu, Shiro berada di lengan Sora dan mulai berteriak tanpa suara.

Sambil melihat itu, bocah dewa itu berbicara pada mereka dengan suara senang.

“Aku harap kita bertemu lagi suaru saat. Ya, kita pasti akan bertemu lagi, tidak akan lama lagi.”

Dan setelah itu, mereka kehilangan kesadaran mereka.

Part 5

“Uunn....”

Rasa saat menyentuh tanah. Aroma dari rumput. Saat Sora bangkit dari kesadarannya, dia sadar bahwa dia sudah berada di tanah.

“Apa sebenarnya itu?”

Apakah ini mimpi? Itu yang Sora pikirkan sekarang.

“...Uu.. mimpi yang aneh.”

Adiknya bangun setelah kakaknya.

Hei, adikku, jangan bilang ‘ini hanya mimpi’. Sora bermaksud berkata seperti itu tapi dia mengurungkan niatnya .

Sambil memikirkan apa yang sedang terjadi di sini, Sora berdiri dan menganggap tidak ada yang terjadi di dunia ini, tapi yang ada di kakinya itu adalah tanah. Tidak salah lagi itu adalah tanah.

Langit biru yang begitu menyegarkan berada di atasnya, lama sekali dia tidak pernah melihatnya.

“Whoooaaa!”

Sora sadar jika mereka berada di ujung sebuah tebing, dan segera mundur dua langkah dari tempat itu.

Lalu melihat pemandangan yang ada di depan mereka itu.

Pemandangan yang indah ada di depan mereka.

...tidak, ini bukan dunia tempat mereka berasal. Ini dunia yang lain.

Ada pulau yang mengapung dan naga. Dan di balik gunung itu ada sebuah pion catur raksasa.

Ini berarti itu adalah pemandangan yang dia lihat saat dia jatuh tadi.

Yang berarti satu hal; ini bukanlah mimpi.

“Hei, adikku.”

“Unnn....”

Sambil melihat yang di depannya itu, dia memanggil adiknya.

“Aku selalu berpikir kalau hidup itu adalah game yang paling mustahil—sebuah permainan yang hanya cocok bagi seorang masokis.”

“....Un...”

Dan mereka kemudian berkata dengan harmoni yang sama.

“Jadi kita benar-benar di sini, huh—cukup! Game sampah apa ini sebenarnya?”

Setelah itu, mereka berdua kehilangan kesadaran mereka lagi.

Part 6

[Apakah kau pernah mendengar rumor ini?]

Pada suatu hari, sebuah e-mail datang datang dari seseorang yang mengaku sebagai gamer terbaik di dunia.

Isi pesannya pendek, hanya sebuah pesan misterius dengan tautan URL di dalamnya.

Saat seseorang membuka tautan itu, munculah sebuah game.

Setelah seseorang menyelesaikan game itu, maka dia akan hilang dari dunia ini.

Dan orang itu akan diundang ke dunia lain.

[Sebuah Legenda] dimana seseorang diundang ke dalam dunia lain.....apa kau akan percaya cerita itu?

Chapter 1

Part 1

Pada jaman dahulu kala, dahulu sekali.

Dewa terdahulu, bersama dengan pelayan dan ciptaannya, berperang satu sama lain dalam rangka mencapai kekuasaan sejati seorang Dewa.

Peperangan itu berlanjut terlalu lama, begitu lama sehingga menimbulkan banyak korban jiwa di kedua belah pihak.

Makhluk berakal budi saling membenci satu sama lain, menghancurkan satu sama lain, dan dengan ganasnya membantai satu sama lain.

Para Elves, hidup di desa-desa kecil, seorang pengguna sihir dan pemburu musuh mereka.

Dragonian pasrah terhadap nasib mereka dan satu-persatu mereka dibantai, dan Werebeast memangsa mangsa mereka seperti makhluk buas.

Semua bagian bumi berubah menjadi gurun yang dilahap oleh cahaya bulan, ditelan ke dalam kegelapan yang semakin gelap karena perang antara dewa.

[Raja Iblis], mengubah para Phantasma, dan para monster pengikutnya menjarah seluruh penjuru bumi.

Di dunia ini, banyak sekali keluarga kerajaan, para permaisuri cantik, dan tak lupa para pahlawan yang tak lebih dari seorang yang begitu rakus dan korup.

Imanity hanyalah sebuah ras kecil di antara mereka.

Mereka membuat negara, membentuk fraksi, dan mempertaruhkan semuanya demi keselamatan mereka.

Tidak ada banyak dongeng legenda para pahlawan yang disyairkan oleh para penyair—karena zaman ini adalah zaman pertumpahan darah.

Ini adalah sebuah legenda yang begitu lama yang tersebar di langit, laut, dan tanah—dunia ini dikenal dengan nama [Papan Permainan]

Tapi perang yang orang-orang yakini akan menjadi perang yang tiada akhir pada akhirnya telah mendekati ujungnya.

Di langit, di laut, di tanah---bakan bintang-bintang sudah kelelahan dengan perang yang sudah berlangsung begitu lama, dan pada saat para hampir kalah, mereka semua menyerah pada perang yang begitu lama.

Dan demikian—pada saat itu, seorang dewa yang sudah menahan kekuatannya begitu lama mengambil kursi kekuasan sang Dewa.

Dia adalah dewa yang tidak berpatisipasi di dalam perang itu sampai akhir.

Dan ia hanyalah seorang pengamat.

Kalian yang memanggil diri kalian makhluk berakal budi.

Kalian yang lalah dan sudah mencapai batas kekuatan kalian, lelah akan kekerasan yang tiada henti, keputusasaan, dan yang menyebarkan hawa kematian, tunjukkan padaku.

Apa yang membedakan kalian dari [Gerombolan Makhluk Buas]?

Semua ras berusaha untuk menunjukkan kepintarannya pada dewa itu.

Tapi kata-kata mereka hanya berlalu di dunia yang sudah mencapai akhirnya.

Tidak ada satupun jawaban mereka yang mampu memuaskan sang Dewa.

Maka kata sang Dewa:

Aku melarang semua tindakan pembunuhan dan pembantaian di surga dan di bumi di dunia ini.

Kata-kata itu menjadi [Sumpah], sebuah peraturan yang absolut dan abadi di seluruh dunia.

Demikian, pada hari itu [Peperangan] dihilangkan dari dunia itu.

Namun, semua makhluk yang berakal budi itu mengeluh terhadap perintah sang Dewa.

‘Bahkan jika tidak ada [Peperangan], [Konflik] masih belum hilang----‘

‘Jika begitu,’ lanjut sang Dewa.

Kalian para [Exceed] yang mengklaim diri kalian sebagai makhluk berakal budi.

Kalian begitu haus akan ilmu pengetahuan, bakat, dan alasan.

Kalian membangun sebuah menara kebijaksanaan, dan kalian berusaha menunjukkan kepintaran kalian.

Sang Dewa mengambil ke-16 pion catur dan tertawa begitu lantang.

Demikian, [Kesepuluh Perintah] dibuat, dan [Perang] dihilangkan dari muka bumi.

Dan semua permasalahan diselesaikan dengan [Permainan].

Nama dari Dewa yang menjadi Sang Dewa Tunggal adalah—Tet.

Dia yang kemudian disebut sebagai [Dewa Permainan]

Part 2

Benua Lusia, Kerajaan Elchea—Ibu kota Elchea.

Berada di selatan garis ekuator dan berada di bagian paling barat dari benua itu yang memanjang hingga timur laut, ibu kota itu adalah sebuah kota kecil di dalam sebuah negara kecil.

Pada saat zaman peperangan antara Dewa, wilayah negara ini mencakup setengah dari benua ini, tapi sekarang wilayahnya menciut menjadi sekarang ini.

Dan sekarang yang tersisa dari kerajaan itu hanyalah ibu kota itu sendiri.

Salah, lebih tepatnya, wilayah itu adalah wilayah Imanity.

Agak sedikit jauh dari wilayah ibu kota, di luar wilayah kota.

Di lantai pertama di sebuah bar yang mencakup sebagai penginapan, persis seperti yang ada di dalam game RPG. Dua orang gadis berada di sana sedang bermain kartu dan dikelilingi oleh para penonton.

Salah satu gadis itu terlihat seperti gadis remaja, dengan rambut merah dan lekuk tubuhnya begitu mudah terlihat dari pakaian yang dia pakai.

Dan gadis satunya...

Terlihat seumuran dengan gadis di depannya itu, tapi dia terlihat lebih tua karena pakaian yang dia pakai.

Dia memakai sebuah kerudung hitam dan pakaian berlengan panjang seperti pakaian seorang pelayat—rambutnya juga sama-sama hitam.

Permainan yang dia mainkan itu mungkin...adalah poker.

Raut muka mereka berdua begitu berlainan. Wanita berambut merah itu memiliki raut muka serius, mungkin dia tidak bisa mengatur emosinya.

Sementara gadis yang lain, gadis berambut hitam itu tidak memiliki emosi di mukanya, seperti orang mati, tapi orang yang melihatnya bisa merasakan bahwa dia itu adalah orang yang begitu tenang dan sabar.

Alasannya jelas---di depan gadis berambut hitam itu, ada tumpukan koin emas yang begitu tinggi, sementara gadis di depannya itu hanya memiliki sejumlah koin emas yang tersisa.

Dengan kata lain, wanita berambut merah itu telah kalah telak.

“Hei, apa kau tidak bisa lebih cepat?”

NGNL V1 47.jpg

Pada saat ini, para penonton yang sedari tadi sudah menikmati minuman mereka sepanjang hari, meneriakkan ejekan-ejekan kasar pada perempuan itu.

Perempuan berambut merah itu telrihat begitu tegang dan stres.

Tapi di sisi lain—situasinya sudah berubah menjadi atmosfer yang lebih heboh.

.............

Di luar bar dimana pertandingan itu berlangsung, seorang gadis muda dengan memakai kerudung, duduk di sebuah meja di teras barr itu dan menatap jendela yang menampilkan isi dari bar itu dan berbicara.

“Ada apa dengan kehebohan itu?”

“Ah? Kau tak tahu? Apa kalian berdua orang asing—tunggu, tidak ada negara lain yang tersisa bagi para Imanity.”

Di tempat duduk di sebelah gadis yang menatap jendela bar itu, dua orang yang duduk di meja itu juga sedang memainkan permainan yang mirip.

Sebuah permainan antara seorang laki-laki muda berkerudung seperti gadis berkerudung itu dengan seorang laki-laki paruh baya dengan janggut dan bir.

Laki-laki itu menjawab.

“Ah, kita datang dari desa yang jauh dari sini, jadi kita tidak tahu apa yang sedang terjadi di ibu kota ini.”

Anehnya, permainan yang dimainkan oleh kedua orang itu juga sama dengan yang ada di dalam bar itu [Poker].

Tapi perbedaanya adalahmereka menggunakan tutup botol daripada koin emas di sana.

Pria paruh baya itu membalas perkataan laki-laki muda itu dengan nada yang agak ragu.

“Dari wilayah pedesaan dari Imanity kau bilang? Satu-satunya orang yang tersisa di sana adalah para pertapa bukan begitu?”

“Haha, mungkin benar juga. Jadi, apa yang sedang terjadi di sana?”

Laki-laki muda itu hanya menjawab seadanya untuk menghindari topik itu, dan pria berjanggut itu menjawab pertanyaan itu.

“Sekarang, sebuah turnamen pertaruhan untuk [Menentukan Raja Berikutnya] sedang digelar di Elchea.”

“Untuk memilih raja berikutnya?”

“Ya, itu yang tertulis di surat wasiat raja sebelumnya sebelum dia mati.”

[Raja berikutnya dari para Imanity tidak berasal dari keturunan sang raja, melainkan dipilih dari “Penjudi Kelas Atas dari Imanity.”]

Pria berjanggut itu melanjutkan kata-katanya sambil menambahkan beberapa tutup botol di atas meja itu.

“Imanity terus saja kalah dari Pertaruhan Wilayah Negara, dan sekarang hanya Kerajaan Elchea yang tersisa—hanya ibu kota ini yang tersisa. Tidak ada tempat bagi orang yang suka bersolek di sini.”

“Hm, [Pertaruhan Wilayah Negara], huh... dunia ini ternyata menarik juga.”balas laki-laki muda itu.

Meniru gadis berkerudung itu, laki-laki muda itu terlihat tertarik dan mengalihkan pandangannya ke dalam bar itu.

“Lalu, apa kedua gadis itu adalah calon penerus takhta raja yang baru?”

“Hmm? Mungkin kualifikasi pemilihan [Calon] raja yang baru sedikit berbeda, karena semua Imanity memenuhi persyaratan untuk ikut dalam turnamen ini.”

Laki-laki tua itu kemudian menambahkan kata ‘tapi’ sambil mengganti arah pandang matanya ke dalam bar itu.

Gadis berambut merah itu mungkin tidak tahu istilah dari “poker face” dalam permainan poker, gadis berambut merah itu terus melihat kartu di tangannya sambil berkonsentrasi penuh sampai-sampai gumamannya terdengar ke seluruh ruangan di bar itu.

Setelah melihat gadis itu, pria itu melanjutkan katanya.

“Gadis berambut merah itu adalah Stephanie Dora. Dia adalah salah satu kerabat dekat dari sang raja sebelumnya. Kami semua harus berterima kasih pada wasiat raja sebelumnya itu, karena kalau seseorang yang tidak memiliki darah dari sang raja naik takhta, maka dia akan kehilangan segalanya yang ia miliki. Maka dari itu ia mengincar untuk menang di turnamen ini.”

Sederhananya, gadis itu yang juga adalah kerabat dekat dari sang raja sebelumnya yang telah membawa Imanity pada kehancuran kini begitu putus asa.

Setelah mendengar kalimat terakhir itu, pria itu menghelan napasnya. Ia sudah menjelaskan semua yang terjadi.

“...Hmm...”

“[Pertaruhan Wilayah Negara] ya? Jadi kedaulatan suatu negara juga ditentukan oleh permainan, huh?”

Gadis muda berkerudung dan laki-laki muda itu cukup mengagumi kondisi pertandingan di dekat mereka.

Gadis itu mengagumi dunia ini.

Laki-laki muda itu begitu tertarik dengan dunia ini.

“Jadi yang sedang diadakan ini adalah round-robin gambling tournament.”

“Round-robin?”

“Orang yang mengumunkan calon raja berikutnya boleh siapa saja dari Imanity. Pertama, mereka harus mendaftarkan nama mereka dahulu. Lalu mereka harus mengadakan persetujuan dahulu, kemudian mereka bertanding di dalam sebuah game, dan yang kalah harus meninggalkan haknya di dalam turnamen itu. Pemenangnya akan diangkat sebagai raja.”

Jadi begitu, peraturannya cukup sederhana dan mudah dimengerti.

Namun, laki-laki muda itu ragu dan berkata.

“Apa cuman segitu saja peraturannya?”

“Menurut [Kesepuluh Perintah], selama kedua pihak setuju, yang dipertaruhkan oleh mereka berdua dan detail pertandingan mereka itu tidak penting. Orang-orang yang terlibat dalam pertaruhan wilayah negara bergantung dari ‘siapa, apa, dan kapan’itu saja.”

“Bukan, bukan itu maksudku.”

Berkata begitu dalam di dalam hatinya, pria berkerudung itu melirik lagi ke dalam bar itu sekali lagi.

Gadis muda berkerudung itu membisikkan sesuatu kepada laki-laki muda itu.

“Dia akan kalah.”

“Ya, aku setuju.”:

Setelah kedua orang itu saling berbisik, laki-laki muda itu mengeluarkan sebuah benda berbentuk persegi dari sakunya.

Dia menunjukkan benda itu ke sebuah interior di dalam bar itu, melakukan sesuatu, dan suara Beep keluar dari benda itu.

Saat itu, pria paruh baya itu tersenyum.

“Jadi, Nii-chan? Apa Nii-chan tertarik untuk ikut bertanding seperti orang-orang itu?”sambil berkata seperti itu, pria paruh baya itu membalikkan kartunya.

“Full House. Maaf soal itu.”

Berpikir bahwa dia pasti menang dalam permainan ini, pria paruh baya itu mengeluarkan senyum jahatnya. Tapi itu adalah laki-laki berkerudung itu.

Karena sejak awal dia sudah tidak tertarik untuk bermain poker.

Dia hanya membalas beberapa kali ketika dia ingat jika dia sekarang sedang bermain poker.

“Eh? Ah, yah, maaf.”

Setelah berkata seperti itu, dengan perlahan pria muda itu membalikkan kartu di tangannya dan sontak pria paruh baya itu terkejut.

“Royal Straight Flush?!!”

Pria berjanggut itu berdiri dan berteriak kepada laki-laki muda itu karena dia telah mendapat kombinasi kartu terbaik yang ada di dalam poker tanpa menunjukkan ekspresinya sekalipun.

“Ka-kau bajingan! Kau pasti menggunakan trik kan! Ayo mengaku!”

“Eh, hei kau kasar sekali... apa dasar dari tuduhanmu itu, huh?”

Laki-laki muda itu dengan sembrono mendorong kursinya dan berdiri sambil membelakangi pria itu, yang kini semakin marah karena laki-laki muda itu.

“Hanya 1:650.000 kemungkinan seseorang bisa mendapatkan kombinasi Royal Straight Flush! Mana mungkin kau bisa mendapatkannya semudah itu!”

“Hari inilah hari dimana satu kemungkinan itu terjadi. Salahkan keberuntunganmu sendiri Ossan.”

Laki-laki muda itu begitu membodohi pria paruh baya itu, dan mengeluarkan telapak tangannya.

“Jadi seperti yang sudah kita janjikan, serahkan barang taruhanmu.”

“Sialan!”

Menjetikkan jarinya karena kalah, pria paruh baya itu menyerahkan dompetnya dan tasnya.

“Perintah keenam dari [Kesepuluh Perintah], Pemegang taruhan bersumpah akan mematuhi perjanjian yang mereka buat—baiklah ini hadiahmu.”

“Terima kasih, pak tua.”

Laki-laki berkerudung itu meninggalkan kursinya.

Gadis muda berkerudung itu juga ikut meninggalkan pria itu, namun dia membungkuk hormat terlebih dahulu lalu mengikuti laki-laki itu.

Ketika pria paruh baya itu melihat kedua orang yang ia lawan itu masuk ke dalam bar itu, seseorang yang terlihat seperti teman dari pria itu datang menghampirinya.

“Tadi aku lihat pertandinganmu dari awal sampai akhir, tapi kenapa kau mempertaruhkan segala yang kau punya dalam sekali permainan?”

“Ahh, iya juga, bagaimana aku harus membayar sewa rumahku sekarang?”

“Tidak, tinggalkah itu sebentar, kalau kau mempertaruhkan biaya hidupmu, lalu apa yang mereka pertaruhkan?”

Pria berjanggut itu menghela napasnya dan setelah itu menjawab pertanyaan temannya.

“Mereka bilang, kau bisa melakukan apapun yang kau ingin lakukan pada kami.”

“Apa--?”

“Aku pikir mungkin mudah sekali mengalahkan mereka berdua, tapi mereka terlihat seperti datang dari desa, jadi aku pikir aku bisa mengalahkan mereka... kenapa memangnya?”

“Bukan, bukan begitu, maksudku kau pilih yang mana?”

“---Huh?”

“Ya, walaupun kau seorang Homo atau Lolicon tapi kupikir kau sudah terlalu jauh.”

“Haa, tunggu, tunggu sebentar!”

“Apa, tidak ada yang perlu kau khawatirkan? Aku tidak akan bilang apapun pada Kami-san. Jadi, aku minta traktir♪”

“Bu-bukan begitu! Apa kau lupa kalau aku kehilangan semua uangku?! Lebih penting lagi---“

“Mereka mempertaruhkan keperawanan gadis itu dan bahkan nyawa mereka, tapi mereka dengan tenang mendapatkan royal straight flush, kau tahu? Siapa sebenarnya mereka berdua?”


“Nii...curang...”

“Ah? Kenapa sekarang adik mengeluh, huh?”

“Nii menggunakan trik yang licik.”

Ya, seperti yang dikatakan oleh pria paruh baya itu.

Tidak mungkin seseorang bisa mendapatkan kombinasi kartu royal straight flush dengan mudahnya. Mendapatkan kombinasi kartu itu dalam permainan sudah pasti menunjukkan bahwa seseorang telah menggunakan trik.

Tapi—

“Perintah kedelapan dari [Kesepuluh Perintah], Seseorang yang dengan sengaja menggunakan trik selama permainan, maka akan dinyatakan kalah---“ laki-laki muda itu terus mengulangi kata-kata itu dalam pikirannya sejak dia menghapalkan kalimat itu beberapa saat yang lalu.

“—dengan kata lain, selama kita tidak ketahuan menggunakan trik, kita bisa menggunakan berbagai macam trik yang ada. Ini adalah salah satu cara terbaik untuk menang.”

Nyatanya dia memang menggunakan sedikit eksperimen terhadap perintah itu, lalu dia meregangkan tubuhnya.

“Oke, dengan ini kita punya hasil jarahan perang.”

“Nii, apa kau tahu cara menggunakan uang disini?”

“Tidak mungkin aku tahu bukan? Tapi, yah, serahkan saja pada kakakmu ini. Hal seperti ini adalah salah satu keahlian kakakmu.”

Setelah berkata seperti itu seakan-akan kedua orang pria berjanggut dan temannya itu tak akan bisa mendengar mereka berdua, mereka masuk ke dalam bar sekaligus penginapan itu.

Part 3

Sambil melihat ke sekeliling dimana semua orang berkumpul di tengah-tengah bar dimana kedua orang gadis itu sedang bertanding, kedua bersaudara itu berjalan ke arah konter bar.

Setelah tiba di depan konter itu, laki-laki berkerudung itu membuka tasnya dan dompetnya yang baru saja mereka dapat dan bertanya pada orang di balik kasir itu yang terlihat seperti pemilik dari bar itu.

“Hei, kami ingin ruangan untuk dua orang. Satu tempat tidur saja sudah cukup. Berapa harganya untuk satu malam?”

Pemilik bar itu melihat kedua orang di depannya itu dan memperhatikan uang yang ada di dalam tasnya.

Pemilih bar itu terlihat agak ragu-ragu sebelum membalas.

“Satu malam dengan tiga kali makan.”

Namun, laki-laki berkerudung itu merespon dengan senyum yang agak dipaksakan tapi tidak bisa mengarah ke matanya.

“Ahaha~ Hey, dengar, kami berdua begitu kelelahan dan kami berdua sudah berada di titik dimana kami akan mati kelelahan karena berjalan semalaman dan seharian selama lima hari, kau tahu~ bisa tidak kau bilang saja berapa lama kami bisa menginap di sini dengan uang yang kami miliki?”

“—Apa?’

“Kau boleh memeras orang desa seperti kami ini yang tidak tahu berapa harga mata uang, tapi aku sarankan pada anda agar anda menjaga perhatian anda dan nada suara anda ♪”

Menjetikkan jarinya, pemilik baritu merespon dengan keringat dingin mengucur dari kepalanya.

“...Tch. Dua malam kalau begitu.”

“Dan kau ber~bohong lagi... jadi, mari kita bicarakan lagi untuk menginap selama sepuluh hari dan tiga kali makan sehari.”

“Apa? Tawaran macam apa itu? Oke, aku tahu, tiga malam dengan tiga kali makan setiap hari! Itu yang benar, oke!”

“Ahh, aku tahu. Kalau begitu, kenapa tidak lima hari dengan tiga kali makan setiap hari.”

“Ap--?”

“Kau sengaja memberikan harga mahal dari aslinya kepada kostumer agar kau bisa mengambil sisa keuntungan dari harga kamar itu dan kau gunakan sendiri, bukan?”

“Ap~? Kenapa kau kau tahu?”

“Kau memang pemilik dari bar ini, tapi kau bukan pemilik dari penginapan ini? Mungkin aku bisa mengadukanmu kepada pemilik penginapan ini?”

Ia tersenyum ringan, laki-laki muda itu berhasil menyelesaikan negosiasi kotornya.

Pemilik bar itu tersenyum kaku.

“Kau terlihat lebih menyeramkan dari aslinya, Nii-chan... oke, empat malam dengan tiga kali makan setiap hari. Bagaimana dengan itu?”

“Benarkah? Terima kas~ih banyak.”

Sambil tersenyum, pemilik bar itu memberikan kuncinya kepada laki-laki berkerudung itu.

“Kamarmu ada di lantai tiga, agak jauh ke kiri. *Sigh* namamu?”

Dengan muka yang tidak enak, pemilik bar itu mengambil formulir pendaftaran. Laki-laki muda itu memberikan satu kalimat sebagai balasannya.

“Hmm... ‘Kuuhaku’ saja sudah cukup.”

Sora memutar-mutarkan kunci kamarnya dengan tangannya.

Dia menepuk punggung adiknya dan melihat ke meja tempat pertandingan poker itu.

“Lihat, kakakmu ini bisa dapat empat malam. Ayo, puji kakakmu ini—kenapa?”

Shiro melihat gadis berambut merah itu, yang pria berjanggut itu sebut sebagai Stepha... atau apalah itu.

Muka kacaunya begitu terlihat di wajahnya.

Dan ia begitu yakin kalau dirinya tidak mempunyai kesempatan untuk menang.

“...Gadis itu—akan kalah.”

“Tentu saja. Memang kenapa?”

Bahkan kalaupun dia punya kesempatan untuk menang, tidak akan kesempatan bagi dirinya kalau dia masih menunjukkan raut emosinya begitu mudahnya.

Mungkin anggota keluarga kerajaan itu memang sebodoh yang pria itu katakan tadi.

Sementara berpikir seperti itu, Sora—menyadari sesuatu.

“—Ah.”

Dan kemudian dia sadar apa yang dimaksudkan oleh adiknya itu.

“Oh, jadi itu yang terjadi....Hooh, menakutkan sekali.”

“..Iya.”

Sora berguman sementara Shiro mengangguk saat mereka melihat gadis berambut hitam itu.

“Seperti yang kita duga...curang di dunia ini sangatlah luar biasa. Aku sangat tidak ingin berhadapan dengan trik seperti itu...”

“...Nii, memalukan sekali.”

Walaupun mereka mengerti keadaan itu, Sora tiba-tiba saja menjadi serius dan membantah ejekan Shiro.

“Oh, jangan berkata seperti itu. Yang lebih penting bukan betapa bagusnya trik itu, tapi bagaimana trik itu digunakan.”

“Nii, apa kau bisa menang—melawannya?”

“—Tapi dunia ini benar-benar dunia fantasi... walau tidak terlihat begitu nyata, cukup aneh, kita bisa menghadapi dunia ini cukup mudah... Bukankah kita bermain game terlalu banyak?”

Setelah menjawab pertanyaan adiknya itu, Sora mulai berjalan ke tangga menuju lantai tiga.

“Maaf, itu tadi pertanyaan yang bodoh.”

Shiro meminta maaf kepada Sora.

Lagipula, kalah bukanlah pilihan bagi Kuuhaku.

Saat ia berjalan menuju tangga, sambil melewati gadis berambut merah bernama Ste... atau apapun itu.

Untuk alasan yang bahkan tidak ia ketahui.

Tanpa berpikir panjang, Sora membisikkan sesuatu kepada gadis itu.

“...Apa kau tidak tahu kalau kau dicurangi?”

“—Huh?”

Mata biru gadis itu begitu kontras dengan warna rambutnya, warnanya begitu lebar.

Setelah mengatakan satu kalimat itu, Sora melangkah ke kamarnya di lantai tiga sementara dirinya bisa merasakan ekspresi keterkejutan dari gadis itu di belakangnya... tapi dia tidak berkata apa-apa lagi, ataupun melihat ke belakang—“  

Part 4

Setelah mengisi lubang kunci itu dengan kunci kamarnya, pintu kamar itu terbuka, ditemani dengan suara geretan pintu yang menggeser. Interiornya terlihat begitu murah seperti yang biasa ditemui di Ob**vion atau Sky**m. Sebuah kamar kecil dengan lantai yang mudah berdecit setiap kali melangkah. Sebuah meja dan kursi diletakkan di pojok ruangan itu seakan-akan pemilik penginapan itu meminta maaf pada kostumer karena kondisi kamar yang begitu jelek.

Benda lainnya yang ada di kamar itu adalah sebuah tempat tidur dan sebuah jendela. Interiornya begitu simpel dan desainnya begitu sederhana.

Setelah memasuki ruangan itu dan mengunci pintunya, kedua bersaudara itu melepas kerudungnya.

Laki-laki muda dengan rambut hitam acak-acakknya dan menggunakan T-shirts, jeans, dan sneaker—Sora.

Gadis kecil dengan mata merah yang tersembunyi di balik rambutnya yang terurai di depan mukanya, kulit putih dan memakai seragam pelaut— Shiro.

Sora melemparkan jubanya yang ia pinjam untuk terlihat tidak mencurigakan karena baju yang ia pakai jelas-jelas tidak berasal dari dunia ini, dan kemudian dia melempar semua barangnya ke atas tempat tidur itu dan melepaskan semua tekanan yang ia rasakan dari tadi.

Dia mengambil ponsel dari sakunya—dan menandai checklist-nya dengan tanda Task Complete.

“—[Objective] mengamankan bawaan... [Achieved]—ini. Boleh aku bicara seperti itu?”

“...Yah, tidak apa-apa.”

Setelah dia memastikannya, dia berguman sekali lagi dengan penuh emosi.

“Ahhhhh, aakkkkuuu saaannnngggaaaattttt lllleeellllaaaahhhhh......”

Itu kalimat yang Sora putuskan tidak akan dia ucapkan sampai dia berada di tempat yang pantas.

Lalu setelah itu, Sora terus mengomel sampai terus-terusan.

“Tidak mungkin, tidak mungkin. Tidak mungkin aku bisa berjalan sejauh itu setelah aku keluar untuk pertama kalinya.”

Sama dengan kakaknya, Shiro melepaskan jubahnya itu dan membenahi seragam pelautnya.

Shiro membuka jendela itu dan melihat pemandangan di luar sana.

Dari jendela itu, dia bisa melihat begitu jauh, ia bisa melihat—tebing tempat mereka pertama kali datang.

“...Manusia... tentu saja bisa melakukannya... kalau mereka mau kan?”

“Yah, kau bisa melakukan apapun bahkan tanpa memiliki kehendak sekalipun—kata-kata itu sudah cukup menjelaskan kehidupan kita selama ini.” Walaupun dengan nada yang agak pesimis—adiknya mengangguk setuju.

“Tapi, aku pikir kaki dan tangan kita akan lebih lemah dari ini. Kita berjalan cukup jauh.”

“...Karena, kita bisa mengontrol tikus-tikus itu dengan kaki kita?”

“Oh, aku tahu! Mungkin memang benar kalau seseorang melatih kemampuan mereka sampai batasnya, kita bisa menguasai seluruh daerah ini.”

“...Bukan itu yang aku maksudkan..”

Bahkan dialog komik seperti itu ada batasnya.

Mata Shiro mulai menutup setengahnya.

Adiknya itu akhirnya menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur itu tepat di sebelah Sora.

Dia tidak menunjukkan ekpresinya, tapi rasa lelahnya jelas terasa dari tarikan napasnya.

Itu alami untuk merasa seperti itu.

Shiro melalui sebuah pertandingan catur setelah mereka bergadang selama lima hari berturut-turut,lalu mereka harus berjalan begitu jauh— dan masih harus mengikuti keluhan Sora tentang rasa lelah dan latihan fisik yang mereka alami itu (Walau Sora menggendong Shiro selama setengah perjalan); ini hanyalah hadiah kecil.

“Kau sudah bekerja keras. Bagus sekali. Kau memang adik yang sangat kubanggakan.”

Dia berkata seperti itu sambil menepuk kepala adiknya itu.

“...Yah, kita berhasil menemukan tempat untuk tidur.”

“Yah, walau aku tidak tahu apa yang harus kita lakukan saat kita bertemu perampok itu.”

--Dan lalu, Sora mengembalikan ingatan yang serasa baru ia rasakan beberapa saat yang lalu.

Dengan kata lain, saat mereka pertama kali mendarat di dunia ini.

Part 5

“—lalu, apa yang akan kita lakukan?”

Shiro menggelengkan kepalanya.

Ia berjalan sambil mencoba bangun setelah dia jatuh tertidur untuk yang kedua kalinya.

Sora mengutuk hidupnya itu yang tidak memiliki alasan; Sora yang kelelahan berteriak ke pejalan kaki yang lewat di depan penginapan itu.

Setelah Shiro benar-benar menghilangkan rasa kantuknya, ia menghela napasnya.

Mereka berdua merasa lelah, tapi mereka masih bisa mengembalikan kesegaran tubuh mereka walau begitu lelah.

Mereka berdua sudah mengalihkan diri dari tepi ujung tebing itu, lalu mereka duduk di atas jalanan berpaving.

“......Nii, kenapa kita bisa ada disini?”

“Kau lihat, di game RPG benda ini disebut sebagai [Jalan] kan? Aku ingat fungsi dari benda ini adalah untuk jalan orang-orang yang lewat.

Meskipun mereka tidak tahu apakah pengetahuan mereka tentang game akan membantu mereka banyak dalam kondisi seperti ini, tapi keadaan ini harus diatasi terlebih dahulu.

“—ya, pertama, kita lihat dulu barang apa saja yang kita bawa ini.”

Seperti dalam permainan survival play-off game, kata sora.

Berusaha untuk memahami kondisi mereka sekarang ini, mereka berdua mencoba mengeluarkan semua benda yang ada di kantong mereka.

Dan yang ada di kantong mereka adalah—Ponsel smartphone milik Sora dan Shiro.

Dua baterai multiguna. Dua buah charger tenaga matahari, dengan dua stopkontak.

Dan yang terakhir adalah tablet PC di tangan Shiro.

....Sangat sulit membayangkan orang yang tersesat di suatu tempat memiliki barang-barang mahal seperti itu.

Dan semua benda itu digunakan untuk bermain tentu saja.

--Sebenarnya tidak ada yang tahu apakah benda-benda ini berguna atau tidak di situasi seperti ini, mereka berdua begitu misterius dan juga barang-barang bawaan mereka.

“......Dan, gelombang listrik dan benda-benda elektronik lainnya tidak akan bisa digunakan di dunia fantasi seperti ini.” Kata Sora sambil melihat layar monitor ponselnya yang memiliki tanda diluar jaringan.

--Tapi, lampu di balik ponselnya bisa digunakan sebagai lampu di malam hari, dan juga bisa digunakan untuk mengambil foto.

Aplikasi peta di dalamnya mungkin juga tidak akan berguna, tapi fungsi kompasnya mungkin masih bisa digunakan .

Sora merasa lega karena spesifikasi yang sempurna dari ponsel pintarnya itu.

“....Oke, Shiro, matikan tablet-nya. Gunakan matahari untuk men-charge baterainya. Aku men-download e-book di tablet itu dan jika memang terjadi sesuatu yang diluar perkiraan, kita gunakan saja survival guide-nya.”

“....Roger—“

Dengan patuh Shiro mendengarkan kata-kata kakaknya itu dan mematikan tablet-nya itu dan men-charge-nya.

--Saat berhadapan dengan kejadian yang tidak bisa diduga, mendengarkan petunjuk dari kakaknya adalah yang terbaik bagi Shiro. Shiro tahu harus melakukan hal itu karena pengalamannya sendiri.

.....Setelah menggunakan kekuatan dari sains (Ponsel Sora), mereka menemukan petunjuk arah.

Namun, menggunakan ponsel yang hanya memiliki kompas hanya akan membawa mereka seperti di tengah lautan tanpa arah, jadi tidak banyak perkembangan yang mereka capai saat itu.

Mereka membawa produk dari teknologi masa depan yang paling canggih, tapi mereka masih tersesat di jalanan dan mereka terjatuh di sisi jalan.

“—Oh?”

Sora melihat beberapa orang mendekat dari sisi jalan yang lainnya, melewati mereka.

“Ohhh! Hebat! Pengalamanku di dalam game RPG berguna sekali!”

“....Nii.....Mereka terlihat.....aneh.”

Setelah berkata itu, kelompok orang itu berjalan cepat ke arah mereka dan mengelilingi mereka ke dalam lingkaran.

Mereka memakai baju berwarna hijau dan menggunakan sepatu bot yang memudahkan mereka untuk berjalan—

“.....Wowhoa, bukankah kalian perampok?”

Sora tidak bisa melakukan apapun selain mengeluh kepada surga di atasnya.

Tersesat di jalan dan orang yang pertama kali mereka temui adalah [Perampok Dunia Fantasi!]

Melawan sekelompok perampok ganas ditambah dengan perangai mereka yang begitu buruk—Sora melindungi Shiro di balik tubuhnya sambil sekali lagi mengeluh kepada surga di atasnya.

Tapi apa yang keluar dari mulut para perampok itu adalah—

“Hehe...jika kalian mau lewat—kalian harus bermain bersama kami.”

.........

Kalimat itu membaut kedua bersaudara itu terlihat tak berdaya—tapi.

“—Ini, eh...orang itu bilang kalau dunia ini adalah [Sebuah dunia dimana semua hal ditentukan di dalam permainan] bukan?”

“.....apa begini cara perampok bekerja di dunia ini?”

Kedua bersaudara itu langsung sadar maksud dari kata-kata itu sejak mereka mendengar kata itu dari kelompok perampok itu.

Mereka tersenyum karena tahu maksud dari kata-kata itu. Kejadian yang mereka alami ini tentu lebih baik daripada penrampok di dunia nyata yang mereka tinggalkan, lalu mereka tertawa lepas.

“Apa yang kalian berdua tertawakan huh! Kalau kalian tidak mau bermain game melawan kami, jangan pikir kalian bisa lewat dengan mudah dari sini!”

Para perampok itu melawan kedua bersaudara yang tertawa tanpa alasan.

Kedua bersaudara itu berkomunikasi dengan berbisik sampai para perampok itu tidak bisa mendengar suara bisikan kedua bersaudara itu.

“Satu orang yang akan menipu mereka, lalu gunakan trik untuk mencari jalan kabur—gimana?”

“......itu......bagus.”

Menyelesaikan perbincangan itu dengan Shiro, Sora menepuk tangannya dan mengeluarkan suara ‘Pa!’.

“Ok, baik, ayo kita bermain. Tapi sayangnya kita tidak memiliki apapun.”

“Heh, tidak masalah buat kami, kalau begitu—“

Tapi sebelum perampok itu menyelesaikannya, Sora melanjutkan.

“Kalau kami kalah, kalian boleh menjual kami atau apapun yang kalian inginkan.”

“—Ah?”

Perampok berwajah tebal itu mau mengatakan apa yang dikatakan Sora tapi kata-katanya sudah dipotong terlebih dahulu.

“Dan sebaliknya, kalau kami menang—“

Dengan senyum jahatnya—Shiro berkata.

“Kalian semua akan mengantar kami ke kota terdekat, dan memberi kami jubah kalian. Karena kami memakai pakaian yang terlihat aneh di dunia ini karena kami dikirim dari dunia lain. Dan juga kami harus tahu peraturan-peraturan apa saja yang ada di dunia ini.”

Sora ingin menggunakan kekuatan terbaiknya dalam permainan game.

Sejak awal permainan dia sudah yakin bahwa dirinya bisa memenangi game ini sambil menambahkan beberapa permintaan lainnya.

Part 6

Kembali ke sebelumnya, Sora berbisik.

“[Kesepuluh Perintah]—eh, Shiro, apa kau masih ingat?”

“.....Peraturan....yang sangat tidak.....menarik.” Shiro masih terlihat agak mengantuk dan kemudian kembali tertidur setelah dia membalas kakaknya itu.

Mereka telah mempelajari peraturan ini setelah mereka dijelaskan oleh para perampok yang mereka temui waktu mereka tiba di dunia ini (mereka tidak bisa mengingatnya lagi sekarang) dan telah mereka kalahkan.

Sora mengeluarkan ponselnya yang sebelumnya ia tulis peraturan-peraturan itu, Sora membacanya lagi dengan suara keras.

【Kesepuluh Perintah】——

Itu adalah peraturan-peraturan yang telah diturunkan oleh [Tuhan] itu.

Walaupun sepertinya adiknya sudah menghapalnya dengan mudah, kakaknya masih menyimpannya di ponselnya, dan berikut adalah isi dari peraturan itu:

【1】 Semua pertumpahan darah, perang, kekearasan, dan penjarahan dilarang di seluruh penjuru dunia ini.

【2】 Semua perselisihan diselesaikan dengan sebuah permainan.

【3】 Di dalam permainan, taruhan dibuat berdasarkan keputusan kedua belah pihak dengan nilai taruhan yang sama.

【4】 Terlepas dari peratuan yang “ketiga”, isi dari permainan dan barang yang dipertaruhkan tidak penting.

【5】Pihak yang ditantang berhak menentukan isi dari permainan itu.

【6】 “Sesuai dengan perintah ini”, isi dari taruhan harus ditaati tanpa syarat.

【7】 Semua permasalahan di dalam sebuah kelompok akan diwakilkan oleh seorang perwakilan.

【8】 Jika seseorang ketahuan melakukan kecurangan dalam permainan, maka ia secara langsung dinyatakan kalah.

【9】 Peraturan-peratuan diatas bersifat kekal, dalam nama Tuhan.

"Dan 【10】—— Semua orang harus bergembira selama dalam permainan."

——........

“Peraturan yang kesembilan itu untuk menyimpulkan semua peraturan diatas, tapi yang kesepuluh.....”

Peraturan kesepuluh itu bukan berarti harus akur atau rukun terhadap sang lawan, jadi dengan kata lain.

Atau bisa dibilang, ‘Bagaimanapun, tidak mungkin semudah itu untuk akur dengan pihak lawan dalam keadaan yang harmoni’.

Sora merasa bahwa【Kesepuluh Perintah】itu serasa begitu ironi, dan raut muka sang Tuhan yang begitu gembira melintas di kepalanya.

“Bocah yang membawa kita ke dunia ini—kalau bocah itu benar-benar adalah seorang [Tuhan], pasti sifatnya cukup bagus.”

Memasukkan ponselnya ke sakunya, Sora berkata dengan senyum cerahnya.

Pada saat dia akan membaringkan tubuhnya di atas kasur itu, rasa lelahnya serasa mencuat dari tubuhnya, dan rasa kantuknya semakin terasa, bahkan kemampuan berpikirnya serasa menurun.

“.....Kalau kupikir, yang kurasakan ini tentu reaksi yang biasanya, ya. Menarik seseorang yang sudah bergadang selama lima hari ke sebuah dunia antah berantah dan rasanya aku begitu lelah.”

“......Fuu......”

Yang berada di samping kakaknya adalah Shiro, dia selalu berada di samping kakaknya, ia menempel di pinggang kakaknya, adiknya sudah bermimpi ke dunia fantasi lainnya.

Menyingkap rambutnya yang menutupi mukanya, wajahnya yang berwarna putih seperti keramik dan lekuk mukanya itu seperti sebuah karya seni. Dibandingkan dengan sang adik yang memiliki rupa seperti boneka, kalau kita bilang mereka berdua adalah dua orang bersaudara, maka itu pasti hanyalah sebuah gurauan semata.

“—Bukannya aku sudah bilang buat pakai selimut dulu kalau mau tidur? Kalau adik kedinginan gimana?”

“......Un.”

Dengan agak mengantuk, Shiro mengambil selimut itu dengan suaranya yang lemah karena mengantuk.

Sora menutupi tubuh adiknya itu dengan selimut yang memiliki bau seperti debu dengan agak ragu-ragu, tapi ia berpikir kalau itu lebih baik daripada tidak ada.

Saat dirinya melihat Shiro yang tertidur dengan napas yang teratur, Sora seperti kelihangan tenaganya.

(Nah—setelah ini, darimana kita mulai)

Sora mulai mengusap papan layar ponselnya itu yang baru saja ia keluarkan.

Dia ingin mencari apakah ada sesuatu yang kiranya bisa membantu dirinya mengatasi masalah ini.

(Sekarang, apa yang kualami saat ini adalah sebuah fantasi dimana kau ditarik ke sebuah dunia lain, jadi pertama kali yang harus aku pikirkan adalah bagaimana caranya keluar dari dunia ini terlebih dahulu.)

Orang tua yang tak pernah ada di sisinya.

Sang adik yang telah ditolak oleh masyarakat.

Dirinya yang telah ditolak oleh masyarakat.

Dan sebuah kejutan yang ada di depan matanya—dunia ini.

“.....Hey, Shiro....apa kau ingat kenapa pemeran protagonis dari game yang biasa kita mainkan ingin sekali kembali ke dunia ‘mereka’ dahulu?”

Walau dia tahu kalau Shiro sudah tidur, Sora tetap saja bertanya seperti itu, dan jelas Shiro tidak akan menjawabnya.

Dia berpikir tentang apa saja yang telah dia alami selama empat hari ini.

Sora berusaha untuk mencari jawabnya—tapi sebelum dia sampai pada sebuah kesimpulan, rasa kantuk yang sudah menghantui dirinya sudah menakhlukkannya dan di kini tertidur menyusul Shiro.

Part 7

‘Tok Tok!’, suara itu bergema di udara.

Alasan kenapa Sora bisa bangun adalah karena adanya ketukan pintu yang sopan itu.

Sora sudah mempertajam indera perasanya sejak mereka datang ke dunia ini.

Sora berusaha menahan rasa kantuknya yang terus menyerangnya untuk diam, lalu kemudian dia berusaha menyalakan kembali otaknya agar aktif.

“.....Nya~”

Tapi adiknya berbeda dari dirinya.

Shiro masih belum bangun dari tidurnya dan dengan erat dia memegang lengan kakaknya selama tidur.

Dengan wajah yang begitu nyenyak membuat orang lain begitu iri melihatnya.

NGNL V1 71.jpg

“Yah, menurut peraturan itu, di dunia ini, membunuh, menjarah, dan tindakan kekerasan dan kejahatan itu dilarang.....”

Yang berarti—tindak kekerasan di dunia ini tidak mungkin ada.

Mungkin karena berada di titik ini—tidak, Shiro mungkin mengerti.

Sora, yang terlihat bahwa dirinya bisa beradaptasi di dunia ini, memberikan senyum kepada adiknya itu yang masih tertidur lelap.

“Ya, kemampuan otakku tidak mungkin bisa disamakan dengan Shiro....”

—'Tok Tok!'

Mendengar suara ketukan pintu itu, Sora membalas.

“Ya, silahkan masuk. Siapa itu?”

“Aku Stephanie Dora. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan sama kamu soal hari ini...”

........Stephanie......Ah!

Mengeluarkan pnselnya, Sora memastikan wajah dari gadis itu yang ada di ponselnya.

Yang ada di ponselnya itu adalah seseorang gadis dengan rambut merah mata biru, seperti seorang gadis bangsawan.

Dan kalau tidak salah, bar di bawah digunakan untuk acara memilih raja yang baru.

“Um, permisi, saya akan membuka pintunya.”

“......Miwuuuuuu.....”

“—Adikku, mungkin memang sebuah anugrah bagi kakak karena adik mengenggamku begitu erat, tapi bisakah adik melepaskan tanganku, sebentar saja? Aku tidak bisa membuka pintu kalau adik memegang tanganku terus.”

“.........?........what?”

Walau Shiro masih setengah tidur, Shiro masih bisa melepaskan tangannya dari tangan Sora.

Mengangkat tubuhnya yang terasa agak berat dari tempat tidur, Sora melangkah di lantai kayu yang berdecit itu dan membuka pintunya.

Yang berada di depan pintu itu adalah seorang yang tampak begitu berbeda dari foto yang dimiliki oleh Sora di ponselnya—[Stephanie] terlihat seperti telah menerima sebuah pukulan telak.

“—Bisa kau ijinkan aku untuk masuk?”

“Ah, Erm, oke.”

Singkat kata, Stephanie diajak untuk masuk ke kamar itu.

Sora kemudian mengambil sebuah kursi dari pojok ruangan ini.

Ia duduk di kursi itu karena Shiro tidur dengan posisi yang tidak mengenakkan mata karena terus berganti posisi tidur.

Yang pertama kali membuka mulut adalah Stephanie.

“........Apa yang sebenarnya terjadi?”

“—Apa? Kalau aku jelaskan dulu, karena kita berdua adalah saudara, jadi yang kamu lihat ini—“

“....Guu.....kau ditelantarkan oleh Nii......”

--Benar.

Sebenarnya Shiro tidak setengah tidur—tapi Shiro berada dalam kondisi 80% dimana keadaan itu memberikan tekanan tersendiri di punggung Sora.

Walaupun mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini, sebuah penjelasan masih dibutuhkan di sini.

“Lalu—apakah salah? Aku Sora. Berapa lama aku tidak memiliki pacar sama dengan umurku sekarang, dan aku masih mencari seorang pacar sampai sekarang, whoa♪”

“.......Itu tidak masalah sama sekali.”

Tapi Stephanie tidak menghiraukan maksud dari kata-kata itu dan dengan lemah ia melanjutkan.

“Lebih pentingnya, aku ingin menjelaskan apa yang sebenarnya yang terjadi selama hari ini.”

(Hari—hari, Un, ada apa ini lagi?)

(Ngomong-ngomong, jam berapa sekarang? Aku bahkan tidak bisa melihat matahari terbit dari sini--)

Sora melihat ponselnya dan melihat bahwa empat jam telah lewat sejak mereka istirahat—mereka berdua sudah tidur cukup lama.

“Hari ini, saat kamu memegang pundakku, kamu bilang sesuatu kalau gak salah ‘apa kau tidak tahu kalau kau sedang dicurangi’?”

Saat Shiro sedang berguman sendiri, mungkin sesuatu tentang perbincangan ini, dia masih menutup matanya dan berkata.

“....Jadi kamu......benar-benar kalah?”

Stephanie terdengar agak terganggu dengan hal itu.

“—Ya.......ya, itu benar, AKU KALAH! Sekarang, semuanya telah berakhir.”

Sora menutup telinganya untuk meredam suara keras yang berasal dari Stephanie, yang kemudian berdiri karena terganggu.

“Ah—karena aku kurang tidur, suaranya seperti bergema terus di kepalaku, bisa tidak kalau kau tidak berteriak seperti itu?”

Stephani, dalam keadaan kesal, membanting tasnya ke sebuah meja dengan amarah yang begitu besar. Sora memohon dengan rendah hati kepada Stephanie, tapi permohonannya itu tidak sampai ke telinganya, dan dia pun mulai menangis dengan suara yang tajam.

“Karena kamu tahu kalau lawanmu menggunakan trik untuk mengalahkanmu, bukankah akan terdengar bagus kalau aku menjelaskan kecurangannya itu di depan semua orang? Aku akan menang kalau aku mengekspos kecurangannya.”

Sora kemudian mengingat apa yang dia baca sebelum dia tidur, dan berkata.

“Eh..... perintah kedelapan dari [Kesepuluh Perintah]: Jika seseorang ketahuan melakukan kecurangan dalam permainan, maka ia secara langsung dinyatakan kalah....”

Yang berarti, kau akan menang kalau kau tahu lawanmu curang.

Tapi sayangnya gadis itu terlambat untuk menyadarinya—kalau tidak bisa menunjukkan bukti kecurangan itu, orang yang curang itu tidak bisa dikalahkan.

“Aku kalah karena kau! Arghhh, bahkan sekarang aku akan dikeluarkan dari calon penerus takhta.”

“.....Jadi.....”

Shiro yang masih lelap itu berkata dengan bibir mengatup.

“.....Jadi kau kalah.....dan sebagai rasa penolakanmu itu.....kau kesini untuk curhat?”

Mendengar kata-kata Shiro, Stephanie merasakan tekanan yang begitu tinggi di pembuluh nadinya dan membuat Stephanie menggertakkan giginya.

“Ah~adikku, bisakah kau tidak menuangkan minyak ke dalam api saat kau tidur?”

“......Guu.......Kenapa.......kau membukanya di sini?”

“Kau bangun saat aku bilang [Mencari Pacar].......dan juga, kita tidak memiliki siapa pun yang kita kenal disini, jadi, seharusnya kita harus lebih ramah—“

--Tapi.

Sora berhenti berbicara.

Sebuah ide muncul di kepalanya.

Mungkin karena tahu kalau kakaknya memiliki sebuah ide, Shiro menjadi diam.

Di lain sisi, Sora, yang mengubah pikirannya, berkata sambil menggunakan senyumnya yang tajam.

“—Tapi, apa yang adikku katakan itu ada benarnya. Manusia yang selalu gagal pasti keinginannya akan dikabulkan.”

“......Apa yang kau bilang?”

Mulut Stephanie menganga karena terkejut.

Tapi Sora menahan keterkejutan Stephanie ituu, dengan matanya yang agak bernafsu, Sora memandangi lekuk tubuh Stephanie.

Seperti fantasy world of Ojou-sama, dia memakai gaun yang menutupi tubuhnya.

Sora terlihat seperti ingin sekali menjilat tubuhnya itu, ia membayangkan bentuk tubuhnya itu yang tertutupi oleh gaunnya.

Sora memilih kata-kata yang cocok untuk lawannya itu—Sora berkata.

“Tidak bisa melihat kemampuan lawan untuk mencurangimu, lalu kau datang kemari dengan keadaan kesal.......kau bahkan marah-marah pada seroang anak yang menyenggol kukumu—kau benar-benar bodoh. Dan kalau kau benar-benar keturunan dari sang raja itu, aku bisa bilang kalau kalah adalah sifat aslimu.”

Part 8

Sora melihat Stephanie dengan pandangan kasihan seperti sebuah organisme yang tidak memiliki akal. Melebarkan pandangan matanya, ia menunjukkan pandangan mata yang begitu membenci Sora, raut muka yang sedang marah terpampang di matanya.

“Tolong....tolong tarik kata-katamu.”

“Tarik kata-kataku? Haha, kenapa?”

“Karena—aku tidak akan membiarkan seorang pun menghina Ojii-san yang kusayangi!”

Sora melihat Stephanie yang marah terhadap kata-kata yang baru saja ia ucapkan, Sora mendengus dan melambaikan tangannya.

“Kau tahu, alasan kenapa kau tidak tahu bahwa dia itu curang itu karena kau bermain terlalu bertahan—daripada mengambil risiko, kau lebih memilih bermain aman untuk menang. Orang-orang seperti ini, yang berpikir untuk lebih baik mengamankan dirinya sendiri, tidak akan punya waktu untuk memperhatikan setiap gerakan lawannya.”

Senyumnya yang setelah dia berkata itu agak terlihat mengejek dan kasar.

“Hanya orang bodoh yang tidak bisa mengontrol emosinya sendiri dan kau tahu, kau itu terlalu konservatif. IMHO[3], seorang gamer seperti itu patut dipertanyakan!”

“—Diam kau! Kalau aku ingin mendengar pendapatmu, maka—“

Stephanie mencoba menahan Sora agar tidak kabur dari kursi itu, dia berdiri seperti mencoba untuk memegang tangan Sora agar dia tidak kabur, tapi Sora melanjutkan katanya.

“Kalau begitu, ayo kita bermain sebuah game.”

“......Eh? Apa?”

Stephanie merasa bingung. Tapi karena merasa dirinya benar, dia memutuskan untuk bertanya tentang apa yang Sora maksudkan.

“Sesuatu yang tidak membuat kita berpikir secara berat. Berarti hanya gunting, batu kertas. Dengar? Gunting, batu, kertas.”

“Gunting, batu, kertas--? Hm...baiklah.”

“Un, dunia ini pasti bisa membantu banyak. Kalau begitu, kita pakai itu saja untuk menentukan pemenangnya—“

Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Sora mengangkat tangannya untuk menghentikan Stephanie menghentikan katanya.

“Bukan janken yang biasanya—apa kau mengerti? Aku akan menggunakan kertas saja.”

“—ah?”

“kalau aku mengeluarkan benda lain selain kertas, maka aku akan [Kalah]......tapi, kalau aku mengalahkanmu dengan benda selain kertas, kamu juga akan kalah, yang artinya kita [Seri]. Dan tentu saja, kalau aku mengeluarkan benda selain kertas dan aku seri, maka aku akan [Kalah].

“....”

(Kalah kalau menggunakan benda selain kertas? Apa yang orang ini pikirkan?)

Stephanie menjadi semakin waspada.

“—Taruhannya, apa taruhannya?”

Akan lebih baik kalau kau lebih bijaksana—pikir Sora, lalu dia tersenyum dan membalas.

“Kalau kau menang, aku akan menerima semua permintaanmu. Kalau kau ingin mengatakan alasan kenapa kau kalah, atau trik apa yang sebenarnya digunakan oleh lawanmu itu, atau kau ingin aku mati karena sudah menyebut rajamu yang bodoh itu sebagai raja yang bodoh, gimana?”

“........Kaaauuuuu!”

“—jadi! Sebaliknya, kalau aku menang, kau harus menerima semua permintaanku.”

Sora terlihat senang, tapi dia memiliki ekspresi yang lebih dingin daripada es, dengan senyum yang menyeramkan.

Dengan suaranya yang jorok, jelek, dan dingin, Sora melanjutkan katanya.

“Kita mempertaruhkan takdir kita di sini—jadi tidak akan masalah kan kalau kau mempertaruhkan kesucianmu, benar?”

Semua darah yang terlanjur naik sampai ke kepalanya kini sudah turun dan dirinya agak lebih tenang sekarang.

Tapi, karena Stephanie sudah agak lebih tenang, dengan halus dia bertanya.

“Bagaimana kalau—kita seri?”

“Kalau begitu aku akan memberikanmu sedikit petunjuk tentang bagaimana caranya dia mencurangimu...sebagai balasannya.”

Perilaku Sora kini lebih sopan dari pada yang tadi, karena dia agak terganggu, dia menggaruk kepalanya dan tersenyum.

“Yah, aku hanya punya keinginan sederhana saja. Meski kami berdua memilki uang untuk bertahan beberapa hari—oke, jujur saja, setelah empat hari tinggal di sini, kami tidak akan punya makanan dan tempat untuk tinggal. Dan kami juga tidak tahu apa yang akan kami lakukan berikutnya......”

“—Yang berarti, kau ingin aku menyediakan akomodasinya, begitu?”

Sora menjawab pertanyaan Stephanie itu dengan senyuman.

--tidak ada yang ia katakan.

Yang berarti orang ini ingin sedikit mencuri kesempatan.

“Jadi bagaimana~? Apa kau terima, atau menolaknya?”

“......”

“Yah, walaupun kau belajar bagaimana caranya lawanmu itu curang, kau sudah terlanjur didiskualifikasi dari pewaris takhta. Bukan berarti ada keuntungan dari mengambil beberapa risiko untuk orang yang suka bermain defensif! Jadi kalau kau menolaknya itupun tidak apa-apa.”

Sora memprovokasinya.

Walau yang dilakukan Sora itu jelas-jelas adalah provokasi bagi dirinya, Stephanie menerimanya tanpa bergeming.

“......Oke, kalau begitu—【Acciente】!!!"

--Itu adalah sumpah yang digunakan untuk memastikan bahwa permainan yang mereka mainkan itu mengikuti [Kesepuluh Perintah], dengan bersumpah pada Tuhan.

“Ok, aku juga akan- 【Acciente】!!!"

Sora menunjukkan senyumnya yang mengejek—sumpah yang keluar dari mulutnya tidak bisa ditebak.

Di dalam pikiran Stephanie, ia mulai berpikir keras.

(Hanya menggunakan kertas?)

(Pasti dia berpikir kalau aku akan menggunakan gunting.)

(Dari kondisi yang dia ajukan tadi—tujuannya tentu sangat jelas.)

(Orang itu mengincar seri.)

(Orang ini hanya menginginkan makanan dan akomodasi. Dia sepertinya tidak mengerti tentang kecurangan itu.)

(Jangan sampai aku percaya dengan hal itu dulu sekarang.)

(Kalau dia akan kalah kalau menggunakan kertas, maka kesempatan menangku adalah--)

Batu: 2 menang, 1 kalah. Gunting: 2 menang, 1 seri. Kertas: 1 menang, 2 seri.

(Tadi dia bilang kalau dia hanya akan menggunakan kertas.)

(Kalau aku denga sengaja memilih gunting, dia pasti akan menggunakan batu.)

(Dia pasti ingin mengejekku dengan bilang “Haha, seperti yang sudah aku bilang dasar makhluk bersel satu.)

(Kalau begitu, kalau aku menggunakan kertas—tidak mungkin aku akan kalah.)

(Tapi pasti keinginannya untuk seri akan terkabul.))

(Orang ini pasti berpikir aku tidak akan menggunakan batu--.)

(Karena, satu-satunya pilihan yang aku miliki adalah kalah!)

(Memperlakukanku seperti orang bodoh!)

(Aku mungkin akan menggunakan batu atau gunting, kesempatanku untuk menang adalah [2:1])

(Seperti yang kau pikirkann—Aku tidak membiarkanmu untuk mendapatkan seri!)

Mencoba untuk mempengaruhi Sora,Stephanie memandangi Sora dengan mata yang tajam.

“...”

Namun, Stephanie yang melihat ekspresi Sora, menarik napasnya dalam-dalam.

Karena bocah kurus ini sangat merepotkan—atau tidak.

Dengan tenang, bocah itu cukup yakin bahwa dia akan menang dan dia menunjukkan senyum liciknya.

Melihat ekspresi Sora, darah naik ke kepala Stephanie sekali lagi, seperti seember air dingin yang dituangkan ke atas kepalanya.

(Tidak, jangan gegabah, tetap tenang.)

Dengan berguman seperti itu, Stephanie menjadi serius lagi.

Terburu-buru, emosi dan ketulusan, apakah dia bisa melihat semua itu?

Stephanie berkata seperti itu dan menyadari sesuatu.

—Benar.

Tentu saja, ini sangat jelas.

(Orang ini mengatakan bahwa dia hanya akan menggunakan kertas.)

(Dengan kata lain, tidak peduli metode macam apa yang dia gunakan, dia tidak bisa [Menang].)

(Jadi—tidak peduli apa yang ia katakan, orang ini hanya akan menggunakan [Kertas].)

(Kemenangan hanyalah faktor keberuntungan kalau dia dapat seri seperti yang ia harapkan—itu benar!)

(Peluangnya untuk menang—adalah sama apapun yang terjadi!)

“Kalau begitu, apakah kita bisa mulai?”

“Sora berkata seperti dia akan menang—tapi.

“Yeah, kau juga. Apa kau siap untuk mematuhi kesepuluh perintah itu?”

Seperti biasa, Stephanie begitu yakin bahwa dia akan menang, membalas kata Sora.

(Aku sudah tahu trikmu itu, jangan memakai ekspresi itu seperti anjing yang kalah!)

“Kalau begitu. Gunting, batu, kertas....”

--Batu.

Stephanie menggunakan [Gunting].

“Apa—“

--Stephanie melebarkan matanya karena Sora memilih [Batu].

“Whu, apa—kenapa? Kenapa seperti ini?”

“Meskipun kau sudah yakin tidak terpancing dengan provokasiku dengan gunting—tapi pada akhirnya kau kurang terlalu berpengalaman.”

Berkata seperti itu—Sora tersenyum tanpa akhir karena kemenangannya itu.

Sora duduk di tempat tidur itu lagi, dan dengan pelan dia menjelaskan pola pikir Stephanie kepada dirinya.

“Provokasiku adalah dengan sengaja menunjukkan padamu bahwa hanya dengan menggunakan batu kepadamu aku akan kalah.”

“......”

“Tapi sikap tenangku menunjukkan bahwa hanya dengan menggunakan kertas aku akan [Menang]”

“—Jadi kau membaca.....semua pikiranku.... jadi ekspresi itu hanyalah akting?”

“Sejauh ini iya....tapi memilih [Kertas] akan membuatku kalah......dengan cara ini, tidak hanya menghancurkan kesempatanku untuk menang, kau juga akan menggandakan kesempatanmu untuk menang melawanku.”

--Semuanya jelas terlihat- tidak, semuanya sudah dimanipulasi oleh dia.

“Guuuu—“

Stephanie menggigit bibirnya dan berlulut jatuh ke bawah dengan tangannya yang menopang tubuhnya.

Dengan proses yang tenang...bukan hanya itu, tapi strategi untuk dia menang sudah diprediksi oleh bocah itu.

--Akhirnya, ini.

Alasan kenapa Stephanie kalah hari ini—inilah petunjuknya.

Namun, Sora melanjutkan.

“Jadi, yah, sudah dipastikan bahwa aku akan menang sebelum game ini dimulai.”

“Ya, ya, aku tahu. Kau hanya ingin seri kan? Okelah, katakan akomodasimu—“

Stephanie yang kalah membalasnya- tapi.

“Yah, tentang hal itu. Kau salah, kau tahu?”

“.....Ah?”

“Coba ingat lagi apa yang aku katakan tadi. Bagaimana aku bilang tadi?”

“Yah, aku hanya punya keinginan sederhana saja. Meski kami berdua memilki uang untuk bertahan beberapa hari—oke, jujur saja, setelah empat hari tinggal di sini, kami tidak akan punya makanan dan tempat untuk tinggal. Dan kami juga tidak tahu apa yang akan kami lakukan berikutnya......”

“Yap, benar. Ada masalah di bagian akhir! Apakah aku pernah menyebutkan [Keinginan Sederhana} apa itu?”

“........Ah!?”

Stephanie dengan cepat memprotesnya.

“Eh, bukankah sejak awal kalian mengincar akomodasi untuk tempat tinggal?”

“Un, tapi aku tidak meng-iya-kannya kan?”

Tanpa tempat untuk tinggal, tanpa makanan, bagaimana dia melanjutkan kata-katanya.

Sora—orang ini—hanya memiliki.....

Tersenyum.

--Jadi alasan keinginannya yang buruk itu—

“Ah~Ah—“

“Sepertinya kau mengerti! Kalau begitu dengar baik-baik [Keinginan Sederhana]ku ini.”

Dengan senyum di wajahnya, ‘Sha’—dia menunjukkan jarinya ke Stephanie.

“Jatuh cintalah kepadaku!”

Part 9

……..—

….Mereka berdua tidak saling berbicara.

Orang pertama yang memecah kesunyian ini adalah orang yang sama yang selalu terdiam sejak tadi, yaitu Shiro yang sedari tadi terus memperhatikan mereka dalam keadaan tidurnya.

“…..Erm, Nii?”

“Hehehe, ada apa adikku? Apakah rencanaku yang sempurna ini membuatmu terkagum-kagum?”

Walau Sora tidak tahu apa yang ingin dikatakan oleh Shiro, Sora sudah begitu terlena dengan rencanya yang brilian ini.

【6】 “Sesuai dengan perintah ini”, isi dari taruhan akan ditaati tanpa syarat.

Juga menurut perintah yang kesembilan— karena kuasa Tuhan, taruhan yang telah diajukan tidak bisa dihentikan dengan cara apapun.

Dan itu juga termasuk ke dalam kehendak pribadi.

Tapi—

“….Itu…..apa yang terjadi……?”

Sora yang sepertinya tidak tahu apa-apa melihat adiknya yang cukup bingung dengan kakakknya itu

“Aha, pasti kamu terkejut adik kecilku. Bukannya ada ungkapan ‘cinta itu buta’? Kalau memang perintah itu mutlak, pasti dia akan [Menyerahkan Dirinya] padaku sepenuhnya kan? Akomodasi, uang, bahkan dia bisa kita gunakan… bukankah ini sama dengan melempar batu, tiga burung kena?”

Padahal Sora sudah berusaha menjelaskannya, tapi dia masih penasaran kenapa adiknya yang pintar ini masih membutuhkan penjelasan yang panjang lebar dari kakakknya itu.

Shiro berguman dengan pelan.

“…..’Menjadi alat milikku’….bukankah itu….kakak bisa melakukan itu?”

“————Nn?”

“…..Karena kakak…..mendapatkan….semuanya….”

“—Eh, ah….ehhh?”

Sora sekejap bingung. Setelah itu dia mulai memacu otaknya untuk mengolah infomasi yang dia dapat.

Seperti yang dikatakan adiknya itu, perintah untuk [Menjadi Alat Milikku].

Semua yang termasuk alat pada dasarnya akan menjadi milik masternya.

“Ah, eh? Oh ya, kalau begitu seharusnya aku lebih untung lebih.”

(Kenapa aku tidak memikirkannya—?)

Bukankah seharusnya dia berpikir seperti itu dari tadi.

Merencanakan semua strategi sudah dipikirkan oleh Sora sejak awal, jadi kenapa Sora, yang memiliki kekuatan dan kesempatan melakukan itu—

“……Nii…..apakah keinginanmu itu…..sudah tercampur hasratmu?”

“———Ahhhhh…..”

Shiro memandangi Sora dengan matanya setengah terbuka dan dingin, bukan karena dia masih mengantuk.

“AHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH”

Sora menangis dan memegang kepalanya.

“Aku, aku sebenarnya…..kenapa aku melakukan hal seperti ini? apa ini gara-gara— kalau aku melewatkan kesempatan ini, aku tidak akan mendapatkan pacar sekalipun?! Apa gara-gara rasa khawatirku tidak punya pacar makanya aku merubah keinginanku di menit-menit terakhir? Tidak, tidak mungkin….. bagaimana mungkin aku membuat kesalahan bodoh seperti ini—“

Tidak mungkin

Sebagai salah satu dari 『 』 dan melakukan kesalahan— Sora merasa pusing.

Shiro terlihat tidak senang, dan dengan kata-katany yang dingin dia melanjutkan.

“……Nii…..Nii bilang kalau…..aku tidak butuh pacar……selama Shiro berada di samping Nii….maka tidak apa-apa….”

“Ahhhh, maaf adikku! AAHHHHHHHHH! Aku minta maaf, Ahhhhhhhhh!”

Sora berlutut di depan Shiro seperti seorang yang sedang menyembah sesuatu dan Shiro hanya cemberut di atas kasur itu.

“La, lagipula mana mungkin aku melakukan itu dengan adikku sendiri! Shiro masih 11 tahun dan kalau aku melakukannya aku pasti akan ditangkap polisi. Dan karena umur kakakmu ini, hasrat seperti itu alami—“

Sorahanya berbicara sendiri dan Shiro melihatnya dengan tatapan dingin.

Berikutnya,

“….”

Setelah diminta untuk jatuh cinta, Stephanie langsung tersungkur dan kepalanya menunduk dengan sedikit gemeteran.

Seperti yang Sora pikirkan, tidak mungkin bisa menghindari dari apa yang sudah disepakati menurut kesepuluh sumpah itu yang juga adalah peraturan absolut di dunia ini.

Tapi— pipinya serasa panas, dan jantungnya yang berdetak kencang tidak bisa dihentikan.

Karena Sora sudah mengabaikannya dan lebih memikirkan adiknya, Stephanie merasa cemburu.

—Meskipun ini adalah peraturan dari dunia ini.

Bukan.

Karena laki-laki ini.

Karena pemuda ini.

—Stephanie sebenarnya merasa— “Cemburu”—!

“Kenapa aku bisa seperti iniiiiiiiiiiiiiiii”

“Whoa, kau menakutkanku!”

Karena rasa marah yang menumpuk, Stephanie sudah tidak tahan dan meluapkannya.

Meski mencoba menghindari perasaanya ini, saat dia melihat Sora—

“—Wh, whooa!”

Saat mata mereka bertemu, detak jantungnya berdetak begitu cepat dan mukanya merasa panas.

“A, ap, apa sebenarnya [Keinginan Sederhana] yang kau inginkan itu! Kau, kau tega memainkan hati seorang wanita!?”

“Ah, soal itu…..”

Sora menggaruk pipinya, dan berusaha menutupi rasa malunya itu.

Sebenarnya ia ingin mendapat sesuatu dari kondisinya sekarang ini, tapi karena kesalahan besarnya itu, beberapa tujuannya itu tidak terpenuhi dan Sora merasa lebih khawatir.”

“Soal itu, Shiro, apa yang harus kita lakukan?”

“……Aku, tidak tahu…..”

“Guuuuuuu……”

Sora mencoba mencari bantuan dari adiknya, tapi adiknya menghiraukannya—

“Menyebalkan sekali— *cough*!”

Sora yang sudah terlanjur menetapkan pilihannya itu terbatuk.

Dia mencoba menganggap pengalamannya ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Sora yang sudah merasa agak baikkan kemudian tertawa cekikikan.

“Keinginan sederhana setiap orang berbeda-beda tergantung dari orangnya. Contohnya begini, kamu hanya ingin memakan segigit saja makanan penutup yang ada, tapi yang kamu maksud sebagai satu gigit itu ternyata memakan semuanya dalam satu gigitan.”

Karena sudah kembali ke keadaan normalnya, Sora kemudian berkata seperti itu.

“Tapi, tapi itu kan penipuan!”

Tapi Stephanie tidak bisa menerima pemikiran Sora tentang hal ini. Stephanie kemudian membantah pendapat Sora itu.

—Suara Sora yang terdengar masuk ke dalam telinganya membuat dia merasa malu.

Walau Stephanie ingin sekali menutup mulut Sora itu, tapi masalahnya adalah dia sebenarnya ingin mendengar suara Sora lebih lama lagi.

Menggunakan kedok [Meminta Sebuah Penjelasan] sebagai alasan, Stephanie mencoba melawan rasa keterikatan di dalam hatinya ini.

Dia tidak tahu sama sekali tentang perasaan yang dia rasakan saat ini. Ia merasa begitu terikat dengan Sora (delapan belas tahun, perjaka) dan dirinya.

Sora menunjukkan jarinya kepada Stephanie, seperti seseorang tua yang mencoba menjelaskan anak kecil mengenai kesalahannya.

“Yap, tepat di situ. Stephanie terlalu fokus pada isi permainan, dan melupakan [Tujuan] dari permainan ini. Gampangnya, kalau seseorang sudah melihat dengan jelas bahwa kemenangan ada di depan mata, mereka pasti akan terlalu terburu-buru dan tergesa-gesa. Mengerti~”

—Sebenarnya, tujuan dari permainan ini adalah hasil seri.

Itulah yang ada di pikiran Stephanie sekarang.

Tapi itu belum cukup, masih ada hal yang belum dijelaskan oleh Sora.

Tidak peduli dia menang atau kalah— risiko yang dipegang Stephanie sama saja

Jadi sebenarnya arti dari permainan ini adalah:

“Kau, kau— penipu!”

Benar, Sora memang [Menipu][1]

Tentu saja ada alasan kenapa Stephanie berteriak seperti itu. Namun.

“Oioi, jangan berlebihan gitu dong. Jangan marah lah, sebenarnya yang salah itu kan yang ditipu~”

“I, itu kata-kata penipu!”

Sambil memotong perbicaraan mereka berdua, Shiro, dengan suara gemuruhnya berbicara.

“........Dari [Kesepuluh Perintah]......perintah ke-3.... di dalam permainan...... taruhan dibuat berdasarkan keputusan yang dibuat oleh kedua belah pihak dengan nilai yang sama.”

Karena Shiro yang berbicara, Sora menyambung Shiro setelah selesai berbicara.

“Benar! Maksud sebenarnya adalah ‘nilai yang sama’. Setelah itu, ke-4: terlepas dari peraturan ketiga, isi dari permainan dan barang yang dipertaruhkan tidak penting, yang berarti?”

Memutar-mutar tangannya, Shiro menjawab.

“.......Nyawa.....dan Hak Asazi Manusia...... bisa dipertaruhkan.......”

“Tepat sekali♪ Dan satu tambahan lagi, permainan sudah dimulai ketika taruhan sudah ditentukan.”

Saat menjelaskan hal ini kepada Stephanie, hanya suara kedua bersaudara itu yang bisa terdengar.

Shiro kemudian berkata.

“.......Tapi.......perasaan dan kepentingan yang dipertaruhkan........tidak penting.”

“Bukan begitu adikku! Peraturan ini artinya adalah supaya kita bisa meredam kehendak manusia dan menguasainya......”

“......Nii.”

“Maaf.”

Sepertinya efek dari ‘tidak akan melakukan kesalahan seperti ini lagi’ tidak bekerja pada adiknya.

“Tapi, tapi-! Itukan curang!”

Dengan curang, Sora dengan sengaja membuat Stephanie jatuh cinta kepadanya.

Stephanie tidak menerima dengan ini semua dengan tangisannya. Sebenarnya dia ingin menambahkan tuduhannya lainnya kepada Sora.

Tapi-

“.........Perintah keenam dari [Kesepuluh Perintah].......isi dari taruhan......harus dipatuhi dan ditaati....”

Gadis berumur sebelas tahun itu dengan tenang menyelesaikan masalah ini dengan sekali lemparan batu.

“.......Melupakan maksud dari peraturan.......terjebak ke dalam provokasi......itu semua kamu Stephanie.”

Benar, kesepuluh perintah harus dipatuhi.

【5】Pihak yang menantang berhak untuk menentukan isi dari permainan.

Stephanie memiliki hak untuk menolak permainan ini, dan juga punya hak untuk mengganti isi dari permainan ini.

Orang yang tidak menggunakan hak ini, dengan gegabah menyetujui isi taruhannya, dan menerima isi dari permainan ini tidak lain dan tidak bukan adalah....

“Guuu....”

Stephanie-lah orang itu.

Mungkin karena tidak memiliki hal lain untuk dibicarakan, Stephanie menundukkan tubuhnya yang lemas ke lantai.

Sebenarnya kesepuluh peraturan yang sudah dipersiapkan membuat Stephanie terpancing dan terpaku.

Peraturan ini dibuat dan diatur dunia permainan ini.

Tidak peduli apa yang Stephanie katakan, ia sudah kalah, dan taruhan sudah disetujui.

“Kurasa kamu sudah menyetujuinya kan, Stephanie?”

“Guuu......kau.....!”

Dasar Sampah! Sebenarnya itu yang ingin dikatakan oleh Stephanie.

Bukah hanya itu saja, perasaan yang begitu nikmat begitu terasa di diri Stephanie ketika Sora menyebut namanya.

“Guuu, kenapa ini harus terjadi, arrrrgggghhhhh!”

Dengan api yang sudah tidak bisa dipadamkan, Stephanie yang memakai posisi menunduk menghantamkan kepalanya ke lantai.

“Whoa, kamu gak papa?”

“Apa aku terlihat baik-baik saja huh?”

Stephanie mencoba menahan rasa sakit di dahinya dan mengangkat kepalanya untuk melihat Sora yang membuatnya ngeri.

“Bukan, bukan begitu. Karena aku menang, jadi— apa aku bisa membuat sebuah permintaan?”

Permintaan—

Benar juga, tujuan Sora dari awal bukanlah untuk membuat Stephanie jatuh cinta kepada Sora, tapi permintaan ini yang diminta oleh Sora.

Namun— tunggu dulu, kata Stephanie.

Permintaa Sora adalah untuk jatuh cinta kepadanya.

Tapi bukan untuk mengikuti permintaanya kan?

Dengan kata lain, Stephanie tidak memiliki kewajiban untuk menerima dan mematuhi permintaan Sora.

“Hehehe, sepertinya kau tidak memperhitungkan hal ini ya....”

Stephanie menganggap dirinya memahami hal ini dan membuat semuanya menjadi lebih sederhana.

Tidak peduli permintaan macam apa itu, cukup bilang saja [TIDAK!] dan semua akan baik-baik saja.

Bukankah ini menyelesaikan semua masalah?

“Oke. Pertama, karena Stephanie itu terlalu panjang, bisa aku pendekkan menjadi Steph?”

“Hmm? Ah, okay, tidak masalah, ahh!”

Stephanie mendapatkan nama baru, [Steph], ia tersenyum dan mengangguk.

Keyakinannya untuk menjawab ‘tidak’ dua detik yang lalu telah hilang.

Putri itu terlalu menganggap remeh soal cinta dan selalu merasa merah jika dipanggil namanya.

“Ti...tidak, un, nam....nama, itu tidak....masalah.....kalau memanggilku dengan......nama panggilan.......! Nama tidak masalah! Un, un, itu saja kan! Tapi kalau hanya begini mungkin gak masalah kalau aku menyetujuinya.”

tapi Steph yang menyakinkan dirinya sendiri ini tidak menyadarinya.

Selama dia segera pergi dari kamar ini, tidak akan ada yang terjadi.

Dengan kata lain, secara tidak sadar dia memiliki keinginan untuk tetap berada di samping Sora.

“Un, yah, akan lebih baik kalau kamu panggil aku Sora. Steph, kau punya darah biru kan?”

Ini dia.

Kalau motifnya adalah untuk akomodasi, makanan, dan uang, maka yang dilakukan oleh Sora ini benar adanya.

Namun, permintaan yang dibuat ini, tidak mengharuskan Stephanie untuk mematuhi permintaan Sora.

Kalau Sora meminta sesuatu, tinggal bilang saja ‘aku menolak!’.

Biarkan penipu ini mendapatkan balasannya, dan cukup duduk dan menonton ekpresi kekalahannya.

Sudah siap untuk menjawab Sora, Steph menunggu permintaan Sora.

“Kalau begitu, rumahmu pasti luas. Bisa kami berdua tinggal sementara di tempatmu?”

“Oh, baik, tidak masalah❤”

—…… ..

Eh?

“Eh, ehhhhh? Kenapa? Hmm?”

Steph menjadi bingung karena dia tidak mengerti apa yang baru saja di katakan tadi.

Namun, dari dia bisa merasakan bahwa sebentar lagi dia pasti akan mimisan, Steph mencoba meningat lagi permintaan Sora.

‘Bisa aku tinggal denganmu’—

Itu berarti tinggal selamanya.

Berarti mereka akan tinggal sebagai suami dan istri.

Hidup bersama-sama.

Yang berarti juga, berbagi tempat tidur, kamar mandi, dan semua barang yang bisa dibagi.

“Ah, ah, ahhhhhhhhhhhhhhhh, enggak, ini salah! Ini salah! Seharusnya enggak begini!”

Sora melihat Steph menatapkan kepalanya ke dinding kayu itu dengan suara *Dong dong dong*, dan dengan muka pucat ia bertanya.

“Uh, umm, bagaimana bilangnya ya... walau situasinya aneh begini.....tidak masalah kan?”

“Kenapa bisa begini! Ahh! Semuanya tidak berguna!”

Steph melihat langit-langit dan tertawa hampa.

Yap, Sora melakukan kesalahan terbesar.

Meminta permintaan tanpa [Kewajiban Kontrak].

Tapi umur Sora sama dengan jumlah tahun dia tidak memiliki pacar.

Dia tidak mengerti Steph karena Steph sedang mengalami keadaan cinta pertamanya.

Menurut sejarah, cinta adalah salah satu alasan yang bisa membuat sebuah negara hancur luluh lantak.

Ini terlalu menghina.

Part 10

“He, hehe......cukup.......aku menyerah, aku tidak peduli lagi, aku akan melakukan apapun yang kamu inginkan.” Steph berbaring di atas lantai kayu itu dengan cukup frustasi.

Walaupun dia tidak terikat secara kontrak, Steph sudah menunjukkan tanda kalau dia tidak akan menolak semua perintah.

Steph tahu hal ini, dan dengan tatapan mata yang hambar, dia tertawa hampa.

“Tidak ada permintaan lagi? Oh, terserahlah, aku tidak peduli lagi.”

Sampai pada titik ini, ada hal yang hilang dari diri Steph.

Karena dia tidak pernah menyangka kalau dia akan diminta untuk ‘jatuh cinta kepadanya’.

“Ah......um, ya......”

Sora menatap balik pada Shiro.

Apa arti dari tatapan Steph juga tidak tahu apa.

Shiro mengangguk pelan.

“........Menunggu.....Shiro sampai delapan belas tahun.....Nii......kamu menyedihkan.....”

“Kenapa kamu harus menggunakan kata ‘menyedihkan’ untuk menjelaskannya? Dan juga, walau adik sudah mencapai delapan belas tahun, kakakmu ini juga tidak akan bisa berbuat banyak?”

“.......Jadi.”

Shiro meletakkan ibu jarinya diantara jari tengah dan jari telunjukknya dan mengatakan dengan ekspresi datar.

“.............Nii..........selamat......untuk kehilangan keperjakaanmu.”

“Ap-“

Benar.

Apakah karena pemikiran yang terlalu berkembang, atau karena dia kurang berimajinasi.

Tubuh Steph menanggapi pembicaraan ini secara alami. Steph lupa kalau masih ada Shiro, kemudian dia menunjukkan tanda-tanda kalau dia akan memprotes lagi.

“Wha, ap, apa? Aku, aku, aku tidak mengerti! Hal seperti ini dalam keadaan seperti ini, situasi ini natural, apa benar begitu?”

Namun alasan kenapa matanya cerah kembali bukan karena dia takut kehilangan keperawanannya. Aneh.

Dia ingin melakukan hal itu. Steph yang baru menyadarinya menghantamkan kepalanya ke tembok lagi.

Sora yang terlalu buka-bukaan terhadap Steph melihat Steph yang menghantamkan kepalanya ke tembok dan dengan datar berkata.

“Tidak, tidak sampai Shiro sampai delapan belas tahun. Semua hal yang berbau R-18 dan semua yang mendekatinya harus dilarang.

“Eh?”

Steph berbisik, namun masih terdengar.

“......Shiro......tidak apa-apa.”

“Tapi aku yang apa-apa! Tidak mungkin kakakmu ini akan membiarkanmu melihat hal-hal berbau pornografi!”

“..........Nii.........bukannya kamu bilang sama Steph......untuk jatuh cinta sama kakak.....karena kakak buruk dalam pemerkosaan[2]?”

“Tidak, itu....tunggu dulu, kenapa kau tahu hal itu?”

“.......Kotak game itu.......meninggalkan kotak itu dan memainkannya.........di dalam kamar........aku tahu semuanya.”

Steph terpaku saat mendengar dialog antara kedua bersaudara itu.

Tapi kedua pihak melupakan fakta ini.

Pendapat keduanya yang menganggap hal-hal yang berbau M-18 tidak boleh dilakukan karena faktor [Adik Perempuan Masih Menemani Mereka Berdua].

“Um, bukannya masalah akan selesai kalau adik perempuanmu keluar dari kamar?”

“Hmmm? Walau aku senang kalau kamu memikirkan cara itu, tapi hal itu tidak bisa dilakukan karena ada hal tertentu.”

“Tidak! Tidak, apa kau bodoh? Apa kau idiot?”

Steph memerah dan memaki mereka berdua, tapi dia segera menyingkirkan perasaan itu.

Seperti seorang sarjana yang yang lari ke masalah yang begitu besar dan sibuk untuk mencari solusinya, kedua bersaudara itu mengira kalau masalah sudah selesai.

Akhirnya, ada sebuah ide yang muncul di benak mereka.

“....Lalu.”

Dengan suara yang kejam, Shiro berkata.

“....Kalau kita bisa melakukan itu... sebuah tugas yang aman untuk dilakukan.”

“Ohh, itu dia! Memang adikku sangat luar biasa jenius.”

“....Eh?”

Sora memujinya, dan Shiro merasa tidak puas dengan hal itu.

Dan—Steph benar-benar tidak mengerti, tapi...

...dia harus waspada terhadap ‘sepertinya mereka sudah menemukan caranya’ untuk melakukannya dengan adiknya yang masih ada di dalam ruangan.

“—Tapi seberapa jauh batasannya?”

“....Nii, hal itu, adalah kemampuan spesialmu....”

“Kalau ‘sesuatu itu’ yang kamu maksudkan adalah mana dan Games yang pernah aku lihat, kamu harus tahu dulu kalau itu berbeda dengan masalah di dunia nyata yang kita rasakan sekarang.

“...Karena... kamu masih perjaka, Nii tidak tahu...apa yang harus dilakukan.... itu yang Nii maksud?”

Setelah menyerang Sora dengan kata-kata yang begitu menusuk, Shiro memegang smartphone-nya.

“Shiro akan memberikan petunjukknya.... saat merekamnya lewat kamera.”

“Hmm. Tunggu dulu, kenapa kamera malah penting adikku?”

“....Niii, kamu tidak punya, bahannya..... kan?”

“Hmm. Sepertinya kau terlalu perhatian dengan hal ini, tapi aku sangat berterima kasih dengan kepedulianmu.”

Dengan perasaan yang begitu kacau, Sora berbalik melihat Steph.

Di lain sisi, Steph tidak tahu apa itu Smartphone yang dikeluarkan oleh Shiro, jadi dia cukup bingung.

Shiro mulai merekam mereka berdua; dia memberikan instruksi pertamanya.

“....Take, One. Mulai dengan.... jatuh, secara tidak sengaja~?”

“Oh—jadi begitu ya. Jadi... bagaimana caranya jatuh dalam kondisi seperti ini—“

Sora melihat ke sekeliling untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa ia buat untuk tidak sengaja terjatuh.

“....Oomph.”

Shiro menggunakan tendangan yang ringan ke arah punggung Sora.

“Uoh—aku tahu, bagian ‘Oops, aku jatuh’.”

“—Huh?”

Seperti adegan drama murahan, Sora ingin menarik Steph agar juga jatuh bersamanya.

Dan dua tangannya saling memegang—

Berada tepat di atas dada Steph.

NGNL V1 103.jpg

Kalau ada kata-kata yang bisa menjelaskan kejadian ‘klise’ kepada Steph agar bisa ia mengerti dengan mudah—maka itu berarti ‘serangan’.

“.....Take, Two.... itu adalah kehendak Tuhan, jadi pijat dadanya.”

“Tidak... kalau melakukan itu tidak bisa disebut sebagai keinginan Tuhan.”

“...Kalau begitu, berhenti....”

“Akan kulakukan, sutradara. Akan kulakukan yang terbaik! –di sana!”

Momyu, momyu, momyu. Momi, momi, momi, momi.

Momyu, momyu, momyu. Momi, momi, momi, momi.

Tayun, tayun. Tabu, tabu, tabu, tabu.

Tayun, tayun. Tabu, tabu, tabu, tabu.

Munyo, munyu. Poyohhoyo. Guni—nyo—n.

“Uwah....”

Seperti yang sudah diperkirakan, Sora tidak bisa mengeluarkan suara apapun kecuali berdasarkan pengalamannya yang tidak jelas.

Di Lin sisi, Steph melihat dengan bingung dan kedua matanya terbuka.

Pikirannya tidak berhenti berpikir mengenai situasi ini.

Mungkin ini alami.

Tapi lebih dari itu—ini adalah sensasi dimana tangannya menyentuh dan membuat dirinya dan Sora seakan meleleh bersama.

“—Aah...Hnn.”

Steph ingin mengeluarkan suara yang keras, tapi untungnya dia berhasil menahannya agar tidak sampai ke telinga kedua bersaudara itu.

“Hm, aku rasa 3D tidak buruk juga... Errr—umm, sutradara, apakah ini genre untuk [Semua umur]?”

“...Hmm, tapi Nii, kau memijatnya terlalu banyak.”

Shiro melihat mereka sambil mengerutkan keningnya dan melihat ke bawah menuju dadanya yang sempurna.

“Oh—benar juga. Karena dadanya mulai tumbuh, akhirnya ini hanyalah sebuah kecelakaan—setelah ini apa yang harus dilakukan sutradara?”

“....Take, Three. Dari situ, pegang putingnya.

“Eh, apa ini benar-benar aman untuk dilihat?”

Sora melawannya, dan Shiro melihat mereka berdua dengan wajah serius.

“....kalau itu dikerjakan oleh J*MP, bahkan telanjang bulat.... masih dalam batas kewajaran.”

“Tidak, tidak, telanjang bulat itu sangat buruk! Memangnya puting itu memang ada di dunia nyata?”

“...Itu, masih bisa diedit, terpisah, jadi...”

“Sutradara, kita tinggal di sini. Ini terjadi sekarang. Memberikan tinta putih dan keriting sangat mustahil dilakukan.”

“...Kalau begitu celana dalam?”

“Well, kalau sebatas itu—tapi melepas bajunya sekarang akan sangat sulit.”

Saat Sora tahu perbedaan antara dunia nyata dengan dunia maya, Shiro berbicara.

“....Nii, bukan yang atas... tapi yang bawah.”

“Ah, menunjukkan celana dalamnya sambil mengangkat roknya! Itu pasti masih dibawah batas kewajaran kan, sutradara.”

Dan Sora meletakkan tangannya di rok Steph untuk membukanya. Dan dengan sekejap.

Api menyalak di pikirannya dan pikirannya pun meleleh.

Membuka... rokku?

Maksudmu, celana dalamku—dengan kata lain, celanaku?

Tidak, itu pasti merepotkan.

Bagian atas masih tidak apa-apa.

Well, bukan begitu, tapi masih NSFW.

Yang memperingatkan Steph bukanlah alasan saja, tapi juga instingnya.

Tidak boleh melihat bagian bawah.

Itu bidak boleh. Jelas-jelas tidak boleh. Dan paling akhir, itu sangat jelas tidak boleh.

Begitulah Steph harus berpikir.

Karena perasaan yang campur aduk ini.

Kalau aku sampai jauh oleh orang ini dan dadaku disentuh.

Apa yang akan terjadi pada hidupku berikutnya—[Perubahan gaya hidup].

“—Hii—Kyaaaahhh!?”

Steph merasa pikirannya meleleh.

Dia melepaskan tangan Sora dari dadanya dan menyingkirkannya.

“Uwa—ah!”

Karena dia berdiri dengan lututnya, dia langsung kehilang keseimbangan dan jatuh dengan serangan kecil ini.

Walau dia berhasil bertahan dan tidak jatuh, itu adalah awal dari bencana lainnya.

Karena dia telah jatuh, Sora mengambil langkah ke belakang.

Dengan kata lain, Steph menyerang Sora dengan serangan ringan dan mendorongnya ke pintu. Lalu.

Suara gedebuk.

“Ouch!”

Sora mengenai kepalanya dan air mata keluar dari matanya.

Tapi itu belum selesai.

Itu benar, ini adalah penginapan murah.

Setelah Sora jatuh ke arah pintu murahan itu, Sora terlempar ke arah koridor luar.

“....Nii.”

“Eh—eh, tunggu—“

Dan kedua gadis yang masih berada di dalam ruangan itu begitu khawatir dengan keadaan Sora, tapi belum selesai....

....dengan suara besi yang menderak diikuti dengan suara dentuman.

...pintu itu---tertutup setelah terbuka karena Sora yang terlempar ke luar pintu.

Part 11

Untuk sesaat Steph tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tapi sejak Sora terlempar keluar kamar karena terkena pukulan Steph...

“—Ah! Sora?”

Untuk pertama kalinya, Steph memanggil [Nama] itu, sambil berdiri karena panik.

Dia merasa hatinya berdegup kencang sambil menahan rasa tidak nyamannya itu.

Dia merasa karena tindakannya itu telah membuat seseorang terluka dan perasaannya begitu khawatir.

Walau ia merasa akan dibenci oleh mereka berdua, Steph tidak mempedulikannya dan rasa khawatir itu tetap berdiam di kepalanya.

Sambil mengatakan pada dirinya sendiri, Steph yang panik segera berlari ke luar kamar dan menghampiri Sora yang ada di koridor itu.

Di dalam koridor itu, tepatnya di bagian pojok, Sora begitu bergetar dan memegang kepalanya.

“Kenapa begini—!”

Steph ingat kalau dia tidak pernah berada begitu dekat dengan Sora.

Tapi memang benar kalau Sora berada di bagian pojok koridor itu.

“So, Sora, apa kau tidak apa-apa?!”

Dia memegang kepalanya dan juga lututnya.

Tidak mungkinkan kalau dia seperti itu karena menabrak pintukan?—Steph terlihat pucat, tapi—

“Maaf maaf maaf aku minta maaf aku minta maaf jadi tolong maafkan aku!”

Sora terlihat kesakitan tapi bukan dikarenakan terdorong tadi.

Sora membungkuk di lantai dan terus meminta maaf.

“—Eh?”

“Maaf maaf aku berpikir kalau aku tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk menyentuh dada seorang wanita dan karena aku seorang laki- laki aku merasa paling tidak harus memiliki seorang pacar aku merasa bersalah jadi jangan lihat aku seperti sampah, benar kalau aku mesum aku tahu aku minta maaf maaf maaf.”

Sora sepertinya meminta maaf soal kecurangan dan kekerasan seksual yang diakibatkannya kepada Steph.

Tapi dia seperti seekor domba yang baru saja lahir karena begitu bergetar di seluruh tubuhnya, dia terus meminta maaf.

“.......apa, apa yang terjadi?”

Steph tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Lalu dia melihat adiknya untuk bertanya dan masuk kembali ke dalam kamar itu.

“...........Nii...Nii........Nii di mana......jangan....tinggalkan Shiro.....Sendirian........”

Duduk di atas kasur itu, Shiro bertingkah sama dengan kakaknya.

Air mata yang begitu deras mengalir dari mata mereka, dan ekspresi Shiro terlihat begitu datar.

“—Ap, apa yang terjadi dengan mereka berdua? Hei kalian bersaudara.”

Lupakan tentang merasa lemas di sekujur tubuh, Steph hanya bisa duduk di berdiri di situ terpaku.

—……

Ya, mereka berdua adalah『  』Sora dan Shiro.

Gamer satu identitas.

Mereka berdua yang tangguh di segala jenis genre Games.

Tapi sekali mereka terpisah—apa yang harus dikatakan.

Saat sendiri, yang satu akan menjadi Antrophobia yang takut berbicara dengan orang lain.

Saat sendiri, yang satu akan menjadi orang yang tidak bisa melakukan apapun.

“....Nii...Nii....kau di mana......”

“Maaf maaf maaf maaf maaf!”

Sepertinya semua orang sudah mengerti.

Yang satu adalah NEET.

Dan yang satu adalah Hikikomori.

Kedua bersaudara ini memiliki selisih tujuh tahun yang tinggal di dalam [Rumah] mereka.

Ini— ini adalah kebenaran dibalik [Sebuah Legenda] dari『  』.

Chapter 2

Part 1

Kerajaan Elchea, Ibukota Elchea—Wilayah barat, Distrik 3.

Setelah memohon dengan memaksa kepada pemilik penginapan itu, kedua bersaudara itu bahkan tidak tinggal di sana selama satu malam lalu mereka keluar dari penginapan itu tanpa sepatah katapun.

Namun, di pagi kedua kedua bersaudara itu sudah menginap di dalam rumah Stephanie Dora.

Hm, lebih jelasnya—di pagi kedua itu, kedua bersaudara itu berada di dalam kamar mandi rumah itu.

“.......Nii.....aku harap.....Nii bisa menjelaskan ini.”

Shiro yang tidak memakai baju bertanya sambil kepalanya dikeramasi.

“Menjelaskan? Maksudmu tentang acara mandi ini? Kalau mandi seperti ini kan tidak masalah karena kau juga sedang mandi sekarang, apa aku harus menjelaskannya lagi?”

“........Nii......adegan mandi ini......untuk anak SD.......seharusnya tidak dilakukan......”

“Jangan khawatir adikku, [Kabut Dewa] yang terkenal itu pasti akan muncul dan membuat adeganmu itu lebih [Murni].

Sora memandangi adikknya yang berada di dalam kabut tebal yang ada di dalam kamar mandi itu dan berkata seperti ini.

“Bukannya kabut ini ada karena ‘memanasi seluruh kolam tempat mandi ini’?”

Sambil mencuci kepala Shiro, Steph menjawabnya dengan ekspresi seperti baru saja dibodohi.

“Benar sekali. Tempat ini sangatlah penting.”

“Kau tahu tidak kalau para pelayan itu membakar banyak sekali kayu bakar hanya untuk membuat kabut-kabut ini?”

Dan setelah memanaskan tempat mandi itu, lebih pintar kalau tidak berendam di dalamnya.

Sebenarnya menghabiskan banyak sekali air untuk membuat efek kabut ini agak...

“Kalau kau ingin berkata seperti itu, bagaimana dengan orang yang bisa menikmati tempat mandi ini yang besar ini dan masih memiliki keberanian untuk menuduh seseorang menggunakan tempat ini secara boros.”

“—Guuu....”

(Seperti yang sudah diduga dari garis tahta kerajaan.)

Steph sebenarnya lebih kaya dari yang dibayangkan oleh Sora.

Rumah itu dibangun dengan gaya Roma, jadi kita tidak bisa menyebut rumah ini sebagai [Istana], dan sayangnya kedua bersaudara itu hanya tahu tentang Jepang saja. Dan, kamar mandi pribadi milik Steph bahkan bisa menampung sepuluh orang sekaligus.

Kamar itu bergaya aroma, dan agar adegan ini bisa ditonton [Semua Umur] sengaja diciptkan kabut-kabut yang cukup untuk menutupi area kamar mandi ini.

Dengan tingkat kemewahan seperti ini, tidak akan ada yang percaya bahwa rumah ini adalah milik dari ras yang berada di ambang kepunahan.

“Dan juga, aku minta maaf. Adikku memang tidak suka mandi—dia juga agak keras kepala karena percaya tentang [Keberadaan gadis kecil berumur sebelas tahun yang ada di buku ero milik remaja berumur delapan belas tahun] jadi dia tidak akan mau kalau aku basuh rambutnya, makanya dia tidak suka mandi. Tapi untungnya kemarin dia bilang kalau saat ia mandi dan bisa ditonton untuk semua umur maka hal itu tidak masalah, jadi aku pikir aku harus mengambil kesempatan ini.”

“...........Guuuuu......Nii, aku benci.”

Tetapi intinya, itu yang diinginkan oleh Steph.

Shiro memprotes kakaknya, juga menyesal karenanya.

“Adikku, kalau adik mengurusi diri sendiri pasti adik akan tumbuh sangat ultra cantik, jadi jadilah anak yang baik dan mandi.”

“........Enggak masalah....kalau aku tidak cantik.”

“Kakakmu menyukai Shiro yang cantik.”

“..........Guuuuuu......”

Shiro bersungut-sungut dengan suara kecil. Dia tahu kalau akan lebih sulit lagi mengeluh pada Sora setelah mendengar kakaknya, Sora, seperti itu.

Tapi sebenarnya tidak masalah.

Sebenarnya hubungan kakak beradik ini membuat orang melihatnya tidak seperti kakak beradik yang bersaudara, tapi kebenarannya tidak bisa dihiraukan.

Dibandingkan itu, ada hal yang lebih penting lagi yang sedang dilakukan oleh Steph.

(Kenapa aku melakukan hal ini?)

(Kenapa aku membasuh rambut Shiro, sementara Sora masih memakai baju dan berada di sisi sebaliknya dari kamar mandi ini?)

“—Sora....kenapa aku harus membasuh rambut Shiro?”

—tidak tidak, jangan langsung bertanya seperti itu.

Pertanyaan ini muncul karena diakibatkan penolakan yang diajukan olehnya terlambat diungkapkan.

“Apa kau tidak mendengar apa yang aku katakan? Karena kalau kau tidak melakukannya, Shiro tidak akan mau mandi.”

“Apa itu masalah buatku?!?”

“Un, apa kau ingin aku melihatnya?”

“Ti—tidak mungkin dasar bodoh! Aku cuman tanya apa kau memang sengaja menambah masalahku!”

“Santai sajalah Steph. Aku akan menggunanakan [Ukuran Tambahan] untuk mengagumi dan menikmati tubuhmu nanti.”

“—Wuh!”

Dikatakan seperti itu membuat Steph memerah dan menutupi tubuhnya.

Tapi di lain pihak, mendengar Sora yang memiliki ketertarikan dengan tubuhnya, Steph meningkatkan indera kewaspadaanya lebih tinggi lagi.

Ia berpikir kalau Sora pasti akan mengintip pada lubang dinding itu, Steph melanjutkan mengawasi ruangan ini.

“Tapi sekarang, kalau dilihat-lihat – kau jangan percaya begitu saja dengan [Kabut Dewa] ini.

“.....huh?”

“Setelah mandi, kalau “Adik”ku pasti akan bangun, atau kabut dewa ini masih kurang cukup untuk menutup tubuh adik perempuanku, maka adegan ini sudah bukan lagi untuk R, tapi sudah di-ban.”

“—Itu-itu, ah....”

Steph tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Sora.

Tapi lebih penting lagi, Sora sama sekali tidak memiliki alasan untuk mengintip.

Namun, ada beberapa batasan yang masih belum dimengerti oleh Steph.

Yang ada di kamar mandi itu adalah dua ponsel dan sebuah laptop.

Dan Steph tidak tahu benda apa itu yang ternyata adalah kamera dengan dua lubang lensa yang kecil.

—setelah mandi, Shiro akan memeriksa layar itu, dan kalau tidak ada masalah, ia akan melanjutkan untuk memeriksanya lagi.

Di dalam hati Sora yang dalam, dia berjanji untuk menahan keinginannya untuk kembali ke dunia lama mereka kembali.

Part 2

“Fuu..... menyenangkan sekali....”

“....Muwuuuu.....rambut licin.....terlalu tebal.....”

Sementara menunggu Shiro untuk selesai, Sora memutuskan untuk segera mandi.

Perasaan Sora begitu berbeda dengan Shiro yang merasa agak kesal karena dipaksa untuk mandi.

—Itu karena, seperti yang dikatakan Sora pertama adi, setelah rambut Shiro selesai dikeramasi.

Rambutnya yang bergelombang, putih seperti salju, jatuh ke bawah bersamaan dengan kulitnya yang putih seperti porselen dan kedua matanya yang merah... Dari sisi manapun Shiro terlihat seperti boneka yang dibuat oleh seorang pemahat yang profesional. “Sebenarnya tidak masalah, kalau kau berada dalam kondisi seperti ini terus. Sayang sekali kalau dibuang.”

“....Lagipula, Nii......tidak mau menunjukkannya.”

Omong-omong, Sora juga terlihat lebih menarik setelah mencukur habis jenggotnya.

Bagaimana mengatakannya.

(Sial, aku gagal.....)

Melihat dengan tajam kepada Sora, Steph berusaha menahan dirinya agar tidak mimisan, itu.....

Saat ini Sora sudah tidak memiliki penampilan yang menakutkan seperti saat pertama kali mereka bertemu, tapi sekarang Sora terlihat begitu menarik seperti [Penampilan Masa Muda].

Namun— masalahnya tidak berhenti sampai di situ saja.

Steph terus mencoba menahan darah yang keluar dari hidungnya akibat mimisan, tak sengaja darah itu menyembur.

“K-kalian berdua— cepat pakai baju!

—Steph merasa kaki saat dia mencoba berdiri, sementara kedua bersaudara itu, mengelilingi tempat ini hanya dengan handuk yang menutupi tubuh mereka.

“.....Bukannya kamu sendiri bilang kalau ingin mencuci baju kami? Kami cuma punya baju itu saja untuk dipakai.... kecuali kalau baju itu sudah dikeringkan.”

Kata Sora yang tidak akan mengira bahwa di negeri ini sudah diciptakan alat pengering baju.

“I-itu, itu.... kalau begitu aku akan menyiapkan baju untuk kalian berdua— memangnya kita punya baju laki-laki di sini.....guuuuuu.....kenapa jadinya seperti ini......”

Akhirnya Steph mencari beberapa baju untuk mereka sambil menggurutu.

—10 menit kemudian.

Di lokasi yang sama seperti tadi, Steph tertunduk di bawah dengan lutut yang menempel di tanah dan kepalanya yang tertunduk, ia begitu menyesali apa yang sudah dilakukannya.

(Sial, sial, sial....)

“Ho oh, jadi ini seragam untuk Butler ya— namanya [Tuxedo]..... walau sulit untuk bergerak dan agak tidak nyaman, tapi menarik sekali, aku seperti sedang Coldplay! Dan bagian dalamnya juga putih, cocok sekali.”

Sora berdiri di depan Steph dengan seragam Butler.

“.........terlalu berkibar. Susah untuk bergerak......”

Dan Shiro mengenakan gaun milik Steph waktu ia masih kecil.

Ini adalah pilihan terbaik yang dipilihkan oleh Steph untuk mereka berdua setelah mencari pakaian-pakaian yang cocok untuk mereka berdua.

Untuk sang pria, yang ada hanyalah pakaian pelayan— yaitu seragam Butler itu saja.

Sama seperti sang pria, baju yang cocok untuk anak perempuan berumur sebelas tahun itu adalah gaun milik Steph saat ia masih kecil dahulu.

Gestur mereka berdua seperti seorang Ojou-sama yang baru lahir dengan pesona seorang Butler di dalamnya.

Steph melirik sekali lagi kepada mereka berdua.

Mungkin karena tubuhnya yang kurus dan bahu yang lebar, seragam Butler itu terlihat sangat cocok bagi Sora, yang membuat dada Steph berdetak begitu cepat.

Steph mengepalkan tangannya lebih keras lagi karena melihat Shiro yang lebih terlihat seperti masternya.

“Benar, benar, sial....”

“Hmm? Ada masalah?”

“Enggak, enggap apa-apa.”

Steph tidak sengaja menunjukkan kecemasan hatinya. Untuk membuat Sora terkecoh dia menganggukkan kepalanya.

Masih berada di posisi berlutut, Steph kemudian bangkit berdiri.

Kalau pikiran gadis delapan belas tahun yang masih perawan ini bisa dengan mudah dirasakan, maka delapan belas tahun hidup Sora sebagai seorang perjaka pasti akan hilang.

Ia berbisik pada dirinya sendiri.

“Steph— kami ingin tidur setelah mandi.”

“Hm, ah, eh? Ap-apa kau bilang?”

“Kenapa kau panik. Erm... rumah ini.....bangunan ini......kastil?”

Tokyo merupakan tanah kelahiran Sora, jadi dia tidak bisa menentukan tempat tinggal Steph ini sebagai apa dari sudut pandangnya, tapi dia menganggap ini [Tidak Apa-apa].

“Apa ada perpustakaan di tempat ini yang bisa dimasuki dan dibaca?”

“Ah, ya..... ada satu.......tapi apa yang akan kau lakukan di sana?”

“Steph, apa telingamu tuli? Bukannya aku sudah bilang kalau aku ingin membaca di tempat itu?”

“Tentu saja aku tahu! Aku cuma bertanya apa yang ingin kau periksa di sana?”

“Memeriksa apa.....mungkin aku akan memeriksa dunia ini.”

“—[Dunia Ini]?”

Steph tidak mengeri apa yang dimaksudkan oleh Sora. Ia berkata seperti kalau dia berasal dari dunia lain.

“Nii, itu....kita belum memberitahunya.”

Kata Shiro dengan ekspresi menolak, persis saat dia menolak saat rambutnya dikeringkan.

“—Hmm? Itu? apa harus?”

“Erm... aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan?”

“Ah, bagaimana cara menjelaskannya ya. Aku merasa agak canggung menjelaskannya sekarang.”

Apa yang akan dibicarakan oleh Sora berikutnya, pasti akan sangat sulit untuk dipercaya oleh orang-orang yang mendengarnya, itulah halangan yang sebenarnya.

Sora harus berpikir hati-hati agar bagaimana caranya dia mendapat kepercayaannya.

—Ia menggaruk kepalanya dan mendesah.

Jelas sekali terlihat kalau Sora terlihat begitu kacau.


Lalu kemudian, tanpa berpura-pura dia menjelaskan hal ini pada Steph

“Sederhananya, kami berdua [Datang Dari Dunia Lain]. Jadi kami ingin tahu lebih banyak tentang dunia ini.”

—Seperti itu.

Part 3

Mereka berdua dibawa ke sebuah tempat yang terlihat seperti sebuah perpustakaan.

Tempat itu terlihat seperti perpustakaan sekolah, walau sebenarnya itu adalah [Perpustakaan Pribadi Milik Steph].

Rak-rak itu dipenuhi oleh buku dalam jumlah besar dan diatur menempel dengan dinding.

Walau mereka ingin menyelidiki sesuatu—

“....Eh, Steph.”

“Hmm? Ada apa?”

Sora menyadari ada suatu halangan yang begitu besar.

“—Bahasa yang digunakan di tempat ini, bukan bahasa Jepang?”

Sambil memegang buku yang memiliki bahasa yang tidak ia kenal itu, Sora memegang kepalanya dan mengerang.

“Jepang? Aku tidak mengerti tentang itu, tapi bahasa asli umat manusia adalah [Bahasa Manusia].”

“Whoa..... dunia yang jelas sekali.”

Sebenarnya tidak ada masalah sama sekali saat berkomunikasi.

Tapi teks yang ada di buku itu sama sekali tidak bisa dikenali oleh mereka berdua.

“.....Lalu, kalian berdua benar-benar berasal dari dunia lain?”

“Yeah, aku tahu kalau sangat sulit untuk dipercaya—“

Orang-orang pasti tidak akan percaya dengan apa yang dikatakan oleh Sora, dan mereka pasti akan berpikir cerita Sora adalah sebuah plot yang bagus. Bahkan Sora merasa kalau dia seharusnya tidak dipercaya begitu mudahnya.

“Ah, tidak juga. Kalau itu, aku tidak pernah meragukannya.”

Mendengar balasan halus dari Steph, Sora tidak bisa melakukan apapun selain terkejut.

“Kau tanya kenapa.....para Elves yang memiliki kekuatan sihir yang tinggi sebenarnya datang dari dunia lain, jadi hal ini bukan sesuatu yang aneh. Dan juga dari pakaian kalian, kalian pasti bukan berasal dari dunia ini, tapi kalian pasti adalah manusia.....”

—Pada poin itu, hanya ada satu negara tersisa bagi umat manusia.

“Ahhh.....itu benar~ aku lupa kalau ini adalah dunia fantasi~...... Fuuuu.”

Terlihat agak takut, dia mengganti halaman buku asing itu dan menggaruk kepalanya.

“Hmmmm.... pasti akan sangat sulit bagi kalian untuk berbagi ilmu pengetahuan. Bisa kau mengingatnya Shiro.....?”

“.........Un.”

“Bagaimana?”

“.........Un.”

Sora dan Shiro.

Mereka berdua saling memberikan informasi yang hanya bisa diketahui oleh kedua bersaudara itu saja.

Mereka terus mempelajari bukui itu, dan mereka berdua terdiam.

Tidak bisa menahan kecanggungannya, Steph menghela napasnya.

“.....Jadi, apa yang harus aku lakukan?”

Kali ini, mungkin dia harus [Berkontribusi] sebagai pengajar bagi mereka berdua, agar terlihat paling tidak menambahkan bumbu sedikit kepada mereka.

Tapi, Sora yang mengalihkan pandangannya dari buku itu ingin meminta sesuatu yang lain.

“Tidak, aku ingin sesuatu yang lain.”

Mendengar itu, Steph langsung teringat dengan permintaan Sora tadi malam dan pagi ini, lalu dia mengambil posisi bertahan.

Walau Steph tidak akan terkejut dengan puluhan hal mesum yang keluar dari mulutnya—

“Bisa kau menjawab beberapa pertanyaanku.”

“— Okay....ah, huh? Enggak masalah.”

Steph mendengar Sora yang terlihat begitu serius, Steph menarik dadanya karena agak terkejut.

Dengan raut yang serius, Sora melanjutkan.

“Kemarin, saat aku memegang dadamu, kau tidak melawan sama sekali, jadi kenapa kau memukulku saat aku mencoba melihat rokmu, hanya kenapa— Oka, Oka, aku akan serius, aku hanya bercanda......”

Merasa terbebani dengan pandangan Steph, Sora melihat lagi buku yang ada di depannya.

“Hmm, kadang aku mendengar kata ‘Ras Manusia’, jadi apakah ada ‘Ras’ yang lainnya?”

Melihat pertanyaan Sora yang begitu ingin tahu, Steph berusaha menjelaskannya.

“......Apa hanya ada ras manusia di duniamu, Sora?”

“Yah, satu-satunya interaksi kami adalah dengan mereka yang disebut sebagai [Manusia]— jadi?”

“Ah, gugu....ini, eh....”

Saat Steph menyadari bahwa mereka berdua berasal dari dunia lain, Steph mulai menjelaskan beberapa poin kepada Sora.

“Yang pertama adalah— apa kau tahu [Firman Tuhan]?”

“Bagiamana dengan [Kesepuluh Perintah]? Kami mendengarnya dari segerombolan perampok gunung beberapa saat yang lalu.”

“Aku mengerti...—lalu—“

—Batuk batuk.

“Yang disebut [Ras], yang diperuntukkan bagi [Kesepuluh Perintah], adalah 【Sixteen Races】.”

“Enambelas Ras.....”

“Dengan [Sepuluh Perintah] sebagai dasarnya, hak untuk menguasai, menyiksa, menghancurkan, dan membunuh untuk 【Sixteen Races】— telah diambil, dan akhirnya, perang hilang dari dunia ini.”

“....Begitu. Dan aku cukup penasaran darimana datangnya makanan di dunia ini—tapi sepertinya [Perintah] itu hanya berlaku bagi mereka yang berakal budi saja.”

Saat membalik buku itu, Sora merasa puas dengan apa yang dia katakan.

Melihat ini, Steph menghela napasnya dan berguman ‘Pintar Sekali’ di hatinya, sebelum melanjutkan.

“Namun, sebentar, menggunakan permainan untuk menentukan hasil perang. Yang berari pertempuran antar wilayah—‘Bertaruh untuk Negara’. Bahkan saat kita berbicara, seseorang pasti sedang bermain suatu game.”

[Bertaruh untuk Negara]— Sora bereaksi ketika mendengar itu.

“Negara yang tersisa bagi umat manusia hanyalah Elchea kan?”

“.......Sebenarnya iya........walau sepertinya ras yang lain hanya memiliki satu negara—tapi bagi umat manusia, yang tersisa hanyalah Elchea.”

—Bahkan sampai saat ini.

Sora terus bertanya sesuatu yang sebenarnya sudah ia ketahui.

Dan dibandingkan dengan dunia ini, dunia mereka sepertinya lebih nyaman.

Yang berarti,

“Kalau tidak ada perang, kenapa bertempur untuk wilayah? Apakah tidak bisa diselesaikan dengan perundingan.”

“Guuu, itu.....”

Tapi sebelum Steph menjawabnya, Shiro memotongnya.

“..............Bahan baku terbatas......selama ras-ras itu terus berkembang.......distribusi juga terbatas.......dengan alasan itu hal ini terjadi.”

“Y-yah, karena itu.”

Ketika Steph mendengar pendapat Shiro itu, dia langsung mengangguk setuju.

“Steph......pasti tidak sadar dengan hal ini dari dulu kan....”

Karena Shiro yang menjawab pertama, Sora, yang tidak memiliki kartu identitas dari dunia ini, dengan kasihan melihat Steph.

“Ap-ap-ap-apa yang kamu bilang sih, masalah seperti ini!”

Steph menganggap semua hal tentang perebutan wilayah dan perang seperti sebagai “hal yang umum’, karena sejak lahir dia sudah ada di dunia ini.

Dan alasan kenapa untuk penyelesaian masalah harus ditentukan lewat sebuah game akan menjadi sebuah pertanyaan yang masih sulit untuk dijawab.

“......Dengan kata lain, permasalahan di dunia ini juga sama dengan di dunia kita.”

Sora menghela napasnya.

Bahkan di dunia tanpa [Perang], [Kompetisi] masih ada.

Yang berarti, [Persetaraan Mutlak] tidak akan pernah ada.

Jika persetaraan sama dengan memberikan pada pemain kursi yang terbatas, maka bersaing satu dengan yang lainnya akan menjadi sebuah permainan [Musical Chairs]

Dan hasilnya adalah kejayaan dan kekayaan akan menjadi milik dari [Minoritas] dan yang miskin akan menjadi yang [Mayoritas]—

Menyebalkan sekali, tidak ada sesuatu yang berbeda antar dunia ini dengan dunia tempatnya berasal.

“Kalau begitu, ras-ras apa saja yang termasuk ke dalam 【Keenambelas Ras】?”

Sora menghentikan pikirannya tentang hal itu dan mencoba kembali ke topik pembicaraan mereka.

Steph mendehem.......seperti orang yang berusaha dengan keras untuk mengingat sesuatu, sambil menghitung dengan jarinya.

“Di bawah Tuhan, ras pertama adalah Ras Roh Ilahi, lalu yang kedua adalah Ras Phantasma, yang ketiga adalah Ras Elemental— ada juga Ras Para Naga dan Raksasa......Para Elf dan Werebeast, erm— dan masih ada lagi.”

“....Hmmm, sudah kuduga dunia ini persis seperti dunia fantasi.”

Steph sepertinya sudah menyerah menghitung jumlah keenambelas ras yang ada di dunia ini setelah ia menghitung sampai jari tengahnya.

Mengingat bahwa dia sedang berbicara dengan orang yang memiliki pemikiran yang lemah, Sora kemudian ingat bahwa masih ada pertanyaan lainnya yang ingin dia tanyakan.

“Hey, apa kegunaan dari [Pengurutan Peringkat] itu?”

“Uh, itu. Aku sendiri tidak yakin dengan hal itu, tapi sepertinya itu mirip seperti urutan peringkat.”

“—Urutan peringkat?”

“Un, uh, gampangnya, level sebuah ras untuk menggunakan sebuah sihir, itu yang kudengar.”

“Apa kau bilang, yang kudengar.... kau meragukan sekali Steph. Apa kau pernah pergi ke sekolah?”

Berbanding terbalik dengan status Sora yang sebagai seorang NEET, ia bertanya pada Steph yang terlihat tidak senang.

Semua yang ia tanyakan pasti akan menjadi sebuah topik baru lainnya.

“Pertama, aku~ aku lulusan bangku kuliah, oke?! Dan tentang urutan peringkat ini, tidak ada sama sekali penelitian tentang hal itu karena kami ranjing 16— yang berarti kemampuan sihir kami adalah 0. Usaha macam apapun tidak akan berguna untuk mencari penjelasan tentang hal itu!”

“........0?”

Sora mengangkat batas penglihatannya dari buku itu dan bertanya pada Steph.

“Hmm—? Tunggu, manusia tidak bisa menggunakan sihir?”

“Yeah, bahkan kami tidak bisa merasakan sihir.”

“............aku merasa seperi........selama menggunakan alat dalam permainan, apa harus menggunakan sihir?”

“Semua game yang ada membutuhkan campur tangan sihir untuk bisa dimainkan.....karena game itu sendiri membutuhkan sihir untuk dijalankan— tapi sihir untuk ras manusia itu tidak mungkin ada.”

“—Tidak ada?”

Walau Sora terus bertanya seperti itu, Steph tidak terlihat bosan mendengar pertanyaannya. Sebenarnya, bisa dikatakan—

“Tentu saja. Manusia tidak bisa berhubungan dengan [Lorong Jiwa]— yang adalah sumber dari semua sihir.”

Steph perlahan menurunkan kepalanya.

“Itulah kenapa kami selalu kalah untuk [Pertaruhan untuk Kedaulatan Negara].

—Aaa.

Dengan senyum masam, Sora melanjutkan.

“......Kalau begitu, ras yang paling kuat dalam penguasaan sihir adalah ras nomor satu?”

“Hm, tidak. Semakin dekat dengan ranking satu, berarti semakin dekat untuk menjadi Tuhan—keberadaan mereka bisa dikatakan sebagai bentuk dari sihir. Tapi pada umumnya, ras yang memiliki kemampuan sihir paling kuat adalah [Ras Elf] ranking nomor tujuh.”

Ketika mendengar kata Elf, Sora langsung memikirkan sebuah deskripsi singkat tentang ras itu di kepalanya.

“—Elf.....bukanlah seorang Elf itu....telinga runcing dan kulit pucat?”

Steph begitu heran kenapa orang dari dunia luar seperti mereka tahu mengenai sosok seorang Elf.

“Err, ya. Sekarang, negara terbesar di dunia adalah [Avant Heim], sebuah tempat yang digerakkan oleh sihir. Tapi saat menyebutkan kata sihir, yang paling identik dengan hal itu adalah para Elf.”

Sora menghela napasnya dan dari mulutnya terdengar suara ‘Fuu’.

Ia meletakkan tangannya di dagunya dan ia mulai berpikir dengan serius. Mukanya nampak begitu serius saat ia berpikir.

“—“

Karena Sora memakai seragam Tuxedo, ditambah dengan mukanya yang begitu serius, Steph merasa jantungnya berdegup kencang saat ia melihatnya.

(Ilusi, ilusi, ilusi, ini hanya ilusi semata!)

Saat Steph berusaha untuk menenangkan dirinya, Sora sepertinya sudah selesai memikirkan pemikirannya.

“.......Sebuah ras yang tidak menggunakan sihir...........tidak bisa memiliki [Negara yang Luas]?”

“Eh, ah, enggak juga, ras ke-14: Werebeast, juga tidak bisa menggunakan sihir.”

Ia menjawab dengan agak canggung.

“Tapi yang membedakan mereka dengan manusia adalah bahwa para Werebeast bisa merasakan dan membaca kekuatah sihir dan perasaan manusia. Pulau yang berada di laut tenggara juga sudah bergabung dengan negara Werebeast, [Federasi Timur], yang adalah negara terbesar ketiga di dunia.”

Saat ia berbicara ia menempelkan tangannya dengan erat satu sama lain dan mengumpulkan kekuatannya, setelah itu ia melanjutkannya kembali.

“.......Walau mereka tidak bisa menggunakan sihir, mereka masih bisa bersaing dengan ras lainnya— kecuali [Aywlin Gerudo], mereka bisa menyaingi ras yang ada dan negara mereka. Tapi tidak masalah, di mata manusia, mereka menggunakan sebuah kekuatan yang mirip seperti [Kekuatan Super] atau [Kekuatan Indera].”

“—Aaaa. Jadi begitu.”

Jika manusia bahkan tidak bisa merasakan penggunaan sebuah sihir, maka memilikinya adalah sangat mustahil.

Kerugian yang sangat besar akan dirasakan oleh manusia karena mereka tidak bisa merasakan kecurangan yang dilakukan oleh mereka yang bisa menggunakan sihir. Tentu saja manusia akan sulit untuk menang.

Karena sudah jelas seperti ini, maka kalah sudah hal umum.

“Hmmmm, masih ada beberapa hal, eh.”

Saat Sora mengetahuinya, ia kemudian mengangguk. Dan di saat yang sama.

“.......Nii—Aku sudah mengingatnya.”

Kata Shiro.

“Ah, sudah kuduga dari adikku.”

“.......Tolong, puji aku lagi.”

“Ohh, baiklah. Sudah kuduga adik perempuanku yang sangat kubanggakan ini bisa! Luar biasa!”

Sora berdiri dan mengelus kepala adiknya, Shiro. Dan bagi Shiro sendiri ia merasa begitu nyaman dan menyipitkan kedua matanya seperti seekor kucing.

Steph tidak mengerti apapun tentang mereka berdua dan melihat mereka sebelum bertanya.

“........Eh? Menghapalkan apa?”

“Kau bertanya apa sih? Tentu saja bahasa manusia.”

Menggeser arah pandangnya kepada Steph yang terkagum, Sora dengan santai menjawab.

“Adikku memang luar biasa, eh. Aku masih membutuhkan waktu sedikit lagi.”

“.....Nii, lambat sekali.....”

“......Huhuhu, untuk seorang laki-laki, daripada cepat, pelan itu lebih baik, benarkan?”

“............Nii, kecil sekali.”

“Ini, ini, ini, ini, ini tidak kecil! Kenapa kau bisa berpikir seperti itu—— Steph, apa kau tidak apa-apa?”

Steph tertegun dengan perbincangan mereka.

Ia mengganti nada suaranya dan berkata.

“Itu....aku tidak salah dengarkan? Apa kalian berdua baru saja.....menghapalkan bahasa?”

“Well, yeah? Kenapa?”

“......(Mengangguk)”

“—Dengan waktu yang singkat? Apa kau sedang bercanda?”

Wajahnya sedikit berkedut ketika ia berusaha menyakinkan dirinya sekali lagi. Lalu Sora dengan riang menjawab.

“Ini bukanlah hal yang mengejutkan. Karena tata bahasanya dan kalimatnya sama dengan dialognya, tidak menghapal teksnya juga enggak masalah.”

“..........Nii....itu, kau belum menghapalnya.”

“Menghapalnya dalam 10 menit itu terlalu cepat buat kakakmu. Kakakmu ini tidak sepintar dirimu, aku masih butuh satu jam untuk menghapalnya. Oh, yeah, bagaimana cara membaca baris ini. Aku tidak mengerti maksdunya.”

“.......itu......bukan bahasa Jepang.........pakai abjad latin untuk membacanya......”

“Tidak, aku sudah memikirkannya tadi, pola katanya terlihat aneh.”

“.........Bahasa Cina Kuno.........”

“Eh? Jadi cara penggambarannya saja yang di depan!! Merepotkan sekali— ah, tapi kalimat berikutnya lebih mudah.”

“..........Nii, harus menguasai, beberapa bahasa lagi.......”

“Kalau adik bisa menguasai delapan belas bahasa itu bukan hal yang aneh. Tapi bagi kakakmu ini, yang hanya orang biasa, menguasai enam bahasa sudah lebih dari cukup untuk bermain game tanpa kesulitan.”

Steph mendengarkan mereka dengan kagum.

Kedua bersaudara itu terlihat begitu tenang.

Keduanya tampak begitu mudah mempelajarinya, dan begitu santai berbicara satu sama lain.

Bahasa juga bisa berkomunikasi. Selama teksnya bisa dihapalkan.

Mengatur letak kalimat, sebenarnya terdengar lebih mudah.

Namun, mereka tidak menambakan satu hal lagi yang membuat Steph merasa bingung.

Yaitu—

[Tak Ada yang Mengajari], yang mereka berdua tidak 『Mempelajarinya』, tapi 『Menafsirkannya』.

Menyelesaikan pembelajaran mengenai bahasa ini dalam waktu yang begitu singkat, dan mereka tidak terlihat begitu kesusahan.

(Apakah di dunia mereka, kemampuan mereka dikatakan sebagai normal?)

Mereka berdua sudah melewati batas kemampuan dasar mereka.

Melihat kedua bersaudara itu yang tidak berasal dari dunia ini membuat Steph merasa agak lesu.

Namun, di saat yang sama, ia merasakan perasaan yang begitu hangat menumpuk di hatinya.

.....Kecuali ini.

Kecuali dirinya sendiri.

Menemui seseorang yang sudah melewati batas kemampuan manusia.

Dan mereka adalah orang— yang bisa merubah negara ini.

“—Hm? Ada apa?”

Sadar bahwa dia sedang diperhatikan, Sora melihat Steph, yang seketika itu juga mukanya menjadi merah.

“Eh, ah, enggak, itu— aku akan membuat teh sebentar.”

Steph segera pergi dari perpustakaan itu dengan panik, dan telingnya juga memerah.

Merasa bingung dengan tingkah Steph, Sora berkata.

“....Kenapa dengan Steph.”

Tapi Shiro bahkan tidak melihat sang kakak dan melanjutkan untuk membaca buku itu.

“.....Nii, sangat tidak tahu.....perasaan perempuan.....”

“—kalau aku mengeri, aku tidak akan mempertahankan keperjakaanku selama 18 tahun. Dan apa maksudnya dengan perasaan perempuan itu?”

Ini adalah sebuah adegan di mana seorang gadis berusia sebelah tahun sedang menjelaskan kepada seorang pria berumur delapan belas tahun arti dari perasaan wanita.

Meskipun laki-laki lebih terlambat dewasa daripada perempuan.......

Setidaknya untuk hal ini, pepatah itu berlaku.

“Tentu saja, dibandingkan Shiro......Nii, lebih handal membaca perasaan orang lain......”

Bisik Shiro, dan membuat Sora merasa lebih tinggi daripada Shiro.

“Di dalam game, ini memang kemampuanku, tapi di dunia nyata, membaca perasaan orang lain itu adalah dua hal yang berbeda.”

Analogi yang membandingkan antara game dengan yang-disebut-sebagai-perempuan—

Tidak, “yang-disebut-sebagai-manusia”......

Sama seperti game para maniak Shoujo, dimana puluhan ribu pilihan akan tersedia dalam jumlah waktu yang terbatas.

Menghadapi game yang sangat mustahil dimana game itu bisa mengembangkan idenya sendiri, tentu sangat tidak natural.

Tapi, hal itu tidak menjadi masalah sama sekali.

“Okay.....”

Dengan bantuan Shiro, kini Sora sudah bisa menguasai bahasa yang ada di dunia ini.

Dia sudah membaca satu buku penuh untuk melihat hasilnya.

Setelah menutup buku dengan sampul keras dengan ‘Patal’.

Ia mulai serius.

“Okay—Shiro.”

“.......Un.”

“Kau sudah tahu kan.”

“.......Un.”

Kedua bersaudara itu berbicara dengan bahasa yang hanya mereka sendiri yang tahu.

Sora, dengan ragu berkata.

“— apa yang kau pikirkan?”

Ia membuka matanya dan menunjukkan muka yang datar, Shiro dengan acuh membalas sang kakak.

“......Seperti yang dijanjikan—tidak peduli, dimana.”

—Janji, ya.

Ayah membawakan [Adik Kecil] dari hasil pernikahan sebelumnya—Shiro.

Adik yang luar biasa yang diberkahi dengan talenta yang luar biasa.

Karena kemampuan mereka berdua yang tak lazim, mereka berdua saling memuji satu sama lain lebih baik daripada kakak beradik lainnya.

Dan kemudian, kedua orang tua mereka meninggalkan mereka.

Tanpa ada teman yang menemani mereka, sebuah janji terbentuk oleh mereka berdua.

—Karena bakatnya, sang adik telah ditolak oleh masyarakat.

—Karena ketidakcakapannya, sang kakak mampu membaca perasaan orang lain.

Untuk saling mengisi satu sama lain, bocah berumur sepuluh tahun itu (Sang kakak) membuat sebuah janji kepada adiknya.

Dan adiknya yang berumur tiga tahun itu (Sang Adik) yang mampu berbicara dalam berbagai bahasa, mengangguk dan berjanji dengan kelingkingnya.

Mengelus rambut sang adik kecil.

Sejak saat itu, untuk delapan tahun—

Sang adik yang akan terus mengikuti sang kakak yang pecundang— Shiro.

Namun, sang kakak yang tak pernah keluar dari kamarnya— Sora.

Jika itu bukanlah sebuah penyesalan, maka itu adalah....

“Singkat saja— dibandingkan dunia itu, dunia ini lebih menarik, bukan begitu?”

Dia meliat batas garis kathulistiwa itu dimana papan catur transparan itu terlihat.

Ia mengambil ponselnya, dan mulai membuat sebuah perencanaan.

Part 4

Steph mengamati selagi air yang mendidih berbunyi 'Gulou Gulou'.

Tentu saja, saat merebus daun teh, temperatur air sangatlah penting.

Menemani teh itu, adalah pancake yang dibuat kemarin.

Sudah cukup lama saat terakhir kali wilayah manusia memiliki gula, jadi camilan juga mengalami kekurangan.

Ia hanya bisa mengganti gula dengan cinnamon, yang Ia buat, penuh dengan percaya diri.

—Tehnya, dengan pancake yang telah terpotong, ditaruh di atas nampan.

"......Oke, tak akan ada masalah."

Merasa senang pekerjaannya selesai, Steph mengusap keringat dari dahinya sebagai pujian kerja bagus.

"Erm, Ojou-sama[1]."

Seolah-olah mencari kesempatan untuk angkat bicaara, para pelayan lalu bertanya.

"Ah, ada apa?"

"Tidak.....maaf untuk ketidaksopanan kami, tapi Ojou-sama, apa yang anda lakukan?"

".........Ya, kamu memang tak sopan. Kenapa tiba-tiba?"

"Tidak, itu........jika anda menyuruh kami, para pelayan, pasti akan kami siapkan teh dan camilannya, tapi anda tanpa kata langsung membuatnya.................dan anda kelihatannya mencoba untuk membuatnya sebaik mungkin......"


——……………….


A-re?

Mendengar itu, Ia heran: kenapa Ia membuat the dengan tangannya sendiri?

Bertanya seperti itu pada dirinya, sebuah kejadian teringat di pikirannya

[Whoa. Sungguh enak. Steph, kamu benar-benar berbakat dalam pekerjaan rumah tangga.]

Hanya begitu, Sora memegang cangkir tehnya dengan satu tangan dan tersenyum.


——…………Puu, dee.


Darah mulai mengumpul di kepala Steph.

"——AHHHHHHHHHHHHHHHHHHH, apa apaaaaaaaaaaaaaaaaan!!"

Berteriak begitu, Steph menumbukkan kepalanya ke dinding.

"Kenapa aku harus membuat semua itu dengan kemampuanku sendiri! Orang itu pasti sudah cukup jika hanya diberi air putih darisana— dan batu itu, juga rumput itu!"

"Oj-Ojou-sama! Tolong tenang sedikit!"

"Ke-kepala pelayan! Ke-keadaan mental Ojou-sama tidak stabil—!"

Para pelayan bergegas mencegah Steph mengeluarkan suara ‘bam bam bam’ lebih banyak, keadaan menjadi kacau.


Part 5

"........Ah~......"

Mendesah dengan penuh keluhan, Steph berjalan di lorong sambil membawa nampan perak.

Diatas nampan, terdapat 2 porsi— teh yang sejak awal disiapkan untuk keduanya.

Sekali lagi gagal mengatasi perasaannya, Steph secara pribadi mengantarkan barang yang diperuntukkan untuk mereka berdua sambil mendesah untuk kesekian kalinya.

Membenci dirinya sendiri, tapi dalam saat bersamaan, pemikiran melihat Sora menikmati makanannya dan memujinya—

".............Tak bisa dipungkiri aku sedikit berharap.........heh."

Namun.

Steph tiba-tiba berhenti bergerak.

"Tunggu sebentar, Steph. Makanan ini, akankah ini akan berasa sama dengan selera orang dari dunia lain?"

Steph percaya diri dengan kemampuan memasaknya.

Tapi, penikmatnya bukan berasal dari dunia ini.

"Ah—sial—"

Skenario lain tersapu dari pikirannya.

『Whoa, maaf, tapi aku akan menolak ini』

Dalam bayangannya Sora berkata dengan wajah mengkerut.

"Ahhhhhhhhh.......bu, bukankah ini buruk, rute melarikan diri『ini dibuat oleh para pelayan』sudah hilang— erm, rute melarikan diri macam apa itu! Apapun yang mereka pikirkan, aku tak peduli— tidak! Ahhhhhhh ini..............benar-benar, sebuah kutukan....."

Sepenuhnya terkurung dalam keadaan bingung dan tak berdaya.

Menarik nafas dalam-dalam, Ia mulai mengatur pikirannya untuk mencari alasan.

"Y-ya. Tidak hanya dianggap sebagai pecundang, kalau tidak bisa membuat satu cangkir teh, atau camilan lainnya, ini akan merusak reputasi keluarga Dora. Sebenarnya ini sudah tentu enak, pasti karena perbedaan budaya kalau ini tidak disenangi— ya, alasan ini— ini"

Dora memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi dan mengocehkan semuanya.

Sambil membicarakan alasannya, dengan kedua tangan dalam keadaan kosong, dia berusaha untuk membuka ruang koleksi.


"—A-re?"


—Mencari di setiap sudut ruangan, sosok kakak-beradik itu tidak ditemukan.

Angin dari pintu balkon yang terbuka, dekat dengan tangga depan berhembus dan menyibak tirai dengan lembut.

Sesampainya di balkon.......Steph menemukan keduanya.

Kakak yang berseragam butler, bersandar pada balkon, mengambil gambar jalan dengan handphonenya.

Adiknya yang mengingatkan pada Ojou-sama berambut putih— bersandar pada kakaknya sambil membaca buku.

—Keduanya selalu bersama, bukan lagi kejutan jika mereka mati hanya karena perpisahan.

Melihat pasangan tersebut dengan latar yang indah— dan hubungan antara mereka berdua.

Hatinya serasa ditekan, tapi Steph mengingat bahwa itu hanya kesalahpahaman.

".......Jalan yang ramai ya."

Melihat keramaian diluar, Sora berkata.

"—Ya. Seleksi posisi raja masih dalam proses saat ini."

Membalas, Steph menaruh nampan tadi diatas meja yang ada di balkon, dan mulai menuangkan teh.

".......ini.......silahkan dinikmati."

"Ah, terima kasih banyak."

"Adik harus minum juga."

".......Un."

Kesan pertama—sebelumnya dari『Dunia Fantasi umumnya 』— tapi sekarang sedikit berbeda.

— Karena larangan perang, kota ini tidak dirusak sedemikian rupa.

Bermacam bangunan yang menyerupai arsitektur Roma, arsitektur klasik dan baroque menjalin.

Jalannya diratakan dengan batu bata, sebuah kereta berjalan, dan sebuah barque melabuh di pelabuhan tidak jauh dari situ.

Sepertinya mesin uap belum ditemukan.

Dan lebih jauh lagi, ada bukit yang digunakan untuk terasering, dengan cara agrikultur yang lebih kuno daripada kota ini.

—Jika perang tidak sedang terjadi, pemandangan ini akan sempurna.

Ironisnya, 『Kimia』digencarkan saat perang, jadi pupuk dan bahan bakar bergantung pada teknologi untuk kemajuan yang berarti.

Terlebih lagi, buku-buku yang tersedia di perpustakaan Steph hamper seluruhnya ditulis oleh tangan— manuskrip.

Sepertinya tipografi masih belum diciptakan atau belum popular di kalangan umum.

"Seperti Renaisans Eropa abad pertengahan. Atau setidaknya sebelum terkontaminasi revolusi industrial.............sungguh kota yang indah."

".............Meniru referensi...........dari game strategi.............kamu berusaha keras."

—Tapi, Sora berpikir.

Menurut apa kata Dewa, perang besar dimana tubuh kelestial terbakar hangus, mungkin sudah ribuan tahun yang lalu.

Kalau begitu, maksud dari『Sumpah』, juga sudah ribuan tahun ada.

Dan [Bangsa manusia] yang tidak bisa memakai sihir.

Dengan susunan tubuh yang sama dengan [Manusia] di dunia mereka.

Setelah ribuan tahun, tingkat dunia mereka masih sama di awal abad 15.

—Bagaimana dengan peradaban ras yang dapat menggunakan sihir untuk curang, bagaimana keadaan mereka?

Sora tiba-tiba bertanya.

"Hei, Steph—kamu, kenapa kamu ingin menjadi Raja?"

"—Ah?"

“Aku dengar karena kamu tak akan menjadi bangsawan lagi, dan melihatmu berusaha keras untuk mematahkan rumor ini.”

Sora teringat kembali apa yang pernah Ia dengar di penginapan. Tapi..

"—Itu, tidak ada hubungannya sekarang."

—Pada akhirnya, rumor tetaplah rumor. Hanya satu tawa dan semua akan berlalu.

Dia berdiri di samping Sora dan memandang jalan.

"—Negara ini— Elchea, terlihat begitu besar, kan?"

Melihat kejauhan— melebihi jaarak pandang mata, Ia melanjutkan.

"Dahulu, dunia ini memiliki beberapa negara. Dan Elchea dianggap adalah yang paling besar."

Bangga, namun meragu, Ia melanjutkan.

"Tapi setelah pengenalan pada『Sepuluh Sumpah』, ini telah menjadi satu-satunya『Negara terakhir』yang dimiliki manusia."


"......."


"Terlihat hidup bukan? Namun............Elchea lambat laun mengarah dalam kehancuran."

Sekali lagi Ia melihat keramaian kota, tapi kali ini ekspresinya muram.

Melihat arah pandangannya, Sora dengan mudah menebaknya.

Kehilangan wilayah, negara kecil dengan rakyat yang banyak.

Kekurangan sumber daya dan makanan akan menyendat pertumbuhan ekonomi.

Ingin memproduksi makanan, tapi tak punya lahan yang akan dimanfaatkan, dan dengan tak adanya hasil, tak akan ada lapangan pekerjaan.

Walaupun efek yang ditimbulkan『Sepuluh Sumpah』membuat semuanya stabil,

—Ia teringat saat pertama kali dating ke dunia ini, dikepung segerombolan perampok.

Sora memandang ke arah tebing.

Shiro yang bersandar pada kaki kakaknya dan membaca buku, mengamati Steph.

"Raja sebelumnya— Kakekku, kalah saat bertaruh untuk perebutan wilayah, membuatnya terpojok ke wilayah terakhir, Ibukota. Dengan manusia dalam kekalahan berantai, situasi terus memburuk....."

Mengepalkan tangannya, Steph menggeram.

"Dituduh bodoh, namun masih berniat menyelamatkan negara ini, tidak salah bagaimanapun juga—"

—Jika wilayah tidak direbut kembali, manusia tak akan bisa berkembang banyak.

Daripada menunggu saat kehancuran, lebih baik mencari jalan keluar dari masalah ini—benar.

"Aku—ingin menyelamatkan Elchea...."

Steph berusaha menahan air matanya.

"Membuktikan ke setiap orang bahwa kakekku tidak salah—kelangsungan hidup manusia..........secara aktif merebut kembali wilayah, atau kalau tidak dalam waktu dekat, manusia akan benar-benar punah."

—Kalimat ini secara menyakitkan keluar dari mulut Steph.

Dengan ekspresinya seperti biasa, Shiro bertanya.

"……Steph.....suka.........negeri ini, dunia ini?"

"Un un—tentu saja!"

—Tersenyum dengan senyuman.

Steph segera membalas.

Akan tetapi, berbeda dengan tindakannya, keduanya menundukkan kepala.

".........Bagus, ah......."

"..........Ya, memang patut iri seseorang dapat menyatakannya."

Tapi—Sora menggunakan nada yang halus, namun tak dapat dibendung.

Dan menghancurkan segelintir harapan yang dimiliki Stephanie Dora.

"Akan tetapi harapan seperti itu tidak dapat dikabulkan."

"—Wuh...."

"Dan, jika ingin berkata lebih parah lagi—"

Ia mendekati Steph dan menyerangnya (Secara verbal).

"Kakekmu—disini saat ini, Aku akan bilang Raja yang terburuk dan terpayah."


—…………


Terlihat seperti Ia menahan kata-kata keluar, Steph akhirnya membuka mulutnya setelah hening cukup lama.

"—Ke-kenapa.......kamu berpikiran seperti itu?"

Menggigit bibirnya, rasa kuku-kukunya menggali kedalam kulitnya mulai terasa.

.......jika kekerasan tidak dilarang di dunia ini, kata-kata itu akan dibalas dengan satu tamparan tepat di wajah Sora. Walaupun begitu, Steph masih menunjukkan kemarahannya.

Terobsesi dengannya—tidak.

Tak peduli seberapa besar cintanya, Ia tetap tidak dapat memaafkan kata-kata itu.

Tapi untuk pertanyaan ini, Sora mendesah dan mengambil foto menggunakan handphonenya.

Sisa-sisa Eropa abad pertengahan, dari abad ke 15.

Tak ada alasan untuk berperang, bangunan lama dan baru bercampur baur, menyajikan pemandangan kota yang indah.

Walaupun begitu, karena alasan ini—penyesalan dapat terasa.

"Kalau ini terus berlanjut—negara ini akan binasa. Dan dalam waktu yang bersamaan, seleksi pemilihan Raja sedang berlangsung saat ini."

Kalimat yang tak terduga ini muncul.

Dengan nada histeris, Steph yang bingung membalas.

"Me-mengapa kamu berkata begitu! Justru karena ini tak seharusnya terjadi, maka pemilihan Raja baru diadakan."

Sora dan Shiro mengadahkan kepalanya memandang langit.

Bermacam bayangan kelabu yang mereka kenal pasti, layaknya warna tinta biru yang jatuh dari wadahnya, sebuah langit biru seperti biasanya

—Lalu, keduanya mengingat kembali kejadian saat mereka baru saja tiba di dunia ini.

Kata-kata yang “Dewa” katakan pada mereka.

Segala keputusan ditentukan dengan permainan sederhana, dunia yang mirip dengan [Papan Catur], [Dischord].

Milikku—

Milik Shiro—

—Sebuah dunia impian.

—Hidup yang baru—dunia.

".......Steph, kapan pertemuan para petaruh berakhir?"

Meski Steph tidak terima dengan kata yang diucapnya sebelumnya dan terlihat tidak senang, Ia masih menjawab.

"—Hari ini hari terakhir."

Steph menaruh pandangannya ke bagian timur, King city.

“Begitu petang datang, permainan terakhir akan dimainkan di aula, jika tak ada orang yang keberatan pada kemenangan final, maka pemenangnya akan menjadi Raja yang baru……..ada masalah?”

Menutup buku dengan bunyi 'Pata', Shiro berdiri.

Meregangkan pinggangnya, Sora lalu menepuk pipinya.

"—Yosh! Eh, Imouto[2]."

"......Un."

"Apapun yang kakakmu lakukan, akan kamu ikuti?"

"Un."

"Jawaban instan eh. Padahal aku sudah siap-siap untuk—"

".......Bohong."

"Hm?"

"......Nii, terlihat........sangat senang."

Wajahnya datar seperti biasa.

Sebuah senyuman dapat diterawang lewat mata Sora.

"—Haha, ketahuan ya?"

Setelah itu, mereka berdua berbalik dan pergi.

"Hey, tunggu, kalian mau kemana!?"

"Ibukota."

"—Apa?"

Tak bisa menangkap maksud Sora, Steph mengeluarkan suara yang lucu.

Namun, tak menghiraukan itu, Sora terus berjalan.

"Aku akan membuktikan bahwa kakekmu benar."

"——Apa?"

Mendengar Steph mempercepat langkahnya dari belakang.

Sora memastikan hal yang tertulis dalam jadwal di dalam handphonenya.

—『Target』—bagaimanapun juga, menjadi raja.

Memperlihatkan senyum masam, Sora memmasukkan handphonenya kembali ke kantungnya.

"Jarang-jarang dapat dunia baru, akan menyusahkan jika datang ke tempat yang terus-menerus kalah."

"............(Angguk)(Angguk)."

"Untuk itu ayo menjadi raja, dan rebut kembali wliayah yang hilang."

—Apa tadi tidak salah dengar?

Stephanie Dora dengan teliti dan hati-hati meneliti apa yang barusan saja Ia dengar.

Lalu, setelah memastikan tidak salah dengar, Ia melihat punggung Sora.

Sebuah postur yang rileks, seperti saat ingin keluar membeli sesuatu.

Tapi bak ingin menyelesaikan suatu masalah, penuh percaya diri dan keyakinan—

Punggung seorang pria yang menyatakan ingin merebut kembali wilayah bangsa manusia.

"Ah, Iya."

Mengambil camilan dari meja balkon, Sora memasukkannya dalam mulut.

"—Ah"

Ia lalu memandang kearah Steph yang bahkan lupa kalau camilan itu ada disitu,

"Un, Enak. Semua penyegar ini rasanya enak. Terima kasih!"

Memutar kepalanya, Ia lalu tersenyum pada dirinya sendiri.

Jantung Steph berdebar keras, apa ini karena [Sumpah] itu?

Bahkan Ia sendiri tak mengerti kenapa.

Bab 3: - Ahli/Ahli

Bagian 1

Dini hari-Kota Raja, Elchea. Aula.

Pada saat kebanyakan dari kerumunan orang telah percaya bahwa pemilihan raja telah sampai pada akhir.

Di depan singgasana, sebuah meja kecil dan dua buah kursi saling berhadapan dimana kursi itu diletakan.

Para penonton yang memenuhi aula memfokuskan perhatian mereka pada salah satu dari orang yang duduk.

—Congong ke arah meja, tanpa ekspresi, menyilangkan lengannya, mengenakan kerudung hitam yang membungkus kepalanya, menyerupai selendang pemakaman, memancarkan aura seperti dia telah mati, adalah seorang gadis tinggi berambut hitam—

Ya........ orang yang berbuat curang untuk menyingkirkan Steph- gadis itu.

Seorang pria tua yang penampilannya menyerupai seorang petugas tingkat tinggi berkata.

"-Jadi, orang ini- Kurami Zell pemenang yang tersusa di pemilihan...........adakah penantang lainnya?"

Meskipun terdapat banyak suara dan bisikan di aula, faktanya tidak ada yang terlihat sebagai penantang.

Itu normal- seorang gadis yang telah memenangkan semua permainan sejauh ini-Kurami.

Pada saat ini, mereka yang percaya seseorang masih bisa mengalahkannya tidak ada lagi.

Kurami menutup matanya akan fakta ini, dan menambahkan perasaan tanpa emosi kepada ekspresi raut muka aslinya.

Karena sudah seperti ini, orang tua itu menambahkan.

"-Jadi, dengan memenuhi pesan terakhir dari raja terdahulu, Kurami-sama— akan menjadi raja baru dari Elchea. Jika ada yang keberatan, silahkan berdiri. Jika tidak, tetaplah diam—"

"Ah, ya, ya. Keberatan! Keberatan!, kami keberatan~!"

Kalimat itu bergema di seluruh aula, menyela si orang tua. Si perempuan berambut hitam— Kurami, membuka matanya.

Semua mata di aula yang berisik tertuju pada arah dimana suara tersebut datang.

Seorang pelayan, bersama dengan seorang gadis berambut putih—Sora dan Shiro, berdiri dan mengangkat tangannya.

"Ya, ya. Saya keberatan, kami berdua keberatan."

".......Un."

"........Siapakah itu?"

Dengan ekspresi kosongnya, tatapan Kurami jatuh ke arah dua orang itu.

"Pelayan dari..........Stephanie Dora?"

Berdiri dibelakang dua orang itu adalah Stephanie, dengan pundak yang berguncang.

Tetap dengan tanpa ekspresi, namun dengan sedikit nada mengejek, dia berkata.

"—Karena kau kalah kepada ku dan masih memenuhi syarat untuk pemilihan, kau mengirim pelayan mu? Benar-benar tindakan yang tak tau malu, benarkan........."

Tetapi, kepada Kurami yang terang-terangan menunjukan muka penghinaan.

Sora hanya tersenyum dan menjawab sambil berjalan ke arahnya.

"Ahahaha, kalimat itu, kau tidak dalam posisi untuk mengatakannya."

"—Apa yang kau maksud, eh."

"Baiklah, jujur pada mu, Aku benar-benar tidak peduli akan pemilihan tahta raja yang menyusahkan ini, ini benar-benar bukan tempat ku, kau tau."

Sora menggaruk kepalanya, mengucapkan hal yang sama, yang bisa kau sebut menyebalkan. Kurami menyempitkan kedua matanya.

"..........Jika begitu, bisakah kau pergi? Ini bukanlah tempat dimana kau bisa bermain-main dengan anak kecil."

Sora mulai tertawa—dengan "Tetapi...", dia menyemptikan kedua matanya.

"Ini bukanlah posisi yang bisa kau berikan ke seseorang yang 'bertindak curang dengan meminjam kekuatan dari negara lain' kan?"

Bagian dalam kota mulai memanas karena kata-kata ini.

— Kekuatan dari negara lain? — Apakah itu? Tetapi, semua gemuruh itu telah terpisahkan.

Dengan suara yang hanya terdengar oleh Shiro, Sora berbisik.

"—Apakah itu disana?"

Apa yang ada di tangan Shiro adalah ponsel Sora yang digunakan untuk foto kemarin di bar.

Mengidentifikasi foto yang tertera di layar, disana terdapat orang yang dikenal di aula ini.

".........Empat orang"

Shiro menjawab.

"Disamping itu- seseorang yang menyembunyikan telinganya?"

"Satu orang."

"Bingo. Jadi buktikanlah dengan kesempatan ini."

".......Un."

Chapter 4 - Grandmaster/Sang Raja

Part 1

Sambil menangis, Kurami memaki – maki seperti orang idiot.

“Aku tak akan menerima ini!! Aku akan membeberkan rahasia kalian—!”

Bahkan ketika hanya tinggal Kurami yang tersisa, ia tetap membuat keributan.

"Aiyah aiyah.........apa artinya manusia mengevaluasi manusia lain ya........."

Setelah Sora mengatakan hal menyakitkan itu, kota itu sekali lagi dipenuhi dengan tepuk tangan.

—Sangat puas terhadap kemenangan ini.

Tanpa ragu, kemenangan ini telah menunjukkan dengan jelas bahwa umat manusia masih memiliki secercah harapan.

Dengan aula yang dipenuhi sorakan—yang memekakkan telinga, seorang pejabat tinggi berjalan ke arah Sora sambil membawa mahkota.

"Baiklah, Sora-sama."

"Yup."

"Kau adalah orang yang akan menaiki tahta kerajaan sebagai raja baru dari Elchea, benar? "

"Tidak—Bukan."

Ia berkata sambil tertawa, sembari memeluk adiknya tersayang.

"Kami berdua adalah 『 』— jadi gelar Raja itu milik kami berdua."

Kata – kata itu adalah kata – kata yang sama yang diucapkan Sora saat duel catur melawan Kurami.

Dengan kalimat itu, para penonton mulai bertepuk tangan—dengan frekuensi yang lebih tinggi dari sebelumnya—untuk memberi selamat pada Raja dan Ratu baru mereka.

—Namun.

"—Maaf, tetapi hal tersebut tidak dapat dilakukan."

"—Eh?"

Setelah mendengar kata – kata sang pejabat tinggi, suara tepuk tangan menghilang.

"Ah? Eh, Kenapa?"

"[Sepuluh Sumpah] menyatakan bahwa hanya boleh ada『Satu perwakilan』. Jadi, dua orang tidak bisa memiliki satu gelar."

Di tengah keributan aula itu, Sora dan Shiro bertukar pandang.

Berpikir dalam dengan ekspresi yang sulit diartikan, Sora menggaruk kepalanya dan mengerutkan keningnya............sebelum berkata.

"............Ah, itu, kalau begitu, aku yang akan menjadi perwakilannya, bisa ‘kan?"

".............Guu."

Sambil menurunkan adiknya yang menggerutu dari pangkuannya, Sora menghadap sang pejabat tinggi.

"Jadi sekali lagi aku umumkan—*uhuk uhuk*, mulai sekarang, Sora-sama akan menjadi Raja ke255 dari Elchea— apabila ada yang keberatan silahkan berdiri dan yang tidak keberatan silahkan untuk tetap—"

—Tapi, seseorang mengangkat tangan sebelum pejabat tinggi itu menyelesaikan kalimatnya.

"........Un."

Sang gadis berambut putih, Shiro.

Dengan sepasang mata merah ruby yang tersembunyi di balik poni panjangnya, ia adalah gadis—yang mengatakan bahwa ia keberatan.

"Eh? Shiro?"

".......Aku, keberatan."

"Gu, etto.. imouto-chan, apa yang kau lakukan?"

"........kalau Nii, menjadi raja........Nii bisa membangun harem[3]."

"———————————Ah?"

Sora ingin bertanya setelah memastikan bahwa telilnganya tidak salah dengar, tapi Shiro mengeluarkan ekspresi hampir menangis lalu berkata,

".........kalau begitu........nanti……….Shiro.........tidak akan..........dibutuhkan lagi."

Sora tidak`menghiraukan tatapan kaget dari para penonton. Ia sedang memasuki mode malu yang belum pernah ia alami sebelumnya.

"T-tunggu! B-bagaimana bisa. Bukannya kita berdua ini partner, imouto-chan? Titel raja itu memang memakai namaku, tapi maksudnya itu adalah kita berdua! Aku tidak mau kau melakukan hal—"

"........Sama saja, berarti rajanya itu......Nii.........dan Shiro...............hanya sebuah aksesori. Kalau, kalau memang hanya ada satu orang yang bisa melakukannya..............maka orang—"

Ia melanjutkan setelah mengusap air matanya. Mata rubi itu sudah tidak memancarkan cahayanya lagi.

".....yang menjadi raja—itu Shiro."

Adik perempuan yang selama ini terlihat lemah, sekarang telah mengeluarkan aura bagaikan mendeklarasikan perang pada kakaknya.

Menghadapi Shiro yang menatap Sora dengan penuh tekat, setelah mengatakan keinginannya—

"—Ah?"

Sora mengubah ekspresinya setelah menyadari tatapan dari adiknya.

"Hey hey hey........Shiro. Ini benar – benar cara barumu untuk bercanda, apakah sekarang matahari sudah terbit dari barat?"

Walaupun ekspresi dan tingkahnya yang berantakan sama seperti biasanya.

Terdengar jelas ada nada permusuhan dari kalimat Sora barusan. "Gadis cantik sepertimu ingin menjadi Raja dari sebuah negara yang hampir runtuh, kau ini terlalu terus terang. Pasti kau akan termakan rayuan orang—jadi kalau kau ingin menjadi Raja, onii – samamu ini dengan keras menentangmu! "

Walaupun Sora menentang adiknya dengan kata – kata yang menyakitkan seperti itu.

Ia mengatakannya seperti sedang menghakimi adiknya, tapi matanya tidak menampilkan sorot licik seperti biasanya.

Yang berarti ia tidak benar – benar bermaksud menentangnya dengan kata – kata menyakitkan itu.

".........Tidak, aku tidak akan, membiarkan, Nii... menjadi Raja— pasti."

"—Bagus. Onii-sama mu ini juga tidak akan membiarkanmu menjadi Raja. Pasti."

Bagaikan sebuah kompetisi debat, yang dua sisinya sama – sama tidak mau kalah.

Dan dengan argumen yang saling bertolak belakang.

Bahkan setelah membuka rahasia kecurangan yang dilakukan para Elves, dan mendapat gelar sebagai Duo terkuat Imanity.

Mata mereka tidak menunjukkan seperti dua saudara yang saling menyayangi, juga bukan Duo pemain yang bernama 『 』.

Melainkan tatapan antara musuh bebuyutan, dan menusuk satu sama lain ke dalam mata lawannya, seperti tak mau kalah. Bahkan sudah terlihat kilatan antara mata mereka.

"It-itu.....kalau itu masalahnya, bagaimana kalau kalian mengadakan permainan terakhir, untuk menyelesaikan masalah ini?"

Mengganggu percakapan dua orang itu benar – benar sebuah tindakan yang butuh keberanian ekstra.

Menteri itu sudah bersiap – siap meminta maaf pada dua orang yang masih bersitegang itu.

"Ah, baiklah kalau begitu."

"........Bukan, masalah besar."

Sebuah jawaban langsung datang dari mereka berdua.

Dalam keadaan tatapan mereka yang masih tajam, mereka mengeluarkan deklarasi perang masing – masing.

"Imouto-chan, aku tidak akan mengalah hari ini ya. Kali ini, aku akan membuatmu menyesal."

".........Nii, harus.......menyiapkan diri.........hari ini, Shiro akan, menggunakan kekuatan penuh."

——………………

—Dan itulah yang terjadi.

Tiga hari berlalu dalam sekejap mata.

Waktu terus berjalan dan sejumlah besar permainan telah dimainkan, sekarang aula utama itu sudah penuh dengan barang – barang yang berserakan.

Kakak beradik itu tergeletak di lantai. Kelelahan.

"..........Ugh.....sedikit lagi......kau bisa mengaku kalah duluan."

"........Nii, yang harusnya......segera menyerah."

Untuk menang diperlukan 2 kemenangan berturut – turut, dan karena itulah permainan – permainan dimainkan hingga tidak dapat dihitung jumlahnya.

Dan hasilnya— ini sudah game ke 501, dengan hasil sebelumnya 158 menang,158 kalah dan 184 seri apabila ditotal.

—dan sayangnya, ini bukan hanya berlaku di dunia ini, karena ini juga terjadi di 『Dunia Asal』mereka.

『  』 yang sudah menjadi legenda— tidak ada yang tahu bagaimana riwayat permainan mereka.

Tapi berbeda dengan 『  』, Sora dan Shiro yang menggabungkan nama mereka.

Ini adalah pertarungan antara dua orang yang sangat mencintai games—melebihi apapun di dunia ini.

Dan riwayat permainan mereka adalah—

3526744 pertandingan, 1170080 menang, 1170080 kalah, 1186584 seri—

........Sejauh ini, hal ini selalu menjadi jalan buntu antara mereka berdua—tidak ada pemenang, tidak ada yang kalah.

Tentu saja, semua orang yang tidak mengetahui kenyataan itu dan menunggu penobatan, sudah pulang ke rumah.

—kemudian berkumpul lagi, pulang lagi, dan seperti itu terus. Seiring berjalannya waktu, jumlah penonton semakin berkurang.

Semua orang yang bekerja tanpa henti tertidur di aula—dan bisa mengontrol bagaimana mereka akan bangun, tidak seperti Steph dan menteri tertinggi yang mulai melihat halusinasi setelah berhari – hari tak tidur.

Menteri tertinggi itu menunjukkan senyum anehnya, kemudian beralih lagi ke ekspresi normalnya. Setiap waktu selalu seperti itu.

Sementara Steph terus bergumam "Ah, kupu - kupu~", dengan tatapan kosong sambil menggapai udara seperti benar – benar melihat kupu – kupu.

—Lalu, game apa yang harus kami mainkan selanjutnya.............Sora berpikir sementara pikirannya sudah mulai tidak bekerja dengan baik.

Kemudian, sebuah keraguan yang sangat meyakinkan melintas di benaknya.

"—Fuu.............kenapa harus ada satu orang yang mendapat gelar Raja?"

".....Eh?"

Dari kata – kata ini, menteri tertinggi dan Steph kembali ke kenyataan dan merespon.

Setelah mengatakannya, Sora mengambil ponselnya dari saku.

Ia membuka sebuah catatan digital yang memuat【Sepuluh Sumpah】, kemudian melanjutkan.

"nomor【7】dari『Sepuluh Sumpah』, semua masalah kelompok akan diselesaikan dengan perwakilan....."

Dan yang dimaksud kelompok disini—juga termasuk sebuah negara dan setiap masalahnya harus diselesaikan dengan perwakilan.

—Dan.

Bagaikan berpikir berulang kali, Sora mempertimbangkan hal ini dengan hati - hati.

Sambil membaca kalimat itu secara perlahan, ia mencoba memastikan pikirannya dengan kalimat itu.

Kemudian ia berbisik dengan hati - hati.

"—itu tidak tertulis 『Satu orang』dengan jelas, kan?"

""""!!!!!""""

—Dan selesai sudah.

[Tiga hari mimpi buruk] akan selamanya berakhir dan dilupakan, serta para penyanyi yang sedari awal menyanyi—bahkan selama pertarungan tanpa henti antara Sora dan Shiro selama 3 hari—akhirnya berhenti.

Tapi karena lagunya sangat panjang—terlalu panjang...

Tidak ada yang mendengarnya—bahkan mengingatnya....

Part 2

……—

".........Uhhh, apa tidak apa – apa kalau kalian memakai pakaian seperti ini?"

"Tenang saja. Sejak zaman dulu, Raja yang selalu memakai pakaian mewah dan bagus sering dilihat sebagai orang yang suka pamer kelebihan hartanya, atau mungkin penghormatan diri sendiri sebagai orang yang gemuk. Raja itu bukan hanya sebagai model nasional, tapi juga tujuan seluruh warga negaranya—jadi untuk mendapat kasih sayang dan penghormatan dari orang – orang, kau harus memperjuangkan hal itu."

"............Benar – benar tidak masuk akal.........."

"Yap, oleh karena itu aku memakai pakaian ini, selain karena memang aku lebih nyaman memakainya."

"Ah..........aku, aku mengerti. Tapi, mengingat nanti akan ada berita yang dimuat, ada baiknya kalau kalian merapikan diri sedikit. "

Pusat negara Elchea— Depan sebuah hall milik King City.

Sebuah pemandangan menakjubkan ketik kau melihat dari luar balkon istana, dengan sebuah halaman umum masyarakat yang lebih lebar dari Piazza San Marco di Venice, Italia.

Sekarang, halaman besar itu sudah penuh dengan orang – orang yang tidak terhitung jumlahnya.

Sepuluh ribu— bahkan mungkin lebih dari sepuluh ribu manusia berkumpul.

Tapi yang lebih menegangkan lagi adalah, bahkan jalan menuju ke arah halaman utama ini juga dipenuhi oleh manusia.

Hanya untuk mendengar pidato dari raja baru mereka.

Beberapa mengeluarkan ekspresi kecewa terhadap generasi raja sebelumnya yang begitu bodoh.

Beberapa lainnya mengeluarkan ekspresi senang karena ada harapan bahwa mereka tidak akan putus asa lagi seperti dulu.

Sementara lainnya menampilkan ekspresi penasaran terhadap kakak beradik yang berhadapan dengan mata – mata dari Elves dan mengalahkan sihir.

Saat semua perhatian Imanity tertuju ke arah balkon istana—

Dua orang keluar dari dalam istana.

Seorang laki – laki dan seorang perempuan.

Menggunakan celana jins dan T-shirt bertuliskan [I ♥ humans].

Dengan lingkaran hitam yang menggantung di bawah matanya, itu adalah seorang remaja berambut hitam.

—Dan.

Rambut putih mengkilap dengan kulit seputih salju.

Dengan sepasang mata mirip batu ruby, itu adalah seorang gadis kecil yang memakai seragam model pelaut.

Mahkota di kepala mereka menunjukkan kalau mereka adalah Raja dan Ratu.

—Hanya saja.

Si remaja memakai tiara yang seharusnya dipakai perempuan, dan memasangnya di lengan seperti sebuah armband.

Sementara gadis kecil itu memakai mahkota yang seharusnya dipakai laki – laki di atas rambutnya yang berantakan—

Aksi yang mereka lakukan—yaitu bertukar mahkota—tentu membuat siapa saja bisa membayangkan jeritan Steph ketika hal itu terjadi.

Juga cara bangun mereka yang terkesan terlalu santai.

Di depan para penonton yang sedang terpaku, si remaja itu—Sora, mulai bicara.

"Ah—.....,un, un~ ugh, selamat pagi semuanya."

".........Nii, sedang gugup. Jarang sekali."

"—Hush. Kita sama – sama tahu kalau kita berdua punya agoraphobia[4]. Tapi, kau benar, ini aneh. Biasanya aku bisa mengendalikannya."

Shiro tidak menghiraukan tatapan dari para penonton itu, dan menggenggam tangan kakaknya kuat - kuat.

"......."

Ia hanya diam, tapi ekspresinya menunjukkan tatapan : "ayo, kendalikan sekarang".

Selalu sama saja yang terjadi dari dulu hingga sekarang— bahkan kalau ini adalah masa depan, semuanya akan tetap sama.

"—Masyarakat yang aku sayangi— tidak, setiap [manusia] di sini!"

Sebagai jawaban dari diamnya Shiro, Sora mengubah nada bicaranya dan dengan lantang mulai bicara.

Dengan tangannya ia letakkan di balkon yang sudah dipasangi pengeras suara.

Tapi dengan suara sekeras itu, siapapun pasti akan berpikir bahwa pengeras suara itu dipasang sia – sia.

"Manusia seperti kita..........dipaksa oleh 『Sepuluh Sumpah』, untuk mendapatkan kegagalan beruntun karena keadaan yang tidak memperbolehkan kita untuk berperang, dan yang tersisa hanyalah kota ini, negara ini— dan mengapa ini terjadi?"

Mendengar pertanyaan yang tiba – tiba dilontarkan begitu, kerumunan itu menjadi tidak yakin.

—karena Raja sebelumnya telah salah langkah— karena kita tidak bisa menggunakan sihir.

Hati mereka masing – masing memiliki jawaban sendiri, sementara menunggu kelanjutan kalimat Sora.

"Apa karena raja sebelumnya gagal? Atau karena kita ranking terbawah? Atau karena kita tidak bisa menggunakan sihir? Atau karena kita termasuk ras rendahan? Bukankah ini menuntun kita semua ke arah kehancuran? – maaf, tapi itu semua salah!"

Dengan pernyataan bantahan dari Sora itu, semua orang menampilkan ekspresi keterkejutan luar biasa.

Sambil mengatur nafasnya, Sora berteriak lagi, dengan suara yang lebih keras, untuk mengeluarkan semua emosinya.

"Sebelumnya, ketika Old Deus memulai perang, para dewa, hewan – hewan mistis—para elves, orc dan spesies lainnya juga termasuk, kita bertarung dengan berani dan hasilnya kita selamat! Dan di masa lalu, semua daerah di benua ini diduduki oleh Imanity, lalu kenapa?!"

Berdasarkan buku Sejarah yang ia baca di ruang pribadi Steph beberapa hari yang lalu.

Sora menambahkan.

"apakah karena kita ahli dalam melakukan hal – hal kejam?! Atau karena kita memang benar – benar bisa bertarung!?"

Kerumunan itu saling berpandangan.

"Kita tidak seperti para elves yang mampu memakai sihir, juga tidak punya fisik yang kuat seperti orcs, apalagi umur yang tidak sepanjang umur The Flϋgel— walaupun begitu, apakah kita yang mendominasi tempat ini punya kemampuan khusus untuk berperang?—jawabannya TIDAK SAMA SEKALI!! "

Yah, ini adalah fakta yang dipahami semua orang dan menimbulkan pertanyaan pada saat yang sama.

—Lalu, mengapa?

"alasan mengapa kita bisa bertarung dan bertahan adalah karena kita [Lemah]!"

"Di era atau dunia manapun, yang terkuat pasti akan menggertakkan gigi sementara yang lemah mempelajari kebijaksanaan! Lantas kenapa kita menjadi seterpuruk ini? – Karena perjanjian dalam 『Sepuluh Sumpah』membuat yang kuat tak sekedar menggertakkan gigi namum mempelajari kebijaksanaan! Tidak kurang, Tidak lebih!”

"Kekuatan kita untuk bertahan datang dari rencana matang, strategi, taktik yang hanya digunakan oleh orang lemah! Untuk apa semua hal itu kalau kau sudah kuat?! Tapi sekarang, bahkan yang kuat pun memilikinya! Senjata kita diambil paksa, dan untuk melawan orang kuat dengan senjata yang sama—adalah hal yang menyebabkan hal mengerikan ini terjadi! "

Setelah menguak kenyataan yang membuat <Imanity> terpuruk selama ini, halaman besar itu terdiam.

Orang – orang terdiam karena jawaban itu dan terselimuti perasaan yang campur aduk.

Sora melanjutkan setelah melihat kerumunan itu dan menghela nafas.

"—Semuanya, kumohon jangan menunduk. Angkat kepala kalian."

Berubah 180° dari suara keras bersemangat dan ayunan tangan yang heboh saat pidato tadi, Sora tiba – tiba berkata dengan suara yang lebih lembut.

"Kuulangi sekali lagi, kita. Lemah. Ya, hari ini—kemarin—"

Sora kembali ke suara kerasnya dan berteriak.

"—Ya.......itu tidak pernah berubah hingga sekarang!"

"apabila yang kuat itu meniru yang lemah dengan mengacungkan senjata kita, mereka tidak akan bisa mengeluarkan kemampuan mereka! Jika kau bertanya mengapa, jawabannya adalah karena senjata, hal yang didesain oleh kita, orang lemah, didalam keterpuruk, adalah untuk digunakan oleh orang lemah!”

.........Sora menambahkan jawabannya sesaat setelah orang – orang merasa bingung.

"Karena kelemahan kita, kita melatih mata, telinga dan pikiran,『Belajar』 cara bertahan hidup, itulah seorang manusia!"

.......setelah seperti jatuh ke neraka selama bertahun – tahun, harapan akhirnya bisa terlihat.

"Manusia memang tidak bisa menggunakan sihir, bahkan merasakannya juga mustahil dilakukan—tapi karena kita lemah, kita memiliki kebijaksanaan untuk lari dari sihir dan pola pikir yang dapat melihat sihir itu! Kita tidak punya indra luar biasa. Karena kita lemah, kita mendapatkan kebijaksanaan dari『Pelajaran』 dan 『Pengalaman』, juga meraih yang tidak bisa diraih, memprediksi masa depan!"

.......Hanya yang optimis yang akan percaya diri.

.......Hanya seorang pesimis yang akan putus asa.

"Aku akan mengulanginya untuk yang ketiga kali! Kita lemah, dan di dunia manapun, kita akan menggigit keras orang – orang yang puas karena merasa dirinya kuat itu—sampai yang 『Lemah』 bisa berjaya!"

........Karena mereka tenggelam dalam lautan keputus-asaan, tidak pernah ada secercah cahaya dalam kegelapan yang abadi.

"Adikku dan aku mendeklarasikan, bahwa kami, generasi ke 255, Raja dan Ratu Elchea."

..........Hanya orang – orang yang menyalakan api harapan yang bisa menuntun masyarakat.

"Sekali lagi, aku menyatakan, bahwa kami berdua akan bertahan dengan cara orang lemah, bertarung seperti orang lemah juga mengalahkan yang kuat dengan cara orang lemah! Sama seperti masa lalu—dan juga akan tetap sama hingga masa depan nanti! "

..........Agar tidak ada orang yang meninggalkan jejak kaki mereka hanya untuk menjadi penunjuk jalan.

"Akuilah! Kita, adalah ras terlemah!"

"Sejarah akan tetap berulang, apapun yang terjadi—kita akan menjadi orang yang menggigit yang terkuat dan bukan siapapun!"

........begitu saja.

"Gembiralah! Kita adalah manusia—kita adalah orang – orang paling berbakat! Karena kita terlahir tanpa kemampuan hebat apapun—kita bisa meraih apapun—itu adalah semangat dari ras terlemah!"

.........dan seorang 『Raja』 terlahir.

Sorakan gembira— lebih tepatnya, sorakan semangat.

Halaman kota, bahkan langit pun bergetar.

Sebuah kesatuan sorakan antara kemarahan dan kemenangan.

Dan apa yang mereka harapkan dari dua orang di atas balkon itu?

Atau mungkin— mereka merasa terpojok sehingga mengeluarkan taring mereka dan bersorak?

Di hadapan kejadian itu, Sora dan Shiro saling bertukar pandang.

.........kemudian mengangguk.

Setelah yakin bahwa adiknya tersenyum senang setelah anggukan itu, Sora memulai tahap akhir dari pidatonya.

Ia membuka kedua tangannya lebar – lebar, terlihat seperti anak polos dan penuh rasa ingin tahu, yang menghadapi dunia tak terbatas.

Tapi juga mengeluarkan aura dari pejuang perang yang terlatih dengan aura angkuhnya yang biasa.

Sora—『harapan baru Umat Manusia』, berkata dengan penuh arogan dan senyuman naif.

"—Ayo, kita mulai permainannya!"

"Semuanya harus memiliki hak untuk bertahan. Dimulai dengan bersikap merendah juga sudah benar. Sudah cukup ‘kan kita merasakan pahitnya kenyataan?! Maaf membuat kalian menunggu, umat manusia. "

Sora menunjuk tangannya ke arah batas cakrawala, seakan langit bisa digapainya dengan mudah.

Kemudian— mengepalkan tangan dengan erat.

"Sekarang juga! Kita, Elchea— akan mengadakan proklamasi, menyatakan perang ke seluruh negara dunia ini!"

"Asap kekalahan sudah menghilang! Batas milik kami, kembalilah sekarang juga! "

NGNL V1 230.jpg

Part 3

Dikelilingi sorakan hebat yang bahkan bisa mengguncang surga.

Sora dan Shiro meninggalkan balkon dan menuju pintu keluar, tapi Steph menghentikan mereka.

"K-ka—Kau! A-apa yang baru saja kau katakan— !?"

"Whoa~ kenapa kau terlihat bingung, itu membuatku takut, Steph."

"...........Steph, jahat......"

Menghadapi Steph yang kebingungan dan tiba – tiba menjerit itu, dua orang bersaudara itu hanya bisa mengernyitkan dahi mendengar kata – katanya.

Tapi Steph tidak menyerah.

"bagaimana aku bisa tenang dengan ini!? Kau baru saja menyelesaikan upacara penobatan dan bahkan hakim tertinggi belum bisa menangani Elchea sampai sekarang, bagaimana kita bisa menyiapkan perang melawan negara lain!? Apa kau mencoba menghancurkan tempat ini!? "

Steph mengutuk dirinya sendiri karena terlalu bodoh untuk mempercayai perkataan kakak beradik yang datang entah darimana ini secara langsung dengan memegangi kepalanya yang terasa pusing.

Tapi, mungkin sebenarnya ia lambat memahami seuatu.

Untuk menangkap gerakan lihainya, Sora menghela nafas sebelum berkata.

"Ah..........aku kan sudah bilang—kau harus belajar mencurigai orang, benar kan?"

"—Hm?"

Steph tiba – tiba menghentikan gerakannya, sebelum menatap Sora lekat – lekat.

"Para elves itu— masih ingat Elven Gard? Mereka menggunakan Kurami, memberikan bantuan padanya untuk memenangkan negara ini, mengalahkan manusia tanpa maksud positif karena kita tidak bisa menggunakan sihir, kan? "

"—Ap-apa itu maksudnya?"

"Hhh.. apa kau lupa? Kita sudah membuat mereka berpikir bahwa kita 『Manusia yang harus dibantu negara』. Atau setidaknya ini adalah pemikiran orang – orang yang membantu Kurami dalam laporannya, dan negara lain bisa jadi memikirkan hal yang serupa seperti ini. "

Mengimbangi kata – kata kakaknya, Shiro menambahkan.

“……..Seluruh dunia…..Akan…..Berpikir mata-mata ras lain mengatur Elchea”

Sora melanjutkan setelah mengangguk sebagai isyarat mengiyakan perkataan adiknya.

"Tapi, mereka tidak tahu negara mana yang melakukannya. Negara mana yang memerintahkan mata mata itu, negara mana yang menggunakan Elchea sebagai boneka untuk menyatakan perang ke seluruh dunia, mereka semua mungkin akan berpikiran seperti—『Elchea sedang digunakan sebagai boneka yang berinisiatif dalam posisi menyerang』."

"—Ah!"

Di dunia ini, orang yang ditantang memiliki hak untuk menentukan game yang akan dimainkan.

Dengan arti lain, benar-benar tidak menghiraukan posisi yang tidak menguntungkan, Elchea sudah mengambil insiatif untuk menyatakan perang pada dunia.

Lagipula, mempertimbangkan bahwa mata – mata dari Elven Gard sudah ditemukan—

"sebuah negara atau ras sudah memiliki kartu As untuk memahami ras Elves, jadi mereka menjadi lebih waspada kan? "

"......Begitulah."

"Dunia ini akan jatuh dalam kegelapan kalau semua orang saling mencurigai."

".........dengan alasan itu, kita menyatakan perang pada dunia."

"Namun kita tidak dapat melakukan apapun♪"

Menghadapi dua bersaudara yang hanya tersenyum saat mengutarakan pendapatnya, Steph kehabisan kata – kata.

"Nomor 5 dari『Sepuluh Sumpah』, pihak yang ditantang memiliki hak untuk memilih game apa yang akan dimainkan. Negara – negara itu akan mulai waspada setelah kita menyatakan deklarasi itu...... dan juga mulai mengerahkan tenaga melawan negara-yang-tidak-ada yang mereka anggap membantu kita. Kita bisa mengambil keuntungan dari negara yang mencoba menyelidiki keluaran dan masukan kita— dalam kesempatan itu kita mencari lubang kecil sehingga pelan – pelan kita bisa mengamankan wilayah teritorial kita."

Menatap Sora yang tersenyum kejam, Steph bertanya.

"Ja-jadi............semua hal tentang mengambil teritorial kembali...........itu hanya kebohongan?"

Merasa kecewa terhadap hal yang bahkan mengejutkan Steph.

Tapi yang dikatakan Sora adalah.

"—Hey, Steph. Aku sudah berdiskusi dengan adikku— soal kembalinya kami ke dunia nyata kami atau tidak."

"—Eh?"

"kita menyadari bahwa itu adalah pertanyaan yang tidak perlu dijawab dengan otak yang cerdas. Jawabannya sudah pasti adalah 『TIDAK』— kalau kita meninggalkan kota ini, apa yang kami dapat saat kami kembali? Tentu saja tidak ada. "

"........Terutama.........terhadap Shiro."

"Jadi begitulah. Lalu—"

Menepuk kedua tangannya bersamaan, Sora menambahkan.

"Kita adalah manusia, dan kita hanya memiliki satu negara yaitu Elchea. Jadi, untuk mencegah runtuhnya negara ini, menjadi raja adalah target pertama—tapi ? "

Adik perempuan dan kakak laki – laki itu saling berpandangan. Kemudian tertawa bersama.

"Hey, dik."

".....Un."

"Musuh kita bisa menggunakan sihir, menggunakan kekuatan super, tapi kita tidak bisa. Kita memiliki segunung kerugian, juga kesengsaraan yang banyak, apalagi kita hanya memiliki satu teritorial saja. Situasi seperti ini bisa dibilang sebagai putus asa, eh. Tapi, dengan nama『  』, kita tidak akan membiarkan satu kegagalan pun—bagaimana menurutmu?"

Shiro, dengan raut muka tanpa ekspresi kecuali satu senyuman jahil, menjawab.

".....Hebat—"

"Yup, benar sekali~♪"

Steph menatap mereka— kakak beradik yang benar – benar tidak bisa ia pahami.

Secara spsesifik, tentu saja ini adalah situasi yang memprihatinkan, tapi kata – kata yang keluar malah 『Hebat』?

Sora berbalik untuk menghadap Steph yang tentu saja kebingungan.

"Kemudian, kembali lagi ke pertanyaan tadi, Steph."

"—Y-ya?"

Tiba – tiba disadarkan dari kebingungan, Steph hanya bisa mengubah nada suaranya dengan lambat.

"Soal mengambil kembali batas negara. Jujur saja, itu cuma tipuan."

"—Eh?"

Sora berbicara sambil mengeluarkan ponselnya.

Ia memberi tanda ‘check’ pada list jadwalnya di bagian『Menjadi Raja』.

Memasuki target baru, yaitu—

"『Tujuan Akhir』— singkatnya, menguasai dunia☆"

"—Apa—!?"

Mengambil alih batas—lewati bagian ini—kalimat Sora tiba – tiba melompat ke arah mendominasi dunia.

Setelah mendengar tujuannya yang besar itu, Steph baru bisa membuka suaraya.

Harus berapa lama lagi ia merasa terkejut sebelum Sora merasa puas?

Sora kemudian mulai berjalan, diikuti Shiro di belakangnya.

Menyadari bahwa ia ditinggalkan, Steph langsung kembali ke dunia nyata setelah melamun dan mengikuti mereka.

"Eh, i-itu, benar – benar ke-ke-kebenarannya !?"

"Untuk 『空白』[5], apapun selain “yang pertama” tidak bisa diterima. Tidak peduli itu dalam hal permainan atau apapun juga, motif kami hanyalah menjadi yang 『terkuat』— itulah prinsip kami."

".........Un."

—Tepat pada saat semuanya berkembang menuju titik ini.

Stephanie Dora menyadari bahwa selama ini ia meremehkan kedua bersaudara jenius ini.

Mungkin.

Saja.

Sebenarnya.

Dua orang ini—

—adalah 『Penyelamat』Imanity ?

Menatap Sora yang sosoknya perlahan mulai menghilang, suara degupan keras keluar dari dadanya.

Dadanya seperti dihantam keras—kecuali dihantam perasaan mesum pada Sora yang sudah lama hilang.

Mengembalikan reputasi kakeknya.

Melawan dan mengalakan sihir.

Menyelamatkan negara tercintanya— Elchea.

Bahkan bertindak sangat jauh dengan menyatakan akan kembali mengambil teritorial yang dulu milik mereka.

Melawan sosok tak nyata yang membuatnya percaya bahwa Sora dapat melakukannya.

Alasan untuk membencinya.

Untuk Stephanie Dora, ia belum menemukannya.

Part 4

—Kerajaan Elchea, ibukota Elchea, distrik 1 region pusat.......

Yaitu, Negara utama Elchea, Kamar tidur Raja.

Terdapat satu ranjang super besar yang pasti membuat semua orang berpikir berapa jumlah orang yang bisa memenuhinya.

Beberapa hari yang lalu, ia hanyalah seorang NEET yang tidak berguna— Sora(18-tahun virgin).

"—Dari kamar yang sempit, ke penginapan yang kotor, sebelum ke mansion Steph dan sekarang kamar tidur Raja—beginilah."

Sora sedang memegang buku sambil mengenang masa lalu.

Dalam kegelapan malam, judul buku itu hanya diterangi samar – samar oleh sinar bulan, dan buku itu berjudul— 《Ekologi ke Enambelas Ras》.

Sora membenamkan diri dalam pemikiran yang dalam sesaat setelah membuka sebuah halaman khusus.

"—The FlügelMakhluk Bersayap dari Surga.......eh. Aku merasa orang – orang ini akan benar – benar berada di baris depan........"

Yang tertulis di buku itu adalah— The FlügelMakhluk Bersayap dari Surga.

Dalam perang terakhir, mereka dibuat untuk menjadi pelindung Dewa, sebuah ras yang bisa berperang di udara.

Setelah 『Sepuluh Sumpah』 dipatenkan, kemampuan mereka untuk berperang disegel. Tapi, menggunakan umur mereka yang panjang dan fakta bahwa mereka memiliki adaptasi tinggi terhadap sihir, dengan spesies mengapung dari Phantasma— 『Avend Haze』 membantu mereka, mereka membuat negara langit, memakainya sebagai satu – satunya daerah mereka, dan tidak pernah mengikuti game dengan negara lain.

Tapi, mungkin karena umur panjang mereka, mereka jadi memiliki kehausan yang amat sangat atas pengetahuan, jadi untuk mengumpulkan『Pengetahuan』 dari seluruh ras lainnya— mereka berpartisipasi dalam game untuk mendapatkan buku dari negara lain.

"aku merasa aku bisa mengambil banyak pengetahuan soal sihir, lagipula, aku bisa menggunakan 『Pengetahuan Eksklusif dari Dunia Lain』 sebagai umpan."

Jika kita akan mengalami kontak dengan ras ini, persiapan pembuatan strategi menghadapi sihir harus dilakukan—

—Tok, Tok.

Ketika ia sedang berpikir soal masalah ini, ketukan sopan datang dari pintu.

Merasa déjà vu seperti beberapa hari lalu[6], Sora menjawab.

"Aku di dalam, siapa itu?"

"Stephanie Dora.......boleh aku masuk?"

"—Ah? Boleh saja."

Menghadapi Steph yang membuka sepasang pintu kamar tidur Raja pelan – pelan, Sora berkata.

"Sudah kubilang, jangan pakai sikap dan nada itu. Tidak apa – apa kok kalau kau masuk seperti biasa."

"Tidak.........itu, kalau aku pikirkan sekali lagi, Sora eh— yang mulia sekarang adalah Raja dari Elchea—"

"Argh— ribet sekali!"

Sora memotong perkataan Steph dengan keras.

"Ribet dan menyusahkan! Aku akan lebih baik kalau ini berjalan seperti biasanya, oke, jadi ada apa?"

Di Elchea, dimana listrik belum ditemukan.

Benda yang menerangi kamar tidur itu hanyalah cahaya redup dari lilin yang berada di tempat lilin, dan cahaya bulan yang samar.

"Itu— Sora......"

"Hmm?"

"Untuk membuatku setia padamu, kau membuatku 『Jatuh Cinta Padamu』 pada saat itu kan?."

"Eh— ah~....."

"Karena Sora sekarang adalah raja dari Elchea— aku sudah, itu........"

Pada saat itu, awan tiba – tiba menghilang dan bulan memanncarkan cahaya terang. Dan yang terlihat selanjutnya adalah ekspresi Steph.

—Ekspresi di wajahnya adalah, gelisah bercampur keinginan-kuat yang tertunda.

"Kau.....apa kau mencoba mengatakan bahwa sekarang kau merasa tidak berguna, jadi kau memintaku untuk menaikkan【 Janji】itu, kan?"

"T-ti-tidak, bukan itu."

—bahkan jika ia memiliki level kelas-super dalam game, Sora tetap hanyalah seorang virgin yang berumur 18 tahun.

Untuknya yang membuat perkiraan terlalu jauh, Steph segera membenarkan.

"A-a-aku hanya berharap— kau mau..........memberi tahuku. Ke-kenapa, itu, permintaanmu, tidak seperti yang adikmu katakan—『menjadi milikku』, tapi untuk 『jatuh cinta padaku』......"

"......Itu....."

Itu tentu saja salah satu usaha.

Bisa diartikan sebagai permintaan vulgar dari hati Sora yang terdalam, tapi bisa juga dibilang sebagai suatu kesalahan di saat yang bersamaan.

Ketika Sora sedang berpikir soal jujur pada Steph alasan ia melakukannya atau tidak.

Sebuah pertanyaan yang tidak terduga muncul di depannya.

"Itu— memintaku untuk jatuh cinta padamu.........itu, untukku, kau punya rasa itu, kan?"

.......Eh?

"K-kalau itu adalah kebenarannya...........maka, satu – satunya hal yang bisa— kukorbankan adalah......"

Kemudian, ia berjalan perlahan menuju ranjang yang diduduki Sora sekarang ini, sambil memperlihatkan ekspresi tidak santai dan malu bercampur menjadi satu.

Gaunnya— perlahan ia menyingkapnya, sebelum mengatakan sesuatu semacam permohonan atau pengakuan.

"aku hanya bisa melakukan ini, tidak ada lagi—"

—Tunggu dulu.

—Tunggu dulu, Sora yang masih perjaka di umur 18 tahun.

Sekarang, kau sedang menghadapi sebuah pertanyaan yang tidak terelakkan.

Itu seperti...........dari segi objektif, Steph tentu saja termasuk dalam kecantikan di atas standar.

Apabila disukai oleh gadis yang cantik, alaminya semua laki – laki akan menyimpan pemikiran sejenis ini.

Akan tetapi— memaksa Steph untuk jatuh cinta pada Sora, mengapa begitu?

—Cinta pada pandangan pertama?

Tidak, itu masih belum cukup menjelaskan.

Walaupun ia sudah mencoba bertanya pada dirinya sendiri, kalau ia memberitahu Steph bahwa ini semua dilakukan karena ia memiliki perasaan cinta padanya—

Tidak— pada akhirnya.

(Eh—? Perasaan cinta, sebenarnya perasaan jenis apa itu?)

—kali ini, Sora sudah mencapai batas oleh sesuatu yang bisa kau katakan sebagai laki – laki tidak populer.

".....Itu...........adalah, ini......"

'Kacha!'

Sebuah suara, disusul dengan kilatan cahaya.

Diam – diam menempelkan kepalanya ke arah ranjang yang berlawanan—adalah Shiro yang sedang menggenggam ponselnya.

"Yahaaaaaaaaaaaaaaaaaa!"

Menyadari Shiro yang ada dalam kamar yang sama, Steph panik dan langsung menurunkan gaunnya.

—tapi, itu sudah alami bahwa seharusnya ia menyadari hal ini.

Selama ia berpikir soal sesuatu yang terjadi di penginapan beberapa waktu lalu—harusnya ia tahu bahwa Sora tidak bisa sendirian.

"........Mewakilkan, Nii yang terganggu...........dengan virginitasnya..........Shiro akan menjelaskan."

"Shiro-san........menjelaskan hal – hal semacam ini dalam umurmu yang masih 11 tahun, kau benar – benar memberikan pukulan keras kepada kakakmu ya. "

Mengabaikan kalimat protes dari kakaknya, Shiro menunjukkan gambar yang baru saja ia ambil.

Yaitu foto Steph yang menyingkap roknya sendiri.

"....Ini."

"—Eh?"

".....Alasan mengapa Nii, membuat Steph, untuk jatuh cinta padanya."

Menghadapi Steph yang tidak paham— sama seperti Sora.

Seperti ingin membuat mereka berdua paham secara bersamaan, Shiro menjelaskan dengan singkat, padat dan jelas.

"........Nii, rindu sesuatu, dari........negara......asal kami."

"........Dunia ini— tidak punya......『Makanan Penutup』."

""————Huh?""

Steph dan Sora berteriak kebingungan dan terkejut dalam waktu yang bersamaan.

Hanya saja, mereka mengartikan itu secara berbeda.

Sora langsung memprotes tuduhan yang dilontarkan adiknya.

Dan Steph—

"Makanan penutup......? apa maksud kata – kata itu?"

Memberikan pertanyaan dengan innocent. Shiro menjawab sambil memainkan ponselnya.

".......Masturbasi.........membayangkan sesuatu.........dengan foto – foto dan video.........semuanya termasuk. Selama masturbasi, kegunaan benda – benda itu..............lebih dikenal sebagai—『Makanan Penutup』....."

"...Mastur........basi?"

Dengan Steph yang masih belum menangkap maksudnya, ddan Shiro dengan wajah datarnya,

Memegang kuat pada ponselnya— dan mulai menaik-turunkannya.

"———Ap———"

Mendengar suara semacam ‘bang’ dalam otaknya, wajah Steph berubah menjadi merah, sebelum menghampiri Shiro.

Shiro menunjukkan beberapa file pada Steph.

—dan yang sedang terlihat dalam layar itu, adalah adegan dimana Shiro dan Steph sedang mandi, dengan Steph yang mengeramasi rambut Shiro.

"........Ini adalah.............『raison d'etre』...........milik Steph."

Wajah Steph memucat seketika pada awalnya, sebelum ia menundukkan kepala tanda sangat terkejut.

—yang berarti, siapapun bisa ada dalam sana, kan.

——benar – benar untuk sex, ia memintanya itu, kan.

———Lagipula, adiknya juga telanjang, jadi pasti, pasti hal itu, kan!?

"Tak—tahu malu"

Menjerit sekeras – kerasnya, Steph melangkah keluar dari kamar— Sora hanya bisa melihatnya pergi dengan tatapan tanpa dosa.

Kemudian, Shiro kembali ke posisi awalnya dengan sikap seperti tidak terjadi apa – apa yang perlu ditanyakan.

"—Kubilang, aku belum pernah memikirkan hal yang menjijikkan seperti itu sedalam itu?"

"..........Tapi, untuk menerjemahkan......"

"itu adalah terjemahan yang super salah, kau tahu...........dan sekarang itu, bukankah itu video dalam kamar mandi kemarin? Apakah kau bahkan tidak membiarkanku melihatnya karena ia tidak 『keluar』— kecuali, kau memang bermaksud membuat Steph untuk membenciku, iya kan?"

".....Shiro, masih berumur 11 tahun...........tidak memahami, hal yang terlalu kompleks dan rumit."

"hanya dalam waktu tidak tepat ini kau akan bersikap seperti anak kecil ya......"

"........gambar tadi, mau......?"

"Ah, maaf sutradara. Tentu saja aku mau."

—Tapi.

Dalam kenyataannya—apa perbedaan antara ‘cinta’ dan ‘sex’?

Bagi Sora, ini hanyalah soal refleksi psikologi kalau ia benar – benar memikirkannya.

Dengan suara yang tidak dapat didengarnya, Shiro—sang adik yang tidak memiliki hubungan darah apapun dengan Sora itu, bergumam.

"........tujuh tahun, lagi......."

—Walaupun ada perkataan bahwa perempuan akan dewasa lebih cepat daripada laki – laki.

Tapi........setidaknya pada situasi seperti ini, ini adalah kebenaran yang tidak dapat dipungkiri.

——…………

"Ahhhhhhhhhhhhh benar – benar, ah——cukup sudaaah ———!"

Sementara itu, Steph berjalan menghentak – hentak sepanjang koridor dengan marah.

Baginya yang dengan mudah digunakan sebagai bahan untuk masurbasi—walaupun tidak juga.

Ia merasa seperti menyakiti dirinya sendiri, dan ia berteriak marah.

"AHhhhhhhhhhhh benar - benar, perasaan ini semua hanyalah illusi, ini adalah karena kesalahan janji itu— ini semua adalah kutukan!"

—walaupun begitu Steph tidak menyadari hal kecil.

"Dasar monyet! Lolicon! Bagaimana aku bia menyukainya! Ini semua murni kesalahan sumpah itu!"

—Membiarkan Sora 『melepaskan sumpahnya』—bisa dikatakan.

Mengajukan permainan lain untuk diadakan, dan paksa ia untuk mengatakan 『Jangan jatuh cinta padaku』.

Solusi ini benar – benar tidak dihiraukan, atau ia benar – benar melupakan fakta penting ini.

Atau mungkin ada sesuatu di balik itu semua—.

Epilog

Part 1

Aula Penonton, Ibukota Kerajaan. Elchea.

Sekarang ini, ada dua orang yang duduk di kursi tahta, dua – duanya sedang memegang DSP[7] game.

Satunya pemuda dengan rambut hitam, menggunakan T-Shirt bertuliskan 『I♥Humans』 dan celana jins, dan sebuah mahkota di lengannya.

Dan gadis mungil dengan kulit dan rambut seputih salju, menggunakan seragam model pelaut, dan bola mata berwarna crimson, menggunakan mahkota di atas rambut berponinya yang menutupi mata.

Sebenarnya— mereka adalah pemimpin kerajaan ini—Sora dan ratunya— Shiro.

"Jadi, kalau kamu mau bermain dengan metode itu, pastikan tidak ada jebakan yang kamu masuki.”

"...........Utamakan, efisiensi."

"Kalau kau ingin mengutamakan efisiensi, jadi bisa kan kalau tidak menggunakan cara itu? Main saja dengan keras, berani!"

"...........Singkatnya, menyiakan waktu, tidak, menarik sama sekali."

"kukira hanya itu saja untuk kasus ini............. jadi haruskah kita mainkan permainan lain?"

Mereka berdua sudah membawa banyak sekali jenis permainan di dunia ini.

Mereka sudah memainkan semua permainan itu.

Bisa dibilang, sungguh meragukan kalau mereka bisa menghabiskan waktu luang hanya memainkan permainan itu.

Tapi itu hanya dugaan sementara mengapa kakak-beradik itu sedang bosan. Sebenarnya itu karena—

"A-aku sudah selesai......"

Sembari mendengar suara itu, mereka mengganti mode DSP mereka menjadi Sleep Mode tanpa ragu dan mengambil ponsel mereka.

Yang memiliki suara tadi adalah seorang bishoujo[8] berambut merah dengan kecantikan kelas tinggi— hanya saja.

Yang dipakainya sekarang, adalah seragam maid yang bagian atasnya— walaupun tidak terlalu banyak, terbuka.

Stephanie Dora............satu – satunya keluarga Raja sebelumnya, yang sebelumnya sangat loyal terhadap kerajaan— dan sekarang.


Sambil menatap Stephanie yang mukanya memerah, Sora berkata-

"Hmm? Jadi hal seperti ini bisa membuatmu malu juga, eh?"

".........Tidak, membiarkannya... memakai pakaian dalam."

"Bi-bisakah kamu tidak mengatakannya sekeras itu!?"

Steph berteriak.


—Ya. Kedua pemimpin itu disibukkan oleh batasan 18 tahun keatas.

Hanya dengan mendengar 『Dengan cara itu, Nii akan senang』, Steph tahu kalau ia tidak bisa menolak permintaan Shiro.

Semacam pengorbanan cinta— tidak, mungkin lebih tepat kalau ia dikatakan sudah menjadi mainan milik mereka berdua.

Ia tidak bisa berbuat apa – apa selain merutuki dirinya sendiri sambil menatap langit-langit.

"Ah, dia benar – benar seperti karakter 2D."

NGNL V1 249.jpg

"....Ya.....tapi, masih belum cukup."

"Yap, sutradara. Lagipula, dia tidak semirip karakter 2D, jadi dia tidak bisa memberikan kepuasan lebih."

".......bagaimana kalau, telanjang?"

"Hmm— Steph. Bisakah kamu melepaskan pakaianmu ini lebih banyak, dengan memastikan kalau kita tidak bisa melihat benda – benda privasimu semacam—"

"Jangan katakan benda – benda privasiku, ahhhhhhhhhhhhhhhhhhh!"

".......Jadi, sebuah kilat." [9]

"TIDAK. Karena dia tidak memakai apapun, itu tidak akan kulakukan, sutradara."

".......Hmm lupakan.......bagaimana kalau, menutupi— melapisimu dengan perban?"

"Hmm............Hmm......tidak, tunggu.......eh? sepertinya aku juga tidak bisa melakukannya, Sutradara."

"..........berarti, kalau baju renang mini..........juga tidak?"

"—Ten-Tentu. Tapi sutradara, apakah memakaikan perban di badan telanjang itu bisa?"

"......Gu........semua umur ya, susah sekali."


——Sambil bersandar pada tahta, Sora bergumam pelan.

"Tapi kupikir, sebanyak apapun kita menyuruhnya menggunakan kostum yang OKE untuk BF [10], kalau tidak ada alasanku untuk fapping [11], akan menjadi sia – sia saja kita mengambil video......"

Shiro, yang mendengar kalimat itu menjawab.

"........Shiro..........tidak apa – apa. Silahkan saja."

"Kakakmu bukan seorang yang suka pamer, oke?"

"......Shiro, tidak akan melihatnya.......tidak apa - apa........ini sama seperti di rumah."

"Un? Tidak, tunggu tunggu, aku hanya melakukannya saat kau tidur."

".........hanya sebuah gerakan kecil dan......Shiro akan bangun."

"kau— bangun!?"

Sora menutupi wajahnya yang memerah dengan tangan.

"Tidak mungkin— aku tidak bisa menikaah—!"

".......Shiro akan menikahi onii-sama, tidak masalah."

Shiro menepuk pundak kakaknya dengan maksud menyemangati.

"Sudah kukatakan—!"


"walaupun kau bilang kau tidak bisa menikah, apa yang harus seseorang sepertiku, yang disuruh memakai kostum – kostum ini, lakukan!"

Steph berteriak dengan pundak gemetar. Ia melanjutkan kata – katanya.

" bagaimana kau bisa membuang semua tugas soal pengurusan kerajaan padaku sendirian, dan tiba – tiba memanggilku kesini setelah tiga hari bekerja tanpa tidur hanya untuk melakukan hal semacam ini! Apa kau benar – benar bangsawan?!"

"..........Shiro, adalah raja........dan raja itu.....bangsawan."

Shiro memberikan pepatah baru, sementara Sora melanjutkan.

"walaupun kamu begadang tiga hari, bukan masalah bagiku dan Shiro untuk begadang dua hari lagi. Itu gampang. Kita juga sama."

"Bukannya pekerjaan kalian hanya bermain game!?"

"Yep, game. Di dunia ini, itulah pekerjaan raja."

"Guu......"

Ya— game menentukan segalanya— bahkan perbatasan negara juga menggunakan cara ini.

Sudah seharusnya untuk menjadi yang terbaik dalam game sebagai raja, tapi itu juga bisa dikategorikan sebagai latihan.

"Oh iya, kalau bermain game bisa disebut pekerjaan, tempat ini benar- benar menyenangkan ya."

Menghadapi Sora yang sepertinya sudah menemukan rumah idealnya, Steph berteriak histeris.

"Ini benar – benar bukan pekerjaan bagus! Kau harus menyelesaikan masalah internal dulu !'

"Dan........apakah pekerjaan koronasi sudah selesai ?"

"Ya, sesaat sebelum aku dipanggil kesini."

"Hah, lama sekali. Setelah memainkan semua game dari penduduk disini, seharusnya bukan pekerjaan sulit untuk menyelesaikan masalah internal itu."

Sambil mengatakannya, Sora mengangkat Shiro dari pangkuannya dan berdiri dari tahta.

"Jadi— bisakah kau mengumpulkan menteri – menteri disini sekarang?"


Part 2

Ketika semua menteri berkumpul di gedung pemerintahan.

Sora dan Shiro menaiki panggung—

Tapi mereka memotong semua laporan dan berbicara.

"Aku punya sesuatu yang harus kubicarakan."

Dengan semua perhatian tertuju padanya, Sora— raja [Umat Manusia] mulai memberikan perintah.

"Semuanya seharusnya sudah mengetahui, kalau <Imanity> sekarang sudah berada dalam sebuah dead lock, stalemate, posisi dimana semua mustahil. Kita bisa berada di posisi menyerang, tapi kita tidak bisa menahan pemberontakan dari dalam. Jadi untuk meredam semua itu— kita akan menyelesaikannya dengan Jan-Ken[12] ."

Ia membuka tangannya lebar – lebar dan mengangkatnya hingga di atas kepala.

Sambil menghadapi menteri – menteri yang menatap fokus padanya, Sora berkata.

"Dengan pernyataan [Mulai saat ini, semua laporan palsu beserta usaha untuk memalsukan atau membantu memalsukan peraturan dan laporan dilarang keras] sebagai taruhannya.........Sambil bersumpah pada【Sepuluh Sumpah】, kalian akan sukarela kalah padaku."


Dengan adanya [Syarat mutlak] dalam sumpah, memenangkan permainan tanpa mengangkat jari juga boleh digunakan.

—Sora berkata dengan memasang ekspresi yang mengisyaratkan kebingungan—kenapa raja sebelumnya tidak memikirkan hal ini.

"Jadi semuanya, dengan tanggung jawab yang kita panggul di pundak kita, marilah kita melaksanakan game gunting-batu-kertas— aku akan menggunakan gunting. Yang lainnya, gunakanlah kertas untuk menunjukkan keloyalan kalian padaku dan kerajaan. Untuk tambahan, bagi siapa saja yang meremehkan kemampuan daya ingat dan observasi kami bersaudara, kalian tidak diharuskan untuk mengikuti permainan palsu ini dan menolak kontrak. Dan kusarankan, bagi kalian yang merasa seperti yang kukatakan barusan untuk pergi pada kesempatan ini."

—Untuk orang – orang yang memilih untuk kalah dari awal dan menjadi partner kejahatan dengan Sumpah, Sora mengangkat tangannya—


"【Acciente】"

"""—【Acciente】!"""

Dan dengan kondisi seperti itu, gunting-batu-kertas pun dimulai.

Seperti itu saja— sekarang kondisi sudah berbalik di antara kedua belah pihak.

".........Jadi, untuk yang pertama, tolong menteri pertanian— melapor."

"Baik— bahan pangan negeri kita sekarang sedang mengalamai kondisi sulit dan terbatas ."

Menteri pertanian melanjutkan soal Morfologi bahan pangan, metode pengaturan, distribusi pajaknya, dll.

Sembari mendengarkan semua hal itu, Sora menganggukkan kepalanya.

"Aku paham........jadi patuhi apa yang akan kukatakan selanjutnya."

"......Baik."

"Masalah pertanian— aku akan memperkenalkanmu sistem rotasi bahan pangan."

"—Ya, maksudnya?"

"Dalam setiap ladang pertanian, tolong suruh mereka menanam tanaman yang berbeda – beda tiap musim. Mulai dengan gandum musim dingin, kemudian lobak, gula dan semua tanaman umbi – umbian, kemudian dilanjutkan dengan gamdum musim panas dan gandum hitam, dan alfalfa [13] dan tumbuhan lain yang bisa membuat pupuk. Buat mereka dalam sebuah siklus teratur."

Dengan gampang ia mengatakannya, seperti memang sudah pekerjaannya.

Menghadapi fakta yang bisa membuat siapa saja meragukan telinganya sendiri, semua orang pasti sudah tercengang.

Kemudian—

"Berdasarkan hal itu, bubarkan tenaga kerja dan buat mereka konsentrasi pada area – area spesifik saja, itu semua adalah dua hal paling penting. Walaupun itu akan membuat beberapa petani kecil tidak bekerja, jumlah bahan pangan bisa menaik hingga 4 kali lipat atau lebih. Jadi , pastikan ini menjadi kegiatan dengan prioritas utama."

Bahkan hasil yang diperkirakan akan terjadi juga sudah dipikirkan.

"Mo-modalnya, bagaimana mendapatkannya?"

"Suruh pihak bank untuk menggunakan kas negara untuk membayarnya— yah, kau bisa mengandalkan menteri ekonomi untuk masalah ini."

"— La-Laksanakan."

"Nah, selanjutnya, untuk menyelesaikan masalah soal orang – orang yang menganggur setelah peraturan barusan, menteri ekonomi dan industri tolong melapor—"


—….....


Setelah itu, Sang Raja memberikan perintah satu per satu, mereformasi sistem secara total.

Dalam rentang waktu 4 jam, pertemuan berakhir.

Para menteri mulai membicarakan Sora sebagai orang yang mungkin saja benar – benar sebagai 『Raja Terhebat Umat Manusia』 dalam privasi.


........sambil mengayunkan tablet PC di tangannya, Sora mengeluh.

"Ahhhhh— aku merasa seperti orang idiot, tapi sepertinya ada keuntungan juga untuk mendownload e-book game itu, yang ternyata memiliki banyan sekali e-book tentang apa saja."

Tablet PC itu— berisi lebih dari 40.000 buku.

Selain matematika, kimia, astronomi, fisika dan tekhnik, ada juga buku – buku tentang obat – obatan, sejarah bahkan tentang taktik perang.

Walaupun semua itu adalah informasi yang hanya diberikan oleh guru, yang kemudian disimpan— bisa dibilang, semua pengetahuan umat manusia sudah ada di dalamnya.

"..........Nii, sudah dapat dipastikan, itu semua..............curang."

Shiro menatap kakaknya dengan tatapan mengejek, sambil menunjuk Sora yang menguap sebelum ia menjawab.

"Di dunia ini, dimana sihir itu nyata dan merupakan suatu cara untuk curang, apakah menggunakan kemampuan dan tekhnik – tekhnik dari dunia lain juga bisa dihitung curang? Lagipula, stabilitas dan masalah internal itu selalu menjadi prioritas negara. "

.......Walaupun juga, mengenalkan pengetahuan dari masa depan bisa menimbulkan hal – hal tidak terduga ke depannya.

Sejujurnya, pemikiran untuk mengenalkan [tekhnik listrik] sekarang ini sangat menggoda untuk dicoba.

"Setidaknya kita masih bisa menggunakan kamera dan mikrofon, untuk melawan sihir – sihir semacam itu."

Tidak ada kepastian hal apa yang bisa dilakukan dua ponsel yang tidak bisa menerima sinyal di dunia ini.

Dan, cara untuk berkomunikasi dengan The FlügelMakhluk Bersayap dari Surga tetap harus ditemukan—


—Tiba – tiba, Steph—yang masih menggunakan seragam maid setengah terbuka itu—masuk ke dalam ruang pertemuan.

Itu adalah— seragam yang Shiro dan Sora minta untuk dia gunakan.

"......Sora— Maaf. Ya-yang mulia......anda mendapatkan tamu."

"—Kau, menerima tamu dengan pakaian seperti itu? Berani sekali~."

"........Steph, keren."

"Kalian harusnya bisa bilang padaku dari tadi kalau aku boleh ganti pakaian! Guahhhh!"

Karena teriakan Steph, Sora mengibaskan tangannya sambil menutupi telinga.

"Ah— oke oke, maaf, sekarang kau boleh pergi dan berganti pakaian. Sungguhan, moral dari kota ini harus dipertanyakan."

"yang harusnya dipertanyakan itu hal – hal yang ada di otakmu, tau!"

Sebuah suara tiba – tiba bergema dalam ruang pertemuan sebelum Steph sempat pergi dari tempat itu.


"Ahahahahahahaha, sepertinya ada sesuatu yang menarik terjadi di sini."

Sora dan Shiro, Steph, dan para menteri menoleh ke asal suara.

'Kata, kata'— yang masuk, adalah seorang remaja.

Wajah familiar yang membekas di benak Sora dan Shiro.

Dapat dipastikan kalau itu adalah Dia .

Ketika itu— ketika sebuah tangan keluar dari layar komputer— menarik mereka berdua masuk ke dalam dunia ini—

"........Yo, bukannya ini anak yang menganggap dirinya Kami-sama[14]itu ya. Apa kabar?"

"Kejamnya. Itu bukan anggapanku sendiri, tapi aku benar – benar Kami-sama yang agung."

Sambil memasang senyum, remaja itu berkata.

"Ah omong – omong, aku belum mengenalkan diri pada kalian—"


"—『TET』........dalam pengawasan. Senang bertemu denganmu, 『  』[15] -san."


Dari semua kejadian—

Ketika nama remaja itu disebut, atmosfir ruangan itu langsung berubah.

Atau mungkin ini karena kekuatan kata – kata gelar 『Kami』 yang disandangnya.

Selain Sora dan Shiro, semua orang mengeluarkan keringat dingin.

Para menteri bermuka pucat, sementara Steph gemetar seperti akan pingsan kapan saja.

Tapi, bagi Sora dan Shiro, mereka tidak peduli dan tidak terpengaruh oleh hal – hal itu.

"jadi, ini duniaku. Bagaimana, puas dengan ini?"

"Ah, tentu saja, kau benar – benar memiliki selera yang bagus. Mungkin ini bisa diusulkan menjadi doktrin yang harus dunia kami lakukan juga."

"....Yeap."

Bagi Sora dan Shiro yang terlihat sedang bercanda.

Semua orang sedang merasakan perasaan yang sama seperti saat hati mereka terbelah.

—yang duduk di hadapan mereka sekarang ini adalah Kami-sama satu – satunya—『TET』.

Seorang figur yang bisa menghancurkan dan membuat kembali dunia ini kapan saja ia mau.

Tapi, Kami-sama yang mereka tahu sekarang sedang tertawa.

"itu memang seharusnya lebih baik, daripada sebelumnya. Oke.......kelihatannya krisis [Umat Manusia] sudah terselesaikan eh."

"Benar, seperti yang kau harapkan."

Ekspresi terkejut sekarang sedang terpasang pada semua orang.


" Dengan kebetulan berada di kota yang dekat dengan rumahmu, dan berada di negara terakhir [Umat Manusia], dan menjadi salah satu peserta dari game pemilihan Raja.........hal – hal semacam ini, aku berharap kalimat yang lebih baik dari [ini semua murni kebetulan]."

Menghadapi kata – kata keras dari Sora, Kami hanya tertawa.

"Ahahah........tapi jangan salah paham dulu. Sebenarnya aku ada di pihak netral, penonton, tidak pernah membantu ras secara spesifik—hanya sekali ini saja, perasaanku mulai tidak terkendali."


Remaja itu— atau Kami, terlihat bagaikan tak puas dan menendang lantai di bawahnya sambil berkata.

"Ingat yang kuucapkan........kalimat itu— [dunia yang ditentukan oleh game]."

—Seperti baru menyadari sesuatu, Sora memahami arti dari kalimat itu dan menjawab.


".......Begitu. Bahkan tahta untuk Kami juga ditentukan oleh game?"


"——Ap——"

—Selain wajah kagum dari Shiro, semua orang bertampang seperti orang bodoh.

Setelah itu, Kami— TET, mengeluarkan senyum menawan dan berkata.

"Tepat sekali♪ Dan karena motif itu aku membuat Exceed【16 ras】."

Dalam sekejap— potongan – potongan puzzle yang ada di pikiran Sora menyatu.

16 ras— di balik papan catur mendatar itu— Kami berkata kalau ia tinggal disana.

Setiap sisi catur yang memilik bidak catur itu— berjumlah 16. Yang berarti—


"........mengklasifikasikan setiap ras, mereka juga mendapatkan hak— sebuah hak untuk 『Menantang Kami』?"


Tersenyum lebar, TET menjawab.

"Kemampuan berpikirmu benar – benar harus diapresiasi. Sebuah adaptasi dari seseorang dunia luar yang tidak mungkin dimiliki siapapun."

"Itu benar – benar pujian yang berlebihan♪"

"Yah, seperti yang kau katakan. Sangat jarang bagiku untuk mempertaruhkan 『Tahta Seorang Kami』, tapi aku sudah menghabiskan ribuan tahun dalam kebosanan. Dan, ketika aku berkelana ke dunia lain, aku mendengar rumor soal 『 』."

Merasa senang, Kami berkata sambil menatap kedua orang bersaudara itu.

"Sebuah legenda tentang pemain yang selalu menduduki peringkat teratas dalam setiap permainan, sebuah rumor tentang pemain ini."

Melawan Kami yang tersenyum ketika menjelaskan semuanya, Sora dengan angkuh berkata dengan ekspresi tak tergoyahkan.

" Kami-sama, boleh aku tertawa?"

"Hmm?"

"Setelah mengetahui situasi kami, kau menyeret kami ke dunia ini. Bukankah itu menjelaskan— kau benar – benar familiar dengan dasar dari kami 『  』— tentang kami yang menjadi [teratas dalam setiap game]?"

"Yep, tentu saja."

Sambil tetap tersenyum lucu, Kami menjawab.


"Karena ini. Aku percaya— kalian berdua akan memiliki hak untuk menantangku."


Semua orang yang mendengar itu langsung membeku di tempat.

Kata – kata itu— berarti berada di luar jangkauan imajinasi negara terbesar dunia ini— [The Elves] yang berada di ranking ke 7.

Atau mungkin itu berarti menghunuskan pedang ke ranking 1 dan ranking 2— <OldDeus> dan <Phantasma> secara bersamaan.

Dengan kata lain— mendominasi seluruh Exceed【16 ras】.

Ini bukanlah sesuatu yang akan berhenti bahkan setelah seluruh dunia sudah dikuasai—

"........Hey, Kami-sama, aku mau tanya lagi. Bolehkah aku tertawa?"


"Kau tidak lupa kan kalau pernah kalah sekali dari kami?"


—ketika ini, semua orang hanya berpikir bahwa mereka sudah salah dengar.

——Kami, kalah?

———kalah oleh orang yang berdiri disini, seorang manusia biasa?


TET hanya tersenyum tenang.

"Hehe, walaupun sekarang kau sudah paham, aku tetap akan menjelaskan. [Game] disini berbeda dengan game catur internet dari duniamu itu. Tentu saja, aku kalah dari kalian dalam 『Catur Biasa』— dan karena itulah aku membawa kalian kemari. Tapi.........aku tidak akan kalah lagi dari kalian~~"

Sora dan Shiro langsung memahami sesuatu saat itu juga.

Mereka tertawa sambil balas menatap.

"—Kami-sama."

Kami-sama— merespon dengan baik pada mereka.

"panggil saja aku TET. Ada yang mau dipertanyakan?"

"Tentang itu, TET— kau belum pernah kalah sebelumnya kan?"

Hanya kalimat itu.

Dan senyum lucu milik TET yang dari tadi dipasangnya berubah.

"bermain sebagai Kami— ini adalah kekalahan pertamanya. Ia kemudian merasa dendam, dendam yang sangat kuat. Itulah mengapa kau membawa kami ke dunia ini— untuk menang di bawah [aturan dunia ini]. Apa aku benar?"

"Hehe.......menarik sekali. Apa yang membuatmu berpikir begitu?"

Dengan senyum yang berhasil dipasangnya kembali, TET bertanya.

"karena perasaan itu, kami juga mengalaminya. 『  』tidak pernah kalah sebelumnya— dan yah, kami menemui banyak sekali kekalahan kalau saling bertanding."

".......tapi, tentu saja tida dibolehkan, kabur setelah menang."

"pada akhirnya, aku dan adik perempuan jeniusku ini tahu arti perasaan itu."

".......Nii, penuh dengan banyak trik........kejam dan buruk sekali."

"Oi, jangan bilang aku kejam. Trik itu juga merupakan salah satu bagian dari game sekarang."

".....Cheater[16], memalukan."

"Bukan masalah kalau tidak ada yang tahu! Dunia ini juga bilang begitu kan!?"


Sambil memperhatikan pertengkaran kecil kedua bersaudara itu.

Dan merasakan perasaan damai di hati, TET tertawa keras—cukup keras hingga membuat semua orang selain Sora dan Shiro tenggelam ketakutan.

"Ahahahahaha. Yaa, sepertinya benar – benar pilihan tepat untuk membawa kalian kemari. Yeap, tentu saja tidak akan ada yang kabur setelah menang. Selanjutnya akan menjadi kemenanganku— itu juga salah satu alasan aku membawa kalian kemari. Kecewa?"

"Untuk apa kecewa? Daripada kau mengatakan hal – hal mulia semacam [menyelamatkan umat manusia], hal semacam itu lebih bisa membuat kami tenang, eh. Jadi, apakah Kami-sama repot – repot datang kemari hanya untuk mengatakan hal itu?"

"Nope, aku datang untuk mengekspresikan rasa terimakasihku."

"Kalian berdua— Walaupun <Imanity> hanya terlihat sebagai efek-sampingan, kalian tetap mengalahkan Elven Gard, dan seluruh dunia sudah mulai curiga dengan rencana yang mau kalian buat. Federasi Timur sudah benar – benar berpikir keras soal [Ponsel] yang kalian keluarkan, dari negara mana kalian mendapatkan benda semacam itu hingga mereka tidak bisa tidur. Apa pemikiranmu? Sama seperti Federasi Timur, Avant Heim juga sangat tertarik dan pensaran soal teknologi yang mengalahkan Elven Gard. Dan Elven Gard sendiri, mereka mencari – cari kegiatan apa yang bisa menghasilkan barang seperti itu. Kalau mereka menemukan fakta bahwa mereka tidak dikalahkan oleh trik curang melainkan langsung empat-mata— haha, mereka pasti akan menangkapmu dan memeriksamu teliti."


Pada TET yang memberikan beberapa pengetahuan, Sora bertanya dengan nada sedikit terkejut.

"bukannya tadi kau bilang kalau kau tidak akan membantu suatu ras secara khusus?"

"Ya, jadi terimalah itu sebagai kado terimakasih. Aku memberimu sedikit informasi ini sebagai ucapan terimakasihku karena kalian mau memberikan entusiasme lagi pada negara membosankan ini. Karena ini dalah yang pertama, sekaligus yang terakhir kalinya, gunakan sebaik – baiknya ya.."

"Huuft, kalau aku berlama – lama disini, semua orang tidak bisa tenang, jadi aku pergi dulu. BYEBYE♪"

Sambil mengakhiri kalimatnya, TET tersenyum dan berbalik pergi.

Mendengar kalimat ini dari Kami yang sudah hampir pergi, Sora dan Shiro berteriak.

"Oi, TET!"

"Hmm?"


"Terimakasih karena telah memberi kami kehidupan baru. Karena— inilah dunia dimana kami seharusnya berada."

".....Terima kasih, Kami-sama."

Dan, mereka bertiga berkata bersamaan.

"""........Di masa yang akan datang— mari bertemu lagi dalam papan permainan."""


—Setelah itu, TET menghilang seperti ditelan oleh udara.

Semua orang langsung bernapas lega, dan merasa bersyukur pertemuan itu akhirnya berakhir.


—Apakah legenda ini juga terdengar?


"Fuu..... Kami yang benar – benar menarik, ya."

"......ingin bermain game.....dengannya."


—Dalam seluruh permainan, seorang pemain telah membuat rekor tak terkalahkan.

—Tiba – tiba, gamer misterius itu menghilang, dan semua kontak dengannya turut menghilang.

—Untuk sebuah [Rumor]— hal itu akan menjadi sebuah [Mitos].


"Pe-pe-pria itu— adalah sa-sa-sa-satu - satunya , seorang Kami-sama !?"

"Ra-Raja! Be-benarkah kamu menang melawan Kami?!"

"Tidak, daripada itu, Federasi Timur sudah memulai aksi perlawanan terhadap kita, dan dalam keadaan kita sekarang ini, kita akan—"

"Sebelum itu, Elven Gard juga sudah memulai duluan pada kita! Kalau mereka memata – matai Raja dan Ratu kita maka—"


—Maka, kisah tentang “sesuatu yang hilang” yang akan menjadi mitos itu....

—Akan berganti menjadi sebuah kisah [Tanpa Panggung], kisah yang akan terus berlanjut walaupun itu sudah selesai.


"Ahh—mengganggu sekali! Jangan berkata di waktu yang bersamaan!"

".....Nii."

"Ah, oke aku paham—"

Sora berkata pada orang – orang yang memasang ekspresi campur aduk.

Sora berdiri dengan ekspresi yang tak bersahabat.

Sambil menjejakkan kaki di atas meja konferensi, Sora mengangkat kedua tangannya tinggi - tinggi.

—Walaupun ini adalah kalimat yang sudah pasti

—itu juga punya pesona sendiri. Jadi kita akan memulai dengan ini.

—『di suatu masa, yang lampau sekali——』

"Oke, mari kita mulai permainannya. Targetnya, kalahkan Kami-sama♪"


—Dan, mitos ini mulai ditulis dari sekarang.

Penutup

Fuuu~~~~~~~ini dia ini dia!

Aku selalu ingin melakukan ini— sebuah [Penutup]!

Senang bertemu denganmu, mengingat aku selalu menjadi [pihak yang bertanggung jawab dalam bagian illustrasi], jadi aku terus bermimpi untuk menulis Penutup dengan posisi sebagai penulis, dan akhirnya hal itu benar – benar terealisasikan sekarang— Aku adalah penulis novel dan illustrator bernama Kamiya Yuu.

Erm, sebetulnya aku ini mangaka.

Oh, iya, un........Aku sekarang sedang beristirahat........karena aku sedang mengidap sebuah penyakit yang –yaah cukup– merepotkan , aku akan menghapus proyek mangaku beberapa saat.

Dan juga, aku mengerjakan [Itsuka Tenma no Kuro Usagi](Fujimi Fantasia Bunko). 

Dibandingkan dengan menjadi mangaka, aku merasa menjadi illustrator itu lebih mendapat popularitas...... bahkan sampai aku mengerjakan light novel,

jadi pekerjaanku sekarang adalah.........tidak, tapi seterusnya juga, aku akan tetap menggambar manga!


Okay, kembali ke topik.


《No Game, No Life》adalah novel debutku. Ini benar-benar original dan terinspirasi dari manga. Tapi sesuai harapan Sensei, "aku suka seting fantasinya, tapi aku benci perkelahian!". Jadi, untuk seseorang yang benci mendapatkan kesusahan saat menggambar komik pertarungan yang berdasarkan pengalaman pribadi sepertiku, aku menurutinya!


Tapi kemudian aku berpikir lagi, “Erm, bagaimana kalau aku membuat dunia fantasi tanpa peperangan? “ Ketika aku sedang tidak bekerja atau tidur, aku mendedikasikan waktuku untuk membuat cerita bersetting [Game]!"


『bahkan perbatasan negara juga ditentukan oleh game——bahkan negara juga akan dipermainkan!』


Dengan mindset seperti itu, aku mulai mencobanya. Walaupun~ sayangnya rencana itu akhirnya tidak terbentuk. Aku berharap suatu hari nanti akan diterima jadi aku hanya menulis alur ceritanya saja. Saat itu juga, karena keadaanku yang sakit menyedihkan secara mendadak, aku harus berhenti dari pekerjaan mangaku. Tiduran di tempat tidur rumah sakit –dan otomatis SUPER bosan— sementara faktanya game juga dilarang, aku merasa seperti—

—Tuhan berkata.........takdir tidak akan menyuruhmu untuk <Menghilang>.

.......Gu, aku harap itu belum terlambat. Harusnya itu masih baik-baik saja, aku takkan menyerah. Jadi, ketika aku sedang di rumah sakit, aku tiba-tiba mengubah alurnya supaya terlihat seperti novel. Dan dengan style seperti ini—ah, tiba-tiba aku teringat kata-kata dari Editor-san—“Karena ada beberapa orang yang membeli buku berdasarkan Penutupnya, lebih baik kamu buat itu dengan bagus.” Jadi, mari kita mulai!

NGNL V1 no269.jpg
NGNL V1 no270.jpg

(Note:Ini adalah kata – kata yang tertulis di panel:) No Game, No Life.

Pasangan kakak-beradik yang hanya bagus dalam permainan.


Potongan-potongan sampah tak berguna itu terbuang ke-


Sebuah dunia, dimana perang dilarang dan semua ditentukan oleh permainan.


Termasuk nyawa— bahkan perbatasan dunia juga dipermainkan.


Para musuh— adalah mereka yang bisa menggunakan sihir dan kekuatan supernatural,【Enam Belas Ras】.


[Pertaruhkan......Semua milikmu.]— Imouto— Sang adik— Shiro, 11 tahun /Hikkikomori/Anti-sosial.


[Tidak Mungkin— benar-benar tidak masuk akal kalau manusia bisa mengalahkan sihir!] — Stephanie Dora, 18 tahun/korban dari waktu ke waktu/Royalty(?)


—dan manusia yang tidak bisa menggunakan sihir.


Terjebak dalam kesengsaraan, keputus asaan, situasi terburuk, tapi-


Mengatur negara!


Sebuah anti-pertengkaran, game tentang pertempuran fantasi!


Bisakah kamu, Sang <Author>, bertahan dari tekanan <Deadline>?


[Untuk manusia bertahan hidup di dunia ini........hanya ada satu cara......]— Kurami, ???


[Jangan.......meremehkan manusia!] — Kakak— Sora, 18 tahun/bujangan yang tidak bekerja/NEET.


Author— Kamiya Yuu, Idiot/Mesum/Fobia deadline.

(Note:akhir dari panel)

Okay— original teksnya pasti membuatmu berpikir aneh-aneh. (bukan candaan)

Walaupun mungkin juga akan ada yang meniru ha semacam ini, seperti film-film Hollywood.

Untuk semua orang yang mulai membaca setelah Penutup, untuk mengkonfirmasi keasliannya, aku berharap kalian akan membaca buku ini♪

Untuk semua orang yang sudah selesai membaca novel ini—etto, un, erm.

Kalau kalian berpikir novel ini mungkin akan laku kalau menjadi manga, dengan aku sebagai mangakanya, jadi aku harus memohon maaf karena—

"Kamiya-sensei, Kamiya-sensei."

—Eh? Ah iya ada apa? Editor S-san[17].

"maukah kamu mendengarkanku soal manga? lagipula, Kamiya-sensei memiliki kemampuan dan mendapat banyak penghargaan sebagai mangaka—"

Ahahha, maaf ya, soal itu, aku tidak terlalu mendengar dengan jelas karena telefonnya jauh sekali.

"bukannya kemarin kamu bilang [karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan, kamu tidak bisa menggambar manga dan akan mencoba meulis novel yang punya beban lebih kecil], tapi di akhir novel, kamu masih bisa menggambar sebuah storyboard?"

Kan kamu juga yang menyuruhku untuk menggambar ini!

"Eh? Aku kan cuma menyarankan [karena author dan illustratornya adalah orang yang sama, dan dia masih berstatus sebagai mangaka, kamu bisa menggunakan itu untuk menambah popularitas]."

—Dari pernyataan itu, apakah ada arti yang lain selain [Menggambar Manga]?

"Aku tidak mengatakan itu, kan? "

Guuuu. Di mataku, gambaran dari Pemimpin Editor dan Protagonisnya semacam serupa satu sama lain.

Antipati milik Stephanie, atau mungkin bisa lebih kuat dari itu☆

Oh iya. Di bulan yang sama, pekerjaan Takaya Kagami.

《Itsuka Tenma no Kuro Usagi》 Volume 10.[Penyihir yang Tertawa di Lapangan Sekolah], akan benar – benar sampai di tanganmu!

Aku juga serius di bagian itu jadi, pastikan kamu membacanya juga!

......Fuu, Setelah menulis sampai sini.

Ini belum berakhir.

Lebih baik aku mengatakannya, sekarang— aku sedang di Brazil.

Karena aku juga mengatakan bahwa aku punya "masalah fisik” jadi aku akan mengunjungi tanah airku secara berkala.

Atau mungkin, teks dan illustrasi di 《No Game, No Life》

Ilustrasi untuk Itsuka Tenma no Kuro Usagi juga, akan selesai di sini, Brazil.

—Beberapa koper besar, berisi sebuah layar LCD dan komputer.

"alasan untuk pergi?"

Untuk menyembuhkan penyakitku.

NGNL V1 276.jpg
NGNL V1 277.jpg

"Untuk apa alat – alat ini?" Pekerjaan. .......Singkatnya, karena timbul perselisihan soal tarif, situasinya jadi tak terlalu sulit dibayangkan.


—Yeah, itu terdengar sangat menipu. Aku hanya seorang pasien.

Diperlakukan separuh jalan oleh dunia, ketika dipanggang oleh suatu perusahaan. Aku benar – benar ingin menangis.

"Maafkan aku, Kamiya-sensei."

Ah? Apa yang terjadi? Pemimpin editor S-san.

"Tidak, sebenarnya aku ini M[18] — oh iya, kamu sudah tahu jadwal terbaru MF Bunko J and Fujimi Bunko kan ?"

Aku tidak mengingat ada orang yang mengatakannya padaku!!

"Tidak, bahkan ketika aku diberitahu semuanya seperti ini....."

Omong - omong, New Year's Eventya CM sudah masuk ke tahap akhir lari cepat dari bulan ke 12, tentu saja aku tidak akan menganggap serius jadwalnya, kan!

"Tidak, itu, itu pasti harus Kamiya-sensei tanpa ragu—"

Pemimpin Editor S-san mulai mengeluarkan hawa membunuh.

Seperti yang diduga dari successor editor sebelumnya Catherine-san.......pergerakan yang hampir mirip ini tentu saja mengagetkan.

Menarget seseorang yang sedang kubodohi—.......

Jadi.......apa ini akan bekerja?

"———Lalu, apa yang sedang kamu bicarakan?"

Per. Panjang. An. Dead. Line♥

"Guu— sinyalnya buruk sekali, aku tidak terlalu mendengarmu—"

Tapi ah, mengatur jumlah halaman dan memotong teksnya menjadi 8 halaman, aku takut kalau aku sudah [Melupakan untuk memasukkan 10 illustrasi dari Itsuka] setelah aku kembali ke Jepang, jadi situasinya sekarang belum pernah kudapati sebelumnya.

"..........Itu, kamu tidak bisa menganggapnya terjadi, kan?"

Kalau nanti proofreader menghapus bagian ini, apa aku bisa mengatakannya keras - keras?

"Karena kesalahanku dan Editor S, aku akan memberimu tambahan pekerjaan, bahkan pekerjaan pengulangan akan kami berikan pada Kamiya-sama, maaf sekali dan kuharap kamu mau memaafkanku."

—Bagus sekali, rencana sempurna untuk membalas dendam padaku.

Sampai sekarang, aku benar – benar berharap kita akan bertemu di edisi berikutnya.

"Ah, itu benar. Kamiya-sensei, kapan ya naskah volume 2 selesai? Eh? Kamiya-sensei~~~~~~~Hey~~~~~~~!"

Referensi

  1. tuan putri
  2. adik
  3. intinya, seorang laki – laki yang dikelilingi banyak wanita
  4. phobia terhadap kerumunan orang banyak yang bisa menimbulkan perasaan gelisah
  5. Kuuhaku, artinya Blank, gabungan nama Sora dan Shiro.
  6. yang Steph ngetok pintu kamar Sora Shiro di penginapan
  7. Gabungan dari DS dan PSP, semuanya adalah perangkat game konsol
  8. gadis cantik yang ... begitulah
  9. kalau aku mengartikan, Shiro menyuruh Sora untuk membuka roknya Stephanie secara cepat, yang dikibaskan kayak di anime – anime ecchi ._. CMIIW
  10. BF = Blue Film, Hentai, Hentong, Bokep.. apapun kalian menyebutnya
  11. more info click here. BTW,kalau kalian cowok, pasti langsung paham
  12. permainan gunting-batu-kertas di jepang namanya Jan-Ken-Poi
  13. nama makanan buat Sapi dan Kuda
  14. Tuhan atau Dewa, dalam bahasa Jepang.
  15. masih ingat kan kalau Sora dan Shiro itu Kuuhaku alias Tanpa Nama?
  16. orang yang biasa ngecheat atau curang saat ngegame
  17. Kamiya selalu menamai Editornya "S", atau Sadis, karena permintaannya yang kejam dan deadlinenya.
  18. "M" artinya masokis (orang yang suka menyiksa diri sendiri).



Pergi ke Halaman Utama