Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid3 Rapsodi Daun Bambu

From Baka-Tsuki
Revision as of 17:20, 11 February 2009 by Chrhndy (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Setelah dipikir-pikir, walaupun bulan Mei ini sudah cukup hangatnya, aku lebih tersengat di bulan Juli, dengan kelembaban yang lebih parah hingga tingkat ketidaknyamananku melonjak jauh sekali. Bangunan sekolah yang murah meriah ini tidak akan mungkin bisa dipasang dengan fasilitas kelas atas seperti pendingin ruangan. Kelas 1-5 yang beruap itu seperti halte penungguan bus yang menuju neraka. Aku ragu bahwa sang arsitek bangunan ini mengetahui apapun tentang konsep ‘lingkungan hidup yang nyaman.’

Lebih parahnya lagi, minggu pertama bulan Juli ini dipenuhi oleh berbagai macam ujian, sehingga kegembiraan hatiku telah melayang jauh ke Brazil, dan bersikeras tidak mau kembali dahulu.

Hasil ujian pertengahan caturwulanku sudah merosot ke tingkat bencana, sehingga ujian caturwulanku tidak akan mungkin berubah secepat itu. Penyebab pastinya adalah karena aku telah membuang waktu terlalu banyak dengan Brigade SOS, sehingga aku tak bisa konsentrasi pada pelajaran sekolah. Aku sesungguhnya tidak berniat untuk terikat seperti itu; aku harus tunduk pada Haruhi kapanpun dia membuat keputusan. Hal ini telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hariku, dan aku mulai terbiasa dengan kehidupan macam begini.

Nafas kehidupan berhembus di tengah sinar matahari yang benderang dari ufuk barat ke ruang kelas sesudah sekolah berakhir. Perempuan yang duduk di belakangku menusukku dengan pensil mekaniknya.

“Kamu tahu hari apa ini?”

Haruhi Suzumiya bertanya dengan wajah seorang anak kecil di hari Natal. Kapanpun dia menampilkan mimik seperti itu, sudah jelas bahwa dia sedang memikirkan sesuatu yang tidak normal lagi. Aku berpura-pura menjadi bodoh sebentar, lalu berkata,

"Ulang tahunmu?"

"Enggak!"

"Ulang tahun Asahina-san?"

"Eng-gak!"

"Koizumi atau Nagato'."

"Gimana aku tahu kapan mereka berulang tahun?"

"Kalau kau mau tahu, ulang tahunku…"

"Cukup. Kamu enggak sadar betapa pentingnya hari ini?”

Sepenting apapun hari ini, hari ini masih normal dan tentunya panas.

“Katakan, tanggal berapa sekarang?”

“7 Juli… Hey, jangan ngomong kau berbicara soal festival Tanabata, bukan?”

“Tentu saja, sekarang festival Tanabata, Tanabata! Hal itu logis kalau kau tinggal di Jepang.

Festival itu sebenarnya berasal dari Cina. Dan menurut kalendar Cina, Tanabata seharusnya bulan depan.

Haruhi membuka mulutnya, memegang pensil mekaniknya dan melayangkannya ke mukaku.

“Batas Asia adalah dari Laut Merah sampai sini.”

Pengetahuan geografi macam apa itukah?

“Mereka menggabungkan semua negara yang berada di daerah itu untuk kualifikasi Piala Dunia, bukan? Tidak penting apakah sekarang Juli atau Agustus. Yang penting, keduanya jatuh saat musim panas.

Ya, benar.

“Apapun. Pokoknya kita akan menggelar perayaan Tanabata. Aku tak pernah melewatkan acara hebat seperti itu.

Selain idemu, ada hal-hal lainnya yang kita tak harusnya lewatkan. Omong-omong, kenapa kau memberitahuku hal semacam itu? Aku tak punya urusan dengan rencanamu.

“Semuanya akan lebih menyenangkan kalau kita rayakan bersama-sama. Aku putuskan kita akan adakan perayaan yang meriah untuk Tanabata setiap tahun, dimulai dari sekarang.”

“Jangan seenaknya sendiri.”

Walaupun kata-kata itu terucap, melihat Haruhi sedang meledak dengan kesenangan, aku tahu kata-kata itu takkan bermakna. Sesegera setelah kelas berakhir, dia melompat keluar dari kelas dengan perintah, “Tunggu aku di ruang klub! Kau tidak boleh pulang ke rumah!”

Kau tidak perlu menyuruhku karena aku sendiri sudah mau pergi ke ruang klub. Karena aku ingin bertemu dengan seseorang – dan hanya seseorang itu sendiri.



Anggota-anggota lain sudah berkumpul di ruang klub, yang berada di lantai dua di gedung kesenian. Dibandingkan dengan panggilan ruang klub Sastra yang dipinjamkan ke Brigade SOS, lebih baik disebut markas de-facto yang direbut secara paksa. “Oh, halo.”

Yang tersenyum dan menyapaku dengan gembira adalah Asahina-san. Dia adalah sumber kenyamanan hatiku, tanpanya, Brigade SOS takkan berarti seperti nasi kare tanpa kare.

Sejak Juli, Asahina-san telah berganti kostum menjadi pakaian maid musim panas. Haruhilah yang membeli kostum itu, aku tidak bisa menebak dari mana dia bisa mendapat kostum menarik seperti itu, sedangkan Asahina-san akan terus berterima kasihpadanya secara tulus. “Ah…. Te… terima kasih banyak.” Sekarang juga, Asahina-san masih menjadi maid Brigade SOS yang pendiam, dengan rajinnya menuang the untuk disajikan padaku. Aku menyeruput seteguk teh dan memerhatikan keadaan sekitar "Hey, apa kabar?"

Koizumi menengok dan menyapaku. Dia duduk di depan papan catur yang terletak di atas meja, dan memegang buku catur sewaktu menggerakan pion catur dengan tangan lainnya.


"Kabarku tidak pernah normal sejak aku masuk SMU."

Koizumi bilang bahwa dia bosan dengan Othello, jadi dia membawa papan catur minggu kemarin. Tapi sejak tak ada yang bisa bermain catur lagi, dia harus bermain sendiri. Dia terlihat sangat santai walaupun ujian sudah menunggu di depan.

"Hmm, aku tidak sesantai itu. Aku hanya memanfaatkan waktu di luar belajar untuk melatih otakku. Dengan setiap masalah terpecahkan, peredaran darah di otak akan menjadi lebih lancar. Bagaimana kalau kita bermain?"

Tidak, terima kasih. Aku tidak mau melatih otakku yang sudah lelah ini. Jika aku terbebani pikiran aneh lagi, semua kata-kata Inggris yang sudah aku susah payah hapalkan akan dimuntahkan lagi dari otakku.

"Sayang sekali. Mungkin aku akan membawa papan monopoly atau kapal perang lain waktu? Ah ya, gimana kalau kita bermain sesuatu yang kita berdua tahu? Apa usulmu?"

Apapun, atau mungkin tidak. Klub ini bukan Kelompok Penelitian Permainan Papan. Omong-omong, aku masih heran dengan semua kegiatan yang Brigade SOS telah lalui. Tidak pasti apa yang klub kurang beres ini sedang lakukan. Akupun tidak mau tahu, karena dengan begini kemungkinanku bertahan hidup akan bertambah. Jadi aku tak terdorong untuk melakukan apapun, itulah logika yang sempurna.

Koizumi meluruskan bahunya dan kembali menelaah buku caturnya. Dia mengambil kuda hitam dan menggerakkannya di atas papan.

Di sebelah Koizumi, dengan emosi lebih sedikit daripada robot, duduklah satu alien bernama Yuki Nagato, yang sibuk membaca buku. Alien pendiam dan aneh ini telah berganti kesukaan dari novel terjemahan ke novel bahasa asing asli. Dia sedang membaca buku yang sampulnya diceceri oleh bahasa yang tak dapat kumengerti, seperti buku petunjuk sihir saja. Aku tebak mungkin tulisan itu ditulis dengan bahasa Jawi kuno atau semacamnya. Aku yakin Nagato takkan mengalami kesulitan memahami prasasti Tugu.

Aku menarik kursi lipat dan duduk. Asahina-san dengan tangkasnya menyajikan secangkir teh di depanku. Siapa yang mau minum teh panas di hari yang panas.... Aku tak berniat protes apapun karena aku pasti akan membuat seluruh isi surga mengamuk, dan meneguk tehku dengan puji syukur. Hmm, tehnya menguap.

Di pojok ruangan ada kipas angin listrik yang Haruhi dapatkan entah dari mana. Bagaimanapun efek pendinginannya seperti menuangkan air mendidih ke setumpuk batu panas. Kalau kau bisa mengambil barang dari entah manapun, kenapa tidak memilih pendingin vertikal dari ruang guru?

Aku palingkan pandangku dari buku cetak Bahasa Inggris, dengan halaman-halamannya terhembus angin, beralih kembali ke kursi lipat dan meregangkan badanku.

Sadar bahwa aku takkan belajar sesampai di rumah, aku ingin menguji bisakah aku belajar lebih baik di ruang klub, tapi aku benar-benar tidak terusik oleh pelajaran, di manapun aku berada. Tak ada penyelesaiannya, sehingga tidak baik untuk kesehatan jasmani dan rohani untuk memaksa. Aku memainkan pensil otomatisku dan menutup buku, dan berniat memandangi penyetabil jiwaku. Dia, yang mampu mendinginkan hati pedasku, mengenakan kostum maid di seberangku, sedang mengerjakan soal matematika.

Melihat dengan sungguh-sungguh pada bukunya, lalu memutar-mutar halaman, terlihat sangat terserap pada pekerjaannya, lalu tiba-tiba dengan cepat menulis seperti diterangi oleh ilham, dan mengulang semuanya, itulah Asahina-san.

Dengan melihat seperti itu saja aku sudah merasa tenang. Tiba-tiba aku merasa iba, ingin sekali menyumbangkan seluruh uangku, terlepas dari uang sakuku, ke pengamen di jalanan tanpa pertimbangan macam-macam. Asahina-san tidak sadar atas perhatianku dan terus mengerjakan matematika. Semua gerak-geriknya membuatku tersenyum, bahkan aku sedang tersenyum. Seperti yang kulihat adalah anjing laut kecil yang imut.

Mata kami bertemu pandang.

"Ah, a.. apa ini? Apa kelakukanku tidak wajar?"

Asahina-san dengan paniknya menghindar, melumatkan hatiku lebih lagi. Hampir saja aku nyanyikan mazmurku pada bidadariku itu...

"Ya-ho!"

Pintu terbanting, seorang perempuan melangkah ke dalam dengan bangga.

"Maaf, maaf, aku telat."

Buat apa meminta maaf, tidak ada yang menunggumu.

Haruhi muncul dengan memegang setongkat bambu di atas pundaknya. Tongkat bambu itu masih segar dengan daun bambu hijau di sekelilingnya. Kenapa kamu membawanya ke sini? Untuk membuat kotak uang?

Haruhi menggembungkan dada dan membalas,

"Memang kenapa, ini buat menggantung permintaan tentu saja."

Kenapa? Kenapa lagi?

"Bukan apa-apa sih, aku hanya tidak pernah menggantung permohonan di tongkat bambu lama sekali, jadinya aku berniat melakukannya lagi di hari ini, perayaan Tanabata!"

... Seperti biasa, jangan harapkan makna yang mendalam.

"Dari mana tongkat ini?"

"Di hutan bambu di belakang sekolah.

Jika ingatanku sehat, daerah itu kepunyaan pribadi, kau pencuri.

"Apa urusannya? Akar bambu 'kan tumbuh di bawah tanah, jadinya tak penting kalau aku potong bagian atasnya saja. Beberapa nyamuk menggigitku tadi, gatal sekali. Mikuru-chan, tolong salepkan krim anti nyamuk di punggungku.

"Ya, sekarang juga!"

Asahina-san berjalan kecil-kecil membawa kotak palang merah seperti suster magang. Dia mengambil salep lalu menyelipkan tangannya ke dalam kerah seragam pelaut Haruhi dan sampai ke punggung Haruhi. Haruhi memiringkan badannya ke depan dan berkata,

"Sedikit ke kanan... terlalu ke kanan. Ya, di sana."

Haruhi sekarang terlihat seperti kucing piaraan yang dagunya dielus-elus dan memejamkan matanya dengan santai. Dia menaruh tongkat bambunya di jendela, menaikki meja pemimpin, lalu mengambil beberapa helai tanzaku entah dari mana dan tersenyum cerah.

"Sekarang, ayo tulis harapan kita!"

Nagato mengangkat kepalanya perlahan, Koizumi tersenyum hati-hati dan Asahina-san melebarkan matanya. Apa maunya kali ini? Haruhi melonjak dari meja, dengan roknya terkibar oleh angin selagi dia berkata,

"Tapi ada syaratnya."

"Syarat apa?"

"Kyon, kau tahu siapa yang mengabulkan permintaan pada Tanabata?"

"Orihime dan Hikoboshi bukan?"

"Betul. Sepuluh poin untukmu. Terus, kamu tahu bintang mana yang mewakili Orihime dan Hikoboshi?"

"Enggak."

"Bintang-bintang di Vega dan Altair?"

Koizumi menjawab secepat kilat.

"Benar! 85 poin untukmu! Itulah dua bintang yang dimaksudkan! Dengan kata lain, kau harus arahkan tongkat bambu yang ada tanzakunya ke arah bintang-bintang itu. Mengerti?"

Apa maksudmu? Dan cara penilaian apakah ini?

Heh heh. Haruhi tiba-tiba menunjukkan wajah bengisnya.

"Biar kujelaskan. Suatu benda takkan bergerak lebih cepat dari kecepatan cahaya, menurut Teori Khusus Relativitas."

Apa hubungannya teori itu dengan masalah ini? Haruhi mengambil sebuah catatan dari kantung roknya dan membacakannya keras-keras, "Sekadar untuk pengetahuan tambahan, dari bumi ini, jarak ke Vega dan Altair masing-masing dua puluh lima dan enam belas tahun cahaya. Artinya agar pesan kita tercapai ke bintang-bintang itu, lama waktunya dua puluh lima dan enam belas tahun. Itu faktanya, semuanya mengerti?"

Terus apa? Kenapa lagi kau mau-maunya meneliti hal semacam itu?

"Begitu juga dengan lama waktunya para dewa menerima permohonan kita, benar? Kita harus menunggu selama itu dahulu sebelum permohonan kita diterima. Jadi tulis permohonanmu untuk dua puluh lima atau enam belas tahun ke depan! Permohonan seperti 'aku mau punya selusin pacar nanti Natal' takkan berhasil, karena permohonannya takkan dikabulkan tepat waktu."

Haruhi melayangkan tangannya dan melanjutkan.

"Tunggu dulu, jika kita perlu sekitar dua puluh tahun, berarti untuk kembali lagi perlu lama waktu yang sama bukan? Berarti kita harus menunggu selama lima puluh tahun dan tiga puluh dua tahun masing-masing supaya permohonan kita dikabulkan?"

"Gimanapun juga, mereka 'kan dewa. Pastinya mereka mampu membantu kita. Pasti ada tawaran 50% penjualan setiap tahun!" Kapanpun cocok baginya, Hukum Relativitas akan dibuang olehnya.

"Semuanya mengerti kata-kataku sekarang? Jadi ada dua tipe tanzaku, datu untuk Vega, satu untuk Altair. Jadi tulis permohonanmu untuk dua puluh tahun dan enam belas tahun ke depan."

Benar-benar tidak masuk akal. Memohon dua permohonan untuk dikabulkan saat bersamaan benar-benar tidak tahu malu. Lagipula, mana mungkin kita tahu akan jadi apa kita nanti dua puluh lima atau enam belas tahun ke depan? Harapan terbaik adalah mendapat pesangon pensiun atau dana investasi secara benar dan bekerja dengan baik, pikirku.

Jika Orihime dan Hikoboshi bisa mendengar permohonan macam itu, pastilah kepala mereka pening. Mereka cuma bisa bertemu masing-masing tiap tahun, terus diminta hal-hal yang tolol. Kenapa kau tak himbau para politikus untuk membantu? Jika aku adalah para dewa itu, aku akan sarankan hal itu.

Bagaimanapun juga, seperti biasa, gadis ini terbiasa memikirkan segala hal yang aneh. Mungkin sekali ada lubang putih di kepalanya, karena akal sehatnya seperti bersumber dari alam semesta yang lain.

"Itu tidak sepenuhnya benar."

Koizumi berbicara seperti pengacara Haruhi. Tapi dia mengatakannya dengan bisikan sehingga hanya aku yang dapat mendengar. "Benar bahwa kelakukan dan omongan Suzumiya-san unik, tapi ditimbang-timbang dari keadaan sekarang, jelaslah dia mengerti akal sehat." Koizumi menyelipkan senyuman biasanya dan melanjutkan,

"Jika pola pikirannya abnormal, dunia ini takkan jadi sestabil ini. Dunia pastinya berada di bawah aturan-aturan yang aneh jika hal itu terjadi."

"Bagaimana kau pasti?" Aku tanya.

"Suzumiya-san berharap seluruh dunia akan berubah sedikit saja dan dia memiliki kekuatan untuk membangun ulang dunia dari serpihan-serpihan. Kau mestinya sudah tahu itu."

Jelaslah aku tahu. Tapi aku pun punya keraguan.

"Akan tetapi, sejauh ini, dunia belum sepenuhnya jatuh ke jurang irrationalitas, karena dia menghargai akal sehat lebih dari keinginannya sendiri."

"Contoh ini mungkin sedikit kekanak-kanakan, tapi," Koizumi mengangkat kepalanya dan berkata,

"Ayo kita andaikan bahwa dia ingin Sinterklas benar-benar ada. Dari pengetahuan umum, Sinterklas tidak pernah ada dalam kenyataan.

Karena, kondisikan Jepang saja, tidak mungkin seseorang memasuki rumah yang terkunci di tengah malam, meninggalkan hadiah tanpa ketahuan sedikitpun. Bagaimana Sinterklas tahu keinginan setiap anak setiap Natal? Dan tidak mungkin dia bisa memberi hadiah di rumah setiap anak itu dalam jangka hanya satu malam. Secara fisika tidak mungkin."

Yang ingin menganggapi penjelasan itu secara serius pastilah mengalami gangguan jiwa.

"Tentu saja, jadi karena itulah Sinterklas tidak ada."

Alasanku untuk berdebat dengannya adalah karena dia membela Haruhi, dan itu membuatku kesal. Jadi aku angkat pertanyaanku,

"Kalau kau benar, pastilah tidak mungkin alien, pengelana waktu dan esper ada di dunia? Lalu kenapa kau ada di sini?"

"Itulah yang membuatku dapat membayangkan Suzumiya-san merasa tidak nyaman dengan akal sehat yang ada di dalam pikirannya. Akal sehatnya telah sekali lagi menolak kemauannya - satu dunia di mana kejadian supranatural adalah norma sehari-hari."

Tidakkah itu berarti Haruhi memiliki akal sehat yang sedikit miring?

"Mungkin dia tidak bisa sepenuhnya melawan pikiran itu, yang menyebabkan aku, Asahina-san dan Nagato-san dipanggil ke sisinya, dan itulah alasannya aku dianugerahi kekuatan supranatural. Aku tidak yakin pendapatmu soal ini."

Paling baik aku bersikap ragu. Setidaknya aku bukan sepertimu, aku sadar sepenuhnya aku manusia biasa.

Tapi aku tak mungkin tahu bahwa keadaan itu berkat atau kutukan.

"Hey kamu! Jangan berbicara sembunyi-sembunyi! Aku sedang membincangkan sesuatu di sini!"

Merasa tidak terlalu senang aku dan Koizumi berbicara sendiri, mata Haruhi telah berubah bentuk menjadi segitiga selagi dia berteriak. Jadi aku dan Koizumi harus secara patuh kembali ke tanzaku dan pensil yang Haruhi berikan kepada kami.

Haruhi bernyanyi kecil dan mulai menulis; Nagato duduk diam dan memandang tanzaku; Asahina-san terlihat kesulitan menghadapi sesuatu yang lebih rumit daripada soal matematika yang sulit. Koizumi secara santainya bergumam, "Hmm, inilah sesuatu yang bisa dikerjakan", selagi memiringkan kepalanya. Apa kalian bertiga harus seserius itu untuk hal seperti ini? Tidakkah lebih mudah kalau kita bersikap santai dan tulis apapun yang kita mau?

...Dan jangan katakan permohonanmu akan menjadi kenyataan!

Aku mainkan pensilku dengan jari-jemariku dan memandang ke sekeliling. Batang bambu yang Haruhi "curi" tergeletak di kusen jendela yang terbuka, sehingga daun-daunnya terurai. Angin tenang yang menghembuskan daun-daun itu, menyegarkan suasana.

"Semuanya sudah selesai?"

Suara Haruhi membangunkan lamunanku. Di atas mejanya terdapat dua catatan:

"Biarkan dunia ini berputar denganku sebagai porosnya!"

"Aku harap bumi akan berputar terbalik."

Benar-benar penuh dengan coretan anak autis. Lebih baik lagi kalau hal ini adalah sebuah lelucon, tetapi Haruhi terlihat sangat serius ketika dia mengikatkan tanzakunya ke daun bambu.


Asahina-san menulis dengan tulisan tangan yang rapi dan lucu:

"Semoga keterampilan menjahitku meningkat."

"Semoga keahlian memasakku bertambah baik."

Harapan-harapan itu terlalu mengagumkan. Dia mengatupkan telapak tangannya dan berdoa kepada tanzaku yang ia gantung di daun bambu. Aku rasa dia pasti menulis sesuatu yang salah.


Tak ada yang menarik pada tanzaku Nagato, ditulis dengan huruf biasa, dia menulis kata-kata tunggal monoton seperti 'harmoni' dan 'pembentukan ulang'

Koizumi tidak banyak berbeda dari Nagato. Dengan tulisan tangan yang herannya tak rapi, dia menulis istilah mudah seperti 'kedamaian dunia' dan 'keluarga sakinah'.

Bagaimana denganku? Tidak sulit juga. Karena lama waktunya adalah dua puluh lima dan enam belas tahun, aku akan sudah jadi tua waktu itu, jadi harapan masa depanku adalah:

"Berikan aku uang."

"Berikan aku rumah besar dengan taman di mana aku bisa mandikan anjingku."

"Kamu benar-benar brengsek."

Haruhi mengumandangkan pikirannya setelah tercengang melihat catatanku. Dia secara tidak tersangka merasa terkejut pada permohonanku. Dalam jangka panjang, permohonanku akan lebih berguna daripada membalikan putaran bumi!

"Baiklah, cukup adil. Semuanya, ingatlah permohonan kalian sekarang! Tahap pertama akan datang enam belas tahun lagi. Ayo berlomba siapa yang paling cepat dikabulkan permohonannya oleh Altair!"

"Oh... pastilah... tentu saja..."

Aku pandangi lagi Asahina-san menganggukan kepalanya dengan ekspres serius selagi aku kembali ke kursiku. Sementara itu, Nagato telah menyelam kembali ke dunia buku-buku.

Haruhi mengikat batang bambu yang panjang itu keluar jendela dan meletakannya tegak. Dia lalu mengambil kursi di sebelah jendela dan duduk. Dia menempelkan pipinya ke kusen jendela dan memandangi langit. Sisi wajahnya yang itu terlihat murung, seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Orang itu memang gampang berganti siklus perasaan, padahal dia baru saja berteriak dengan semangat sesaat lalu. Aku buka buku pelajaranku, dan mulai mengerjakan soal latihan lagi. Selagi aku mencoba menghapal jenis-jenis kata sifat,

".....Enam belas tahun huh? Lama sekali."

Aku dengar Haruhi berbisik separuh nafasnya di belakangku.

Nagato membaca novel bahasa asingnya seperti patung. Koizumi mulai bermain catur sendiri. Aku berusaha belajar terjemahan Inggrisku. Selama ini, Haruhi masih duduk di sudut jendela dan memandangi lain. Dia sebenarnya indah untuk dipandang jika dia tetap duduk di sana tanpa bergerak. Pertamanya aku pikir Haruhi akan merebut daun dari buku Nagato, tapi entah kenapa sikap Haruhi yang sangat tenang itu mengkhawatirkanku. Aku curiga dia sedang merumuskan hal-hal yang akan membuat kami sakit kepala lagi.

Di sisi lain, sampai batas-batas tertentu, Haruhi terlihat mengalami depresi hari ini. Kadang-kadang dia hanya akan melihat ke lain dan menghembuskan nafas panjang. Hal ini seharusnya menggetarkan bulu kudukku lebih lagi. Badai akan muncul hanya setelah sesaat ketenangan; ini terlalu mengkhawatirkan. Kertanegara pun mengalami hal yang sama saat sebuah perayaan keagamaan sebelum kerajaan Singasarinya diserbu oleh Kediri.

Aku dengar suara sehelai kertas digoretkan sehingga aku angkat kepalaku. Duduk di seberangku dan sedang bekerja keras mengerjakan matematika, Asahina-san menaruh telujuknya di atas bibirnya dan mengedipkan mata kanannya, dia lalu memberiku tanzaku tambahan yang dia ambil sebelumnya. Setelah melirik pada Haruhi, Asahina-san lalu menarik tangannya dan menganggukan kepalanya dengan wajah gadis kecil yang baru saja berhasil membuat keisengan.

Niatku untuk menjadi partner seorang kriminal sudah sepenuhnya dibangunkan. Aku menarik cepat tanzaku itu dan membacanya dengan hati-hati.

"Tolong tetap tinggal di ruang klub setelah kegiatan hari ini sudah berakhir. - Mikuru-chan"

Pesan itu ditulis dengan tulisan kecil dan bulat.

Bagaimana bisa aku menolak.



"Mari bubar."

Haruhi mengisyaratkan dan dengan tangkas mengambil tasnya dan meninggalkan ruangan itu. Kelakukannya sedikit tidak biasa hari ini. Tindak-tanduknya yang sekuat mesin diesel truk seperti dijinakkan oleh satu mobil bertenaga surya. Mau bagaimanapun, nasibku sedang baik hari ini, aku kira.

"Berarti aku harus pergi sekarang juga."

Koizumi merapikan papan caturnya dan berdiri. Setelah menatapku dan Asahina-san, dia juga meninggalkan ruang Klub Sastra.

Nagato menutup buku tebalnya dengan suara yang keras. Oh, jadi kau juga mau beranjak pergi? Terima kasih atas pengertiannya... Selagi aku bersyukur pada keputusannya, Nagato berjalan ke arahku sediam seekor kucing.

"Ambil ini."

Dia mengambil sehelai kertas yang merupakan tanzaku yang lain. Aku tak bisa membantumu mengirimkan ini ke luar angkasa bahkan jika kau memberikannya padaku! Itulah yang kupikirkan selagi aku memandangi tanzaku itu.

Bentuk-bentuk geometri yang aneh adalah apa yang tergambar di atasnya. Apa-apaan ini? Penerjemahan tertentu dari Bahasa Sansekerta? Aku khawatir bahkan mesin Enigma saja tidak mampu memecahkan kode serumit ini.

Aku menguap dan mempelajari pola itu, yang bukan merupakan gambar ataupun kata-kata, tetapi segitiga, lingkaran dan gelombang dicampuradukan secara tidak teratur. Selagi itu juga Nagato telah mengangkat tasnya dan pergi dari ruangan itu.

Lupakan. Aku menaruh tanzaku itu ke kantung jaketku, lalu menghampiri Asahina-san.

"Ma... maaf, tapi aku harap kau mau datang denganku ke suatu tempat."

Undangan ini tidak datang dari tangan siapapun, kecuali tangan Asahina-san sendiri. Aku akan dikutuk oleh surga jika aku menolaknya. Aku bahkan rela melompat ke bongkahan besi panas jika dia memintanya.

"Tentu saja, ke mana kita akan pergi?"

"Itu... ehm.... tiga tahun yang lalu."

Aku menanyakan tempat, tapi dia malah menjawab waktunya. Tapi...

Tidak tiga tahun yang lalu lagi? Aku kira, lalu aku tiba-tiba merasa tertarik. Lagipula, Asahina-san mengaku bahwa dia adalah pengelana waktu dari masa depan yang tidak diketahui, walau aku tetap saja alpa pada hal itu sejak dia sangat imut. Tapi tiga tahun yang lalu? Kita pergi ke tiga tahun yang lalu? Apa itu artinya aku harus pergi menembus waktu?

"Y... ya..."

"Pasti, aku lebih dari senang bisa pergi, tapi kenapa aku? Apa yang akan kita lakukan di sana?"

"Itu... kamu akan tahu begitu kita sampai... mungkin..."

Hah?

Mungkin karena mimikku yang menunjukkan kebingungan, Asahina-san secara gempar menggoyang-goyangkan tangannya dan memohon dengan sepercik air mata di matanya.

"Aku mohon! Tolong jangan tanya apapun dan setuju saja sekarang! Atau aku akan.... ehm... suatu masalah akan menimpa."

"Baiklah. Kita pergi."

"Benarkah? Terima kasih!"

Asahina-san melonjak gembira dan memegang tanganku. Kebahagiaan Asahina-san adalah kebahagiaanku juga, hahaha!!!

Sekarang kalau dipikir-pikir, ketika Asahina-san menyatakan bahwa dia berasal dari masa depan, tidak ada seseorangpun yang mampu membuktikan pernyataannya. Sampai akhirnya aku bertemu Asahina-san versi lain yang sudah lebih dewasa lalu aku percaya ceritanya, tetapi aku masih curiga bahwa ada konspirasi berlangsung di belakangnya. Lalu tidakkah kesempatan ini adalah saat yang baik untuk membuktikan bahwa "Asahina-san datang dari masa depan"?

"Jadi, di mana mesin waktunya?"

Aku pikir kita hanya perlu merangkak ke dalam sebuah laci, tetapi Asahina-san berkata bahwa alat seperti itu tidak ada. Lalu bagaimana kita akan menlangsungkan perjalanan melintas waktu? Asahina-san mengikik kecil dan menggenggam apronnya lalu berkata,

"Kita akan pergi dari sini."

Hah? Di sini? Aku berputar dan melihat tanpa semangat ke sekitar ruang klub yang kosong di samping kita berdua.

"Ya, tolong duduk saja. Dan bisakah kau menutup matamu? Ya, santaikan bahumum juga."

Aku lakukan petunjuknya. Aku harap bagian belakang kepalaku tidak akan menabrak dinding tiba-tiba.

"Kyon-kun..."

Suara Asahina-san yang seperti tertindas mengusik telingaku. Nafasnya pelan sekali.

"Maafkan aku."


Aku punya firasat buruk tentang hal ini. Selagi aku mau membuka mataku, tiba-tiba kegelapan menyelimuti diriku. Aku jatuh pingsan ketika aku merasa mual dan kehilangan keseimbangan. Sebelum kegelapan itu tiba, aku renungkan, aku tidak akan setuju jika aku sudah tahu sebelumnya.

Ketika aku mengambil kendali kelima panca inderaku, pandanganku serasa terbalik sembilan puluh derajat. Semua yang seharusnya berdiri tegak sekarang melintang datar, ketika aku melihat lampu jalanan bergeser dari sebelah kiriku ke sebelah kananku, tepat di samping kepalaku.

"Oh, kamu sudah bangun?

Suara yang mirip suara malaikat membangunganku. Kesadaranku sudah berada di puncak sekarang. Apakah untaian nada yang berhembus di telinga kiriku itu? "Um... kalau kau tidak mengangkat kepalamu... lalu aku akan..." Asahina-san terdengar risih. Aku membalikkan mukaku dan mengecek di manakah aku sekarang. Sebuah kursi panjang di taman malam hari. Apa yang sedang terjadi? Aku tertidur di atas lutut Asahina-san, dan karena aku tertidur dari tadi, aku tidak punya ingatan apa-apa atas hal itu. Sangat mengashinakan. "Kakiku sudah mati rasa, kecapaian." Asahina-san tersenyum malu-malu dan menundukkan kepalanya. Aku tak tahu di mana dia pergi berganti pakaian, tapi kostum maid-nya telah berganti dengan seragam pelaut North High. Waktunya lebih dari cukup dari senja hingga larut malam untuk berganti pakaian, sementara aku tertidur pulas sepanjang itu. Tapi, kenapa aku tidur? Itu karena aku tidak dapat membiarkanmu tahu cara untuk berkelana melintasi waktu, karena itu adalah informasi rahasia... apa kau marah?" Tidak, aku tidak marah sama sekali. Kalau kau adalah Haruhi, aku sudah menghajarmu untuk meminta penjelasan; tapi karena orang ini adalah Asahina-san, aku tak akan merepotkannya sama sekali. Omong-omong, aku baru saja menutup mata dan tidur di kursi di ruang klub barusan, kenapa aku tiba-tiba ada di taman di tengah malam sekarang? Dan aku merasa aku pernah pergi ke taman ini sebelumnya. Aku ingat Nagato juga memintaku untuk menemuinya di taman ini sebelumnya. Apakah taman ini adalah tempat ziarah orang-orang aneh? Aku menggaruk kepalaku, ada sesuatu yang perlu ku tanyakan. "Di lintasan waktu manakah kita sekarang?" Asahina-san yang duduk di sebelahku menjawab. "Dari tempat asal kita, sekarang 7 Juli tiga tahun yang lalu. Sekarang jam sembilan malam kira-kira?" "Begitukah?" "Iya." Dia terlihat serius. Aku tidak pernah menyangka kita akan datang ke sini begitu mudahnya. Tentu saja, aku tidak senaif itu untuk mempercayai segala sesuatu yang dia beritahukan, aku harus membuktikannya dulu. Aku akan mencoba memanggil saluran cuaca dan waktu dari telepon. Selagi aku mau menanyakan Asahina-san rencana selanjutnya, bahu kiriku tiba-tiba terasa berat. Hah? Asahina-san kini membaringkan kepalanya di atas bahuku. Asahina-san kecapaian berbaring padaku; apa artinya di balik semua ini? "Asahina-san." Tidak ada respon. "Um........" "zzz....." Mengorok? Aku memajukan kepalaku ke depan lalu berputar 85 derajat ke kiri, dan melihat Asahina-san dengan matanya tertutup, bibirnya setengah terbuka selagi dia mengorok pelan. Apa yang sedang terjadi? Wush.... Rimbunan tanaman di belakang tiba-tiba bersuara. Jantungku terperanjat. Apakah itu? "Apa dia tertidur?" Yang keluar dari rerimbunan itu tidak lain daripada... Asahina-san yang lain. "Selamat malam, Kyon-kun." Asahina-san yang ini adalah versi yang lebih sempurna. Seorang wanita muda yang cantik, walaupun jauh lebih tua daripada Asahina-san yang tidur di atas bahuku, Asahina-san yang ini telah berkembang dari segala sisi. Walaupun masih terlihat imut, kharismanya sudah berlipatganda. Aku bertemu dengannya sekali, dan seperti terakhir kali, dia mengenakan blus putih dan rok mini warna biru yang ketat. Asahina-san yang ini kini berjalan ke depan kami. "Hehe, dari sudut pandang sini," Asahina-san dewasa mencubit pipi Asahina-san yang tertidur dan bergumam, "Dia terlihat kekanak-kanakan." Dia (Asahina-san dewasa) melanjutkan nostalagianya dengan merapikan seragam pelaut Asahina-san (kecil). "Jadi seperti inikah aku terlihat waktu umur segini?" Merasakan nafas pelan dari Asahina-san (kecil) di atas lenganku, aku terpegun duduk, berdecak kagum pada Asahina-san (besar). "Misinya lah untuk membawamu ke sini, tetapi dari sekarang, akulah yang bermisi untuk membimbingmu." Dengan gaya seperti orang idiot, aku bertanya pada Asahina-san, yang memberikan aura kedewasaan bahkan ketika tersenyum, "Um... hanya apakah..." "Aku tak dapat menjelaskan secara terperinci karena ini rahasia. Yang bisa aku lakukan sekarang adalah membimbingmu." Aku berbalik pandang ke Asahina-san yang sedang tidur di atas pundakku. "Akulah yang membuatnya tertidur karena aku tak boleh terlihat olehnya." "Kenapa?" "Karena waktu aku adalah dia, aku tidak melihat aku." Alasannya terdengar jelas dan membingungkan pada waktu bersamaan. Asahina-san yang mengagumkan itu mengedipkan satu mata dan berkata, "Pergi ke selatan mengikuti rel kereta di sebelah sana, kau akan sampai di sebuah SMP umum. Bisakah kau tolong seseorang yang sedang berdiri di dekat pagar sekolah nanti? Bisakah kau pergi sekarang? Dan aku harap kau takkan direpotkan kalau kau menggendong aku yang ini bersamamu, aku seharusnya tidak seberat itu." Dia terdengar seperti salah satu penduduk setempat di game-game RPG. Aku membayangkan harta karun apakah yang akan aku raih? "Hadiah? Tunggu..." Asahina-san dewasa dengan elegannya memegang dahunya dan berpikir dalam, lalu tersenyum dewasa, "Tidak ada yang bisa kutawarkan padamu, tapi kau dapat menciumku ketika aku masih tertidur. Dan pastikan waktu aku masih tertidur." Perjanjian yang sangat menarik! Itulah yang kuharap-harapkan selama ini. Melihat Asahina-san tertidur sangatlah imut sehingga aku tergoda untuk melakukannya, tapi... "Itu sedikit..." Entah karena perasaanku atau situasinya, aku tidak rasa hal itu pantas untukku. Jujur saja, aku jijik dengan kerasionalanku waktu itu. "Waktu semakin habis. Aku harus pergi sekarang." Apakah ini petunjuk kau memberiku kesempatan? "Oh, ya, tolong jangan biarkan dia tahu aku ada di sini. Ayo kaitkan jari kita dan berjanji." Aku langsung saja mengangkat kelingkingku dan mengkatikannya dengan jari kelingking Asahina-san (besar). Dapatkah sedikit lebih lama lagi? "Sampai jumpa, Kyon-kun," Asahina-san (besar) bertukar salam dengan ceria dan menghilang dalam kegelapan dalam waktu sekejap. Dia pasti telah meninggalkan lintasan waktu ini. "Sekarang jadinya..." Aku bergumam sendiri. Aku membayangkan kapan aku akan bertemu Asahina-san dewasa ini lagi? Aku punya perasaan dia belum berubah banyak sejak memberiku petunjuk aneh terakhir kali kita bertemu. Mungkin Asahina-san yang ini datang dari lintasan waktu yang lebih awal daripada Asahina-san yang sebelumnya. Aku tidak mengerti. Tidak mungkin aku mampu. Menimbang-nimbang perasaanku sekarang, mungkin saja aku akan bertemu lebih banyak lagi Asahina-san dari lintasan waktu yang berbeda.


Asahina-san, yang aku gendong di punggungku, tidaklah ringan, tapi dia juga tidak berat. Alamiah saja kecepatanku berkurang jadinya. Wajah bidadarinya menghembuskan nafas lembut dan sangat menggoda. Leherku jadi terasa gatal oleh karena itu.

Aku menghindari padangan para pejalan kaki (walaupun cuma sedikit waktu itu), dan menuju ke arah yang Asahina-san dewasa telah tunjukkan padaku. Selagi ku arungi perjalananku yang kira-ira sepuluh menit, semakin sedikit orang yang nampak di jalanan. Setelah berbelok di suatu sudut, akhirnya kami sampai ke tempat tujuan. SMP East. Aku telah mendengar tempat ini. Ini adalah SMP-nya Taniguchi dan Haruhi. Omong-omong, seseorang yang mirip dengannya sedang berdiri di depan pagar sekolah. Aku langsung mengenali sosok kecil yang sedang memanjat pagar besi itu.

"Hey!" Setelah berteriak, aku terkejut. Bagaimana aku tahu siapa orang ini? Terlalu luar biasa. Aku pandangi punggung orang itu, tingginya lebih pendek, dan dengan rambut gelap yang tidak panjang maupun pendek. Tentu saja, hanya ada satu orang yang kutahu yang mau menyelinap di malam hari dan menerobos pagar sekolah. "Apa?" Saat itulah, aku benar-benar merasa bahwa aku telah berada di realitas tiga tahun yang lalu. Benar-benar tidak bercanda, semuanya terlihat seperti aku sudah berkelana mundur melintasi waktu. Wajah orang itu, yang bersandar ke pagar, melihatku. Wajah itu adalah wajah komandan Brigade SOS yang aku kenal. Tidak mungkin ada yang mampu meniru sepasang mata yang gemerlap itu, itu adalah mata Haruhi. Walaupun dia memakai T-shirt dan celana pendek, dia tetap terlihat sama olehku. Tiga tahun yang lalu, Haruhi masih kelas satu SMP. Apakah ini orang yang Asahina-sna mau aku bantu? "Siapa kau? Penjahat seks? Atau penculik? Apapun juga, kau terlihat mencurigakan." Lampu jalanan yang suram menerangi jalanan dengan sinar putihnya yang kurang terang. Aku tak mampu melihat jelas ekspresi Haruhi, tapi Haruhi, murid kelas satu SMP, melihatku dengan pandangan penuh curiga. Siapa yang lebih mencurigakan? Anak perempuan yang mencoba memanjat pagar sekolah dit tengah malam? Atau aku yang berjalan-jalan menggendong seorang perempuan yang tertidur? Aku benar-benar tidak mau mempersoalkan itu. "Kaulah yang terlihat mencurigakan. Apa yang kau lakukan di sini?" "Apa lagi? Untuk memasuki tempat ini tanpa izin." Jangan membuka niat kriminalmu segampang itu. Ada batasnya menjadi tidak tahu malu! "Kau datang tepat waktu. Aku tak tahu kau, tapi kalau kau menganggur, tolong aku sedikit! Atau aku akan panggil polisi." Akulah yang seharusnya memanggil polisi, tapi aku sudah berjanji kepada Asahina-san yang lain. Omong-omong, kenapa aku selalu berada dalam keberadaan di mana Suzumiya Haruhi mengikatku? Bahkan di lintasan waktu ini? Haruhi melompat melewati pagar dan membuka gembok pagar itu. Dari mana kau mendapatkan kuncinya? "Aku mencurinya ketika tak ada yang mengawasi. Gampang sekali." Dia benar-benar berbakat mencopet. Haruhi menggeser pagar besi itu perlahan dan melambaikan tangannya. Aku berjalan menuju anak kecil ini, yang lebih pendek sekepala daripada dirinya tiga tahun ke depan, seraya memegang Asahina-san dengan hati-hati. Di sebelah pintu masuk SMP East ada lapangan rumput. Kompleks sekolahnya ada di seberang kami. Haruhi mulai berjalan mengitari lapangan yang gelap itu. Baguslah waktu itu masih gelap sehingga dia tidak bisa melihat wajahku atau wajah Asahina-san dengan jelas. Dalam waktu tiga tahun, tak akan pernah terpikir oleh Haruhi bahwa dia telah bertemu denganku dan Asahina-san waktu dia kelas 1 SMP. Jadi baiklah caranya begini, kalau tidak merepotkan nanti. Haruhi berjalan lurus ke pojokan lapangan dan memimpinku ke sebuah gudang persediaan alat olahraga. Di dalamnya ada gerobak yang rusak dan mesin penggambar yag menggunakan kapur digantung di rodanya, dan juga beberapa bungkusan bubuk kapur. "Aku sembunyikan ini sebelumnya di gudang ini sore ini, pintar sekali hah?" Haruhi membenggakan dirinya, lalu dia mengambil bungkusan bubuk kapur, yang hampir seberat dirinya, ke dalam gerobak dan mendorong kendalinya. Caranya mendorong gerobak meyakinkanku betapa kecilnya dia. Aku pikir murid SMP masih kekanak-kanakan pada tahun pertamanya. Aku menurunkan Asahina-san yang masih tidur dan membaringkannya pada tembok gudang itu dengan hati-hati. Tolong duduk di sana dan jadilah anak yang baik sekarang. "Biar aku yang melakukannya! Berikan aku benda itu, kau bawa mesin penggambar itu." Haruskah aku membantunya? Sepanjang ini aku telah diperintah seperti seorang budak oleh Haruhi. Dia bagaikan robot yang kehilangan kendali dan takkan berhenti hingga ia merusak segalanya. Dia masih sama dari dulu hingga sekarang. Sepertinya sifat asli seseorang tidak banyak berubah dalam waktu tiga tahun. "Ikuti instruksiku dan gambar garis-garisnya. Iya benar, kau yang ada di situ. Karena aku perlu mengawasimu dari tempat yang jauh untuk memastikan kau tidak membuat kesalahan. Ah! Kau salah menggambar di sana! Apa yang kau lakukan!?" Kemampuan untuk memerintah murid SMA yang tidak pernah ia temui sebelumnya tanpa banyak rintangan, pastilah anak perempuan ini Haruhi. Jika aku bertemu dengan orang ini untuk pertama kalinya waktu itu, aku akan menebak dia pasti sakit jiwa. Jika aku bertemu dengannya sebelum bertemu dengan Nagato, Asahina-san dan Koizumi, pastilah aku berpendapat begitu.



Mengikuti instruksi Haruhi, aku gambar sekumpulan garis putih di sebelah kiri dan kanan lapangan. Selama tiga puluh menit, tidak ada satupun guru yang berjaga malam muncul, dan tidak ada pula mobil polisi yang menyelidiki setelah menerima protes dari para tetangga. Mungkinkah pola simbolik yang aneh yang Taniguchi sebutkan muncul di lapangan digambar oleh aku sendiri dan bukan yang lain? Aku terdiam dan melihat pola yang aku kerjakan dengan susah payah. Haruhi datang dan merebut mesin penggambar dariku. Dia mulai menggambar beberapa garis lagi seraya bertanya. "Hey, apa kau percaya alien itu ada?" Mendadak sekali. "Aku rasa iya." Wajah Nagato melintas dalam benak. "Bagaimana dengan pengelana waktu?" "Hmm, tidak mengejutkan kalau mereka ada." Sekarang juga, aku sendiri seorang pengelana waktu. "Bagaimana dengan esper?" "Mereka ada di manapun, benar?" Aku tiba-tiba membayangkan bintik-bintik merah melayang di sekitar. "Dan slider?" "Aku belum bertemu dengan mereka." "Hmmm...." Haruhi meleempat mesin penggambar dan menggosok kapur ke wajahnya dengan bahunya. "Hmm, seharusnya ini cukup." Aku mulai merasa tidak enak, apa karena aku baru saja mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya diucapkan? Haruhi menengadah padaku lagi dan berkata, "Apa itu seragam North High?" "Iya." "Apa namamu?" "John Smith." "..... Apa kau idiot?" "Bolehkah aku gunakan nama samaran kali ini saja?" "Dan siapa perempuan itu?" "Dia saudara perempuanku. Dia menderita kelainan tidur yang bernama narcolepsy. Dia sudah menjadi seperti itu entah berapa lama, tiba-tiba jatuh tertidur kapan dan di mana saja, sehingga aku perlu membawanya ke mana-mana." "Hmmm...." Haruhi menggigit bibirnya dan membalikan badan, menunjukkan sikap ketidakpercayaannya. "Omong-omong, apa gunanya ini?" "Kau tidak bisa menebak? Ini pesan." "Untuk siapa? Jangan bilang untuk Hikoboshi dan Orihime?" Haruhi terlihat terkejut dan membalas, "Bagaimana kau tahu?" "Hari ini 'kan Tanabata. Aku tahu seseorang yang suka hal ini juga." "Benarkah? Aku mau bertemu orang itu. Benar ada orang seperti itu di North High?" "Yup." Kapanpun juga, orang yang seperti itu hanyalah kau. "Hmm...North High hah....." Haruhi membisikkan sesuatu ke dirinya sendiri. Dia terdiam seribu bahasa untuk sesaat lalu tiba-tiba melihatku lagi. "Aku pulang sekarang. Aku telah mencapai apa yang kuingini. Sampai jumpa." Dia berlari begitu saja dengan gembira. Tidak ada sepatah perkataan terima kasih? Betapa kasarnya, tapi inilah kelakukan Haruhi. Apalagi, dia tidak pernah memberitahukan namanya sampai sekarang. Aku rasa lebih baik begitu.


Kita tidak bisa tinggal seperti ini saja untuk selamanya, jadi aku memutuskan untuk membangunkan Asahina-san. Tentu saja, setelah aku mengembalikan mesin penggambar dan bubuk kapur yang Haruhi tinggalkan kembali ke gerobak di gudang itu. Tidur seperti seekor kucing, Asahina-san terlihat sangat imut dan aku tergoda untuk menjahilinya, tapi aku melawan keinginanku dan perlahan menggoyangkan bahunya. "Um.....huh. Eh?...." Selagi matanya terbuka, Asahina-san mulai memandang ke sekeliling tanpa henti. "EH!?" Dia berteriak dan berdiri saat itu juga. "D,d,d.... di mana ini? Kenapa? Kapankah sekarang?" Apa yang harus ku jawab? Ketika aku sedang memikirkan jawabannya, Asahina-san lalu menjerit, "AH!!!" Bahkan dalam kegelapan, aku dapat melihat wajah putihnya menjadi pucat sekali. Asahina-san dengan panik menggeleparkan kedua tangannya. "TPDD-nya... hilang. Aku tak bisa temukan~~." Asahina-san mulai menitikkan air mata lalu sekejap menangis. Dia terlihat seperti seorang anak kecil yang tersesat selagi dia mengkucek-kucekan matanya. Tapi sekarang bukan saatnya mengagumi keimutannya. "Apa itu TPDD?" "HIk~~........ Itu informasi rahasia. Aku tak boleh berkata... benda itu semacam mesin waktu. Aku menggunakan itu untuk sampai ke lintasan waktu ini....tapi aku tak bisa menemukannya. Tanpa itu, kita tak bisa kembali ke lintasan waktu asal kita......" "Lalu bagaimana benda itu hilang?" "Aku tak tahu.....Aku tak semestinya menghilangkannya....tapi sekarang benar-benar hilang." Aku membayangkan Asahina-san dewasa, yang menyentuhnya tadi. "Tak ada kah yang akan datang dan membantu..." "Tidak mungkin.Hik~~."


-- Bersambung --