Ero Manga Sensei (Bahasa Indonesia):Jilid 2 Bab 4
Bab 4[edit]
Beberapa jam kemudian. Matahari sudah terbenam, dan keadaan diluar sudah gelap. Aku dan Elf sedang berbaring di ruang keluarga rumah Izumi, kelelahan. Aku dudak di sofa sedangkan Elf menjatuhkan kepalanya ke atas meja.
"................................"
"................................."
Kami sudah seperti ini sejak kami kembali. Tak satupun dari kami mengatakan apapun, kami nampak seperti dua mayat. Mempertimbangakan apa yang terjadi sebelumnya...
Ketika gadis berpakaian kimono itu mengumumkan identitas aslinya.
Saat itu, Muramasa telah menekan Elf dengan agak berlebihan, dengan refleks dia membantah:
"Ha? Apa yang kau lakukan? Omong kosong apa yang kau katakan? Kau menyebut dirimu sendiri seorang senior muda? Enyahlah!"
Meskipun aku tidak tahu darimana bagian 'senior muda' ini berasal, tapi Elf seperti yang diduga masih bisa membalasnya, bahkan di dalam kondisi seperti ini.
Sedangkan aku... mungkin karena luka mentalku --- aku sangat takut kepada Muramasa-senpai...
Lagipula, Aku tidak bisa melakukan apa-apa sedangkan Elf bisa, Maka dari itu---
"Yamada Elf-sensei --- bukan? Itu adalah perkataanku, enyahlah."
Muramasa-senpai mengabaikan aku dan mulai berdebat dengan Elf.
"Ini adalah masalah pribadi antara aku dan Masamune-kun."
"Ha? Apa yang sedang kau bicarakan?"
"Kau adalah seorang penulis terkenal dengan penjualan dua juta, bukumu akan dibuat dalam bentuk anime, benar kan?"
Itu adalah apa yang Elf katakan sebelumnya. Tidak ada yang salah.
"Ya! Berlutut dan jilatlah sepatuku!"
Elf membusungkan dadanya dan berkata:
"...........Mwu."
Muramasa-senpai terdiam. Tapi kemudian dia berpaling kepada kagurazaka-san:
"Kau adalah editorku, bukan? Namamu ---"
"Kagurazaka, Muramasa-senpai....aku tahu, kau lupa dengan namaku..."
Kagurazaka-san menjawab. Muramasa-senpai kelihatannya malu:
"...Ya."
"Kita jarang bertemu, dan pertemuan kita yang terakhir sudah lama sekali, jadi itu dapat dimaklumi. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, fokus saja kepada situasimu. Aku adalah editor dari kalian berdua, jadi aku harap jika kalian berdua bisa menyelesaikan ini. Ditambah lagi jika aku mencoba, kalian berdua tidak akan berhenti."
"Itu benar."
Kagurazaka-san berkata bahwa 'dia perlu untuk bertemu seorang penulis terkenal nanti'. Jadi maksudnya adalah Muramasa.
Tunggu....gadis ini....
...Dia bahkan tidak mengingat nama editornya sendiri ?
Jadi bagaimana caranya dia bisa bekerja sebelumnya? Luar biasa.
"Sebelum itu....Kagurazaka-san, tolong beritahu aku berapa banyak bukuku yang sudah terjual?"
"...Kau, kau sendiri tidak tahu, kan?"
".............."
Tepat sasaran. Wajah Muramasa-senpai memerah.
Tapi...dia bahkan tidak tahu berapa banyak bukunya yang sudah terjual? Bagaimana dengan pendapatannya? Apakah dia bahkan peduli?
Seniorku ini tentu saja belum mencapai masa puber, pendapatan dia pastilah diatur oleh penanggung jawabnya.
Tetap saja... dia sungguh tidak tahu?
"Seorang penulis yang tidak tahu hasil penjualan dia sendiri... kau mengingatkan ku kepada seseorang yang tidak berani untuk melihat komentar terhadap dirinya. Sungguh, dalam hal ini kalian berdua benar-benar bermasalah."
Elf mengguman kepada dirirnya sendiri.
Omong-omong, kenapa aku ditarik kedalam hal ini ?
Kami sedang membicarakan sesuatu, jadi kenapa dia perlu menarikku kedalam hal ini?
"Penjualan Muramasa-sensei adalah ----"
Dengan perlahan Kagurazaka-san menjawab:
"Empat belas juta lima ratus ribu."
Medengar itu, Muramasa-senpai terkejut:
"...Oh... Seratus ribu, lima ratus?"
"Ada empat angka nol lagi dibelakangnya."
Muramasa-senpai tertegun, lalu dia mulai mengitung dengan jarinya.
"Itu...tidak mungkin...uang saku bulananku hanya ¥4.500.... "
Tidak seperti keluarga Yamada, orang tuanya pasti sangat kaku.
Keluargaku juga sama, pendapatanku juga diatur oleh orang tuaku.
"Apa yangkau lakukan? Melakukan pertunjukan jari? "
Elf berkata dengan nada capek, dan bosan, sehingga menyadarkan Muramasa.
"Ya. itu artinya --- Yamada-sensei, aku akan mengatakannya lagi. Enyahlah."
Dia batuk dua kali:
"Karena penjualanku lebih dari sepuluh juta, kau harus mendengarkan apapun yang kukatakan! Kita punya perbedaan penjualan lebih dari sejuta, itulah faktanya --- kaulah yang mengatakannya seperti itu."
Sepertinya itu adalah alasan kenapa dia menanyakan hasil penjualannya.
Dan alasan kenapa dia terkejut karena dia tahu 'Penjualanku seharusnya lebih tinggi daripada Elf, tapi aku tidak terlalu yakin'. Itu menjelaskan reaksinya.
Kenyataanya dia menggilas habis lawannya.
"...Kuhhhhhhhh!! Kuhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!"
Elf menggertakkan giginya menahan marah.
Tapi dia tidak mengatakan apapun, dia hanya berdiri saja disana.
"Baik, si pembuat masalah sudah bisa diatasi. kembali ke topik utama, Masamune-kun."
"----------------"
Dia berpaling ke arahku, semua keraguan dan kepanikan hilang dari matanya.
Itu tidak masalah buatku. Aku juga tidak ingin berbasa-basi denganya.
Seniorku berkata:
"Kelihatannya kau marah, junior."
"Karena senpai mengejek mimpi kami dan kau berkata kau akan menghancurkannya."
"Ah. Dan?"
Bagaimana bisa aku sanggup menahan ini?
"Tarik kembali perkataan itu, meski jika kau adalah seniorku, aku tidak akan memaafkanmu."
Aku menatapnya secara langsung. Tiba-tiba, ekspresinya berubah, dia tersenyum:
"Jangan mengulangi perkataan dari salah satu karakter utamamu. Hm, tapi apa yang kau katakan terdengar bagus, maka aku akan melanjutkan peran sebagai orang jahat, untuk menantangmu --- yang terakhir, outline novelmu mundur setahun karena aku dengan sengaja mencuri tempat itu. "
"--- Apa?"
Jadi kau sengaja mengirimkan naskahmu lebih cepat daripada aku untuk mengambil termpat itu? Untuk memaksaku menunggu selama setahun?
Jadi kaulah orang yang menyebabkan semua masalah ini.
"Aku juga mengetahui tentang apa yang kau tuliskan dengan bertanya kepada editormu. Sehingga lumayan mudah untuk mengambil tempatmu."
Dengan perlahan Muramsa-senpai mengumumkan:
"Aku melakukannya dengan maksud jahat, dengan tujuan untuk menghancurkanmu."
"Hey, Muramasa-sensei!!!"
Kagurazaka-san hendak mengatakan sesuatu, tapi Muramasa-senpai menghentikannya dengan satu tatapan tajam.
Dia menaruh jari telunjuknya ke bibirnya dan membuat sinyal 'diam'.
"Kau sengaja menghancurkan outline novelku? Mungkinkan pada tahun lalu...?"
"Tahun lalu? Apa?"
"Tahun lalu, kita mengirimkan naskah dalam waktu yang hampir bersamaan. Jenis yang sama, sama-sama penulis muda... karenanya bukuku ditolak terus menerus, dan itu membuatku tidak bisa menerbitkan satu buku pun. Apakah kau juga melakukan itu dengan sengaja?"
“--------------------------------------“
Mata Muramasa-senpai melebar.
Dia terlihat seperti dia tidak menyangka aku akan menanyakan itu.
Atmosfir diantara kami tidak tertahankan.
Setelah diam beberapa saat, dia....menarik nafas panjang dan menjawab:
"Bagaimana jika aku mengatakan iya?"
"Maka, aku akan membencimu."
"................"
Muramasa- senpai melihat kesamping, sehingga ekspresinya mustahil untuk dilihat.
"..Omong-omong, aku tahu kapan waktu kau tiba disini. Itulah kenapa aku memilih waktu setelahnya untuk bertemu denganmu."
Untuk menghancurkan mimpiku. Hanya untuk mengatakan itu kepadaku dia datang kesini.
Aku masih tidak bisa memahami dirinya.
"Kenapa kau selalu mencoba menantangku bertarung?"
Dia tidak peduli kepada orang lain. Dia tidak pernah marah. Dia tidak pernah tertarik kepada apapun. Persis seperti seorang pendeta - apakah itu benar?
Mendegar pertanyaanku, Muramasa-senpai memelototiku:
"Karena aku membencimu. Izumi Masamune - aku benci kepada orang yang tetap berpegang teguh kepada mampi kekanakan itu. Sekarang ini, mimpimu sedang menghalangi mimimpiku, aku bahkan lebih membencimu karena menulis novel tidak berguna seperti itu.
Jadi dia ingin menghancurkanku.
Muramasa-senpai sekali lagi mengumumkan tujuannya.
...Ah... jadi begitu...aku paham.
Meskipun alasan-alasan untuk waktu susahku dimasa lalu sudah terungkap walau agak terlambat...mereka tetaplah telah terungkap...
Karena dia adalah musuhku, bukan saingan tetapi musuh, yang hanya ingin menghancurkan lawannya..
"....Apakah kau ingin menambahkan syarat bahwa yang kalah harus mematuhi yang menang?"
Aku menatapnya tajam:
"Siapapun yang memenangkan Turnamen Dunia Light Novel bisa memerintah yang kalah untuk melakukan apapun."
"Hei hei, tunggu Masamune..."
Elf memegang tanganku dengan perasaan khawatir, tapi aku tidak peduli.
"Jika tidak, maka kita tidak akan bisa mengakhiri ini. Aku akan mengatakan ini sebelumnya, aku tidak akan menyerah kepada mimpiku hanya karena satu kekalahan. Tidak peduli berapa kali kau mengalahkanku, aku akan mewujudkan mimpiku."
Di sisi yang lain, Muramasa juga sama. Dia tidak akan melepaskanku hanya karena aku menang.
"Jadi mari kita bertanding. Aku menang, kau tidak akan pernah lagi menghalangi mimpi kami. Aku kalah...kau bisa melakukan apapun yang kau suka kepadaku."
"Itu lebih baik dari apa yang kuharapkan... jangan menyesalinya."
Muramasa terkejut, tapi dia setuju.
Oh? Sungguh? Aku tentu saja akan menang, orang ini benar-benar ingin membuat taruhan seperti itu?
Itu pasti apa yang sedang dia pikirkan.
Jika aku menjelaskannya menggunakan analogi Yamada Elf-sensei...
Poin tempur 14.500.000 melawan poin tempur 220.000
Aku benar-benar tidak punya kesempatan menang - normalnya.
Itu dapat dimengerti. Kalian tidak tahu seberapa takutnya aku.
"Ya! Mimpi kami tidaklah kekanakan! Kami tidak akan kalah darimu!"
Aku berseru:
"Bertarung sampai mati Muramasa! Aku akan membuatmu berlutut didepan mimpi kami!"
--- Pada dasarnya seperti itu.
Lalu kami menaiki kereta api dalam diam. Tidak ada dari kami berdua yang ingin melapor kepada Eromanga-sensei, kami berdua terlalu lelah dan ambruk di ruang keluarga.
Jatuh dengan kepala terlebih dahulu diatas meja, Elf berkata dengan lelah:
...Maaf, Masamunne. Kau membuat pertaruhan konyol itu karena diriku."
"Bagaimana bisa itu adalah salahmu?"
"Karena... kau tidak tahan melihat Muramasa memandang rendah diriku.. jadi kau marah dan membuat taruhan itu, benar kan? Biar kulihat... mungkin ada jalan yang lainnya..."
"Ha? Omong kosong apa yang kau katakan? Itu bukanlah seperti itu."
Elf melihat keatas, kaget:
"Eh? Tidak seperti itu?"
"Tentu saja tidak. Apa yang kau katakan?"
"Lalu, lalu kenapa..."
"Kenapa aku terlihat seperti ini? Yah, sejujurnya, aku juga tidak yakin."
Aku terduduk di sofa.
"Aku tidak menyesal membuat taruhan itu kepada dia. Seperti yang kau katakan, mungkin saja ada jalan lain. Tapi meski aku punya mesin waktu dan kembali ke waktu itu, pilihanku mungkin saja tetap sama."
Karena dia berani mengatakan mimpi kami kekanak-kanakan.
Kau tidak dapat memutuskan itu dengan sendirinya tanpa membaca apa yang kutulis sebelumnya.
Ini tidak bisa dimaafkan.
Tetap saja ---
"meski aku tidak menyesalinya, aku merasa malu."
"Apa maksudmu?"
"Aku sendiri yang mempertaruhkan mimpi kami --- sendirian. Lalu disinilah aku, masih tetap tidak menyesalinya, masih tetap tidak berfikir bahwa aku melakukan sesuatu yang salah...aku merasa aku berhutang budi kepada partnerku Eromanga-sensei, orang yang menolongku membuat outline novel itu, adikku yang menggambar ilustrasi untukku, sebuah permintaan maaf..."
Itu adalah alasan kenapa aku terlihat seperti ini.
"Aku sungguh --- tidak tahu harus mengatakan apa kepada adikku."
Oleh karena itu ketika aku kembai ke rumah, aku berada disini daripada pergi ke lantai dua.
Tapi...
"Apa yang kau lakukan, idiot? Kau salah paham."
Tiba-tiba Elf berdiri dan berkata.
Tatapan tak bernyawa yang ad di matanya tadi sekarang sudah hilang tak berbekas.
"Kau selalu berkata bahwa kau menyukai adikmu dll dll, tapi kau sama sekali tidak mengerti dia ---"
"Eh?"
Sebelum aku sempat menanyakan apa maksud ari eprkataannya, Elf menarikku.
Diwaktu yang bersamaan ---
Thud thud thud
Aku mendengar getaran langit-langit yang memandakan panggilan.
Elf melihat keatas dan menepuk punggungku.
"Pergilah. Dia memanggilmu. Pergi."
Aku didorong keluar, lalu kakiku secara otomatis memebawaku ke ruangan terkunci.
"...Ini aku, Sagiri."
Aku mengetuk dengan pelan....tidak ada jawaban.
"...Eh?"
Tapi tadi dia memanggilku...
Aku menunggu sejenak, tapi tidak ada yang terjadi. Sama ketika dia kembali menjadi Eromanga-sensei seperti sebelumnya.
'Sa, Sagiri?"
Aku menggerakkan tanganku kearah gagang pintu tanpa banyak berharap --- tapi pintunya tidak dikunci.
Dari celah yang kecil, ruangan itu terlihat gelap, dan aku tidak bisa melihat dengan jelas kedalam.
"Aku masuk...."
Aku ragu-ragu sejenak, tapi aku masuk kedalam.
Dan kemudian ---
"....Ah."
Ada sesuatu yang besar diatas ranjang.
"Sa, Sagiri ? Apa kau sedang tidur?"
[...Hmph.]
"Wow."
Suara tidak senangnya berasal dari speaker komputer, bukan dari arah selimut... Kelihatannya dia membawa itu bersamanya.
"Kau tidak tidur. Apa maksudnya ini ?"
[Hmph! Aku tidak peduli lagi padamu! Kau Casanova**!]
"Eh? Ehhhh?"
Tunggu, apa? Kenapa dia terdengar sangat marah?
Itu sudah jelas bahwa aku tidak berbicara dengannya sama sekali sejak aku pergi keluar pagi ini.
[Apakah kencanmu menyenangkan?]
"Ha?"
[....Aku bertanya apakah kencanmu menyenangkan.]
"Apa?"
[...Tch...dibandingkan dengan seorang gadis yang menolak untuk pergi keluar, pergi berkencan dengan seseorang diluar itu pastilah lebih baik. Kau bahkan bisa makan kue bersama-sama.]
"Er...maksudmu apa yang Elf tulis?"
Aku sedang berkencan dengan Izumi Masamune-sensei!
[........................]
Tepat sasaran!
"Tunggu, sudah jelas bahwa Elf bercanda, aku mengatakan kepadamu bahwa aku pergi keluar untuk bertemu dengan editorku! Meski itu benar bahwa kami makan kue bersama, itu tidak dihitung sebagai sebuah kencan!"
[...........Hmph!]
"Aku mengatakan yang sebenarnya! Percayalah!"
Kenapa aku menjelaskan itu kepada adikku? Dan kenapa itu kedengarannya seperti aku sedang membuat alasan?
[Lalu kenapa kau membawa Elf-chan ke ruang keluarga? Apa yang kau rencanakan?]
"Hei, bagaimana bisa kau tahu itu tanpa keluar dari ruangan ini?"
[Hmph, aku bisa mencium itu dari jauh.]
Sungguh? Apakah ini kemampuan spesial dari seorang hikikomori?
[Dan lalu? Kenapa kau bermesraan dengan Elf-chan di ruang keluarga?]
"Itu bukanalah apa yang kulakukan!"
Ketika aku sedang mencoba menjelaskan bahwa aku tidak pergi berkencan dengan Elf, ataupun aku 'bermesraan' dengan dia, Sagiri tiba-tiba berbisik:
[...Nii-san, kau tidak boleh berpacaran dengan seorang gadis sepanjang hidupmu, paham?]
....Dia tiba-tiba memberikanku perintah yang tidak masuk akal itu.
"Kenapa...sepanjang hidupku?"
[Ya. Sepanjang hidpumu. Karena....]
"Karena apa?"
[Tidak ada! Kenapa kau tidak segera datang! Apakah kau tahu bagaimana khawatirnya aku?]
"Itu karena ---"
Aku mengaku.
"Aku merasa bahwa... aku perlu meminta maaf kepadamu."
[Apa?]
Mendengar itu, Sagiri mengeluarkan kepalanya dari balik selimut.
[Apa maksudmu?]
Aku berdiri dan melihat ke matanya...lalu mengambil nafas panjang dan mengatakan kepadanya apa yang terjadi hari ini.
"Sebenarnya ---"
- * * * * *
Catatan Penerjemah dan Referensi[edit]
Mundur ke Bab 3 | Kembali ke Halaman Utama | Maju ke Epilog |