Tate no Yuusha Jilid 1 Bab 1 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Revision as of 07:45, 5 June 2017 by C.I.U (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Bab 1 : Panggilan Kerajaan

"Hmm..."

Sekarang aku sedang pergi mengunjungi perpustakaan di daerah tempat tinggalku, untuk sekedar jalan-jalan dan membaca beberapa buku di sana.

Tunggu, ini sungguh awal yang buruk. Bahkan aku sendiri belum memperkenalkan diri. Namaku Iwatani Naofumi, seorang mahasiswa tahun kedua, dan aku adalah salah satu orang yang bisa kalian panggil dengan sebutan otaku. Sebelumnya aku tidak biasa melakukan ini, tapi setelah aku mengenal video games, anime, dan budaya otaku lainnya, sangat kecil kemungkinan aku bisa kembali melakukan sesuatu yang membosankan seperti belajar.

Setelah orangtuaku sadar kalau aku sudah menjadi anak yang tidak bisa diharapkan, mereka memutuskan untuk lebih memperhatikan adikku, dengan memaksanya untuk masuk ke sekolah ternama untuk "menjamin masa depannya". Celakanya, kurasa dia sudah dibuat depresi, karena tekanan untuk mewujudkan harapan mereka dengan segala persiapan untuk ujian masuknya, akhirnya kini dia mewarnai rambutnya hingga menjadi kuning, dan gaya bicaranya pun sudah seperti seorang anak punk. Sungguh saat-saat yang menyedihkan bagi keluarga kami.

Tapi, akhirnya seorang pahlawan pun datang : Aku!

Aku mendekati adik kesayanganku yang mudah marah itu, dan menyuruhnya untuk memainkan suatu game simulasi kencan yang sangat populer.

"Lo ngeledek gua atau apa, hah?! Pergi gak lo!"

"Heehh, percaya aja sama kakak lo ini, dan coba mainin ini, oke?"

Aku tahu alasan kenapa adikku jadi seperti itu. Karena tidak seperti diriku yang bisa melakukan apapun yang kumau, dia selalu dipaksa untuk tidak melakukan hal lain selain belajar dan belajar. Dia juga pasti sangat membutuhkan sesuatu untuk menghilangkan kejenuhannya. Dan ketika seorang spesialis relaksasi sepertiku memberinya saran, yah, bahkan adikku itu tidak punya pilihan lain selain mengikuti rasa penasarannya.

...Untuk mempersingkat cerita, dengan ini, jumlah otaku di dunia ini sudah bertambah satu. Sejak hari itu, kamar adikku benar-benar berubah dan dipenuhi pernak-pernik dari game simulasi kencan yang aku sarankan. Selain itu, stresnya juga hilang, dan dia berhasil lolos ujian dan menjadi siswa di SMA super yang ternama. Bohong kalau aku bilang hal itu tidak membuatku jengkel.

Sebagai gantinya, berkat usahaku itu, kini orangtuaku mendukungku dan akhirnya aku bisa menikmati kehidupan perkuliahanku dengan bebas. Walaupun itu tidak menghilangkan statusku sebagai yang dikambing-hitamkan dalam keluarga Iwatani.

Lagipula, sampai di mana aku tadi? Oh ya, di perpustakaan.

Kini orangtuaku memberiku uang bulanan sebesar 10.000 yen, yang dengan cepat kuubah menjadi beberapa novel ringan, manga, dan majalah dewasa. Aku juga memperoleh 50.000 yen dari pekerjaan sampinganku, tapi pada saat ada comiket[1] musim semi, musim dingin, dan segala macam festival lokal yang ada, semuanya tak jauh berbeda dari sebelumnya. Nyatanya, untuk sementara waktu, mungkin aku akan tinggal di rumah orangtuaku.

Tapi, tetap saja aku masih bisa hidup semauku, jadi aku tidak perlu minta uang tambahan. Sampai sekarang, selama uang kuliah dan makanku masih tercukupi, semua itu bukanlah masalah. Meskipun itu semua tidak mengubah fakta kalau aku ini melarat, jadi dengan alasan berhemat, aku menghabiskan waktuku dengan membaca buku yang ada di toko buku dan perpustakaan dengan acak.

Terkadang aku berpikir untuk memainkan kembali game online yang dulu sering kumainkan, tapi itu berarti aku akan masuk ke dalam pusaran pembuang waktu yang tak berujung. Kalian tahu, aku ini adalah orang yang menghargai waktu lebih dari apapun. Daripada berlomba untuk memperoleh gelar dalam game seperti yang orang lain lakukan, aku lebih suka menggunakan waktuku untuk mendapatkan uang. Sebenarnya, waktu itu juga aku pernah mempunyai sebuah karakter dalam game yang menjual item langka.

Celakanya, berdasarkan semua kejadian itu, berarti di dunia nyata, aku punya lebih banyak waktu luang tanpa tahu apa yang harus kulakukan - lalu perpustakaan lah yang jadi solusinya.

Hal ini terjadi ketika aku menelusuri rak buku novel fantasi. Kalian mungkin belum mengetahuinya, tapi cerita fantasi itu sama tuanya dengan sejarah ras manusia. Bahkan kitab suci saja pada dasarnya adalah sebuah novel fantasi, kalau kalian membandingkannya dengan benar.

"Empat Senjata Suci?"

Entah kenapa, sebuah buku tua yang lapuk dengan tulisan judulnya yang hampir pudar, tiba-tiba jatuh dari rak buku. Mungkin orang terakhir yang membacanya menaruhnya dengan ceroboh? Atau mungkin semua ini memang sudah takdir. Tanpa pikir panjang, aku langsung duduk di sebuah kursi dan mulai membacanya.

balik*

balik*

balik*

Kelihatannya cerita di buku ini dimulai dengan latar cerita yang mengerikan. Banyak hal yang menggambarkannya seperti itu, tapi intinya adalah tentang adanya satu ramalan yang menyebutkan akhir dari dunia. Berdasarkan ramalan tersebut, dunia akan hancur oleh banyaknya gelombang bencana yang datang. Untuk mengatasi kekacauan tersebut, rakyat di dunia itu pun memanggil para Pahlawan dari Dunia Paralel untuk menyelamatkan mereka.

"...sungguh jalan cerita yang sangat sering dipakai, tapi rasanya aku tidak seharusnya berharap lebih dari buku ini yang hanya peninggalan dari masa lalu. Barang ini pasti sangat populer pada zamannya."

Empat Pahlawan itu dipanggil, dengan disertai empat senjata suci: pedang, tombak, busur panah, dan perisai.

"Haha, apa? Perisai itu bukan senjata, tapi sebuah pelindung!"

Aku pun tertawa kecut, tapi masih terus membacanya. Pada akhirnya, para Pahlawan tersebut pergi berkelana untuk membangun kekuatan, dan meningkatkan kemampuan mereka demi melawan Gelombang Bencana.

hoahm*

Rasa kantuk mulai menyerangku. Yang benar saja, haruskah dalam ceritanya ditambahkan satu atau dua gadis cantik, agar para pembaca tidak bosan dan terus membacanya? Maksudku, secara teknis di buku ini memang diceritakan tentang seorang puteri raja, tapi gadis itu malah terkesan mirip seorang pelacur. Caranya berinteraksi dengan para Pahlawan sungguh menjijikan. Contohnya saja, dia hanya memilih seseorang yang dia sukai dan terus menempel padanya, begitu?

Oh iya, setidaknya di ceritanya ada cukup pengenalan tokoh, seperti Pahlawan Pedang yang Cekatan, dan Pahlawan Tombak yang Bijak. Lalu diteruskan dengan Pahlawan Busur yang membasmi kerajaan korup, mirip dengan sosok Robin Hood. Tapi ketika ceritanya masuk pada pengenalan Pahlawan Perisai...

"Hah?"

Tanpa sadar, aku menghela napas saat kubalikkan halaman selanjutnya. Satu halaman tentang Pahlawan Perisai benar-benar kosong. Tidak peduli berapa kali kubalik, tetap tak ada apapun.

"Ada apa ini?"

Sebelum aku sadar apa yang sedang terjadi, penglihatanku mulai memudar, dan akhirnya aku kehilangan kesadaranku. Bahkan dalam mimpi terburukku sekalipun, aku tidak pernah membayangkannya - dalam sekejap - aku sudah berada di dunia lain.

  1. [1] Comiket atau Comic Market adalah acara pameran komik yang diadakan 2 kali setahun pada musim semi dan musim dingin.