Tate no Yuusha Jilid 1 Bab 17 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Revision as of 20:36, 17 June 2017 by Ddn Master Lich (talk | contribs) (→‎Bagian 1)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 17 : Baju Perang Bandit (Zirah Barbarian)[edit]

Bagian 1[edit]

“Oh, siapa lagi pelanggan yang tiba ini, kalau bukan si bocah perisai? Sudah satu minggu sejak kalian pergi.”


Setelah kembali ke ibukota, kami langsung pergi ke toko senjata. Dan untuk alasan tertentu, penjaga toko dibuat tercengang setelah melihat Raphtalia.


“Padahal belum lama sejak terakhir kita bertemu...tapi lihatlah betapa cantiknya kau sekarang.”

“Haah?”


Sebenarnya apa yang sedang dia bicarakan itu? Kenapa Paman penjaga toko menggumamkan hal yang aneh-aneh?

Tate no Yuusha Volume 1 Image 7.jpg

“Kau telah tumbuh dengan baik...penampilanmu sekarang jauh berbeda, dengan sosok gadis yang lusuh dan kelaparan sebelumnya.”

“Tolong jangan membandingkan itu, seakan berat badanku sekarang sudah naik.”


Seakan risih mendengar pernyataan penjaga toko, Raphtalia terlihat gelisah sambil menggesekkan jari-jari kedua tangannya. Reaksinya itu terlihat menjijikan! Sikapnya mengingatkanku pada si perempuan jalang itu.


“Gahaha, kau telah tumbuh menjadi seorang wanita yang menawan.”

“Tumbuh apanya? Yah, kalau level-nya sih memang sudah tumbuh.”


Seminggu yang lalu, dia masih Level 10, dan sekarang dia sudah mencapai Level 25. Tapi apa penampilan fisiknya berubah sebanyak itu?


“Hmm...kau ini cukup sinis juga orangnya, tahu tidak?”

“Aku tidak tahu, omong kosong macam apa yang kau bicarakan ini.”


Mungkin tidak salah kalau seseorang melihat gadis berumur 10 tahun dan menyebutnya imut. Tapi karena selama ini dia hanya makan daging, daging, dan daging terus, mungkin itu yang membuatnya jadi sedikit tembem. Setiap kali perutnya mulai keroncongan, kami akan segera memasak daging monster yang telah kami kalahkan. Aku khawatir kalau-kalau dia sampai terkena penyakit Beriberi[1], karena pola makannya yang tidak seimbang. Karena itu aku mulai menambahkan tanaman obat ke dalam makanannya, meskipun itu memilukan bagi hati dan dompetku.

Akhir-akhir ini dia belum terbatuk sama sekali, mungkin berkat efek obat pemulihan yang mulai bekerja.


“Apa yang kalian lakukan seminggu ini? Berburu?”

“Pegawai di penginapan desa sudah mengajariku sopan santun di meja makan. Karena suatu saat nanti, aku ingin bisa bersikap anggun saat makan malam seperti Tuan Naofumi.”

“Kelihatannya sebentar lagi kau akan bisa melakukannya.”


Tidak disangka, penjaga toko sedang dalam suasana hati yang baik hari ini. Kalau ini dipertahankan, dia mungkin akan menawarkan perlengkapan kualitas tinggi pada kita. Karena itu teruskan ambil hatinya, Raphtalia!


“Jadi, hari ini kau ada urusan apa denganku?”

“Haha, aku berencana membeli beberapa perlengkapan.”


Aku katakan itu sambil menunjuk ke arah Raphtalia. Dan sebagai balasannya, dia menggenggam jariku dengan erat, disertai senyum menakutkan di wajahnya.


“Tolong untuk kali ini, perhatikan juga perlengkapan pelindung untuk Tuan Naofumi.”

“Aku mengerti. Tapi untuk apa coba?”

“Aku minta kau pikirkan sendiri apa alasannya.”

“Mmm... Baiklah, untuk bersiap menyambut gelombang yang akan datang, mungkin?”

“Kalian ini sedang mendebatkan apa, hah? Aku benar-benar tidak bisa menebak, apa maksud dari perkataan nona muda ini...”


Lagipula, apa yang sedang mereka bicarakan ini? Bukankah aku dan Raphtalia sudah memutuskan, akan membeli perlengkapan untukku?


“Jadi, sepertinya kita akan memilihkanmu suatu zirah. Berapa banyak uang yang akan kau gunakan?”

“Sekitar 180 koin perak, kalau kau tidak keberatan.”


Raphtalia langsung menakar uang belanja kami tanpa menanyakan persetujuanku dulu. Dan itu sedikit membuatku kesal. Kalau kita memakai uang sebesar itu, kita tidak akan bisa membeli senjata baru untuknya!


“Biar kulihat... baiklah, saran terbaikku untuk zirah di kisaran uang kalian, adalah zirah rantai yang di sana.”

“Zirah rantai itu...?! BAHH!!!”


Emosi negatif mulai menyeruak dari dalam tubuhku. Itu akan sangat merendahkanku, kalau aku harus membeli kembali perlengkapan yang dulunya adalah milikku.


“Yah... kalau si bocah perisai ini sangat membencinya, kurasa kita harus mencarikan pilihan yang lain.”


Penjaga toko menjawab sembari menggaruk kepalanya, karena mengerti dengan sikapku, yang kemudian mencarikan perlengkapan lain dari tempat penyimpanan di tokonya.


“Jujur saja, cukup sulit memilihkan perlengkapan yang cocok, dengan kisaran uang yang kalian sebutkan. Menurut kalian, bagaimana dengan zirah pelat besi ini?”


Dia menunjuk ke arah zirah yang dimaksud. Itu berasal dari lembaran besi besar dan ditempa menjadi... sebuah zirah pelindung lengkap. Zirahnya dihiasi dengan lambang ibukota. Aku tahu! Di duniaku, inilah yang mereka sebut sebuah “zirah berpelat lengkap” atau semacamnya. Zirah jenis ini, katanya, untuk menggerakkannya saja sangat melelahkan; bahkan si penggunanya sampai tidak bisa bangun sendiri; dan yang terakhir, pengguna zirah ini paling cepat tenggelam di daerah rawa.


“Membutuhkan stamina fisik yang cukup untuk mengenakan zirah ini. Kelemahan satu-satunya adalah, fitur ‘Air Walk’ belum ditambahkan ke dalamnya.”

“Fitur ‘Air Walk’?”

“Sebuah pengaturan yang bisa membuat si pengguna meringankan beratnya, dengan menggunakan energi sihir mereka. Itu sungguh kemampuan yang hebat.”

“Aku setuju denganmu.”


Di dunia ini, pada dasarnya sebuah zirah lengkap yang tidak mempunyai fitur Air Walk, tidak ada bedanya dengan karung pasir yang kaku. Itu sudah melenceng dari tujuan awalnya. Walau umumnya zirah itu bisa digerakkan lebih leluasa, kalau si penggunanya memiliki kekuatan fisik yang cukup. Walau bagaimanapun, untuk saat ini, aku masih belum memiliki stamina sebesar itu.


“Sepertinya bisa kita buat lebih ringan dan murah, dengan melepas bagian-bagian yang saling menumpuk...”

“Jadi, nak, sedari tadi kau sudah memikirkan hal itu ya.”

“Bukankah memang seharusnya begitu?”

“ ‘Pelat pelindung dada besi’ tentu lebih murah harganya. Tapi lingkup perlindungannya sangat terbatas.”

“Hmm... Di samping dibutuhkannya kemampuan pertahanan yang tinggi, namun kalau itu harus mengorbankan kemampuan bergerakmu, akan terasa sia-sia saja.”


Memang bagus kalau daya tahannya sekeras tembok kota, tapi akan jadi masalah besar kalau aku tidak bisa bergerak sama sekali. Aku ingin menghindari memakai pelindung, yang mengurangi pergerakan sebisa mungkin. Fitur Air Walk, huh? Aku penasaran, berapa banyak biaya tambahan untuk memasang fitur itu.


“Dengan begitu... mungkin aku bisa membuatkan zirah khusus untukmu, kalau kau membawakanku bahan-bahannya...”

“Boleh juga, aku juga lebih memilih pembuatan zirah seperti itu.”

“Wajahmu terlihat puas, nak... Kalau begitu, kita akan melanjutkan rencana ini.”

Bagian 2[edit]

Paman penjaga toko membentangkan sebuah kertas gulungan, yang bertuliskan nama-nama bahan di dalamnya.


“Aku tidak bisa membaca ini.”


Walaupun aku berbicara dengan penduduk dunia ini berkat fitur penerjemah dari perisaiku, aku masih tidak bisa mengartikan tulisan di dunia ini. Penjaga toko pu terlihat bingung, jadi dia membaca dan menjelaskan semuanya padaku.


“Kau bisa membeli beberapa besi dan logam tembaga dari bengkel penempa di sana. Setelah itu, bawakan aku beberapa kulit Usapiru, Porcupine, dan bulu Pikyu Pikyu.”

“Ini kulit dan bulunya.”


Sambil tersenyum, Raphtalia dengan senang mengeluarkan kulit dan bulu dari tas bawaan kami. Semua bahan itu kami gunakan untuk selimut dan alas tidur, karena terasa hangat dan empuk. Tapi... yah, aku rasa tidak apa-apa dipakai untuk membuat zirahku.


“Kualitas zirahnya akan sedikit buruk. Tapi masih bisa digunakan.”

“Kalau begitu apa gunanya membuat zirah itu?”

“Zirah yang akan kubuat adalah Zirah Barbarian. Kekuatan pertahanannya menyamai zirah rantai, dan melindungi sebagian besar bagian badanmu. Mungkin akan terasa sedikit dingin, tapi zirah ini sangat kuat.”

“Oh...”


Zirah Barbarian... Kedengarannya agak kurang mengenakkan.


“Untuk bonusnya, ada teknik khusus untuk menambahkan fitur magis, tapi itu bisa dilakukan nanti, setelah kalian selesai membawakan bahan-bahannya.”

“Kedengarannya cukup menjanjikan. Baiklah, ayo kita pergi dan beli beberapa besi dan tembaga.”

“Ayo kita pergi! Ayo kita pergi sekarang!”


Raphtalia dengan bersemangat menarik tanganku menuju ke luar toko senjata.


“Kenapa kau sampai sesenang ini?”

“Tuan Naofumi sebentar lagi akan terlihat seperti seorang petualang sejati. Aku tidak sabar ingin melihatnya.”

“Y-yah... Kurasa juga begitu.”


Dia pernah bilang kalau penampilanku terlihat seperti orang desa. Walaupun zirah pesanan ini sedikit memberi kesan bandit yang liar, sepertinya harus kuterima, karena tidak ada pilihan lain. Kemudian kami pergi ke bengkel penempaan logam, dan membeli beberapa logam tembaga dan besi yang dibutuhkan. Paman yang ada di bengkel itu, menyeringai dengan lebar saat melihat Raphtalia. Raphtalia pun dengan anggun melambaikan tangan untuk berpamitan padanya. Bahkan aku sendiri tidak ingin mulai mengomel, karena keberadaan sifat penyuka anak kecil di dunia ini.


“Mengumpulkan bahannya ternyata tidak butuh waktu lama.”

“Itu semua berkat usaha kalian sendiri, benar kan, nak?”

“Yah, begitulah. Apalagi kebanyakan kenalan Paman di sana itu adalah lolicon. Aku bisa menebak langsung dua atau tiga orang dari mereka.”

“Lolicon? Demi Melromarc, kau ini bicara apa?”

“Apa kau tidak tahu arti lolicon? Aku pikir perisai ini sudah menerjemahkan artinya padamu.”

“Bukan begitu, aku hanya tidak mengerti, kenapa kau menganggap rekan kerjaku punya kecenderungan menyukai gadis yang jauh lebih muda...”

“Mereka bilang Raphtalia itu manis, dan akhirnya menjual lebih murah bahan-bahan ini untuk kami.”

“Nak... kau benar-benar belum tahu?”

“Belum tahu apa?”

“Paman, sudah tidak apa-apa.”


Raphtalia mengatakan itu sembari menggelengkan kepalanya karena suatu alasan. Paman penjaga toko kelihatannya juga mengerti. Setelah menghentikan pertanyaannya, dia melemaskan bahunya dan menatapku.


“Ini akan selesai besok, jadi tolong datanglah untuk mengambilnya.”

“Cepat juga selesainya, kupikir akan butuh setidaknya dua hari sampai kau bisa menyelesaikannya.”

“Hmm, itu mungkin saja untuk pelanggan yang lain. Tapi kau ini berbeda, nak.”

“Untuk pertama kalinya, aku merasa sangat berterima kasih padamu.”

“Wahaha, jawabanmu itu serasa seperti penggaruk bokongku di siang bolong.”


Sudah jelas dia mengolok-olokku, hanya karena aku sedikit menunjukkan perasaanku yang telah terbantu olehnya.


“Jadi, berapa harga zirah khusus ini?”

“Harganya sekitar 130 koin perak... dan itu sudah termasuk biaya tembaga dan besinya. Tidak termasuk fitur tambahan kalau kau menginginkannya.”

“Apa itu harga dasarnya? Aku pikir bisa lebih murah, karena aku membawa sendiri bahan yang dibutuhkannya.”

“Wahaha, ini sudah termasuk bahan bawaanmu, sampai harganya bisa turun menjadi 130 koin perak, aku tidak bisa menurunkan harga lebih dari ini.”

“Aku mengerti. Kalau begitu tidak masalah bagiku.”


Aku mengeluarkan 130 koin perak dan menyerahkannya kepada penjaga toko.


“Terima kasih telah membeli di toko ini.”

“Ah, itu benar. Paman, aku ingin membeli sebuah senjata dengan kisaran harga 90 koin perak.”

“Tebakanku pasti untuk nona muda ini?”

“Haha...”


Itu benar. Pedang biasa yang kami beli minggu lalu, sekarang sudah terasah seperti baru. Jadi, apa tidak sekalian saja kita minta tukar-tambah?


“Raphtalia.”

“Baik.”


Raphtalia mengeluarkan pedang di pinggangnya, dan meletakkannya di meja kasir.


“Aku ingin melakukan tukar-tambah. Dan ini, untuk membayar sebagian biayanya.”

“Hmm... sepertinya akhir-akhir ini kalian merawat perlengkapan kalian dengan baik.”

“Semua itu berkat perisaiku.”


Jeda pengasahannya akan berakhir pagi besoknya, kalau kami memasukkan senjata yang mau diasah sebelum tidur. Selain membersihkannya, tentu saja pengasahan ini menajamkan bilah pisaunya agar bisa mengiris dengan mudah.


“Itu perisai yang sangat berguna... aku juga ingin punya perisai seperti itu.”

“Kau takkan bisa memakai senjata lain nantinya, tahu.”


Aku ini sama saja dengan sebuah tembok yang tak bisa menyerang. Kalau ada yang menginginkannya, dengan senang hati akan kuberikan. Itu pun kalau memang bisa.


“Kekurangannya itu akan cukup merepotkan.”

Bagian 3[edit]

Aku menunggu proses tukar-tambah sambil menahan kesal, karena mendengar tawa aneh penjaga toko.


“Tidak ada sedikitpun bintik karat di bilah pisaunya. Seperti yang dibayangkan dari Perisai Legendaris, kekuatannya sungguh hebat.”


Paman penjaga toko menyuarakan kekagumannya, sambil mengamati daya tahan pedang itu.


“Biar kulihat... dengan keadaan yang seperti ini, aku bisa memberimu sebilah pedang besi sihir.”


Pedang besi sihir tentu lebih kuat daripada pedang besi, dilihat dari tingkatan senjatanya.


“Harusnya itu sudah diberi lapisan BloodClean, kan?”

“Urgh, akan kutambahkan itu sebagai bonus. Aku tahu selama ini kau sudah bekerja keras, nak!”


Paman penjaga toko senjata benar-benar seorang pria yang mengagumkan. Kalau dipikir lagi, dia sudah memberiku banyak bonus, semenjak aku dirampok dan tidak memiliki harta sedikitpun.


“Terima kasih...”


Jauh dari lubuk hatiku yang terdalam, aku ucapkan kata-kata itu dengan tulus kepada Paman penjaga toko.


“Nak. Syukurlah sekarang aku bisa melihat binar tatapan mata, yang sama seperti pertama kali kita bertemu. Kau sudah banyak membuatku terkesan.”


Wajah penjaga toko juga terlihat puas, sembari dia serahkan pedang besi sihir pada Raphtalia.


“Senjata yang hebat bisa menunjukkan kemampuannya, kalau digunakan oleh orang yang ahli, dan senjata itu bisa juga menjadi sampah tak berharga, kalau digunakan oleh orang yang tidak berbakat. Meski begitu, aku yakin kau bisa menguasai kekuatan senjata itu sepenuhnya. Tetap berjuanglah dengan seluruh kemampuanmu, nona muda.”

“Baik!”


Raphtalia pun menyarungkan pedang barunya di pinggangnya, dengan mata yang berkobar penuh semangat.


“Baiklah, silahkan datang lagi besok, sekitar seperti waktu sekarang.”

“Aah.”

“Terima kasih banyak!”

“Sampai jumpa lagi.”


Dan dengan begitu, kami pun meninggalkan toko senjata tersebut. Karena urusan kami sudah selesai, kami membayangkan akan makan apa sekarang, dan apa yang akan kami lakukan sebelum malam tiba. Meskipun aku tidak bisa mengecap rasa apapun, aku masih butuh makan, sama seperti orang lain yang merasakan lapar. Di tanganku tersisa 10 koin perak. Semua uang yang kami kumpulkan selama seminggu, habis seketika. Oh, baiklah. Itu memang sudah kuperkirakan sebelumnya, dan koin yang tersisa ini masih cukup untuk biaya kami ke depannya. Dan untungnya, ada banyak cara untuk mendapatkan uang.


“Ah, benar juga. Apa kau mau makan di restoran yang pernah kali kita datangi sebelumnya?”

“Apa kau yakin tidak apa-apa?”

“Aku tidak sabar ingin melihat sifat rakus Raphtalia, saat sedang melahap semua makanan di piringnya.”

“Tolong jangan menggodaku begitu! Duh, aku ini sudah bukan anak kecil lagi!”


Raphtalia yang tadinya ceria, sekarang menjadi marah sembari menggembungkan pipinya. Kenapa kau mendadak bertingkah seperti wanita dewasa, padahal seminggu lalu kau bersikap seperti gadis kecil? Sepertinya anak ini sedang dalam masa menuju kedewasaan.


“Iya iya. Kau sungguh-sungguh ingin makan. Aku mengerti itu, sungguh aku mengerti kemauanmu.”

“Tuan Naofumi bahkan tidak mendengar sedikitpun apa yang aku bicarakan.”

“Tidak apa-apa. Kau memang sudah dewasa. Atau kalau harus kusebutkan... kau benar-benar ingin ‘melahap’ sesuatu, kan?”

“Kau pikir aku tidak tahu, kalau tatapanmu itu sama dengan tatapan mengasihani anak kecil?! Aku tidak lagi butuh dikasihani seperti itu!”


Ya ampun, dia memang sedang dalam masa yang merepotkan. Haruskah kami memesan Makan Siang Anak-Anak untuknya? Kami pun masuk ke restoran yang menyajikan menu tersebut.


“Selamat datang!”


Oh? Pegawai pelayan yang sekarang, memandu kami dengan sopan menuju meja kami. Apa ini dikarenakan potongan rambut Raphtalia yang baru? Mereka sangat kejam dalam menilai hal kecil seperti ini.


“Aku akan memesan menu termurah yang kalian punya, dan bawakan gadis ini makan siang untuk anak-anak, yang ada bendera di atasnya.”

“Tuan Naofumi!”


Pelayan itu memeriksa kembali pesanan kami, dengan ekspresi bingungnya saat memandangiku dan Raphtalia secara bergantian.


“Err, tolong buatkan aku menu termurah juga.”

“B-baik.”


Pelayan itu mengangguk pada Raphtalia, dan kembali ke dapur.


“Kenapa kau melakukan itu? Apa kau sebegitu tidak sukanya dengan makan siang anak-anak?”

“Sudah kubilang, aku ini sudah besar.”

“Um... baiklah kalau kau tetap memaksa...?”


Kurasa keinginannya ini tidak akan berubah. Untuk sementara, akan kubiarkan keegoisan Raphtalia ini. Lagipula ini bisa disebut hadiah untuknya, dengan membolehkannya makan apapun yang dia suka.

Referensi :[edit]

  1. Beriberi adalah suatu penyakit yang disebabkan kurangnya asupan vitamin B1, dan menimbulkan dampak seperti bengkak-bengkak dan pembesaran pada betis. (dikutip dari Wikipedia)