Tate no Yuusha Jilid 1 Bab 18 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Revision as of 00:04, 19 June 2017 by Ddn Master Lich (talk | contribs) (→‎Bagian 2)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 18 : Jam Pasir Naga[edit]

Bagian 1[edit]

Hari berikutnya, kami pun mendatangi toko senjata.


“Yah, inilah bocah yang kita tunggu-tunggu.”

“Bagaimana dengan pesanan kami?”

“Sudah selesai! Sudah kusiapkan dari tadi.”


Paman penjaga toko mengatakan itu, sambil mengeluarkan satu set zirah dari balik meja kasirnya. Bentuk set zirah yang diambilnya, terlihat kasar tanpa polesan lebih mendalam, dan memang terkesan... seperti pakaian bandit pemberontak; ada hawa liar yang terpancar darinya. Kulit Usapiru yang empuk, dan bagian mirip wol-nya, dipakai untuk bagian di sekitar leher, sedangkan area dadanya terdiri dari pelat logam. Sambungannya tidak terbuat dari logam, tapi menggunakan kulit Porcupine. Saat kusentuh, bisa kurasakan bulu Pikyu Pikyu yang mengisi lapisan dalam pelindung kulit nya.


“...Aku akan mengenakan zirah ini?”


Bagaimana cara menjelaskannya ya, ini terlihat seperti yang sering dikenakan para pimpinan bandit. Sebenarnya apa yang mereka pikirkan, sampai menamainya “Zirah Barbarian”? Aku akan terlihat mirip yankee[1] di tahun 90-an saat mengenakan pakaian itu.


“Kenapa, nak?”

“Tidak, aku hanya berpikir kalau penampilan zirah ini, memberi penggunanya kesan seorang bajingan yang jahat.”

“Kau ini bicara apa sore-sore begini, nak?”


Huh?


“Apa dari awal kau bermaksud mengataiku seorang bajingan yang jahat?”


Aku memang mengambil pilihan paling efisien untuk mendapatkan uang, tapi bukan berarti aku melakukan tindak kejahatan, paham?


“Pasti akan cocok saat dikenakan olehmu, Tuan Naofumi!”

“Raphtalia... kau-...”


Bukannya itu sama saja dengan mengakuiku sebagai seorang bajingan yang jahat?


“Selain itu, cobalah pakai agar kami bisa melihat penampilan barumu.”

“Urgh... kalau bisa aku tidak ingin sampai memakainya... tapi sepertinya tak ada pilihan lain, karena kita sudah susah payah demi membuat zirah ini.”


Setelah masuk ke ruang ganti, aku pun segera berganti pakaian. ... Bahkan aku tidak bisa mengungkapkan kekagumanku dengan kata-kata, setelah menyadari betapa cocoknya ukuran zirah ini di badanku. Ini adalah sesuatu yang hanya bisa dibuat oleh Paman, seorang pemilik toko sejati yang ahli membuat senjata dan zirah. Dia bisa tahu ukuran persis badanku hanya dari sekali lihat. Aku keluar dari ruang ganti, dan menunjukkan penampilan baruku kepada penjaga toko dan Raphtalia.


“Hmm... wajahmu memang tidak cocok dengan kesan barbar-nya, tapi bisa kulihat sorot mata seorang bandit pembunuh di matamu.”

“Hah? Maksudmu tatapan mataku ini seperti seorang penjahat?”

“Nak, kau ini terlalu sensitif dengan menanggapi hal-hal kecil seperti ini.”


Sialan, maksudmu itu apa, hah?


“Tuan Naofumi, kau terlihat sangat cocok memakai zirah itu, dan kau terlihat KEREN!”


Raphtalia memujiku sambil tersenyum. Tanpa kata, aku balas dengan memelototi Raphtalia. Dengan tatapan ter jahat, dan menyakitkan yang kubisa.

... Atau itulah yang ingin kulakukan.

Sebenarnya di lingkungan seperti apa tempat dia dibesarkan itu? Ah, aku lupa kalau Raphtalia ini seekor Demi-human. Mungkin karena itu dia mempunyai selera berpakaian yang berbeda denganku. Aku memeriksa statusku, dan melihat apakah pertahanan zirah ini setara dengan zirah rantai. Dan ternyata, pertahanannya dibuat sedikit lebih tinggi. Penjaga toko mengedipkan satu matanya padaku. Jadi ini, bonus yang dia janjikan untuk kami, harus kuakui dia cukup pengertian juga.


“Haah... Terima kasih.”


Jujur saja, aku tidak terlalu suka mengenakan pakaian seperti ini, tapi tidak ada pilihan lain, karena aku harus bersiap menghadapi gelombang yang akan datang. Aku yakinkan diriku dengan alasan tersebut.


“Kalau begitu, apa yang harus kami lakukan?”

“Aku ingat, kalau akhir-akhir ini suasana di dalam kota jadi semakin tegang.”

“Gelombangnya sebentar lagi akan tiba, tapi kapan dan di mana kemunculannya?”

“Huh? Memangnya tidak ada yang memberitahumu, nak?”

“Memberitahu apa?”


Informasi yang penjaga toko ketahui, dan tidak aku ketahui... pasti adalah bentuk perlawanan negeri ini terhadap bencana yang mendekat. Sambil mendengarkan perkataan paman penjaga toko, diam-diam aku mengutuki mereka semua.


“Kau tentu pernah melihat menara jam yang besar, dan terkenal di area pusat kota ini, kan?

“Yah, hanya sekilas. Aku lebih sering berada di luar tembok kota.”

“Jam Pasir Naga ada di dalam bangunan itu. Saat butir pasir terakhir jatuh, para Pahlawan beserta semua rekan mereka, akan di’teleportasi’kan ke tempat gelombang bencana itu akan terjadi. ”

“Oh..?”


Tidak diragukan lagi... sebelumnya raja brengsek itu pasti sudah memberitahukan hal ini, pada para Pahlawan dan semua rekan mereka.


“Kalau kau tidak tahu di mana gelombang itu akan muncul, kenapa tidak kau coba datangi menara jam itu?”

“Sepertinya aku harus memeriksanya...”


Akan sangat merepotkanku, kalau aku tidak tahu kemana aku akan diteleportasikan. Aku berencana mampir kesana untuk sekedar memastikan saja.


“Baiklah, Paman.”

“Sampai jumpa lagi!”

“Sampai kita bertemu lagi.”


Kami pun berpamitan, lalu pergi menuju menara jam. Menara jam itu adalah bangunan tertinggi di seluruh ibukota. Kalau dilihat dari dekat, tingginya bisa menyaingi bangunan modern di duniaku. Untuk alasan tertentu, atap dari menara jam itu berbentuk kubah, mirip seperti bentuk atap gereja. Sepertinya tidak dikenakan biaya atau harus membeli karcis untuk masuk ke sana, gerbangnya terbuka lebar, dan orang-orang terlihat berlalu-lalang menuju dan keluar dari bangunan itu.

Mengenakan pakaian mirip seorang suster gereja, resepsionis wanita di sana memandangiku dengan curiga. Dia mungkin mengenali wajahku ini.


“Anda ini Pahlawan Perisai, benar?”

“Haha, seperti yang kau lihat, aku datang ke sini karena batas waktu jam pasirnya hampir habis.”

“Kalau begitu, mari ikuti saya.”

Bagian 2[edit]

Aku pun diantar menuju ruangan jam pasir, yang ditempatkan khusus di tengah bangunan gereja. Di sana terlihat sebuah jam pasir raksasa dengan tinggi sekitar 7 meter. Hiasan dari jam pasir itu memancarkan aura yang sakral.

...Apa itu? Punggungku serasa merinding, seperti terkena kejutan listrik yang terus memuncak. Hanya dari melihatnya saja, instingku merasakan sesuatu, dan perasaan tertentu mulai berkecamuk dalam diriku. Pasir di dalamnya... berwarna merah. Aku pun mengalihkan pandangan ke butiran pasir lembut yang berjatuhan. Seketika itu aku mengerti, akan apa yang terjadi saat butir pasir terakhir sudah jatuh.

*piin*

Sebuah sorot sinar memancar dari perisaiku menuju pusat dari jam pasir naga, dan menembus permata di dalamnya. Kemudian sebuah tampilan jam digital muncul di dalam batas penglihatanku.

20:12

Angka 12 di sana segera berubah menjadi 11. Aku mengerti, jadi waktu pastinya sudah diterjemahkan agar dapat kupahami. Dengan tampilan jam ini, aku bisa mempersiapkan segala halnya sesuai waktu yang tersisa. Walau begitu... hal yang bisa kulakukan dalam 20 jam ini sangat terbatas. Setelah kupertimbangkan, pilihan terbaik saat ini adalah, terus mengumpulkan tanaman obat dari padang rumput sebanyak mungkin. Aku juga perlu menyiapkan beberapa obat pemulihan.


“Huh? Bukankah itu Naofumi?”


Suara seseorang yang kubenci dan kuanggap hina, terdengar dari dalam ruangan menara jam. Bersama sekumpulan harem-nya, Pahlawan Tombak Motoyasu dengan santai berjalan ke arahku. Mengesalkan, rasanya aku ingin segera menghajarnya sampai terpental jauh. Tapi melihat tempat dan waktunya, aku menahan diri dari emosiku itu.


“Apa kau datang ke sini untuk persiapan menghadapi gelombang bencana?”


Saking menjijikannya bagiku, tampangnya itu sampai tak bisa kujelaskan dengan kata-kata. Dia melihatku dari bawah ke atas, dengan tatapan mencemoohnya.


“Apa-apaan kau ini. Apa kau berencana untuk bertarung, dengan perlengkapan dengan level serendah itu?”


Memangnya kenapa dengan perlengkapanku ini? Kau pikir siapa yang harus bertanggung jawab, karena sudah membuat situasiku sulit selama ini? Semua ini berkat kau dan si jalang brengsek yang ada di belakangmu itu.

Perlengkapan Motoyasu sangat berbeda dibandingkan sebulan yang lalu, bisa dilihat dari perlengkapan level tinggi yang dia pakai sekarang. Zirahnya bukan lagi terbuat dari besi, tapi dari logam perak yang berkilauan. Pakaian dalam yang dia kenakan mengeluarkan nyala berwarna hijau pucat yang indah, kemungkinan besar itu berasal dari fitur khusus di dalam pakaiannya. Bukan itu saja, dia juga terlihat memakai lapisan zirah rantai dibalik zirah peraknya itu; seakan Motoyasu sedang menyombongkan diri atas pertahanannya yang tidak bisa ditembus. Senjata Legendarisnya juga tidak lagi berwujud seperti bentuk pertamanya. Dan walaupun menjengkelkan untukku mengakuinya, desain tombaknya yang sekarang terlihat cukup mengagumkan. Itu adalah sebilah "Pike"[2]... yah, walaupun itu masihlah sebilah tombak.


“...”


Menyusahkan saja kalau menanggapi orang ini. Aku berbalik dan mengabaikan perkataan Motoyasu, untuk kembali ke gebang masuk menara jam.


“Demi Melromarc, Tuan Motoyasu sedang berbicara padamu sekarang! Dengarkan baik-baik dan perhatikan semua kata-katanya.”


Seorang gadis jalang pengagum Motoyasu mengatakan itu, dibarengi tatapan merendahkan dan penuh amarah dari yang gadis lainnya padaku. Setelahnya, mereka mulai memancing amarahku dengan menjulurkan lidah dan mengolok-olokku. Si jalang ini, suatu hari nanti akan kubunuh dia.


“Tuan Naofumi? Orang-orang ini siapa?”


Raphtalia menolehkan kepalanya dan menunjuk ke arah grup Motoyasu.


“...”


Aku mencoba terus melangkah, karena sudah kuputuskan, lebih baik langsung pergi dan tidak menjawabnya. Di waktu yang sama, Itsuki dengan terburu-buru memasuki ruangan.


“Tsk.”

“Oh, Motoyasu dan... Naofumi.”


Itsuki terlihat tidak suka mendengar decapan lidahku padanya, namun rona wajah “anak baik” nya segera kembali.


“...”


Ren juga telah datang, dan tanpa berbicara, berjalan mendekati kami dengan sikap sok kerennya. Perlengkapannya tidak diragukan lagi, sudah jauh lebih kuat dari awal mula petualangannya. Dengan begitu, satu per satu rekan mereka berdua terus berdatangan. Jumlah orang yang berada di menara jam bertambah dengan cepat.

4+12+1

Kami, keempat Pahlawan yang terpanggil, kedua belas petualang yang dipillih sang raja, dan yang terakhir Raphtalia. Dengan begitu, jumlah keseluruhannya adalah 17 orang, jumlah yang mengecewakan untuk suatu pasukan yang akan menghadang bencana penghancur dunia.


“Haa...”

“Siapakah sosok yang indah ini? Kehadirannya ini sungguh memikat hati.”


Motoyasu mengucapkan itu dan menunjuk ke arah Raphtalia. Orang ini, Motoyasu tetap menyukai siapapun, asalkan orang yang dimaksud adalah perempuan? Dengan adanya fakta, bahwa seorang Pahlawan bisa sampai bernapsu setelah melihat seorang gadis kecil... negeri ini sudah tidak tertolong lagi. Dan yang lebih parah lagi, dia menghampiri Raphtalia dengan niat mesumnya, saat memperkenalkan diri dengan penuh motif rayuannya.


“Senang bertemu denganmu, nona. Aku telah dipanggil ke dunia ini sebagai salah satu dari keempat Pahlawan. Jangan sungkan memanggilku dengan namaku, Kitamura Motoyasu. Suatu kehormatan bagiku bisa berkenalan denganmu.”

“Ah, iya... jadi kau adalah salah satu dari keempat Pahlawan.”


Raphtalia mengangguk sambil tersipu, ketika pandangan matanya menghindari pandangan Motoyasu.


“Bolehkah aku menerima suatu kebanggaan, dari mengetahui namamu?”

“Umm...”


Raphtalia yang kebingungan menoleh ke arahku, dan kembali menatap ke arah Motoyasu.


“Aku Ra-Raphtalia. Senang bertemu denganmu.”


Raphtalia mungkin sudah menyadari betapa kesalnya diriku sekarang. Aku tahu itu, setelah melihat keringat dingin yang turun melewati wajahnya. Gadis ini juga ingin meninggalkanku, dan bergabung dengan grup pengagum Motoyasu, iya kan? Sialan, aku sudah mencoba pergi dari sini tanpa mencari masalah baru, jadi kenapa para bajingan ini masih mempermainkan perasaanku?


“Ada gerangan apakah kau berada di sini, nona manis? Demi tujuan apakah, hingga kau membawa perlengkapan dan senjata yang begitu membahayakan itu?”

“Aku datang ke sini untuk bertarung mendampingi Tuan Naofumi, itulah alasannya.”

“Hah? Untuk Naofumi?”


Motoyasu mengalihkan pandangannya dan menatapku penuh curiga.


“...Apa kau lihat-lihat, hah?”

“Kau monster, kenapa kau tega menyeret seorang gadis manis ke tempat-tempat yang berbahaya?”


Motoyasu mengatakan itu sembari mengarahkan tatapan merendahkannya padaku.

Bagian 3[edit]

“Untuk apa kuberitahu alasannya padamu, dasar manusia keparat.”

“Dan kupikir kau akan menanggung pertarungan ini sendirian... pada akhirnya kau hanya memanfaatkan kebaikan hati Raphtalia saja.”

“Sialan, dasar pengkhayal gila.”


Perkataan kotor terus meluncur dari mulut anak brengsek itu, yang lebih mempercayai makhluk paling jalang di dunia ini daripada rekan Pahlawannya sendiri, dan itu membuatku sangat marah.

Aku pergi ke arah Itsuki dan Ren berada, menuju jalan ke luar ruangan menara jam. Mereka berdua dan semua rekan mereka, memberi jalan untukku.


“Sampai jumpa lagi saat gelombang itu datang.”

“Jangan jadi beban untuk kami.”


Aku berjalan melewati mereka, dengan Itsuki mengatakan sesuatu yang profesional, dan Ren berkata dengan nada kejam dan sok berpengaruh bagaikan seorang Pahlawan tipe serigala penyendiri. Kaget karena kepergianku yang tiba-tiba, Raphtalia buru-buru mengejar dan berjalan di sampingku, sambil melihat ke sekeliling dengan gelisah.


“Aku pergi.”

“Ah, baik! Tuan Naofumi!”


Setelah mendengar suaraku, dia pun akhirnya bersemangat kembali seperti sebelumnya. Ini sungguh perasaan yang tidak menyenangkan bagiku. Setelah akhirnya bisa keluar dari menara jam itu, aku segera meninggalkan ibukota, dan berjalan menuju padang rumput, seiring semakin bertambahnya frustasi yang kurasakan karena kejadian tadi.


“Um, Tuan Naofumi? Apa yang terjadi padamu?”

“Bukan apa-apa...”

“Waktu tadi itu...”

“Apa?”

“Tidak jadi...”


Merasakan suasana hatiku yang buruk, Raphtalia menundukkan kepalanya dengan sedih selagi mengikutiku. ... Kemudian tiba-tiba seekor Balloon pun muncul! Raphtalia bersiap untuk menghunuskan pedangnya.


“Tunggu, biar aku sendiri yang menanganinya.”

“Eh... tapi-...”

“Biar aku saja!”


Raphtalia meringkuk ketakutan, dan kaget karena aku berteriak padanya. Balloon itu pun mendekatiku.


“HYA HYA HYA HYA!”


Sial! Sial sial sial sial sial sial! Melampiaskan amarahku dengan terus menghajar Balloon itu, akhirnya aku bisa sedikit lebih tenang. Aku periksa tampilan waktu yang tersisa dalam batas penglihatanku.

18:01

18 jam lagi. Selama itu, aku harus menyiapkan apapun yang kubisa. Setelah itu, aku terus berburu Balloon dan mengumpulkan tanaman obat di sepanjang jalan. Belum lagi, semua tanaman itu harus diramu dulu menjadi obat yang berguna, untuk menghadapi gelombang yang akan datang. Kemudian tidak terasa hari sudah malam... setelah kembali ke penginapan untuk beristirahat, dengan rendah hati, Raphtalia berbicara padaku.


“Tuan Naofumi.”

“... Apa?”

“Orang-orang yang kita temui pagi tadi, mereka itu Pahlawan seperti Tuan Naofumi, kan?”

“... Urgh.”


Dia telah mengingatkanku pada pengalaman buruk itu. Padahal aku sudah bisa melupakannya, setelah teralihkan oleh berburu Balloon dan meramu obat.


“Sebenarnya... apa yang terjadi diantara kalian?”

“Aku tidak mau membicarakannya. Kalau kau memang ingin tahu, pergilah ke bar dan tanyakan pada orang-orang di sana.”


Lagipula takkan ada seorangpun yang mau percaya dengan penjelasanku. Gadis ini mungkin akan sama saja dengan mereka. Perbedaan besar di antara Raphtalia dan yang lainnya adalah, dia itu budak milikku. Jika dia menolak menuruti perintahku, mencoba kabur, atau memberontak melawanku, maka dia akan disiksa oleh kutukan di dalam tubuhnya. Raphtalia merasa harus menghentikan pembahasan itu, karena aku juga tidak akan menjawabnya. Untuk persiapan besok, aku terus meramu obat sampai merasa mengantuk; dan agak lama aku terus melakukan hal tersebut.

Referensi :[edit]

  1. Yankee adalah sebutan untuk pendatang baru dari Inggris yang nantinya menjadi penghuni negara Amerika. (dikutip dari Wikipedia)
  2. Pike adalah tombak yang panjangnya melebihi tombak biasa, hingga cukup sulit untuk digenggam hanya dengan satu tangan. (dikutip dari Wikipedia)