Tate no Yuusha Jilid 2 Bab 3 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Revision as of 20:54, 7 July 2017 by Ddn Master Lich (talk | contribs) (→‎Bagian 1)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 28 : Berangkat (Keluar) dengan Tendangan[edit]

Bagian 1[edit]

Keesokan paginya, Raphtalia bangun lebih awal, jadi kami berdua langsung pergi ke kandang.


“Gua!”


Dengan bersemangat, Filo langsung berlari dan menghampiri kami.


“Duh, badannya masih bisa tumbuh?”


Entah kenapa…… kepala Filo terlihat lebih besar daripada kemarin. Sangat aneh.


“Seluruh badannya terlihat hampir seimbang sekarang.”

“Benar juga.”


Wujud Filo sekarang mirip dengan Filolial yang kami lihat di ibukota dan di jalan raya. Badannya sekarang berwarna putih dengan sedikit warna merah muda. Campuran warna yang indah.

Produk yang dijual pedagang budak ternyata bagus juga.


“Apa kau lapar?”

“Gua?”


Filo berkicau sambil memiringkan kepalanya. Yah. Sepertinya fase pertumbuhannya sudah berakhir.

*Kress*

Suara menggema yang aneh sekarang terdengar lagi. Apa ini tidak akan jadi masalah?

Setelah sarapan, kami pun memikirkan rencana kami selanjutnya. Sementara itu…


“Gua……”


Filo dengan iri menatap gerobak kayu yang tiba di desa.


“Jadi kau ingin menarik kereta juga, Filo?”

“Sepertinya begitu.” jawab Raphtalia.


“Sepertinya anda sedang kebingungan, Tuan Pahlawan Perisai.”


Seorang penduduk desa menghampiriku yang sedang berbicara dengan Raphtalia, sambil menunjuk ke arah gerobak itu.


“Yah... Karena Filolial-ku kelihatan ingin menarik kereta, aku jadi bingung harus melakukan apa.”

“Hmm….. Menarik gerobak memang menjadi sifat dan keinginan alami bagi monster Filolial.”


Pria itu mengangguk yakin, dan mulai memandangi Filo.


“Sekarang desa kami tengah membangun kembali bangunan yang rusak, jadi kami membutuhkan bantuan karena kekurangan orang. Tuan Pahlawan, bisakah anda mengantarkan bahan bangunan ke desa kami? Sebagai gantinya, saya akan memberikan sebuah gerobak untuk anda.”

“Hmm……”


Tawarannya cukup menarik. Lagipula, aku memang ingin memanfaatkan kemampuan peliharaanku ini. Aku juga bisa melakukan hal lain nanti saat Filo menarik gerobaknya.


“Memangnya apa yang harus aku lakukan?”

“Saya sudah menebang pohon di hutan di dekat desa, bisakah anda mengangkut kayu-kayu itu ke sini?”

“Dari hutan, huh……”


Aku jadi teringat, kalau aku belum pernah memeriksa area hutan itu.


“Jarak perjalanannya akan cukup jauh.”

“Seperti yang kuduga.”

“Baiklah. Mari kita bicarakan lebih jelasnya.”


Karena kebaikan hati warga desa itu, dia memberiku satu buah gerobaknya. Semuanya, dari roda sampai badan gerobaknya, terbuat dari kayu.

Karena ini gratis, aku tidak bisa protes juga kalau keadaan gerobak yang diberikannya sudah tua, dan kualitas-nya juga sudah tidak begitu bagus.


“Gua♪”


Setelah gerobaknya disiapkan, Filo terlihat bahagia saat menariknya.

Beberapa penduduk desa juga menyiapkan tali kemudi dan memasangnya di gerobak, walau sebenarnya aku tidak terlalu membutuhkannya.


“Baiklah! Hari ini, ayo kita pergi ke hutan!”

“Baik!”

“Gua—!”


Dengan bersemangat, Filo menarik gerobak tersebut ke arah yang kutunjukkan.



Poko poko! 

Rasanya nyaman juga ……

Poko poko poko! 
Trek trek trek trek trek! 

Rodanya mulai terdengar berisik saat Filo menarik gerobaknya lebih cepat.


“Lebih cepat! Lebih cepat! Lebih pelan, Filo!”

“Gua……”


Setelah memperlambat larinya, Filo pun berjalan dengan suara “poko poko”-nya, dan terlihat kecewa dengan perintahku.


“Ugh…… aku mual.”


Raphtalia yang terkena mabuk darat, mencoba untuk membaringkan dirinya.


“Kau baik-baik saja?”

“Iya…… Tapi jangan sampai berguncang terlalu banyak…”

“Aku mengerti, jadi kau gampang terkena mabuk darat, Raphtalia?”

“Sepertinya begitu. Kalau Tuan Naofumi sendiri bagaimana?’

“Aku tidak apa-apa, asalkan tidak mabuk karena minum alkohol …”


Bagiku, sepertinya mabuk darat itu mirip dengan mabuk karena minum alkohol.

Aku jadi ingat saat naik bis dalam perjalanan karyawisata di SD-ku. Aku sedang membaca manga dan novel ringan, saat anak di sampingku muntah karena mabuk darat. Akhirnya, aku harus minta pindah tempat duduk.

Dan pengalamanku yang lainnya. Aku ingat saat perjalanan liburan keluarga, untuk mengunjungi kerabat kami dengan menaiki perahu. Aku sedang bermain game, saat seorang anggota keluargaku juga muntah karena mabuk laut.


“Yah… tidak perlu khawatir, Mulai sekarang, Filo akan berjalan lebih pelan.”

“Aku akan sangat terbantu kalau Tuan Naofumi mau melakukannya.”


Raphtalia menjawab dengan lemas, sembari terus berbaring di atas gerobak.

Bagian 2[edit]

Dalam perjalanan, aku bertemu dengan seseorang yang tidak ingin kutemui.


“Buaha! Apa-apaan itu! Haha, fuahahahahahah!”


Motoyasu menertawakanku sambil memegangi perutnya, dan si jalang yang ada di belakangnya juga ikut menertawaiku. Rasanya sangat menjijikan saat ditertawakan seperti itu.


“Kali ini apa yang kau inginkan, Motoyasu?”


Motoyasu dan para wanita yang mengikutinya kembali menertawaiku.


“Ayolah! Kau ini terlihat aneh!”

“Aneh bagaimana?”

“Apa kau sebegitu miskinnya, hingga harus menjadi pedagang keliling? Dan burung itu—–!”


Hmm……Berdagang! Kedengarannya boleh juga. Sepertinya kemampuan Filo bisa lebih diandalkan untuk rencana itu. Biar kami pikirkan lagi nanti.


“Makhluk itu terlihat bodoh! Makhluk itu bukan seekor burung ataupun seekor kuda. Dan warnanya, tidak semuanya berwarna putih, ada warna merah mudanya juga. Ditambah lagi -!”

“Kau ini punya masalah apa, hah?”


Aku tidak mengerti, kenapa si bajingan ini terus menertawaiku.

Ini cuma buang-buang waktu saja. Akan kuabaikan semua orang ini, dan meneruskan perjalananku. Motoyasu kemudian mendekatiku, hingga tiba-tiba...


“Guaaaa!”


Filo langsung menendang keras Motoyasu, tepat di selangkangannya. Aku melihatnya sendiri. Wajah tawa Motoyasu langsung berubah, dan dia terpental sampai sejauh 5 meter dengan terus berputar-putar di udara.


“U-ge……”

“Ky-Kyaaaaaaaaaaa! Tuan Motoyasu!”


Haha, aku pikir nasib “barang”nya sekarang sudah tamat. Seakan semua rasa kesalku juga langsung hilang. Hanya dari melihat pemandangan ini saja, rasanya modal yang kupakai untuk membeli Filo terbayarkan sudah.

Seperti yang diharapkan dari seekor monster peliharaan, Filo langsung menghajar orang yang sudah mengejek tuannya. Nanti akan aku belikan makanan yang enak untukmu, Filo!


“Guaaaaaaaa!”


Saat mengepakkan sayapnya, Filo berlarian sambil mengeluarkan suara yang berisik. Harga diri Motoyasu sekarang sudah jatuh, dan aku tidak lagi merasa jengkel karena tadi bertemu dengannya.

Uwaaah……Ini sangat hebat. Bahkan dalam mimpi sekalipun, aku tidak pernah melihat hal yang seindah ini.


“A-apa yang terjadi?”


Raphtalia terbangun, dan langsung bertanya padaku.


“Huh?? Ah, jangan dipikirkan, tidak terjadi apa-apa di sini.”

“……Wajahmu terlihat bahagia, tidak seperti biasanya.”


Oh. Sebahagia itukah wajahku? Tapi, tendangan kaki Filo tadi benar-benar kuat, hingga bisa membuat Pahlawan Tombak melayang seperti itu.



“Umm…… Tolong lebih pelankan lagi.”


Aku tidak bisa mendengar suara Raphtalia di belakangku, karena kubiarkan Filo berlari dengan semangat.

Saat kami hampir sampai di hutan, Raphtalia sudah tidak bisa menahannya lagi.


“Uu……Uu……”


Aku menyesal karena sudah membuat Raphtalia mengerang, dan membuat wajahnya pucat seperti ini. Ini semua salah Motoyasu, karena melihat nasibnya tadi, aku jadi terlalu bersemangat.


“Maafkan aku.”

“Gua……”


Filo juga kelihatannya menyesal, dan ingin minta maaf.


“Aku, aku baik-baik saja……”

“Kau tidak terlihat baik-baik saja. Istirahatlah di sini sebentar.”


“Ah, ada Tuan Pahlawan Perisai.”


Ada sebuah gubuk di dekat hutan, dan seorang penebang kayu muncul dari dalam gubuk itu.


“Ah, jadi anda datang untuk mengantarkan semua kayu di sini ke desa. Umm…… apa gadis yang di sana baik-baik saja?”

“Sepertinya begitu. Apa ada tempat yang bisa kami pakai untuk istirahat?”

“Ada sebuah kasur di dalam gubuk, kita pindahkan saja gadis itu ke sana.”

Bagian 3[edit]

Sembari aku menggendong Raphtalia, penebang kayu itu mengantarkan kami ke kasur di gubuknya.


“Aku dan Filo akan pergi berburu monster, sambil menunggu kau memindahkan kayu-kayu itu ke gerobak.”


Karena Raphtalia masih mudah mabuk saat menaiki kendaraan, untuk sementara, kita tidak akan menaiki gerobak itu.


“Permisi, saya akan memindahkan kayunya ke gerobak. Datanglah beberapa jam lagi.”

“Ah ok.”


Filo juga keluar dari bagian penarik kereta, lalu dia pun mengintip ke dalam kabin.


“Kalau begitu, ayo kita pergi.”

“Gua!”


Setelah melihat tendangan yang bisa membuat Motoyasu terpental jauh tadi, aku mulai mengharapkan kekuatan serangan yang besar dari Filo.



Kami berdua pun pergi ke hutan. Saat kami memasuki hutan, kami tidak menemukan satupun monster di sana. Sementara waktu, kami terus mengitari hutan itu.

Di dalam hutan ini, suasananya begitu damai dan menenangkan. Ini mengingatkanku, bahwa masih banyak pemandangan yang belum pernah kulihat di dunia ini.

Aku masih terheran, kenapa aku sampai tidak menyadarinya selama ini. Rasanya, penghalang di hatiku telah ikut terhempas jauh, setelah aku melihat wajah kesakitan Motoyasu.

…Tidak, mungkin penyebabnya adalah hal yang lain.

Kupikir aku telah tersadar karena Raphtalia telah mempercayaiku. Sekarang Raphtalia tidak berada di sini, karena masih merasa mual akibat mabuk darat-nya. Terasa sepi tanpa kehadirannya di sini, walau kami baru dua minggu berpetualang bersama.


“Aku harus membuat pil untuk menyembuhkan mabuk perjalanannya.”


Aku terus mencari tanaman obat di sekitar tempat ini.


“Kami harus tetap waspada, karena seekor monster bisa saja muncul …”


Meskipun kami sudah berjalan agak lama, aku masih belum melihat tanda-tanda adanya monster.


“Gua.”

“Hm?”


Aku mendengar suara Filo di kejauhan. Dan saat aku berbalik, aku melihat Filo sedang membawa sesuatu di paruhnya.

…… Apa ini hanya khayalanku saja? Tidak, yang dibawanya itu memang seekor Usapiru. Makhluk malang itu pun segera ditelan oleh Filo.


“Gua!”


Filo menghampiriku seakan sebelumnya tidak terjadi apa-apa.

EXP 34

……Setelah melihat itu, aku akan berhenti mengkhawatirkan tentang monster.



Setelah sekitar satu jam, kami pun kembali ke gubuk si penebang kayu. Gerobak kami sudah diisi penuh oleh penebang kayu itu. Dan Raphtalia masih tertidur di dalam gubuknya.

Sepertinya ini adalah ide yang agak jahat. Raphtalia masih tidak akan tahan saat Filo berlari dengan kecepatan penuh. Tapi, Raphtalia juga perlu dilatih agar terbiasa menaiki kendaraan seperti ini.


“Sekali-kali berlatih menaiki gerobak memang diperlukan.”

“U……Uu.”


Raphtalia mengerang saat aku bicara begitu. Apa dia mendengar perkataanku tadi?


“Umm…… saya sudah selesai memindahkan semua kayunya.”

“Ahh. Kalau begitu, apa kau bisa menjaga gadis ini, saat aku mengantarkan semua kayunya ke desa?”

“ Ya! Demi Tuan Pahlawan Perisai, saya akan menjaga rekan anda, meski nyawa saya yang jadi taruhannya.”


Walaupun aku agak merasa tidak enak setelah mendengar jawabannya, aku tidak bisa menunggu dan diam saja di sini.


“Kalau begitu, aku akan segera kembali.”


Aku menyiapkan gerobakku, dan berangkat dengan Filo.


“Guaaa!”


Filo pun berlari dengan penuh semangat.

Referensi :[edit]